1 SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
HENNY UTAMI PUTRI 130921035
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi S1 Ekstensi Administrasi Negara
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan hikmat
yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Dampak
Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan di Kantor Pelayan Pajak Pratama Medan Kota)” yang sebagai salah satu syarat kelulusan di Departemen Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Sumatera Utara.
Semoga hasil Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dalam bidang Administrasi Negara khususnya pengetahuan
mengenai Evaluasi Kebijakan dan Surat Pemberitahuan tahunan.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menyadari adanya kekurangan
dan ketidak sempurnaan pada Skripsi ini. Namun, penulis telah secara maksimal
melakukan penyempurnaan-penyempurnaan sedemikian rupa untuk memperbaiki
Skripsi ini agar dapat lebih baik lagi. Penulis juga memohon maaf apabila ada
kata-kata yang salah atau kurang tepat dalam penulisan skripsi ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Saya selaku penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungannya. Besar harapan penulis kiranya Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Mei 2015 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mendapatkan banyak sekali Do’a, bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak dalam menyelesaikan Skripsi ini. Atas berbagai bantuan dan
dukungan tersebut, pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, dan Ibu Dra. Elita Dewi,
M.SP selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara.
2. Bapak Drs Kariono, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang begitu tulus
dan murah hati dalam membimbing dan memotivasi penulis selama
pengerjaan skripsi ini.
3. Pegawai dan staff Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak SUMUT I, yang telah membantu dan
memberikan data – data yang dibutuhkan penulis selama melakukan
penelitian.
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu
Administrasi Negara yang menambahkan kepada penulis pengajaran dan
pengalaman hidup dan Seluruh staf pegawai administrasi di Departemen Ilmu
Administrasi Negara.
5. Ibu Sri Utami dan Bapak Supriadi T kedua orang tua tercinta yang telah
banyak berkorban serta menjadi donatur dan motivator utama penulis demi
6. Yang terkasih Bagus Setia Gumelar, yang selalu baik menemani penulis
ketika riset kesana-kemari, selalu menjadi penyemangat tersendiri bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi, dan menjadi partner teristimewa
selama ini karena tidak pernah lelah menemani penulis selama masa
perkuliahan.
7. Adik ku sayang Hendri Rizaldi yang terkadang menemani setengah
bergadang, serta abang Hendra Gunadi dan kakak Desy.
8. Rekan-rekan yang sudah penulis anggap sebagai keluarga, Rezki Tahir, Eki
Prayudi, Windra Baren Dasdo Pinindo Saragih, Alfan Yoolanda Harahap,
Wahid Restu, kita memang tidak sedarah tapi kita saudara. Atas
kebersamaan, kebahagiaan, perjuangan, suka duka, serta pembelajaran yang
telah kita lalui bersama. Mengenal kalian dan semua kenangan bersama
kalian adalah hal yang tak akan mudah penulis lupakan. Kehadiran kalian
memberikan warna di hidup penulis selama menjalani perkuliahanKepada
Rajawina Handayani, Rina Febriani, Reza Oezil, Fitri Aprilia, Indira Novia
Sarumpaet, Della Alvyonita, Fiqih Eria Sandi, Widya, tak lupa juga Adil
Rizal dan Muhammad Syahrul Ramadhan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GRAFIK ... viii
DAFTAR BAGAN ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAK ... xii
BAB I – PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Tujuan Penelitian... 6
D.Manfaat Penelitian... 7
E. Kerangka Teori ... 8
1. Evaluasi Kebijakan ... 8
a. Definisi Evaluasi Kebijakan Public ... 8
b. Sifat Evaluasi ... 11
c. Fungsi Dan Tujuan Evaluasi Kebijakan ... 13
d. Pendekatan Evaluasi Kebijakan ... 15
e. Tahapan Dan Kendala Evaluasi Kebijakan ... 17
f. Bentuk Analisis Kebijakan ... 19
h. Kriteria Evaluasi Kebijakan ... 22
i. Metode Evaluasi ... 29
j. Evaluasi Dampak ... 30
k. Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti ... 32
2. Reformasi Administrasi Perpajakan ... 33
a. Pengertian Reformasi Perpajakan ... 33
b. Reformasi Administrasi Perpajakan Indonesia ... 34
c. System Self Assessment ... 38
d. Kewajiban Wajib Pajak ... 49
3. Sosialisasi Perpajakan ... 50
a. Pengertian Sosialisasi ... 50
b. Dimensi Sosialisasi Perpajakan ... 51
c. Tugas Tim Sosialisasi ... 54
d. Bentuk Sosialisasi ... 54
4. Surat Pemberitahuan ... 55
a. Pengertian Surat Pemberitahuan ... 55
b. Fungsi Surat Pemberitahuan ... 56
c. Jenis Surat Pemberitahuan ... 57
d. Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan ... 58
e. Perpanjang Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan ... 60
f. Sanksi Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan ... 61
g. Mekanisme Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan ... 61
5. Kepatuhan Wajib Pajak ... 64
a. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak ... 64
b. Jenis Kepatuhan Wajib Pajak ... 66
c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak .. 66
d. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak ... 67
F. Definisi Konsep ... 69
G.Sistematika Penulisan ... 70
BAB II – METODE PENELITIAN ... 72
A.Bentuk Penelitian ... 73
B.Lokasi Penelitian ... 73
C.Informan ... 43
D.Teknik Pengumpulan Data ... 74
E. Teknik Analisis Data ... 75
BAB III – DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 77
A.Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 77
B.Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 81
1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 81
2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 81
C.Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 82
D.Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota .. 84
E. Uraian Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 90
2. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 91
F. Gambaran Data Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ... 92
BAB IV – PENYAJIAN DATA ... 96
A.Karakteristik Informan ... 96
B.Temuan Lapangan ... 101
1. Indikator Efektifitas ... 102
2. Indikator Efisiensi ... 107
3. Indikator Kecukupan ... 105
4. Indikator Perataan ... 114
5. Indikator Responsivitas ... 116
6. Indikator Ketepatan ... 118
BAB V – ANALISIS DATA ... 119
A.Analisis Evaluasi Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak ... 119
1. Indikator Efektifitas ... 119
2. Indikator Efisiensi ... 123
3. Indikator Kecukupan ... 125
4. Indikator Perataan ... 133
5. Indikator Responsivitas ... 135
6. Indikator Ketepatan ... 137
BAB VI – PENUTUP ... 144
A.Kesimpulan ... 144
B.Saran ... 147
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pendekatan Evaluasi Menurut William Dunn ... 16
Tabel 1.2 Kriteria Evaluasi Kebijakan ... 23
Tabel 1.3 Metodologi Untuk Evaluasi Program ... 30
Tabel 3.1 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Jenis Kelamin ... 92
Tabel 3.2 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Jabatan ... 92
Tabel 3.3 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Seksi... 93
Tabel 3.4 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Golongan ... 93
Tabel 3.5 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Umur ... 94
Tabel 3.6 Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Kota Berdasarkan Jenjang Pendidikan .... 92
Tabel 4.1 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 97
Tabel 4.2 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 98
Tabel 4.3 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 99
Tabel 4.4 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Usia ... 100
Tabel 4.5 Target Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Tahun 2012 – 2014` ... 108
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 realisasi target kegiatan sosialisasi perpajakan kpp pratama medan kota
2011-2014 ... 125
Grafik 5.2 wajib pajak terdaftar di kpp pratama medan kota tahun pajak 2010 – 2013... 128
Grafik 5.3 Penyampaian SPT Tahunan KPP Pratama Medan Kota Tahun Pajak 2010 – 2013 . 130
Grafik 5.4 wajib pajak tidak tepat waktu menyampaikan SPT Tahunan kpp pratama medan
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi KPP pratama ... 90
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kantor pelayanan pajak pratama medan kota ... 83
ABSTRAK
DAMPAK PELAKSANAAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN WAJIB PAJAK DI KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA
Nama : Henny Utami Putri
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Drs. Kariono, M.Si
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan walaupun realisasinya belum mencapai target yang diberikan direktorat jenderal pajak namun pelaksanaannya mengalami peningkatan. Sesuai dengan Surat Edaran Jenderal Pajak No. SE-98/PJ./2011 upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak kewajiban perpajakannya harus terus dilakukan karena beberapa alasan. Tujuan dari adanya pelaksanaan sosialisasi perpajakan adalah sebagai stimulus eksternal yang berperan penting untuk mendorong kesadaran Wajib Pajak untuk patuh terhadap hukum perpajakan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deksriptif dan model evaluasi Single Program After-Only.
Informan penelitian yaitu Kepala Seksi Ekstensifikasi KPP Pratama Medan Kota sebagai informan kunci. Sementara itu, pegawai pajak KPP Pratama Medan Kota merupakan informan utama penelitian. Dan wajib pajak sebagai informan tambahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011-2014 pelaksanaan sosialisai perpajakan terlaksana dengan baik. Sosialisasi perpajakan memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas pelayanan perpajakan yaitu menyediakan wadah dan media untuk masyarakat memperoleh informasi dan pengetahuan perpajakan. Oleh karenanya, sebaiknya program ini tetap dilanjutkan dan perlu diperluas cakupannya serta harus ada peningkatan dalam realisasinya.
Akan tetapi, dalam hal kepatuhan wajib pajak yaitu penyampaian surat pemberitahuan tahunan di KPP Pratama Medan Kota dampak adanya sosialisasi perpajakan belum dirasakan besar. Hal tersebut dikarenakan masih banyak wajib pajak yang tidak memahami hak dan kewajiban perpajakannya.
ABSTRAK
DAMPAK PELAKSANAAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN WAJIB PAJAK DI KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA
Nama : Henny Utami Putri
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Drs. Kariono, M.Si
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan walaupun realisasinya belum mencapai target yang diberikan direktorat jenderal pajak namun pelaksanaannya mengalami peningkatan. Sesuai dengan Surat Edaran Jenderal Pajak No. SE-98/PJ./2011 upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak kewajiban perpajakannya harus terus dilakukan karena beberapa alasan. Tujuan dari adanya pelaksanaan sosialisasi perpajakan adalah sebagai stimulus eksternal yang berperan penting untuk mendorong kesadaran Wajib Pajak untuk patuh terhadap hukum perpajakan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deksriptif dan model evaluasi Single Program After-Only.
Informan penelitian yaitu Kepala Seksi Ekstensifikasi KPP Pratama Medan Kota sebagai informan kunci. Sementara itu, pegawai pajak KPP Pratama Medan Kota merupakan informan utama penelitian. Dan wajib pajak sebagai informan tambahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011-2014 pelaksanaan sosialisai perpajakan terlaksana dengan baik. Sosialisasi perpajakan memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas pelayanan perpajakan yaitu menyediakan wadah dan media untuk masyarakat memperoleh informasi dan pengetahuan perpajakan. Oleh karenanya, sebaiknya program ini tetap dilanjutkan dan perlu diperluas cakupannya serta harus ada peningkatan dalam realisasinya.
Akan tetapi, dalam hal kepatuhan wajib pajak yaitu penyampaian surat pemberitahuan tahunan di KPP Pratama Medan Kota dampak adanya sosialisasi perpajakan belum dirasakan besar. Hal tersebut dikarenakan masih banyak wajib pajak yang tidak memahami hak dan kewajiban perpajakannya.
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Perwujudan tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu
masyarakat yang sejahtera. Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat,
dimana sangat dibutuhkan sekali dana dan anggaran dalam menyokong
pembangunan yang merata disegala sektor maupun aspek kehidupan. Oleh karena
itu disusun suatu perencanaan, baik yang mencakup tahapan pembangunan jangka
panjang, jangka menengah, dan rencana jangka pendek. Dalam mewujudkan
upaya tersebut, titik berat pembangunan diletakkan dibidang ekonomi.
Untuk menunjang tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan tersebut,
diperlukan serangkaian kebijaksanaan yang saling mendukung, diantaranya adalah
kebijaksanaan fiskal. Kebijaksanaan fiskal ini berkaitan erat dengan masalah
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri terbesar yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini
tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana
penerimaan utamanya berasal dari pajak. Khususnya dari segi penerimaan negara,
pajak merupakan sumber penerimaan terbesar saat ini dan juga tahun-tahun
sebelumnya. Oleh karena itu, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
negara yang harus berkembang dan meningkat sesuai dengan perkembangan
pemerintah akan mampu membiayai berbagai proyek besar sampai ke
sektor-sektor yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Melalui pajak pemerintah dapat mengatur keseimbangan kehidupan
perekonomian dan pemanfaatan dana untuk membangun sarana dan prasarana
yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka menunjang tekad
untuk menegakkan kemandirian pembiayaan pembangunan, maka penggalian dan
penggerakan sumber penerimaan dalam negeri haruslah didasarkan kepada
penerimaan pajak dengan tetap memperhatikan kemampuan pembiayaan oleh
masyarakat dan dunia usaha.
Untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, pemerintah melakukan
berbagai upaya antara lain dengan menyederhanakan administrasi pajak dan
meningkatkan penegakan hukum bagi Wajib Pajak dan petugas pajak yang
melanggar ketentuan perundang - undangan perpajakan.
Target pajak yang harus dicapai Direktorat Jenderal Pajak untuk tahun
2014 mencapai Rp.1.370 Trili
target tersebut diperlukan upaya-upaya maksimal terutama dalam menyadarkan
Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Suksesnya pencapaian target tersebut perlu didukung dengan salah satunya tingkat
kepuasan dan kepatuhan Wajib Pajak. Untuk meningkatkan kepuasan dan
kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan dengan mengedepankan upaya pelayanan,
penyuluhan dan kehumasan dibandingkan tindakan pengawasan. Berdasarkan
bukti-bukti yang ada, menunjukkan bahwa Wajib Pajak membutuhkan
berupa kelas pajak bagi calon Wajib Pajak, Wajib Pajak baru dan Wajib Pajak
terdaftar.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintahan di bawah
Departemen Keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia berusaha
meningkatkan penerimaan pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem
perpajakan yang lebih modern. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan reformasi perpajakan.
Reformasi atau perubahan sistem mendasar terjadi pada pengelolaan perpajakan
Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment . Self
assessment system dimana memberikan kepercayaan penuh terhadap Wajib Pajak
(Wajib Pajak) untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban
perpajakan kepada fiskus.
Tujuan reformasi perpajakan menurut Sony dan Siti (2006) adalah
meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (Tax Payer’s Service
Quality) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas Negara, menekan
terjadinya penyelundupan pajak (tax evasion) oleh Wajib Pajak, meningkatkan
kepatuhan bagi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya,
menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility,
keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak. Kontribusi
pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan
dukungan berupa peningkatan kesadaran masyarakat Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajibannya secara jujur. Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia
sebagai sutau keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan
tulang punggung Self Assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab
menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan
tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Safri
Nurmantu (2003), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan material dan
kepatuhan formal. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak
secara substantif /hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni
sesuai isi dan jiwa undang - undang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud
kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang - undang
perpajakan. Kewajiban perpajakan formal diatur dalam Undang - undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kewajiban pajak yang secara langsung dikenakan kepada Wajib Pajak
yang mempunyai penghasilan, disebut Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan
dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, karena mereka memperoleh
penghasilann dalam jumlah tertentu, dan dalam jumlah itu, memenuhi syarat
untuk dikenakan pajak.
Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, Indonesia menganut sistem
pemungutan self assesment system. Sistem self assesment system adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib
Pajak . Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami
undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang
tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu,
Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, melaporkan dan mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang
terutang. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peran domain ada pada Wajib
Pajak).
Sistem self assesment menuntut Wajib Pajak agar mandiri dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu contoh penerapan sistem self
assesment adalah dalam hal melaporkan surat pemberitahua. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT dapat dibedakan atas SPT Masa dan
SPT tahunan. SPT tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan
yang terdiri atas SPT tahunan PPH Wajib Pajak Badan, SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak orang pribadi.
Pemerintah dengan berbagai cara melakukan sosialisasi agar masyarakat
menyadari bahwa pajak itu untuk kepentingan bersama. Dengan diberlakukannya
peraturan yang mengatur perpajakan pemerintah mengharapkan setiap Wajib
Pajak harus memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun pada kenyataannya
kewajiban perpajakannya. Contohnya masih banyak Wajib Pajak yang tidak
menyampaikan SPT. Untuk mengantisipasi Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya selain telah mengatur sanksi dan denda perlu upaya
dalam mengantisipasi karena dapat mengurangi potensi pajak yang seharusnya
diterima oleh negara.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan
penelitian apakah ada pengaruh sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal
Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Maka judul penelitian ini adalah
“DAMPAK PELAKSANAAN SOSIALISASI PERPAJAKAN TERHADAP
TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK (STUDI PADA PENYAMPAIAN
SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN DI KPP PRATAMA MEDAN
KOTA)”.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
Perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah : “Bagaimana
dampak pelaksanaan sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak (studi pada penyampaian surat pemberitahuan tahunan di kantor pelayanan
pajak pratama Medan Kota) ?”
C.TUJUAN PENELITIAN
Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak (studi pada penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota).
D.MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat tersebut adalah:
1. Secara Ilmiah
Secara ilmiah sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam
bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang
diperoleh dari Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Secara praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan
peningkatan pemahaman mengenani perpajakan dan secara khusus terhadap
kepatuhan Wajib Pajak, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Kota sebagai salah satu lembaga yang mengurus
pelayanan kepada masyarakat agar kiranya mengoptimalkan pelayanan
publik yang berkualitas serta dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi
3. Secara akademis
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik
langsung maupun secara tidak langsung bagi kepustakaan Program Studi
Ekstensi Ilmu Administrasi Negara.
E.KERANGKA TEORI
Studi kepustakaaan berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain
yang terkait dengan nilai, budaya, norma yang berkembang pada situasi sosial
yang diteliti (Sugiyono, 2007:14).
Teori merupakan seperangkat konsep, definisi dan preposisi yang saling
berhubungan yang disusun secara sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah
terdahulu dengan menggunakan seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk
menjelaskan gejala tertentu atau hubungan-hubungan dalam fenomena yang
sedang diteliti. Berbagai teori yang dikemukakan dalam kajian teori disini
merupakan sarana untuk menjawab rumusan masalah yang telah dituliskan di
muka dan sebagai landasan untuk melakukan analisis dalam penelitian ini.
1. Evaluasi Kebijakan
a. Definisi Evaluasi Kebijakan
Evaluasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses kebijakan
publik, namun seringkali tahapan ini diabaikan dan hanya berakhir pada tahap
implementasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu
sejauhmana keefektifan kebijakan publik untuk dipertanggungjawabkan kepada
publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
dibutuhkan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Menurut Muhadjir dalam Widodo (2008:112) mengemukakan “Evaluasi
kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu
kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara
hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang
ditentukan”.
Dalam bahasa yang lebih singkat Jones dalam Winarno (2007:166)
mengartikan evaluasi adalah “Kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat”
suatu kebijakan”. Serta secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai
“Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang menyangkut
substansi, implementasi, dan dampak”. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi
tidah hanya dapat dilakukan pada tahapan akhir saja, melainkan keseluruhan dari
proses kebijakan dapat dievaluasi.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai yang dimaksud dengan
evaluasi kebijakan dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan
untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan suatu kebijakan publik dan menilai manfaat suatu kebijakan dengan
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target
kebijakan publik yang ditentukan dengan kata lain menyangkut substansi,
Dalam Bingham dan Felbinger, Howlet dan Ramesh (1995) dalam
Nugroho (2009:676-677) mengelompokan evaluasi menjadi tiga, yaitu :
1) Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif
anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang
berkenaan dengan :
a) effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang dikembangkan oleh kebijakan
b) Performance evaluation, yang menilai keluaran dari program yang dikembangkan oleh kebijakan.
c) adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation , yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.
d) effeciency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan
penilaian tentang keefektifan biaya tersebut.
e) process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh
organisasi untuk melaksanakan program.
2) Evaluasi judical, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum
tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran
terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga
hak asasi manusia.
3) Evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituten politik
terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan.
Sedangkan menurut Dane (Wibawa, 1994) menyebutkan ada dua tipe
1) Sumative evaluation, adalah penilaian dampak dari suatu program. Disebut juga dengan evaluasi dampak (out come evaluation).
2) Formative evaluation, adalah penilaian terhadap proses dari program, disebut pula evaluasi proses.
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup susbtansi,
implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai
suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebiajakan tidak hanya dilakukan
pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan demikian, evalusai kebijakan bisa meliputi tahap perumusan
masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
b. Sifat Evaluasi
Gambaran utama evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan
tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif. Menurut Dunn (2003:608-609), evaluasi
mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode
analisis kebijakan lainnya :
1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian
menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau
kegunaan sosial kebijakan atau program, dan buka sekedar usaha untuk
mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi
selalu dipertanyakan, evaluasi mecakup prosedur untuk mengevaluasi
tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.
2. Interdependensi fakta-nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta”
maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu
telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak
hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu,
kelompok atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian harus
didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan
konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah
tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan
tuntutan-tuntutan advokatif, diarah pada hasil sekarang dan masa lalu,
ketimbangan hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah
aksi-aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup
premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan-tuntutan evaluasi
mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan
sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai
yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi
dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian
merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antar tujuan dan
sasaran.
c. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Kebijakan
Sebagai salah satu tahapan dalam proses kebijakan, evaluasi memiliki
fungsi dan tujuan. Menurut Wibawa dalam Nugroho (2009 : 541-542), evaluasi
kebijakan publik memilik empat fungsi, yaitu:
1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan
dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hungungan antar berbagai
dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat
mengidentifikasi masalah ,kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan
atau kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan
oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan
standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke
tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau
penyimpangan.
4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari
kebijakan tersebut.
Beberapa ahli juga mengemukakan tentang tujuan-tujuan dari evaluasi,
Subarsono (2008 : 120) merinci beberapa tujuan dari evaluasi antara lain sebagai
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui derajad diketahui berapa biaya dan manfaat suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan
evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi
ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif
maupun negatif.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk
mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi,
dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian
target.
6. Sebagai bahan masukan (input) unutk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akhir evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke
depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Oleh karena itu evaluasi kebijakan, pada prinsipinya digunakan untuk
mengevaluasi empat asek dalam proses kebijakan publik (Wibawa, yuyun, agus,
1994:35), yaitu :
1) proses pembuatan kebijakan
2) proses implementasi
4) efektifitas dampak kebijakan
d. Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik memiliki tipe dan pendekatan yang beragam
dan berbeda, tergantung dari pada tujuan ataupun sudut pandang dari para
evaluator yang akan melakukan evaluasi. Dunn (2003 : 613-620) membagi
pendekatan evaluasi menjadi tiga bagian antara lain :
1. Evaluasi semu
Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu. Asumsi utama dari
evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu
yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial. 2. Evaluasi formal.
Evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai
hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hal tersebut atas dasar tujuan program
kebijakan yang telah dimumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan
administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan
dan target dirumuskan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk
manfaat atau nilai kebijakan program.
Evaluasi keputusan teoritis adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara
eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi
teoritis keputusan adalah bahwa tujuan dan sasaran dari perilaku kebijakan baik
yang dinyatakan secara formal maupun secara tersembunyi merupakan ukuran
yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program.
Tabel 1.1 : Pendekatan Evaluasi Manurut William Dunn
Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-Bentuk
Utama
Evaluasi Semu Menggunkan metode
deskriptif untuk
menghasilkan informasi
yang valid tentang hasil
kebijakan
Ukuran manfaat atau
nilai terbukti dengan
sendirinya atau tidak
controversial 1. Eksperimental sosial 2. Akuntansi sistem sosial 3. Pemeriksaan sosial
4. Sintesis riset
dan praktik Evaluasi Formal Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang terpercaya dan valid
mengenai hasil kebijakan
secara formal diumumkan
sebagai tujuan program
kebijakan
Tujuan dan sasaran
dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaat atau nilai
1. Evaluasi
perkembangan
2. Evaluasi
eksperimental
3. Evaluasi proses
retrospektif
4. Evaluasi hasil
Evaluasi Keputusan Teoritis Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi
yang terpercaya dan valid
mengenai hasil kebijakan
yang secara eksplisit
diinginkan oleh berbagai
pelaku kebijakan.
Tujuan dan sasaran
dari berbagai pelaku
yang diumumkan
secara formal
ataupun diam-diam
merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaat atau nilai.
1. Penilaian
tentang dapat
tidaknya
evaluasi
2. Analisis utilitas
multiatribut
Sumber : Dunn (2003:612)
e. Tahapan dan Kendala Evaluasi Kebijakan
Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah
yang dapat dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan
ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk
menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain (Winarno,
2007 : 169). Edward A. Suchman di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan
mengemukakan tujuh langkah dalam evaluasi kebijakan (Winarno, 2007 : 169),
yaitu :
1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.
2) Analisis terhadap masalah.
3) Deskripsi dan standardisasi kegiatan.
4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.
Menurut Suchman, mendefinisikan masalah merupakan tahap paling
penting dalam evaluasi kebijakan.Setelah masalah didefinisikan dengan jelas
maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Oleh karena itu, ia juga
mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset
evaluasi seperti :
1) Apakah yang menjadi isi dari tujuan program ?
2) Siapa yang menjadi target program ?
3) Kapan perubahan yang diharapkan terjadi ?
4) Apakah tujuan yang ditetapkan satu atauan banyak (unitary or
multiple) ?
5) Apakah dampak yang diharapkan besar ?
6) Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai ?
Langkah-langkah tersebut dibuat agar suatu evaluasi dapat efektif dengan
berjalan secara sistematis. Pada pelaksanaanya sendiri, evaluasi tidak terlepas dari
kemungkin timbulnya masalah atau kendala. Hal ini disebabkan evaluasi juga
merupakan proses yang kompleks, sehingga kendala atau masalah tersebut dapat
menghambat pelaksanaan evaluasi tersebut. Anderson dalam Winarno (2007 :
175-179) mengidentifikasi enam masalah yang akan dihadapi dalam proses
evaluasi kebijakan.
1) Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan. Bila tujuan-tujuan dari suatu
kebijakan tidak jelas atau tersebar, maka kesulitan yang timbul adalah
menentukan sejauh mana tujuan-tujuan tersebut telah dicapai. Ketidakjelasan
2) Kausalitas. Terdapat kesulitan dalam melakukan penentuan kausalitas antara
tindakan-tindakan yang dilakukan terutama dalam masalah-masalah yang
kompleks. Seringkali ditemukan suatu perubahan terjadi, tetapi tidak
disebabkan suatu tindakan atau kebijakan.
3) Dampak kebijakan yang menyebar. Tindakan-tindakan kebijakan mungkin
mempengaruhi kelompok-kelompok lain selain kelompok-kelompok yang
menjadi sasaran kebijakan. Hal ini sebagai akibat dari eksternalitas atau
dampak yang melimpah yakni suatu dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan
pada keadaan atau kelompok selain mereka yang menjadi sasaran kebijakan.
4) Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh data. Kekurangan data statistik dan
informasi-informasi lain yang relevan akan menghalangi para evaluator untuk
melakukan evaluasi kebijakan.
5) Resistensi pejabat. Para pejabat pelaksana program mempunyai
kecenderungan untuk tidak mendorong studi-studi evaluasi, menolak
memberikan data, atau tidak menyediakan dokumen yang lengkap.
6) Evaluasi mengurangi dampak. Berdasarkan alasan tertentu, suatu evaluasi
kebijakan yang telah dirampungkan mungkin diabaikan atau dikritik sebagai
evaluasi yang tidak meyakinkan. Hal inilah yang mendorong mengapa suatu
evaluasi kebijakan yang telah dilakukan tidak mendapat perhatian yang
semsetinya bahkan diabaikan, meskipun evaluasi tersebut benar.
f. Bentuk Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Keduanya baik analisis kebijakan
sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni
memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat
kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2003:117) membedakan tiga bentuk
utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1) Analisis Kebijakan Prospektif. Analisis kebijakan prospektif yang berupa
produksi dan tranformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan (ex ante). Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif
dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan
dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam
pengambilan keputusan kebijakan.
2) Analisis Kebijakan Retrospektif. Analisis kebijakan retrospektif adalah
sebagai penciptaan dan tranformasi informasi sesudah aksi kebijakan
dilakukan. Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada
masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi
kebijakan dan program. Evaluasi retrospektif lebih menggantungkan pada
deskripsi ex post facto tentang kegiatan aktivitas program yang sedang
berjalan, yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dan dampak.
3) Analisis kebijakan yang terintegrasi. Analisis kebijakan yang terintegrasi
merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para
praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi
g. Model Evaluasi Kebijakan
Menurut Wayne Parsons (2008:549-552), ada dua macam model evaluasi
kebijakan yang digunakan yaitu :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau
program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa
jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan
keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi
“formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur
untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses
implementasi.
Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi
ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan :
- Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat
- Apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain
program atau tidak
- Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang
ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian
komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu :
b) Membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan
kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek
intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol)
c) Menbandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi
tenpa intervensi
d) Atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dalam
satu wilayah mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari
kebijakan yang sama.
h. Kriteria Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik, dalam tahapan pelaksanaannya menggunakan
pengembangan beberapa indikator untuk menghindari timbulnya bias serta
sebagai pedoman ataupun arahan bagi evaluator. Kriteria-kriteria yang ditetapkan
menjadi tolak ukur dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan
publik. Nugroho (2009 : 536) menjelaskan bahwasannya evaluasi memberi
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu
seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui
tindakan publik.William N. Dunn (2003 : 429-438) mengemukakan beberapa
kriteria rekomendasi kebijakan yang sama dengan kriteria evaluasi kebijakan,
Tabel 1.2 : Kriteria Evaluasi Kebijakan
Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi
Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah
dicapai?
Unit pelayanan
Efisiensi Seberapa banyak usaha yang
diperluka untuk mencapai hasil yang
diinginkan?
Unit biaya
Manfaat bersih
Rasio biaya-manfaat
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang
diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetap
(masalah tipe I)
Efektivitas tetap
(masalah tipe II)
Perataan
Apakah biaya dan manfaat
didistribusikan dengan merata
kepada kelompok-kelompok yang
berbeda?
Kriteria Pareto
Kriteria
kaldor-Hicks
Kriteria Rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan, preferensi atau nilai
kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan
survai warga negara
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang
diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai?
Program publik
harus merata dan
efisiensi
Sumber : William N. Dunn, 2003, Pengantar Ana
Kriteria-kriteria diatas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi
kebijakan publik. Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka
pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang
dirumuskan olleh William N.Dunn untuk setiap kriterianya. Untuk lebih jelasnya
1) Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil
yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian
tujuan-tujuan organisasi semakin besar dari pada organisasi, maka makin besar
pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.
Willian N. Dunn dalam bukunya yang berjudul pengantar Analisis
Kebijakan Publik : Edisi Kedua, menyatakan bahwa :
“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif
mencapai hasil (akibat) yang diharapkan,atau mencapai tujuan dari diadakannya
tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur
dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn,2003 :429).
Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata
dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah
gagal, tetapi adakalanya suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif
dalam jangka pendek, akan tetapi setelah melalui proses tertentu.
Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam
bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran dari pada
efektivitas, yaitu :
- Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;
- Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan;
dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;
- Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap biaya
untuk menghasilkan prestasi tersebut;
- Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah semua
biaya dan kewajiban dipenuhi;
- Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang dan
masa lalunya;
- Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya sepanjang
waktu;
- Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada
kerugian waktu;
- Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian tjuan,
yaitu melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan perasaan
memiliki;
- Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk
mencapai tujuan;
- Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai satu
sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan;
- Keluwesan adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk
mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk mencegah
Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka ukuran
efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan
tujuan yanag akan dicapai.
2) Efisiensi
Jika bicara mengenai efisiensi maka kita akan membayangkan hal
penggunaan sumber daya (resources) secara optimum untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber
daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.
William N. Dunn berpendapat bahwa :
“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari
rasionalitas ekonomi,adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha,
yang terkahir umunya diukur dari ongkos moneter. Efisieni biasanya ditentukan
melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai
efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisiensi.” (Dunn,2003:430)
Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata
sangat sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan
terlampau besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan telah
melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
3) Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah
dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn
suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah (Dunn,2003 :430)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih
berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa
jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan
dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan
menekankan pada kautnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan.
4) Perataan
Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan
keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. Willian N.Dunn
menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434).
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang
akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin
dapat efektif,efisiensi, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari
perataan yaitu keadilan atau kewajaran.
5) Responsivitas
Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan
sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William
N.Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu
masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat
melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih
dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan
dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai
dapat dirasakan dalam bentuk positif berupa dukungan ataupun wujud yang
negatif berupa penolakan. Dunn pun mengemukakan bahwa:
“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan
semua kriteria lainnya (efektivitas,efisiensi,kecukupan,kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan” (Dunn,2003:437)
Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan,
preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria
efektivitas,efisiensi,kecukupan, dan kesamaan.
6) Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuab tersebut. William N.Dunn
menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah:
“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan
rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan
tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan
dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan
bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut”. (Dunn,
Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya
(bila ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik
dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif
lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga
kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.
i. Metode Evaluasi
Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2008:128), untuk
melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada
beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni :
1. Single program after-only, yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan
kelompok sasaran sesudah program dijalankan
2. Single program befora-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan
perubahan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.
3. Comparative after-only, yairu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalankan.
4. Comparative before-after, yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program
Tabel 1.3 Metodologi untuk Evaluasi Program
Jenis Evaluasi Pengukuran kondisi
kelompok sasaran
Kelompok
Kontrol
Informasi yang
diperoleh
Sebelum Sesudah
Single Program After-Only
Tidak Ya Tidak Ada Keadaan
Kelompok
sasaran
Single Program Before-After
Ya Ya Tidak Ada Perubahan
Kelompok
sasaran
Comparative After-Only Tidak Ya Ada Keadaan
kelompok sasaran dan kelompok kontrol Comparative Before-After
Ya Ya Ada Efek program
terhadap
kelompok
sasaran dan
kelompok
kontrol
Sumber : Subarsono (2008:130)
j. Evaluasi Dampak
Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah suatu untuk
menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata.
Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output
1. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran
(baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat tersebut
mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact).
2. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran,
baik yang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak dan akibat tersebut tidak
mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects).
Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas
implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada
keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.
Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2007:170-171), setidaknya
ada tigal hal yang dapat dilakukan oleh seseorang evaluator didalam melakukan
evaluasi kebijakan publik, yaitu: pertama, evaluasi kebijakan mungkin
menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang
diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang
nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi
seorang evaluator.
Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan
dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalnya usaha untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminallitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan
barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy
feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat
Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2007:171-173)
menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan
semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi.
1. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada
orang-orang yang terlibat
2. Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan
3. Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
sekarang dan keadaan dimasa yang akan datang
4. Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik
5. Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut
biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota
masyarakat akibat adanya kebijakan publik.
Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat
jauh dari yang diharapakan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada
dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat.
k. Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti
Di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan
menggunakan model single program after-only. Peneliti hendak melihat keadaan
2. Reformasi Administrasi Perpajakan a. Pengertian Reformasi Perpajakan
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar pada disegala
aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas
menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga atau
hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya, pertama, tingkat kepatuhan
sukarela yang tinggi.
Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan
ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Sebagaimana kondisi
masyarakat yang selalu berubah dan tuntutan adanya reformasi diseua bidang,
kondisi dan situasi yang terjadi didalam proses pemberian pelayanan maupun
penerapan administrasi kepada Wajib Pajak sudah semakin kritis dalam melihat
setiap perubahan kebijakan pemerintah terutama dalam bidang fiskal. Kondisi ini
mau tidak mau mengharuskan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan
reformasi dibdang perpajakan. Sebagaimana yang menjadi sasarn sejak tahun
2002, bahwa reformasi perpajakan secara komperhensif sebagai satu kesatuan
dilakukan terhadap tiga bidang pokok atau utama secara langsung menyentuh
pilar perpajakan, yaitu:
1) Bidang administrasi, yakni melallui modernisasi administasi perpajakan.
2) Bidang peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang - undang
perpajakan.
b. Reformasi Administrasi Perpajakan Indonesia
Administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan
pemungutan perpajakan. Administrasi pajak dalam arti sempit merupakan
penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayaran
pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun
ditempat Wajib Pajak, sedangkan administrasi pajak dalam arti luas meliputi
fungsi, sistem dan organisasi atau kelembagaan. Sebagai suatu fungsi,
administrasi perpajakan meliputi perencanaa, pengorganisasian, penggerakan dan
pengendalian perpajakan.
Sebagai suatu sistem, adminisrasi perpajakan merupaka seperangkat unsur
(subsistem) yaitu peraturan perundang - undangan, sarana dan prasarana, dan
Wajib Pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi
dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan sebagai lembaga administrasi perpajakan merupakan institusi
yang mengelola sistem dan mengelola proses perpajakan yang terwujud pada
kantor pusat, wilayah, dan pelayanan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
juga merupakan salah satu tolak ukur kinerja administrasi pajak. Administrasi
perpajakan memegang peranan yang sangat penting karena seharusnya bukan saja
sebagai perangka laws enforcement, tetapi lebih penting daripada itu, sebagai
service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus
informasi perpajakan.
Pembaruan sistem administrasi perpajakan harus disusun dengan sebaik –
efisien. Menurut Carlos A Silvani (1992), administrasi perpajakan dikatakan
efektif apabila mampu mengatasi masalah – masalah berikut :
1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers)
Ini artinya, sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan
mengambil tindakan terhadap masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib
Pajak walaupun seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan
untuk menjadi Wajib Pajak.
2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan (stopfiling taxpayers)
Yaitu Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi kantor pajak, tetapi
tidak menyampaikan surat pemberitahuan. Administrasi pajak dituntut untuk
dapat mengumpulkan data sekaligus menindaklanjutinya dengan
meminimalkan kasus.
3) Penyelundupan pajak (tax evaders)
Yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya
menurut ketentua perundang – undangan perpajakan. Sistem Self Assessment
yang sekarang berlaku memang rentan menyebabkan terjadinya modus
kejahatan seperti ini, karena sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak.
4) Penunggak pajak (delinquent taxpayers)
Dari tahun ke tahum selalu ada tunggakan pajak yang terjadi, bahkan
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Permasalahan ini
seolah sudah menjadi benang kusut yang selalu dihadapi oleh otoritas pajak
Reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan kinerja
administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar efisien
dan ekonomis dan cepat (Nasucha : 2004). Hal – hal yang dibutuhkan agar
reformasi administrasi perpajakan berhasil yaitu:
- Struktur pajak disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan, dan
administrasi;
- Strategi reformasi yang cocok harus dikembangkan;
- Komitmen politik yang kuat terhadap peningkatan administrasi
perpajakan.
Elemen dasar reformasi administrasi perpajakan menurut Pallechio (19950
seperti yang dikutip oleh Nasucha memiliki syarat sebagai berikut:
- Komitmen politik yang berkelanjutan;
- Staf yang mampu berkosentrasi terhadap pekerjaan dalam jangka panjang;
- Strategi yang tepat dan didefinisikan dengan baik karena tidak ada strategi
yang cocok untuk semua negara;
- Pendidikan dan pelatihan pegawai;
- Tersedia dana dan sumber daya lain yang cukup.
Mengacu kepada prinsip – prinsip good governance reformasi administrasi
perpajakan dengan mengedepankan tujuan penerimaan negara dan mendorong
tingkat kepatuhan sukarela, mengarah ke hal – hal berikut :
1) Partisipasi masyarakat yang yang tertib sosial karena pajak pada hakekatnya
2) Landasan dan kepastian hukum pengenaan, pemungutan, dan penarikan
pajak.
3) Transparansi baik dari administrasi perpajakan, masyarakat yang membayar
pajak maupun pihak yang terkait dengan sistem perpajakan.
4) Responsiveness, yaitu peka dan fleksibel terhadap pertumbuhan sosial,
politik, hukum, ekonomi dan kebutuhan publik.
5) Keadilan dalam sistem perpajakan.
6) Adanya visi strategi dari administrator pajak.
7) Prnsip efektivitas dan efisiensi.
8) Profesionalisme dalam proses perpajakan.
9) Akuntabilitas dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
10) Supervisi sehat. (Nasucha: 2004)
Reformasi Perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama sekali pada
tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas
pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment . Langkah pemerintah untuk terus meningkatkan penerimaan dari
sektor pajak yaitu dengan melakukan reformasi perpajakan dari Official
Assessment System menjadi Self Assessment System. Dalam official assessment system tanggung jawab pemungutan terletak sepenuhnya pada penguasa
pemerintah, sedangkan dalam Self Assessment system Wajib Pajak diberi
kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan besarnya pajak yang terhutang sesuai dengan jangka waktu yang telah
c. Sistem Self Assessment
Sistem Self Assesment adalah metode yang diterapkan untuk memberi
tanggung jawab penuh kepada Wajib Pajak yang mana untuk memenuhi
kewajiban membayar pajak semua prosedur dan tahapannya dilakukan sendiri
oleh pihak yang wajib membayar pajak tersebut. Dalam metode ini, pihak yang
wajib membayar pajak diberikan wewenang untuk menghitung dan melaporkan
seberapa besar beban pajak yang harus dibayar untuk setiap tahunnya, hal ini
sudah ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku dan setiap
Wajib Pajak harus mematuhi Undang - Undang tersebut.
Self Assesment System menurut B Ilyas dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (2003:18).
Sedangkan Self Assessment System menurut Siti Resmi dalam bukunya
Perpajakan adalah system pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap tahunnya sesuai
dengan undang-undang perpajakan yang berlaku (2003:27).
Pada sistem official-assessment besarnya pajak yang seharusnya terutang
ditetapkan sepenuhnya oleh Fiskus (aparat pajak). Kriteria dari Official
Assesment system adalah :
- Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada
- Wajib Pajak bersifat pasif;
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
Sebaliknya Sistem Self Assessment merupakan sistem pemungutan pajak
yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (Wajib Pajak), dimana
kriteria Sistem Self Assessment antara lain:
- Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri;
- Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang;
- Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Sebaliknya
Perbedaannya kedua sistem ini terletak pada pemegang tanggung jawab
(siapa) yang menetapkan besarnya pajak yang seharusnya terutang. Jika dalam
sistem official-assessment penetapan besarnya jumlah pajak Wajib Pajak menjadi
tanggung jawab Fiskus, sehingga segala resiko pajak yang akan timbul menjadi
tanggung jawab Fiskus, misalnya terlambat membayar atau melapor dikarenakan
keterlambatan Fiskus menetapkan besarnya jumlah pajak terutang Wajib Pajak
yang harus dibayar. Keterlambatan ini bisa saja dikarenakan terbatasnya petugas
pajak untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar Wajib Pajak, yang nota
bene tidak sedikit jumlahnya.
Pemerintah memutuskan untuk mengubah sistem pemungutan pajaknya