• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen risiko operasional pada pemasaran benih ikan patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen risiko operasional pada pemasaran benih ikan patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN

BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

SKRIPSI

AZIZAH PURWITASARI H34070032

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

AZIZAH PURWITASARI. Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA)

Besarnya kontribusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan prime mover perekonomian nasional. Potensi perikanan Indonesia dapat terlihat pula dari total produksi perikanan yang semakin meningkat. Total produksi ikan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 63,243 persen dari tahun 2005 hingga 2010, yakni dari 6,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 10,8 juta ton pada tahun 2010. Berdasarkan total produksi tersebut, perikanan budidaya mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2010 dimana sektor perikanan menyumbang 50,433 persen dari total produksi nasional. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya meningkat sebesar 353 persen selama tahun 2010-2014. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 2015. Salah satu kebijakan yang dilakukan KKP untuk mencapai visi tersebut adalah menargetkan produksi lima komoditas utama perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, bandeng kerapu, dan patin mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014. Dari kelima komoditi tersebut, target produksi ikan patin selama lima tahun mendatang merupakan yang terbesar.

Ikan patin memiliki potensi besar untuk dibudidayakan secara komersial. Meningkatnya produksi budidaya ikan patin, akan meningkatkan permintaan akan benih sehingga membuka peluang usaha yang lebih besar di usaha pembenihan sebagai upaya untuk mencapai target produksi. Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan budidaya. Kegiatan utama dalam pemasaran benih ikan adalah menampung benih dari petani dan mendistribusikannya kepada konsumen ke berbagai wilayah di nusantara.

Usaha pemasaran benih ikan patin dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pemasaran benih ikan adalah risiko operasional. Proses distribusi merupakan sumber risiko terbesar yang dihadapi pemasar benih ikan. Berbagai macam risiko operasional yang ada membuat tingkat mortalitas benih tinggi. Indikasi risiko pada pemasaran benih menyebabkan perlunya suatu manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Dengan manajemen risiko sebuah usaha yang dijalankan diharapkan lebih dapat bertahan dimana potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan.

(3)

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian kedua. Metode nilai standar digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko dan metode Value at Risk dipakai untuk mengetahui dampak risiko. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama dan ketiga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko-risiko yang teridentifikasi pada unit pemasaran PT MMN untuk komoditi benih ikan patin dikelompokkan berdasarkan penyebab risiko operasional yaitu risiko SDM, risiko teknologi, risiko alam, dan risiko proses. Berdasarkan metode nilai standar didapatkan nilai tertinggi dari keempat penyebab risiko operasional adalah risiko alam (48,4 %) dan nilai probabilitas terendah adalah risiko teknologi (0,05 %). Probabilitas risiko juga dihitung berdasarkan risiko per kejadian, bencana alam, kesalahan penggunaan kendaraan, dan kecelakaan merupakan kejadian yang memiliki probabilitas terbesar. Risiko proses merupakan risiko yang memiliki dampak atau kerugian terbesar yaitu Rp 7.464.425,27 dihitung menggunakan metode Value at Risk (VaR). Dampak terjadinya risiko juga dihitung berdasarkan risiko per kejadian. Penanganan tidak dilakukan dengan baik (kesalahan proses), kecelakaan, dan ketidaktelitian dalam melakukan sampling merupakan kejadian yang memiliki dampak terbesar.

(4)

MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL PADA PEMASARAN

BENIH IKAN PATIN PT MITRA MINA NUSANTARA

DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

AZIZAH PURWITASARI H34070032

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Azizah Purwitasari

NIM : H34070032

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si

NIP. 19670410 199103 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Manajemen Risiko Operasional Pada Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mohammad Shodiq dan Ibu Sri Mahmudah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pejaten Barat 11 Pagi pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 227 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 55 Jakarta diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko Operasional Pada

Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara di Kabupaten Bogor, Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko serta memberikan alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dosen dan staf Departemen Agribisnis khususnya Tintin Sarianti, SP, MM atas segala jawaban yang mencerahkan dan membuat penulis semakin bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak, Ibu, dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan dukungan, do’a dan menemani dalam penyelesaian skripsi.

6. Agus Purnomo Wibisono, S.Pi selaku direktur pemasaran PT Mitra Mina Nusantara yang telah menyediakan waktu dan banyak membantu dalam pengumpulan data bagi skripsi ini.

7. Meita K. Warnaningsih selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 44, Avy Luthfiandy, dan para sahabat di Kesebelasan atas dukungan, masukan, semangat, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Agustus 2011

(10)

DAFTAR ISI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4.2 Data dan Instrumentasi ... 38

4.3 Metode Pengumpulan Data... 39

4.4 Metode Pengolahan Data ... 39

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 40

4.4.2 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 41

(11)

4.4.4 Pemetaan Risiko ... 45

4.4.5 Penanganan Risiko ... 46

4.5 Definisi Operasional ... 48

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 50

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 50

5.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 52

5.3 Lokasi Perusahaan ... 52

5.4 Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 52

5.5 Unit Bisnis ... 54

5.6 Tenaga Kerja ... 55

5.7 Kegiatan Perusahaan ... 56

5.7.1 Pengadaan Benih Ikan ... 56

5.7.2 Proses Penanganan ... 57

5.7.3 Kegiatan Distribusi ... 63

5.8 Rencana Pengembangan Usaha ... 64

VI. IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN ... 65

6.1 Sumber-sumber Risiko Perusahaan ... 65

6.1.1 Risiko Sumberdaya Manusia ... 65

6.1.2 Risiko Teknologi ... 67

6.1.3 Risiko Alam ... 69

6.1.4 Risiko Proses ... 70

VII. PENGUKURAN DAN STRATEGI PENANGANAN ... 72

7.1 Analisis Probabilitas Risiko Operasional ... 72

7.2 Analisis Dampak Risiko Operasional ... 76

7.3 Status Risiko ... 78

7.4 Pemetaan Risiko ... 80

7.5 Strategi Penanganan Risiko ... 85

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

8.1 Kesimpulan ... 93

8.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Perikanan (Atas Dasar Harga Berlaku)

Miliar Rupiah ... 2

2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2009 ( Ton ) ... 2

3. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2007 - 2009... 4

4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan 2009 ... 13

5. Daftar Risiko Sumberdaya Manusia ... 66

6. Daftar Risiko Teknologi ... 69

7. Daftar Risiko Alam ... 70

8. Daftar Risiko Proses ... 71

9. Tingkat Probabilitas Sumber Risiko ... 72

10. Probabilitas Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 74

11. Perbandingan Dampak Terjadinya Risiko Terhadap Perusahaan ... 76

12. Dampak Terjadinya Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 77

13. Status Risiko ... 79

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin PT MMN ... 8

2. Omzet Penjualan Benih Ikan Patin PT MMN ... 8

3. Rantai Pemasaran Benih Ikan Produksi Deddy Fish Farm. .. 16

4. Tahapan Proses Manajemen Risiko. ... 27

5. Peta Risiko ... 29

6. Diagram Pemetaan Risiko ... 30

7. Peta Risiko – Strategi Preventif ... 32

8. Peta Risiko – Strategi Mitigasi ... 33

9. Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

10. Peta Risiko ... 45

11. Peta Risiko – Strategi Preventif ... 47

12. Peta Risiko – Strategi Mitigasi ... 47

13. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko ... 48

14. Struktur Organisasi PT Mitra Mina Nusantara. ... 53

15. Peta Risiko PT Mitra Mina Nusantara ... 81

16. Peta Risiko Berdasarkan Risiko per Kejadian ... 82

17. Strategi Preventif Risiko Operasional ... 86

18. Strategi Preventif Risiko per Kejadian ... 87

19. Strategi Mitigasi Risiko Operasional ... 89

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kegiatan Perusahaan ... 98

2. Perhitungan Probabilitas Risiko Operasional ... 99

3. Perhitungan Probabilitas Risiko Sumberdaya Manusia. ... 100

4. Perhitungan Probabilitas Risiko Teknologi ... 100

5. Perhitungan Probabilitas Risiko Alam ... 101

6. Perhitungan Probabilitas Risiko Proses. ... 101

7. Perhitungan Dampak Risiko Operasional ... 102

8. Perhitungan Dampak Risiko Sumberdaya Manusia ... 103

9. Perhitungan Dampak Risiko Teknologi. ... 103

10. Perhitungan Dampak Risiko Alam ... 104

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km1. Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km2 dan mendominasi lebih dari 70 persen dari luas territorial Indonesia. Wilayah perairan Indonesia terdiri dari 3,1 juta km2 perairan nusantara dan 2,7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun2. Berdasarkan luasan wilayah perairan tersebut, sektor perikanan memiliki potensi untuk berkembang dilihat dari segi ekonomi maupun produksi.

Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk PDB kelompok pertanian secara umum, tetapi juga pada PDB nasional3. Besarnya kontribusi perikanan terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional. PDB sektor perikanan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 adalah Rp 53,01 triliun atau sama dengan 16,107 persen dari PDB kelompok pertanian dan 2,309 persen dari PDB nasional. Pada 2008, PDB sektor perikanan meningkat menjadi Rp 137,249 triliun. Nilai ini memberikan kontribusi pada PDB kelompok pertanian menjadi sekitar 19,167 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional sekitar 2,772 persen. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2009, PDB perikanan mencapai Rp 177,773 triliun atau memberikan kontribusi 20,713 persen terhadap PDB kelompok pertanian dan 3,167 persen terhadap PDB nasional. Besarnya PDB Perikanan atas dasar harga berlaku dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan (Atas Dasar Harga Berlaku) Miliar Rupiah

1

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia NO. PER. 06/MEN/2010. Dirilis tanggal 18 Februari 2010.

2

Isnan W. 2008. Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Mendukung Pembangunan Indonesia. http://wahyudiisnan.blogspot.com/2008/06/potensi-wilayah-pesisir-dan lautan.html [Diakses tanggal 9 Juli 2011].

3

(16)

Lapangan

329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.065,3 858.252,0

a. Tanaman Bahan Makanan

165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 349.795,0 418.963,9 b. Tanaman

Perkebunan 49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.664,0 105.969,3 112.522,1 c. Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.676,4 104.040,0 d. Kehutanan 20.290,0 22.561,8 30.065,7 36.154,1 40.375,1 44.952,1 e. Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 137.249,5 177.773,9

Produk Domestik Bruto

2.295.826,2 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.951.356,7 5.613.441,7

Produk Domestik Bruto Tanpa Migas

2.083.077,9 2.458,234,3 2.967.040,3 3.534.406,5 4.427.193,3 5.146.512,1

Persentase PDB Perikanan terhadap

(*Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara)

Potensi perikanan Indonesia dapat terlihat pula dari total produksi perikanan yang semakin meningkat dapat dilihat sebagaimana pada Tabel 2. Total produksi ikan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 63,243 persen dari tahun 2005 hingga 2010, yakni dari 6,8 juta ton pada tahun 2005 menjadi 10,8 juta ton pada tahun 2010.

Tabel 2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2010

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2011)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perikanan budidaya Tahun

2005 2.163.674 4.705.868 6.869.542

2006 2.682.596 4.769.160 7.451.756

2007 3.088.800 4.940.000 8.028.000

2008 3.855.200 5.196.000 9.051.200

2009 4.708.565 5.285.000 9.993.565

(17)

mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 perikanan budidaya menyumbang 31,497 persen dari total produksi nasional. Kontribusi perikanan budidaya terhadap total produksi perikanan nasional semakin meningkat pada tahun 2010. Pada tahun tersebut perikanan budidaya menyumbang 50,433 persen dari total produksi nasional.

Gambaran mengenai kondisi ini memberikan tantangan bagi Indonesia untuk bertumpu pada kegiatan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan budidaya diprediksi mampu menaikkan produksi perikanan secara nyata. Kebijakan pengembangan perikanan Indonesia ke depan juga akan lebih didominasi oleh kegiatan perikanan budidaya4.

Perikanan budidaya dituntut menjadi kontributor utama peningkatan produksi

perikanan nasional. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan budidaya meningkat sebesar 353 persen selama tahun 2010-2014, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton. Hal ini sejalan dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 20155. Pencapaian visi KKP diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan posisi Indonesia dalam pergaulan di dunia internasional disamping meningkatkan perekonomian masyarakat dan penerimaan negara.

Salah satu kebijakan yang dilakukan KKP untuk mencapai visi tersebut adalah dengan menargetkan produksi lima komoditas utama perikanan budidaya, yakni rumput laut, lele, bandeng kerapu, dan patin mampu menjadi yang terbesar di dunia pada 2014. Komoditas rumput laut pada 2014 ditargetkan mencapai 10 juta ton dari 2009 yang hanya 2,9 juta ton. Pada 2014 produksi lele ditargetkan mampu diproduksi sebanyak 900 ribu ton dari produksi 2009 sebanyak 144 ribu ton. Produksi bandeng ditargetkan naik dari 328.288 ton tahun lalu menjadi 700.000 ton pada 2014 sementara ikan kerapu diharapkan meningkat dari 8.791 ton pada tahun 2009 menjadi 20.000 ton selama lima tahun mendatang. Produksi ikan patin selama lima tahun mendatang juga diproyeksikan naik menjadi 1,88 juta ton dari 109.685 ton6. Besarnya volume produksi perikanan budidaya pada

4

[KKP]. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Hlm 21.

5

Pusat Data Statistik dan Informasi Perikanan. Gelar Indo Aqua, KKP Siap Pacu Perikanan Budidaya. No. B.110/PDSI/HM.310/X/2010, dirilis tanggal 04/10/10.

6

(18)

tahun 2007 hingga 2009 tercermin pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2007-2009

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2010), diolah

Ikan patin merupakan komoditi yang target peningkatannya paling besar selama kurun waktu 2009 hingga 2014. Ikan patin memiliki potensi besar untuk dibudidayakan secara komersial, karena ikan konsumsi air tawar ini relatif lebih mudah dibudidayakan. Ikan patin merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat strategis untuk konsumsi domestik maupun ekspor7. Harga ikan patin lebih murah yakni separuh dari daging ayam8 serta rasa daging ikan patin yang enak, lezat dan gurih, serta teksturnya yang lebih kenyal membuat ikan ini banyak digemari olehmasyarakat terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Zelvina, 2009).

Meningkatnya produksi budidaya ikan patin, akan meningkatkan permintaan akan benih sehingga membuka peluang usaha yang lebih besar di usaha pembenihan (Surahmat, 2009) sebagai upaya untuk mencapai target produksi. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Budidaya ikan patin sebagai pemenuhan benih ini cukup memiliki prospek yang bagus karena permintaan benih cukup besar. Budidaya

http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/Komoditas.Perikanan.Budidaya.Pu nya.Lima.Unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011].

7

Akmalia Mila. 2011. Perkembangan Patin Indonesia.

http://www.indonesianaquaculture.com/showtread.php/180-Perkembangan-Patin-Indonesia

[diakses tanggal 11 Juli 2011]

8

Primus J. 2010. Komoditas Perikanan Budidaya Punya Lima Unggulan.

http://entertainment.kompas.com/read/2010/01/08/20200299/Komoditas.Perikanan.Budidaya.Pu nya.Lima.Unggulan [diakses tanggal 11 Juli 2011].

Komoditas Produksi (ton)

2007 2008 2009

1. Rumput Laut 1.728.475 2.145.061 2.963.556

2. Lele 91.735 114.371 144.755

3. Bandeng 263.139 277.471 328.288

4. Kerapu 8.036 5.005 8.791

(19)

ikan patin sebagai persediaan benih ini memerlukan waktu yang relatif pendek sehingga perputaran modal bisa dipercepat. Budidaya ikan patin dalam kategori pembesaran biasanya dilakukan saat benih ikan patin memiliki berat 8-12 gram/ekor, dan setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor9. Dengan target produksi ikan patin yang mencapai 1,88 juta ton, diperkirakan total kebutuhan benihnya adalah 3.196.000 ekor benih. Jumlah ini setara dengan 1,7 kali total produksi dengan survival rate 98 persen. Jumlah ini akan meningkat seiring permintaan pasar ikan patin dengan bobot yang lebih rendah per ekornya.

Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. Selama ini kegiatan pemijahan ikan patin banyak terkonsentrasi di daerah Sukabumi, Bogor, dan Jakarta sedangkan kegiatan pendederan dan pembesaran berada di daerah Sumatra, Kalimantan, dan daerah lainnya di pulau berperan dalam pemilihan pembudidaya ikan lebih memilih kegiatan pembenihan daripada pembesaran10. Kondisi cuaca, iklim, dan pH air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera melimpah dan banyak ditemukan di Jawa Barat membuat usaha pembenihan lebih berkembang di Jawa Barat. Teknologi penyuntikan dan pengekstraksian kelenjar hipofisa juga lebih berkembang di Jawa Barat (Bukit, 2007).

Potensi ekonomi, peningkatan produksi, sumberdaya yang dimiliki, serta peluang pasar yang terbuka membuat pembenihan ikan patin di Jawa Barat berpotensi untuk terus dikembangkan. Namun potensi dan peluang ini tidak terlepas dari berbagai kendala yakni tingginya tingkat risiko yang dihadapi. Ketersediaan benih dan pendistribusian benih dari satu tempat ke tempat lain merupakan beberapa risiko dalam budidaya ikan patin. Risiko yang sering

9

Galeri ukm. 2010. Budidaya Ikan Patin. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/22/aspek-pemasaran-budidaya-pembesaran-ikan-patin/ [diakses tanggal 11 Agustus 2011].

10

(20)

dihadapi dalam pengiriman benih ikan patin adalah tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang rendah akibat perubahan kualitas air selama pengangkutan, antara lain tingginya kadar CO2, akumulasi amoniak, rendahny O2 kasar (Berka,

1986 diacu dalam Mukti, 2010).

Kabupaten Bogor memiliki beberapa perusahaan distributor benih ikan patin diantaranya Tapos Agro Lestari, Number One Fish Farm, Deddy Fish Farm, dan PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) yang berpengalaman menyalurkan jutaan ekor benih tiap bulannya. Tapos Agro Lestari dan Deddy Fish Farm mendistribusikan hampir 2.000.000 ekor benih ikan patin tiap bulannya (Mastuti, 2011 dan Atemalem, 2001), dan Number One Fish Farm 300.000 benih (Armayuni, 2011). PT MMN mendistribusikan benih dalam jumlah yang lebih besar, yaitu kisaran 600.000 hingga 3.000.000 benih tiap bulannya. PT MMN merupakan salah satu perusahaan dengan unit bisnis utamanya adalah pemasaran benih ikan patin yang terletak di kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung memiliki beberapa keunggulan dimana tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berpengalaman. Dengan menggunakan tenaga kerja berpengalaman, produksi benih patin di Parung lebih efisien. Sebagai akibatnya, jika benih ikan dijual dengan harga yang sama, pengusaha ikan patin di Parung mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan perusahaan di daerah lain (Mastuti, 2011).

PT MMN dihadapkan pada masalah risiko operasional pada pelaksanaan usaha yang didalamnya ikut mempengaruhi penerimaan perusahaan, jumlah serta kualitas benih yang dikirim. Risiko operasional terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian benih menyebabkan terjadinya fluktuasi pada penerimaan. Menghadapi permasalahan yang disebabkan karena adanya risiko dalam kegiatan pemasaran benih ikan patin, membuat PT MMN mengalami pasang surut dalam perjalanannya.

(21)

perusahaan harus mengetahui sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya risiko. Manajemen risiko yang baik akan membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga dan merugikan serta memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan semakin meningkat.

1.2 Perumusan Masalah

Perikanan budidaya sedang diupayakan menjadi kontributor utama peningkatan produksi perikanan nasional11. PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan budidaya. PT MMN memiliki tujuh unit kerja yang masing-masing unitnya dipimpin oleh seorang manajer. Ketujuh unit kerja tersebut adalah unit trading (pemasaran), produksi ikan hias, pembenihan lobster air tawar, toko ikan hias, aquascape, pembesaran lobster air tawar, dan fillet. Unit kerja yang akan dibahas pada penelitian ini adalah unit trading (pemasaran) dengan komoditi berupa benih ikan patin. Kegiatan utama dalam pemasaran benih ikan adalah menampung benih dari petani dan mendistribusikannya kepada konsumen ke berbagai wilayah di nusantara seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Usaha pemasaran benih ikan patin dihadapkan pada risiko yang dapat menghambat usaha ini. Risiko yang muncul pada usaha pemasaran benih ikan adalah risiko operasional yang terdapat dalam kegiatan pemasaran yang meliputi pengadaan, penanganan, serta pendistribusian. Proses distribusi merupakan sumber risiko terbesar yang dihadapi pemasar benih ikan. Pada usia benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah, gerakannya lambat, dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit. Berbagai kelemahan benih tersebut ikut berperan membuat proses pendistribusian benih ikan tidaklah mudah dan tidak jarang memberikan kerugian yang cukup besar. Risiko ini bisa muncul apabila pembenih tidak bisa menekan mortalitas benih. Proses penanganan benih ikan yang tidak dilakukan dengan baik ikut berpengaruh dalam risiko ini. Risiko operasional lain yang pernah terjadi pada PT MMN

11

(22)

-September Oktober November Desember Januari

O

adalah kecelakaan pada Januari 2011 dimana keseluruhan benih ikan yang dibawa mati dan supirnya meninggal.

Berbagai kendala ini menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar dilihat dari peningkatan voleme produksi yang berkorelasi dengan permintaan benih, usaha pemasaran benih mempunyai risiko usaha yang tinggi. Tingkat mortalitas benih di PT Mitra Mina Nusantara selama periode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin pada Tahun 2010-2011

Berbagai macam risiko operasional yang ada membuat tingkat mortalitas benih tinggi. Tingginya tingkat mortalitas benih akan menyebabkan penerimaan perusahaan berfluktuatif. Omzet perusahaan yang berfluktuatif mencerminkan adanya gangguan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Fluktuasi omzet dapat dilihat pada Gambar 2.

(23)

manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Dengan manajemen risiko sebuah usaha yang dijalankan diharapkan lebih dapat bertahan dimana potensi risiko yang akan terjadi sudah diperhitungkan. Pertanyaan yang timbul sekarang adalah bagaimana manajemen risiko yang dapat diterapkan PT MMN dalam mengendalikan risiko operasional yang dihadapi. Manajemen risiko yang baik akan memberikan kontribusi penting bagi perusahaan sehingga kerugian perusahaan akibat adanya risiko dapat diminimalisir dan keuntungan perusahaan akan meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Sumber-sumber risiko operasional apa saja yang terdapat pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi oleh PT Mitra Mina Nusantara?

2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara?

3. Bagaimana strategi penanganan yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara untuk mengendalikan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional pada unit pemasaran benih ikan patin yang dihadapi PT Mitra Mina Nusantara.

2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko pada unit pemasaran benih ikan patin terhadap PT Mitra Mina Nusantara.

3. Menganalisis alternatif penanganan risiko operasional dalam unit pemasaran benih ikan patin yang dapat diterapkan oleh PT Mitra Mina Nusantara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi:

(24)

membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga, merugikan, dan dapat membantu memperbaiki atau memperbesar kemungkinan keberhasilan kegiatan pemasaran di perusahaan.

2. Penulis, menambah pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, serta melatih kemampuan analisis dalam pemecahan masalah.

3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan penelitian ini serta dapat dijadikan sebagai salah satu sumber rujukan atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Terdapat beberapa batasan dari penelitian yang akan dilakukan ini. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada beberapa hal yaitu:

1. Unit usaha yang dikaji adalah bagian trading (pemasaran) dengan terkonsentrasi pada benih ikan patin. Hal ini dikarenakan pemasaran benih ikan patin merupakan sumber pendapatan utama perusahaan dengan kontribusi rata-rata lebih dari 80 persen dari total pendapatan.

2. Objek penelitian berupa data primer berupa hasil wawancara dan observasi langsung di perusahaan serta data sekunder berupa data bulanan terhitung sejak September 2010 hingga Januari 2011.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemasaran Ikan Patin

Budidaya ikan patin lokal di Indonesia sudah mulai dirintis sejak tahun 1985, setelah pengembangan yang dilakukan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar berhasil namun belum disebarluaskan kepada masyarakat. Sampai tahun 1991 produksi ikan patin diperoleh dengan cara penangkapan di perairan umum Sumatera dan Kalimantan. Sejak tahun 1992, Pemerintah mendorong masyarakat di Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk mengembangkan budidaya ikan patin siam yang induknya didatangkan dari Thailand. Pemasaran ikan patin terangkum dalam penelitian yang dilakukan oleh SIPUK BI dalam “Budidaya Pembesaran Ikan Patin” studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), provinsi Sumatera Selatan (Sumsel)12 beserta penelitian terkait lain yang meliputi permintaan, penawaran, analisa persaingan dan peluang pasar, harga, jalur pemasaran produk, dan kendala pemasaran.

2.1.1 Permintaan

Peningkatan konsumsi ikan patin akan meningkatkan permintaan benih patin. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton menyebabkan permintaan benih patin sebagai input untuk kegiatan pembesaran terus meningkat. Usaha pembenihan ikan patin sangat potensial dan diperkirakan akan terus berkembang karena peningkatan jumlah konsumsi akan berkorelasi positif dengan meningkatnya permintaan akan benih ikan patin. Harga jual yang cukup tinggi menjadikan daya tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha pembenihan ikan patin dengan harapan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (Armayuni, 2011).

2.1.2 Penawaran

Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal dari perairan umum di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun,

12

SIPUK BI. 2011. Budidaya Pembesaran Ikan Patin.

(26)

saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Wilayah produksi budidaya ikan patin terdapat pada daerah tertentu, seperti di Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Riau Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Dari segi sumber daya yang tersedia, wilayah tersebut cukup potensial untuk pengembangan budidaya ikan patin.

Jawa Barat dikenal sebagai penghasil produksi ikan air tawar terbesar di Indonesia, sehingga provinsi ini dikatakan sebagai jantungnya produksi perikanan budidaya. Total produksi perikanan budidaya air tawar di Provinsi Jawa Barat mencapai 325.899 ton pada tahun 2009 atau sekitar 74 persen total produksi perikanan budidaya Jawa Barat yang sebesar 442.012 ton berasal dari perikanan budidaya air tawarnya. Jawa Barat yang memiliki Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar di Sukabumi memang dikenal sebagai sentra perikanan budidaya air tawar Indonesia.

Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor meningkat empat tahun terakhir yaitu 28,741.72 ton. Selain ikan konsumsi, Kabupaten Bogor juga memproduksi benih. Dari empat tahun terakhir produksi pembenihan ikan terus meningkat menjadi 847,112.06 ribu ekor pada tahun 2009. Usaha pembenihan ikan patin di Kabupaten Bogor sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari produksi yang terus meningkat (Armayuni, 2011).

(27)

Tabel 4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009

Jumlah 1,105 847,112.06 56,663.19 35,700.40 62,020.27 26,358.49

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009

2.1.3 Analisa Persaingan dan Peluang Pasar

(28)

terdapat permintaan ikan patin sebanyak 1,5 ton per hari untuk industri pengolahan ikan patin menjadi baso, burger dan sosis ikan di Palembang. Permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena adanya beberapa kendala antara lain: daging ikan patin siam kurang sesuai untuk diolah menjadi produk olahan, fasilitas pendukung seperti sarana transportasi dan lokasi pabrik belum tersedia, dan masalah perijinan.

Peluang pasar untuk ekspor masih terbuka luas, karena konsumen di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan beberapa negara di Asia saat ini telah mengimpor ikan patin dalam bentuk fillet dari Vietnam. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengembangan budidaya ikan patin, terutama dengan telah diperkenalkannya ikan patin lokal (Pangasius djambal Bleeker) kepada masyarakat mulai tahun 2000 dan teknologi pembenihannya sudah tersedia di Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi (Jawa Barat) dan Loka Budidaya Ikan Air Tawar di Jambi. Ikan patin djambal berpeluang ekspor, mengingat ikan patin djambal memiliki keunggulan ekonomis sebagai ikan budidaya, yaitu: bobotnya bisa mencapai 20 kg, dan dagingnya berwarna putih yang hampir sama dengan Pangasius bocourti yang merupakan komoditas ekspor dari Vietnam. Disamping itu produksi ikan patin jenis ini dapat memenuhi permintaan industri pengolahan dalam negeri.

(29)

2.1.4 Harga

Perkembangan harga ikan patin boleh dikatakan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Di kabupaten OKI, harga ikan patin berfluktuasi karena pengaruh inflasi dan adanya panen ikan sistem lebak lebung di musim kemarau serta meningkatnya permintaan pada hari raya keagamaan. Pada musim kemarau (Juli – September) harga ikan patin di tingkat pembudidaya (produsen) turun sampai Rp.7.000 per kg dan pada hari raya keagamaan meningkat sampai Rp.9.000 per kg atau rata-rata adalah Rp.8.500 per kg. Sedangkan harga jual pedagang pengumpul rata-rata Rp 8.200 s.d. Rp 9.200 per kilo (harga yang berlaku pada April 2003).

Perkembangan harga benih juga tidak bisa dihiraukan begitu saja. Pada tahun 2008 dimana permintaan akan benih tinggi dan banyak pengusaha berinvestasi di pembesaran patin harga benih melonjak tinggi hingga Rp 120. Setahun setelahnya, yaitu pada 2009, harga benih ikan patin jatuh hingga Rp 60 per ekor. Saat ini harga benih ikan patin di petani, untuk ukuran benih 1 inchi harganya mencapai Rp 90,00 per ekor.

Perkembangan teknologi informasi pada saat ini membantu pembudidaya dalam menentukan harga jual ikan. Pembudidaya memiliki posisi tawar atau bargaining position dalam menentukan harga jual ikan karena sebelumnya mereka telah mengumpulkan informasi harga dari pasar-pasar lokal atau sesama pembudidaya. Baik pembudidaya maupun pedagang menyatakan bahwa harga ikan di tingkat produsen ditetapkan secara tawar menawar

2.1.5 Jalur Pemasaran Produk

Rantai tataniaga ikan patin sangat ringkas dan efisien, sehingga harga yang diterima pembudidaya sekitar 80 – 90% dari harga yang dibayar konsumen. Pemasaran produk oleh pembudidaya dilakukan secara langsung kepada pedagang pengumpul/agen tanpa melalui pedagang perantara. Pedagang pengumpul juga merupakan pedagang benih ikan, pakan dan peralatan perikanan. Untuk menjamin stok ikan, pedagang pengumpul memiliki kolam penampungan sementara.

(30)

benih diantaranya perusahaan, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen. Pada penelitian Mastuti (2011), konsumen Deddy Fish Farm (perusahaan pembenihan ikan patin) terdiri dari pembesar, pengumpul, dan supplier ikan yang berasal dari berbagai daerah mulai dari Palembang, Tulung Agung Solo, Jatiluhur, Kalimantan, dan petani-petani pembesaran ikan di sekitar Bogor. Banyaknya konsumen disebabkan karena benih ikan patin di Bogor relatif lebih berkualitas dibandingkan benih ikan patin yang dihasilkan di daerah lain. Rantai pemasaran produk DFF ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Rantai Pemasaran Benih Ikan Produksi Deddy Fish Farm

Berdasarkan analisis kualitatif terkait pemasaran dalam penelitian Zelvina (2009) didapatkan bahwa hasil kegiatan usaha pembenihan ikan patin di Desa Tegal Waru terdiri dari empat saluran dimana lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang terdiri dari fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Dilihat dari kriteria dalam menentukan saluran pemasaran yan efisien diketahui bahwa saluran pemasaran yang terdiri dari petani – pedagang pengumpul – petani pembesaran ikan patin lebih efisien dibanding dengan saluran lainnya. Hal ini dikarenakan saluran pemasaran ini memiliki total margin lebih kecil, nilai farmer’s share paling besar dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar.

2.1.6 Kendala Pemasaran

Ketersediaan benih ikan patin yang berkelanjutan dibutuhkan sesuai permintaan. Selama ini kegiatan pemijahan ikan patin banyak terkonsentrasi di

Deddy Fish Farm

Pedagang Pengumpul

Pedagang Besar

Pedagang Pengecer

Petani Pembesaran Ikan

(31)

daerah Sukabumi, Bogor, dan Jakarta sedangkan kegiatan pendederan dan pembesaran berada di daerah Sumatra, Kalimantan, dan daerah lainnya di pulau jawa (Sumarna, 2007). Jarak yang jauh antara daerah produksi benih dan daerah pendederan serta pembesaran maka penghematan dalam penggunaan sistem transportasi harus dilakukan. Penghematan dilakukan dengan mengirimkan benih dengan kepadatan tinggi dan sistem tertutup namun diduga cara ini dapat menyebabkan turunnya kualitas air sebagai media transportasi yang dapat mengakibatkan risiko kematian benih selama transportasi (Emu, 2010).

Di tingkat pembudidaya tidak dijumpai kendala pemasaran, namun di tingkat pedagang kendala pemasaran adalah kerusakan pada kondisi jalan yang menghubungkan kabupaten OKI dengan kabupaten atau provinsi lain. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas ikan yang dijual sehingga harga jual ikan jatuh. Kendala lain adalah adanya persaingan harga dari pemasok yang berasal dari wilayah lain. Pedagang dari Jakarta mampu memasukkan ikan patin dengan harga yang lebih rendah dibanding harga ikan yang ditawarkan oleh pedagang di kabupaten OKI.

2.2 Kajian Risiko Bisnis

Trangjiwani (2008) meneliti mengenai manajemen risiko operasional CV Bimandiri di Lembang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis risiko-risiko yang terdapat di CV Bimandiri untuk berbagai komoditas sayuran, dan 2) menganalisis alternatif penanganan risiko di CV Bimandiri. Penggunaan analisis sekuen, identifikasi sumber risiko dan teknik pengidentifikasian lainnya berguna dalam proses identifikasi risiko operasional di CV Bimandiri. Hasil identifikasi risiko yang berupa daftar risiko kemudian diukur dengan menggunakan metode aproksimaksi dalam penilaian risiko. Pemetaan merupakan kelanjutan dari proses pengukuran risiko dengan menggunakan matriks frekuensi dan signifikansi yang memberikan alternatif penanganan risiko berdasarkan hasil pemetaan.

(32)

untuk komoditi tomat dibandingkan dengan keempat komoditi lainnya. Alternatif penanganan risiko dengan mitigasi atau detect and monitor dilakukan untuk a) risiko sistem, SDM, proses dan eksternal pada tomat, b) risiko sistem dan eksternal pada kol, c) risiko sistem, proses dan eksternal pada lettuce head, dan d) risiko sistem, proses dan eksternal pada cabai merah. Penanganan risiko secara low control dapat dilakukan untuk risiko yang memiliki nilai kemungkinan dan dampak risiko yang rendah, yaitu: a) risiko sistem dan SDM pada kentang, b) risiko proses dan SDM pada kol, c) risiko SDM pada lettuce head, dan d) risiko SDM pada cabai merah.

Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko dalam usaha pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di PT Suri Tani Pemuka (PT STP), Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko operasional dan risiko pasar yang dihadapi PT STP, menganalisis tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber risiko pada kegiatan pembenihan udang vanamae, serta menganalisis strategi penanganan risiko yang dilakukan untuk mengendalikan risiko dalam kegiatan pembenihan udang vanamae. Sumber-sumber risiko dalam usaha pembenihan udang vanamae diklasifikasi menjadi risiko operasional dan risiko pasar. Risiko operasional yang terdapat dalam kegiatan pembenihan terdiri dari risiko penyakit, tingkat mortalitas larva, proses pengadaan induk, cuaca, dan kerusakan pada peralatan teknis. Risiko pasar yang teridentifikasi adalah adanya fluktuasi harga pada induk, pakan, dan benih. Dilihat dari kedudukan risiko operasional di dalam peta risiko yang menempati kuadran yang kemungkinan terjadinya besar dan dampak yang disebabkan oleh risiko ini besar pula. Risiko operasional yang paling dominan terjadi yaitu adanya penyakit dan tingkat mortalitas.

(33)

menghadapi risiko dalam usaha pembenihan udang vanamae diantaranya melalui penghindaran dan pengalihan risiko.

Firmansyah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul "Risiko Portofolio Pemasaran Sayuran Organik Pada Perusahaan Permata Hati Organic Farm, Kabupaten Bogor, Jawa Barat" meneliti mengenai tingkat risiko yang dihadapi. Risiko yang dikaji pada penelitian ini adalah risiko pemasaran dengan komoditi berupa brokoli, wortel, tomat, dan jagung. Keempat produk unggulan ini dipilih berdasarkan kontribusi penjualan paling tinggi dan juga karena rekomendasi dari perusahaan.

(34)

outlet sayuran organik sendiri sehingga perusahaan tidak akan khawatir dengan masalah ketidakmenentuan penjualan tersebut.

Permatasari (2010) melakukan penelitian mengenai analisis risiko produksi pada usaha pembiakan anjing Labrador Retriever di D’Sunflower Kennel Mampang, Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi, menganalisis probabilitas dan dampak risiko dari risiko produksi pada kegiatan pembiakan anjing Labrador Retriever terhadap D’Sunflower Kennel serta menganalisis strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh D’Sunflower Kennel untuk mengendalikan risiko produksi dalam usaha pembiakan anjing Labrador Retriever. Analisis risiko yang dilakukan adalah dengan pemetaan risiko. Pemetaan risiko didapat dengan mengidentifikasi dan memetakan sumber-sumber risiko produksi terlebih dahulu, menganalisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi, kemudian menganalisis strategi penanganan risiko produksi.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya berbagai sumber risiko produksi dengan urutan yang paling berisiko sampai paling tidak berisiko, yaitu mortalitas anakan, kegagalan atau tidak tepatnya pemacakan, keguguran, penyakit, kesulitan persalinan, warna anakan tidak sesuai harapan serta jenis kelamin yang tidak sesuai harapan. Strategi penanganan risiko terdiri dari strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif yang terpetakan adalah pemeriksaan USG, perbaikan SDM, serta operasi Caesar. Sedangkan strategi mitigasi yang terpetakan adalah karantina, pengendalian penyakit, pengobatan, melakukan usaha sampingan, serta melakukan perawatan intensif. Alternatif strategi penanganan risiko produksi untuk D’Sunflower Kennel adalah dengan melakukan strategi prevent at source, detect and monitor, monitor, serta low control.

(35)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2009) yaitu unit pemasaran. Alat analisis yang digunakan adalah pemetaan risiko menggunakan metode nilai standar untuk mengukur kemungkinan risiko daan metode VaR (Value at Risk) untuk mengukur dampak risiko seperti halnya penelitian Lestari (2009) dan Permatasari (2010).

(36)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Risiko

Risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagai pembuat keputusan. Pada umumnya peluang suatu kejadian dalam kegiatan bisnis dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha. Adanya risiko dalam kegiatan bisnis pada umumnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap pelaku bisnis.

Pengertian lain tentang risiko menurut Darmawi (2006) adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Kountur (2004) risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko (Kountur 2008):

1. Merupakan suatu kejadian.

2. Kejadian tersebut mengandung kemungkinan. 3. Jika terjadi akan mengakibatkan kerugian.

Siegel dan Shim (1999) diacu dalam Fahmi (2010) mendefinisikan risiko pada tiga hal:

1. Keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil keputusan.

2. Variasi dalam keuntungan, penjualan, atau variabel keuangan lainnya.

3. Kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik, dan masalah industri.

3.1.2 Klasifikasi Risiko

(37)

1. Risiko dari sudut pandang penyebab

Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Sedangkan risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam.

2. Risiko dari sudut pandang akibat

Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Suatu kejadian bisa berakibat merugikan saja atau bisa berakibat merugikan atau menguntungkan. Apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memunginkan adanya keuntungan maka risiko tersebut adalah risiko murni, misalnya risiko kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan, misalnya risiko investasi. 3. Risiko dari sudut pandang aktivitas

Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya pemberian kredit oleh bank risikonya disebut risiko kredit. Demikian juga seseorang yang melakukan perjalanan menghadapi risiko yang disebut risiko perjalanan. Pemberian nama risiko dilihat dari faktor penyebabnya bukan aktivitas.

4. Risiko dari sudut pandang kejadian

Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya. Misalnya kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Dalam suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

(38)

sebagai salah satu bagian dari aktivitas, misalnya mengendarai mobil. Banyak akivitas yang bisa menimbulkan kebakaran seperti memasang kabel listrik, memasak, dan lain-lain.

3.1.3 Risiko Operasional

Risiko operasional menurut Muslich (2007) mempunyai ruang lingkup yang mencakup risiko kerugian yang disebabkan oleh proses internal, kesalahan sumberdaya manusia perusahaan, kerusakan atau kesalahan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran hukum atau peraturan perusahaan. Djohanputro (2008) menyatakan bahwa risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor eksternal lainnya. Kountur (2008) mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam.

Pada penelitian ini, risiko operasional yang digunakan adalah penggabungan antara teori yang dipaparkan oleh Kountur (2008) dengan Djohanputro (2008). Penggabungannya terletak pada faktor yang digunakan sebagai penyebab terjadinya risiko operasional. Faktor penyebab risiko operasional yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sumberdaya manusia, teknologi, alam, dan proses.

Pada usaha pemasaran benih ikan patin, keberhasilan usaha tergantung oleh kegiatan operasional. Kegiatan pemasaran benih ikan patin yang terdiri dari kegiatan pengadaan benih, proses penanganan serta distribusi benih membutuhkan kecakapan sumberdaya manusia, teknologi yang mumpuni, alam yang mendukung serta proses yang berjalan baik. Risiko operasional akan muncul ketika faktor manusia, teknologi, alam, dan proses tidak dapat terpenuhi dalam kegiatan pemasaran benih sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Alam ikut berpengaruh karena benih ikan merupakan makhluk hidup yang keberlangsungan hidupnya sedikit banyak bergantung pada alam. Kompetensi sumberdaya manusia, teknologi, dan proses yang baik dalam pemasaran sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan usaha.

(39)

diharapkan karena manusia. Ada tiga kelompok besar penyebab-penyebab kejadian yang merugikan dari faktor manusia yaitu sesuatu yang berhubungan dengan kompetensi, moral, dan selera. Risiko teknologi adalah potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi. Teknologi menyangkut perangkat keras seperti mesin, alat-alat, sistem dan prosedur, atau perangkat lunak berupa program-program komputer atau program-program lainnya yang dibuat oleh manusia untuk digunakan dalam memudahkan kehidupan manusia. Faktor-faktor teknologi yang dapat menyebabkan suatu risiko atau kejadian yang merugikan antara lain terkait kesesuaian, keusangan, fungsi, kualitas, atau kebenaran.

Risiko alam adalah potensi penyimpangan hasil karena ketidakmampuan perusahaan dalam menghadapi alam. Faktor-faktor yang menyebabkan risiko pada alam dapat terjadi karena bencana alam, kondisi alam, dan makhluk alam. Risiko proses adalah risiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi sumberdaya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan material) dank arena perubahan lingkungan (Djohanputro, 2008). Hal yang perlu diperhatikan dari proses disini adalah serangkaian langkah sistematis atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh berulang kali, untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jika setiap tahapan ditempuh secara konsisten, maka akan mengarah pada hasil yang diharapkan.

3.1.4 Manajemen Risiko

Pengertian manajemen risiko sangat beragam namun memiliki konsep yang sama. Secara umum manajemen risiko merupakan suatu alat atau instrumen yang digunakan untuk mengendalikan dan mengurangi risiko. Menurut Darmawi (2006) manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

(40)

melaksanakan manajemen risiko dengan baik akan memperoleh beberapa manfaat, diantaranya:

1. Menjamin pencapaian tujuan

Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh kemampuan manajemen menggunakan berbagai sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan perusahaan. Jalan untuk mencapai tujuan akan lebih mudah jika sekiranya segala rintangan yang mungkin terjadi, apakah itu telah diketahui atau belum diketahui sebelumnya dapat ditangani dengan baik. Manajemen risiko adalah suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul yang disebabkan oleh adanya ketidakpastian.

2. Memperkecil kemungkinan bangkrut

Tidak ada jaminan bahwa sebuah perusahaan tidak akan bangkrut. Setiap perusahaan punya kemungkinan bangkrut. Perusahaan yang menjalankan manajemen risiko dengan baik akan sanggup menangani berbagai kemungkinan yang merugikan yang akan terjadi sehingga memperkecil kemungkinan bangkrut. Dengan demikian eksistensi perusahaan lebih dapat dipertahankan.

3. Meningkatkan keuntungan perusahaan

Manajemen risiko yang baik dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Penanganan risiko yang baik membuat segala kemungkinan rugi yang dapat menimpa perusahaan bisa dibuat sekecil-kecilnya sehingga biaya menjadi lebih kecil dan pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

4. Memberikan keamanan pekerjaan

Kemampuan memahami dan menangani risiko merupakan keharusan bagi setiap manajer. Manajer yang dapat menangani risiko dengan baik tidak saja dapat menyelamatkan perusahaannya dari kemungkinan rugi tapi juga dirinya. Apabila perusahaan yang dia tangani dapat semaksimal mungkin terhindar dari kemungkinan rugi sehingga perusahaan dapat menikmati kemajuan, kariernya pun akan ikut maju.

(41)

Risiko perlu diidentifikasi untuk mendapatkan suatu daftar risiko. Daftar risiko merupakan output atau hasil dari identifikasi risiko. Setelah semua risiko yang dapat dikenali diidentifikasi dan daftar risiko telah dibuat, langkah berikutnya adalah mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi tersebut. Maksud dari pengukuran risiko adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi dari risiko tersebut (Kountur, 2004). Langkah-langkah dalam proses manajemen risiko operasional tersaji dalam Gambar 4 berikut ini:

Gambar 4. Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko Sumber: Kountur, 2004.

Sebelum risiko dapat ditangani, terlebih dahulu risiko-risiko tersebut harus dapat diidentifikasi dengan baik. Memahami cara-cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko sehingga risiko-risiko yang pada awalnya seolah-olah tidak kelihatan akan lebih mudah teridentifikasi sangat diperlukan. Ada tiga hal yang perlu diketahui dalam proses identifikasi risiko, yaitu (Kountur, 2004): 1. Mengetahui dimana saja risiko berada

2. Mengetahui penyebab timbulnya risiko

3. Mengetahui metode yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan dan penyebab risiko.

Tahap identifikasi ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko. Maksud dari pengukuran risiko ini untuk menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko sehingga kita bisa mengetahui mana risiko yang lebih berisiko dari yang lain dan mana yang tidak terlalu berisiko dari yang lain. Sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran

Identifikasi

Pengukuran

(42)

risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana risiko berada dalam suatu peta (Kountur, 2008). Posisi risiko inilah yang kemudian akan membantu membentuk perumusan manajemen risiko yang tepat untuk pengelolaan risiko yang terjadi (Kountur, 2004). Salah satu indikator jika suatu perusahaan telah melaksanakan manajemen risiko dengan benar dan profesional adalah jika setiap unit dalam perusahaan memiliki peta risiko dan ada status risikonya.

Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian manajemen melakukan penanganan risiko. penanganan risiko dimaksudkan untuk memberikan usulan apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah terpetakan. Tahapan terakhir dalam proses manajemen risiko adalah mengimplementasikan program-program yang telah dipilih untuk mengatasi kerugian (penanganan risiko). Tahap ini adalah tahap dimana ditetapkan setiap penanggung jawab pengelolaan risiko, apa dan siapa yang harus dilatih agar implementasinya dapat berjalan lancar serta pengelolaan risiko dapat diintegrasikan di dalam proses manajemen secara keseluruhan.

Mengidentifikasi, menganalisis, dan menangani suatu risiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktik, pengalaman, dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal, mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui efektivitas respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Ketika suatu risiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif.

3.1.5 Pengukuran Risiko

(43)

1. kuantitas risiko yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko

2. kualitas risiko yaitu probabilitas dari terjadinya risiko.

Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) maka semakin besar pula tingkat risikonya. Semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya suatu risiko maka semakin besar tingkat risikonya.

Pengukuran kemungkinan terjadinya risiko bertujuan untuk mengetahui risiko apa saja yang besar dan risiko apa saja yang kecil sehingga dalam penanganannya dapat diketahui risiko-risiko yang perlu diprioritaskan. Setiap kali terjadi risiko maka akan memberikan dampak kerugian. Pada umumnya kerugian dapat dihitung dalam rupiah sehingga jika terjadi risiko, perusahaan akan mengetahui besar kerugian yang diderita dalam rupiah.

Setelah semua risiko diukur baik probabilitasnya maupun dampaknya, maka selanjutnya yang dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak (Kountur, 2008). Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kecil ditentukan oleh manajemen. Gambar peta risiko dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Risiko

Sumber: Kountur (2008)

Kuadran I Kuadran II

Kuadran III Kuadran IV Probabilitas(%)

Dampak (Rp)

Kecil Besar

Besar

(44)

3.1.6 Teknik Pemetaan

Djohanputro (2008) mengatakan bahwa risiko selalu terkait dengan dua dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah probabilitas terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko tersebut terjadi. Gambar 6 berikut merupakan contoh hasil pemetaan.

Gambar 6. Diagram Pemetaan Risiko Sumber: Djohanputro (2008)

Dimensi pertama, probabilitas menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko akan terjadi. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya, semakin rendah kemungkinan risiko terjadi, semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk memberi perhatian kepada risiko yang bersangkutan. Umumnya, probabilitas dibagi kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, rendah.

Dimensi kedua berupa dampak, yaitu tingkat kegawatan atau biaya yang terjadi kalau risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak suatu risiko maka semakin perlu mendapat perhatian khusus. Sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi dari suatu risiko maka semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk mengalokasikan sumberdaya untuk menangani risiko yang bersangkutan. Umumnya, dimensi dampak dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang, rendah.

Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama.

Risiko II Risiko I

(45)

Kuadran I merupakan area yang dihuni oleh risiko dengan tingkat probabilitas sedang sampai tinggi dan tingkat dampak sedang sampai tinggi. Kuadran I terdiri dari risiko yang masuk dalam prioritas I atau prioritas utama. Bila risiko-risiko pada kuadran I terjadi akan menyebabkan terancamnya pencapaian tujuan perusahaan.

Kuadran II merupakan dihuni oleh risiko-risiko dalam prioritas II. Ciri dari risiko dalam kuadran II memiliki tingkat probabilitas kejadian antara rendah sampai sedang, namun dampaknya tinggi bila risiko tersebut menjadi kenyataan. Artinya risiko-risiko dalam kuadran II cukup jarang terjadi, mungkin hanya setahun sekali atau bahkan bisa kurang namun apabila terjadi maka tujuan dan target perusahaan bisa tidak tercapai. Dalam kondisi terburuk, perusahaan bisa tutup atau dinyatakan bangkrut.

Kuadran III dihuni oleh berbagai risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang tinggi namun dampaknya rendah. Risiko yang secara rutin terjadi ini tidak terlalu mengganggi pencapaian tujuan dan target perusahaan. Kadang-kadang terasa mengganggu bila risiko yang bersangkutan muncul sebagai kenyataan. Namun biasanya perusahaan mampu dengan cepat mengatasi dampak yang muncul.

Kuadran IV dihuni oleh berbagai risiko dengan skala prioritas IV. Risiko dalam kelas ini memiliki tingkat probabilitas kejadian yang rendah. Kalaupun terjadi, dampaknya kecil bagi pencapaian tujuan dan target perusahaan. Risiko yang masuk dalam kuadran IV cenderung dapat diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumberdayanya untuk menangani risiko tersebut namun manajemen tetap perlu memonitor risiko dalam kuadran IV. Suatu risiko bersifat dinamis. Risiko yang saat ini masuk ke dalam kuadran IV bisa pindah ke kuadran lain bila ada perubahan kondisi eksternal maupun internal secara signifikan.

3.1.7 Penanganan Risiko

(46)

3.1.7.1 Preventif

Sebelum risiko terjadi harus ada cara-cara preventif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi. Preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Risiko-risiko yang berada pada kuadran I dan II sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 7 adalah risiko-risiko yang probabilitas atau kemungkinan terjadinya besar. Dengan demikian strategi untuk menangani risiko-risiko yang berada pada kuadran I dan II adalah strategi preventif.

Gambar 7. Peta Risiko – Strategi Preventif

Sumber: Kountur (2008)

Strategi preventif akan membuat sedemikian rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran I bergeser ke kuadran III dan risiko-risiko yang berada pada kuadran II akan bergeser ke kuadran IV. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur

Banyak risiko-risiko yang disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat diperkecil jika sistem dan prosedurnya ada dan baik.

b. Mengembangkan sumberdaya manusia

Ada banyak risiko yang disebabkan oleh manusia yang tidak kompeten, lalai, atau dengan sengaja melakukan hal-hal yang merugikan. Jika dengan sengaja melakukan atau mungkin juga lalai, bisa diperkecil dengan membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur. Namun jika risiko disebabkan oleh karena manusianya tidak kompeten maka yang dapat dilakukan adalah memperbaiki atau mengembangkan sumberdaya manusianya. Pengembangan sumberdaya

Kuadran I Kuadran II

Kuadran III Kuadran IV

Probabilitas (%)

Dampak (Rp)

Kecil Besar

Besar

(47)

manusia dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan baik pelatihan on-the-job atau pelatihan-pelatihan eksternal.

c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik

Beberapa risiko dapat dihindari kejadiannya atau setidaknya diperkecil kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum ada) atau memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik). Misalnya risiko kebakaran dapat diminimalkan kejadiannya jika dipasang alat fire detector yang secara otomatis mendeteksi jika ada asap atau api yang kemudian secara otomatis menyemburkan air.

3.1.7.2 Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Semua risiko yang berada pada kuadran II dan IV dimana dampaknya besar ditangani dengan cara mitigasi. Hal ini dimaksudkan agar risiko yang berada di kuadran II dapat bergeser ke kuadran I dan risiko pada kuadran IV bergeser ke kuadran III. Dengan demikian strategi mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang memiliki dampak yang sangat besar, sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Risiko – Strategi Mitigasi Sumber: Kountur (2008)

Adapun beberapa cara yang termasuk dalam strategi mitigasi adalah: a. Diversifikasi

Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat

Kuadran I Kuadran II

Kuadran III Kuadran IV

Probabilitas (%)

Dampak (Rp)

Kecil Besar

Besar

Gambar

Tabel 2. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2010
Gambar 1. Tingkat Mortalitas Benih Ikan Patin pada Tahun 2010-2011
Tabel 4. Produksi Benih Per Jenis Ikan Per Kecamatan Tahun 2009
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data iklim Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dari BMKG Stasiun Bogor pada periode tahun 2008-2012 yang

Judul Laporan Akhir Analisis Strategi Pemasaran Produk Nata de Coco (Studi Kasus di CV. Graha Agri Industri Kabupaten Bogor, Jawa Barat).. Nama Mahasiswa

Judul Laporan Akhir Analisis Strategi Pemasaran Produk Nata de Coco (Studi Kasus di CV. Graha Agri Industri Kabupaten Bogor, Jawa Barat).. Nama Mahasiswa

Selain menghitung analisis risiko pada masing-masing komoditas untuk mengetahui nilai risiko pada kegiatan spesialisasi, dilakukan juga perhitungan pada kegiatan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Proses Operasional yang dilakukan oleh Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Barat dalam memfasilitasi

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan akhir dengan judul “Pembenihan dan Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar Colossoma macropomum di Mitra Ikan Fish Farm, Kabupaten Bogor, Jawa

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai bulan April 2017 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan mengetahui

Net Marjin Pemasaran Komoditas Cabai Merah pada Pedagang Besar untuk berbagai Tujuan Pemasaran di Lokasi Penelitian Kabupaten Garut- Provinsi Jawa Barat,