TATA CARA PENAGIHAN MELALUI SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT
O L E H
Nama : EKA SUSANENG
NIM : 072600017
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb,
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kesehatan dan melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini guna memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara, dengan memilih judul : “Mekanisme Penetapan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pada Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu
Atap (SAMSAT) UPTD Pematangsiantar”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya laporan tugas akhir ini
bukan semata-mata merupakan jerih payah penulis sendiri tetapi tidak terlepas dari
bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan laporan ini, terutama sekali kepada:
1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
2. Bapak Drs.M.Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Program Studi
Diploma-III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs.Bastari,MM,BKP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi
bimbingan dan pengarahan dalam menyelesaikan laporan ini.
4. Ibu Esteria Br. Sitepu, SE selaku Kassubag Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Barat.
5. Bapak Abdul Gani, SE selaku Kepala Seksi Penagihan Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Barat..
6. Bapak / Ibu Staf pengajar fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di
Program Studi Diploma – III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda
Miswadi(Alm) dan Ibunda Kartini untuk kasih sayang, cinta, pengorbanan,
bimbingan yang telah dan bersusah payah membesarkan penulis semoga
Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada keduanya
8. Seluruh Staf dan Pegawai Kantor Pelyanan Pajak Pratama Medan Barat yang
telah memberikan pengarahan dan memberikan data kepada penulis dalam
menyusun laporan tugas akhir ini.
9. Kepada Kakak dan Kakak saya Indah Susanti, Lilik Mahmudah, Wati Linda
Sari, Edi Susanto, Aswahidin, Mulyadi.terimakasih Allah telah memilih
10. Untuk seseorang yang selalu ada disisi ku disaat aku senang maupun sedih,
pokoknya you are the best “Inal Fandi”
11. Rekan-rekan di Program Studi Diploma-III Administrasi Peerpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara angkatan
“07” khususnya kelas A dan rekan-rekan seperjuangan Nita, Ilut, Singgih,
Wulan, Rina, Ade Phoyu, Heru, dan teman-teman lainnya terima kasih atas
dukungannya.
Akhir kata penulis ucapakan, semoga laporan ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis dan pembaca.
Medan, juli 2010
Hormat Penulis
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i-ii DAFTAR ISI ... iii-vi BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4
1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4
1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4
1.3. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6
1.4. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7
1.4.1. Tahap Persiapan ... 7
1.4.2. Studi Literatur ... 7
1.4.3. Observasi Lapangan... 7
1.4.4. Pengumpulan Data ... 8
1.4.5. Analisis dan Evaluasi ... 8
1.5. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 8
1.5.1.Daftar Pertanyaan(Interview Guide) ... 9
1.5.2. Daftar Observasi(Observation Guide) ... 9
1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... 9
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKLM) 2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 11
2.2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 13
2.3. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi ... 14
2.4. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat ... 19
2.5. Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Barat ... 22
BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN 3.1. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli ... 24
3.1.1. Dasar Hukum Penagihan Pajak ... 25
3.2. Penagihan Pajak... 26
3.2.1. Pengertian Penagihan... 26
3.2.2. Penagihan utang Pajak ... 28
3.3.1. Pengertian Surat Tagihan Pajak(STP) ... 29
3.3.2. Penerbitan Surat Tagihan Pajak ... 29
3.4. Surat Ketetapan Pajak(SKP) ... 30
3.4.1. Pengertian Surat Ketetapan Pajak(SKP) ... 30
3.5. Surat Teguran ... 32
3.6. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(PPSP) ... 32
3.6.1.Pengertian Surat Paksa... 32
3.6.2. Penerbitan Surat Paksa... 34
3.6.3. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa ... 36
3.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 38
3.8. Barang-Barang Penanggung Pajak yang dapat di Sita ... 40
3.9. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 44
3.10. Pelaksana Penagihan ... 46
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA 4.1. Pelaksanaan Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayananan Pajak Pratama Medan Barat ... 48
4.2. Tatacara Penagihan Melalui Surat Paksa ... 52
4.3. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa... 59
Melalui Surat Paksa ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 64
5.2. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Negara pada dasarnya adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan
memerlukan biaya untuk menjalankan fungsinya serta melangsungkan kehidupan
bangsa. Salah satu biaya tersebut antara lain pajak, dimana pada saat ini pajak
bagaikan primadona bagi pemerintah, karena merupakan penerimaan yang sangat
mendukung dan menunjang lancarnya pembangunan di negara ini. Karena itu
peneriman pajak perlu ditingkatkan.
Tujuan Negara RI yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata material yang dapat
diwujudkan melalui Pembangunan Nasional secara bertahap, terencana,
berkesinambungan dan berkelanjutan(Mardiasmo:2006). Dalam melaksanakan
Pembangunan Nasional diperlukan dana antara lain bersumber dari peran serta
masyarakat dalam wujud Pembayaran Pajak.
Menurut Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkann imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 UU KUP).
budgeter yaitu untuk mengisi kas negara dalam rangka menjalankan pembangunan
Negara maupun pelayanan umum lainnya, dan fungsi regulared yaitu untuk ikut
dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi, sosial, budaya dan
politik.
Adanya peningkatan penerimaan pajak yang terjadi setiap tahunnya
menyebabkan pihak Direktorat Jenderal Pajak terus mengadakan pengawasan
pengamanan atas penerimaan pajak, guna mewujudkan realisasi akan besarnya
penerimaan pajak di tahun-tahun berikutnya.
Sebagai tindak lanjutnya guna meningkatkan penerimaan dari sektor pajak
pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang
Perpajakan di Indonesia. Mengingat Negara Indonesia pada saat ini menggunakan
sistem pemungutan pajak self assessment (Mardiasmo:2006) yang menggantikan
official assessment. Maka dengan dianutnya sistem self assessment ini Wajib Pajak
(WP) diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, memperhitungkan,
melaporkan, dan membayar sendiri jumlah pajak terutang, sehingga dapat dikatakan
WP itu berperan besar dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut.
Sedangkan aparat pajak melakukan tugas sebagai pembinaan, penelitian, pengawasan
dan sanksi.
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, masih banyak wajib pajak yang
tidak melunasi hutang pajaknya. Sebagai akibat dari tindakan WP ini maka dilakukan
Maka untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu hal yang harus diperhatikan
oleh pihak fiskus adalah upaya yang dilakukan dapat berjalan lancar. Karena lancar
tidaknya penagihan akan mempengaruhi pendapatan negara dari sektor pajak
tersebut.
Dalam hal penagihan aparatur Direktorat Jenderal Pajak menggunakan Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) inilah bila tidak atau kurang
bayar, menjadi dasar tindakan atau sarana administrasi bagi fiskus untuk melakukan
tindakan penagihan pajak, sebagai sarana pelunasan pajak terutang. Namun kenyataan
di lapangan masih banyak WP yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut dan selanjutnya
aparatur pajak akan menerbitkan Surat Teguran atau surat peringatan, dan lainnya.
Begitu juga Surat Teguran bukan merupakan suatu sarana yang dapat
menjamin penerimaan Negara berupa pajak dapat diterima atau diperoleh dengan
cepat. Hal ini dapat dilihat masih banyak wajib pajak yang tidak merespon atas
diterbitkannya Surat Teguran tersebut dan harus ditagih melalui Surat Paksa yang
merupakan surat perintah untuk melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak.
Oleh karena itu Surat Paksa merupakan salah satu sarana adminstrasi yang
penting dalam melaksanakan Penagihan guna mencapai penerimaan Negara dari
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
perkuliahan di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, penulis tertarik untuk membahas
tentang “TATA CARA PENAGIHAN MELALUI SURAT PAKSA PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT”.
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Tujuan penulis melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini yaitu :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan penerbitan Surat Paksa yang dilaksanakan di
Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
b. Untuk mengetahui tatacara penagihan melalui Surat Paksa pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat .
1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
a. untuk meningkatkan dan memperluas wawasan serta menambah
pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa di bidang perpajakan
b. Mendorong mahasiswa untuk belajar mengetahui bagaimana situasi
dunia kerja yang akan datang.
c. Untuk menciptakan dan menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab,
profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat
dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.
d. Meningkatkan komunikasi dan pendekatan sosial terhadap dunia kerja.
2. Bagi Universitas Sumatera Utara
a. Untuk meningkatkan interaksi dan hubungan kerja sama antara pihak
Universitas khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
b. Memperbaiki pandangan masyarakat terhadap sumber daya manusia
yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya di
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
c. Untuk mempromosikan mahasiswa yang terampil dan berkualitas
dilingkungan FISIP
3. Bagi KPP Pratama Medan Barat.
a. Untuk meningkatkan kualitas generasi muda dengan PKLM jangka
b. Sebagai sarana menciptakan hubungan baik dengan pihak Universitas
Sumatera Utara khususnya di Program Studi Diploma III FISIP.
c. Mempromosikan citra aparat yang baik kepada masyarakat.
4. Bagi Masyarakat.
a. Agar masyarakat memahami tata cara penagihan pajak melalui surat
paksa jika masyarakat mengalami masalah dalam menyelesaikan
kewajiban perpajakan.
b. Agar masyarakat khususnya WP mengerti pentingnya penerimaan
pajak bagi negara untuk melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan.
1.3. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) paling mendasar yaitu:
1. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa pada WP yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, pada seksi Penagihan.
2. Mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melunasi hutang pajaknya
1.4 Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Adapun yang menjadi metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) antara
lain:
1.4.1. Tahap Persiapan.
Pada tahap ini kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa sebelum melakukan
PKLM yang meliputi kegiatan seperti, penulis melakukan pengajuan judul kepada
Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dan penulis menerima
persetujuan judul dari Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan, menentukan
tempat PKLM, mencari dan mengumpulkan bahan untuk pembuatan proposal,
menerima surat pengantar dari fakultas, dan melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang ditunjuk Program studi Diploma III Adm.Perpajakan.
1.4.2. Studi Literatur
Dalam studi literatur dilakukan kegiatan mencari data dan informasi dengan
membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan peundang-undangan
perpajakan, majalah, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis tentang materi
yang berhubungan dengan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
1.4.3. Observasi Lapangan
Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan secara langsung dengan mengikuti
PKLM pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat dan mempelajari
1.4.4. Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis mulai mencari dan mengumpulkan data. Ada dua macam
data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer yang diperoleh dari wawancara yaitu data yang bersumber
dari pihak yang memahami tentang penagihan pajak yang dilakukan
melalui surat paksa.
b. Data Sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi yaitu data
yang bersumber dari referensi-referensi ilmiah dan laporan-laporan
yang mendukung proses PKLM.
1.4.5. Analisis dan Evaluasi Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap maka penulis
melakukan analisa dan evaluasi data atau keterangan mengenai penagihan pajak
melalui surat paksa.
1.5. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan (PKLM).
1.5.1. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan pedoman pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
kepada pegawai yang mampu memberikan masukan data primer dan informasi
tentang penagihan pajak melalui surat paksa.
1.5.2. Observasi (Observation)
Melakukan pengamatan langsung atas proses kerja dan kegiatan yang dilakukan
dalam pencatatan terhadap fenomena yang menjadi objek pengamatan.
1.5.3. Studi Dokumentasi (Optional Study)
Dalam metode ini penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan penagihan pajak melalui surat paksa pada Kantor
Pelayanan Pajak Medan Barat.
1.6. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKLM).
Bab I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat alasan penulis
melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Tujuan dan
Manfaat PKLM, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM, Metode
Bab II Gambaran Umum Lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
Dalam bab ini diuraikan sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Barat, struktur organisasi, uraian tugas serta data-data
mengenai jumlah pegawai,tingkat pendidikan serta golongan.
Bab III Gambaran Data Tentang Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa
Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh, baik mengenai
ketetuan-ketentuan tata cara atau prosedur penerbitan Surat
Paksa,perhitungan dan lain-lain.
Bab IV Analisa dan Evaluasi Data
Dalam bab ini penulis menganalisa mengenai data yang diperoleh
kemudian melakukan evaluasi terhadap data tersebut, sehingga
tercapai manfaat dan tujuan PKLM.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan
bab-bab sebelumnya disertai dengan pemberian saran-saran yang perlu
dari penulis.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat
Pada tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak.
Pada saat itu masih ada dua kantor inspeksi pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan
Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan NO. 276/KMK/01/1989 tanggal 25
Maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jendral Pajak, maka
Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya Menjadi Kantor Pelayanan Pajak sehingga
sejak April 1989 Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara diganti namanya menjadi
Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.
Kemudian untuk menetapkan pelayanan yang akan di berikan pemerintah
kepada masyarakat umum, khususnya kepada Wajib Pajak pada tanggal 29 Maret
1994 dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan NO. 94/KMK/1994 terhitung mulai
tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Medan dirubah menjadi 4 kantor
yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl Asrama No.7 Medan.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, Jl Diponegoro No.30 Medan
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai, Jl Binjai No.7
Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
443/KMK/01/2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor
Pelayanan Pajak Medan Polonia yang mulai berlaku sejak 25 Januari 2002.
Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat Meliputi:
1. Kecamatan Medan Barat
2. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kecamatan Medan Sunggal
4. Kecamatan Medan Petisah
Melalui pengumuman Kanwil DJP Sumatera Utara 1, PENG-04/WPJ.01/2008
tanggal 26 Mei 2008, KPP Medan Barat dipecah menjadi KPP Pratama Medan
Petisah dan KPP Pratama Medan Barat yang mulai berlaku sejak 27 Mei 2008.
wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat adalah Kecamatan Medan Barat yang
meliputi 6 kelurahan yaitu Kelurahan Kesawan, Kelurahan Silalas, Kelurahan Sei
Agul, Kelurahan Karang Berombak, Kelurahan Gelugur Kota, Dan Kelurahan Pulo
Berayan Kota
Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah menjadi
pelayan masyarakat yang profesional dengan kinerja yang baik dan dapat dipercaya
untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara.
Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat adalah meningkatkan
kecepatan dan mutu pelayanan perpajakan serta senantiasa memperbaharui diri sesuai
dengan perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.
2.2. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat
Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah di tentukan sebelumnya. Tujuannya yaitu untuk
membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan
baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara maksimal.
KPP Pratama Medan Barat menerapkan struktur organisasi lini dan staff. KPP
Pratama Medan Barat dipimpin oleh seorang kepala kantor yang secara operasional
bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera
Utara I.
KPP Pratama Medan Barat terdiri dari 1(satu) Sub bagian dan 9(sembilan) seksi
yang masing-masing seksi dipimpin Kepala Seksi dan Pelaksana. Khusus untuk Seksi
Pengawasan dan Konsultasi, selain Kepala Seksi dan Pelaksana, seksi ini juga
memiliki Account Representative atau yang biasa disingkat dengan sebutan AR.
Struktur Organisasi di KPP Pratama Medan Barat dapat di gambarkan sebagai
berikut :
1. Kepala Kantor
2. Sub Bagian Umum
3. Seksi Pelayanan
5. Seksi Pegawasan dan Konsultasi (Waskon)
6. Seksi Penagihan
7. Seksi Ekstensifikasi
8. Seksi Pemeriksaan
9. Kelompok Jabatan Fungsional
2.3. Bidang Kerja dan Fungsi Organisasi Instansi
Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat mempunyai tugas pokok yaitu
melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL), Pajak Bumi dan/atau
Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/auat Bangunan (BPHTB)
dalam daerah wewenangnya, berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh
Direktorat Jendral Pajak.
Beberapa tugas dan fungsi orgasnisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Barat:
1. Pengumpulan dan pengolahan data, penggalian potensi pajak serta
ekstensifikasi Wajib Pajak.
2. Penatausahaan dan Pengecekan data surat pemberitahuan (SPT) Tahunan
serta berkas Wajib Pajak.
3. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa serta
4. Penatausahaan penerimaan, penagihan, dan penatausahaaan penyelesaian
Keberatan serta restitusi PPh, PPN, PPnBM, dan PTLL.
5. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.
6. Pengurusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
7. Penyuluhan dan pelayanan perpajakan.
8. Pengurusan tata usaha dan rumah tangga KPP.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Menteri
Keuangan PENG-04/WPJ.01/2008 Tanggal 26 Mei 2008 yang yang mulai berlaku
sejak 27 Mei 2008 maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam
Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat adalah:
1. Kepala Kantor
KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa
maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan
laksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan wajib pajak di bidang
PPh, PPN, PPnBM, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan PBB serta
BPHTB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam
mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama
dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha kepegawaian, keuangan, rumah
Uraian pekerjaan yang ada dalam Subbagian Umum ini adalah sebagai
berikut:
a. Tata usaha dan kepegawaian
b. Koordinator kepuangan
c. Koordinator rumah tangga
3. Seksi Pelayanan
Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan
berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan
surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak,
serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi, perpajakan, perekaman dokumen,
perpajakan, urusan tata usaha, penerimaan perpajakan, pengalokasian dan
penata usahaan bagi hasil PBB dan BPHTB, pelayanan dukungan teknis
komputer, pemantauan aplikasi e- SPT dan e-Filling dan penyiapan
laporan kinerja.
Tugas dan Fungsinya:
a. Melakukan Urusan Pengolahan data dan penyajian informasi dan
pembuatan Monografi Pajak.
b. Melakukan Penggalian Potensi Pajak.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB
dan Pajak Lainnya), bimbingan/ himbauan kepada Wajib Pajaki dan
Konsultasi teknis perpajakan , penyusunan Profil Wajib Pajak, analisis
kinerja Wajib Pajak, rekonsilisasi data Wajib Pajak dalam rangka
melakuka intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan
ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4 (empat)
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya
didasarkan pada cakupan wilayah (teritorial) tertentu .
6. Seksi Penagihan
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran
tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan
yang berlaku.
Tugas dan Fungsinya:
a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan,
penundaan dan angsuran piutang pajak.
b. Melakukan penerbitan surat tagihan, surat paksa, surat perintah
melakukan penyitaan.
c. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.
7. Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan
penyusunan perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Ekstensifikasi
Membantu tugas kepala kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan obyek dan
subyek pajak, penilaian obyek pajak dan kegiatan ekstensifikasi
perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada
Kepala KPP Pratama dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat
Fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan
Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.
2.4. Jumlah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak(KPP) Pratama Medan Barat 1. Kepala KPP Pratama Medan Barat : Drs Djahotman Saragih, MM
2. Kepala Sub Bagian Umum : Esteria Br Sitepu, SE
2. Alfonsus Sinaga
3. Muhammad Joni Hidayat
4. Isnul Aprianto Siregar
5. Anis Zamzami
6. Syahreni
7. Juliana
Bendaharawan Sub Bagian Umum : Dodi Irawan
3. Kepala Seksi Pelayanan : Hernawan Daru, SH
Pelaksana Seksi Pelayanan :1. Rahman Jamal
2. Suparti
3. Rusti Meyer Violetta Siahaan
4. Suparti
5.Dewi Virgo Situmorang
6. Nurhadian Sari
7. Nurdiana Tanjung
8. Evy Ramadhani
9. Mhd Imam Sultoni Hasibuan
10. Agus Putra Manko Sinaga
11. RG Megawati Sitanggang
4. Kepala Seksi Waskon I : Beresman Hutajulu,SE, AK, MM
Acount Representative Waskon I : 1. Mangatur Simanjuntak
2. Mohammad Ali Hermawan, S.ST
4. Dany Santosa
Pelaksana Waskon I : Zulkifli
5. Kepala Seksi Waskon II : Sutan Parada Hutasoit, AK
Acount Representative Waskon II : 1. Marton Manahat Sinaga, S.ST
2. Togap Simamora
3. Dedi Rusli
4. Muhammad Nasution
Pelaksana Waskon II : Fery Awar
6. Kepala Seksi Waskon III : Febner Pillimon Simatupang, SE
Acount Representative Waskon III : 1. Siti Usmayati SH
2. Bona Parlindungan Manurung
3. Kelvin Sayuli Hutauruk
4. Parluhutan Rajagukguk
Pelaksana Waskon III : Gusnawati
7. Kepala Seksi Waskon IV : Hendra Ginting, SE.MM
Acount Representative Waskon IV : 1. Selamet Nasrullah,SE
2. Yetna Juliana, SE
3. Ismail
4. Kukuh Hanna Prapanca, ST
Pelaksana Waskon IV : Ros Br Pandia
8. Kepala Seksi Ekstensifikasi : Mutato, SE, MT
Pelaksana Seksi Ekstensifikasi : 1. Amhar
3. Adi Syahrizal
4. Mulky Ashidiqie
5. Gugum Cahya Gumelar
9. Pelaksana Seksi Penagihan : 1. Abdul Gani, SE
2. Emenda Tinalyta Depari
Juru Sita Seksi Penagihan : 1. Hendra Surya Bakti
2. Jonathan Sitompul
10. Kepala Seksi PDI : Herlita, SE, AK, MSi
Pelaksana Seksi PDI : 1. Nurlaila
2. Sherly Chairita
3. Bima Sinaga
4. Mukmin
5. Amruzal Mulia Nasution
6. Sany Simatupang
11. Pelaksana Seksi Pemeriksaan : 1. Zulnaili, SE
2. A.R. Hasfianda Siregar
12. Bagian Fungsional
Pemeriksa Pajak Madya : Hary Budi Artono, SE, S.Sos, MM
Pemeriksa Pajak Muda : 1. Untung Joko Waluyo, S.ST, Ak
2. Heriyadi, Ak
3. Hadengganan Sianturi, SE, Ak
Pemeriksa Pajak Pertama : 1. Agus Raharjo, SE
Pemeriksa Pajak Pelaksana : 1. Yanuar Eko Prabowo
2. Harian Jaya Habeahan
3. Faddy Pratama Cahyadi
2.5. Bagan Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Barat
Struktur organisasi yang dipakai oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Barat adalah struktur organisasi lini dan staff, yang dipimpin oleh seorang
Kepala Kantor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan Organisasi Kantor
BAB III
GAMBARAN DATA PKLM
3.1. Pengertian Pajak Menurut Para Ahli
1. Menurut Prof.Dr.P.J.A.Adriani.
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peratran-peraturan
ummum (undang-undang)dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro SH.
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan
undang-undang(yang dapat dipaksakan) denngan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum .Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surflusnya digunakan untuk public saving yanng
3. Menurut Sommerfeld Ray M,dan Brock Horace.
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hkum namun wajib dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4. Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007.
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan bahwa Pajak adalah kotribusi wajib kepada
Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3.1.1. Dasar Hukum Penagihan Pajak
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan
dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika
Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.
4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor 645/PJ./2001 tentang Bentuk, Jenis, dan
Kode Kartu, Formulir, Surat, Buku yang digunakan dalam Pelaksanaan
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 02/PJ.75/2002 tentang
Kebijaksanaan Penagiihan Pajak Tahun 2002.
6. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan
Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 13/PJ.75/1998 tentang Jadwal
Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.
Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan
hukum penagihan pajak dengan surat paksa di Indonesia ini, maka pajak yang
dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas
sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan lain bagi wajib pajak
untuk tidak membayar pajaknya.
3.2.1. Pengertian Penagihan
Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak. Hanya saja, apabila wajib pajak tidak membayar pajak,
terhadapnya tentu perlu diberikan tindakan tegas untuk dapat memaksa wajib pajak
tersebut melunasi utang pajaknya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk penagihan pajak
terhadap wajib pajak yang tidak atau belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak merupakan hal
yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak.
Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Penagihan Pajak merupakan serangkaian
tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan ke luar negeri,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita(lelang).
Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh
wajib pajak. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap wajib
pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar
pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat akan ketentuan
perpajakan tersebut.
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak wajib pajak yang
Direktorat Jenderal Pajak melakukan penagihan kepada wajib pajak untuk melunasi
utang pajaknya, dengan cara menerbitkan STP/SKP. Kemudian apabila wajib pajak
tidak menghiraukan atas diterbitkannya surat tersebut maka aparatur pajak akan
menerbitkan Surat Teguran atau surat peringatan lainnya. Selanjutnya apabila wajib
pajak tidak juga menghiraukan Surat Teguran tersebut pihak aparatur pajak akan
menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan tunggakan pajak.
3.2.2.Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2
langkah :
a. Penagihan Pasif
Penagihan Pasif adalah penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum
tanggal jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak(SPT), surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan(SKPBT) atau sejenisnya, Keputusan Pembetulan,
Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak
yang kurang di bayar melalui himbauan baik dengan surat maupun telepon
atau media lainnya .
b. Penagihan Aktif
Penagihan Aktif merupakan penaguhan yang dilakukan oleh fiskus setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak(STP), Surat
Bayar Tambahan(SKPKBT) atau sejenisnya, Keputusan Pembetulan,
Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang di bayar tidak dilunasi oleh
wajib pajak dengan cara menerbitkan Surat Teguran(ST), Surat Paksa(SP),
Surat Perintah Melakukan Penyitaan(SPMP), sampai melaksanakan
penjualan barang milik penanggung pajak yang disita baik melalui lelang
maupun bukan lelang.
3.3. Surat Tagihan Pajak (STP) 3.3.1. Pengertian STP
Yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak dapat
diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian. Surat Tagihan
Pajak diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007). Surat Tagihan Pajak
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
3.3.2.Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain :
2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis atau salah hitung.
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak
membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.
3.4. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
3.4.1 Pengertian Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau
penelitian atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalam
SPT tidak benar, sehingga masih terdapat : pajak yang tidak atau kurang dibayar dan
pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sampai
dengan jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak,atau berakhirnya Masa
1. Pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar.
2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.
3. Kewajiban pembukuan dan meminjamkan buku pada saat diperiksa tidak
dipenuhi , sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 Surat
Ketetapan Pajak terbagi atas :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar (Pasal 1 angka 16 UU KUP).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan
Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
(Pasal 1 angka 17 UU KUP).
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang
pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terutang (Pasal 1 angka 19 UU KUP)
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (Pasal 1 angka 18
UU KUP).
3.5. Surat Teguran
Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitan bila
penangung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran.
Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa diawali dengan
penerbitan surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis oleh pejabat
yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari
sejak saat jatuh tempo pembayaran(satu bulan sejak tanggal ketetapan atau keputusan
diterbitkan). Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat
memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran,
surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak
tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayara.
3.6. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)
3.6.1.Pengertian Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak (Pasal 1 angka 21 UU KUP).
a. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa
Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau
dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.
a. Dari segi isinya :
1. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya
menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
2. Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup
beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.
3. Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang
b. Dari Segi Karakteristiknya :
1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari
putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta
banding lagi pada Hakim atasan.
2. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan
pajak (biaya-biaya panggilan).
4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan /
pencegahan.
Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi
(eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa
dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa
dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang
pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “
Parate Eksekusi”.
3.6.2. Penerbitan Surat Paksa
Menurut UU N0.19 Tahun 2000 Pasal 8 Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
b. Terhadap Penaggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
di dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran.
Surat Paksa berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA“. Surat Paksa mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu
putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
a. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan Penaggung Pajak.
b. Dasar Penagihan.
c. Besarnya utang pajak.
d. Perintah untuk membayar.
4. Tata cara pelaksanaan penagihan pajak disusun secara penjadwalan :
a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi,
maka kepada wajib pajak diterbitkan Surat Teguran.
b. 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata
masih belum lunas, kepada wajib pajak diterbitkan Surat Paksa.
c. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam Surat Paksa adalah 2 x
d. Dalam hal masih belum berhasil melunasi utang pajaknya, dapat
diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
e. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa,
bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk
mengumumkan tentang pelelangan surat umum.
f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum
melunasi utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan
di muka umum
5. Fungsi Surat Paksa
Adapun fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran
kepada penaggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka
waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut utuk mencairkan tunggakan pajak
atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan
melaksanakan penyitaan.
3.6.3. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligusdan Pelaksanaan
1. Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada :
1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang
memungkinkan.
2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau yang bekerja di tempat
usaha Penaggung Pajak, apabila Penanggung Pajak tidak dapat dijumpai.
3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalan, bila wajib pajak meninggal dunia dan harta warisan belum
dibagi, atau
4. Para ahli waris, bila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
telah dibagi.
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada :
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau
2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
pengurus, sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 (satu). Pengertian
pegawai tetap adalah pegawai perusahaan yang membidangi keuangan,
pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian
umum, dan bukan pegawai harian.
Surat Paksa terhadap wajib pajak Pailit diberitahukan Juru Sita Pajak kepada
kurator, hakim pengawas, balai harta peninggalan, dan dalam hal wajib pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi diberitahukan kepada orang atau badan
yang dibebani melakukan pemberesan atau likuidasi.
Bila wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan kewajban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan
Juru Sita Pajak kepada penerima kuasa dimaksud.
Bila Surat Paksa tidak dapat disampaikan kepada penanggung pajak atau
kuasanya, Surat Paksa dapat disampaikan Juru Sita Pajak melalui pemda
setempat.
Bila wajib pajak dan penanggung pajak tidak diketahui tempat tinggal, tempat
usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian surat paksa dilaksanakan
dengan cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor
pejabat, mengumumkan melalui media masa, atau Kep Kepala Daerah.
Bila surat paksa harus disampaikan di luar daerah kerja pejabat, dapat
meminta bantuan pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksana
3.7. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan
seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan
pajak yang dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan Pajak Seketika dan
Sekaligus dilakukan ketika :
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
atau berniat untuk pergi.
b. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya atau berniat untuk itu.
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik,
sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang
terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian di lelang kekayaan tersebut
sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hak semacam ini tentu perlu
diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan negara
tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Juru Sita Pajak dapat
melakukan penagihan seketika dan sekaligus.
Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan
dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak,dan tahun
pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan
secara langsung oleh Juru Sita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika Juru Sita
Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak
ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan atau Penanggung Pajak akan
membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang
dimilikinya atau dikuasainya, maka juru sita pajak segera melakukan penagihan
seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar
barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan.
Tanda-tanda indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak
berniat mengurangi atau menjual / memindahtangankan barang-barangnya sehingga
3.8. Barang – Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita
Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa.
Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3
sebagai berikut :
1. Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penaggung Pajak yang
berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat
lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang
dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga
lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain dan atau
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
2. Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap
barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang
bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
3. Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai
dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Juru Sita Pajak
4. Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. Barang Bergerak yang Dapat Disita
Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai
berikut :
1. Semua barang bergerak yang ada di rumah Penanggung Pajak
seperti :
a. Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya).
b. Barang – barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor
gas, dan sebagainya).
c. Barang – barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas,
berlian dan batu permata lainnya).
d. Uang tunai (termasuk surat – surat berharga).
e. Kendaraan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan
sebagainya).
f. Lain – lainnya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainya).
2. Semua barang bergerak yang ada di toko Penanggung Pajak, seperti
:
a. Barang dagangan (baik yang berada di toko tersebut maupun
yang ada di gudang).
b. Barang – barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik,
3. Semua barang bergerak yang ada di tempat usaha Penanggung
Pajak, seperti :
a. Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang
inventaris perusahaan lainnya, termasuk kendaraan bermotor,
mesin tik, dan sebagainya).
4. Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak,
seperti :
a. Inventaris kantor ( mesin tik, meja, kursi, lemari besi, dan alat
kantor lainnya).
b. Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan
sebagainya).
Perlu ditambahkan bahwa (seperti yang telah dijelaskan di atas)
uang tunai dan surat-surat berharga termasuk dalam golongan
barang bergerak yang dapat disita sehingga barang-barang ini
diketemukan di rumah, di toko, di tempat usaha maupun di kantor
Penanggung Pajak dapat disita.
Dalam golongan surat-surat berharga termasuk saham, obligasi,
deposito berjangka, piutang, tabungan, saldo rekening, dan
sejenisnya.
Dalam golongan barang tak gerak yang boleh disita, dapat dimasukkan
:
1. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang,
dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang
disewakan / dikontrakkan kepada orang lain.
2. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang ditempati /
dikerjakan sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan orang
lain.
c. Barang – barang yang Dikecualikan Dari Penyitaan
Barang-barang yang tak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang No.19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari
penyitaan adalah :
1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan
oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya.
2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan
beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan
Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk
pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah
seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00 (dua pulu juta
rupiah).
6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung
Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
3.9. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Apabila setelah lewat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah tanggal
pemberitahuan Surat Paksa, Wajib Pajak / Penanggung Pajak masih belum juga
melunasi utang pajakny, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan
Wajib Pajak / Penanggung Pajak oleh Kepala KPP Pratama dengan mengeluarkan
Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).
Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak /
Penanggung Pajak atau aktiva milik perusahaan, maka juru sita hendaknya
mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan / aktiva yang akan
disita tersebut. Data ini dapat diperoleh, antara lain dari :
1. Surat Pemberitahuan.
3. Laporan Pemeriksaan Pajak.
4. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.
Dalam melaksanakan sita perlu diikuti ketentuan-ketenuan sebagai berikut :
a. Sita dilakukan bersama-sama dengan dua orang saksi yang memenuhi
syarat antara lain :
1. Warga Negara Indonesia.
2. Sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun.
3. Dikenal oleh Juru Sita.
4. Dapat Dipercaya.
b. Pertama-tama yang disita adalah barang bergerak (misalnya mobil, TV,
tape recorder, dan lain-lain).
Jika jumlah nilai barang bergerak tidak mencukupi, maka dapat diteruskan
dengan menyita barang tak gerak sampai jumlahnya mencukupi untuk
membayar utang pajak tersebut serta biaya pelaksanaannya.
c. Dibuat Berita Acara Sita (BAS).
d. Barang – barang gerak yang disita dapat dititipkan pada Wajib Pajak
Penanggung Pajak dan hal tersebut dapat diberitahukan kepada polisi yang
harus menjaga supaya jangan ada barang yang diambil orang.
e. Juru sita memberitahukan kepada Wajib Pajak maksud dan tindakan
penyitaan yaitu bahwa barang yang disita akan dijual melalui pelelangan
dengan perantaraan Kantor Lelang Negara, apabila Wajib Pajak tidak
di tempat umum atau di tempat-tempat di mana barang-barang gerak dan
tak gerak kepunyaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak disita. Penempelan
tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud dan tindakan juru sita pada
Wajib Pajak / Penanggung Pajak.
Selain penempelan BAS, maka Segel Sita / Kutipan Berita Acara Sita juga
ditempelkan pada barang yang disita. Penyitaan barang tak gerak
didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional / Kantor Pengadilan Negeri
setempat dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penyitaan barang tak
gerak atas nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dilampiri tindasan
Berita Acara Sita.
f. Pencabutan Sita
Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak sudah melunasi utang pajaknya
sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan, maka Kepala
KPP Pratama harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita.
3.10. Pelaksana Penagihan
Juru Sita Pajak adalah pelakasana tindakan penagihan pajak yang meliputi
penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan
penyanderaan. Juru Sita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Pusat, Gubernur atau Bupati /
1. Syarat-sayarat diangkat menjadi Juru Sita Pajak :
a. Berizajah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang
setingkat dengan itu.
b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda / Golongan I.
c. Berbadan sehat.
d. Lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak.
e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
2. Pemberhentian Juru Sita Pajak
Juru Sita Pajak diberhentikan apabila :
a. Meninggal dunia.
b. Pensiun.
c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas
melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Juru Sita
Pajak.
d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000Juru Sita Pajak bertugas:
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
b. Memberitahukan Surat Paksa.
c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melakasanakan Penyitaan.
Dalam melaksanakan tugasnya Juru Sita Pajak harus dilengkapi dengan kartu
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI DATA
Didalam hal ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan
pengertian yang berasal dari suatu perbandingan antara hal-hal yang ditetapkan dari
suatu teori dan praktik pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa. Dimana
penulis lebih melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakanya.
4.1. Pelaksanaan
Penerbitan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
Dengan dianutnya sistem Self Assessment menggantikan sistem Official
Assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung
sendiri jumlah pajak terutangnya,pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan agar
penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini berarti
bahwa peranan wajib pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan sistem
perpajakan tersebut.
Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan hutang
Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat
Teguran. Begitu juga Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas
lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan
Surat Paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak.
Sebagai akibat dari ketidakpatuhan wajib pajak ini, maka dilakukan tindakan
[image:58.612.64.584.476.688.2]penagihan aktif sebagai sarana dalam mencapai penerimaan negara dari sektor pajak.
Tabel 1
Laporan Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa Wajib Pajak Badan dan
Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Triwulan III periode Juli-September
di KPP Pratama Medan Barat
Tahun 2009 Jenis Wajib Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/SK Keberatan /Putusan Banding/SK Peninjauan Kembali,
yang terbit dan
belum lunas Jumlah STP/SKPKB/ SKPKBT/ SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Bandinng/SK Peninjauan Kembali,
yang lunas tanpa tindakan penagihan Tindakan Penagihan Pelaksanaan Surat Teguran Pelaksanaan Surat Paksa
ST Pencaira n
(Rp)
SP Pencaira n
(Rp)
Orang
Pribadi
16.144 2.298.850 19.278 66 9.609 27 19.291
Sumber:Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat
Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah tunggakan pajak yang belum lunas adalah
sebesar Rp.36.887.287.000 dengan jumlah Wajib Pajak Badan sebanyak 3.917. Kita
dapat memperkirakan rata-rata setiap Wajib Pajak Badan memiliki jumlah tunggakan
pajak selama satu triwulan sebesar: Analisa Data
Rp.36.887.287.000
3.917
= 9.417.229
Dari tabel 1 tersebut kita bisa memperkirakan jumlah Wajib Pajak Badan yang
telah membayar lunas tunggakan pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan
ialah sebanyak 176 Wajib Pajak {Rp. 1.648.830.000 / Rp. 9.417.229}. Maka
seharusnya jumlah Wajib Pajak Badan yang harus dilakukan tindakan penagihan
berupa Surat Teguran sebanyak 3.741 wajib pajak {3.917 - 176}. Namun pada tabel 1
di atas jumlah pemberitahuan Surat Teguran hanya sejumlah 204 dengan nilai
pencairan piutang sebesar Rp. 36.539.000. Jika di bandingkan dengan jumlah Wajib
Pajak Badan yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Paksa, maka
3.741 wajib pajak)*100%} terhadap jumlah Wajib Pajak yang seharusnya dilakukan
pemberitahuan Surat Teguran dan hanya sekitar 4 Wajib Pajak Badan yang mau
membayar tunggakan setelah dilakukan penagihan berupa Surat Teguran {Rp.
36.539.000 / Rp. 9.417.229}
Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa, maka
dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak
Badan sebanyak 55% {(112 lembar / 204 lembar)*100%} terhadap jumlah
pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan hanya sekitar 19 Wajib Pajak
Badan yang mau membayar tunggakanya setelah dilakukan tindakan penagihan
berupa pemberitahuan Surat Paksa {Rp. 176.474.000 / Rp. 9.417.229}. Dari
persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah pemberitahuan Surat Teguran
untuk Wajib Pajak Badan terhadap pemberitahuan Surat Teguran bahwa tidak semua
Surat Teguran yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Paksa.
Dari tabel di atas kita juga bisa melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Jumlah tunggakan pajak yang belum dilunasi
adalah sebesar Rp. 2.298.850.000 dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi
sebanyak 16.144. Jadi kita bisa memperkirakan rata-rata setiap Wajib Pajak Orang
Pribadi selama satu triwulan sebesar:
Rp. 2.298.850.000
16.144
Dari sini kita bisa memperkirakan jumlah Orang Pribadi yang telah membayar
lunas tunggakan pajak nya sebelum dilakukan tindakan penagihan ialah sebanyak 135
orang wajib pajak {Rp. 19.278.000 / Rp. 142.396}. Seharusnya jumlah Wajib Pajak
Orang Pribadi yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran
sebanyak 16009 wajib pajak {16.144 - 135}. Namun pada tabel 1 di atas kita hanya
melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran sebanyak 66 lembar dengan nilai
pencairan sebesar Rp. 9.609.000. Jika dibandingkan dengan jumlah wajib pajak
orang pribadi yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Paksa, maka
dapat dilihat persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran 0.66% {( 105 lembar /
16.009 Wajib Pajak)*100%} terhadap jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan
pemberitahuan Surat Teguran dan hanya sekitar 48 wajib pajak orang pribadi saja
yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan penagihan berupa Surat
Teguran { Rp. 6.793.000 / Rp.142.396}.
Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa maka
dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak
orang pribadi sebanyak 40 % {(27 lembar / 66 lembar)*100%} terhadap jumlah
pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan hanya sekitar 135 orang yang
mau membayar tunggakanya setelah dilakukan tindakan penagihan berupa
pemberitahuann Surat Paksa {Rp. 19.291.000 / Rp.142.396}. Dilihat dari persentase
jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk wajib pajak Orang Pribadi terhadap
pemberitahuan Surat Teguran bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan
Dari analisis data tabel 1 di atas kita bisa melihat bahwa tidak semua
pemberitahuan Surat Teguran ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa. Hal
ini perlu menjadi perhatian petugas pajak khususnya Seksi Penagihan agar tindakan
penagihan lebih ditingkatkan lagi agar penerimaan disektor pajak lebih meningkat.
4.2. Tatacara Penagihan Pajak Melalui Surat Paksa
Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama ialah
penagihan paksa, dimana fiskus melalui juru sita pajak negara menyampaikan /
memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan
melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang wajib pajak. Cara penagihan
ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini
merupakan upaya terakhir, apabila wajib pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.
Tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama terhadap WP yang tidak melunasi utang pajaknya
adalah :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7
(tujuh) hari jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil
penelitian diantaranya:
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif
penyerahan ketetapan pajak.
2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya seharusnya
dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya
Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini :
a. Juru Sita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan wajib
pajak / penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri.
Juru Sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu