• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dan Dedak Dengan Penambahan Gliserin Sebagai Kulit Risol Dan Pengaruh Akibat Penggorengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dan Dedak Dengan Penambahan Gliserin Sebagai Kulit Risol Dan Pengaruh Akibat Penggorengan"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN

PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

EVI JUWITA SARI 080822019

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN

PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EVI JUWITA SARI 080822019

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG

TAPIOKA DAN DEDAK DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : EVI JUWITA SARI

Nomor Induk Mahasiswa : 080822019

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2011

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Dr.Rumondang Bulan Nst, MS Dra.Emma Zaidar, Msi

NIP: 195408301985032001 NIP: 195509181987012001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI TEPUNG TAPIOKA DAN DEDAK DENGAN PENAMBAHAN GLISERIN SEBAGAI KULIT RISOL DAN

PENGARUH AKIBAT PENGGORENGAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2011

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur hanya milik Allah SWT yang kerajaanNya meliputi langit dan bumi, atas rahmat, ridho dan hidayahNya yang telah dilimpahkan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Sains di Fakultas MIPA USU. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat. Selama proses pembuatan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda Jono dan Ibunda Syiam atas kasih sayang, dukungan serta doa yang tulus untuk penulis. Penulis juga sangat berterima kasih kepada ibu Dra.Emma Zaidar,MSi selaku dosen pembimbing I dan ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,MS selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan nasehat dan bimbingan dari masa perkuliahan hingga masa penelitian dan penyusunan skripsi, juga kepada ketua jurusan Departemen Kimia yaitu ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,MS dan bapak Drs.Albert Pasaribu,MSc selaku sekretaris Departemen Kimia, staf dan karyawan departemen kimia serta rekan-rekan asisten Laboratorium Biokimia/KBM dan Polimer di Fakultas FMIPA USU.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada adikku Putra, abangku Hasbi, teman penelitaanku Febri, dan rekan-rekan mahasiswa, sahabatku Indah, Riri, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan serta dukungan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan tersebut, Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran, kritik serta masukan yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(6)

ABSTRAK

(7)

MANUFACTURE OF EDIBLE FILMS FROM STARCH AND BRAN WITH THE ADDITION Of GLYCERIN AS A SKIN RISOL AND THE INFLUENCE

DUE TO THE FRYING PAN

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi Abstract vii

Daftar isi viii

Daftar gambar x

Daftar tabel xi

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1 1.2 Perumusan masalah 3 1.3 Pembatasan masalah 3 1.4 Tujuan penelitian 3 1.5 Manfaat penelitian 4 1.6 Lokasi penelitian 4 1.7 Metodologi penelitian 4 Bab II Tinjauan pustaka 2.1 Edible film 5 2.2 Metode pembuatan edible film 7

2.3 Tepung 8

2.3.1 Tepung tapioka 8

2.3.2 Kandungan gizi tepung tapioka 9

2.4 Dedak 9

2.5 Karbohidrat 10

2.5.1 Analisa karbohidrat 11

2.6 Protein 11

2.6.1 Analisa protein 12

2.6.1.1 Tahap destruksi 12

2.6.1.2 Tahap destilasi 12

2.6.1.3 Tahap Titrasi 13

2.7 Lemak 13

2.7.1 Analisa lemak 14

2.8 Abu 14

2.8.1 Analisa abu 14

2.9 Air 15

2.9.1 Analisa air 15

(9)

Bab III Bahan dan Metodologi Penelitian

3.1 Bahan 16

3.2 Alat 16

3.3 Prosedur Penelitian 18

(10)

4.3 Pembahasan 42 4.3.1 Pengaruh penggorengan terhadap kadar air edible film 42 dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

4.3.2 Pengaruh penggorengan terhadap kadar abu edible film 42 dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

4.3.3 Pengaruh penggorengan terhadap kadar lemak edible 42 film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

4.3.4 Pengaruh penggorengan terhadap kadar protein edible 43 film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

4.3.5 Pengaruh penggorengan terhadap kadar karbohidrat edible 43 film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

Bab V Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi zat gizi tepung tapioka (per 100 gram) 9

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi dedak 10

Tabel 3.1 Uji skala hedonik 20

Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak 32 sebagai kulit risol sebelum proses penggorengan

Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak 32 sebagai kulit risol setelah proses penggorengan

Tabel 1. Harga erf (t) atau ert (hx) dari harga T 48 Tabel 2. Data hasil uji organoleptik terhadap tekstur kulit risol dari 49 tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Tabel 3. Data hasil uji organoleptik terhadap warna kulit risol dari 49 tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Tabel 4. Data hasil uji organoleptik terhadap rasa kulit risol dari 50 tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan 51 penambahan gliserin

(13)

ABSTRAK

(14)

MANUFACTURE OF EDIBLE FILMS FROM STARCH AND BRAN WITH THE ADDITION Of GLYCERIN AS A SKIN RISOL AND THE INFLUENCE

DUE TO THE FRYING PAN

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengemasan telah berkembang sejak lama. Sebelum manusia membuat kemasan, alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buah-buahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung, polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan barang industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kesaman sebagai pelindung tubuh dari gangguan cuaca, supaya tampak lebih anggun dan menarik.

Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan , benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan , pengankutan dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik pembeli (Harris, 2001).

Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari karbohidrat, lipid, protein maupun kombinasi dari ketiganya. Keuntungan edible film adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan, dan dapat langsung dimakan dan aman bagi lingkungan (Harris, 2001).

(16)

Edible film dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang memiliki komposisi pati yang cukup tinggi. Pati banyak digunakan pada industri pangan sebagai biodegradable film karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Umbi-umbian, serelia dan biji polong-polongan merupakan bahan baku sebagai sumber pati yang paling penting. Umbi-umbian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang dan ubi kayu. Kandungan pati yang terdapat pada ubi kayu mencapai 90% (Cui, 2005). Menurut biro pusat statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 20.834.241 ton. Produksi pati yang tinggi, penanaman yang mudah dan mudah di dapatkan di Indonesia menjadikan ubi kayu sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.

Pembuatan edible film dari pati tapioka memiliki karakteristik yang cukup baik walaupun laju transmisi terhadap uap air cukup tinggi. Ini dikarenakan bahan baku yang digunakan termasuk kelompok hidrokoloid yang bersifat higroskopis. Selain itu sifat organoleptiknya (skor berkisar 5,9 – 6,4 dengan rata-rata 6,2) masih dapat diterima (Harris, 2001).

Dedak adalah hasil sampingan yang diperoleh dari proses penggilingan padi. Banyak sekali manfaat dedak untuk kebutuhan manusia. Manfaat dedak terhadap manusia adalah untuk makanan atau pangan. Namun, karena dedak mengandung asam filat yang bersifat antigizi maka asam filat harus dihidrolisis lebih dulu dengan enzim fitase menjadi inositol dan orthofosfat. Inositol ini bermanfaat bagi tubuh untuk mencegah terjadinya akumulasi kolesterol dalam hati. Kadar serat dalam dedak yang tinggi menjadikan dedak sebagai bahan baku yang baik untuk makanan yang berserat tinggi (dietary-fibre food).

(17)

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang pembuatan edible film dari tepung tapioca dan dedak dengan penambahan gliserin sebagai kulit risol dan menguji komposisi kulit risol setelah mengalami proses penggorengan.

1.2. Permasalahan

1. Apakah dedak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampur pada edible film

2. Apakah edible film dari tepung tapioka dan dedak dapat dimanfaatkan sebagai kulit risol

3. Bagaimana perbedaan kadar protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat edible film sebelum digoreng dengan kulit risol setelah digoreng

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Tepung tapioka dan dedak yang digunakan berasal dari pasar Simpang Limun Medan

2. Gliserin yang digunakan diperoleh laboratorium Analitik FMIPA USU Medan.

3. Parameter yang diamati adalah protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui edible film dari tepung tapioka dan dedak dapat dimanfaatkan sebagai kulit risol

(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan gizi kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah mengalami proses penggorengan serta untuk menambah nilai guna dari dedak dan memperkecil pemakaian import tepung terigu.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia FMIPA USU, laboratorium Polimer FMIPA USU, laboratorium Penelitian FMIPA USU, dan laboratorium MMH (Makanan, Minuman, dan Hasil pertanian) BARISTAN Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan menggunakan sampel berupa tepung tapioka dan dedak yang diperoleh dari pedagang di jalan SM.Raja Simpang Limun, Medan. Edible film dibuat dengan penambahan gliserin. Selanjutnya edible film yang diperoleh dimanfaatkan sebagai kulit risol. Adapun langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin dioven selama 2 hari pada suhu 300C.

2. Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldhal, yang melalui tiga tahap, yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi.

3. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet.

4. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode thermogravimetri, yaitu pengeringan di dalam oven pada suhu 1000C – 1050C.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Pengembangan edibel film pada makanan selain dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edibel film memberikan alternative bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah (Bourtoom, 2007). Pengaplikasian edibel film pada produk makanan bukan merupakan konsep yang baru dan telah lama dipelajari secara ekstensif. Penerapan edibel film dalam memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dari berbagai produk makanan (Hui, 2006).

Komponen penyusun kemasan edibel terdiri atas 2 bagian. Komponen utama yang terdiri dari hidrokoloid, lipid dan komposit. Komponen tambahan terdiri dari plastisizer, zat anti mikroba, antioksidan, flavor dan pigmen. Kemasan edibel ada 2 jenis yaitu

1. Kemasan edibel film yang berasal dari bahan alami (usus ayam, usus sapi, dll). Kemasan edibel dapat digunakan pada produk pangan seperti produk daging, kacang dan olahannya, buah-buahan dan sayuran, produk confectionary serta pada produk heterogen.

2. Kemasan edibel film yang diformulasi dan dibuat yaitu edibel film, edible coating dan mikroenkapskulasi (Efriza, 2009).

(20)

transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan. Edibel film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi maupun hasil-hasil pertanian

- Edible coating adalah lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan, yang diaplikasikan pada makanan dengan cara pencelupan, pembuatan, penyemprotan dan penetesan agar terbentuk barrier yang selektif terhadap transmisi gas, uap air dan bahan terlarut serta memberi perlindungan mekanis. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, kemasan semi basah, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta, 1997)

- Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi “flavor” dengan gelatin atau gum arab yang dapat dianggap sebagai salah satu teknik pengemasan dengan bahan pengemas edible (Efriza, 2009).

Komponen utama penyusun edibel film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid banyak diperoleh dari protein utuh, selulosa dan turunannya, alginat, pectin dan pati. Dari kelompok lipida yang sering digunakan adalah lilin, gliserol dan asam lemak. Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. (Harris, 2001).

Perhatian terhadap edibel film dan edible coating sebagai biopolymer semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dimana film ini mampu melindungi bahan makanan tanpa menimbulkan suatu pengaruh negatif terhadap lingkungan. Dalam pembuatan edibel film, diperlukan disperse atau pelarutan makromolekul kedalam suatu pelarut (seperti air, alkohol, atau asam organik) untuk mendapatkan suatu larutan pembentuk film yang dapat diaplikasikan secara langsung ke produk. Penguapan pelarut akan membentuk suatu lapisan pada permukaan produk.

(21)

cenderung untuk tertutup bersama rantai di tengah ikatan hidrogen. Pada proses pengeringan, terjadi penghilang molekul air yang terikat, menjadikan gelatin membentuk film yang stabil. Ketika granul mulai mengembang akibat pemanasan terjadi suatu peningkatan yang besar dalam viskositas larutan (Careda, 2000).

2.2. Metode Pembuatan Edible Film

Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plastisizer, yang kemudian diaduk. Setelah pengadukan dilakukan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan (Hui, 2006).

Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastisizer seperti gliserin sering digunakan. Penambahan gliserin yang didispersikan membuat film lebih mudah dicetak, karena gliserin digunakan sebagai plastisizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaan specimen pati dengan gliserin sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hal ini disebabkan gliserin selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati (lebih homogenitas) dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserin yang selanjutnya interaksi hidrogen ini dapat meningkatkan sifat mekanik (Yusmarlela, 2009).

2.3. Tepung

(22)

2.3.1.Tepung Tapioka

Tepung tapioka biasa juga disebut dengan tepung kanji. Dibuat dari saripati ketela pohon (singkong). Biasanya dipakai untuk membuat panganan tradisional seperti kue, selain itu juga sering digunakan untuk pengental makanan. Warnanya bening, kental dan bersifat agak lengket bila dipanaskan.

Tapioka mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki jenis tepung lainnya. Tepung ini tidak mengandung gluten, sehingga aman bagi yang alergi. Karena mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal pertumbuhan sel kanker. Tapioka

sering diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin yang sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan buah, pengolahan es krim, minuman, dan industri peragian.

Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan, industri farmasi, dan lain sebagainya. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan baku pewarna putih alami pada industri pangan dan industri tekstil.

2.3.2.Kandungan Gizi Tepung Tapioka

(23)

Tabel 2.1 : Komposisi zat gizi tepung tapioka (per 100 gram)

Zat gizi Kadar

Energi (kkal) 358

Protein (g) 0,19

Lemak total (g) 0,02

Karbohidrat (g) 88,69

Serat pangan (g) 0,9

Kalsium (mg) 20

Besi (mg) 1,58

Magnesium (mg) 1

Fosfor (mg) 7

Kalium (mg) 11

Natrium (mg) 1

Seng (mg) 0,12

Tembaga (mg) 0,02

Mangan (mg) 0,11

Selenium (mg) 0,8

Asam folat (µ g) 4

Sumber: http://www.nutritionanalyser.com

2.4. Dedak

(24)

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi dedak

Nutrisi kuantitas Nutrisi kuantitas

Bahankering(%) 91,0 Vitamin

Proteinkasar(%) 13,5 Vitamin A (IU/gr) td Lemakkasar(%) 0,6 Vitamin E (mg/kg) 60,8 Seratkasar(%) 13,0 Thiamine (mg/kg) 22,8 Calsium(%) 0,1 Ribovlavin (mg/kg) 3,0 Totalphosfor(%) 1,7 As.Phantotenat(mg/kg) 22,0 Energi P.E (kal/kg) 1320,0 Biotin (mg/kg) 4200,0 Energi metabolis(kal/kg) 1890,0 As.Folik (mg/kg) td Cholin (mg/kg) 1390,0 Asam amino (%) Niacin (mg/kg) 303,0 Methionine 0,17

Cystine 0,10 Mineral

Lysine 0,50 Magnesium (%) 0,95 Tryptophane 0,10 Sulfur (%) 0,18 Threonine 0,40 Mangan (ppm) 137,9 Isoleusine 0,39 Besi (ppm) 190 Histidine 0,25 Copper (ppm) 13 Valine 0,60 Seng (ppm) 29,9 Leucine 1,20 Selenium (ppm) td Arginine 0,45

Phenylalanine 0,41 Glysine 1,00

td= tidak tercatat (Allen,1984)

2.5. Karbohidrat

(25)

dapat terlayani sekitar 50% kalau bahan pangan tersebut dikonsumsi secara layak (Kartasapoetra, 1991).

Karbohidrat (macam-macam gula atau sakarida) adalah turunan dari alkohol yang memiliki banyak alifatis yang mempunyai gugus aldehida atau keton dan merupakan hasil oksida dari alkohol (Kusnawidjaja, 1993). Karbohidrat dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama, monosakarida ; kelompok kedua, oligosakarida ; dan kelompok ketiga, polisakarida (Girindra, 1979).

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Almatsier, 2001).

2.5.1.Analisa Karbohidrat

Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalambahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar disebut Carbohydrat by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk

serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut %karbohidrat = 100%-% (Protein + lemak + abu + air).

Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan kadar protein secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 1992).

2.6. Protein

(26)

Protein dapat terdenaturasi dengan adanya pemanasan (di atas 60-700C). Perubahan pH yang drastis, logam berat, radiasi. Perubahan yang nampak setelah protein terdenaturasi yaitu terbentuknya endapan atau terjadinya koagulan sehingga molekul protein tidak berfungsi lagi ( Salomon, S, 1987).

2.6.1.Analisa Protein

Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N), yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein). Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

2.6.1.1.Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4 )2 SO4 .

Untuk memepercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-4100C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

2.6.1.2.Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi ammonium sulfat diperoleh menjadi ammonia (NH3) dengan

(27)

2.6.1.3.Tahap Titrasi

Banyak asam borat yang beraksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N.

%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalihkan suatu faktor.

%Protein = %N x faktor konversi (Sudarmadji, et al,1989). Reaksi penentuan kadar protein metode Kjeldahl;

Tahap destruksi

(28)

dua kali lebih banyak dari pada karbohidrat dan protein (Suhardjo,et al,1986). 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori.

Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga mengatur suhu tubuh. Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap ditempatnya dan melindunginya terhadap benturan (Suhardjo,et al,1992).

2.7.1.Analisa Lemak

Ekstraksi secara terputus-putus dijalankan dengan alat soklet. pelarut yang digunakan sebanyak 1 1/2 – 2 kali isi tabung ekstraksi. pada hasil ekstraksi yaitu

kira-kira 4-6 jam, ekstrak dituang ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut diuapkan di dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu 1000C. Selisih berat sebelum dengan sesudah ekstraksi merupakan berat lemak yang ada dalam bahan tersebut (Sudarmadji, et al, 1989).

2.8. Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu pada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Apabila ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangat sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan.

2.8.1.Analisa Abu

(29)

diperoleh sisa pengabuan yang pada umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan (Sudarmadji, et al,1989).

2.9. Air

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Air sendiri meskipun bukan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup (Sudarmadji, et al, 1989).

2.9.1.Analisa Air

Salah satu cara untuk menghitung kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan metode pengeringan (Thermogravimetri). Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan makanan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah (Sudarmadji, et al,1989).

2.10.Uji Organoleptik

Pengukuran nilai organoleptik dari kulit risol dilakukan dengan metode kesukaan memakai angka hedonik dan numerik. Dalam penentuana nilai organoleptik ditentukan dengan skala yang terdapat pada tabel berikut,

Skala hedonik Skala Numerik

Sangat suka 4

Suka 3

Biasa 2

Tidak suka 1

(Harris, 2001).

(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Bahan

3.2 Alat – Alat Penelitian

Nama alat Spesifikasi Merek

Botol akuades

Labu kjeldahl Pyrex

Labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex

Automatic steam Distilling Unit

Statif dan Klem

Gelas ukur 10 ml, 25ml Pyrex

Nama Bahan Spesifikasi Merek

Akuades

Selenium(s) P.a E.merck

H2SO4(p) P.a E.merck

Indicator mengsel P.a E.merck

Gliserin p.a E.merck

H3BO3 4% P.a E.merck

HCl P.a E.merck

Petroleum eter P.a E.merck

NaOH 30% P.a E.merck

Tepung kanji

Dedak

minyak goreng

(31)

Gelas beaker 250 ml Pyrex

Labu takar 100 ml, 1000 ml Pyrex

Pyrex

Pipet volum 5 ml, 10 ml Pyrex

Bola karet

Neraca analitis Meller

Mikro buret 25 ml Pyrex

Oven Memmert

Cawan crushible Desikator

Tanur Gallen kamp

(32)

3.3Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan reagen

3.3.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 30%

Ditimbang dengan tepat 30,0010 g NaOH dan diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan H3BO3 2% (b/v)

Dilarutkan 10 g H3BO3 dalam 500 ml air suling. Setelah dingin pindahkan ke dalam

botol bertutup gelas. Dicampur 500 ml asam borat dengan 5 ml indikator.

3.3.1.3 Pembutan Indikator campuran

Disiapkan larutan bromocresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah. Dicampurkan 10 ml bromocresol green dengan 2 ml metil merah.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N (v/v)

Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 L sampai garis tanda.

Standarisasi HCl

Dipipet 10 ml HCl 0,1 N lalu dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer. Ditambahkna 3 tetes indikator fenolftalein. Dititrasi dengan NaOH 0,1030 N hingga larutan berwarna merah lembayung. Dilakukan 3 kali perlakuan. Dicatat konsentrasi HCl.

3.3.2 Pembuatan Edible Film

(33)

3.3.3 Penentuan Kadar Protein

Sebanyak 1.4548 g sampel dimasukkan kedalam labu kjeldahl. Ditambahkan 2 g campuran selenium dan 25 ml H2SO4 (p). Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api

pembakar sampai larutan menjadi jernih kehijau – hijauan ( sekitar 2 jam ). Dibiarkan sampai dingin, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100ml dan diencerkan dengan aquades, dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat destilasi, ditambahkan 50 ml NaOH 30%. Ditampung dengan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator didestilasi selama lebih kurang 10 menit sampai larutan berwarn hijau. Kemudian dibilas ujung pendingin dengan aquades. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Dihitung % N.

3.3.4 Penentuan Kadar Air

Sebanyak 2,0124 g sampel dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100– 105oC sekitar 1 jam. Didingin kan cawan kedalam desikator selama 20 menit. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya.

3.3.5 Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dikurangi kadar airnya dimasukkan kedalam cawan crushible yang telah diketahui beratnya. Diletakkan dalam tanur pengabuan, kemudian dipanaskan pada suhu 600oC selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna keputih - putihan. kemudian dihitung kadar abunya.

3.3.6 Penentuan Kadar Lemak

(34)

n-heksan/pelarut lemak lainnya dan dikeringkan ekstrak lemak pada suhu 100-105oC. Kemudian didinginkan didalam desikator, ditimbang dan dihitung kadar lemaknya.

3.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference)

Dihitung kadar persentase kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diketahui dengan mnghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut

Kadar karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + air + abu ).

3.3.8 Penentuan Nilai Organoleptik

Uji ini meliputi warna, rasa, bau, dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15 orang panelis, dimana para panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan minum air putih terlebih dahulu. Uji ini ditentukan dengan skala hedonic sebagai berikut:

Table 3.1 Uji Skala Hedonik

Uji Kesukaan (Skala hedonic) Skala Numerik

Amat sangat suka 5

Sangat suka 4

Suka 3

Kurang suka 2

Tidak suka 1

3.3.9 Pengukuran Ketebalan

Dilakukan pengukuran ketebalan edible filn dengan menggunakan jangka sorong pada empat tempat yang berbeda kemudian dihitung ketebalan rata – rata edible film.

3.3.10 Penggorengan Risol

(35)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dan Dedak dengan Perbandingan 70:30 dalam Berat Total 10 gr

Dimasukkan ke dalam gelas beaker Ditambahkan 100ml akuades

Diaduk hingga homogen

Ditambahkan 3 ml gliserin

Dipanaskan diatas pemanas pada suhu 700C dan

sambil diaduk

Ditambahkan 3 gr dedak secara perlahan-lahan

sambil diaduk diatas pemanas pada suhu 700C

selama 10-15 menit

Dituangkan pada plat kaca Diratakan

Dimasukkan kedalam oven pada suhu 300C selama 2 hari

7 gr Tepung tapioka

Larutan kental

Edible film

(36)

3.4.2.Penentuan Kadar Protein

Dimasukkan kedalam labu kjeldhal Ditambahkan 2 g campuran selenium dan 25 ml H2SO4(p)

Dipanaskan si atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijauan

Larutan jernih kehijau – hijauan

Ditunggu larutan sampai dingin

Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquades

Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat destialasi

Ditambahkan 50 ml NaOH 30%

Didestlasi selama lebih kurang 10 menit

Ditampung destilat di dalam 50 ml larutan asam borat 3 % yang telah dicampur indikator

100 ml Destilat

Dibilas ujung pendingin dengan aquades Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N Larutan ungu

Dihitung % N

(37)

3.4.3. Penentuan Kadar Air

2,0124 g Sampel

Hasil

Dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya

Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama sekitar 1 jam

Didinginkan cawan kedalam desikator selama 20 menit Ditimbang berat sampel kering Diulangi sampai diperoleh berat yang konstan

(38)

3.4.4. Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dihilangkan kadar airnya

Dimasukkan kedalam cawan crushible yang telah diketahui beratnya

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600oC selama 5 jam hingga diperoleh Abu

Didinginkan dalam desikator Ditimbang

Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan

(39)

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

4,2010 g Sampel

Dimasukkan kedalam gelas beaker

Ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml aquades serta

beberapa butir batu didih

Ditutup gelas beaker dengan kaca arloji dan dididihkan

selama 15 menit

Disaring dalam keadaan panas dan dicuci dengan

aquades panas sehingga tidak bereaksi asam lagi

Dikeringkan kertas saring berikut isinya pada suhu

100-105oC

Dibungkus dengan paper thimbel

Dimasukkan ke dalam alat soxhlet

Diekstraksi dengan n-heksan selama 2-3 jam pada suhu

± 80oC

Didestilasi larutan n-heksan dari ekstrak lemak pada suhu 100-105oC

Lemak

Didinginkan didalam desikator

Ditimbang

Dihitung kadar lemaknya

(40)

3.4.6 Penentuan Kadar Karbohidrat

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Berat Aliquot (100%)

Dikurangkan kadar Protein (%) Dikurangkan kadar Lemak (%) Dikurangkan kadar Air (%) Dikurangkan kadar Abu (%)

Hasil

Panelis

Diundang ke laboratorium Disajikan kulit risol

Diharuskan kepada panelis meminum air putih terlebih dahulu

Panelis dan kulit risol

Dilakukan uji kesukaan (Warna, rasa, bau dan tekstur )

Ditentukan skor nilainya

(41)

3.4.8 Penggorengan Risol

1 sdm tumisan sayur (isi risol)

Dimasukkan ke dalam 1 lembar kulit tipis

Dilipat dan digulung Dipanaskan minyak Dimasukkan risol ke dalam minyak panas

Digoreng hingga berwarna kuning kecokelatan

(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1 Penentuan ketebalan

Penentuan ketebalan pada edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin dapat dihitung dengan menggunakan jangka sorong dan dihitung pada tiga sisi yang berbeda. Adapun perhitungan ketebalan rata-rata nata:

Uji ketebalan ( A1 ) = 0,32 mm

Uji ketebalan ( A2 ) = 0,30 mm

Uji ketebalan ( A3 ) = 0,34 mm

Uji ketebalan rata-rata

3

34 , 0 30 , 0 32 ,

0 + +

=

= 0,32 mm

4.1.2 Perhitungan Kadar Air

Penentuan kadar air pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan

penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Berat cawan = 47,5626 g

Berat sampel = 2,0124 g

Berat cawan + sampel sebelum pengeringan = 49,5750 g Berat cawan + sampel setelah pengeringan = 49,3464 g Berat uap air = 0,2286 g

% 100 × =

l beratsampe

(43)

%

Kadar air rata-rata

3

4.1.3 Perhitungan Kadar Abu

Penentuan kadar abu pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Berat cawan = 25,5138 g

4.1.4 Perhitungan Kadar Protein

(44)

Berat sampel = 1,4548 g

Kadar protein rata-rata

3

4.1.5 Perhitungan Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

(45)

= 38,0147 %

Kadar lemak ( A2 ) = 38,0365 %

Kadar lemak ( A3 ) = 38,0334 %

Kadar lemak rata-rata =

3

0334 , 38 0365 , 38 0147 ,

38 + +

= 38,0282 %

4.1.6 Perhitungan Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat pada kulit risol dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin setelah digoreng dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Kadar karbohidrat = 100 % - ( kadar protein + kadar lemak + kadar abu + kadar air )

= 100 % - ( 1,6707 + 38,0147 + 41,2781 + 11,3595 ) = 100 % - 92,3230 %

= 7,6770 %

Kadar karbohidrat ( A2 ) = 7,3665 %

Kadar karbohidrat ( A3 ) = 7,9642 %

Kadar karbohidrat rata-rata

3

9642 , 7 3665 , 7 6770 ,

7 + +

=

= 7,6692 %

(46)

Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol sebelum proses penggorengan

No Parameter Simplo

(A1)

Duplo (A2)

Triplo (A3)

Rata-rata _

( A) 1 Kadar air 13,7800% 12,0000 % 13,9100 % 13,2300%

2 Kadar abu 2,6000 % 4,0900 %

5,0800 % 3,9200%

3 Kadar protein 2,0500 % 2,0478 % 2,0462 % 2,0480 %

4 Kadar lemak 1,6300% 1,6300 % 1,6500 % 1,6400 %

5 Kadar karbohidrat 79,9455 % 80,2282 % 77,3123 % 79,1620 % 6 Uji ketebalan 0,32 mm 0,30 mm 0,34 mm 0,32 mm

Tabel 4.2 Hasil analisa pemanfaatan edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol setelah proses penggorengan

No Parameter Simplo

(A1)

Duplo (A2)

Triplo (A3)

Rata-rata _

( A) 1 Kadar air 11,3595 % 11,3595 % 11,2504 % 11,3231 %

2 Kadar abu 41,2781 % 41,5767 %

41,0902 % 41,3150 %

3 Kadar protein 1,6707 % 1,6608 % 1,6618 % 1,6644 %

4 Kadar lemak 38,0147% 38,0365 % 38,0334 % 38,0282 %

5 Kadar karbohidrat 7,6770 % 7,3665 % 7,9642 % 7,6692 %

(47)

4.2 Analisa data hasil penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisa dan diuji dengan menggunakan metoda Chauvenet Criterion Test ( CCT ) ( Uji signifikansi ).

4.2.1 Analisa data untuk kadar air

(48)

Untuk | A1' | = 0,0364 , maka ht =

4.2.2 Analisa data untuk kadar abu

(49)
(50)

h =

4.2.3 Analisa data untuk kadar protein

(51)
(52)

Sedangkan h hitung adalah : h =

4.2.4 Analisa data untuk kadar lemak

(53)

Maka erf ht | Ci' | =

(54)

4.2.5 Analisa data untuk kadar karbohidrat

(55)
(56)

4.3 Pembahasan

4.3.1. Pengaruh penggorengan terhadap kadar air edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

Kadar air yang diperoleh pada edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin adalah 13,23 % sedangkan setelah penggorengan diperoleh kadar air yaitu 11,3231% dimana kadar air ini berkurang disebabkan adanya proses penggorengan. Kadar air pada edible film sebaiknya berada dibawah Aw bakteri (0,6), Aw khamir (0,87-0,91), dan Aw jamur (0,80-0,87). Hal ini bertujuan agar edible film yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengemas makanan, tidak ditumbuhi oleh jamur dan bebas dari bakteri dan khamir yang akan tumbuh pada media yang mengandung kadar air tinggi dan memiliki Aw yang sesuai.

4.3.2. Pengaruh penggorengan terhadap kadar abu edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

Kadar abu yang diperoleh pada edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin adalah 3,92 % sedangkan setelah penggorengan kadar abu yang diperoleh adalah 41,3150 %. Bertambahnya kadar abu disebabkan adanya proses penggorengan dan pengaruh dari bahan-bahan yang ditambahkan sebagai isi risol. Bahan-bahan dari isi risol tersebut antara lain udang halus,wortel, buncis, kentang dan bumbu-bumbu lainnya. Menurut Sudarmadji, abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Selain itu, pengaruh suhu, pH, dan bahan kimia lainnya juga dapat mempengaruhi kadar abu suatu bahan.

4.3.3. Pengaruh penggorengan terhadap kadar lemak edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

(57)

mengandung lemak. Selain itu lemak yang diperoleh dari edible film berasal dari kandungan lemak tepung tapioka yang akan dijadikan edible film.

4.3.4. Pengaruh penggorengan terhadap kadar protein edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

Kadar protein yang diperoleh pada edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin adalah 2,047 % sedangkan setelah proses penggorengan kadar protein yang diperoleh adalah 1,6644%. Berkurangnya kadar protein pada kulit risol disebabkan terjadi denaturasi protein pada saat penggorengan. Protein yang diperoleh dari edible film berasal dari kandungan protein yang ada pada tepung tapioka yang akan dijadikan edible film.

4.3.5. Pengaruh penggorengan terhadap kadar karbohidrat edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit risol

(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan:

1. Edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kulit risol

2. Edible film dengan penambahan gliserin sebelum digoreng sebagai kulit risol diperoleh kadar air sebesar 13,23%; kadar abu sebesar 3,92 %; kadar protein sebesar 2.048%; kadar lemak sebesar 1,64%; kadar karbohidrat sebesar 79,162%.Sedangkan setelah digoreng sebagai kulit risol diperoleh kadar air sebesar 11,3231%; kadar abu sebesar 41,3150%; kadar protein sebesar 1,6644%; kadar lemak sebesar 38,0282% dan kadar karbohidrat sebesar 7,6692%. Kadar air, protein dan karbohidrat menurun disebabkan karena adanya proses penggorengan dengan minyak. Sedangkan kadar lemak dan abu meningkat, selain pengaruh dari proses penggorengan dengan menggunakan minyak, faktor lain disebabkan karena adanya pengaruh dari isi risol yang ditambahkan. Dengan demikian kandungan gizi dari edible film sebelum digoreng sebagai kulit risol lebih tinggi dibandingkan dengan kulit risol setelah digoreng.

3. Uji organoleptik terhadap tekstur, aroma, warna, dan rasa edible film yang disukai panelis yaitu edible film yang telah digoreng sebagai kulit risol.

5.2 Saran

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. D. 1984. Freedstuffs Ingredient Analysis. vol. 54, ed.30.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Tabel/kat,1/idtabel,111/itemid,165. Harvested Area: Yield Rate And Production of Cassava By Province.

Bourtoom,T. 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared from Starches. Songkhla: Department of Material Product Technology. Challenges and Opportunities. Food Technology 51(2): 61-73.

Careda, M. P., C. M. Henrique, M. A. de Oliveira, M. V. Ferraz, N. M. Vincentini. 2000. Characterization of Edible Films of Cassava Starch by Electron Microscopy. Braz. J. Food Technol 3: 91-95.

Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry. Physical Properties and Aplications. New York: CRC Press.

Efiza. 2009. Farmamin dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan.

Girindra, Aisjah. 1979. Biokimia I. Jilid I. Jakarta: PT Gramedia.

Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. Bengkulu: Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Hui, Y. H. 2006. Hand-book of Food Science. Technology and Engineering. Volume I. CRC Press. USA.

Kartasapoetra, Drs. G. dan H. Marsetyo, Drs. Med. 1991. Ilmu Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Krochta, J. M. dan Jhonston, C. D. M. 1997. Edible and Biodegradable Films. Challanges and Oppotunities. Food Technology. 51(2): 61-74.

(60)

Salomon, S. 1987. Introduction To General, Organic, and Biological Chemistry. New York. USA: McGraw-Hill, Inc.

Sudarmadji, S, et al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty.

Suhardjo dan Clara M. Kusharto. 19992. Prinsip – Prinsip Ilmu Gizi. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: Kanisius.

Suhardjo. et a.l 1989. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta: UI-Press.

Suprayono, Dr. Ir. 1997. 1997. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Padi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Swadaya.

(61)
(62)
(63)

Tabel 2. Data hasil uji organoleptik terhadap tekstur kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Panelis Ulangan I Ulangan II Ulangan III

1 3 4 4

2 3 4 4

3 4 3 4

4 2 2 3

5 3 3 2

6 4 3 3

7 4 4 3

8 3 4 3

9 2 3 4

10 4 3 4

11 4 4 3

12 3 2 2

13 2 3 2

14 4 4 3

15 3 4 4

Total 48 46 48

Rata-rata 3,2000 3,0667 3,2000

Tabel 3. Data hasil uji organoleptik terhadap warna kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Panelis Ulangan I Ulangan II Ulangan III

1 4 4 3

2 4 3 3

3 4 4 3

4 3 3 3

5 3 2 2

6 2 3 2

7 3 4 4

8 4 2 3

9 3 4 4

10 4 3 3

11 3 3 4

12 4 2 3

13 3 4 4

14 4 3 4

15 3 4 3

Total 51 48 48

(64)

Tabel 4. Data hasil uji organoleptik terhadap rasa kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Panelis Ulangan I Ulangan II Ulangan III

1 3 3 4

2 2 3 3

3 4 2 3

4 3 4 3

5 3 3 4

6 3 4 4

7 3 2 3

8 3 2 2

9 2 3 3

10 3 3 2

11 4 3 3

12 3 3 4

13 2 3 2

14 4 4 3

15 4 3 3

Total 46 45 46

Rata-rata 3,0667 3,0000 3,0667

Tabel 5. Data hasil uji organoleptik terhadap aroma kulit risol dari tepung tapioka dan dedak setelah digoreng

Panelis Ulangan I Ulangan II Ulangan III

1 3 2 3

2 4 3 4

3 2 3 3

4 3 2 2

5 3 3 4

6 2 4 3

7 3 3 2

8 3 4 2

9 2 3 3

10 4 3 4

11 3 2 3

12 2 3 3

13 4 4 3

14 3 2 4

15 4 3 3

Total 45 47 46

(65)

Gambar 1. edible film dari tepung tapioka dan dedak dengan penambahan gliserin

Gambar

Tabel 2.1 : Komposisi zat gizi tepung tapioka (per 100 gram)
Tabel 2.2 Kandungan nutrisi dedak
Table 3.1 Uji Skala Hedonik
Tabel 4.1 Hasil analisa edible film dari tepung tapioka dan dedak sebagai kulit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa edible film dari ekstrak buah pepaya (Carica papaya L.) dengan campuran tepung tapioka, tepung terigu, dan gliserin dengan

Menurut Sumariah (2014) yang berjudul “Karakterisasi Edible Film Dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) dengan Penambahan Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin

Pembuatan edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, gliserin dan ekstrak buah naga merah (hylocereus Costaricencis) sebagai pengemasan sosis sapi dilakukan dengan

Judul : Karakterisasi Edible Film Dari Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin Dengan Penambahan Ekstrak Buah Nanas (Ananas comosus(L) Merr) Sebagai Pembungkus Kue Lapis.. Kategori

Menurut Sumariah (2014) yang berjudul “Karakterisasi Edible Film Dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) dengan Penambahan Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin

Karakterisasi Edible Film Dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) dengan Penambahan Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin Sebagai Pemlastis“.. Medan : Universitas Sumatera

Perhitungan indeks antimikrobial metode Kirby Bauer pada edible film dengan penambahan tepung tapioka, kitosan, gliserin dengan variasi aquadest dan ekstrak kulit

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa edible film dari ekstrak buah pepaya (Carica papaya L.) dengan campuran tepung tapioka, tepung terigu, dan gliserin dengan