ANALISI
PE
PROG
DEPA
IS
DAMPA
EREKONO
HAR
RAM
STU
ARTEMEN
FAK
UNIVERSI
SKRIP
AK
SHOCK
OMIAN
SU
OLEH
RLY
M.
SIA
070501
DI
EKONO
N
EKONOM
KULTAS
EK
ITAS
SUM
MEDA
2013
PSI
K
MONETE
MATERA
H
AMBATON
083
OMI
PEMB
MI
PEMBA
KONOMI
MATERA
UT
AN
3
ER
TERHAD
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh shock kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara periode interval 2005-2012. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan penggambaran deskriptif tentang inflasi, nilai tukar , tingkat suku bunga riil, dan PDRB riil Sumatera Utara. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji vector autoregression (VAR).
Berdasarkan uji VAR maka disimpulkan bahwa shock Nilai tukar dan Inflasilah yang mempengaruhi PDRB. sedangkan melalui uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen menujukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel BI Rate, Nilai Tukar, Inflasi, dan PDRB.
Untuk analisis fungsi Impulse Response menunjukkan bahwa inflasi, BI Rate dan nilai tukar memberikan pengaruh yang negatif terhadap PDRB Sumatera Utara. Uji Varience Decomposition menunjukkan bahwa pergerakan PDRB lebih banyak dipengaruhi variabel Nilai tukar dan Inflasi sedangkan variabel BI rate cenderung fluktuatif. Berdasarkan uji Granger Causality dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara PDRB dan BI rate sedangkan hubungan antara PDRB dan Nilai tukar adalah hubungan satu arah. Sementara hubungan antara PDRB dan Inflasi tidak tidak ada hubungan kausalitas.
ABSTRACT
This research aims to identify and analyze the Impact shock monetary policy to economic development on north sumatera period 2005-2012. This research is uses qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis is used to get description imagination about the inflation, money supply, real interest rate, real GDP of Sumatera Utara. Quantitative analysis is used with vector autoregression method.
VAR based tests, we conclude that the exchange rate and inflation shock which affects GDP.Through the approach of Johansen cointegration test showed that there is a long-term relationship between the variables in the interest Rate, Exchange Rate, Inflation, and GDP.
For analysis impulse Response function show that inflation, interest rate and exchange rate give negative effect on GDP of Sumatera Utara. Based on Varianse Decomposition test movement of GDP is most affected by Inflation and exchange rate while the interest rate variables tend to fluctuate. Based on Granger Causality test can be concluded that there is no causal relationship between GDP and the BI rate, while the relationship between GDP and the exchange rate is one-way relationship. While the relationship between GDP and inflation is not no causality.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, yang
senantiasa memberikan hikmat, pengetahuan dan kekuatan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan, isi,
dan penyajian skripsi ini. Namun demikian penulis tetap berharap skripsi ini dapat
berguna sebagai bahan masukan bagi pembaca, khususnya pembelajar ekonomi.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah
memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa
diselesaikan, terutama kepada :
1. Kedua orang tua yang penulis cintai Managara Siambaton, SE dan Risna
Marpaung, SPd yang senantiasa mendukung dalam kasih dan doa.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.
Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara dan juga
sebagai dosen pembimbing.
5. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara,
khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan
mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Penulis.
6. Seluruh Staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah
mendukung penyelesaian dalam hal proses administrasi yang selama ini
dibutuhkan.
7. Seluruh sahabat-sahabat, rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan terimakasih atas motivasi dan doanya yang senantiasa
mewarnai perjalanan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki dan sangat
mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inflasi ... 6
2.1.1 Pengertian Inflasi ... 6
2.1.2 Teori-teori Inflasi ... 8
2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 12
2.2. Sertifikat Bank Indonesia ... 13
2.2.1 Pengertian SBI ... 13
2.2.2 Tujuan Penerbitan SBI ... 14
2.2.4 Karakteristik SBI ... 15
2.2.5 Tata Cara Transaksi SBI ... 15
2.2.6 Hubungan SBI dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 16
2.3 Nilai Tukar Mata Uang ... 17
2.3.1 Teori Nilai Tukar ... 17
2.3.2 Sistem Nilai Tukar ... 19
2.3.3 Faktor-faktor Mempengaruhi Nilai Tukar ... 20
2.3.4 Hubungan Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi .... 21
2.4 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 22
2.4.1 Tenggang Waktu dari Efek Kebijakan Moneter ... 26
2.4.2 Implementasi Kebijakan Moneter ... 27
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 32
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 32
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 32
3.4 Pengolahan Data ... 33
3.5 Proses Pembentukan Model VAR ... 33
... 3.5.1 Uji Stasionaritas ... 34
3.5.2 Uji Kointegrasi ... 35
3.5.3 Model Analisis Data ... 37
3.5.4 Impulse Response ... 39
3.5.5 Forecast Error Varience Decomposition (FEVD) .. 40
3.6 Defenisi Operasional ... 42
BAB IV : PEMBAHASAN dan HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Kondisi Ekonomi Sumatera Utara ... 43
4.2 Deskriptif Perkembangan Variabel yang Diteliti ... 47
4.2.1 BI Rate ... 47
4.2.2 Perkembangan Inflasi ... 49
4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar ... 51
4.3 Hasil Penelitian ... 53
4.3.1 Uji Stasioneritas ... 53
4.3.2 Uji Kointegritas ... 54
4.3.3 Penentuan Lag Optimal ... 55
4.3.4 Estimasi Model VAR ... 56
4.3.5 Impulse Response ... 58
4.3.6 Variance Decomposition ... 60
4.3.7 Uji Kausalitas ... 62
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
Daftar Pustaka ... 68
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Hal
2.1 Inflationary Gap ... 10
2.2 Skematis Jalur Biaya Modal ... 23
2.3 Skematis Mekanisme Jalur Kekayaan ... 24
2.4 Skematis Mekanisme Transmisi Versi Monetaris ... 26
2.5 Skematis Total Lag ... 27
2.6 Skematis Kedua Hipotesa Tersebut ... 31
3.1 Proses Pembentukan Model VAR ... 35
4.1 Perkembangan BI Rate ... 46
4.2 Perkembangan Inflasi ... 48
4.3 Perkembangan Nilai Tukar ... 50
4.4 Perkembangan PDRB ... 52
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Hal
4.1 Nilai PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha/sektor
(milliar rupiah) ... 46
4.2 Hasil Uji Stasionaritas pada Level ... 53
4.3 Hasil Uji Stasionaritas pada Level Pertama ... 54
4.4 Hasil Uji Kointegrasi ... 55
4.5 Hasil Pengujian Lag Optimum ... 56
4.6 Hasil Model Estimasi VECM ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Hal
1 Perkembangan BI Rate, Inflasi, PDRB dan Nilai
Tukar Periode 2005-2012 ... 69
2 Uji Stasionaritas BI Rate ... 70
3 Uji Stasionaritas Inflasi ... 71
4 Uji Stasionaritas Nilai Tukar ... 72
5 Uji Stasionaritas PDRB ... 73
6 Uji Kointegrasi ... 74
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh shock kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara periode interval 2005-2012. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan penggambaran deskriptif tentang inflasi, nilai tukar , tingkat suku bunga riil, dan PDRB riil Sumatera Utara. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji vector autoregression (VAR).
Berdasarkan uji VAR maka disimpulkan bahwa shock Nilai tukar dan Inflasilah yang mempengaruhi PDRB. sedangkan melalui uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen menujukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel BI Rate, Nilai Tukar, Inflasi, dan PDRB.
Untuk analisis fungsi Impulse Response menunjukkan bahwa inflasi, BI Rate dan nilai tukar memberikan pengaruh yang negatif terhadap PDRB Sumatera Utara. Uji Varience Decomposition menunjukkan bahwa pergerakan PDRB lebih banyak dipengaruhi variabel Nilai tukar dan Inflasi sedangkan variabel BI rate cenderung fluktuatif. Berdasarkan uji Granger Causality dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara PDRB dan BI rate sedangkan hubungan antara PDRB dan Nilai tukar adalah hubungan satu arah. Sementara hubungan antara PDRB dan Inflasi tidak tidak ada hubungan kausalitas.
ABSTRACT
This research aims to identify and analyze the Impact shock monetary policy to economic development on north sumatera period 2005-2012. This research is uses qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis is used to get description imagination about the inflation, money supply, real interest rate, real GDP of Sumatera Utara. Quantitative analysis is used with vector autoregression method.
VAR based tests, we conclude that the exchange rate and inflation shock which affects GDP.Through the approach of Johansen cointegration test showed that there is a long-term relationship between the variables in the interest Rate, Exchange Rate, Inflation, and GDP.
For analysis impulse Response function show that inflation, interest rate and exchange rate give negative effect on GDP of Sumatera Utara. Based on Varianse Decomposition test movement of GDP is most affected by Inflation and exchange rate while the interest rate variables tend to fluctuate. Based on Granger Causality test can be concluded that there is no causal relationship between GDP and the BI rate, while the relationship between GDP and the exchange rate is one-way relationship. While the relationship between GDP and inflation is not no causality.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai
macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Indikator ini penting untuk mengetahui
keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu keberhasilan pembangunan,
diharapkan hasil dari pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat
sampai lapisan yang paling bawah, baik dengan sendirinya maupun campur
tangan pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi harus berjalan secara beriringan dan terencana,
mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil
pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin,
tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang akhirnya akan
mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah
‘Redistribution with growth”.
Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara rill dari
tahun ke tahun tergambar dari penyajian PDRB atas harga konsumen secara
perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan.
Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana Negara.
Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya
pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya terhadap
kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara
potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala
unit usaha.
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim
ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya
disebabkan pada analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan
pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, kedua kelompok ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu
memberikan tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting
dalam analisa pertumbuhan ekonomi.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil
tidaklah pekerjaan yang mudah dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang dua sisi,
kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk
mencapai inilah diperlukan kebijaksanaan moneter.
Kebijaksanaan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa
moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar
dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi
ekonomi akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar berkurang, maka
pertumbuhan ekonomi akan turut.
Ada tiga instrument utama kebijaksanaan moneter yang digunakan
pemerintah untuk mengatur jumlah uang beredar: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (diskonto rate), dan giro wajib minimum
(reserve requirement ratio). Diluar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijaksanaan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan
moral (moral persuasion).
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke
kondisi yang lebih baik dan atau dinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur
dengan menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya
pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan
menurunya tingkat pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang
kegiatanya bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah
perlu melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan
sistem perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur
potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.
Kebijaksanaan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilitas
ekonomi. Berhasil tidaknya tujuan dari kebijaksanaan moneter tersebut
dipengaruhi oleh dua faktor, pertama : kuat tidaknya kebijaksanaan moneter
dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua : jangka waktu perubahan kebijaksanaan
Stabilitas ekonomi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun yang biasanya
mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu daerah yakni adanya sinergi antara
kebijakan fiskal dan moneter. Di sisi fiskal, kebijakan diupayakan untuk
memantapkan kesinambungan fiskal dengan melanjutkan penurunan defisit secara
bertahap melalui peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan efektivitas dan
efesiensi pengeluaran daerah. Sementara disisi moneter, kebijakan diupayakan
untuk menurunkan laju inflasi, menjaga perkembangan suku bunga, dan
pengendalian nilai tukar rupiah pada tingkat wajar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Dampak Shock Moneter
Terhadap Perekonomian Sumut”.
1.2 Perumusan Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian, dalam hal ini
faktor- faktor tersebut dibatasi dalam variabel moneter, dimana dalam penulisan
skripsi ini dibatasi pada suku bunga SBI,inflasi,nilai tukar. Maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh kejutan (shock) BI rate terhadap perekonomian Sumut ?
2. Bagaimana pengaruh kejutan (shock) inflasi terhadap perekonomian Sumut ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) BI rate terhadap
perekonomian Sumut.
2. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) inflasi terhadap
perekonomian Sumut.
3. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) nilai tukar terhadap
perekonomian Sumut.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis
dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
2. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literature bagi masyarakat dan
mahasiswa/I yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi mahasiswa
Departemen Ekonomi Pembangunan.
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti yang tertarik membahas tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflasi
2.1.1 Pengertian Inflasi
Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum
barang-barang secara terus-menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai
macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi
kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga
umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang
terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar)
bukanlah merupakan inflasi.
Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan index harga. Beberapa
indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain :
Indeks biaya hidup (consumer price index)
Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
GNP deflator
Indeks biaya hidup mengukur biaya / pengeluaran untuk membeli sejumlah
barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya
barang dan jasa yang tercakup dapat bermacam-macam. Di Indonesia dikenal
indeks 9 bahan pokok, 62 macam barang serta 162 macam barang. Karena arti
penting masing-masing barang dan jasa tersebut bagi seseorang itu tidak sama,
maka dalam penghitungan angka indeksnya diberi angka penimbang tertentu.
keseluruhan. Besarnya prosentase ini dapat berubah dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu perlu direvisi apabila ternyata ada perubahan. Dengan perubahan angka
penimbang ini maka indeks harganyapun akan berubah. Laju inflasi dapat
dihitung dengan cara menghitung prosentase kenaikan / penurunan indeks harga
ini dari tahun ketahun (atau dari bulan ke bulan).
Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada
tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga barang mentah, bahan baku atau
setengah jadi masuk dalam penghitungan indeks harga. Biasanya perubahan
indeks harga ini sejalan / searah dengan indeks biaya hidup.
GNP deflator adalah indeks yang lain. Berbeda dengan dua indeks di atas, dalam cakupan barangnya. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam penghitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya dibanding dengan
dua indeks di atas. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas
dasar harga berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstan).
(Nopirin,1987:25-26)
2.1.2. Teori-teori Inflasi
Ada tiga kelompok yang mengemukakan teori inflasi yaitu:
A. Teori Kuantitas
Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda
sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini
1. Volume uang yang beredar
Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang
beredar dalam masyarakat (uang giral dan kartal). Penambahan jumlah uang yang
beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang yang
beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya(volume uang
lebih besar dari pada pendapan nasional). Bila jumlah uang yang beredar tidak
ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan
harga-harga dalam perekonomian tersebut.
2. Adanya perkiraan masyarakat akan kenaikan harga (Expectation)
Kalau perkiraan masyarakat akan ada perubahan harga walaupun ada
penambahan uang (tidak besar) tidak akan menyebabkan inflasi, karena perubahan
harga yang terjadi masih kecil. Apabila akan ada perubahan harga yang cukup
besar dan penambahan uang yang beredar, maka penambahan uang yang beredar
tersebut akan dibelanjakan masyarakat, karena masyarakat ingin menghindari
kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya inflasi dengan meningkatnya harga juga diiringi dengan
penambahan uang yang beredar. Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik
di masa yang akan datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya
akan diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume
uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan
B. Teori Keynes
Keynes menyoroti faktor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi
makronya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena
masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan pendapatannya(aktifitas
ekonominya). Terjadinya inflasi melalui perebutan bagian rejeki diantara
kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada
yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya
diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang-barang-barang yang tersedia(pendapatan nasional).
Hal ini akan menimbulkan inflationary gap, yang timbul akibat golongan
masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional yang lebih besar,
secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Karena
permintaan total melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, maka harga-harga
[image:22.595.203.455.528.748.2]naik sehingga timbullah inflasi.
Gambar 2.1 Inflationary Gap
Q1 Q2 Output
0
D2
D1 P2
Dari kurva diatas terlihat bahwa terjadi kenaikan permintaan yang
ditunjukkan melalui kenaikan D1 ke D2, namun dalam keadaan kenaikan
permintaan tersebut tidak dibarengi dengan supply barang yang ada. Akibatnya
harga mengalami kenaikan dari P1 menjadi P2. Jumlah barang yang tidak bias
dipenuhi ini (sebesar Q1 – Q2) menyebabkan terjadinya celah inflasioner
(inflationary gap). (Candra haris, 2012) C. Teori Strukturalis
Teori ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara
berkembang, khususnya struktur(pengalaman) perekonomian Negara-negara
Amerika latin. Ada dua factor yang menjadi masalah utama yang dapat
menyebabkan inflasi dalam Negara berkembang berdasarkan teori strukturalis ini
yaitu:
1. Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor
Ketidakelastisan penerimaan ekspor yaitu ekspor berkembang secara
lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya
harga barang-barang komoditi Negara-negara berkembang (hasil alam), dalam
jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri.
Adanya perkembangan ekspor yang lamban juga merupakan penyebab adanya
kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan(terutama barang
modal untuk mengubah struktur perkonomian). Akibatnya Negara tersebut
terpaksa mengambil kebijaksanaan yang menekankan pemakaian produksi dalam
negeri(untuk memajukan industri dalam negeri) dan sebelumnya diimpor
efisien). Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga yang lebih tinggi.
Disamping itu, bila proses subsitusi impor ini makin meluas , kenaikan biaya
produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang
naik. Dengan demikian terjadi inflasi dalam perekonomian yang berkepanjangan.
2. Ketidakelastisan Dari Supply Atau Produksi Bahan Makanan Dalam
Negeri
Akibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan
penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk
meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenaikan harga bahan
makanan ini mengakibatkan tuntutan kenaikan upah kaum buruh atau pekerja
yang dampaknya akan menaikkan biaya produksi. Jika demikian, otomatis harga
hasil produksi (pertanian dan industri) akan naik lagi, sehingga kenaikan harga
barang menuntut kembali tingkat upah untuk dinaikkan.Begitu seterusnya, proses
ini hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali.
Akan tetapi, faktor struktural perekonomian tidak bisa menghentikan kenaikan
harga bahan makanan, sehingga akan terjadi dorong-mendorong antara upah dan
kenaikan harga,dan tidak akan berhenti sampai struktur perekonomian dapat
diubah.
2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa
pengaruh sebagai berikut :
a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota
masyarakat, sebab distribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan
pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya
jatuh. Namun parah atau tidaknya pengaruh inflasi terhadap redistribusi
pendapatan dan kekayaan tersebut adalah sangat tergantung pada apakah
inflasi itu bersifat dapat diantisipasi ataukah tidak dapat diantisipasi
sebelumnya. Inflasi yang tidak dapat diantisipasi sudah barang tentu
mempunyai akibat yang jauh lebih serius terhadap redistribusi pendapatan dan
kekayaan, dibandingkan inflasi yang dapat diantisipasi.
b) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat
terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang
produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas
ekonomi produktif. Ini disebut sebagai “Efficiency Effect of inflation”.
c) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan
kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan
untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan,dan juga
memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan
selama ini. Ini disebut “output and employment effect of Inflation”.
d) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan
ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi
dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan
pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang
ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi.
sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan menaik dimasa
mendatang , maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas
pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi
penurunan pendapatan riil dan kekayaan.
2.2 Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
2.2.1 Pengertian SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu
pendek dengan system diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pada dasarnya
merupakan instrument investasi jangka pendek yang bebas resiko (risk free).
2.2.2 Tujuan Penerbitan SBI
Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu terakhir
membawa sertifikat Bank Indonesia pada saat jatuh tempo maka dialah yang
berhak mencairkanya.
Sebagai otoritas oneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dalam padigma yang dianut, jumlah uang beredar (uang
kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk
mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
Pada dasarnya, dengan digunakanya SBI maka Bank Indonesia
mempunyai alat dalam Operasi Pasar Terbuka walaupun tidak ada surat berharga
dari pemerintah. Hal seperti ini juga dilakukan oleh beberapa Bank Sentral untuk
perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan
membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan kepada masyarakat.
Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan pengendalian
jumlah uang beredar yang terdapat dimasyarakaty. Jika jumlah uang beredar dapat
dikendalikan maka dapat juga mengendalikan inflasi.
2.2.3 Dasar Hukum Penerbitan SBI
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.316/67/KEP?DIR tanggal 23
juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan sertifikat Bank Indonesia serta
intervensi rupiah.
Sejalan dengan ide penerbitan SBI sebagai salah satu operasi pasar
terbuka, penjualan SBI diperioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun
demikian tidak retutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun
perusahaan untuk memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat
dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia melainkan Bank Umum serta
pialang pasar uang dan pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
2.2.4 Karakteristik SBI
a. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan
untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.
b. Dominasi dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp. 100
milyar.
c. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut
ini
d. Pembelian SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka .
Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai.
e. Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15 %.
2.2.5 Tata Cara Transaksi SBI
a. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.
b. Jumlah SBI yang dilelang diumumkan setiap hari selasa
c. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu dan dapat di ikuti oleh seluruh bank
umum
d. Pialang pasar uang dan pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari kamis.
e. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta melakukan penawaran
jumlah SBI yang ingin dibeliserta tingkat diskontonya. Pemenang lelang
adalah peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto rerendah sampai
dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI tidak ditentukan
oleh Bank Indonesia melainkan para peserta lelang itu sendiri. Semakin
rendah tingkat diskonto yang ditawarkan oleh peserta maka semakin besar
kemungkinan peserta itu memenangkan lelang.
f. Untuk menjaga keamanan dari kehilangn atau pencurian serta untuk
menghindari terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet
Depot Simpanan (BDS) sebagai bukti penyimpanan fisik warkat SBI pada
Bank Indonesia tanpa dipungut biaya penyompanan.
2.2.6 Hubungan suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi
Jika Pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
ditangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banya SBI yang
dijual, maka Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan
suku bunga SBi akan mempengaruhi bank-bank umum untuk menurunkan tingkat
suku bunga pinjaman. Suku bunga yang rendah akan meningkatkan permintaan
pinjaman. Meningkatnya permintaan pinjaman akan meningkatkan investasi,
yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2.3 Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar merupakan jumlah unit suatu mata uang yang dapat diperoleh
dari atas pertukaran dengan satu unit mata uang lainnya. Dornbusch dan fisher
dalam agung (2005) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi
daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan konsekuensinya juga
akan berdampak pada real output dari Negara tersebut yang pada gilirannya akan
mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang.
2.3.1 Teori nilai tukar
Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta
asing (Berlianta , 2004).
a. Balance of payment approach
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut .
adapun alat yang mengukur kekuatan penawaran dan permintaan tersebut adalah
Apabila balance of payment suatu Negara mengalami deficit dapat diartikan
bahwa penghasilan (arus uang masuk)lebih kecil dari pengeluaran (arus uang
keluar), maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna membayar
deficit tersebut, nilai tukar akan mengalami penurunan dan sebaliknya.
b. Teori purchasing power parity
Teori ini agak berbeda dengan teori sebelumnya. Teori ini berusaha untuk
menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan
jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam law of one price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang
sama.
c. Fisher effect
Teori ini diperkenalkan oleh irving fisher. Fisher effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga di satu Negara akan sama dengan tingkat suku bunga rill
ditambah tingkat inflasi di Negara itu. Persamaan tersebut dapat digambarkan
dengan persamaan berikut:
Suku bunga nominal = suku bunga riil + tingkat inflasi
Dengan kata lain, tingkat suku bunga nominal di dua Negara dapat berbeda
d. Internasional fisher effect
Pendapat ini didasari oleh fisher effect, bahwa pergerakan nilai mata uang
suatu Negara dibanding Negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan
suku bunga nominal yang ada di kedua Negara tersebut.
Implikasi dari internasional fisher effect adalah bahwa orang tidak bias menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka
ke Negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang
Negara yang suku bunga tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar
selisih bunga nominal dengan Negara yang mempunyai suku bunga nominal yang
lebih rendah.
2.3.2 Sistem Nilai Tukar
System nilai tukar dapat dikaregorikan dalam beberapa jenis berdasarkan
seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah pada nilai tukar
(Madura,2006:220-225). Secara umum, sistem nilai tukar dapat dibagi menjadi:
1. Sistem Tetap (Fixed Exchange Rate)
Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun
hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila pada suatu saat
nilai tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka pemerintah akan melakukan
intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang di
inginkan.
Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan
sepenuhnya oleh pasar tanpa itervensi dari pemerintah. Pada sistem mengambang
bebas memperbolehkan adanya fleksibilitas secara penuh, nilai tukar akan
disesuaikan terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari
mata uang tersebut.
3. Sistem mengambang terkendali (managed floating exchange rate)
Sistem nilai tukar ini berada diantara sistem tetep dan mengambang bebas.
Nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan -
batasan resmi, tetapi pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk
menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.
4. Sistem terikat (pegged exchange rate)
Sistem nilai tukar terikat, di mana mata uang local diikatkan nilainya pada
sebuah mata valuta asing atau pada sebuah mata uang asing tertentu. Nilai mata
uang local akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan
tersebut.
2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai tukar
Kurs nilai tukar akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva
penawaran dan permintaaan. Faktor–faktor yang menyebabkan perubahan kurva
permintaan dan penawaran tersebut (Madura, 2006: 128-135) adalah :
a. Perubahan tingkat inflasi relative dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan
internasional yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata
b. Perubahan pada suku bunga relative mempengaruhi investasi pada sekuritas
asing, yang akhirnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata
uang dan karenanya juga akan mempengaruhi kurs nilai tukar.
c. Tingkat pendapatan relative juga mempengaruhi kurs mata uang. Hal ini
dikarenakan pendapatan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor,
maka pendapatan dapat mempengaruhi kurs mata uang.
d. Pengendalian pemerintah. Pemerintah Negara asing dapat mempengaruhi kurs
keseimbangan dengan berbagai cara, termasuk mengenakan batasan atas
pertukaran mata uang asing, mengenakan batasan atas pertukaran mata uang
asing, mengenakan batasan atas perdagangan asing (dengan membeli atau
menjual), dan memengaruhi variabel makro seperti inflasi, suku bunga, dan
tingkat pendapatan.
e. Faktor kelima yang mempengaruhi kurs mata uang adalah prediksi pasar
mengenai kurs mata uang di masa depan. Seperti pasar keuangan lain, pasar
mata uang asing juga bereaksi terhadap berita yang memiliki dampak masa
depan yang akan memberikan tekanan menurunkan atau meningkatkan nilai
tukar mata uang.
f. Faktor yang juga mempengaruhi kurs nilai tukar adalah interaksi faktor.
Transaksi dalam pasar mata uang asing memfasilitasi baik arus perdagangan
maupun arus keuangan. Seringkali faktor – faktor yang terkait perdagangan
maupun keuanan berinteraksi dan mempengaruhi pergerakan mata uang secara
2.3.4 Hubungan Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi
Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi
perekonomian suatu Negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat
digunakan untuk mendorong perekonomian di suatu Negara dari gejolak
perekonomian global. Penentuan system nilai tukar didasarkan atas beberapa
pertimbangan yakni keterbukaan perekonomian suatu Negara terhadap
perekonomian internasional, tingkat kemandirian suatu Negara dalam mengatur
kebijakan ekonomi nasionalnya dan aktivitas perekonomian suatu Negara. Selain
itu nilai tukar (kurs) memegang peranan dalam memperlancar transaksi ekonomi
antar Negara. Sejalan dengan fungsinya tersebut, kebijakan nilai tukar juga
digunakan oleh suatu Negara sebagai salah satu kebijakan ekonominya.
Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa Negara tersebut
memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvatore, 1997: 10)
2.4 Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter
Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan
dengan besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka
pelipat uang) serta bagaimana jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan
jumlah uang mempengaruhi kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur
degan pengeluaran total masyarakat) diantaranya :
a. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)
Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama
antara sektor moneter dengan sector rill. Perubahan jumlah uang misalnya, akan
investasi atah bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi ini merupakan bagian
dari pengeluaran total (aggregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan
pendapatan nasional. Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya
modal dapat dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakan sektor moneter
terhadap keseimbangan pendapatan ( sector rill).
Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin
Gambar: 2.2
Skematis Jalur Biaya Modal
b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)
Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat juga
melalui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi :
Kekayaan yang berupa barang fisik (rumah, tanah, dan sebagainya)
Surat berharga
Uang tunai
Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini
konsumsi) telah dijelaskan oleh Pigou ( yang sering disebut dengan Pigou effect
atau realbalance effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijaksanaan Moneter (membeli surat berharga)
Investasi naik Tingkat bunga
turun
Jumlah uang beredar naik Cadangan bank
umum naik
[image:35.595.127.519.290.394.2]Perubahan nilai uang kas rill (real cash balance) baik disebabkan oleh karena turunnya harga ( dengan jumlah uang tetap) ataupun naiknya jumlah uang (dengan
harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian
dari pengeluaran total. Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan
pendapatan akan berubah.
Dengan demikian kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi jumlah
uang (dimana uang merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu
komponen kekayaaan ini ( dalam hal ini uang kas rill) akan mempengaruhi
konsumsi (melalui real balance / Pigou effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan
pendapatan.
[image:36.595.132.522.413.518.2]Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin
Gambar : 2.3
Skematis Mekanisme Jalur Kekayaan
c. Jalur Harga Relatip (Teori Portofolio)
Teori portofolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang
memegang sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang.
Beberapa anggapan teori ini antara lain:
Kebijaksanaan moneter ekspansif
Konsumsi naik (pigou effect)
Jumlah uang beredar naik
Pengeluaran total naik
Kekayaan naik
1. Setiap orang kan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal
(marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portofolionya.
2. Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk
kekayaan tersebut relatip terhadap bentuk kekayaan lain.
3. Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun
tersebut dengan bentuk kekayaan yang lain yang harganya lebih tinggi.
4. Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses perubahan
susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus) akan dilakukannya sampai
pendapatanya marginal dari masing-masing bentuk kekayaanya sama
besar.
Perubahan harga relatip sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses
penyesuaian susunan portofolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang
sebagai akibat akibat darikebijaksanaan moneter yaitu membeli surat berharga
oleh bank sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang kas dalam
portofolionya.
Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk kekayaan yang
lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya turun). Produksi (dengan
demikian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik. Investasi naik akan
mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa kenaikan
d. Jalur Langsung (Teori Monetarist)
Menurut teori ini pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap GNP secara
langsung. Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana. Menurut
pendapatnya, karena sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks
sehingga sukar untuk digambarkan, maka tidak bias dinyatakan secara spesifik.
Oleh karena itu tidak bisa digambarkan secara terperinci.
Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin
Gambar : 2.4
Skematis Mekanisme Transmisi Versi Monetaris
2.4.1 Tenggang Waktu (lag) Efek Dari Kebijaksanaan Moneter
Kebijaksanaan moneter untuk tujuan stabilitas ekonomi tergantung pada ,
pertama kuat / tidaknya hubungan antara perubahan kebijaksanaan moneter
dengan kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu antara perubahan
kebijaksanaan moneter dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi.
Kebijaksanaan dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut
tenggang waktu (lag). Ada beberapa komponen (unsur) dalam lag efek
kebijaksanaan moneter ini
Kebijaksanaan monetaris (membeli
surat berharga
GNP naik
Pengeluaran total naik Jumlah uang
Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin
Gambar 2.5 Skematis Total Lag
2.4.2 Implementasi Kebijaksanaan Moneter
a. Masalah dalam Implementasi
Penentuan kebijaksanaan moneter seperti pertumbuhan inflasi serta neraca
pembayaranyang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari
kebijaksanaan moneter. Masih banyak masalah yang harus dipecahkan,
terutama dalam hal implementasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa
penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai
sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment serta harga.
Kedua, mereka harus menentukan bagaimana cara mengatur / mengubah
instrument kebijaksanaan moneter (seperti cadangan minimum, politik diskonto
serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan/ sasaran kebijaksanaan
moneter tercapai.
Bagi Bank Sentral akan mengalami kesuitan didalam mengatur
kebijaksanaan moneter dikarenakan kurangnyainformasi atau kurangnya
kepastian mengenai proses implementasi kebijaksanaan moneter. Oleh karena
Total Lag
Inside Lag Outside / Impact
Administrative Lag Recognition Lag
Need for action Changein Economic
Activity Recognition of
Need for Action
Change in Policy instrument
waktu
itu untuk mengatasi masalah ini beberapa penelitian telah memberikan dasar
teori dan empirik tentang indikator serta target operasional dari implementasi
kebijaksanaan moneter.
Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkitan
dengan masalah implementasi, yakni pertama bagaimana efek kebijaksanaan
terhadap tujuan yang ingin dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaran atau
belum. Suatu indikator diperlukan untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin
mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka harus
mengubah/memanipulasi instrument kebijaksanaan moneter supaya
tujuan/sasaranya tercapai.
b. Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang
memberikan informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor rill apakah
sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan fariabel moneter
yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijaksanaan
moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti
(dapat diperkirakan) antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran
kebijaksanaan moneter. Perubahan sektor rill dapat diperkirakan dari adanya
perubahan dalam indikator.
Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah
kebijaksanaan moneter itu sejalan / menuju ke sasaran yang ingin dicapai atau
kebijaksanaan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi
apakah sasaranya akan trcapai atau tidak. Biasanya variabel moneter yang
dipakai sebagai indikator adalah tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
c. Target Operasional
Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi
tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam
menjalankankebijaksanaan jual-beli surat berharga (open market operasional).
Beberapa syarat harus dipenuhi agar supaya sesuatu variabel dapat dipakai
sebagai target operasional, antara lain :
Bank Sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang
relatif pendek.
Bank Sentral harus dapat mengatur volume targer operasional ini dengan
cara merubah insterumen kebijaksanaan moneter.
Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempuanyai
pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.Target ini
diperlukan oleh penguasa moneter dikarenakan adanya informasi yang kurang
lengkap. Informasi mengenai pengaruh politik pasar terbuka terhadap output,
harga serta employment misalnya, sangat tidak pasti, dan penguasa moneter
sering tidak mempunyai informasi yang lengkap.
Kurangnya informasi tentang jalur pengaruh (mekanisme transmisi)
kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi (yang tercermin dengan
output, harga dan employment) menyebabkan timbunya beberapa dugaan /
Dua hipotesa yang utama adalah jalur tingkat bunga dan jalur jumlah
uang yang beredar.
1. Jalur Tingkat Bunga
Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah tingkat bunga
sedangkan dana perbankan sebagai target operasionalnya. Pada prinsipnya
hipotesa ini mengatakan bahwa pengaruh kebijaksanaan moneter ditransfer
melalui perubahan dana perbankan, yang kemudian akan mempengaruhi
tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga pada gilirannya akan mempengaruhi
permintaan agregat (melalui pengeluaran investasi dan atau konsumsi)
2. Jalur Jumlah Uang Beredar
Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah pertumbuhan jumlah
uang beredar, sedangkan uang inti (monetari base) sebagai target
operasionalnya. Pengaruh kebijaksanaan moneter pertama mempengarui uang
inti, kemudian jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar langsung
Sumber : Ekonomi Moneter,Nopirin
Gambar : 2.6
Skematis Kedua Hipotesa Tersebut Target
operasional
Tingkat bunga Hipotesa
tingkat bunga
Hipotesa Jumlah
uang
Instrumen kebijaksanaan moneter - Politik pasar terbuka
-politik cadangan minimum
-politik diskonto
Uang inti (monetary
base)
Dana Perbankan
Jumlah uang beredar
Sasaran kebijaksanaan moneter - kestabilan harga - full employment - pertumbuhan - neraca pembaayaran
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan
dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di sumut, yaitu dengan mengamati
dampak shock moneter terhadap perekonomian sumatera utara. Variable yang
dijadikan sebagai shock moneter adalah suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar.
3.2 Jenis dan sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini kurun waktu per
kwartal periode tahun 2005-2012.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Perpustakaan Bank
Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS), dan beberapa sumber bacaan lainnya
seperti media internet.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan
pencatatan langsung dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Pengolahan Data
3.5 Proses Pembentukan Model VAR
Proses pembentukan model VAR diawali dengan uji stsionaritas, apabila
data stasioner pada tingkat level maka model VAR yang akan dibangun adalah
model VAR biasa (unrestricted VAR), sedangkan apabila data stasioner pada
proses diferensi maka selanjutnya pengujian dilakukan dengan menguji apakah
data yang kita punya mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak.
Apabila data yang kita gunakan mempunyai hubungan jangka panjang maka
model Var yang kita bangun selanjutnya menjadi model Vektor Error Corection
Model (VECM), namun apabila data yang digunakan tidak mempunyai hubungan
jangka panjang, maka model VAR tersebut disebut VAR in difference. Widarjono
(2007) menggambarkan proses pembentukan VAR sebagai berikut.
Data Times Series
Stasioner
Uji stasionaritasData
VAR bentuk level
Tidak Stasioner
Terjadi Kointegrasi
Stasioner di
Deferensi Data
Gambar 3.1
Proses Pembentukan Model VAR
3.5.1 Uji stasionaritas
Untuk menguji stasionaritas data, maka kita akan melakukan uji akar unit.
Dalam penelitian ini kita akan menggunakan uji akar unit Augmenented Dickey
Fuller, formulasinya dapat dituliskan sebagai berikut :
Δ
Δ
Δ
Dimana:
Y = variable yang diamati
= Yt – Yt-1
T = tren waktu
Untuk melihat apakah data stasiner atau tidak kita dapat membandingkan
antara nilai stasistik ADF dengan nilai kritis statistic Mackinnon. Nilai statistic
ADF dapat kita lihat dari nilai t koefisien dari ketiga persamaan diatas. Jika
nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritis diatas. Jika nilai absolute
statistic ADF lebih besar dari nilai kritis statistic MacKinon maka data yang kita
3.5.2 Uji Kointegrasi
Kointegrasi merupakan kombinasi hubungan linear dari variabel-variabel
yang nonstasioner dan semua variabel tersebut harus terintegraksi pada orde atau
derajat yang sama. Variabel-variabel yang terintegrasi akan menunjukkan bahwa
variabel tersebut mempunyai trend stokhastik yang sama dan selanjutnya mempunyai arah pergerakan yang sama dalam jangka panjang.
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji drajat
integrasi. Untuk melakukan uji kointegrasi, pertama-tama peneliti perlu
mengamati perilaku data ekonomi runtun waktu yang akan digunakan. Ini berarti
pengamat harus yakin terlebih dahulu apakah data yang akan digunakan stasioner
atau tidak, yang antara lain dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit dan uji
integrasi. Apabila terjadi satu atau lebih variabel mempunyai derajat integrasi
yang berbeda, maka variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan
Granger dalam Tim BPPM dan LK, 2008).
Menurut Widarjono (2007), data yang tidak stasioner memunculkan
adanya kemungkinan hubungan jangka panjang didalam system persamaan VAR.
untuk melihat hubungan jangka panjang ini kita bias melakukan Uji Johansen
dengan formula sebagai berikut:
Yt adalah vector k dari variable I(1) non stasioner, Xt adalah vector d
dari variable deterministic dan et merupakan vector inovasi. Persamaan diatas
dapat ditulis kembali :
ΔYt = ΣГiΔ Yt-1+ΠYt-k + BXt + εt
Dimana:
I an Г Aj
Hubungan jangka panjang (kointegrasi) dijelaskan dalam matrik dari
sejumlah p variable. Ketika 0 < rank = r < p maka Π terdiri dari matrik Q dan R
dengan dimensi p x r sehingga Π = QR. Matrik R terdiri dari r, 0 < r < p vector
kointegrasi sedangkan Q merupakan matrik vector parameter error correction. Johansen menyarankanestimator maksimum likelihood untuk Q dan R dan uji
statistika untuk menentukan vector kointegrasi r. ada tidaknya kointegrasi r. Ada
tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung
LR lebih besar dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi.
Nilai kritis diperoleh dari table yang dikembangkan oleh johansen dan
juselius. Nilai hitung LR diperoleh berdasarkan formula sebagai berikut:
Q log λ
Untuk r = 0, 1,… K-1 dimana λ adalah nilai I eigenvalue yang paling besar.
statistic. Maximum eigenvalue statistic dapat dihitung dari trace statistic sebagai berikut:
Qmax = - T (1- i+1) = Qt-Qt+1
3.5.3 Model Analisis Data
Model analisis data yabg digunakan dalam penelitian ini adalah model
ekonometrika Vector Auto Regression (VAR). Model VAR merupakan model
non-struktural, hal ini disebabkan dalam model VAR persamaan yang dibangun
tidak berdasarkan teori ekonomi yang ada, sedangkan model yang dibangun
berdasarkan teori disebut model structural. Model VAR sebenarnya merupakan
hasil kritik atas model persamaan simultan yang terlalu kompleks. Model VAR
pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada awal 1980-an dalam tulisannya yang
berjudul macroeconomics and Reality. Didalam model VAR semua variable yang
dipercaya memiliki saling ketergantungan akan dimasukkan kedalam model
sebagai variable endogen, hal ini berbeda dengan model simultan, dimana kita
harus mengidentifikasi setiapa variable kedalam dua kategori, yaitu variable
endogen dan variable eksogen.
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Dengan spesifikasi model sebagai berikut:.
dimana :
RERt : Nilai tukar rill pada periode t
It : Inflasi pada periode t
Rt : Bi rate pada periode t
PDRBt : Pertumbuhan ekonomi (PDRB) pada periode t
αo, o,θo, o : Intersep
αk. k,θk, o : Koefisien parameter,
U1,U2,U3,U4 : Error term
n & I : Panjang lag
Sebagai model dinamis pada data time series, model VAR memuat
beberapa perangkat analisis, yaitu Impulse Response Function (IFR), Forecast Error Varience Decomposition (FEVD) dan uji kausalitas.
3.5.4 Impulse Response
Didalam model VAR terdapat kesulitan dalam hal interpretasi koefisien,
maka dikembangkanlah analisis impuls respons. Analisis impuls respons
berfungsi untuk menunjukkan efek inovasi pada variable, dengan kata lain analisis
impulse resonse bias melacak respon dari variable endogen akibat adanya
...(2)
…(3)
guncangan (shock) didalam variabel gangguan. Perangkat analisis Impulse Response inilah yang menjadi bagian penting dalam analisis VAR sebagai alat untuk mendeteksi pengaruh kejutan dari setiap variabel yang juga digunakan
dalam penelitian ini. Nilai peramalan VAR dapat ditulis sebagai berikut:
= E(Y) + Σθi
= E(Z) + Σθi
Dimana:
E(Y) dan E(Z) masing-masing nilai rata-rata dari Y dan Z
3.5.5 Forecast Error Varience Decomposition (FEVD)
Varience Decomposition merupakan analisis yang digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi setiap variabel karena adanya perubahan
variabel tertentu didalam system VAR. Darmanto (2007 : 55) menerangkan bahwa
“dekompososisi varian ini menjelaskan proporsi pergerakan suatu series akibat
kejutan variabel itu sendiri dibandingkan dan kejutan variabel lain.” Rusiadi
(2009) menuliskan persamaan FEDV dapat digambarkan dengan persamaan
berikut:
ZtXt+1 = A0 + A1X1
Nilai A0 dan A1 digunakan mengestimasi nilai masa depan Xt+1
Artinya nilai FEDW selalu 100 persen, nilai FEDV lebih tinggi menjelaskan
kontribusi varians satu variabel transmit lainnya lebih tinggi.
3.5.6 Uji Kausalitas Granger
Granger causality merupakan pendekatan yang lazim digunakan untuk mendeteksi hubungan atau arah pemegaruhan antara dua variabel. Adapun metode
regresi dari Granger causality sama dengan metode VAR, yaitu meregres dengan lag dari masing-masing variabel. Karena Granger Causality hanya melibatkan dua variabel, maka pendekatan ini juga dikenal dengan bivariate VAR. Secara garis besar, persamaan dari Granger Causality test dapat dinotasikan sebagai berikut:
⋯ ⋯
⋯ ⋯ ѵ
Dimana:
x, y : variabel yang dites hubungannya
n: : banyaknya lag yang diikutsertakan dalam regresi
εν : error term
Dengan menggunakan lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel
yang lainnya, model tersebut mencoba mengestimasi seberapa besar variabilitas
dari variabel tersebut dapat dijelaskan yang kemudian diartikan dengan
‘dipengaruhi’. Terdapat empat kemungkinan hubungan pemengaruhan yang
dan y saling mempengaruhi, atau (iv) variabel x dan y tidak berhubungan sama sekali.
Pendekatan ini akan digunakan untuk mengkonfirmasi hasil estimasi VAR
sehingga dapat diyakini mengenai validitas arah hubungan dan siknifikan dari
variabel kebijakan moneter dan PDRB, pendekatan Granger Causality ini juga
digunakan untuk mengkonfirmasi hubungan kuantitas antar variabel moneter.
(Prastowo, 2007)
3.6Defensi Operasional
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan persentase peningkatan PDRB (Product
Domestic Regional Bruto) dari tahun ke tahun dalam satu persen.
2. Suku bunga SBI merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang
diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek
sistem diskonto dan lelang SBI dilakukan setiap awal bulan.
3. Inflasi adalah kecendrungan naiknya harga-harga barang secara umum dan
terus menerus dan diukur dalam persen
4. Nilai tukar rill dalam penghitungan ini menggunakan nilai tukar nominal
yang sudah dikoreksi dengan harga relative, yaitu harga di dalam negeri
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Kondisi Ekonomi Sumut
Adanya Master Plan Pengembangan Percepatan dan Perluasan Ekonomi
(MP3I) menjadi tonggak sejarah yang sangat penting bagi perekonomian sumut.
Hal ini menandakan dimulainya era pembangunan yang lebih berkelanjutan,
dengan mempertimbangkan aspek potensi dari tiap daerah, dan tidak berhenti
sampai disitu pembangunan wilayah yang terjadi diharapkan akan menciptakan
sinergi dan integrasi bagi kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan yang selama ini terpusat diwilayah Jawa dan Sumatera diharapkan
akan menyebar juga ke wilayah lain di Indonesia, sehingga tercipta pemerataan
pembangunan.
Berdasarkan data BPS pada 2013 struktur perekonomian Indonesia secara
spasial pada triwulan II-2013 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau
Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,15 persen, kemudian
diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,90 persen, Pulau Kalimantan 8,73 persen,
Pulau Sulawesi 4,81 persen, dan sisanya 4,41 persen di pulau-pulau lainnya
(www.bps.go.id)
Sebenarnya konsep pembangunan yang berkelanjutan dan terintegrasi
antar pusat-pusat pertumbuhan bukanlah konsep yang baru bagi perekonomian
Indonesia, kita mengenal konsep RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang)
pada era Orde Baru, hanya saja instabilitas politik dan kurangnya political will
Karena itu MP3I sangat diharapkan menjadi sebuah sejarah awal baru bagi
perekonomian Indonesia, tidak berhenti hanya sebatas konsep, namun juga unggul
dalam pengimplementasiannya.
Sebagai akibat dari adanya MP3I, hal ini juga tentu akan berdampak pagi
perekonomian Sumatera Utara. Dalam MP3I Sumatera Utara menjadi bagian dari
koridor Sumatera, dimana Sumatera Utara akan fokus pada pengembangan
Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit di Sei Mangkei dan Klaster Industri Hilir
Karet di Sei Bamban. Selain itu sebagai infrastruktur penunjang akan dibangun
juga Bandara Kualanamu (sudah mulai beroperasi sejak 2013), pembangunan
Jalan Tol Medan-Kualanamu, Kualanamu-Tebingtinggi dan Medan-Binjai serta
pembangunan Seaport Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara yang akan menjadi
international seaport.
Secara umum gambaran perkonomian Sumut selama semester I 2013
menunjukkan hasil yang cukup baik, PDRB selama Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 pada Semester I tahun 2013
meningkat 6,17 persen. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi,
dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi 8,66
persen, disusul oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8,49 persen,
sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,93 persen, sektor bangunan 7,10 persen
dan sektor pertambangan dan penggalian 6,65 persen. Pertumbuhan terendah
terjadi pada sektor industri, yaitu sebesar 3,34 persen. Sektor pertanian sampai
dengan semester I tahun 2013 memberi kontribusi terbesar terhadap PDRB
sebesar 21,35 persen, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,48 persen.
Sektor listrik, gas dan air bersih member kontribusi terendah terhadap
perekonomian yaitu sebesar 0,88 persen. Berdasarkan pendekatan penggunaan
(expenditure), pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 9,51 persen, disusul oleh konsumsi rumah tangga
7,83 persen, impor barang dan jasa 7,57 persen, konsumsi pemerintah 4,14 persen,
ekspor barang dan jasa 3,65 persen dan konsumsi lembaga swasta nirlaba 2,92
persen. Konsumsi rumah tangga sampai dengan semester I tahun 2013 memberi
kontribusi terbesar, yaitu sekitar 59,66 persen, disusul oleh pembentukan modal
tetap bruto 21,68 persen, dan pengeluaran konsumsi pemerintah 9,90 persen serta
ekspor barang dan jasa neto 8,02 persen (ekspor barang dan jasa sebesar 42,47
persen dan impor barang dan jasa 34,45 persen). Pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara pada Semester I tahun 2013 yang mencapai 6,17 persen, dari sisi sektoral
bersumber dari sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 1,51 persen,
menyusul dari sektor pertanian 1,16 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi
0,89 persen, sektor keuangan, persewaan danjasa perusahaan sebesar 0,69 persen,
sektor industri pengolahan sebesar 0,68 persen, dan jasa-jasa sebesar 0,63 persen.
Sedangkan sektor lainnya masing-masing di bawah 0,5 persen. Sedangkan
menurut penggunaan, sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari konsumsi rumah
tangga sebesar 4,85 persen, dan terendah bersumber dari konsumsi lembaga
swasta nirlaba sebesar 0,01 persen. Bila dilihat secara triwulanan, pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan II tahun 2013 dibandingkan dengan
Sedangkan bila dibandingkan PDRB triwulan II tahun 2013 dengan Triwulan II
tahun 2012 (y-on-y) pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara meningkat 6,18
[image:57.595.116.509.249.490.2]persen (www.bps.go.id)
Tabel 4.1
Nilai PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha/Sektor (miliar rupiah)