• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sungai Alas (Studi Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas, di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sungai Alas (Studi Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas, di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SUNGAI ALAS

(Studi Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di

Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara)

S K R I P S I

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh:

SIDRIANI HANDAYANI

060905010

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Sidriani Handayani NIM : 060905010

Departemen : Antropologi Sosial

Judul :SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif Tentang Pola

Pemanfaatan Sungai Alas, di Kecamatan

Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara).

Medan, November 2010

Pembimbing Skripsi A N.KetuaDepartemen:

Sekretaris

Dr. R. Hamdani Harahap , M.Si Drs. Irfan Simatupang,M.Si

NIP: 196402271989031003 NIP: 196411041991031002

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan oleh: Nama : Sidriani Handayani NIM : 060905010

Departemen : Antropologi Sosial

Judul :SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif Tentang Pola

Pemanfaatan Sungai Alas, di Kecamatan

Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara).

Pada Ujian Komfrehensif yang dilaksanakan pada: Hari

Tanggal : November 2010

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU Tim penguji terdiri dari :

1. Ketua : Dr. Fikarwin Zuska, M.A ( )

2. Anggota I : Drs. Yance, M.Si ( )

(4)

Halaman Persembahan

Seperti Mentari yang tanpa pamrih, selalu tulus

bersinar di kala pagi

Seperti Kasih yang tida henti memberikan damai

bagi insan Illahi

Seperti Rindu yang selalu mengebu walau menyiksa

naruni hati

Seperti itupula lah terimakasihku pada mu Allahu

Rabbi, dan Kedua Orang Tua ku….Atas nikmat

hidup dan lantunan doa hingga ku mampu menuliskan

bait kata dalam Skripsi ini…

Ayah dan Ibu tercinta…

Tiap tetes peluh, tiap gores luka, tiap detik perjuangan

untuk gadis kecil mu ini menjadi saksi penh cinta

dihadapanNya atas hak mu akan surga….

(5)
(6)

ABSTRAK

Sidriani Handayani 2010, judul :SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 180 halaman, 11 tabel, 2 skema dan 34 gambar. 16 daftar pustaka ditambah 15 sumber lain dan 13 lampiran.

Persoalan utama yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini adalah bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Faktor utama yang menentukan keberhasilan manusia dalam kehidupannya, pada umumnya sangat ditentukan oleh adaptabilitas atau kemampuan menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya. Cara-cara bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan inilah yang disebut kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Mintargo, 2000)

Penelitian ini mengkaji tentang : “SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif

Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara)”. Penelitian ini bertempat di Kecamatan Ketambe, Kabupaten

Aceh Tenggara, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini membahas permasalahan tentang bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah setempat dalam mengelola atau memanfaatkan Sungai Alas, serta bagaimana pola pemanfaatan Sungai Alas oleh masyrakat setempat ditinjau dari kearifan lokal terhadap Sungai Alas.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat mendeskripsikan. Teknik pegumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola fikir masyarakat dan pemerintah daerah sehingga dapat dilihat bagaimana cara kedua elemen masyarakat tersebut memanfaatkan dan mengelola Sungai Alas dari hal tersebut ingin dicapai pemanfaatan Sungai Alas yang berkelanjutan.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim…

Maha suci Allah, sang pencipta alam jagat raya ini, sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Penguasa kehidupan seluruh makhluk ciptaanNya, bermula dan kemudian juga kembali berpulang padaNya. Maha suci Allah sang Maha Pengatur roda kehidupan dunia dan akherat. Dialah satu-satunya pemilik hukum alam semesta ini. Alhamdulillahirabbil’alamin kepada-Mu Rabb Azza wa Jalla sebagai bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yang tidak pernah lepas dari jasad, ruh serta kehidupan dalam dunia ini, serta salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad SAW.

Akhirnya Skripsi penulis yang berjudul: SUNGAI ALAS (Studi

Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di Kecamatan

Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara) rampung terselesaikan berkat keikut sertaan dari

banyak unsur dalam kehidupan sosial penulis. Merupakan sebuah penghargaan bagi penulis yang kiranya teramat sangat besar hingga dapat menyelesaikan Skripsi ini, tak lain adalah berkat bantuan, dorongan dan masukkan dari orang-orang tersayang dalam hidup penulis.

(8)

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama Departeman Antropologi Sosial tercinta.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga akhir, penulis melibatkan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin,

M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memimpin

dan pemberi kebijaksanaan bagi seluruh Civitas Akademika FISIP USU. Penyelesaian skripsi ini juga tidak bisa lepas dari peran yang telah diberikan oleh Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.Si selaku pejabat sementara Ketua Departemen Antropologi. Dosen penasehat akademik, Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si. yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan. Begitu juga dengan dosen pembimbing, Bapak Dr. R. Hamdani

Harahap, M.Si. sebagai pembimbing penulisan skripsi ini yang selalu dengan

begitu sabarnya membimbing penulis hingga akhir skripsi ini. Peran serta beliau yang bijak memahami kondisi mahasiswa serta sikap beliau yang bersahabat dan penuh kewibawaan menghantarkan penulis pada semangat keberhasilan, terutama dalam karier yang insyaAllah kedepannya bisa lebih baik lagi, semoga Ridho, Rahmat dan Berkah Allah SWT selalu tercurah pada kita.

(9)

ucapkan terima kasih kepada pegawai dibagian kemahasiswaan, bagian akademik dan juga kepada Kak Nur yang juga berperan aktif dalam membantu pengurusan surat menyurat. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua penguji yaitu Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.A. Bapak Drs. Yance, M.Si. sebagai penguji I dan Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si. sebagai penguji II, yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam menghadiri ujian meja hijau penulis.

Tidak lupa pula ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya terhadap seluruh jajaran Pemerintah Daerah dan Masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara pada umumnya dan masyarakat Kecamatan Ketambe pada khususnya: Sabitah dan Pakcik TU yang telah menemani dalam wawancara di lapangan. Bapak Sekretaris BAPPEDA: Sunawardi Desky, Bapak Camat Ketambe: Zulkairnaen, SE, yang banyak mendukung dalam rangka melaksanakan penelitian ini. Selain itu juga, terima kasih kepada masyarakat Kecamatan Ketambe, yang banyak memberikan informasi, pengetahuan dan menjelaskan tentang banyak hal yang di butuhkan dalam penelitian ini.

Penghargaan terima kasih paling istimewa dan rasa cinta yang sebesar-besarnya penulis persembahkan untuk kedua orangtua penulis yaitu Ayahanda

AKBP Burhanuddin Desky, SH dan Ibunda Nurmini Sidra, S.Pd yang telah

(10)

penulisan skripsi ini, Randy Deardo Romhero Purba, serta kakandaku yang kedua Hanni Alqili Laury Desky, ST yang selalu memberikan motivasi dan masukkan membantu penulis dalam suka dan duka. Adik-adikku, Sidriana

Handayana Desky, SE, Rommy Kurniawan Desky dan Ronny Rivandhi

Desky untuk dukungannya selalu.

Untuk semua teman-temanku di Departemen Antropologi Soisal FISIP USU 2006: Alfian Azis, Alloynina AP Ginting,S.Sos, Atika Rizkiyana,S.Sos, Badai A Sikumbang, Benny R Pardosi,S.Sos, Carles D Gultom, Daniel Aroes D, Denny N Silaen, Desy Zulfiani, Elmanuala Pasaribu, Enny E Sitanggang, Erika M Nadeak, Fadly R Siambaton, Feber R Sihotang, Firman J Tambunan, Heksanta N Bangun, Helena T Damanik, Hemalea Ginting, Hendra Gunadi, Imanuel Kevin, Inggrid I Sihotang, Lasmiyanti,S.Sos, Lisnawati Tinendung,S.Sos, Look Sun W Pakpahan, Mardiana Harahap, Masridanur, Melda E Sitohang, M. Ziad Ananta, Natalia G Nainggolan, Noprianto A Tarigan, Oemar Abdillah, Rebecca H Suastika, Ricardo P Siahaan, Ricky Ermawan, Rully H Tumanggor, Sari A Ginting,S.Sos, Sri Nofika Putri, dan Wilfrid Syah Putra terimakasih telah menjadi teman seperjuangan bagiku, terimakasih atas hari-hari bersama kalian sahabat...

(11)

dikenal atau mengenal penulis, terima kasih. Sekalipun nama kalian tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun sesungguhnya Allah Maha Teliti lagi Maha Mengetahui yang telah mencurahkan cinta, doa, dan kasih sayang yang mulia kepada kita semua.

Dengan menyadari sepenuhnya keterbatasan yang ada pada diri penulis, skripsi ini masih banyak kekurangannya. Kendatipun demikian, penulis berharap agar isi yang ada dalam skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu Antropologi dan masyarakat Aceh Tenggara. Selain itu, penulis juga berharap agar penelitian ini ada yang dapat melanjutkannya lebih dalam lagi. Paling tidak, kerabat-kerabat mahasiswa di Departemen Antropologi dapat memanfaatkannya sebagai bahan bacaan untuk menulis skripsi dalam isu yang sama. Akhir kata, Kekurangan milik manusia. Kesempurnaan hanya dimilik Allah SWT. Terimah kasih atas segala dukungan, perhatian dan semoga bermanfaat.

Wassalam

Medan, November 2010

Sidriani Handayani

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ...iv

BAB I: PENDAHULUAN ...1

I.1. Latar Belakang ...1

I.2. Rumusan Masalah ...8

I.3. Lokasi penelitian ...8

I.4. Tujuan Penelitian ...9

I.5. Manfaat Penelitian ...9

I.6. Tinjauan Pustaka ... 10

I.7. Metode Penelitian ... 17

I.7.1. Teknik Pengumpulan Data ... 17

a.) Data Primer ... 17

b.) Data Sekunder ... 20

I.7.2. Teknik Analisis Data ... 21

BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 22

II.1. Sejarah Kabupaten Aceh Tenggara ... 22

II.1.1. Letak Geografis dan Lingkungan Alam ... 28

II.1.2. Pariwisata Aceh Tenggara ... 30

II.1.3. Pertanian Aceh Tenggara ... 35

II.2. Sejarah Singkat Kecamatan Ketambe... 36

II.3.1. Letak Geografis dan Keadaan Umum Kecamatan ... 37

II.4.Gambaran Masyarakat Kecamatan Ketambe ... 38

II.4.1. Komposisi Penduduk dan Jenis Kelamin ... 38

II.4.2. Agama dan Suku Bangsa ... 40

II.4.3. Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian ... 41

II.5. Sarana dan Prasarana... 46

II.5.1. Sarana Perhubungan (Transportasi dan Komunikasi) ... 46

II.5.2. Sarana Perdagangan dan Jasa ... 50

II.5.3. Pola Aktifitas Masy di Bidang Kesehatan dan Lingk ... 53

(13)

BAB III: PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SUNGAI ALAS

SEBAGAI SUMBERDAYA ALAM MILIK BERSAMA ... 56

III.1.Persepsi Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara Mengenai Sungai Alas ... 56

III.2. Persepsi Masyarakat Kecamatan Ketambe Mengenai Sungai Alas ... 60

III.2.1 Air Biasa ... 62

III.2.2 Kehidupan Saling Berpengaruh (Kompleks) ... 64

III.2.3. Hiburan atau Wisata ... 65

III.3.Kondisi Perairan Sungai ... 70

III.3.1. Topografi ... 74

III.3.2. Hidrologi ... 75

III.3.3. Hidrometeorologi ... 76

III.3.4. Geomorfologi ... 77

III.3.5. Letak Geografis Sungai Alas, DAS dan Sistem Sungai Alas ... 78

III.3.6. Debit Banjir ... 80

BAB IV: PEMANFAATAN SUNGAI SEBAGAI SUMBER DAYA ALAM MILIK BERSAMA DAN KEARIFAN LOKAL SUNGAI ALAS ... 90

IV.1. Kegiatan Pemanfaatan dan Pemeliharaan ... 90

IV.2. Peran Pemerintah Dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Sungai Alas ... 96

IV.2.1. Badan Perencana Pembangunan Daerah ... 98

IV.2.2. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah ... 99

IV.2.3. Dinas Kebudayaan dan pariwisata ... 99

IV.2.4. Dinas Pengairan ... 101

IV.2.5. Dinas Bina Marga dan Cipta Karya ... 103

IV.2.6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan ... 104

IV.3. Peran Masyarakat Ketambe Dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Sungai Alas ... 108

IV.3.1. Partisipasi... 109

IV.3.2. Pentingnya Partisipasi ... 111

IV.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 113

IV.4. Muatan Kearifan Lokal Dalam Pemanfaatan Sungai Alas ... 116

IV.4.1. Aturan-aturan Tentang Pemanfaatan Sungai Alas ... 117

IV.4.1.1. Aturan pemerintah dan Sanksi ... 117

IV.4.1.2. Aturan Adat dan Sanksi ... 118

IV.4.2. Jenis-jenis Kearifan Lokal ... 120

IV.4.3.Kearifan Lokal yang Masih Bertahan dan yang Sudah Hilang ... 126

BAB V: KESIMPULAN dan SARAN ... 127 DAFTAR PUSTAKA ...

Lampiran:

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

1.) Tabel I.1. Metode Penelitian ... 2.) Tabel II.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Menurut

Kecamatan tahun 2006-2008 ... 3.) Tabel II.2. Nama Ibukota Kecamatan Serta Jarak Ibukota Kabupaten, Luas

Pembagian Daerah Administrasi dan Jumlah Kemukiman Desa, berikut Kelurahan Tahun 2008 ... 4.) Tabel II.3. Komposisi Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Sex Ratio

Dirinci Perdesa Dalam Kec.Ketambe tahun 2008... 5.) Tabel II.4. Jumlah Pemeluk Agama Dirinci Menurut Agama Dalam

Kec.Ketambe Tahun 2008 ... 6.) Tabel II.5. Status Sekolah TK, SD, MIN/MIS, SLTP, MTs/MTsS, SMA,

MAN/MAS dan SMK/SMKS dalam Kec. Ketambe Tahun 2008 ... 7.) Tabel II.6. Jumlah Keluarga Pertanian dan Keluarga Buruh Tani Dirinci

Perdesa Dalam Kec. Ketambe Tahun 2008 ... 8.) Tabel II.7. Kantor POS dan Sarana Komunikasi Menurut Jenis

Dimasing-masing Desa dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008 ... 9.) Tabel II.8. Sarana Perekonomian di masing-masing Desa dalam Kec.

Ketambe Tahun 2008 ... 10.)

DAFTAR SKEMA

Skema Pembagian Persepsi Terhadap Sungai Alas Menurut Masy Ketambe Skema Pemanfaatan Sungai Secara Nasional

Skema Pemanfaatan Sungai di Kecamatan Ketambe

DAFTAR FOTO

Foto 1. Bandar Udara Alas Leuser

Foto 2. Ruas Jalan Ketambe Dengan Pepohonan

Foto 3. Ruas Jalan Ketambe Dengan Perumahan Penduduk Foto 4. Ruas Jalan Ketambe Dengan Lokasi Longsor Foto 5. Hari Pekan (Pasar Tradisional)

Foto 6. Aktivitas Mandi, Cuci dan BAB Foto 7. Anak Mandi Sungai

Foto 8. Pedagang Ikan Pepes Foto 9. Pedagang Makanan Ringan Foto 10. Mandi Meugang

Foto 11. Makan Di Pinggir Sungai

(15)

ABSTRAK

Sidriani Handayani 2010, judul :SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 180 halaman, 11 tabel, 2 skema dan 34 gambar. 16 daftar pustaka ditambah 15 sumber lain dan 13 lampiran.

Persoalan utama yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini adalah bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Faktor utama yang menentukan keberhasilan manusia dalam kehidupannya, pada umumnya sangat ditentukan oleh adaptabilitas atau kemampuan menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya. Cara-cara bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan inilah yang disebut kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Mintargo, 2000)

Penelitian ini mengkaji tentang : “SUNGAI ALAS (Studi Deskriptif

Tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas di Kecamatan Ketambe-Kabupaten Aceh Tenggara)”. Penelitian ini bertempat di Kecamatan Ketambe, Kabupaten

Aceh Tenggara, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini membahas permasalahan tentang bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah setempat dalam mengelola atau memanfaatkan Sungai Alas, serta bagaimana pola pemanfaatan Sungai Alas oleh masyrakat setempat ditinjau dari kearifan lokal terhadap Sungai Alas.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat mendeskripsikan. Teknik pegumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola fikir masyarakat dan pemerintah daerah sehingga dapat dilihat bagaimana cara kedua elemen masyarakat tersebut memanfaatkan dan mengelola Sungai Alas dari hal tersebut ingin dicapai pemanfaatan Sungai Alas yang berkelanjutan.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sungai adalah jalan atau ke sungai yang lain. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari membentuk sungai utama. Aliran air ini biasanya berbatasan dengan saluran yang dasar dan tebingnya berada di sebelah kiri dan kanannya. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi1. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi2, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen3 dan polutan4

1

Hidrologi (berasal dar

. Manfaat

yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan kualitas

2

Dalam

merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari

terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu

kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi)

3

Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utam

(bersama denga

pengendapan (precipitation) dari

4

Polutan atau baha

(17)

terbesar sebuah sungai adalah unt

pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di

Kalau Afrika boleh berbangga dengan Sungai Nil yang terpanjang di dunia, hingga tak kurang membelah sembilan negara, yaitu Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan dan tentu saja Mesir dengan panjang aliran sungai 6.650 km atau 4.13 dengan sungai terpanjangnya, Sungai Kapuas di Kalimantan Barat dengan panjang total 1.143 km serta menjadi rumah dari lebih 300 jenis ikan (www.wikipedia.com/sungai). Maka Pulau Sumatera, lebih tepatnya masyarakat Aceh Tenggara akan berbangga dengan Sungai Alasnya.

Sungai Alas mengalir jauh sepanjang 350 kilometer, memulainya dari aliran

kecil air jernih di dalam rimbun hutan Gunung Bipak, sekitar Keudah, kawasan Simpang Jernih kabupaten Gayo Lues, membelah Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) dan melintasi ratusan desa di Kawasan Ekosistem Lauser/KEL. (Buletin Lauser, Vol.6 2008 No.15, Juli 2008/Di Alas Mereka Gantungkan Hidup)

. Yuliana Rini DY dari Litbang Kompas, memaparkan bahwa, Paru-paru dunia ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Pernyataan ini tidak berlebihan, karena Aceh Tenggara menjadi salah satu pemilik kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kawasan seluas 1.094.692 hektar ini masuk dalam wilayah beberapa kabupaten, yaitu Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Tengah,

5

(18)

Gayo Lues, dan Langkat (Provinsi Sumatera Utara). Alirannya berakhir di muara kota Singkil dengan air telah berubah menjadi coklat berlumpur.

Daerah aliran sungai (DAS) Alas merupakan salah satu DAS terbesar di Nangroe Aceh Darussalam. Sungai ini melintasi 4 kabupaten, yakni Gayo Lues, Aceh Tenggara, Subussalam dan Singkil. DAS Alas merupakan kesatuan 18 Sub DAS. Ratusan sungai kecil dan besar alirannya bermuara ke Alas. Di Gayo Lues dan Aceh Tenggara sungai utamanya disebut Lawe Alas, di Subusallam Lae Soraya dan di Singkil di sebut Sungai Singkil. Beberapa sungai masuk dalam DAS Alas. Di Gayo Lues ada Weh Agusan, Weh Blang Bebeke, Alur Barawing Suluh, dll. Di Aceh Tenggara ada Lawe Gurah, Lawe Ketambe, Lawe Kompas, dan Lawe Serakut, dll. Di Subusallam ada Lawe Bengkung dan Lawe Singgersing.

Ribuan orang di desa-desa yang dilalui Sungai Alas mengantungkan kehidupan mereka dari jasa-jasa ekologi6

6

Ekologi adalah

dan ekonomi dari sungai tersebut. Pertanian di wilayah ini bergantung pada sumber air dari Alas. Sungai ini memberikan berkah tak ternilai bagi para petani, nelayan (peternak ikan), penyedia jasa transportasi air, hingga pemandu wisata arung jeram. Penggemar olahraga arung jeram pun dapat menjajal keganasan Sungai Alas yang sudah sangat termasyur sebagai lokasi pembuktian nyali untuk berarung jeram. Sambil mengarungi Sungai Alas ini, penggemar arung jeram akan disuguhi kesegaran air Sungai Alas, panorama keindahan alam hutan tropis Aceh, dan perkampungan

(19)

rakyat tradisional. Kawasan Sungai Alas antara Muara Situlen - Batu Injin merupakan objek ekowisata terkenal karena merupakan favorit turis asing untuk kegiatan arung jeram. Biasanya arung jeram dilakukan hingga ke Desa Gelombang Subulussalam. Namun rusaknya hutan TNGL di sepanjang sungai, menyebabkan pemandu wisata setempat tak berani lagi menawarkan keindahan TNGL kepada turis. Dari tahun 1994 – 2003 beberapa penduduk setempat, bekerja sebagai pemandu wisata. Setiap bulan mereka membawa 40 orang turis asing untuk arung jeram di Sungai Alas dan tracking ke dalam TNGL untuk melihat satwa. Namun setelah itu turis asing sama sekali tak pernah datang lagi ke sana. Kini hanya orang lokal yang datang berkunjung. Kawasan sepanjang Sungai Alas merupakan objek wisata yang menakjubkan yang bisa mereka promosikan hingga ke manca negara. Namun rusaknya hutan TNGL, akibat perambahan hutan yang menyebabkan erosi sungai, banjir bahkan longsor membuat mereka khawatir tak dapat lagi menawarkan keindahan Leuser pada para turis. (www.agaramedia.com)

(20)

Bahkan sebagian rumah yang terkena banjir sudah hanyut. Banjir mengikis tepi sungai sehingga semakin lebar. Desa Lawe Mengkudu cukup parah terkena banjir. Rumah warga paling banyak hilang, rusak berat, atau tertimbun tanah, batu, dan kayu. Pada tahun 2008 Perambahan di sepanjang Sungai Alas ini sangat merisaukan dan yang mengkhawatirkan adalah rusaknya hutan di pinggiran sungai menyebabkan bencana banjir besar semakin mengancam hilir Sungai Alas yang ada di Subulussalam dan Singkil. Saat ini saja di kedua wilayah itu setiap tahun terjadi musibah banjir yang menelan korban jiwa dan harta. Erosi sungai Alas mengakibatkan delapan desa sekitar sungai itu hilang dan 5.000 hektare lahan rusak. Sungai Alas sering disebut “Sungai Jantan” artinya, apabila meluap akan merusak lahan, rumah, dan saranan umum lainnya. Untuk mencegah terjadinya bencana alam yang lebih besar perlu dibuat dinding pengaman atau bronjong yang dapat mengurangi erosi, apabila sungai itu meluap.

Pemerintah kabupaten Aceh Tenggara membutuhkan dana sedikitnya Rp. 240 Miliar untuk melakukan normalisasi Sungai Alas dalam upaya mencegah terjadinya erosi dan banjir apabila meluap. Normalisasi sungai alas sudah sangat mendesak, saat ini Pemkab Agara sudah membentuk Unit Pengelolaan Teknis Dearah (UPTD) untuk melakukan normalisasi di bawah dinas pengairan

(21)

bisa terealisasi, maka tidak hanya mencegah banjir, tapi juga bisa dimanfaatkan

untuk irigasi, karena daerah tersebut merupakan wilayah pertanian, khususnya untuk

sawah. Apalagi mengingat Visi dan Misi Bupati Aceh Tenggara, dimana Visi

Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara adalah: “Terwujudnya masyarakat

Kabupaten Aceh Tenggara yang sejahtera, berbudaya, berwawasan

agroekonomi7

• Terbentuk suatu masyarakat yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi luhur, berkompetensi, dan berdisiplin;

berasaskan iman dan takwa” Pernyataan visi di atas disertai

dengan harapan bahwa pada akhirnya

• Terbentuknya suatu etos kerja yang baik pada diri aparatur Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;

• Terbentuknya masyarakat yang memahami dan mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup (green-society); dan

• Tumbuhnya perasaan ikut memiliki dan kebanggaan sebagai bagian dari masyarakat Aceh Tenggara.

Sedangkan Misi Kabupaten AGARA adalah

• Pengembangan perekonomian masyarakat berdasarkan konsep ekonomi kerakyatan.

• Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Aceh Tenggara.

7

(22)

• Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan sinergis antar pelaku pembangunan.

• Penguatan unsur-unsur Syariat Islam.

• Penegakkan supremasi hukum.

• Pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) serta pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) untuk kesejahteraan rakyat Aceh Tenggara.

Belakangan ini sungai ini sering meluap dan banjir, akibat aktivitas perambahan hutan dan illegal logging di sungai ini. Walaupun demikian Sungai Alas tetap menjadi denyut nadi bagi kehidupan masyarakat di sepanjang aliran sungai ini, dapat menjadi tujuan wisata alam untuk penikmat arung jeram, dan selain itu juga merupakan sumber mata pencaharian untuk menambah penghasilan keluarga dengan menjadi Nelayan (peternak atau penangkap ikan) dengan menjala, serta menggunakan keramba dengan memanfaatkan aliran Sungai Alas yang dialiri pada sebuah kolam ikan. Pertanian juga diwilayah ini bergantung pada sumber air Sungai Alas.

1.2Rumusan Masalah

(23)

1) Bagaimana kebijakan pemerintah setempat dalam mengelola atau memanfaatkan Sungai Alas.

2) Bagaimana pola pemanfaatan Sungai Alas oleh masyarakat setempat ditinjau dari kearifan lokal terhadap Sungai Alas.

1.3Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian akan diambil di kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, dimana lokasi ini merupakan lokasi yang sangat strategis untuk melihat kehidupan sosial budaya masyarakat pinggiran Sungai Alas dan apa-apa saja yang terjadi serta memberikan dampak dan pengaruh terhadap masyarakat sekitar. Pada lokasi ini juga di ketahui banyak dari masyrakatnya yang mengantungkan hidup dari adanya aliran Sungai Alas, baik itu sebagai pemandu wisata arung jeram, nelayan penangkap ikan dan lain sebagainya sehingga lokasi ini menurut saya layak untuk mewakili aliran Sungai Alas yang panjang tersebut.

1.4Tujuan Penelitian

(24)

bentuk penelitian ilmiah yang melihat bagaimana kondisi Sungai Alas di Kabupaten Aceh Tenggara.

Melihat lebih dalam lagi lingkungan yang terdapat di pinggiran Sungai Alas, bagaimana masyarakat memperlakukan lingkungannya, bagaimana turun serta Pemerintah dalam mengelola dan menjaga ekosistem Sungai Alas serta bagaimana peran Masyarakat dan Pemerintah terhadap keberlangsungan Sungai Alas.

1.5Manfaat Penelitian

Tentunya penelitian ini diharapkan sangat bermanfaat bagi Masyarakat sekitar dan Pemerintah daerah setempat untuk menjadi masukan dan acuan dalam menjaga keseimbangan dan kestabilan berkehidupan dan berdampingan dengan alam, Sungai Alas tentunnya, dalam hal membuat berbagai macam kebijakan dan kearifan lokal untuk pemeliharaan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam.

(25)

1.6Tinjauan Pustaka

Persoalan utama yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini adalah bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Faktor utama yang menentukan keberhasilan manusia dalam kehidupannya, pada umumnya sangat ditentukan oleh adaptabilitas atau kemampuan menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya. Sumber Daya Alam yang berlimpah dan sangat potensial dibeberapa daerah, bila tidak dikelola dengan baik oleh manusia bisa berubah menjadi bencana alam, seperti banjir, longsor, dan lain sebagainya. Pada umumnya merupakan manifestasi dari ketidak mampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mengelilingi mereka. Penyesuaian diri terhadap situasi yang dihadapi manusia, karena ini merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Cara-cara bagaimana manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan inilah yang disebut kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Mintargo, 2000)

(26)

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 2002:180). Kebudayaan yang juga disebut sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari.

Sungai Alas yang menjadi salah satu rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat membutuhkan pengelolaan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) demi berlangsungnya kehidupan masyarakat kabupaten Aceh Tenggara. Pentingnya pembangunan berkelanjutan di Indonesia dituangkan dalam pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 2002. Sustainable Development lebih difokuskan pada tujuan jangka panjang, dimana “Pembangunan adalah terpenuhinya kebutuhan generasi sekarang tanpa mengabaikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang” (Western Cape Education Department/WCED, 1987 ) sedangkan dalam defenisi yang lain “Pembangunan adalah meningkatkan kualitas hidup manusia dengan memelihara kapasitas untuk mendukung ekosistem” (United Nations

Environmental Program, Geneva 1991, dalam Manajemen Aset. Siregar. Doli D

2004: 55)

(27)

ekonomi, sosial dan sistem lingkungan harus ditekankan. Ekonomi yang berkelanjutan dalam hubungannya dengan kehidupan sosial sangat tergantung dari lingkungan negara tersebut dan sebaliknya. Kunci dari pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya saling support antara kegiatan ekonomi yang menimbulkan limbah dan pembangunan untuk meningkatkan kualitas ekologi sehingga menimbulkan keseimbangan lingkungan.

Jadi pembangunan berkelanjutan menaruh perhatian pada pertumbuhan ekonomi dalam kerangka menaikkan standar kualitas hidup dengan tetap melindungi dan bila dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Hal tersebut perlu disadari, bukan hanya demi menjaga kelestarian lingkungan hidup, tetapi cepat atau lambat dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang akan membawa dampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi, dan kualitas hidup manusia. Pertumbuhan ekonomi dan keuntungan dari terpeliharanya lingkungan hidup harus dipastikan dapat dinikmati oleh siapa saja dan tidak hanya dinikmati oleh sekelompok orang yang memanfaatkan Sungai Alas.

Kebijakan sentralisasi8 pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini telah menimbulkan kemubaziran (ineficiency) dan sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, KKN (Anwar, 1999 dalam Keanekaragaman Hayati Laut, Dahuri.Rokhmin 2003:274). Ini terjadi karena pembangunan yang sentralistis9

8

penyatuan segala sesuatu ke suatu tempat (daerah dsb) yg dianggap sbg pusat; penyentralan; pemusatan: saat ini sedang diusahakan -- tanaman tebu di sekitar pabrik gula;

, dalam pelaksanaannya hanya melakukan pendekatan dari atas atau pusat (Top

9

(28)

Down Approach), sehingga banyak program yang dilaksanakan tidak sesuai

dengan kebutuhan daerah.

Kecendrungan pemerintah untuk menghomogenkan program pembangunan di seluruh wilayah Indonesia telah merusak tatanan dan nilai-nilai adat (Social

Capital) lokal, serta menyebabkan kreativitas dan inisiatif baik dari pemerintah

maupun masyarakat daerah menjadi lumpuh dan tumpul, bahkan sangat bergantung pada pemerintah pusat. Dalam proses realisasi program pembangunan ini, tidak jarang terjadi praktek KKN, sehingga negara dirugikan. Fenomena tersebut membuktikan bahwa telah terjadi kegagalan kebijakan pemerintah akibat kebijakan dan strategi pembanguann bersifat sentralistis.

Menyadari hal itu, pemerintah mulai melakukan pergeseran paradigma pembangunan ke arah desentralisasi10

10

1 sistem pemerintahan yg lebih banyak memberikan kekuasaan kpd pemerintah daerah; 2 penyerahan sebagian wewenang pimpinan kpd bawahan (atau pusat kpd cabang dsb);

(29)

daerah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia akan menjadi makmur dan berkeadilan secara berkelanjutan.

Manusia seutuhnya adalah produk lingkungan (Friedrich Ratzel dan Ellen C Semple dalam Fedyani 2006:12-15), satu teori yang kemudian disebut

determinisme lingkungan. Teori ini menegaskan bahwa seluruh aspek kebudayaan

dan prilaku manusia disebabkan secara langsung oleh pengaruh-pengaruh lingkungan.

Dua gagasan yang esensial bagi pandangan ekologis melekat dalam konsep kausalitas resiprositas: gagasan bahwa lingkungan maupun kebudayaan tidaklah terjadi begitu begitu saja, melainkan masing-masing didefenisikan menurut yang lain, dan gagasan bahwa lingkungan memainkan peranan aktif, tidak hanya semata-mata memainkan peranan yang terbatas, atau selektif, dalam kehidupan manusia. Pada saat yang sama harus pula kita ingatbahwa pengaruh relative dari lingkungan dan kebudayaan dalam suatu hubungan umpan balik tidak setara (Dalam Antropologi Kontemporer, Saifuddin. Achmad Fedyani 2006, Kaplan dan Manners, 1972:79). Menurut pandangan ini, kadang-kadang kebudayaan memainkan peranan lebih aktif dan kadang-kadang lingkunganlah yang lebih menentukan.

(30)

paling dekat dengan kegiatan-kegiatan subsistensi dan tatanan ekonomi” (Ibid, Steward,1955:37). Selanjutnya “metode” ekologi kebudayaan meliputi analisis:

1. Hubungan antara lingkungan dan teknologi eksploratif atau prodiktif.

2. Hubungan antara pola-pola “prilaku” dan teknologi eksploratif.

3. Seberapa jauh pola-pola prilaku itu memengaruhi sector-sektor lain dari kebudayaan (Steward, 1955: 40-41)

Ekologi kebudayaan mempertahankan pandangan posibilisme untuk unsur-unsur kebudayaan spesifik. Tujuan Steward adalah “untuk menjelaskan asal usul cirri kebudayaan tertentu dan pola-pola kebudayaan yang membesarkan cirri khas daerah-daerah yang berbeda-beda” (1955:36). Metodenya menuntut agar kajian-kajian yang rinci mengenai kelompok lokal di lingkungan bisa dilaksanakan sebagai prasyarat untuk membangun generalisasi (Vayda dan Rappaport, 1968:489 Dalam Antropologi Kontemporer, Saifuddin. Achmad Fedyani 2006).

(31)

yang secara historis berlainan. Vayda dan Rappaport berpendapat bahwa pendekatan ini tidak perlu berarti bahwa lingkungan menyebabkan terjadinya suatu kebudayaan karena alasan-alasan berikut:

1. Prosedur sample tidak mencukupi untuk menghilangkan kemungkinan korelasi-korelasi lain.

2. Meskipun korelasi itu secara statistic bermakna, korelasi-korelasi tidak harus berarti hubungan sebab-akibat.

3. Meskipun korelasi-korelasi yang signifikan dan kausalitas di tunjukan, tidaklah perlu berarti hubungan tersebut niscaya ada, sebagaimana yang diyakini Steward.

Kelemahan pendekatan ekologi kebudayaan Steward yang lain adalah perlakuannya bahwa inti kebudayaan seolah-olah hanya mencakup teknologi. Berbagai kajian menunjukkan bahwa ritual dan ideologi juga berinteraksi dengan lingkungan.

1.7Metode Penelitian

(32)

sedalam-dalamnya secara terperinci dan mendetail yang didasarkan dari pengamatan dan wawancara.

Untuk memperoleh kedua sumber data tersebut, saya sangat memperhatikan aspek manusia, yang sangat menunjang untuk memperoleh informasi dengan berusaha mengembangkan hubungan yang baik dengan para informan.

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data

1.Data Primer

(33)

Informan tersebut tidak mutlak, bisa saja berubah. Bergantung pada kebutuhan penelitian dan seberapa besar masukan yang dapat bermanfaat untuk penelitian ilmiah, skripsi saya ini.

Disini saya belum menetukan siapa informan pangkal, informan kunci, dan informan biasa, karena informan yang dianggap representatif atau informan yang berkompeten nantinya akan didapat sewaktu saya turun ke lapangan. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari berbagai versi tidak bisa disebutkan oleh informan kunci atau biasa. Bisa jadi informan kunci berubah posisi menjadi informan biasa, contoh: ketika saya menayakan kepada Bupati yang dianggap sebagai informan kunci, ternyata yang lebih tahu dan berkompeten untuk menjawab serta benar-benar paham keadaan lingkungan sekitar adalah Masyarakat.

Pada dasarnya mengobservasi adalah mengamati suatu gejala yang berada dalam kehidupan sosial disebuah lokasi penelitian yang sudah ditentukan, dengan kata lain saya akan mengamati kegiatan yang ada di pinggiran Sungai Alas, serta mencoba memahami yang saya amati tersebut dengan menggunakan kacamata orang-orang yang saya teliti (emic view). Setelah itu hasil dari pengamatan akan saya tuangkan kedalam catatan pengamatan lapangan dan saya juga mempergunakan alat bantu yang dapat mempermudah penelitian diantaranya alat perekam berupa tape recorder, dan kamera untuk foto.

(34)

Diantaranya adalah wawancara mendalam (Depth Interview) dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam yang ditujukan pada informan kunci dan menggunakan Interview Guide, sedangkan wawancara sambil lalu tanpa pedoman wawancara.

Wawancara mendalam diarahkan pada informan kunci yang dianggap berkapasitas untuk memberikan informasi mengenai penelitian ini, diantaranya adalah pihak-pihak yang berkompeten untuk menjawab. Sedangkan yang menjadi informan biasa (bisa saja berubah menjadi informan kunci) adalah masyarakat yang berada di daerah aliran Sungai Alas, daerah Ketambe.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki ketekaitan fungsi dan kegunaan dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah:

Studi kepustakaan, sebagai teknik pengumpulan data selanjutnya untuk mendukung pencarian data dan informasi lebih banyak dari berbagai buku.

(35)
(36)

Lebih jelas Metode penelitian dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut ini:

No Rumusan Masalah Jenis data Sumber Data Metode Pengumpulan Data

Metode Analisis Data 1 Bagaimana pola

pemanfaatan Sungai Alas oleh masyarakat setempat ditinjau dari kearifan lokal terhadap Sungai Alas

Data Primier Masyarakat Observasi dan wawancara pada masyarakat.

Deskriptif

2 Bagaimana kebijakan pemerintah setempat dalam mengelola atau memanfaatkan Sungai Alas.

Data Primier dan Data Sekunder

Pemerintah Daerah Wawancara dan pengumpulan surat keputusan Pemda setempat.

(37)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. 1 Sejarah Kabupaten Aceh Tenggara

Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah sat Provinsi Nanggroe disingkat dengan nama AGARA dahulunya adalah bagian dari kabupaten Aceh Tengah, yang dimekarkan menjadi sebuah Kabupaten. Pembentukan Kabupaten ini ditetapkan dengan Undang-Undang No.4/1974 tentang pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara.

Sejarah perjuangan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Aceh membebaskan diri dari penjajahan tidak bisa dilepaskan dari perang yang terjadi di Lembah Alas dan dataran tinggi Gayo Lues, dua wilayah tersebut yang menjadi cikal bakal lahirnya Kabupaten Aceh Tenggara. Adanya beberapa kali perang besar yang terjadi di Tanah Alas dan Gayo Lues, (seperti perang Likat dan perang Kuta Rih), membuat susunan pemerintahan di seluruh Aceh mulai dibenahi pada awal tahun 1946 dengan mengelompokkan daerah-daerah yang berada “di tengah” Aceh, seperti: Takengon, Gayo Lues, dan Tanah Alas ke dalam satu keluhakan yang disebut Keluhakan Aceh Tengah. Ibukota keluhakan direncanakan digilir setiap enam bulan antara Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane.

(38)

Timur, dan Aceh Utara dengan menempuh jarak sekitar 850 km, mengakibatkan pelaksanaan pemerintahan tidak berjalan efektif dan semestinya. Terlebih lagi saat meletusnya Peristiwa Aceh (Daud Bereueh) pada tanggal 21 September 1953, yang mendorong beberapa tokoh asal Provinsi Sumatera Utara untuk mencoba menarik Tanah Alas ke dalam wilayah Sumatera Utara. Namun dari itu, upaya ini tidak mendapat dukungan dari rakyat di Tanah Alas, masyarakat Aceh Tenggara menolak.

(39)

Rakyat Tanah Alas dan Gayo Lues dengan ketua terpilih T. Syamsuddin. Pada tahun 1957 diadakan rapat raksasa di Kutacane dengan dihadiri sekitar 200.000 orang untuk menyatakan sikap mendukung pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara.

(40)

pertama. (http://gayoaceh.wordpress.com/2009/10/20/aceh-tenggara-masa-lalu-hingga-masa-kini/)

Aceh Tenggara didiami oleh masyarakatnya yang sebagian besar bersuku Alas. “Ukhang Alas”, “Khang Alas” atau “Kalak Alas” begitu masyrakat disini biasa menyebut diri mereka dalam bahasa alas yang berarti “Orang Alas” untuk menunjukan jati diri mereka sebagai orang yang bersuku asli Alas dan telah lama mendiami Lembah Alas. Kata "Alas" dala berkaitan dengan keadaan daerah ini yang membentang datar seperti tikar atau landasan karena berbentuk lapangan yang sangat luas di sela-sela Selain suku Alas, terdapat juga suku-suku lain yang ikut memberikan keragaman di daerah yang juga lazim disebut Tanah Alas ini. Seperti Suku Gayo, Batak, Jawa, Minang, dan sebagainya.

Saat ini kepadatan penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara sudah mencapai ± 175.501. Hal ini dapat diartikan sudah semakin banyaknya penduduk yang bermukim di Tanah Alas, dengan kepadatan 32 jiwa/km2. Dengan tingkat pertumbuhan 1,67% pertahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel jumlah penduduk di bawah ini:

Tabel II.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Kecamatan Tahun 2006-2008

(41)

4 Lawe Sigala 17.333 17.577 17.691 5 Babul Makmur 11.656 11.820 11.897 6 Semadam 10.285 10.430 10.498 7 Leuser 3.403 3.451 3.473 8 Bambel 15.105 15.318 15.417 9 Bukit Tusam 9.379 9.511 5.487 10 Lawe Sumur 5.376 5.452 9.573 11 Babussalam 23.962 24.300 24.457 12 Lawe Bulan 14.729 14.937 15.034 13 Badar 12.327 12.501 12.582 14 Darul Hassanah 11.005 11.160 11.233 15 Ketambe 8.558 8.679 8.735 16 Deleng Pokhisen 4.993 5.003 5.035

Jumlah 171.933 174.371 175.501

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tenggara

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya kepadatan penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara terus meningkat. Apalagi semakin berkembangnya sarana pendukung untuk transportasi memasuki kabupaten ini, seperti transportasi darat yang menggunakan mobil atau motor. Saat ini sarana transportasi udara juga sudah beroperasi di Kabupaten Aceh Tenggara.

(42)

pesawat mini jenis Casa. Diantaranya NBA (Nusantara Buana Air) dimana harga tiketnya masih disubsidi oleh Pemkab Agara, yang memberikan subsidi kepada masyarakat sebesar Rp 100.000 per seat dari delapan seat yang tersedia. Selain pesawat mini NBA, ada juga pesawat Susi Air (tidak disubsidi oleh pemerintah daerah). Kesemua pesawat ini melayani penerbangan tujuan Kutacane, Penerbangan dilakukan setiap hari dalam seminggu. Meskipun dengan pesawat mini masyarakat bisa menikmati perjalanan menuju Medan atau Banda Aceh hanya dalam sekejab. Jalan tempuh via darat dari Kutacane menuju Medan atau Banda Aceh, relatif sangat jauh dan memakan waktu. Dengan adanya akses transportasi udara seperti ini menunjukkan semakin terbukanya Kabupaten Aceh Tenggara kepada dunia luar.

(43)

II.1.1 Letak Geografis dan Lingkungan Alam

Kabupaten Aceh Tenggara yang beribu kotakan Kutacane ini memiliki jarak tempuh sekitar 900 KM dari ibukota kabupaten ke ibukota provinsi di Kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan untuk letak geografis Aceh Tenggara terletak antara 03055’23”-04016’37 Lintang Utara dan 96043’23’ 98010’32 Bujur Timur. Dengan luas wilayah kabupaten 4.231,41 KM2 yang berbatasan dengan beberapa Kabupaten dan Provinsi di sekitarnya, yaitu:

• Di sebelah utara Aceh Tenggara berbatasan dengan kabupaten Gayo Lues,

• Di sebelah selatan Aceh Tenggara berbatasan dengan kabupaten Aceh Selatan/ Aceh Singkil dan Kabupaten Dairi (Sumatera Utara)

• Di sebelah timur Aceh Tenggara berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara dan Aceh Timur

• Di sebelah barat Aceh Tenggara berbatasan dengan kabupaten Aceh

Selatan.

(44)

di lembah Leuser, bentuk kabupaten ini bila dilihat dari udara jelas berbentuk seperti danau yang kering (mirip kuali). Sebab, daerahnya dikelilingi oleh gunung. Diantaranya Gunung Leuser dan Bukit Barisan. Daerah Kabupaten Aceh Tenggara juga memiliki 16 Kecamatan, 51 Mukim, dan 385 Desa/Kelurahan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel II.2 Nama Ibukota Kecamatan Serta Jarak ke Ibukota Kabupaten, Luas Pembagian Daerah Administrasi, dan Jumlah Kemukiman,

Desa, berikut Kelurahan Tahun 2008.

NO Kecamatan Ibukota Kecamatan

(45)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, Kecamatan Ketambe yang sebagai lokasi penelitian penulis memiliki jarak tempuh 19KM dari ibukota kabupaten di Kecamatan Babussalam. Namun hal tersebut tidak membuat Kecamatan Ketambe terisolasi karena adanya jarak yang cukup jauh tersebut, hal ini dapat dibuktikan dari masih banyaknya sarana perhubungan yang memadai di Kecamtan tersebut untuk berkomunikasi dengan masyarakat luar. Sedangkan jarak tempuh yang sangat jauh dari tabel diatas dapat dilihat adalah Kecamatan Leuser yang memiliki jarak 50 KM dari ibukota kabupaten.

II.1.2. Pariwisata Aceh Tenggara

Pada dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk pariwisata, diantaranya adalah wisata alam Sungai Alas yang sudah dikenal luas sebagai tempat olah raga Arung Jeram (Rafting) yang sangat menantang ataupun sebagai sarana rekreasi sungai pada umumnya. Pariwisata Aceh Tenggara cukup besar, hal ini dapat dilihat dari kekayaan alam yang dimiliki wilayah ini. Ada beberapa lokasi yang sangat strategis untuk dikembangkan maupun telah menjadi objek wisata di kabupaten ini seperti Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL), Taman Wisata Lawe Gurah, Sungai Alas, Gua Lawe Sikap, Gunung Deleng Pokhisen, Air Terjun Lawe Dua, Pemandian Alam Pantai Barat, Pemandian Air Panas Uning Sigugur, dan lain-lain, seperti:

(46)

Taman Nasional Gunung Lauser atau biasa disingkat dengan nama TNGL adalah sebuah daerah cagar alam nasional terbesar yang terdapat di kabupaten ini. Taman ini juga taman terbesar di Indonesia dengan luas sekitar 850.000 ha dan mewakili seluruh ekosistem hutan hujan yang ada dari daerah rawa sampai dataran tinggi. Di daerah hutan hujan ini, setiap pengunjung dapat menikmati berbagai kehidupan Flora dan Fauna, seperti Bunga “Rafflesia Arnoldii” atau bunga Padma raksasa yang merupakan jenis bunga yang terpopuler di antara 3500 spesies tumbuhan yang terdapat di kawasan ini. Bunga ini merupakan bahkan merupakan bunga terbesar di Aceh Tenggara. Kehidupan fauna yang bias kita lihat disini,seperti Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Orang Utan (Pongo abelii), Siamang (Symphalangus syndactylus), Gibbon Bertangan Putih, bermacam Serangga, Burung, dan jenis binatang lainnya yang ada di TNGL Kabupaten Aceh Tenggara.

o Taman Wisata Lawe Gurah

(47)

o Sungai Alas

Sungai Alas atau masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan nama Lawe

Alas adalah sungai yang memiliki arus air yang cukup kuat, sehingga sangat

strategis untuk kegiatan wisata arung jeram. Nama Sungai Alas sudah termasyur dalam olah raga arung jeram karena memiliki arus sungai Grade 4. Banyak turis asing maupun penikmat arung jeram dalam negeri yang datang ke daerah ini untuk menantang kuatnya arus Sungai Alas. Selain arus sungai yang sangat deras untuk olahraga arung jeram, Sungai Alas juga memiliki pemandian alam dengan kesejukan air pegunungan. Ikan sungai yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah jenis ikan Jurung, Lele, Ikan Mas, Nila, Mujair, dan Ikan Dundung.

o Gua Lawe Sikap

Diantara objek wisata yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara ini, salah satu objek wisata yang cukup menarik adalah gua kelelawar Lawe Sikap yang terdapat di kecamatan Lawe Alas. Gua ini memiliki daya tarik tersendiri karena terdapat gantungan bebatuan. Kita dapat menikmati keindahan stalagtit dan stalagmit dalam gua ini. Adanya tumpukan guano dan adanya sumber mata air minum yang bersih. Jarak tempuh dari Kutacane sekitar 5 km dengan waktu tempuh sekitar 25 menit untuk mencapai Gua Lawe Sikap.

o Gunung Deleng Pokhisen

(48)

panorama dan pemandangan yang sangat indah, kemudian juga terdapat dataran yang berfungsi sebagai camping ground untuk setiap pengunjung yang ingin mencoba bermalam di Gunung Deleng Pokhisen ini.

o Air Terjun Lawe Dua

Air Terjun Lawe Dua terdapat di Kecamatan Bukit Tusam. Air terjun ini masih sangat asli dan alami, airnya yang sejuk dan dingin belum dikelola dan disentuh secara terorganisir oleh pihak-pihak tertentu sehingga memberikan sebuah daya tarik tersendiri untuk menikmati pemandian alam yang bersumber murni dari air terjun.

o Pemandian Alam Pantai Barat

Pemandian Alam Pantai Barat merupakan sarana rekreasi keluarga yang terdapat di Sungai Kali Bulan Kecamatan Badar. Sungai untuk pemandian ini sudah dikelola dengan seksama dan setiap minggunya memberikan hiburan kepada para pengunjung. Banyak pondok-pondok peristirahatan di sekitar sungai, menjadikan tempat pemandian ini semakin digemari masyarakat untuk merasakan air sungai yang sejuk dan dingin.

o Pemandian Air Panas Uning Sigugur

(49)

celcius. Banyak masyrakat yang percaya dan datang ke pemandian air panas ini dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Selain untuk berekreasi, objek-objek wisata tersebut dapat juga kita manfaatkan untuk tujuan pendidikan, penelitian ataupun olahraga. Untuk tujuan pendidikan sudah ada laboratorium penelitian dan camping ground yang dapat digunakan oleh siswa dan mahasiswa, serta peneliti dari lembaga-lembaga penelitian dan universitas dalam bidang biologi, kehutanan, ekologi, zoologi, dan iklim. Untuk rekreasi dan olahraga, arus deras Sungai Alas menawarkan tantangan yang menggairahkan bagi pengarung jeram. Dengan menggunakan jasa pemandu lokal, yang biasanya adalah pemuda-pemuda kampung setempat, wisatawan sudah bisa menikmati keindahan rimba raya alam Aceh Tenggara tanpa perlu takut tersesat.

(50)

antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), pariwisata di Kabupaten Aceh Tenggara dapat menggeliat lagi.

II. 1. 3. Pertanian Aceh Tenggara

(51)

II.2. Sejarah Singkat Kecamatan Ketambe

Penelitian tentang Pola Pemanfaatan Sungai Alas ini peneliti lakukan di Kecamatan Ketambe yang memiliki 25 Desa, tapi tidak seluruh desa peneliti ambil untuk memperoleh informasi penelitian karena dengan beberapa desa saja rasanya sudah cukup representative menghantarkan data yang ingin dicari. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian saya adalah, Desa Jonggar, Desa Lawe Penanggalan, Desa Jambur Lak-Lak, Desa Lawe Mengkudu, Desa Ketambe dan Desa Lawe Gekh-Gekh.

(52)

II.2.1 Letak Geografis dan Keadaan Umum Kecamatan

Kecamatan Ketambe yang ber Ibu Kota Kecamatan Lawe Beringin ini, memiliki luas kecamatan 5.005 Ha, dengan batas-batas kecamatan:

• Sebelah Utara : Kabupaten Gayo Lues

• Sebelah Selatan : Kecamatan Badar

• Sebelah Barat : Kecamatan Darul Hasanah

• Sebelah Timur : Provinsi Sumatera Utara

(53)

II.3 Gambaran Masyarakat Kecamatan Ketambe

Masyarakat yang berada di Kecamatan Ketambe ini pada umumnya didominasi oleh dua Suku yaitu Alas dan Gayo. Penduduk yang ada di Kecamatan Ketambe ini juga ada yang bersuku Jawa, Minang, Batak dan-lain-lain. Sebenarnya dahulu suku yang ada di daerah ini adalah Alas dan Gayo. Akan tetapi setelah berkembangnya kehidupan masyarakat, banyak penduduk lain yang datang dan bermungkim di Kecamatan ini tersebut. Termasuk Warga Negara Asing (WNA) yang tengah berwisata atau melakukan penelitian di daerah Ketambe. Adanya percampuran budaya antara satu suku dengan suku yang lainnya telah membuat perubahan secara adat istiadat pada masyarakat Ketambe itu sendiri. Dahulu masyarakatnya masih sangat memegang teguh adat istiadatnya. Namun setelah bercampur baurnya penduduk antar satu suku dengan suku yang lainnya telah membuat pergeseran nilai budaya bagi masyarakat Ketambe.

II.3.1 Komposisi Penduduk dan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Kecamatan Ketambe yang terdiri dari 25 Desa adalah berkisar 10, 599 Jiwa, dengan rincian Laki-laki 5,119 dan Perempuan 5,480 Jiwa. Untuk Lebih jelasnya, jumlah penduduk untuk masing-masing desa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel II. 4 Komposisi Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Sex Ratio Dirinci Per Desa Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008

NO Desa Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio 1 Deleng Damar 170 155 325 109.68 2 Simpang III Jongar 239 231 470 103.46 3 Penyebrangan

Cingkam

(54)

5 Lawe Penanggalan 347 473 820 73.36

Sumber : Registrasi Penduduk Akhir Tahun (diolah) Kecamatan Ketambe

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Ketambe berdasarkan jenis kelamin lebih banyak berjenis kelamin Perempuan (5,480) dibandingkan dengan jenis kelamin Laki-laki (5,119) dengan total keseluruhan penduduk kecamatan Ketambe 10,599 jiwa.

II.3.2 Agama dan Suku Bangsa

(55)

Tabel II. 5 Jumlah Pemeluk Agama Dirinci Menurut Agama Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008.

N O

Desa Islam Protestan Katolik Hindu Budha Jumla h

Sumber : Kantor UrusanAgama Kecamatan Ketambe

(56)

tengah melakukan penelitian di Stasiun Penelitian Ketambe-Taman Nasional Gunung Leuser. Kehidupan umat beragama di Kecamatan ini berlangsung damai, saling menghargai dan memiliki toleransi yang tinggi antar umat beagama. Warga Ketambe terbuka terhadap pendatang, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat yang dengan ramah terhadap WNA walaupun berlainan agama. Selain itu masyarakat Ketambe juga memiliki kegiatan keagamaan seperti wirit ataupun

pengajian yang diadakan oleh warga bersamaan dengan tetangga mereka,

Biasanya kegiatan ini terlaksana di rumah salah satu warga secara bergantian.

II.3.3 Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian

(57)

Tabel II. 6 Status Sekolah TK, SD, MIN/MIS, SLTP, MTsN/MTsS, SMA, MAN/MAS, & SMK/SMKS Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008

N O

Desa Nama Sekolah Negeri Swas ta

Jl Kutacane-Belangkejeren MTsN Jongar  1

1

Lawe Penanggalan MTsS Badrul Ulum  1

Lawe Penaggalan SMPS BAdrul Ulum  1

5

Lawe Penanggalan MAS Badrul Ulum  1

6

Jongar Raya SMAN 2 Badar  1

7

Lawe Penanggalan SMKS BAdrul Ulum 

Sumber: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Aceh Tenggara

(58)

sebagai buruh bangunan akan keluar dari desanya dan merantau di desa lain yang masih dalam ruang lingkup Kabupaten. Tapi bagi pemuda yang bekerja sebagai buruh kebun biasanya menetap di desa dengan bekerja di kebun milik orang tuanya atau di kebun milik orang lain. Walaupun banyak pemuda yang tidak bersekolah, ada juga pendidikan informal di desa. Pendidikan informal ini berupa pengajian rutin di Masjid.

(59)

menyambung hidup lebih jelasnya keadaan mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ketambe dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel II.7 Jumlah Keluarga Pertanian dan Keluarga Buruh Tani Dirinci Per Desa Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008

NO Desa Jumlah

Sumber : Registrasi penduduk Akhir tahun (diolah) Kecamatan Ketambe

(60)

ini seperti, seorang petani yang kesehariannya menjadi seorang petani perkebunnan juga memiliki usaha dagang makanan ringan di depan rumahnya. Atau kasus lainnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hal tersebut merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya.

Selain itu pekerjaan atau mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ketambe yang dominan adalah sebagai Petani, yang dibagi menjadi dua, yaitu petani perkebunan dan petani padi. Petani perkebunan maksudnya adalah seorang petani yang bekerja di kebun dengan memanfaatkan kebun-kebun di sekitar Ketambe, misal kebun karet, kebun jagung, dan lain sebagainya. Sedangkan petani padi maksudnya adalah seorang petani yang bekerja di sawah, di bidang pertanian. Di Kecamatan Ketambe sendiri, lahan untuk persawahan termasuk sedikita dan bergantung musim atau bias dikatakan tidak ada karena daerah Ketambe meupakan daerah dataran tinggi dimana air untuk persawahan hanya bergantung pada gujan dan tidak bias dialiri oleh air sungai. Usaha bersawah atau berkebun di Kecamatan Ketambe mengikuti musim, dimana sebenarnya mata pencaharian ini merupakan mata pencaharian yang dominan digeluti masyarakatnya. Mengikuti musim maksudnya adalah menunggu datangnya saat yang tepat untuk melukan usaha bersawah cocok tanam padi, menggingat turunnya hujan, ataupun hal-hal lain.

II. 4. Sarana dan Prasarana

(61)

pendidikan, kesehatan, sarana ibadah, balai adat, dan sarana olah raga. Semua sarana tersebut untuk menunjang kebutuhan masyarkatnya dan juga pembangunan Kecamatan Ketambe itu sendiri.

II.4.1 Sarana Perhubungan (Transportasi dan Komunikasi)

(62)

Ruas Jalan Ketambe: Jalan menuju Kecamatan Ketambe yang masih asri dengan rimbunnya pepohonan disatu sisi ruas jalan dan satu sisi lagi dialiri Oleh Sungai Alas. (Foto: Sidriani Handayani)

(63)

Ruas Jalan Ketambe: Salah satu titik longsor yang terdapat pada jalan menuju Kecamatan Ketambe. (Foto: Sidriani Handayani)

Masyarakat di Kecamatan Ketambe juga tidak terlalu sulit dalam memperoleh informasi. Hampir setiap kepala keluarga mempunyai televisi (TV) di rumahnya masing-masing. Televisi tersebut juga dilengkapi dengan parabola digital. Saat ini warga bisa mengakses siaran lokal maupun siaran mancanegara. Sumber informasi lainnya yang bisa diakses oleh warga adalah Radio. Dalam satu rumah tangga bisa jadi memiliki satu televisi dan satu radio, atau tidak memiliki televisi tapi menggunakan radio. Selain itu, sumber informasi yang juga dapat dirasakan warga adalah berupa alat komunikasi Handphone (HP).

(64)

Tabel II. 8 Kantor Pos dan Sarana Komunikasi Menurut Jenis Dimasing-masing Desa Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008

NO Desa Kantor Pos/Kantor Pos

Pembantu

Radio Televisi Telepon/H P

Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Ketambe

II.4.2 Sarana Perdagangan dan Jasa

(65)

Raya), dimana mereka turun ke jalan raya untuk tranksaksi jual beli kebutuhan bahan pokok makanan atau Hari Pekan bisa juga diartikan dengan hari yang cukup lengang (santai) dimana bisa dilakukan transaksi jual beli oleh masyarakat di pasar. Pasarpun bukan sebuah lokasi khusus untuk berdagang, tapi langsung jalan raya. Biasanya pada hari pekan, masyarakat akan tumpah ruah di jalan raya untuk menjual hasil bumi dari kebun, sawah atau kolam mereka. Hari pekan bisa dikatakan seperti pasar dadakan, dan hanya berlangsung cukup singkat waktunya dalam satu hari itu, berkisar dari pagi hari hingga pukul 12 siang hari. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya pasar induk tempat masyarakat membeli kebutuhan di Kecamatan Ketambe. Pasar Induk berada di ibukota kabupaten, di Kutacane. Mengingat jarak yang cukup jauh dari Kecamatan Ketambe ke Kutacane, membuat masyarakat memutar otak untuk melangsungkan kehidupan mereka dari sarana perekonomian (perdagangan).

(66)

Untuk lebih jelas dari sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Ketambe, dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

(67)

2 3

Bintang Bener - - - 1 2

4

Suka Rimbun - - - 1

2 5

Simpur Jaya - - - 1

Sub Jumlah 4 0 0 25

Keterangan: 1 = Ya, (-) = Tidak

Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Ketambe.

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Pasar Umum atau Hari Pekan berlangsung pada empat Desa, yaitu Desa Jongar, Desa Lawe Penanggalan, Desa Jambur Lak-Lak dan Desa Lawe Aunan. Dengan waktu yang bergantian, untuk Desa Jongar sendiri Hari Pekan jatuh pada hari Senin, untuk Desa Lawe Penaggalan Hari Pekan berlangsung pada hari Selasa, Desa Jambur Lak-Lak pada hari Rabu dan Desa Lawe Aunan Hari Pekan jatuh pada hari Jumat.

II.4.3 Pola Aktifitas Masyarakat di Bidang Kesehatan dan Lingkungan

(68)

mempergunakan Sungai Alas untuk kebutuhan yang sudah diuraikan diatas. Hal ini sebenarnya lebih didasarkan pada kalangan dengan kelas ekonomi tesendiri. Misal untuk masyarakat yang sudah cukup berada pada garis ekonomi menengah keatas tentunya sudah memiliki kamar mandi di rumahnya, sehingga tidak perlu lagi untuk melakukan mandi, cuci dan BAB di Sungai Alas. Lain halnya dengan masyrakat yang berada pada garis ekonomi menengah kebawah. Mereka masih memanfaatkan Sungai Alas untuk kebutuhan mandi, cuci, dan buang air besar di Sungai Alas. Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.

Selain pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan mandi, cuci, dan BAB di sungai. Masyarakat juga memanfaatkannya untuk tempat pembuangan sampah rumah tangga, walau hal ini tidak banyak dilakukan oleh masyarakat. Biasanya mereka yang membuang sampah ke sungai lebih didasarkan pada tidak adanya tempat pembuangan sampah atau memilih cara membakar sampah di depan rumah untuk menghilangkan sampah tersebut.

(69)

mereka lebih yakin dengan obat –obatan daripada ramun tradisional, tapi jika mengingat Puskesmas yang hanya ada satu di Kecamatan ini, masyarakat lebih memilih untuk datang ke Rumah Sakit Umum di Ibu Kota Kabupaten. Akan tetapi yang menjadi unik di sini adalah ibu-ibu yang sedang mengadung/hamil akan memeriksakan kandungannya ke puskesmas atau ke posyandu terdekat. Tetapi pada saat akan melakuakan persalinan, ibu-ibu tersebut masih mau dan menggunakan jasa bidan kampung (dukun bayi) daripada bidan desa. Lalu setelah bayi lahir, maka ibu-ibu tersebut akan membawa bayinya ke posyandu dan mengecek kesehatan si bayi serta memberikan imunisasinya.

II. 5. Kegiatan Wisata Oleh Pemerintah dan Masyarakat.

(70)

penginapan-penginapan, berupa villa dan bungalow yang nyaman untuk siapa saja yang ingin menginap di tempat tersebut, dengan biaya yang terjangkau.

(71)

BAB III

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SUNGAI ALAS

SEBAGAI SUMBER DAYA ALAM MILIK BERSAMA

(72)

III.1 Persepsi Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara Mengenai Sungai Alas

Sungai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai, menetapkan bahwa dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan sungai mengandung pengertian:

1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

2. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan

3. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur/badan/palung sungai.

4. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.

5. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam

6. Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai.

7. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. 8. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat

(73)

10.Pejabat yang berwenang adalah Menteri atau pejabat

Dalam mengambil persepsi sungai pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, penulis hanya mengambil persepsi menurut dinas yang terkait saja yaitu Dinas Pengairan Kabupaten Aceh Tenggara. Menurut Dinas Pengairan Kabupaten Aceh Tenggara yang tertuang dalam Final Report Dinas Pegairan Kabupaten Aceh Tenggara, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Sungai Lawe Alas Tahun 2010 adalah, sungai merupakan sumber air yang memiliki potensi besar untuk aset pembangunan dan merupakan modal dasar yang perlu digali dan didayagunakan secara tepat dengan memperhatikan sifat atau karakteristik sumberdaya itu sendiri. Selain merupakan sumberdaya air yang penting artinya bagi kehidupan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan juga mengandung fungsi sebagai pelestarian lingkungan hidup (Final Report Dinas Pengairan Kabupaten Aceh Tenggara, UPTD Sungai Lawe Alas)

(74)

1. Peranan adalah norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti menempatkan rangkaian peraturan yang mendukung seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dalam struktur sosial.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Peranan Pemerintah Daerah dalam mendukung suatu kebijakan pembangunan bersifat partisipatif adalah sangat penting. Ini karena Pemerintah Daerah adalah instansi pemerintah yang paling mengenal potensi daerah dan juga mengenal kebutuhan rakyat setempat (Soetrisno, 1995).

(75)

kaya akan potensi wisata alam dan wisata perairan terutama Sungai Alas yang membentang dari utara ke selatan.

Dari hal tersebut dapat dilihat bagaimana pemerintah berupaya mengajak lapisan masyarakatnya untuk turut serta dalam memahami dan mendukung Pemerintah guna melestarikan lingkungan hidup dimana partisipasi masyarakat dan kemitraan sinergis antar pelaku pembangunan dan pelesatarian lingkungan sangat penting guna menunjang keberhasilan Visi dan Misi Pemerintah untuk tetap membentuk pelestarian lingkungan hidup (green society) di Kabupaten Aceh Tenggara khusunya Sungai Alas dan bagaimana meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap lingkungan. Menurut Glasbergen dalam Baiquni (2002), kebijakan pembangunan dan lingkungan sering kali terjadi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dan hasil yang terjadi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persoalan fisik (obyek) semata tetapi ada dimensi kepentingan (subyek) yang perlu diperhitungkan.

III.2 Persepsi Masyarakat Kecamatan Ketambe Mengenai Sungai Alas

Gambar

Tabel II.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Menurut Kecamatan Tahun 2006-2008
Tabel II. 4 Komposisi Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Sex Ratio Dirinci Per Desa Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008
Tabel II. 6 Status Sekolah TK, SD, MIN/MIS, SLTP, MTsN/MTsS, SMA, MAN/MAS, & SMK/SMKS Dalam Kecamatan Ketambe Tahun 2008
Tabel II.7  Jumlah Keluarga Pertanian dan Keluarga Buruh Tani Dirinci Per Desa Dalam Kecamatan  Ketambe Tahun 2008
+5

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu dalam kajian ini penulis akan menganalisa Erosi dan Sedimentasi untuk Perkuatan Tebing dan Normalisasi Sungai Lawe Sigala-gala di Kabupaten Aceh Tenggara, apakah

Walaupun demikian, Sampai saat ini etnis Batak Toba tetap menjunjung tinggi warisan-warisan budaya yang dimiliki khususnya di daerah kutacane Kabupaten Aceh Tenggara..

Struktur teks pada tradisi pemamanen „paman‟ pada masyarakat Gayo Alas di Aceh Tenggara terdapat pada tradisi Ngekhane dimana tradisi ngekhane merupakan penyampaian maksud

Menurunnya kualitas air akan mengganggu aktivitas biota yang terdapat didalamnya, salah satunya yaitu organisme ikan, oleh karena itu penelitian hubungan Struktur Komunitas Ikan

Judul Skripsi Ekowisata Leuser (Studi Etnografi Tentang Pengembangan Usaha Ekowisata di Kawasan Ekosistem Leuser Pada Masyarakat di Kecamatan Ketambe, Kabupaten Aceh

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis adakan di sanggar LAC Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara yang berjudul tari Pelebat. Tari Pelebat merupakan tari yang

KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH SKRIPSI RIRIN PUSPITA 140805066 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Erosi dan Sedimentasi untuk Perkuatan Tebing dan Normalisasi Sungai Lawe Sigala-gala di Kabupaten