E-PAPER
PERPUSTAKAAN DPR RI
Telepon : (021) 5715876, 5715817, 5715887 Fax : (021) 5715846
e-mail: [email protected]
Follow us @perpustakaandpr Become a Fan Perpustakaan DPR RI
http://perpustakaan.dpr.go.id http://epaper.dpr.go.id
Rabu 05 Januari 2022
No. Judul Surat Kabar Hal.
1. Sri Mulyani: 58 Tahun Pengelolaan APBN Pakai Aturan Kolonial Belanda Bisnis Indonesia -
2. Penjaminan Simpanan dan Geliat Bank Syariah Bisnis Indonesia 2
3. Kekerasan Seksual : Pelanggengan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan
Kompas -
4. Pendapatan Bisnis Pers, dari Pelanggan hingga “Blockchain” Kompas -
5. Presidensi G-20: Bukan Sekadar Giliran: Ekonomi Kompas -
6. Awal yang Baru dari Sungai Kompas 1-15
7. Target Produksi Garam Rakyat 1,5 Juta Ton pada 2022 Kompas 10
8. Mengeratkan Kolaborasi Sektor Ekonomi Syariah Republika -
9. Jalan tol jasa marga kian panjang Kontan 11
Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam acara penandatanganan prasasti penanda aset surat berharga syariah negara (SBSN) di kampus Institut Teknologi Kalimantan, Balikpapan (ITK), Kalimantan Timur. Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan bahwa selama 58 tahun, Indonesia menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial Belanda dalam mengelola anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN. Setelah itu, pengelolaan keuangan negara pun disebut menjadi mirip dengan emiten atau perusahaan terbuka. Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam acara penandatanganan prasasti penanda aset surat berharga syariah negara (SBSN) di kampus Institut Teknologi Kalimantan, Balikpapan (ITK), Kalimantan Timur. Pembangunan kampus tersebut menggunakan pembiayaan dari SBSN sebagai salah satu instrumen keuangan dalam APBN. Dia bercerita bahwa penggunaan APBN itu membuat kampus ITK tercatat sebagai aset negara. Sri Mulyani pun kemudian bercerita bagaimana pengelolaan keuangan dan perbendaharaan negara yang berkaitan dengan berbagai pembangunan. Menurut Sri Mulyani, aturan terkait pengelolaan keuangan negara itu terbit pada 2003 dan 2004, yakni melalui Undang-Undang (UU) Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sebelum terbitnya dua aturan tersebut, Indonesia masih menggunakan aturan warisan kolonial Belanda dalam pengelolaan APBN. "Dua UU ini yang menjadi landasan pengelolaan keuangan modern di Indonesia. Karena sebelum adanya dua UU itu, Indonesia yang sudah lahir semenjak 1945 sampai dengan 2003 keuangan negaranya diatur oleh UU masa penjajahan Belanda, namanya UU ICW," ujar Sri Mulyani pada Rabu (5/1/2022). ICW merupakan singkatan dari Indische Comptabiliteitswet. Beleid itu menjadi pedoman pelaksanaan keuangan negara sejak Indonesia merdeka pada 1945 dan terus berlaku hingga 2003. Menurut Sri Mulyani, perubahan aturan dari ICW menjadi UU 17/2003 tak lepas dari krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1997—1998. Menurutnya, krisis selalu menjadi momentum untuk mereformasi kebijakan dan fondasi perekonomian. "Semenjak itu, maka kita mulai mengelola keuangan negara, termasuk aset-aset negara.
Dimasukkan ke dalam buku, diregister, divaluasi, kemudian dilaporkan, diaudit BPK, dan disampaikan ke publik. Mirip seperti perusahaan yang listed, yang sudah go public," papar Sri Mulyani.
Rabu, 05 Januari 2022 Bisnis Indonesia Hal. 2
Kekerasan Seksual Pelanggengan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Keagamaan Manipulasi informasi dan penyangkalan atas nama baik menjadi faktor yang melanggengkan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan.
Ditambah lagi kebanyakan kasus kekerasan seksual tersebut tidak dilaporkan. Lembaga pendidikan keagamaan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terindikasi dari banyaknya orangtua yang mengirimkan anaknya ke lembaga pendidikan keagamaan. Terdapat beragam motivasi yang melatarbelakangi hal tersebut. Tidak hanya agar anaknya dapat mengenyam pendidikan yang terbaik dengan keterampilan dan ilmu yang diberikan, tetapi juga karena orangtua memandang lembaga pendidikan keagamaan merupakan wadah yang strategis untuk mendidik anak menghadapi dunia yang penuh tantangan ini. Ada beberapa faktor yang memengaruhi realitas tersebut, seperti lembaga pendidikan keagamaan menawarkan lebih banyak komponen penguatan keagamaan dengan mendidik adab/sopan santun (character building) dan tingkah laku; tempat untuk membekali anak dengan disiplin dan kepemimpinan. Terlebih lagi, orangtua memandang lembaga pendidikan keagamaan sebagai lingkungan yang kondusif untuk perkembangan anak, dan merupakan ruang yang paling aman yang dapat menjaga anaknya dari berbagai pengaruh buruk perkembangan zaman saat ini. Namun, pada awal Desember 2021, masyarakat Indonesia terenyak dengan pemberitaan tentang pemerkosaan yang dilakukan salah seorang pimpinan lembaga pendidikan keagamaan terhadap belasan anak didiknya yang berusia 13-17 tahun sepanjang 2016-2021. Mencuatnya kasus ini menambah catatan panjang kelamnya potret kekerasan seksual di institusi pendidikan, termasuk institusi pendidikan keagamaan.
Data Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 2015-2020 menunjukkan bahwa kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan berada di posisi kedua (19 persen) setelah di perguruan tinggi (27 persen).
Pelaku kekerasan di lembaga pendidikan terbanyak adalah guru/ustaz sebanyak 22 kasus (43 persen), kemudian kepala sekolah 8 kasus (15 persen), dosen 10 kasus (19 persen), peserta didik lain 6 kasus (11 persen), pelatih 2 kasus (4 persen), dan pihak lain 3 kasus (5 persen). Terdapat tiga tipe pelaku dan korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, yaitu (1) pemilik lembaga/kiai/anak pemilik/anak kiai dengan santri; (2) guru dengan santri; (3) santri dengan santri. Ketiga tipe ini memiliki perbedaan signifikan terhadap upaya dan proses penanganan terhadap kasus yang terjadi. Berdasarkan catatan pengalaman lembaga pendamping korban dalam proses pendampingan kasus, dari ketiga jenis tersebut, kasus yang sangat sulit untuk ditangani adalah tipe yang pertama karena kuasa yang dimiliki oleh pelaku sangat tinggi, di mana ia adalah pemegang trah kekuasaan utama. Sementara tipe yang paling mudah untuk ditangani adalah tipe yang ketiga, di mana pelaku dan korban sama sekali tidak memiliki kuasa atau hubungan ke pemegang kuasa. Di sini terlihat jelas, bagaimana peran kuasa memengaruhi upaya penanganan kasus. Relasi kuasa Banyak orang berpikir kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan, terjadi karena faktor fisik yang ditunjukkan korban, mulai dari tuduhan terhadap pakaiannya yang seksi atau tingkah lakunya yang dinilai tidak sesuai dengan etika moral di masyarakat. Namun, sebaliknya, fakta di lapangan menunjukkan penyebab utama terjadinya pemerkosaan adalah karena adanya ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara pelaku dan korban. Menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017, relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan, dan/atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan, dan/atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antarjender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi lebih rendah. Dengan kata lain, terdapat pihak sub-ordinat, yang harus menerima perlakuan dari pihak super-ordinat, termasuk paksaan untuk menjadi obyek tindakan seksual.
Dalam kasus kekerasan seksual, adanya kuasa yang dimiliki pelaku atas korban membuat pelaku merasa berhak dan merasa tidak bersalah ketika melakukan kejahatan tersebut. Terdapat dua unsur penting dalam relasi kuasa tersebut, yakni (1) bersifat hierarkis yang meliputi posisi antar-individu yang lebih rendah atau lebih tinggi; (2) adanya ketergantungan, di mana seseorang bergantung pada orang lain karena status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan dan/atau ekonomi. Kedua unsur relasi kuasa tersebut menimbulkan kekuasaan yang berpotensi disalahgunakan (penyalahgunaan keadaan). Dalam kasus kekerasan seksual, adanya kuasa yang dimiliki pelaku atas korban membuat pelaku merasa berhak, dan merasa tidak bersalah ketika melakukan kejahatan tersebut. Manipulasi informasi Manipulasi informasi digunakan untuk melanggengkan relasi kuasa dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi berulang kali. Tak heran apabila kerap terjadi kasus kekerasan seksual yang melibatkan pihak yang memiliki otoritas atas informasi. Misalnya antara pimpinan dan staf di tempat kerja, oknum senior dan yunior di sekolah/perguruan tinggi, oknum pendidik dan siswa/mahasiswa di dunia pendidikan, dan bahkan oknum pemuka agama dan pengikutnya. Di lembaga pendidikan agama, termasuk di pesantren, modus manipulasi ini juga terjadi dengan pola yang memiliki kekhasan tersendiri. Ada yang dimanipulasi dengan alasan untuk memindahkan ilmu, mengancam dengan berbagai dalih seperti ancaman akan terkena azab, tidak akan lulus, hingga hafalan ilmu akan hilang. Salah satu contoh kasus yang menarik untuk dicermati adalah kasus kekerasan seksual di sebuah pesantren di Jombang, di mana modus operandi pelaku dengan menyebutkan apabila ”vagina perempuan adalah jalan mulia, karena dari situlah pemimpin dilahirkan”. Selain itu, disebutkan pula apabila ”melakukan hubungan seksual adalah perbuatan mulia, Ayah ngeman sampean (Ayah peduli padamu)...”. Pelaku juga mengatakan menguasai ilmu metafakta yang membuatnya bisa menikahi siapa saja. Ini semua adalah bentuk upaya doktrinisasi/penggiringan bahwa pelaku berhak untuk melakukan persetubuhan dengan korban (melegitimasi terjadinya kekerasan seksual). Para korban yang umumnya peserta didik berada dalam kondisi tidak berdaya (powerless) karena relasi kuasa korban dengan guru/ustaz, yang dipandang memiliki kuasa otoritas keilmuan dan juga termasuk tokoh masyarakat. Kepemilikan (kuasa) terhadap informasi membuat pelaku leluasa menciptakan relasi kuasa antara dirinya dan para korban. Penyangkalan atas nama baik Setelah mencuatnya kasus-kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan tersebut muncul beragam komentar dari berbagai pihak. Namun, anehnya, diskusi yang berkembang alih-alih memperbincangkan upaya–upaya untuk pemenuhan hak korban, justru malah gencar melakukan ”penyangkalan” dengan pola-pola yang dikemas sedemikian rupa untuk penggiringan opini publik. Dari hasil pengamatan dan catatan pengalaman beberapa lembaga pendamping, terdapat beberapa pola penyangkalan yang kerap dilakukan, antara lain (a) memperdebatkan tentang izin keberadaan lembaga pendidikan tersebut, misalnya dengan menyatakan apabila lembaga X tidak mempunyai izin; (b) menyatakan apabila lembaga pendidikan Y merupakan lembaga syiah yang dibenarkan dengan praktik kawin muthah-nya; (c) menyatakan apabila pelaku (guru/uztaz) bukan individu yang mempunyai latar belakang keilmuan atau berbasis lembaga pendidikan berbasis keagamaan dengan prasyarat tertentu (misalnya tidak mengaji kitab kuning, dan lain sebagainya). Menariknya, upaya ”penyangkalan” tersebut tidak hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan keagamaan yang bersangkutan atau instansi dari lingkungan yang terasosiasi dengan lembaga pendidikan keagamaan lainnya, tetapi juga dilakukan oleh para pemangku kepentingan lainnya, baik dari elemen pemerintah maupun dari lembaga penegak hukum. Ini terindikasi salah satunya dari realitas di mana kasus ini sudah terjadi pada 2016, tetapi baru muncul ke publik pada Desember 2021, terlepas dari beragam klarifikasi yang dilontarkan belakangan, untuk menjustifikasi hal ini. Dalam hal ini, penting untuk digarisbawahi bahwa upaya ’penyangkalan’ ini dilakukan secara sistematis, tecermin dari bagaimana pola-pola ini dikemas dan dihidangkan ke publik. Penyangkalan atas terjadinya kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan merupakan bentuk nyata masifnya praktik rape culture dalam masyarakat kita. Rape culture merupakan suatu
lingkungan yang menganggap kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat sebagai hal wajar dan mudah untuk dimaafkan (pemakluman terhadap kekerasan seksual). Hal ini tecermin dalam berbagai praktik pemakluman yang terjadi, mulai dari penggunaan bahasa yang menunjukkan diskriminasi seksual antara laki-laki dan perempuan, ketidakberpihakan kepada korban, dan penyalahan terhadap korban (victim blaming). Ini pula yang menjadi penyebab mengapa banyak kasus kekerasan seksual terus terjadi dan sulit ditangani karena masyarakat abai terhadap pemenuhan hak korban. Parahnya, fenomena rape culture memiliki konsekuensi besar terhadap langgengnya praktik kekerasan seksual di sekitar kita karena ia bersifat laten dan sistemik, serta sudah mengakar di masyarakat sehingga masyarakat tidak menyadari bahwa itu sudah ada dan bahkan menjadi bagian dalam budaya kita. Ini pula yang menjadi penyebab mengapa banyak kasus kekerasan seksual terus terjadi dan sulit ditangani karena masyarakat abai terhadap pemenuhan hak korban. Kompas/Raditya Helabumi Para pegiat hak-hak perempuan mengikuti aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Perlindungan korban Maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan, salah satunya terjadi karena kurangnya pengawasan. Undang-Undang Pesantren, misalnya, tidak mengatur kewajiban tentang membangun ruang aman bagi semua komunitas pesantren, termasuk pengawasan kekerasan seksual. Undang-undang tersebut juga tidak memuat hak-hak santri dan santriwati untuk bebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Selain itu juga tidak ada kewajiban penyelenggara pendidikan untuk memiliki mekanisme prosedur operasi standar (SOP) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan. Karena itu, harus didorong langkah-langkah responsif dari Kementerian Agama untuk melakukan pencegahan, dan mengembangkan panduan penanganan kekerasan seksual. Kebanyakan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan juga tidak dilaporkan dan tidak tertangani karena korban memilih diam. Salah satu penyebabnya adalah kebanyakan institusi pendidikan keagamaan, khusnya pesantren, belum memiliki sistem untuk perlindungan dan penanganan kasus kekerasan seksual yang menjamin perlindungan, kerahasiaan, dan keamanan korban.
Dengan demikian, keberadaan sistem penanganan dan perlindungan korban menjadi sebuah keniscayaan di lembaga pendidikan tersebut. Sistem ini harus memiliki (a) instrumen pencegahan seperti kode etik yang mengikat semua pihak yang ada di lembaga pendidikan tersebut; (b) mekanisme pelaporan dan hotline yang terjamin kerahasiaannya, sehingga korban merasa nyaman untuk melaporkan kasusnya; (c) pendokumentasian kasus; (d) penyediaan pendampingan, baik pendampingan psikologis maupun pendampingan hukum, serta (e) mekanisme dan jaringan untuk perujukan; serta (f) memastikan pemulihan korban, termasuk restitusi. Selain itu, upaya pencegahan perlu dilakukan secara terus-menerus dan melibatkan banyak pihak.
Meningkatkan kesadaran akan kekerasan seksual sekaligus mengupayakan layanan-layanan yang bisa diakses oleh korban, sehingga lembaga pendidikan keagamaan dapat menjadi ruang aman, bagi semua pihak baik laki-laki maupun perempuan.(Nur Aisyah)
Ekosistem digital menawarkan model-model bisnis baru yang terus berkembang. Munculnya blockchain dan Metaverse menjadi kesempatan bagi perusahaan media untuk menjajaki peluang bisnis baru di tengah disrupsi. Oleh YOHANES ADVENT KRISDAMARJATI Di tengah disrupsi teknologi dan krisis pandemi, perusahaan media dituntut lebih kreatif menciptakan pendapatan baru. Tak cukup hanya bertumpu dari pendapatan pelanggan, iklan, atau event, alternatif pemasukan lainnya terus dijajaki termasuk dari ekosistem blockchain dan Metaverse seperti yang dirintis oleh majalah TIME. Krisis pandemi Covid-19 turut menekan kinerja ekonomi dan bisnis global. Media cetak seperti koran dan majalah termasuk yang mengalami pukulan telak ketika pandemi. Survei yang dilakukan Reuters Institute di beberapa negara menangkap fenomena turunnya pembaca media cetak akibat pandemi. Pada 2020 didapati ceruk pasar media cetak di dunia sebesar 20 persen, turun dari sebelumnya 32 persen di 2019. Seiring terkendalinya pandemi, pasar media cetak kembali tumbuh di 2021, walaupun belum mencapai performa seperti sebelum pandemi. Pertumbuhan ini antara lain didorong fenomena kembali membaca media cetak. Di sejumlah negara terutama di kawasan Eropa yang warganya mengalami keletihan akibat terpaan informasi di media digital, memilih kembali menjadikan media cetak sebagai referensi informasi. Aktivitas membaca media cetak pun tumbuh empat persen pada 2021. Saat ini, warga dengan aktivitas membaca media cetak tertinggi ada di India dengan pangsa pasar 50 persen. Disusul oleh Austria (45 persen), Swiss (37 persen, dan Kenya (36 persen). Sedangkan, pangsa pasar media cetak di Indonesia menurut survei Reuters Institute berada di angka 20 persen. Selain di negara-negara tersebut, secara umum angka pembaca media cetak ini bervariasi di tiap negara, tetapi mayoritas hanya ada di posisi belasan persen. Selain indikator mulai membaiknya kondisi bisnis media, corak pers di masa pandemi yang terlihat adalah makin beradaptasi dengan ekosistem digital. Di masa pandemi, kanal digital telah menjadi garda depan perusahaan pers dengan sajian koran digital (epaper) dan berita daring. Adaptasi ini turut membawa perubahan cara pandang, bahkan cara kerja awak media dalam menghidupi ekosistem digital. Salah satu langkah terpenting adalah menjalin relasi yang bersifat personal dengan para pembaca.
Harapannya akan timbul loyalitas dan orang mau membayar untuk mendapat konten berkualitas. Tugas beratnya ada pada proses merumuskan dan memastikan bahwa konten yang disajikan layak untuk dibayar dan mampu bersaing dengan konten gratis. Paling penting Jalinan relasi dengan pelanggan menjadi faktor penting yang harus dilakukan perusahaan media mengingat upaya mendapatkan pendapatan bernilai tinggi dari audiens harus dicapai dengan usaha yang keras. Ini disebabkan karena minat orang untuk membayar berita digital masih rendah. Hasil riset PricewaterhouseCoopers (PwC) yang dipublikasikan dalam laporan Global Entertainment and Media Outlook: 2017-2021 Indonesia Data Insight menunjukkan bahwa minat audiens Indonesia untuk berlangganan konten digital adalah 19 persen. Namun, jika dicermati secara mendalam, angka tersebut masih dibagi dengan beberapa jenis konten berbayar seperti video on demand (VOD) dan musik streaming. Dengan demikian ceruk pasar pelanggan konten digital di Indonesia masih harus digali lebih dalam mengingat persaingan jenis konten yang ditawarkan. Untuk saat ini orang lebih berminat membayar konten digital jenis hiburan dibanding informasi atau edukasi.
Fenomena lain dari eksistensi media cetak di masa pandemi adalah tuntutan adanya strategi dan cara pandang bisnis media untuk terus bertahan di saat krisis. Riset yang dilakukan oleh Reuters Institute dan Universitas Oxford mengungkap terjadi pergeseran perspektif tentang sumber pendapatan perusahaan yang paling penting bagi media. Survei yang dilakukan di 43 negara termasuk Indonesia ini memperlihatkan, saat ini ada lima sumber pendapatan yang diandalkan perusahaan media yaitu dari pengiklan, pelanggan, penyelengaraan acara atau event, e-dagang, serta donatur. Di masa pandemi ini, kelimanya menunjukkan tren penurunan, tetapi masih tetap bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan. Contohnya adalah iklan dan event. Jika sebelumnya, iklan menjadi tumpuan utama industri pers, saat ini menunjukkan kecenderungan penurunan.
Iklan di media cetak secara umum dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu display advertising atau iklan tampilan dan native advertising atau iklan yang seolah merupakan bagian dari konten media. Display ads diandalkan oleh 81 persen perusahaan media di tahun 2019. Angka ini turun menjadi hanya 66 persen pada 2021. Tren penurunan display ads diproyeksikan akan terus terjadi pada masa-masa mendatang. Hal ini dipicu oleh para pengiklan yang berpaling pada kanal media sosial yang terus berkembang dan makin diminati masyarakat. Iklan di media cetak harus bersaing dengan platform media sosial yang menyediakan layanan iklan terarah atau targeted ads. Layanan tersebut ditujukan pada pengguna medsos dengan minat yang spesifik. Kelebihan tersebut dipandang lebih efektif dari segi biaya dan capaian audiens. Sumber pendapatan lainnya yang turun yaitu dari divisi event atau penyelenggaraan acara. Pendapatan dari event yang sebelumnya diandalkan memberikan kontribusi 48 persen pendapatan media mengalami penurunan akibat pandemi beragam acara tatap muka harus dibatalkan.
Keadaan ini berakibat pada menurunnya prospek sumbangan event terhadap keuangan perusahaan menjadi 40 persen. Angka penurunannya tidak sejauh display ads, sebab masih ada sebagian acara yang tetap dapat digelar dengan format daring atau diselenggarakan secara terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Kegiatan ekonomi dari divisi event diproyeksikan akan kembali tumbuh pada 2022 seiring terkendalinya pandemi Covid-19 dan pulihnya aktivitas masyarakat. Menjajaki “blockchain” Di tengah tekanan bisnis ini, perusahaan media dituntut terus kreatif menciptakan sumber-sumber pendapatan baru dengan mengikuti model bisnis ekosistem digital. Salah satu alternatif model bisnis pers adalah dengan memanfaatkan sistem blockchain. Kehadiran sistem blockchain mulai dikenal dan populer bersamaan dengan kemunculan mata uang kripto Bitcoin. Blockchain merupakan semacam jaringan pusat data yang menyimpan dan mendistribusikan catatan transaksi serta mencatat nilai dan kepemilikan aset digital. Dalam sistem ini setiap pengguna bisa bertransaksi dengan mata uang digital yang beredar di dalam ekosistem blockchain. Satu dari sekian banyak komoditas yang diperdagangkan melalui blockchain adalah non-fungible tokens (NFTs). NFT merupakan aset digital berupa gambar, video, dan beragam format data lainnya yang bisa diperjual belikan. Untuk saat ini, media konvensional yang mencoba menjual konten digital dalam wujud NFT adalah majalah TIME. Komoditas yang dijual diberi nama “TIMEPieces” yang terdiri dari 4.676 gambar sampul Majalah TIME yang masing-masing dijual seharga 0,1 ETH (Ethereum) mata uang kripto yang setara nilainya dengan 310 dollar AS. Dilaporkan bahwa NFT yang dijual TIME ludes dalam hitungan menit. Dengan demikian TIME meraup pendapatan senilai 467,6 ETH atau setara 1,5 juta dollar AS. Model bisnis yang yang dilakukan oleh Majalah TIME memang masih tahap penjajakan, tetapi menjadi penanda bahwa media konvensional bisa berbisnis di platform digital terkini. Selain itu, Majalah TIME juga menjajaki konten yang disajikan dalam Metaverse sejak November 2021. Secara sederhana, Metaverse adalah versi digital tiga dimensi dari kehidupan di dunia fisik. Di dalamnya orang bisa membangun perwakilan diri atau avatar sesuai dengan keinginan. Selain itu bisa juga membuat atau membeli objek yang diperdagangkan. Metaverse ini serupa dengan gim video The Sims yakni sebuah video gim simulator kehidupan. Perkembangan pesat teknologi digital yang terus terjadi, membuat media cetak juga harus beradaptasi dengan ekosistem digital. Sebagaimana saat munculnya YouTube, sejumlah besar perusahaan media segera meluncurkan akun YouTube dan mengisinya dengan konten-konten video.
Tumbuhnya subscribers YouTube jelas membuka peluang pendapatan baru bagi perusahaan media.
Munculnya blockchain dan Metaverse menjadi kesempatan bagi perusahaan media untuk menjajaki peluang bisnis baru di
tengah disrupsi. Bukan hanya mencari sumber pendapatan baru, hal itu juga dilakukan demi dapat terus menjalin relasi dengan audiens atau pelanggan yang juga telah masuk dalam lingkungan digital. Perubahan harus terus dilakukan perusahaan media dengan terus memberi untuk #menjadilebih. Pada akhirnya, perusahaan pers akan dapat eksis dan bertahan hidup apabila berhasil melayani audiens dengan baik sesuai perkembangan zaman yang memunculkan beragam kebutuhan informasi dan asupan perspektif baru. (LITBANG KOMPAS)
Untuk kali pertama sejak bergabung dalam keanggotaan kelompok negara 20 atau G-20, Indonesia memegang tampuk keketuaan alias presidensi pada forum yang membahas isu-isu global ini. Pada G-20, peran presidensi diterjemahkan melalui penyusunan agenda pembahasan yang akan didiskusikan dalam pertemuan-pertemuan mulai dari tingkat kelompok kerja hingga tingkat kepala negara atau pemerintahan. Setiap tahun, salah satu negara anggota mendapat giliran untuk mengemban tugas presidensi G-20. Secara historis, latar belakang terbentuknya G-20 tak terlepas dari krisis keuangan global di tahun 1998 yang berimbas ke banyak negara, terutama Asia. Kala itu, kelompok G-7, yang lebih dulu terbentuk sejak 1975, dianggap gagal dalam memecahkan masalah ekonomi yang tengah melanda dunia. G-7 sendiri merupakan kelompok negara besar dan kaya beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang. Kegagalan G-7 turut memicu pandangan akan pentingnya negara-negara menengah yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk turut serta dalam perundingan perekonomian global. Berlandaskan hal tersebut, kelompok G-20 pun dibentuk untuk memperkuat alur diskusi dan pemecahan masalah berupa komitmen dan kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan. Indonesia menjadi anggota G-20 sejak forum internasional ini dibentuk pada tahun 1999. Pada saat itu, Indonesia berada dalam tahap pemulihan setelah krisis ekonomi 1997-1998. Indonesia terlibat dalam G-20 karena dinilai sebagai negara berkembang dengan ukuran dan potensi ekonomi sangat besar di kawasan Asia. Mengutip situs Kementerian Keuangan, keanggotaan Indonesia dalam G-20 juga mewakili kawasan Asia Tenggara dan dunia Islam. G-20 beranggotakan 19 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar dan Uni Eropa, bertujuan untuk mengoordinasikan kebijakan dalam mencapai stabilitas ekonomi global dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Di samping itu, fungsi lain dari forum-forum G-20 adalah mempromosikan reformasi sektor keuangan untuk memitigasi risiko dan mencegah krisis keuangan, serta menciptakan arsitektur keuangan internasional baru.
Kelompok G-20 jelas memiliki posisi strategis dalam perekonomian global. Pasalnya, secara kolektif G-20 merupakan representasi dari 85 persen perekonomian dunia, 80 persen investasi global, serta 75 persen perdagangan internasional.
Manfaat Penetapan Indonesia sebagai presidensi G-20 untuk tahun 2022 dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 ke-15 di Riyadh, Arab Saudi, 22 November 2020. Selanjutnya, serah terima presidensi G-20 dari Italia ke Indonesia dilakukan pada KTT G-20 di Roma, Italia, 31 Oktober 2021. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan pidato pembuka dalam Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G-20 di Jakarta, Selasa (7/12/2021), mengatakan selaku presidensi G-20, Indonesia mengajak dunia untuk mencapai pemulihan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Secara strategis, manfaat yang akan dirasakan Indonesia selama memegang tampuk presidensi G-20 tentunya adalah keterlibatan dan peran yang lebih besar di dalam menentukan arah kebijakan global ke depan. Dalam jangka panjang, kepercayaan dunia terhadap Indonesia yang mampu menjalankan amanat presidensi G-20 dengan baik akan meningkat.
Indonesia akan mendapatkan panggung yang diharapkan bisa mendorong komitmen investasi dari anggota G-20 dan organisasi internasional. Adapun secara ekonomis, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto memperkirakan putaran uang dari penyelenggaraan forum G-20 sepanjang periode presidensi Indonesia mencapai 1,5- 2 kali lebih besar dari IMF-World Bank Group Annual Meetings di Bali tahun 2018. Baca juga: Dampak Positif Keketuaan G-20 Dinanti Berdasarkan hitung-hitungan Kemenko Perekonomian, melalui ratusan forum yang terselenggara secara hibrida, maka akan terjadi peningkatan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp 7,4 triliun, serta pelibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan penyerapan tenaga kerja sekitar 33.000 orang di berbagai sektor. Kesiapan Indonesia Terdapat 150 forum tingkat pimpinan, menteri, deputi, hingga kelompok kerja selama Indonesia menjadi presidensi G-20 yang dimulai pada 1 Desember 2021. Dari total pertemuan tersebut, akan ada 28 pertemuan di bidang keuangan. Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G-20 yang diselenggarakan pada tanggal 7-8 Desember 2021 di Jakarta secara umum berjalan lancar dan sukses. Pertemuan tersebut menjadi pembuka dari seluruh rangkaian pertemuan presidensi G-20 Indonesia tahun 2022. Agenda tersebut kemudian dilanjutkan dengan Pertemuan Pertama Tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral di Bali pada tanggal 9-10 Desember 2021. Pada pertemuan tingkat sherpa dan tingkat deputi keuangan, Indonesia menyampaikan agenda prioritas yang menjadi fokus dalam presidensi G-20 Indonesia.
Dua pertemuan tersebut juga menjadi tolok ukur kepiawaian Indonesia dalam menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan forum-forum G-20 di sepanjang 2022, sebelum ditutup oleh Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Nusa Dua, Bali, pada 30 Oktober-31 Oktober 2022. Dalam konferensi pers bersama mengenai kesiapan presidensi G-20, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan, terdapat tujuh agenda prioritas di sektor keuangan yang akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan tingkat deputi keuangan. Ketujuh agenda prioritas tersebut yakni mengenai koordinasi langkah penarikan stimulus untuk mendukung pemulihan, upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pembahasan mengenai mata uang digital bank sentral, dan sumber pembiayaan berkelanjutan. Selain itu, pembahasan mengenai mekanisme pembayaran lintas batas negara, inklusi keuangan yang berfokus pada pengembangan kredit dan digitalisasi dari usaha mikro kecil menengah, serta kemajuan dan perkembangan dari pelaksanaan global taxation principle. Jika semua rencana dan agenda G-20 di bawah presidensi Indonesia berjalan lancar dan sesuai rencana, posisi Indonesia sebagai pengarah kebijakan ekonomi global akan semakin strategis. Pada akhirnya, Indonesia bisa membuktikan bahwa kesempatan mengemban presidensi G-20 bukan semata karena mendapatkan giliran, melainkan karena memang layak.
Rabu, 05 Januari 2022 Kompas Hal. 1-15
https://epaper.kompas.id/pdf/show/20220105 Awal yang Baru dari Sungai Selama tahun 2021, warga Kalimantan Tengah diterjang banjir bertubi-tubi. Hal itu menjadi alarm untuk mulai melirik kondisi lingkungan yang rapuh. Semuanya dimulai dengan menjaga sejumlah sungai kunci yang kian kritis. Dionisius Reynaldo Triwibowo Ramang (36), warga Pa- langkaraya, Kaliman- tan Tengah, Sabtu (1/1/2022) pagi, mengajak be- berapa keluarganya ke Sungai Kahayan. Mereka berhenti di Taman Tugu Soekarno, lalu turun ke pinggir sungai yang dulunya dermaga perahu ka- yu. Hari pertama di tahun baru mereka awali dengan tradisi leluhur Dayak, nyelu tehat. Ramang dan keluarga me- ngenakan ikat kepala merah. Mereka membasuh muka de- ngan air sungai, kemudian menyiramkan beras, juga da- rah ayam yang menjadi he- wan kurban, ke sungai. Ritual itu bertujuan memberikan nakan vaksin Sinovac seharga Rp 250.000. Vaksinasi dilaku- kan di sebuah kedai kopi di Jalan Kapasan pada Minggu, 26 Desember 2021. Padahal, sejauh ini di Indone- sia, vaksin penguat baru dialo- kasikan bagi tenaga kesehatan dengan jenis vaksin Moderna. ”Undangan vaksin dilakukan tertutup melalui pesan WA di kalangan terbatas. Setiap pe- serta yang ikut vaksin booster diminta bayar Rp 250.000-Rp 300.000,” kata seorang warga. Yohanes, yang mengaku se- bagai pelaksana vaksinasi terse- but, tidak mengetahui dari ma- na vaksin yang dipakai berasal dan dari mana tenaga kesehat- an yang membantu vaksinasi tersebut. ”Saya orang ketiga, ti- dak tahu dari mana vaksinnya. Saya koordinasikan dulu de- ngan teman saya, orang kedua,” ucapnya. Kepala Bidang Pelayanan Ke- sehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya Sri Setiyani mengaku tidak tahu-menahu soal vaksin penguat bagi warga umum ini. ”Untuk vaksin berbayar ini, ba- ru vaksin gotong royong.
Tapi, tak melayani perorangan, hanya badan usaha. Ini jenis Sino- pharm dan tidak lewat dinas kesehatan, langsung dengan Bio Farma,” ujarnya. Omicron Di Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengonfirmasi, saat ini ada 162 kasus Covid-19 varian Omicron di Ibu Kota. Mayoritas kasus dari para pe- laku perjalanan di luar negeri. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Di- nas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia, Selasa (4/1), membe- narkan hal itu. Enam dari 162 kasus itu kasus transmisi lokal. Pasien terkonfirmasi Omi- cron kini dirawat dan diisolasi di Rumah Sakit Darurat Co- vid-19 Wisma Atlet Kemayoran, tidak menjalani isolasi mandiri. ”Sebisa mungkin kami bawa ke tempat isolasi di Wisma Atlet Kemayoran atau di hotel iso- lasi,” katanya. Isolasi terkendali tetap menjadi pilihan karena varian Omicron memiliki po- tensi penyebaran yang cepat. sesembahan kepada roh yang hidup di sana sambil melan- tunkan doa kepada empunya kehidupan. ”Setiap awal tahun baru memang seperti ini, dan ha- rus di sungai,” ungkapnya. Wangi dupa menyengat. Du- pa jadi pelengkap ritual tiap ibadah masyarakat dengan kepercayaan Kaharingan. Masyarakat Dayak percaya sungai merupakan sumber kehidupan. Ada istilah danum kaharingan yang berarti air kehidupan. Tonggak peradab- an pun dimulai dari sungai. Ratusan tahun lalu rumah suku Dayak hanya dibuat tak jauh dari sungai. Antropolog Dayak di Kal- teng, Marko Mahin, menje- laskan, sungai merupakan urat nadi kehidupan masya- rakat Dayak. Tak hanya tem- pat mencari nafkah, sungai juga sebagai sarana transpor- tasi hingga ritual adat. Ke- rusakan yang terjadi saat ini memengaruhi mereka. Hal itu ia jelaskan di se- la-sela diskusi publik ”Me- ngenal Sungai sebagai Ibu Kehidupan Borneo” yang di- selenggarakan Borneo Nature Foundation (BNF) di Palang- karaya, Kamis (30/9/2021). Menurut Marko, peran su- ngai sangat vital. Di anak-anak sungai hidup dan terhimpun beratus-ratus anak suku Dayak. Sungai membentuk identitas ber- sama orang Dayak. ”Dalam satu DAS (daerah aliran sungai) ada banyak anak suku, tetapi mereka menjadi satu ketika menye- but orang Barito atau orang Kahayan,” kata Marko. Dalam satu sungai, trans- aksi budaya antarkelompok bisa terjadi. Dalam beberapa catatan, orang dari hulu yang sedang paceklik bisa ke pesisir untuk ikut panen. Warga di muara biasa bersawah karena wilayahnya pasang surut. Mereka panen pada Agustus-September. Bagi warga hulu yang ber- ladang, musim panen pada Juni-Juli. Kritis Kini sungai-sungai perkasa itu menuju kritis. Dari data Greenpeace, tutupan hutan di sekitar Sungai Kahayan pada 1990 mencapai 969.836,1 hektar, lalu menjadi 570.847,7 hektar pada 2020 atau menurun 63 persen. Su- ngai sepanjang 600 kilometer itu melintasi Kabupaten Pu- lang Pisau, Gunung Mas, dan Kota Palangkaraya. Meluap- nya Kahayan merendam tiga kabupaten dan kota selama hampir satu bulan. Lalu, Sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Ti- mur pada 1990 memiliki tu- tupan hutan mencapai 923.493,8 hektar dan tersisa 287.714,8 hektar saja di tahun 2020. Tutupan hutan di sungai sepanjang 400 kilometer itu beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Sungai Mentaya paling kritis dengan hutan di sekitarnya tersisa 19,6 persen. Tutupan hutan di sekitar Sungai Kaki pada 2020 hanya 26,4 persen. Selain itu, masih ada enam sungai besar lain yang melintas di 14 kabupaten dan kota di Kalteng dengan kondisi tidak jauh berbeda, an- tara lain Sungai Kapuas, Ba- rito, Sebangau, Sebangau Kecil, Katingan, dan Seruyan. ”Deforestasi didorong oleh perluasan pertanian skala be- sar dan penebangan berdam- pak pada daerah aliran sungai di Kalteng. Bentang alam men- jadi lebih sensitif terhadap pe- ristiwa iklim, seperti kekering- an dan curah hujan yang ting- gi,” kata Juru Kampanye Hu- tan Greenpeace Arie Rompas. Menurut Arie, seharusnya pemerintah tidak menghapus aturan yang mengatur tutupan hutan harus tetap 30 persen. ”Sebelum omnibus law, aturan itu dilanggar, apalagi setelah- nya,” katanya. Arie menambahkan, dengan turunnya tutupan hutan itu, bencana terus-menerus terjadi sejak 1990, seperti banjir ka- rena luapan sungai ataupun banjir rob, bahkan kekeringan hingga kebakaran lahan di wi- layah gambut yang rusak. Banjir pada November 2021 melanda 121 desa dan kelurah- an di 36 kecamatan pada enam kabupaten di Kalteng. Total terdapat 21.035 keluarga atau 67.508 orang yang terdampak banjir. Banjir itu dinilai seba- gai yang terburuk dalam 30 tahun terakhir. Kepala Bidang Tata Ling- kungan Dinas Lingkungan Hi- dup Kalteng Adiyaksa Prasida- pati dalam diskusi bersama BNF mengungkapkan, peme- rintah memproyeksikan ”Kal- teng Hijau” dalam Rencana Pembangunan Jangka Mene- ngah Daerah 2021-2026. Arti- nya, segala bentuk program ke depan berbasis pada kajian lingkungan hidup strategis. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng turut direvisi. Semua kegiatan pemba- ngunan di Kalteng dalam lima tahun mendatang dipastikan memperhatikan aspek-aspek lingkungan hidup. ”Sederhana- nya, kalau Kementerian PUPR mau bangun jalan, setelah di- lihat di tempat itu rawan long- sor jadi, ya, koordinasi untuk mohon digeser,” ujarnya. Sungai dan DAS sebagai pu- sat kehidupan perlu selalu di- ingat. Seperti dilakukan Ra- mang dan keluarganya yang memulai kembali ritual yang sudah lama ditinggalkan ba- nyak orang Dayak. Mereka kembali menghormati dan me- nyayangi sungai.
Target Produksi Garam Rakyat 1,5 Juta Ton pada 2022 JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan produksi garam rakyat sebesar 1,5 juta ton ta- hun 2022.Adapun impor garam direncanakan mencapai 2,9 juta ton. Penetapan target tersebut tak terlepas dari rendahnya produksi pada tahun 2021. Ber- dasarkan data Kementerian Ke- lautan dan Perikanan, realisasi produksi garam nasional tahun 2021 berkisar 1,3 juta ton atau hanya 61,9 persen dari target produksi 2,1 juta ton. Rendah- nya produksi, antara lain, dipicu musim kemarau basah. Direktur Jasa Kelautan Ke- menterian Kelautan dan Per- ikanan Miftahul Huda menge- mukakan, musim kemarau ba- sah diprediksi berlanjut pada 2022 sehingga akan membuat produksi garam rakyattidak op- timal. Dengan faktor hambatan cuaca itu, tahun ini pemerintah merencanakan impor garam se- besar 2,9 juta ton. Produksi garam rakyat yang ditargetkan sebesar 1,5 juta ton tahun ini dan stok garam sisa produksi tahun lalu sekitar 430.000 ton akan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi, industri, dan industri aneka pangan. Kebu- tuhan garam konsumsi sekitar 1,5 juta ton per tahun dan ga- ram industri 3,07 juta ton. Produksi garam rakyat kuali- tas I diharapkan bisa mencapai 500.000 ton atau 30 persen dari total produksi tahun ini sehing- ga dapat menyuplai kebutuhan industri.
”Tantangannya adalah inter- vensi teknologi agar (garam) tetap berproduksi pada musim hujan. Sejumlah teknologi telah diaplikasikan, tetapi pemanfa- atannya belum merata karena ongkos produksi yang mahal. Sementara anggaran pemerin- tah terbatas,” kata Huda saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/1/2022). Di sisi lain, semangat petam- bak garam untuk berproduksi terpukul harga jual garam yang tidak menentu. Pihaknya ber- harap impor garam tidak meng- alir di masa panen raya garam hingga dua bulan setelah masa panen, yakni Juli 2022-Januari 2023, supaya tidak menggerus serapan garam rakyat dan me- mukul harga garam rakyat. ”Agar tidak menggerus pe- tambak, impor garam jangan berlangsung saat panen raya hingga dua bulan setelah masa panen garam,” katanya. Pemerintah tengah menyu- sun peraturan presiden tentang percepatan pembangunan per- garaman, yang diharapkan menjadi solusi pengembangan industri garam nasional. De- ngan regulasi itu, keterlibatan kementerian/lembaga dapat di- tingkatkan untuk mencapaitar- get swasembada garam kon- sumsi dan garam industri aneka pangan pada tahun 2024. Ke- butuhan garam konsumsi dan garam industri aneka pangan setiap tahun diperkirakan se- kitar 2,2 juta ton. Untuk mendukung hilirisasi, lanjut Huda, Kementerian Ke- lautan dan Perikanan tahun ini berencana membangun satu pabrik pencucian dan pemur- nian (washing plant) garam di Tuban. Sebelumnya, pemerin- tah telah membangun sejumlah washing plant, di antaranya di Karawang, Brebes, Indramayu, Pati, Gresik, Pasuruan, dan Sampang. Pabrik pencucian garam itu diharapkan mendorong sentra produksi garam rakyat me- ngembangkan industri pengo- lahan sendiri. Membaik Sementara itu, Ketua Him- punan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Mohammad Hasan mempro- yeksikan produksi garam rakyat justru akan membaik tahun ini. Produksi garam rakyat diha- rapkan bisa mendekati 3 juta ton tahun ini atau seperti ca- paian tahun 2019. Ia mengemukakan, anomali cuaca pada tahun 2021 telah menyebabkan produksi garam di Jawa Timur hanya sekitar 450.000 ton atau turun hingga 50 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, di tengah produksi yang merosot, harga garam di tingkat petambak yang semula anjlok Rp 400 per kilogram membaik dan kini menyentuh Rp 800 per kg. Sementara itu, harga eceran garam mencapai Rp 1.200 per kg.
Sebagian petambak kini me- nyimpan stok garam sisa pro- duksi tahun 2020-2021 yang belum terserap dengan harapan harga garam terus membaik. Pihaknya optimistis produksi garam akan terus membaik ta- hun ini. Namun, upaya men- dorong produksi dan mencapai swasembada garam harus di- topang oleh pengendalian im- por garam. Hitung cermat Hasan menambahkan, per- tumbuhan industri pengguna garam yang meningkat jangan dijadikan alasan pemerintah untuk memperbanyak impor. Pemerintah dinilai perlu meng- hitung cermat kebutuhan in- dustri dan ketersediaan garam rakyat agar tidak ada yang di- korbankan. ”Pertumbuhan industri pengguna garam yang semakin banyak jangan sampai me- ngorbankan produksi garam dalam negeri dan mendo- rong harga kembali anjlok,” ka- tanya. Pihaknya berharap pemerin- tah segera merealisasikan janji untuk memasukkan garam se- bagai barang kebutuhan pokok serta menetapkan harga pokok pembelian.
Jika harga garam stabil, petambak akan memacu produksi. Di sisi lain, pemba- tasan impor diperlukan agar ga- ram rakyat terserap dengan harga layak. (LKT)
Rabu, 05 Januari 2022 Republika Hal. -
OLEH LIDA PUSPANINGTYAS, RETNO WULANDARI Pengembangan industri halal terus menunjukan hasil konkret dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai inisiatif telah berubah menjadi rencana aksi. Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) Anwar Bashori mengatakan, pengembangan ekonomi syariah semakin kuat sejak terbukti bertahan di tengah pandemi. "Sektor-sektor halal prioritas kita terbukti menunjukan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk juga nilai-nilai ekspor halal," kata Anwar. Ekonomi syariah Indonesia pada tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar -1,72 persen, lebih baik dibandingkan tingkat kontraksi produk domestik bruto (PDB) nasional yang -2,1 persen. Menurut State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2020/2021, pangsa ekspor bahan makanan halal Indonesia terhadap ekspor makanan halal global juga dalam kisaran 15-18 persen dalam lima tahun terakhir. Di tengah kondisi global yang resesi dalam, pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia ditopang sektor-sektor prioritas halal value chain (HVC). Dua sektor prioritas HVC mampu tumbuh positif meskipun tingkat pertumbuhannya melambat, yaitu pertanian dan makanan halal.
“Pertumbuhan kedua sektor tersebut dapat menahan kontraksi pertumbuhan sektor prioritas HVC lebih dalam,” katanya.
Pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional juga terus meningkat di tengah pelemahan ekonomi sebagai dampak Covid-19. Dalam lima tahun terakhir, pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus menunjukkan eksistensinya. Pada 2016, BI mencatat pertumbuhan sektor HVC selalu lebih tinggi dari pertumbuhan PDB. Ketua Bidang Industri Halal Ekonomi Kreatif Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Riyanto Sofyan mengatakan, sinergi antara sektor riil ekonomi syariah khususnya industri halal dan keuangan syariah masih bisa ditingkatkan. Salah satunya pada sektor pariwisata.
Pelaku usaha sektor pariwisata saat ini sangat membutuhkan dukungan dan stimulasi dari semua pihak khususnya keuangan syariah dalam mereaktivasi industri pariwisata. Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun lalu membuat kondisi para pelaku usaha terpuruk. "Stimulasi yang diberikan bisa berupa pembiayaan, jadi wisatawan bisa travel now pay later atau dicicil," kata Riyanto menjelaskan kepada Republika. Jika hal ini dilakukan, menurut Riyanto, bisnis pelaku usaha di sektor pariwisata bisa tetap bertahan meski di tengah badai pandemi. Hal tersebut mengingat potensi wisatawan domestik bisa mencapai sekitar Rp 290 triliun atau lebih besar dibandingkan potensi wisatawan mancanegara. Sektor riil ekonomi syariah khususnya industri halal bisa bangkit sejalan dengan berkembangnya sektor keuangan syariah. Menurut Riyanto, bank syariah tidak harus mengambil segmen yang sama dengan bank konvensional, yaitu memberi pembiayaan ke korporasi besar. Bank syariah juga bisa menggarap segmen di sektor riil ekonomi syariah seperti pariwisata. Riyanto juga melihat suatu industri halal akan lebih cepat berkembang jika didukung dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan serupa secara proporsional dengan yang konvensional. Payung hukum serta kelembagaan harus dibentuk dengan jelas. Riyanto mengatakan, undang-undang ekonomi syariah yang bisa memayungi dasar hukum bagi seluruh sektor riil belum ada. Saat ini hanya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang implementasinya masih tersendat-sendat. Sektor pariwisata pernah memiliki Permen Parekraf No 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Hotel Syariah, tapi dianulir pada 2016 dengan alasan deregulasi dari Presiden.
"Sebenarnya deregulasi adalah untuk yang ada obesitas regulasi, sedangkan di sektor riil ekonomi syariah masih sangat minim regulasi. Padahal pemerintah hanya bisa punya program kebijakan dan mengalokasikan anggaran jika ada payung hukum,"
kata Riyanto. Upaya Menutup Celah Bank Indonesia mencatat estimasi pangsa produk barang dan jasa sesuai prinsip syariah yang dihasilkan perekonomian domestik mencapai sekitar 97 persen. Namun ini jauh lebih tinggi dibandingkan pangsa pembiayaan sesuai prinsip syariah terhadap total pembiayaan ekonomi. "Masih terdapat gap link and match pembiayaan oleh keuangan syariah untuk sektor-sektor syariah," kata Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Anwar Bashori.
Keterhubungan industri halal dan sektor ekonomi syariah lain, seperti keuangan syariah dan keuangan sosial tentu menjadi kunci sukses dari kemajuan ekonomi syariah nasional. Maka dari itu, lanjut Anwar, sektor keuangan syariah perlu memperbesar kapasitas dan jangkauannya. Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan keuangan syariah didorong menjadi bahan bakar untuk industri halal. Sektor keuangan syariah menguasai 10,11 persen dari total aset keuangan nasional. OJK berupaya mengembangkan industri keuangan syariah agar semakin tumbuh kompetitif. "Karena sudah terbukti lebih bertahan di masa-masa krisis," kata Wimboh. Ia menyakini proporsi perbankan syariah pun bisa lebih tinggi di masa depan. Per Agustus 2021, industri perbankan syariah telah menyalurkan Rp 396,8 triliun. Nilai tersebut naik dari Rp 383,9 triliun per Desember 2020. Sektor UMKM yang memproduksi produk halal juga didorong untuk menggunakan fasilitas keuangan syariah, antara lain, melalui KUR syariah. Berdasarkan data pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) KUR pada 5 November 2021, penyaluran KUR syariah mencapai Rp 12,36 triliun kepada 237.617 UMKM. Nilai tersebut meningkat 257,5 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 4,8 triliun kepada 119.668 debitur. Pertumbuhan pembiayaan UMKM di perbankan syariah terus mengalami peningkatan. Per Agustus 2020, pembiayaan ke UMKM mencapai Rp 72,3 triliun, mencapai 18,1 persen dari total pembiayaan yang disalurkan bank syariah. Jumlah ini meningkat dibanding tahun lalu periode yang sama sebesar Rp 68,1 triliun atau 18,4 persen dari total pembiayaan. Pendanaan melalui pasar modal syariah semakin diperluas dengan adanya para pelaku keuangan digital, seperti fintech. Fintech syariah mencatat pendanaan pada sektor UMKM terus meningkat. Tidak hanya dari peer to peer lending syariah, tapi juga securities crowd funding syariah. Ketua Umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Hery Gunardi menyampaikan, perbankan syariah akan terus menyesuaikan diri dan berinovasi. Selain itu, perbankan syariah akan terus mengikuti dan mendukung pertumbuhan industri halal di berbagai segmen. Pada beberapa tahun terakhir, menurut Hery, upaya penguatan ekosistem keuangan syariah dan industri halal di Indonesia sedang digencarkan. Upaya tersebut dilakukan melalui sinergi dan koordinasi oleh setiap pemangku kepentingan yang ada, mulai dari pelaku, pemerintah dan regulator, akademisi, hingga masyarakat umum. "Beberapa poin yang perlu dilakukan ke depan adalah bagaimana para pelaku di industri, baik keuangan syariah maupun industri halal, dapat terus bersinergi untuk memanfaatkan momentum," kata Hery. Sekretaris Jenderal Asbisindo Herwin Bustaman menambahkan, sektor keuangan syariah dengan industri halal sangat dimungkinkan untuk bersinergi. Perbankan syariah bisa memberikan solusi layanan keuangan dalam setiap transaksi yang dilakukan di industri halal. Asbisindo sendiri telah melakukan sejumlah upaya untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah. "Penguatan ekosistem industri halal ini tentunya penting untuk kita bisa bersaing," kata Herwin.