• Tidak ada hasil yang ditemukan

E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR RI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

E-PAPER

PERPUSTAKAAN DPR RI

Telepon : (021) 5715876, 5715817, 5715887 Fax : (021) 5715846

e-mail: [email protected]

Follow us @perpustakaandpr Become a Fan Perpustakaan DPR RI

http://perpustakaan.dpr.go.id http://epaper.dpr.go.id

Rabu 27 Oktober 2021

No. Judul Surat Kabar Hal.

1. Tes PCR dan Mobilitas Masyarakat Jakarta Post 6

2. Batas Tertinggi Tarif Tes PCR Rp 275.000 dan Rp 300.000 Kompas 0

3. DPR Meminta Pemerintah Menjelaskan Alasan Kewajiban Tes PCR untuk Perjalanan

Kompas 0

4. Ekonomi Dipatok Tumbuh 4 Persen, Sri Mulyani: Proyeksi IMF dan OECD Terlalu Rendah

Kompas -

(2)

Rabu, 27 Oktober 2021 Jakarta Post Hal. 6

Pandemi Covid-19 belum berakhir. Sikap ekstra hati-hati tetap perlu kita jalankan. Bertumpu pada pelandaian kasus Covid-19, pemerintah melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah daerah. Hal ini diikuti oleh meningkatnya kunjungan wisatawan. Lalu muncul kekhawatiran lagi, dan ketentuan seperti vaksinasi dan tes PCR pun diterapkan bagi pelaku perjalanan. Di satu sisi, penegakan sikap hati-hati dan saksama adalah wajar. Namun, kesan improvisasi sedikit atau banyak membuat masyarakat tak nyaman. Logika yang masuk akal hidup di masyarakat ialah dengan diterapkan aplikasi Peduli Lindungi, yang juga memperlihatkan rekam vaksin, menjadi syarat cukup untuk mendukung berlakunya berbagai aktivitas masyarakat, seperti masuk kantor, mal, dan area publik lainnya. Masyarakat pun menyambut dengan antusias pelonggaran yang ditetapkan pemerintah dengan beraktivitas, berwisata, menyambangi keluarga, dan lainnya.

Namun, di harian ini, Sabtu (23/10/2021), kita membaca, vaksinasi dan tes PCR menjadi syarat penerbangan. Peraturan yang mulai diberlakukan Minggu (24/10) ini muncul di tengah kenaikan jumlah penumpang pesawat beberapa waktu terakhir.

Terkesan ada kegamangan baru di lingkungan pemerintah, seperti ada peningkatan kasus positif Covid-19 di 105 kabupaten/kota meski dalam tahap yang, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, tidak mengkhawatirkan, dan di bawah batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Kompas, 26/10/2021) Kita memahami kehati-hatian yang ditegakkan pemerintah. Namun, kewajiban tes PCR bagi siapa pun yang masuk atau meninggalkan wilayah Jawa dan Bali lewat penerbangan menambah kerepotan pelaku perjalanan. Lebih dari soal biaya, aturan ini membuat calon penumpang tidak nyaman. Hidung dan tenggorokan dicolok berulang kali tidak menyenangkan. Dari sisi biaya, kita pun membaca Presiden Joko Widodo meminta agar harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300.000. Tebersit di benak, kalau tarif tes ini bisa Rp 300.000, berarti tarif yang diterapkan sebelumnya terlalu mahal. Kebijakan mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan udara, laut, dan darat juga ditolak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tes PCR di provinsi ini, yang tarifnya berkisar Rp 500.000-Rp 1,5 juta, dinilai membebani masyarakat. Di Bali, pelaku usaha juga mengkhawatirkan kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan berdampak buruk pada rencana kunjungan wisatawan, terutama yang pergi dengan keluarga. Di satu sisi kita menyadari, pandemi Covid-19 belum berakhir. Sikap ekstra hati-hati tetap perlu kita jalankan. Namun, di sisi lain, secara impulsif menerapkan kebijakan yang berimplikasi pada finansial, dan lebih luas lagi pada momentum pemulihan, patut dipertimbangkan juga. Kekhawatiran yang bisa terjadi di pesawat sudah diikuti oleh maskapai, dengan tidak mengizinkan penumpang makan minum (buka masker) untuk penerbangan di bawah dua jam. Sudah banyak kalangan pula bisa menunjukkan paspor peduli lindungi. Kita wajib mengikuti protokol kesehatan, tetapi dengan cara tidak mahal dan mendadak berubah-ubah.

(3)

Rabu, 27 Oktober 2021 Kompas Hal. 0

Pemerintah menurunkan harga tertinggi dari tes usap PCR pemeriksaan Covid-19 sebesar Rp 275.000 untuk wilayah Jawa dan Bali dan Rp 300.000 untuk wilayah luar Jawa dan Bali. Aturan ini mulai berlaku pada 27 Oktober 2021. Oleh DEONISIA ARLINTA JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menetapkan batas tertinggi untuk tarif pemeriksaan tes usap berbasis polimerase rantai ganda atau PCR menjadi Rp 275.000 untuk wilayah di Pulau Jawa dan Bali serta Rp 300.000 untuk wilayah lainnya. Penetapan ini sesuai dengan hasil evaluasi dari perhitungan biaya pemeriksaan tes tersebut. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir di Jakarta, Rabu (27/10/2021), mengatakan, hasil pemeriksaan tes usap real time PCR dengan tarif tertinggi tersebut maksimal dikeluarkan 1 x 24 jam setelah tes usap dilakukan. Semua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, laboratorium, dan fasilitas pemeriksaan lainnya, diharapkan mematuhi aturan tersebut. ”Kita tidak mengizinkan dan tidak membenarkan ada harga di atas batas dari tarif tertinggi tersebut apa pun alasannya, termasuk ada batas waktu yang lebih cepat dari batas waktu maksimal 1 x 24 jam yang sudah ditetapkan,” katanya. Batas tarif tertinggi tes usap berbasis PCR ini telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor 3843 Tahun 2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT PCR.

Penetapan harga tertinggi ini berlaku sejak surat edaran tersebut diterbitkan 27 Oktober 2021. Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Iwan Taufiq menyampaikan, penetapan batas tertinggi tarif tes PCR yang terbaru telah sesuai dengan hasil evaluasi dan perhitungan atas biaya tes yang wajar. Perhitungan tersebut mempertimbangkan kondisi terkini berdasarkan hasil audit, e-katalog, dan harga pasar. ”Terdapat potensi harga yang lebih rendah yang merujuk pada penurunan biaya bahan habis pakai seperti alat pelindung diri, penurunan harga reagen PCR dan RNA, serta penurunan biaya overhead,” tuturnya. Kadir menambahkan, kepala dinas kesehatan di daerah, termasuk kepala dinas tingkat provinsi, kabupaten, dan kota diminta untuk melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap pemberlakuan batas tarif tertinggi tes PCR. Bagi fasilitas kesehatan atau fasilitas laboratorium pemeriksaan PCR yang tidak mematuhi batas tarif tertinggi tersebut bisa dijatuhi sanksi tegas berupa penutupan laboratorium dan pencabutan izin operasional. Perluasan fasilitas laboratorium terus dilakukan oleh pemerintah. Saat ini setidaknya ada 1.000 laboratorium pemeriksaan berbasis PCR yang tersebar di seluruh Indonesia. ”Kementerian Kesehatan juga masih mengidentifikasi daerah-daerah mana saja yang belum ada mesin PCR. Nanti akan koordinasikan dengan pemerintah daerah setempat dan tentunya kita akan mendorong untuk penyiapan mesin PCR,” ujar Kadir. Praktisi rumah sakit dan dokter laboratorium yang juga mantan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma menyampaikan, pemberlakuan tarif tertinggi dari tes PCR perlu dikaji kembali. Pasalnya, masih ada sejumlah fasilitas kesehatan yang menggunakan alat penunjang pemeriksaan seperti reagen yang dibeli dengan tarif lama. ”Reagen yang digunakan masih dibeli dengan harga yang berlaku saat itu (sebelum tarif tertinggi ditetapkan), bagaimana kalau harus menjual dengan harga baru secara mendadak,” katanya. Libur Natal dan tahun baru Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah telah menetapkan akan memangkas cuti bersama libur Natal dan meniadakan cuti bersama pada 24 Desember 2021. Hal itu sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 712 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, Nomor 3 Tahun 2021 tentang tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama 2021. Selain itu, aparatur sipil negara juga dilarang untuk mengambil cuti dengan memanfaatkan momentum hari libur nasional. ”Kebijakan ini semata-mata dilakukan untuk membatasi pergerakan orang yang lebih masif menjelang libur akhir tahun,” katanya. Muhadjir menambahkan, masyarakat yang terpaksa harus bepergian di hari tersebut perlu mematuhi syarat perjalanan yang ketat. Untuk bepergian dengan moda transportasi udara diterapkan syarat surat negatif tes PCR dan untuk perjalanan darat menerapkan syarat negatif tes antigen. Selain itu, pada libur akhir tahun, pengetatan dan pengawasan protokol kesehatan di sejumlah destinasi juga mutlak dilakukan. Pengawasan tersebut terutama pada tiga tempat, yakni di gereja pada saat perayaan Natal, tempat perbelanjaan, dan destinasi wisata lokal. Kadir mengatakan, syarat tes PCR bagi pelaku perjalanan pesawat udara didasarkan pada situasi di lapangan yang sudah menunjukkan adanya peningkatan penumpang pesawat. Sejumlah maskapai penerbangan psudah menerapkan kapasitas pesawat sampai 90 persen. ”Artinya, pelaksanaan physical distancing di atas pesawat itu sukar dilaksanakan. Karena itu, untuk menjamin perjalanan dengan pesawat betul-betul bersih dan tidak mempunyai potensi untuk menularkan, maka tes PCR dijadikan sebagai pemeriksaan utama,” tuturnya.

(4)

Rabu, 27 Oktober 2021 Kompas Hal. 0

Sejumlah anggota DPR meminta pemerintah menjelaskan kepada publik alasan kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan. Itu karena ketika kasus pandemi meningkat diizinkan menggunakan antigen. Oleh PRAYOGI DWI SULISTYO JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu menjelaskan kepada publik alasan kewajiban tes usap reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) bagi pelaku perjalanan. Kewajiban PCR tersebut dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang sedang mendorong peningkatan pariwisata. Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahmad Handoyo, menilai, kewajiban PCR tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Sebab, ketika kasus pandemi meningkat, diizinkan menggunakan antigen. Namun, ketika saat ini sudah landai, justru ada kewajiban untuk tes PCR. Ia menegaskan, masyarakat harus diberi penjelasan yang lebih komprehensif. Pertanyaan yang ada di masyaraakt wajib disampaikan kepada pemerintah. Pemerintah harus melihat lebih detail bagaimana masyarakat menerima kebijakan ini. ”Sekarang yang menjadi konsen kami adalah bagaimana solusi ketika pemerintah tetap memberikan aturan seperti itu. Ini juga menjadi perhatian Bapak Presiden,” kata Rahmad di Jakarta, Selasa (26/10/2021). Ia berharap usulan Presiden agar harga PCR sebesar Rp 300.000 yang berlaku untuk tiga hari bisa meredakan suasana. Selain penegakan aturan, kata Rahmad, perlu juga adanya informasi yang jelas terkait dengan harga PCR. Itu karena ada informasi yang harus membayar Rp 1,9 juta dan Rp 2,5 juta. Hal itu menimbulkan kecurigaan di masyarakat adanya kepentingan bisnis ketika ada kewajiban PCR. Selain itu, perlu penguatan infrastruktur laboratorium. Menurut Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat merupakan kebijakan yang mundur. Sebab, pandemi sudah melandai dan kesadaran masyarakat pada vaksinasi sudah mulai banyak. Mereka sudah merasakan bahwa vaksinasi untuk meningkatkan imunitas. Neng menegaskan, seharusnya momentum landainya pandemi ini dijadikan kesempatan untuk meningkatkan kebangkitan perekonomian masyarakat. Aturan penumpang pesawat wajib PCR merugikan tidak hanya industri penerbangan, tetapi juga pelaku ekonomi lainnya. ”Saya kira itu memberatkan, apalagi masyarakat menengah ke bawah,” kata Neng. Ia menjelaskan, industri penerbangan selama pandemi telah mengalami kerugian sampai Rp 2.867 triliun. Angka tersebut setara dengan keuntungan selama 9 tahun untuk industri penerbangan secara global. Neng juga mempertanyakan saat pandemi melandai justru diwajibkan PCR. Padahal, sebelumnya bisa menggunakan antigen. ”Dahulu harga PCR paling murah Rp 900.000 berlaku selama 14 hari. Sekarang harga PCR dikurangi menjadi Rp 490.000-Rp 500.000 ternyata berlakunya hanya 2 kali 24 jam. Jadi, ini, kan, sama saja. Jangan sampai harga PCR dikurangi, tetapi masa berlakunya dipersempit lagi,” katanya. Sebelumnya, kewajiban pelaku perjalanan udara, laut, dan darat untuk memperlihatkan hasil negatif tes PCR mendapatkan penolakan dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Timur Isyak Nuka, biaya tes PCR yang berkisar Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta membebani masyarakat (Kompas, 26/10/2021). Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, pekan lalu dirinya berkunjung ke NTT dan melihat variasi harga PCR. ”Ini harus diperjelas, standar harga (PCR) nasional itu berapa dan lama waktunya berapa. Standar nasional itu semua sama dan berlaku untuk siapa pun,” kata Robert. Ia juga berharap pemerintah menjelaskan kepada publik alasan mewajibkan PCR di saat pandemi terkendali sebab sebelumnya bisa menggunakan antigen. Menurut Robert, kewajiban PCR ini kontradiktif dengan kebijakan pemerintah yang sedang mendorong peningkatan pariwisata. Itu karena kewajiban PCR akan menghambat pergerakan orang yang ingin berwisata. ”Ombudsman meminta pemerintah memberikan informasi yang transparan dan akurat.

Mereka (pemda) bukan menolak. Yang terjadi di pemda hari ini, kebijakan pemerintah pusat seolah-olah berlawanan dengan apa yang terjadi di lapangan,” kata Robert. Kompas sudah meminta tanggapan kepada Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik dan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan terkait dengan penolakan daerah terhadap kewajiban PCR, tetapi tidak direspons.

(5)

Rabu, 27 Oktober 2021 Kompas Hal. -

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi ekonomi Indonesia sepanjang 2021 mencapai 4 persen secara tahunan (year on year/yoy). Bendahara negara ini mengatakan, proyeksi itu meningkat dibandingkan sebelumnya. Proyeksi pun lebih tinggi dibanding prediksi lembaga internasional seperti OECD dan IMF yang masing-masing 3,7 persen dan 3,2 persen. "Prediksi dan proyeksi IMF dan OECD yaitu 3,2 persen dan 3,7 persen tahun ini menurut kita terlalu rendah," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat KSSK, Rabu (27/10/2021). Mantan Direktur Pelaksana Bank dunia ini menjelaskan, perubahan proyeksi menjadi lebih optimistis lantaran Indonesia termasuk negara yang cepat menangani penyebaran varian Delta Covid-19 sejak akhir Juni 2021. Sepanjang kuartal III 2021, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen dan kuartal IV 2021 mencapai 5,4 persen. "Walaupun kita dihantam varian Delta dan ternyata dengan langkah pemerintah bisa mengendalikan secara cukup cepat dan efektif menyebabkan outlook untuk pertumbuhan ekonomi kuartal III menjadi lebih baik di 4,5 persen," tutur Sri Mulyani. Dia berharap, pemulihan ekonomi dan turunnya kasus aktif berlanjut hingga akhir tahun dan awal tahun depan. Sri Mulyani menyebut, pengendalian pandemi Covid-19 menjadi kunci penting untuk menormalisasi kegiatan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah terus mengakselerasi vaksinasi Covid-19. "Proyeksi ini selalu berbasis kepada apakah suatu negara mampu mengendalikan Covid-19 terutama Delta. Vaksinasi dan prokes akan menjadi kunci untuk normalisasi kegiatan ekonomi, dan tentu APBN akan terus mendorong dan mendukung mulai dari agregat demand, konsumsi, maupun investasi," pungkas Sri Mulyani.

Referensi

Dokumen terkait

Padatnya lalu lintas jalan raya Pantura kemudian memunculkan urgensi untuk merajut konektivitas bebas hambatan, juga dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Jawa, untuk

Menariknya, upaya ”penyangkalan” tersebut tidak hanya dilakukan oleh lembaga pendidikan keagamaan yang bersangkutan atau instansi dari lingkungan yang terasosiasi dengan

Upaya penyediaan pembangkit listrik bersumber energi baru dan terbarukan jauh panggang dari api dengan masuknya gasifikasi batubara dalam RUU EBT.. Gasifikasi batubara bukanlah

Baca juga : Aneksasi Tepi Barat, Kesalahan Sejarah Akan tetapi, justru ketika semua mata dan hati masyarakat dunia mengarah pada bagaimana mengatasi pandemi Covid- 19, Netanyahu

Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11/Pojk.03/2020 itu menyatakan bahwa bank akan menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitor yang

Oleh karena itu, presidensi G-20 Indonesia ta- hun 2022 sangat penting untuk menyampaikan beberapa tin- dakan kebijakan terkoordinasi yang konkret, tidak hanya un- tuk

Kajian tim peneliti dengan penulis pertama S Widiantoro dari Global Geophysics Rese- arch Group ITB di jurnal Na- ture pada 2019 menyebutkan, ketinggian tsunami yang dia- kibatkan

“Sehingga secara teknikal Indonesia masuk dalam fase resesi ekonomi.” Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 sekitar