• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT TESIS"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PROSES BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN

MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN

LANGKAH-LANGKAH POLYA DITINJAU

DARI ADVERSITY QUOTIENT

(Studi Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Jaten Kabupaten Karanganyar Semester Gasal Tahun Pelajaran 2012/ 2013)

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh Rany Widyastuti

S851108055

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2013

(2)

commit to user

ii

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul :

MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA DITINJAU DARI ADVERSITY

QUOTIENT ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiyah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Matematika PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Matematika PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, Februari 2013

Rany Widyastuti S851108055

(5)

commit to user

MOTTO

meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kalian

(Q.S. Mujadillah: 11)

(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan

(Q.S. Al-Insyirah: 6-8)

(6)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:

1. Ibu dan Bapakku tercinta, yang selama ini telah memberikan kasih sayangnya, senantiasa memberikan semangat, nasehat, dan tanpa lelah berdoa untuk keberhasilanku.

2. Mbak Vera dan Mas Heri yang selama ini telah memberikan perhatiannya kepadaku dan selalu mendoakan keberhasilanku.

3. Keluarga besarku yang telah memberikan motivasi dan semangat untuk keberhasilanku.

4. Semua sahabat dan teman-temanku yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku dan tidak pernah berhenti memberikan semangat untuk keberhasilanku.

5. Almamater tercinta.

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat Proses Berpikir Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasakan Langkah-langkah Polya Ditinjau Dari Adversity Quotient . Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Budi Usodo, M.Pd., Dosen Pembimbing I, yang telah dengan sabar dan penuh rasa tanggungjawab memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. Riyadi, M.Si., Dosen Pembimbing II, yang telah dengan sabar dan penuh rasa tanggungjawab memberikan pengarahan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Seluruh Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

6. Drs. Suriyanto, M.Pd., Kepala SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar, yang telah memberikan ijin untuk terlaksananya penelitian ini.

7. Drs. Suwardi, M.M., guru matematika kelas IX SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar, yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

(8)

commit to user

8. Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., Drs. Gatut Iswahyudi, M.Si., dan Drs. Pangadi, M.Si., validator dalam instrumen penelitian, yang telah memberikan saran dan masukannya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

9. Keluarga kedua penulis (Mbak Siti Khoiriyah, Mbak Rina Agustina, Desty Septianawati, Laila Puspita, Nana Hasanah, Kak Hasan Sastra Negara, dan Hidayatullah) atas kebersamaannya selama ini dan tidak pernah lelah memberikan saran, semangat, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

10. Semua teman-teman Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, terutama angkatan 2011, atas kebersamaan, bantuan, dan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga tesis ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin.

Surakarta, Februari 2013

Penulis

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TIM PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Batasan Istilah ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 10

1. Berpikir ... 10

2. Proses Berpikir ... 11

3. Pemecahan Masalah ... 15

4. Pemecahan Masalah Berdasarkan Langkah-langkah Polya ... 22

5. Proses Berpikir Dalam Pemecahan Masalah Matematika ... 24

(10)

commit to user

6. Adversity Quotient (AQ) ... 26

7. Tipe-tipe Adversity Quotient (AQ) ... 28

8. Dimensi-dimensi Adversity Quotient (AQ) ... 29

B. Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Konseptual ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Jenis Penelitian ... 38

C. Subjek Penelitian ... 38

D. Prosedur Pemilihan Subjek Penelitian ... 39

E. Sumber Data ... 42

F. Instrumen Penelitian ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data ... 46

H. Teknik Keabsahan Data ... 47

I. Teknik Analisis Data ... 48

J. Prosedur Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penentuan Subjek Penelitian ... 51

B. Hasil Pengembangan Instrumen ... 52

D. Paparan dan Analisis Data ... 57

E. Pembahasan ... 165

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 175 B. Implikasi ... 177 C. Saran ... 178 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

(11)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Pemecahan Masalah Matematika ... 24 2.2 Kerangka Kerja Proses Berpikir Menurut Piaget ... 25 3.1 Waktu Penelitian ... 37 4.1 Tipe Adversity Quotient Siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Jaten

Karanganyar ... 51 4.2 Nama-nama Validator Instrumen Pedoman Wawancara ... 53 4.3 Nama-nama Validator Instrumen Lembar Tugas Pemecahan

Masalah Matematika ... 54 4.4 Revisi Instrumen Tugas Pemecahan Masalah Matematika ... 55 4.5 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa RA dalam

Memahami Masalah ... 63 4.6 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa RA dalam

Menyusun Rencana Penyelesaian ... 74 4.7 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa RA dalam

Menyelesaikan Masalah Sesuai Perencanaan ... 86 4.8 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa RA dalam

Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh ... 94 4.9 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa EG dalam

Memahami Masalah ... 103 4.10 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa EG dalam

Menyusun Rencana Penyelesaian ... 113 4.11 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa EG dalam

Menyelesaikan Masalah Sesuai Perencanaan ... 124 4.12 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa EG dalam

Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh ... 131 4.13 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa AM dalam

Memahami Masalah ... 142

(12)

commit to user

4.14 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa AM dalam

Menyusun Rencana Penyelesaian ... 153 4.15 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa AM dalam

Menyelesaikan Masalah Sesuai Perencanaan ... 159 4.16 Hasil Wawancara Pertama dan Kedua pada Siswa AM dalam

Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh ... 163 4.17 Ringkasan Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau dari AQ ... 173

(13)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Perhitungan Instrumen Penggolongan Tipe Adversity

Quotient ... 184

2. Lembar Validasi Instrumen Pedoman Wawancara ... 186

3. Instrumen Pedoman Wawancara ... 192

4. Lembar Validasi Instrumen Tugas Pemecahan Masalah Matematika ... 194

5. Instrumen Lembar Tugas Pemecahan Masalah Matematika ... 200

6. Instrumen Lembar Tugas Pemecahan Masalah Matematika yang Telah Divalidasi ... 201

7. Perhitungan Uji Coba Tugas Pemecahan Masalah Matematika ... 202

8. Catatan Lapangan ... 204

9. Transkrip Wawancara Siswa RA ... 209

10. Transkrip Wawancara Siswa EG ... 225

11. Transkrip Wawancara Siswa AM ... 238

12. Beberapa Foto Kegiatan Penelitian ... 251

13. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari PPs UNS ... 253

14. Surat Keterangan Penggunaan Instrumen Penggolongan Tipe Adversity Quotient Dengan LPT Cindo ... 254

15. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian ... 255

(14)

commit to user

Rany Widyastuti. 2013. Proses Berpikir Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Ditinjau Dari Adversity Quotient. TESIS. Pembimbing I: Dr. Budi Usodo, M.Pd, II: Dr. Riyadi, M.Si. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) proses berpikir siswa SMP dengan tipe climber dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya, (2) proses berpikir siswa SMP dengan tipe camper dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya, dan (3) proses berpikir siswa SMP dengan tipe quitter dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya. Penyelesaian masalah matematika dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah Polya, yaitu memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, dan memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan gabungan teknik stratified sampling dan purposive sampling. Subjek pada penelitian ini adalah 3 orang siswa kelas IX SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar, yang terdiri dari 1 orang siswa dengan tipe climber, 1 orang siswa dengan tipe camper, dan 1 orang siswa dengan tipe quitter. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik angket dan wawancara berbasis tugas yang dilakukan pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Teknik keabsahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi waktu dan menggunakan kecukupan referensi. Teknik analisis data yang digunakan adalah konsep Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) siswa climber melakukan proses berpikir (a) asimilasi dalam memahami masalah, yaitu siswa dapat langsung mengidentifikasikan hal yang diketahui dan yang ditanya pada masalah, (b) asimilasi dalam menyusun rencana penyelesaian, yaitu siswa dapat langsung menentukan langkah dan metode apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, (c) asimilasi dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, yaitu siswa dapat langsung menyelesaikan masalah yang ada sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, dan (d) asimilasi dalam memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh, yaitu siswa dapat langsung menentukan cara untuk memeriksa kembali hasil yang telah diperolehnya dengan melihat kesesuaian antara hasil yang telah diperoleh dengan hal yang diketahui pada masalah dan melalui persamaan yang telah dibuat sebelumnya; (2) siswa camper melakukan proses berpikir pada langkah (a) asimilasi dalam memahami masalah, yaitu siswa dapat langsung mengidentifikasi hal yang diketahui dan yang ditanya pada masalah, (b) asimilasi dan akomodasi dalam menyusun rencana penyelesaian, proses asimilasi terjadi pada saat siswa dapat langsung menentukan langkah dan metode apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah,

(15)

commit to user

sedangkan proses akomodasi terjadi pada saat siswa perlu memodifikasi skema yang ada di pikirannya dengan informasi yang ada pada masalah untuk bisa membentuk model matematika, (c) asimilasi dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, yaitu siswa dapat langsung menyelesaikan masalah yang ada sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, (d) asimilasi dalam memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh, yaitu siswa dapat langsung menentukan cara untuk memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh dengan melihat kesesuaian antara hasil yang telah diperoleh dengan hal yang diketahui pada masalah; (3) siswa quitter melakukan proses berpikir pada langkah (a) ketidaksempurnaan proses asimilasi dan akomodasi dalam memahami masalah, ketidaksempurnaan proses berpikir asimilasi terjadi pada saat siswa dapat langsung mengidentifikasi hal-hal yang diketahui dan yang ditanya pada masalah, tetapi siswa tidak dapat menentukan secara lengkap hal yang diketahui pada masalah tersebut, sedangkan ketidaksempurnaan proses akomodasi terjadi pada saat siswa tidak dapat memodifikasi pengetahuannya dalam menentukan apakah siswa memerlukan informasi lain selain hal yang diketahui pada masalah untuk bisa menyelesaikan masalah, (b) tidak dengan asimilasi maupun akomodasi dalam menyusun rencana penyelesaian karena siswa tidak dapat menentukan langkah apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, (c) tidak dengan asimilasi maupun akomodasi dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan karena siswa tidak dapat menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, dan (d) tidak dengan asimilasi maupun akomodasi dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh karena siswa tidak dapat menyelesaikan masalah sehingga tidak ada hasil dari siswa yang harus diperiksa kebenarannya.

Kata Kunci: proses berpikir, pemecahan masalah, langkah Polya, Adversity Quotient (AQ).

(16)

commit to user

Rany Widyastuti. 2013. The Thinking Process of Junior High School Student in Rule Viewed from Adverstity Quotient. Supervisor I: Dr. Budi Usodo, M.Pd, II: Dr. Riyadi, M.Si. Program Study of Mathematics Education, Post-graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

The aims of this research are to describe: (1) the thinking process of junior

high school students with climb problem based

junior high school students with mathematics

thinking process of junior high school students with quitt

mathematics The mathematics problem solving in

this research used namely understanding the problem, devising a plan, carrying out the plan, and looking back the answer.

This research is a qualitative descriptive research. The subjects of this research were taken by using a combined technique of stratified sampling and purposive sampling. The subjects of this research were three 9th grade student of SMP Negeri 1 Jaten Karanganyar regency, which consists of a student with

The data were collected through questionnaire and task-based interview technique on subject matter of two variable linear equation system. The data were validated using time triangulation and reference. The data were analyzed using a Miles and

Hub reduction, presentation, and conclusion.

The result of this research showed

process: (a) assimilation in understanding the problem, the student could directly identify what the known fact and what the asked problem, (b) assimilation in devising a plan, the student could directly determine what step and method would be used to solve the problem, (c) assimilation in carrying out the plan, the student could directly solve the problem in accordance with the plans that have been made previously, and (d) assimilation in looking back the answer, the student could directly determine the appropriate method to recheck the result by comparing it with known facts on the problem through equations that have been made previously

understanding the problem, the student could directly identify what known and what the asked problem, (b) assimilation and accomodation in devising a plan, assimilation process took place when student could directly determine what step and method would be used to solve the problem, while accomodation process occurred when student need to modify the existing scheme in his/ her mind with the mentioned information in the problem to establish a mathematical model, (c) assimilation in carrying out the plan, the student could directly solve the problem in accordance with the plans that have been made previously, and (d) assimilation in looking back the answer, the student could directly determine what method to recheck the result that have been obtained by observing the appropriateness

(17)

commit to user

between the result and the known on the problem

thinking process (a) imperfection of assimilation and accomodation in understanding the problem, imperfection of assimilation thinking process took place when the student could identify what known and what the asked problem but student could not determine the things known completely, while imperfection of accomodation thinking process happened when the student could not modify his/ her existing knowledge in determining whether the student need some other additional information other than the known to solve the problem, (b) devising a plan without assimilation and accomodation processes because the student could not determine the appropriate method would be used to solve the problem, (c) carrying out the plan without assimilation and accomodation processes because the student could not solve the problem in accordance with the plan, (d) looking back the problem without assimilation and accomodation processes because the student could not solve the problem so that there were no result that is necessary to be checked.

Keywords: (AQ)

(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Matematika memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Dengan dasar pemahaman matematika yang cukup, dalam arti memiliki logika berpikir yang baik, seseorang bisa menyikapi berbagai fenomena dan permasalahan yang mereka hadapi dengan lebih baik. Bagaimana seseorang merespon sebuah permasalahan yang ditemui setiap hari dengan cepat dan baik, mengambil keputusan secara logis, serta penentuan prioritas dari berbagai pilihan yang ada, hampir semuanya melibatkan kemampuan analisa dan logika matematika. Salah dalam mengambil keputusan, lebih mengutamakan perasaan daripada logika (dalam porsi tertentu), atau salah dalam menentukan prioritas dapat mengakibatkan hasil yang benar-benar berbeda dari yang kita harapkan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada siswa dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang terstruktur, terorganisasi, dan berjenjang, artinya antara materi yang satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Matematika yang diberikan pada tingkatan tersebut biasa disebut sebagai matematika sekolah (school mathematics).

Menurut Sri Wardhani (2008: 7), tujuan pembelajaran matematika sekolah berdasarkan Standar Isi (SI) mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa :

1. Memiliki kemampuan untuk memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Memiliki kemampuan untuk menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.

(19)

commit to user

4. Memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah. Kemampuan memecahkan masalah ini meliputi kemampuan untuk memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Kemampuan untuk memecahkan masalah ini sangat penting dimiliki oleh siswa tidak hanya pada mata pelajaran matematika saja tetapi juga dapat digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting bahkan sebagai jantungnya matematika. Menurut Cooney (dalam

Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan kemampuan siswa dalam berpikir, bernalar, memprediksi, dan mencari solusi dari masalah yang diberikan.

Pemecahan masalah dapat mendorong siswa untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai masalah yang ada. Siswa yang terbiasa dihadapkan pada masalah dan berusaha memecahkannya akan memiliki sifat cepat tanggap dan kreatif. Jika masalah yang diciptakan itu berhubungan dengan kebutuhannya maka siswa akan bersemangat untuk memecahkan masalah tersebut dalam waktu yang relatif singkat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting untuk bisa dimiliki oleh setiap siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika. Kenyataannya saat ini terlihat bahwa kemampuan siswa masih rendah dalam memecahkan masalah matematika, khususnya di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan data dari Pusat Pendidikan Nasional, Balitbang Kemdiknas diketahui bahwa nilai siswa pada tingkat nasional sebesar 72 dan nilai siswa di Kabupaten Karanganyar sebesar 57,56 pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Padahal materi ini sangat penting untuk dikuasai oleh siswa karena materi ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(20)

commit to user

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa siswa SMP di Kabupaten Karanganyar memiliki kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah pada materi sistem persamaan linear dua variabel.

Selain itu, berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Juli dengan dua orang siswa SMP kelas IX terlihat bahwa kedua siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel dengan baik dan benar. Satu orang siswa menyelesaikan masalah yang ada dengan metode yang benar, yaitu menggunakan metode eliminasi dan substitusi, tetapi siswa tersebut tidak dapat membuat model matematika yang tepat dari dua masalah yang ada. Satu orang siswa lainnya tidak dapat menyelesaikan masalah dengan benar pada materi tersebut dikarenakan siswa tidak dapat membuat langkah yang tepat untuk bisa menyelesaikan masalah yang ada. Siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan cara coba-coba, bukan menggunakan metode eliminasi dan substitusi, serta tidak membuat model matematika dari masalah yang ada. Di sini terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika untuk materi sistem persamaan linear dua variabel meskipun mereka sudah mempelajari materi tersebut di kelas VIII. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah untuk materi sistem persamaan linear dua variabel.

Hal ini mungkin saja terjadi karena siswa sering melakukan beberapa kesalahan pada saat melakukan kegiatan pemecahan masalah. Kesalahan tersebut misalnya saja ketidakcermatan siswa dalam berpikir, ketidakcermatan siswa dalam membaca, serta kelemahan siswa dalam menganalisis masalah. Ketidakcermatan siswa dalam berpikir biasanya terjadi karena siswa mengabaikan kecermatan penggunaan beberapa operasi, mengartikan kata atau melakukan operasi secara tidak konsisten, tidak memeriksa rumus atau prosedur saat merasa ada yang tidak benar, bekerja terlalu cepat, dan mengambil kesimpulan di pertengahan jalan tanpa pemikiran yang matang.

Beberapa ahli menemukan beberapa cara dalam memecahkan masalah matematika, salah satunya adalah Polya. Polya menemukan langkah-langkah yang

(21)

commit to user

praktis dan tersusun secara sistematis dalam memecahkan masalah. Dengan adanya langkah-langkah tersebut dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Langkah-langkah dalam memecahkan masalah menurut Polya (1973: xvi) terdiri dari empat langkah, yaitu understanding the problem, devising a plan, carrying out the plan, dan looking back.

Langkah pertama dalam memecahkan masalah matematika menurut Polya, yaitu understanding the problem atau memahami masalah. Pada langkah ini, siswa harus dapat memahami masalah yang ada dengan cara menetukan dan mencari apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada masalah tersebut. Langkah kedua yaitu devising a plan atau menyusun rencana pemecahan atau penyelesaiannya. Pada langkah ini, siswa harus dapat menyusun rencana pemecahan atau penyelesaian dari masalah yang ada berdasarkan apa yang telah diketahui dan ditanyakan pada masalah sesuai dengan langkah pertama. Langkah ketiga yaitu carrying out the plan atau menyelesaikan masalah sesuai perencanaan. Pada langkah ini, siswa harus dapat menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat pada langkah kedua. Langkah keempat yaitu looking back atau memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh. Pada langkah ini siswa harus dapat memeriksa kembali hasil yang telah diperolehnya, apakah jawabannya sudah benar dan sesuai dengan apa yang ditanyakan pada masalah atau belum. Looking back merupakan langkah terakhir dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

Seseorang dapat menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada dengan baik apabila didukung oleh kemampuan menyelesaikan masalah yang baik pula. Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengubah dan mengolah suatu permasalahan atau kesulitan yang terjadi dalam hidupnya dan menjadikan masalah tersebut menjadi suatu tantangan yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya dikenal dengan Adversity Quotient (AQ). AQ menurut Stoltz (2000: 8) dapat menjadi indikator untuk melihat seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu juga, AQ dapat menjadi indikator untuk melihat bagaimanakah seseorang dapat mengatasi

(22)

commit to user

masalahnya, apakah mereka dapat keluar sebagai pemenang, ataukah mereka mundur di tengah jalan, atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun.

Orang yang sukses adalah orang yang mau menerima tantangan dan tetap berusaha keras untuk menyelesaikan tantangan tersebut meskipun banyak rintangan atau bahkan kegagalan. Tidak ada orang yang mencapai kesuksesan tanpa merasakan kegagalan sebelumnya. Kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi semua masalah atau kesulitan digunakan sebagai suatu proses untuk mengembangkan diri, mengembangkan potensi, serta mencapai tujuan.

Peranan AQ dalam pendidikan adalah membantu siswa untuk tidak mudah menyerah dan putus asa terhadap masalah-masalah yang dihadapinya. Hal ini juga berlaku pada mata pelajaran matematika. AQ sangat diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam pemecahan masalah matematika. Hal ini dikarenakan dalam pemecahan masalah matematika diperlukan kemampuan siswa yang lebih untuk berpikir dan menganalisis masalah yang ada. Dengan adanya AQ yang dimiliki siswa maka seorang guru dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa tersebut dapat menyelesaikan soal pemecahan masalahnya.

Setiap siswa sudah pasti memiliki kemampuan yang berbeda dalam memecahkan masalah yang ada. Ada siswa yang jika dihadapkan pada suatu masalah maka siswa tersebut akan langsung menyerah tanpa adanya keinginan untuk mencobanya terlebih dahulu. Adapula siswa yang mau mencoba terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah tersebut meskipun nantinya mereka akan berhenti di tengah jalan. Tetapi adapula siswa yang berusaha menyelesaikan masalah yang ada sampai mereka mendapatkan hasil atau penyelesaian dari masalah tersebut. Di sini peran guru sangat diperlukan untuk membantu dan memberikan motivasi kepada siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah agar mereka bisa lebih bersemangat untuk memecahkan masalah yang ada dengan lebih baik lagi.

Dalam pemecahan masalah matematika, tidak hanya kemampuan untuk menyelesaikan masalah saja yang diperlukan oleh siswa, tetapi juga diperlukan proses berpikir siswa yang baik. Proses berpikir tersebut biasanya akan terjadi sampai siswa berhasil memperoleh jawaban yang benar. Sayangnya proses

(23)

commit to user

berpikir yang dilakukan oleh siswa ini kurang diperhatikan oleh guru. Guru terkadang hanya memperhatikan hasil akhir penyelesaiannya saja tanpa memperhatikan bagaimana proses yang dilakukan siswa tersebut untuk bisa mendapatkan hasilnya.

Dengan proses berpikir yang baik tentunya akan membawa dampak yang baik pula pada prestasi belajar siswa. Proses berpikir siswa dapat berjalan dengan baik jika terdapat peran serta guru yang nantinya dapat membantu siswa untuk mendapatkan hasil yang baik dan benar sesuai dengan yang diinginkan. Peran serta guru tersebut misalnya saja bisa dilakukan dengan menanyakan kembali hasil yang telah diperoleh siswa sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Dengan demikian, guru akan mengetahui sampai dimana pemahaman siswa terhadap materi yang sedang diajarkan. Selain itu, dengan menanyakan kembali hasil yang telah diperoleh siswa maka guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa tersebut dalam menyelesaikan masalah matematika.

Pada AQ, kelompok atau tipe seseorang dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu quitter, camper, dan climber. AQ mempengaruhi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal ini didukung oleh Sudarman (2009 dan 2011) dengan hasil penelitian sebagai berikut. (1) Siswa SMP kelas VII dengan tipe climber melakukan proses berpikir (a) asimilasi dalam memahami masalah, (b) asimilasi dan abstraksi reflektif dalam menyusun rencana penyelesaian, (c) asimilasi dan abstraksi reflektif dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, (d) asimilasi dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh. (2) Siswa SMP kelas VII dengan tipe quitter melakukan proses berpikir (a) asimilasi dan abstraksi reflektif dalam memahami masalah, (b) asimilasi dan abstraksi reflektif dalam menyusun rencana penyelesaian, (c) asimilasi dan abstraksi empirik semu dalam menyelesaikan masalah sesuai perencanaan, (d) asimilasi dan abstraksi empirik-semu dalam memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa AQ mempengaruhi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

(24)

commit to user

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses berpikir siswa ditinjau dari AQ maka perlu diteliti bagaimana proses berpikir siswa SMP dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya ditinjau dari tiga tipe AQ, yaitu quitter, camper, dan climber.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana proses berpikir siswa SMP climber dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

2. Bagaimana proses berpikir siswa SMP tipe camper dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

3. Bagaimana proses berpikir siswa SMP tipe quitter dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Proses berpikir siswa SMP tipe climber dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

2. Proses berpikir siswa SMP Karanganyar tipe camper dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

3. Proses berpikir siswa SMP tipe quitter dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya.

D. Batasan Istilah

Agar penelitian ini lebih terarah maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut.

1. Proses berpikir adalah suatu kegiatan mental atau suatu proses yang terjadi di dalam pikiran siswa pada saat siswa dihadapkan pada suatu pengetahuan baru

(25)

commit to user

atau permasalahan yang sedang terjadi dan mencari jalan keluar dari permasalah tersebut. Proses berpikir ini akan diamati melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

2. Asimilasi merupakan proses merespon peristiwa atau pengetahuan baru sesuai dengan skema yang telah dimilikinya. Akomodasi merupakan suatu proses merespon suatu peristiwa atau pengetahuan baru dengan cara memodifikasi suatu skema yang telah ada di pikirannya atau dengan cara membentuk skema dan rancangan yang sama sekali baru sehingga sesuai dengan peristiwa atau pengetahuan baru tersebut.

3. Pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu proses berpikir yang dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan yang sedang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.

4. Masalah matematika adalah suatu pertanyaan matematika yang menuntut adanya jawaban dari siswa dan pertanyaan tersebut menunjukkan adanya tantangan bagi siswa serta siswa belum mengetahui secara otomatis cara untuk menyelesaikannya.

5. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan persoalan atau masalah matematika.

6. Langkah-langkah dalam memecahkan masalah matematika salah satunya dengan menggunakan pemecahan masalah model Polya yang terdiri dari empat langkah, yaitu understanding the problem (memahami masalah), devising a plan (menyusun rencana penyelesaian), carrying out the plan (menyelesaikan masalah sesuai perencanaan), dan looking back (memeriksa kembali hasil yang diperoleh).

7. Adversity Quotient (AQ) adalah suatu kemampuan yang ada pada diri siswa dalam menghadapi suatu tantangan atau masalah dan mencari penyelesaian dari masalah tersebut.

8. AQ terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe climber, camper, dan quitter. Siswa dengan tipe climber memiliki ciri-ciri selalu siap menghadapi rintangan yang ada, tidak

(26)

commit to user

mudah putus asa, dan selalu ingin mencapai puncak kesuksesan. Siswa dengan tipe camper memiliki ciri-ciri mudah puas dengan apa yang sudah diperoleh dan tidak mau mengambil resiko buruk terhadap apa yang akan terjadi. Siswa dengan tipe quitter memiliki ciri-ciri mudah menyerah dalam menghadapi masalah yang ada dan cenderung pasif.

E. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilakukan maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang pemecahan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah Polya, serta menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang Adversity Quotient yang ada pada masing-masing siswa.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru agar dapat memilih dan merancang pembelajaran yang tepat yang nantinya dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah matematika menggunakan langkah-langkah Polya dilihat dari masing-masing tipe Adversity Quotient siswa.

(27)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Berpikir

Berpikir berasal dari kata pikir yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan. Berpikir berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 872) adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Berpikir menurut Sumadi Suryabrata (2002: 54) adalah proses dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Berpikir menurut Alex Sobur (2010: 201) adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dari ketiga pendapat di atas dapat dikatakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan atau proses bekerjanya akal budi manusia untuk mencari dan memutuskan jalan keluar dari masalah yang ada.

Berpikir menurut De Bono (dalam Barak dan Dopelt, 2000) terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Berpikir vertikal

Berpikir vertikal merupakan cara berpikir tradisional atau logis. Berpikir vertikal melihat solusi melalui pandangan yang wajar dari masalah atau situasi dan bekerja melalui itu, umumnya dalam jalur yang paling biasa terpilih. Berpikir vertikal memiliki ciri khas yaitu sepanjang masa selalu mencari yang benar dan membuang sisanya yang dianggap salah.

b. Berpikir lateral

Berpikir lateral merupakan cara berpikir yang berusaha mencari solusi untuk menyelesaikan masalah melalui metode yang tidak umum atau sebuah cara yang biasanya akan diabaikan oleh pemikiran logis. Proses berpikir lateral yang menantang dengan membolehkan kesalahan akan menghasilkan sesuatu yang kreatif. Artinya setiap kemungkinan diperbolehkan muncul dengan tidak

(28)

commit to user

buru dalam mengelompokkan pada kategori yang benar dan salah. Berpikir lateral sebagai proses yang melengkapi sehingga membuat solusi lain lebih kreatif.

Kegiatan berpikir melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Kegiatan berpikir biasanya dimulai pada saat muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan. Seperti yang dikemukakan oleh Charles S. Pierce (dalam Alex Sobur, 2010: 201), dalam berpikir terdapat dinamika gerak dari adanya gangguan suatu keraguan (irritation of doubt) atas kepercayaan atau keyakinan yang selama ini dipegang, lalu terangsang untuk melakukan penyelidikan (inquiry), kemudian diakhiri (paling tidak untuk sementara waktu) dalam pencapaian suatu keyakinan baru (the attainment of belief).

Kegiatan berpikir bisa juga terjadi karena adanya rangsangan kekaguman dan keheranan dengan apa yang terjadi atau dialami. Kekaguman dan keheranan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Jenis, banyak, sedikit, dan mutu pertanyaan yang diajukan bergantung pada minat, perhatian, sikap ingin tahu, serta bakat dan kemampuan subjek yang bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan berpikir manusia selalu tersituasikan dalam kondisi konkret subjek yang bersangkutan.

2. Proses Berpikir

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 899), proses merupakan runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu, atau suatu rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk atau hasil. Proses atau jalannya berpikir itu menurut Sumadi Suryabrata (2002: 54) pada dasarnya ada tiga langkah, yaitu:

a. Pembentukan pengertian

Pengertian dibentuk melalui beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut. 1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis.

(29)

commit to user

2) Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk ditemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang lebih hakiki, dan mana yang tidak hakiki. 3) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan dan membuang ciri-cirinya yang

tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. b. Pembentukan pendapat

Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih.

c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan

Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada.

Piaget menciptakan teori bahwa proses berpikir logis berkembang secara bertahap, kira-kira pada usia dua tahun dan pada sekitar tujuh tahun. Piaget menunjukkan bahwa anak-anak tidak seperti bejana yang menunggu untuk diisi penuh dengan pengetahuan. Mereka secara aktif membangun pemahamannya akan dunia dengan cara berinteraksi dengan dunia.

Proses belajar dan proses berpikir siswa menurut Piaget (dalam Arif Mustofa dan Muhammad Thobroni, 2011: 96) harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa tersebut. Tahap perkembangan berpikir individu menurut Piaget (dalam Sugihartono, 2007: 109) melalui empat tahapan, yaitu tahap sensorimotorik (usia 0 sampai 2 tahun), praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun), operasional kongkrit (usia 7 sampai 11 tahun), dan operasional formal (usia 12 tahun hingga dewasa).

Menurut Piaget (dalam Alex Sobur, 2010: 203),proses berpikir pada anak-anak sama sekali tidak seperti cara berpikir orang dewasa. Pikiran anak-anak-anak-anak tampaknya diatur berlainan dengan orang yang lebih dewasa. Anak-anak terlihat memecahkan persoalan pada tingkatan yang sama sekali berbeda. Perbedaan anak yang lebih kecil dan yang lebih besar tidak terlalu berkaitan dengan persoalan bahwa anak yang lebih besar mempunyai pengetahuan yang lebih banyak, melainkan karena pengetahuan mereka yang berbeda jenisnya.

(30)

commit to user

Pada penelitian ini, peneliti memilih siswa SMP sebagai subjek penelitian. Alasan mengapa siswa SMP yang dipilih sebagai subjek penelitian karena menurut Piaget siswa SMP memasuki usia 12 tahun ke atas memasuki tahap operasional formal. Pada tahap ini seseorang sudah dapat berpikir logis dan logikanya sudah mulai berkembang. Dengan demikian dapat mempermudah peneliti untuk dapat mengungkapkan proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Piaget menyatakan bahwa ketika anak-anak berusaha membangun pemahaman mengenal dunia, otak berkembang membentuk skema (schema). Skema menurut Santrock (2009: 48) adalah suatu tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan seseorang. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku seseorang yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana sampai yang kompleks. Dalam teori Piaget, skema perilaku (aktivitas fisik) merupakan ciri dari masa bayi dan skema mental (aktivitas kognitif) berkembang pada masa kanak-kanak. Skema perilaku dari masa bayi ini disusun melalui tindakan sederhana yang bisa dilakukan terhadap objek-objek, seperti melihat, menggenggam, dan lain sebagainya. Orang dewasa mempunyai skema yang terdiri dari strategi dan rencana untuk menyelesaikan suatu masalah.

Piaget memberikan konsep asimilasi dan akomodasi untuk menjelaskan bagaimana anak-anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka. Asimilasi (assimilation) menurut Ormrod (2008: 41) merupakan proses merespons terhadap suatu objek atau peristiwa sesuai dengan skema yang telah dimiliki. Suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema yang dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi sehingga terbentuklah pengetahuan baru. Sehingga secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata.

Akomodasi (accomodation) menurut Ormrod (2008: 41) merupakan proses merespons suatu peristiwa baru dengan memodifikasi skema yang telah ada sehingga sesuai dengan objek atau peristiwa baru, atau membentuk skema yang sama sekali baru yang sesuai dengan objek atau peristiwa yang dialami. Jika siswa

(31)

commit to user

mendapatkan informasi baru dan informasi tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada maka akan dibentuk skema baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, jika informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skema yang telah ada maka skema yang lama tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan informasi baru itu.

Ekuilibrasi (equilibration) menurut Santrock (2009: 49) merupakan suatu mekanisme yang diajukan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak-anak beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran berikutnya.Proses ekuilibrasi dapat mendorong kemajuan ke arah kemampuan berpikir yang semakin kompleks. Piaget mengemukakan bahwa anak-anak seringkali berada pada kondisi ekuilibrium (equilibrium) dimana mereka dapat menafsirkan dan merespons peristiwa-peristiwa baru dengan menggunakan skema-skema yang sudah ada.

Ekuilibrium tidaklah berlangsung tanpa akhir. Seiring tumbuh dan berkembangnya anak-anak, mereka terkadang menjumpai situasi-situasi di mana pengetahuan atau keterampilan yang mereka miliki tidak memadai. Situasi-situasi semacam ini menimbulkan disekuilibrium (disequilibrium), yakni sejenis ketidaknyamanan mental yang mendorong anak-anak berusaha memahami hal-hal yang sedang mereka observasi. Dengan mengubah, mengorganisasikan ulang, atau mengintegrasikan skema-skema mereka secara lebih baik, anak-anak pada akhirnya mampu memahami dan merespons peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terasa membingungkan. Proses pergerakan dari ekuilibrium ke disekuilibrium dan kembali lagi ke ekuilibrium disebut sebagai ekuilibrasi (equilibration).

Pada saat anak berada dalam suatu keadaan seimbang, yaitu sesaat ketika anak berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) maka pada pikiran anak akan terjadi pemilahan melalui memorinya. Dalam memori anak terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu:

a. Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak.

b. Terdapat kecocokan yang tidak sempurna antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.

(32)

commit to user

Kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dan sebagainya. Dalam keadaan tidak seimbang ini anak mempunyai dua pilihan, yaitu:

a. Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat apa-apa (jalan buntu).

b. Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan maka anak akan mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peristiwa ini disebut dengan akomodasi.

Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan proses berpikir adalah suatu kegiatan mental atau suatu proses yang terjadi di dalam pikiran siswa pada saat siswa dihadapkan pada suatu pengetahuan baru atau permasalahan yang sedang terjadi dan mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Penelitian ini tidak melakukan pengamatan pada proses berpikir ekuilibrasi dan hanya pada proses berpikir asimilasi dan akomodasi karena proses berpikir ekuilibrasi sulit untuk dilakukan pengamatan dalam penelitian. Asimilasi merupakan suatu proses merespon peristiwa atau pengetahuan baru sesuai dengan skema yang telah dimilikinya. Akomodasi merupakan suatu proses merespon peristiwa atau pengetahuan baru dengan cara memodifikasi skema yang telah ada di pikirannya atau dengan cara membentuk skema dan rancangan yang sama sekali baru sehingga sesuai dengan peristiwa atau pengetahuan baru tersebut.

3. Pemecahan Masalah

A problem is defined broadly as what one does when one does not know what to do

kalimat tersebut adalah suatu masalah didefinisikan secara luas sebagai apa yang dilakukan seseorang ketika orang tersebut tidak mengerti apa yang harus

(33)

commit to user

dilakukan. A problem is a situation

that confronts the learner, that requires resolution, and for which the path to the . Kalimat tersebut memiliki pengertian bahwa masalah merupakan suatu keadaan yang dihadapi siswa, kemudian siswa membutuhkan pemecahan dan jawaban dari masalah tersebut tetapi penyelesaiannya tidak dapat diketahui dengan segera. Menurut Akyuz, Yetik, dan Keser (2012):

People face lots of problems in their everyday lives and try to solve these problems. To live in a quality and efficient life, people must solve these problems in a sensible way and this can be possible by using present problem solving skills, thus making it necessary to have problem solving skills during their lives.

Kalimat di atas memiliki pengertian bahwa setiap orang memiliki masalah yang berbeda setiap harinya dan mereka akan mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka harus mencari jalan keluar yang terbaik dari setiap masalah yang dihadapi dan menggunakan seluruh kemampuannya untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah tersebut. Kemampuan pemecahan masalah ini sangat penting untuk mereka miliki di dalam hidup mereka.

Sebagian besar ahli menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon dan tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui oleh siswa. for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.

Hal ini berarti termuatnya suatu tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan atau tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanya sebagai suatu pertanyaan biasa. Akibatnya, suatu pertanyaan bisa menjadi suatu masalah bagi seorang siswa tetapi bisa juga menjadi suatu pertanyaan biasa bagi

(34)

commit to user

siswa lainnya karena siswa tersebut sudah mengetahui prosedur atau cara untuk menyelesaikannya.

Menurut Dewiyani (2008: 2), di dalam dunia pendidikan matematika, sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan atau soal matematika yang harus dijawab atau direspon. Tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah. Sumardyono (2007: 1) mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu soal disebut problem setidaknya memuat dua hal, yaitu:

a. Soal tersebut menantang pikiran (challenging),

b. Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine). Masalah diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Polya (1973: 154) mengklasifikan masalah menjadi dua jenis, yaitu:

a. Problem to find

Yang dimaksud dengan problem to find atau masalah untuk menemukan yaitu menemukan objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal. Kita dapat mencari, menentukan, atau mendapatkan hasil atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Bagian-bagian penting dari problem to find adalah objek yang ditanyakan atau dicari (the unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (the condition), dan data atau informasi yang diberikan (the data).

b. Problem to prove

Yang dimaksud dengan problem to prove atau masalah untuk membuktikan yaitu suatu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Dari pernyataan tersebut nantinya akan diketahui bahwa pernyataan tersebut harus dijawab, baik dengan membuktikan pernyataan benar atau dengan membuktikan pernyataan tidak benar. Bagian-bagian penting dari problem to prove adalah hipotesis (the hypothesis) dan kesimpulan (the conclusion) dari teorema yang harus dibuktikan atau dibantah. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak benar

(35)

commit to user

cukup diberikan dengan contoh penyangkalnya sehingga pernyataan tersebut menjadi tidak benar.

Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan masalah matematika adalah suatu pertanyaan matematika yang menuntut adanya jawaban dari siswa dan pertanyaan tersebut menunjukkan adanya tantangan bagi siswa serta siswa belum mengetahui secara otomatis cara untuk menyelesaikannya. Jenis masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah problem to find atau masalah untuk menemukan. Pertama kali siswa akan dihadapkan pada suatu masalah matematika. Selanjutnya, siswa akan mencari dan menemukan hasil dari masalah yang diberikan sesuai dengan yang diinginkan pada masalah.

Pemecahan masalah menurut Ormrod (2008: 393) adalah menggunakan atau mentransfer pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang lain. Menurut Gagne (dalam Bilgin dan Karakirik, 2005 The problem solving as a thinking process by which the learner discovers a combination of previously learned rules that he can apply to solve a novel problem

pemecahan masalah merupakan suatu proses berpikir dimana siswa dapat mengkombinasikan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya untuk bisa menyelesaikan masalah yang baru.

Menurut Krulik (2009: 2):

Problem solving is a way of thinking. That is, students cannot expect to learn to be problem solvers without careful structure of the process. Althought some students intuitively may be good problem solvers, most of our students must be taught how to think, how to reason, and how to problem solver. Kalimat di atas memiliki pengertian bahwa pemecahan masalah merupakan suatu cara berpikir. Artinya, siswa tidak dapat hanya mengandalkan apa yang mereka pelajari saja untuk bisa menyelesaikan suatu masalah tanpa adanya proses yang terstruktur. Meskipun beberapa siswa mungkin dapat memecahkan masalah tersebut dengan baik, sebagian besar siswa harus belajar bagaimana berpikir, bagaimana mencari alasan, dan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.

Dari ketiga pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu proses berpikir seseorang dengan menggunakan

(36)

commit to user

pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki sebelumnya untuk dapat menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan yang sedang dihadapi.

Menurut Zhu (2007):

A mathematical problem solver not only required cognitive abilities to understand and represent a problem situation, to create algorithms to the problem, to process different types of information, and to execute the computation, but also had to be able to identify and manage a set of appropriate (techniques, shortcuts, etc.) to solve the problem.

Kalimat di atas memiliki pengertian bahwa dalam pemecahan masalah matematika tidak hanya dibutuhkan kemampuan kognitif untuk memahami dan merepresentasikan situasi dari suatu masalah saja, dengan membuat algoritma dari masalah tersebut, memproses berbagai jenis informasi, dan untuk melakukan perhitungan, tetapi juga dibutuhkan kemampuan mengidentifikasi dan mengelolah serangkaian strategi yang tepat (teknik, cara cepat, dan lain-lain) untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Permasalahan muncul dari pengaplikasian dunia nyata atau penuh dengan teka-teki. Permasalahan atau persoalan dapat menjadi suatu aktifitas atau kegiatan yang dapat menjadikan perhatian siswa terfokus pada konsep matematika, proses generalisasi, atau cara berpikir yang sesuai dengan tujuan matematika sekolah.

Menurut McIntosh dan Jarrett (2000: 8):

Problem Solving has been used as 1) justification for teaching mathematics, 2) to motivate students, sparking their interest in a specific mathematical topic or algorithm by providing a contextual (real world) example of its use, 3) as recreation, a fun activity often used as a reward or break from routine studies, 4) as practice, probably the most widespread use, has been used to reinforce skills and concepts that have been taught directly.

Kalimat di atas memiliki pengertian bahwa pemecahan masalah dapat digunakan untuk memotivasi siswa agar tertarik pada pembelajaran matematika. Selain itu juga pemecahan masalah dapat digunakan sebagai latihan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya dalam menyelesaikan masalah matematika.

Seorang siswa yang telah belajar dengan baik tentunya telah memahami konsep dengan baik sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang

(37)

commit to user

sedang dihadapinya menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajarinya. Pembelajaran matematika tidak hanya bertujuan untuk menanamkan konsep saja, tetapi juga bertujuan agar siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan pada permasalahan yang dihadapi.

Menurut Polya (dalam Fajar Shadiq, 2004: 13), ada beberapa strategi yang sering digunakan dalam proses pemecahan masalah, yaitu:

a. Mencoba-coba

Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan gambaran umum pemecahan masalahnya dengan coba (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak selamanya berhasil, adakalanya gagal. Proses menmencoba-coba-mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajamlah yang sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi mencoba-coba ini.

b. Membuat diagram atau gambar

Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas. Pada saat guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekanan perlu dilakukan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus, atau terlalu detail. Hal yang perlu digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas permasalahan yang dihadapi.

c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana

Strategi ini berhubungan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih mudah dianalisis dan ditemukan.

d. Membuat tabel

Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran seseorang sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi dengan data yang ada. Dengan demikian seseorang dapat dengan mudah menggunakan data yang ada sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

(38)

commit to user

e. Menemukan pola

Pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya. Akibatnya pada saat menghadapi permasalahan tertentu, salah satu

atau keteratur

melalui latihan, sangat sulit bagi siswa untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap.

f. Memecah tujuan

Strategi ini berhubungan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya. g. Memperhitungkan setiap kemungkinan

Strategi ini berkaitan dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satupun alternatif yang terabaikan.

h. Berpikir logis

Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.

i. Bergerak dari belakang

Strategi ini dimulai dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, seseorang dapat memulai proses pemecahan masalahnya dari yang diinginkan atau yang ditanyakan, kemudian menyesuaikannya dengan yang diketahui.

j. Mengabaikan hal yang tidak mungkin

Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak mungkin agar diabaikan sehingga perhatian dapat tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang tersisa dan masih mungkin saja.

(39)

commit to user

Strategi pemecahan masalah ini sangat penting untuk dipelajari oleh para siswa. Hal ini disebabkan strategi ini dapat digunakan atau dimanfaatkan para siswa pada saat mereka turun langsung di masyarakat, maupun pada saat para siswa mempelajari mata pelajaran lainnya.

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu proses berpikir yang dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan yang sedang dihadapi dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa tersebut sangat penting dimiliki oleh siswa sebagai bekal bagi siswa agar dapat menyelesaikan masalah yang ada dengan sebaik-baiknya.

4. Pemecahan Masalah Berdasarkan Langkah-langkah Polya

Menurut Polya (1973: xvi), terdapat empat langkah yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah, yaitu understanding the problem, devising a plan, carrying out the plan, dan looking back.

a. Understanding the problem (Memahami masalah)

Pada langkah ini, siswa harus memahami kondisi soal atau masalah yang terdapat pada soal. Guru dapat membantu siswa untuk memahami masalah dan siswa harus dapat menyatakan dengan lancar masalah yang terdapat pada soal. Siswa juga harus mampu menunjukkan bagian utama dari masalah yang ada, apa saja yang tidak diketahui dari soal, data atau informasi apa saja yang terdapat pada soal, apa terdapat syarat-syarat penting yang terdapat pada soal. Siswa harus mampu menganalisis soal dan menuliskan apa saja yang diketahui dan apa yang ditanyakan, baik dalam bentuk rumus, simbol, atau kata-kata sederhana.

b. Devising a plan (Menyusun rencana penyelesaiannya)

Pada tahap ini, siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat memecahkan masalah yang ada. Selain itu, siswa harus dapat mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang dan mencari rumus-rumus yang diperlukan dalam pemecahan

(40)

commit to user

masalah. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai, dalam arti masalah yang dihadapi siswa bukanlah hal yang sama sekali baru tetapi sejenis atau mendekati.

c. Carrying out the plan (Menyelesaikan masalah sesuai perencanaan)

Pada tahap ini, siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan, termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Siswa juga harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang digunakan sudah merupakan rumus yang siap digunakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada soal. Setelah itu, siswa mulai memasukkan data-data yang ada hingga mengarah pada rencana pemecahannya. Siswa diharapkan dapat melaksanakan langkah-langkah perencanaannya sehingga soal dapat dibuktikan atau diselesaikan dengan baik dan benar.

d. Looking back (Memeriksa kembali hasil yang diperoleh)

Pada tahap ini, siswa harus dapat memeriksa atau menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang telah dilakukannya. Siswa yang cukup baik, pada saat mereka telah memperoleh jawaban atau hasil dari masalah yang ada dan menuliskan jawaban mereka dengan rapi pada lembar jawaban, mereka lebih memilih untuk menutup buku mereka dan mencari sesuatu yang lain. Sebenarnya siswa tersebut telah melewatkan fase atau bagian terpenting dari pekerjaan mereka yaitu melihat dan mempertimbangkan kembali hasil yang telah diperoleh. Dengan melihat kembali hasil yang telah diperoleh dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa dapat memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh dengan menggunakan beberapa prosedur yang cepat dan tepat untuk menguji apakah hasil yang telah diperoleh itu tepat dan benar.

Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk menggunakan segala pengetahuan yang dimilikinya dalam memecahkan persoalan atau masalah matematika. Pada penelitian ini, dalam memecahkan atau

Gambar

Tabel              Halaman
Tabel 2.1  Indikator Pemecahan Masalah Matematika   Langkah   Pemecahan Masalah  Indikator
Tabel 2.2 Kerangka Kerja Proses Berpikir Menurut Piaget
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Cahaya yang terlalu terang, menjadikan pada pre-processing menjadi noise tambahan dan ikut tersegmentasi.  Jarak antar huruf/angka sangat berdekatan, sehingga

Fokus Penelitian Berangkat dari pembahasan pada latar belakang masalah di atas maka secara umum penelitian ini ingin menjelaskan tentang strategi penghimpunan dana fundraising

15 Saya tidak merasa puas dengan peralatan dan sarana yang diberikan waroeng SS 16 Bila terjadi kesalahan pada makanan dan. minuman secepatnya

Dalam kasus- kasus tertentu, data kelembagaan kelompok peternak atau yang terkait dengan komponen tenaga kerja di bidang peternakan tidak bersifat statis, melainkan

Pemilihan Wirausaha Muda Pemula Berprestasi dan Penggerak Wirausaha Berprestasi Tahun 2014 adalah sebuah proses apresiasi kepada para pemuda yang telah aktif dalam

Pada parameter substrat, 3 titik kepadatan bivalvia terbanyak pada T6 mempunyai tipe substrat pasir berbatu dengan kandungan organik sebesar 5%, pada T17 mempunyai tipe

Berangkat dari kenyataan tersebut, penelitian ini mencoba melangkah dengan metodologi "Linear Goal Programming" (LGP) untuk menolong problematika yang kompleks di atas

waktu di kantor BPN Kabupaten Malang tetap bisa diterima oleh BPN, tetapi BPN mewajibkan PPAT yang terlambat untuk membuat surat keterangan dan pernyataan terlambat