• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 DAFTAR TABEL... 9

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 DAFTAR TABEL... 9"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 DAFTAR TABEL... 9 BAB I KINERJA…………....……... 10

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 10

1. Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation……… 10

2. Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke-19….………. 11

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 12

1. Pertemuanke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th AP-WGROO)....... 12

2. Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)….……….………. 13

3. Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19... 17

4. Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011... 20

5. Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17... 21

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 28

1. Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil... 28

2. Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13…..………. 29

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 31

1. The 1st Round of negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)... 31

2. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA antara RI-Korea Selatan….………. 35

3. Kunjungan Special Envoy Presiden RI ke Korea Selatan... 36

4. Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa…..……… 38

(3)

E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa... 41

1. Pertemuan Bilateral dalam rangka Services Week – WTO... 41

2. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO... 43

3. Pertemuan Plurilateral Membahas Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week – WTO... 44

4. Pertemuan Council for Trade in Services - Special Session (CT-SS) WTO... 46

5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation – WTO... 48

6. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64... 49

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 60

A. Kendala dan Permasalahan….………... 60

B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 61

(4)

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, Februari 2011 DIREKTORAT JENDERAL KPI

(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Februari 2011, antara lain:

Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation

Tujuan rapat kali ini adalah untuk menyusun tanggapan atas hasil informal meeting Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) pada tanggal 14 Januari – 11 Februari 2011 yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan posisi runding Indonesia untuk sidang NGTF yang akan diselenggarakan pada tanggal 14-18 Februari 2011.

Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke-19

Rapat diselenggarakan guna membahas membahas persiapan pertemuan

Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 dengan agenda pembahasan yaitu penjelasan mengenai penyelenggaraan IPM CSD-19 dan pembahasan Provisional Organization of Work.

Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th AP-WGROO) Pertemuan menyepakati: (i) mengkaji Terms of reference AP-WGROO dengan menggunakan paper China dan Jepang sebagai referensi sesuai amanat SEOM 1/42; (ii) merevisi work program AP-WGROO untuk menggabungkan target khusus berdasarkan kategori setiap elemen sesuai dengan convergence/divergente; (iii) mengusulkan

workshop untuk sektor industri yang dikoordinasi oleh dialogue partnership; dan (iv) setiap negara anggota menyampaikan paper terkait isu-isu yang dibahas guna memudahkan diskusi pada pertemuan mendatang.

Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)

Pertemuan antara lain membahas: (i) SEOM Work Programme and Deliverables 2011;

(ii) CCI’s Deliverable for 2011; (iii) Private Sector Engagement; (iv) ASEAN Economic Community Scorecard; (v) Consultation Session on CCI Multi-year Work Programme

2011-2015; (vi) ACIA Reservation Lists dan Ratifikasi ACIA; (vii) Modality for the Reduction/Improvement of Investment Restrictions and Impediments; dan (viii)

Investment Liberalisation Under AIA.

Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19 Pertemuan ini membahas: (i) ASEAN Economic Integration Beyond 2015; (ii) ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard; (iii) High Impact Targets; (iv) Structural and Regulatory Reform; (v) Trade Policy Dialogue and Review (TPDR); (vi) ASEAN Connectivity; dan(iv) Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN.

(6)

Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011

Pertemuan antara lain membahas: (i) Report From the 19th HLTF-EI; (ii) ASEAN Internal Integration; dan (iii) ASEAN External Relations.

Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17

Dirjen KPI selaku Ketua SEOM memaparkan materi Overarching of the AEC and the role of the business community, yang pada intinya adalah paparan tentang komitmen AEC

Blueprint, tujuan, dan perkembangan implementasinya.

Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil

Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melakukan langkah-langkah nyata dengan melakukan edukasi mengenai kelapa sawit. Kedua negara sepakat untuk membentuk EU Palm Oil Council yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan menangani isu-isu terkait kampanye anti kelapa sawit dan pembangunan citra positif kelapa sawit.

Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13

Sidang membahas peraturan Uni Eropa tentang Energi Terbarukan (European Union Directives on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Source/EU RED) yang dilakukan pada tingkat technical group on legal matters regarding EU RED and World Trade Organization (WTO). Indonesia dan Malaysia juga memberikan update dan laporan terhadap tindak lanjut hasil Sidang SWGPO ke-12

The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership

Agreement (IE-CEPA)

Pada perundingan putaran pertama IE-CEPA telah menyepakati: (i) perundingan kedua IE-CEPA akan dibentuk Working Group (WG) tambahan, yaitu WG on IPR, WG on Government Procurement, WG on Cooperation and Capacity Building, dan WG on General and Final Provisions; dan (ii) waktu dan tempat perundingan putaran kedua IE-CEPA direncanakan akan diselenggarakan pada tanggal 6-8 Juni 2011 di Jenewa, Swiss. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA antara RI-Korea Selatan

Penandatanganan MoU bertujuan untuk mencegah dan mengatasi pemalsuan

Certificate of Origin (CoO)/Surat Keterangan Asal (SKA) dan pelanggaran lainnya yang mengganggu pelaksanaan perjanjian barang dalam kerangka AKFTA.

Kunjungan Special Envoy Presiden RI ke Korea Selatan

Maksud dan tujuan kunjungan Special Envoy adalah untuk mempromosikan Rencana Pembangunan Ekonomi Nasional VISI 2025, pengenalan program Indonesia Economic Development Corridor (IEDC) serta memperkuat kerja sama ekonomi kedua negara melalui peningkatan perdagangan bilateral hingga mencapai US$ 40 miliar pada tahun 2014.

(7)

Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa

Agenda pertemuan kali ini adalah membahas dan mendiskusikan beberapa isu utama antara lain pengembangan sektor perikanan, iklim investasi, pembangunan infrastruktur, mekanisme komunikasi yang efektif dengan stakeholder atas pembentukan kemitraan bilateral Indonesia – Uni Eropa, dan diskusi mengenai sektor-sektor yang akan terkena dampak apabila rekomendasi Vision Group akhirnya menuju ke arah peningkatan hubungan bilateral.

Pertemuan Ketiga Joint Study Group Indonesia – Turki

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari komitmen kedua negara yang telah disepakati pada pertemuan kedua JSG Indonesia – Turki di Jakarta, pada tanggal 7-8 Oktober 2010. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas Final Joint Report kedua pihak, menyusun kesimpulan dan rekomendasi dari JSG Indonesia – Turki dimaksud. Pertemuan Bilateral dalam rangka Services Week - WTO

Pertemuan bilateral kali ini cukup intensif dan secara substansi mencakup sektor jasa yang menjadi kepentingan negara-negara mitra dagang utama seperti telekomunikasi, audio visual, CRS, distribusi, dan maritim.

Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO

Agenda utama sidang adalah pembahasan isu Emergency Safeguards Measures (ESM),

Government Procurement (GP), dan subsidi.

Pertemuan Plurilateral Membahas Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week - WTO

Pada umumnya negara anggota peserta pertemuan plurilateral sepakat bahwa pertemuan serupa perlu dilanjutkan pada services week mendatang untuk pertukaran pandangan di antara negara anggota WTO terkait dengan perundingan akses pasar perdagangan jasa, khususnya untuk mengetahui arah perundingan yang mendekati akhir perundingan Putaran Doha.

Pertemuan Council for Trade in Services - Special Session (CT-SS) WTO

Agenda utama sidang adalah pembahasan isu Implementation of the Modalities for the Special Treatment for Least-Developed Country Members in the Trade in Services Negotiations (LDCs Modalities) dan Review of Progress in Negotiations, Including Pursuant to Paragraph 15 of the Guidelines for Negotiations serta Organization of Future Work.

Pertemuan Working Party on Domestic Regulation - WTO

Pertemuan membahas Development of Regulatory Discipline under GATS Article VI.4,

(8)

Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64

Fokus pembahasan pada pertemuan CCS Leads adalah mengenai: alokasi penggunaan fleksibilitas, penggunaan joint venture pada Schedule of Commitment AFAS 8, pemenuhan komitmen AFAS 8, pembahasan Draft MNP Agreement, dan Mutual Recognition Arrangement (MRA).

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 The 17thASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat... 28 Gambar 2 The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership

Agreement……….. 35 Gambar 3 Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and

Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA………. 36 Gambar 4 Korea-Indonesia Business Forum...………... 37 Gambar 5 Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa ………..... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kegiatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk Tahun 2011...

57 Tabel 2 Tindak Lanjut ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin ke-4….………… 61

(11)

BAB I

KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral

1. Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation

Pertemuan Teknis dilaksanakan pada tanggal 9-10 Februari 2011 di Bogor.

Section I Pembahasan dalam section I, dilakukan terhadap isu-isu

yang masuk dalam Agenda Sidang yaitu proposal-proposal dari negara-negara anggota sebagai berikut:

1) Proposal dari Hongkong terkait Article 1 tentang

Publication, dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini;

2) Proposal dari India terkait Article 5 tentang Other measures to enhance impartiality, non-discrimination and transparency (Import Alerts, Detention, dan Test Procedures) dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini;

3) Proposal dari Multi-countries terkait Article 6 tentang

Fees and Charges connected with importation and exportation;

4) Proposal dari Kanada terkait Article 7.2 tentang

Separation of Release from Final Determination and Payment of Customs Duties, Taxes and Fees, dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini; 5) Proposal dari Uni Eropa terkait Article 9. Bis tentang

Declaration of transshipped goods;

6) Proposal dari Uni Eropa terkait Article 10.5 tentang

Single window/one time submission; dan

7) Proposal dari India terkait Article 12 tentang Custom cooperation mechanism for Trade facilitation and compliance.

Section II Dalam Section II dilakukan pembahasan mengenai

Proposal dari Guatemala terkait Special and Differential Treatment. Rapat dapat menyetujui usulan Guatemala untuk isu General Provision dan definisi kategori C sedangkan untuk kategori B tetap menggunakan usulan Indonesia terdahulu serta Kategori A mengambil dari draft text rev.6. dengan memilih alt. 1.

(12)

Posisi Runding Indonesia

Rapat berhasil merumuskan posisi runding Indonesia baik dalam bentuk tanggapan maupun draft proposed text

untuk seluruh isu tersebut. Dalam penyusunan posisi runding Indonesia tersebut, telah menilai aspek-aspek pengamanan kepentingan Indonesia, kondisi kesiapan di lapangan dan legislasi nasional di mana diharapkan dapat mengambil manfaat dari ketentuan tersebut terutama kemudahan yang akan diperoleh eksportir Indonesia pada proses keluar masuk barang serta transparansi kebijakan yang diterapkan di negara tujuan ekspor.

2. Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke-19

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2011 di Jakarta, untuk membahas persiapan pertemuan

Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 dengan agenda pembahasan yaitu penjelasan mengenai penyelenggaraan IPM CSD-19 dan pembahasan Provisional Organization of Work.

Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 merupakan pertemuan pre-CSD-19 dengan agenda penyusunan draf dokumen negosiasi yang akan dibahas pada CSD-19. Pertemuan ini akan diselenggarakan pada tanggal 28 Februari-4 Maret 2011 di New York .

Commission of Sustainable Development

CSD-19 yang akan diselenggarakan pada tanggal 2-13 Mei 2011 adalah merupakan pertemuan lanjutan dari CSD-18. Berbeda dengan CSD-18 yang hanya mengagendakan

review session, pada CSD-19 kali ini merupakan policy session untuk merumuskan kebijakan berdasarkan tema-tema yang telah disepakati yaitu transport, chemicals, waste management, mining, dan sustainable on consumption and production.

Provisional

Organization of Work

Dalam Provisional Organization of Work dijelaskan mengenai agenda terkait tema-tema yang akan dibahas dalam pertemuan IPM CSD-19. Tema-tema yang akan dibahas antara lain: transport, waste management, Sustainable Consumption Production (SCP), Small Island Developing States (SIDS), chemicals, mining, dan

interlinkages and cross-cutting issues. Pertemuan ini akan diakhiri dengan penyusunan chair's draft negotiating text

(13)

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

1. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th AP-WGROO) Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin berlangsung pada tanggal 8-10 Februari 2011 di Jakarta. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Mr. Wong Toon Joon, Deputy Director, Ministry of Trade and Industry, Singapore.

Matrix Procedures to obtain Certificates of Origin in ASEAN

Pertemuan mencatat adanya perbedaan dokumen yang diperlukan dalam penerbitan Surat Keterangan Asal di antara ASEAN Member States dan Free Trade Agreement partners. Atas perbedaan tersebut pertemuan menyepakati untuk mempublikasikannya melalui website

di masing-masing negara. Comparative Matrix of

Rules of Origin and Operational

Certification Procedures in ASEAN’s Free Trade Agreements

Salah satu yang menjadi topik bahasan di dalam

Comparative Matrix of Rules of Origin and Operational Certification Procedures in ASEAN’s Free Trade Agreements

adalah mengenai partial cummulation, di mana Indonesia dan Thailand belum menyepakati untuk mengadopsi

partial cummulation dengan dialogue partners, karena dikhawatirkan merugikan (adverse effect) bagi Small and Medium Enterprises (SMEs).

Dalam pembahasan elemen-elemen convergence dan

divergence atas Rules of Origin dan OCP ASEAN’s Free Trade Agreements (FTA), pertemuan sepakat menetapkan kategori sebagai berikut:

1) Kategori 1, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s terdapat persamaan dalam hal substansi dan teks;

2) Kategori 2, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s terdapat persamaan dalam hal substansi namun berbeda dalam teks;

3) Kategori 3, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s berbeda dalam hal substansi dan teks;

4) Kategori 4, mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan isu baru untuk memfasilitasi pemanfaatan berbagai macam FTA’s.

Lebih lanjut pertemuan juga mencatat usulan Australia untuk memaksimalkan East Asia sebagai distribution hubs. Atas usulan tersebut Australia akan menyampaikan paper -nya pada pertemuan AP-WGROO mendatang.

Sehubungan dengan treatment terhadap minor discrepancies, pertemuan meminta Jepang dan Singapura

(14)

dapat berbagi pengalaman mengenai respective customs (receiving authorities) dalam menyelesaikan minor discrepancies dan menyampaikannya pada AP-WGROO mendatang.

Product Specific Rules Pertemuan sepakat untuk meminta Sekretariat ASEAN

untuk menganalisis tingkat divergence dan convergence product specific rules sektor pertanian, kimia dan plastik, produk tekstil, serta otomotif untuk dibahas pada pertemuan AP-WGROO mendatang.

Special and Differential Treatment for Least- Developed Countries (LDCs)

Pertemuan menyepakati pembahasan atas proposal yang disampaikan oleh Kamboja, Laos, dan Myanmar untuk dimasukkan dalam kategori 4 dan akan didiskusikan kembali pada pertemuan AP-WGROO mendatang.

Review of the 2011 work program for the ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin

Pertemuan menyepakati: (i) mengkaji Terms of reference

AP-WGROO dengan menggunakan paper China dan Jepang sebagai referensi sesuai amanat Senior Economic Official Meeting (SEOM 1/42); (ii) merevisi work program AP-WGROO untuk menggabungkan target khusus berdasarkan

kategori setiap elemen sesuai dengan

convergence/divergente; (iii) mengusulkan workshop untuk sektor industri yang dikoordinasi oleh dialogue partners, workshop tersebut diharapkan dilaksanakan sebelum ASEAN Summit bulan Oktober mendatang; dan (iv) setiap negara anggota menyampaikan paper terkait isu-isu yang dibahas guna memudahkan diskusi pada pertemuan mendatang.

2. Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)

Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI), telah diselenggarakan pada tanggal 8-10 Februari 2010 di ASEAN Sekretariat Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh Mr. Nguyen Ba Cuong, Head of Investment Promotion Division, Foreign Investment Agency, Ministry of Planning and Investment, Vietnam dan dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN kecuali Laos, serta perwakilan ASEAN Secretariat.

SEOM Work Programme and Deliverables 2011

Pertemuan sepakat untuk menyampaikan Terms of Reference (TOR) CCI yang telah disahkan pada pertemuan

AEM-12thAIA Council pada bulan Agustus 2009, dan ASEAN Strategic Investment Plan 2011-2015 ke dalam program kerja Senior Economic Official Meeting (SEOM) hingga tahun 2015.

(15)

Terkait dengan draft TOR Mid-term Review of the ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint, pertemuan berpandangan bahwa studi The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tentang Towards a More Effective ASEAN Economic Community Scorecard Monitoring System and Mechanism dapat dijadikan sebagai masukan dalam me-review AEC Blueprint, khusus terkait dengan penentuan indikator yang akan menggambarkan hubungan langsung antara implementasi AEC Blueprint dengan pertumbuhan ekonomi ASEAN. Sehubungan dengan arahan SEOM, pertemuan sepakat untuk membahas masalah-masalah teknis mengenai dampak dari liberalisasi investasi dilakukan pada pertemuan CCI ke-53 dibantu oleh ERIA. Pertemuan juga mencatat keputusan SEOM untuk mengundang Ketua

working group untuk melaporkan kemajuan di bidang penting yang membutuhkan perhatian SEOM.

CCI’s Deliverable for 2011

Pertemuan membahas rencana implementasi jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2011, antara lain: (i) Directory of Foreign Investors Living in ASEAN; (ii)

Publication on New Growth Areas and Environment Friendly Industries; dan (iii) Promotion of Regional Cluster and Production Network.

Private Sector Engagement

Terkait dengan keputusan SEOM agar working group/committee dapat lebih melibatkan sektor swasta dalam melakukan pertemuan untuk mengetahui concern

dari private sector khususnya di bidang investasi, CCI sepakat untuk memasukkan agenda ini ke dalam CCI multi-year work programme (2011-2015) tentang keterlibatan sektor swasta.

ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard

ASEC menjelaskan hasil kajian studi ERIA tentang Towards a More Effective ASEAN Economic Community Scorecard Monitoring System. CCI menilai bahwa studi ERIA ini penting dan oleh karenanya pertemuan sepakat untuk membahas kajian ini langsung dengan ERIA pada pertemuan CCI ke-53 pada bulan Maret 2011.

Consultation Session on CCI Multi-year Work Programme 2011-2015

Pada hari kedua, konsultan UNCTAD, memaparkan kembali kajiannya tentang konsep metodologi dalam penyusunan

CCI Multi-year Work Programme sebagai kerangka kerja tahunan CCI periode 2011-2015. Pertemuan berpendapat bahwa draft CCI multi-year work programme yang disampaikan sangat komprehensif baik di tingkat keterlibatan maupun kerja sama antar dan intra-regional. Pertemuan membahas semua komponen di dalam pilar

(16)

investasi serta komponen Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam (CLMV) yang tercakup di dalam draft CCI multi-year work programme. Isu-isu penting lain yang dibahas antara lain liberalisasi investasi, korelasi kebijakan, kapasitas kelembagaan, program CLMV, proram bantuan CLMV, dan sinkronisasi berbagai aktivitas yang sedang berlangsung di dalam CCI multi-year work programme.

Pertemuan juga membahas kemungkinan untuk mendirikan “ASEAN desk” yang akan membantu peningkatan fasilitasi investasi ASEAN dan memperkuat kapasitas kelembagaan ASEAN Member Status (AMS), terutama bagi negara CLMV.

Pertemuan dapat menyetujui draf kerangka CCI multi-year work programme tersebut dan meminta AMS memberikan masukan terkait dengan kegiatan spesifik work programme

tersebut kepada konsultan UNCTAD melalui ASEAN

Secretariat paling lambat tanggal 28 Februari 2011. Pertemuan juga sepakat untuk mengidentifikasi dukungan eksternal yang diperlukan. Indonesia mengusulkan agar pilar pertama terkait dengan liberalisasi dan daya saing investasi, tidak dibuka untuk kerja sama dengan pihak eksternal. Setelah finalisasi, CCI multi-year work programme akan disampaikan kepada SEOM.

ACIA Reservation Lists dan Ratifikasi ACIA

Myanmar menyampaikan kepada CCI bahwa sehubungan dengan kondisi politik Myanmar saat ini, maka proses pengesahan ACIA reservation oleh AIA Council Minister

akan tertunda apabila reservation list dari 10 AMS akan disampaikan kepada AIA Council setelah bulan Maret 2011. Thailand menyampaikan kepada CCI bahwa Reservation List dan ratifikasi ACIA Thailand masih menunggu persetujuan dari Parlemen. Setelah mendapatkan persetujuan parlemen Thailand akan menyampaikan notifikasi ratifikasi kepada ASEC. Selanjutnya pertemuan menyetujui revisi Reservation List yang dilakukan oleh Brunei pada Reservation List No. 4 dan untuk reservation List Indonesia No. 13, 14, 16, 18, 20, dan 21.

Indonesia lebih lanjut menginformasikan tentang diterbitkannya Undang-Undang No.13/2010 sejak bulan November 2010. Implikasi Undang-Undang ini adalah modal asing di subsektor ini dibatasi sampai 30%, dengan masa transisi selama empat tahun bagi investor yang telah menjalankan usahanya di subsektor hortikultura untuk menyesuaikan dengan peraturan hortikultura yang baru ini. Indonesia lebih lanjut juga menyampaikan kepada CCI bahwa saat ini, Indonesia masih dalam tahap penyelesaian

(17)

peraturan pelaksanaan Undang-Undang Hortikultura dalam waktu dua tahun.

Agar Undang-Undang baru tersebut tidak berdampak pada tertundanya ratifikasi dan entry into force ACIA, Indonesia mengusulkan untuk mengeluarkan (carve out) sub-sektor terkait hortikultura dan akan memasukkan kembali subsektor tersebut setelah detail peraturan yang terdapat pada peraturan pelaksanaan di selesaikan. Sehubungan dengan hal tersebut pertemuan membahas 2 (dua) opsi sebagai berikut:

1) Merubah Head Note yang telah final untuk merefleksikan sub-sektor agriculture yang akan dikeluarkan (carve out) dalam reservation list Indonesia; 2) Memasukkan reservastion list yang baru khususnya sub-sektor hortikultura ke dalam Reservation List ACIA

Indonesia yang telah di susun.

Beberapa AMS menyampaikan kekhawatirannya terhadap opsi pertama karena akan berdampak terhadap prosedur domestik AMS lain, untuk itu kemungkinan menggunakan opsi kedua. Dalam pertemuan tersebut Indonesia telah menyampaikan draf teks untuk reservasi yang baru pada sub-sektor hortikultura dan menyampaikan bahwa persetujuan domestik reservasi ini baru dapat diperoleh bersama-sama dengan diselesaikannya ratifikasi ACIA. Pertemuan sepakat agar AMS melakukan konsultasi internal terkait dengan diterbitkannya Undang-Undang Hortikultura Indonesia dan akan dibahas inter-sessionally

paling lambat tanggal 18 Februari 2011. Modality for the

Reduction/ Improvement of

Investment Restrictions and Impediments

CCI telah menyetujui draf modalitas penghapusan/ pembatasan hambatan investasi dan akan disampaikan kepada AEM Retreat ke-17 untuk dapat pengesahan. Pertemuan berpendapat bahwa target waktu liberalisasi atas reservation list pada tahun 2015 untuk realisasi AEC akan berpengaruh pada program kerja SEOM/AEM, untuk itu perlu membangun pemahaman umum mengenai hal ini dan diputuskan pada pertemuan AEM Retreat pada bulan Februari 2011.

Investment

Liberalisation Under AIA

Rapat membahas perkembangan liberalisasi sektor/ sub-sektor berdasarkan Temporary Exclusion List (TEL) AIA yang sudah harus dihapuskan pada tahun 2010. Indonesia menyampaikan masih perlu untuk berkonsultasi dengan instansi terkait dan akan menyampaikan masukannya terkait dengan perkembangan TEL kepada ASEAN Sekretariat tanggal 17 Februari 2011.

(18)

3. Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19 Pertemuan HLTF-EI ke-19 berlangsung pada tanggal 10-11 Februari 2011 di Phnom Penh, Kamboja.

ASEAN Economic Integration Beyond 2015

Pertemuan sepakat bahwa fokus utama integrasi ekonomi ASEAN beyond 2015 adalah melanjutkan implementasi AEC

Blueprint secara menyeluruh dengan memberi penekanan khusus pada pilar 2 dan 3 dari AEC Blueprint antara lain: bidang transport, information and communications technology (ICT), competition policy, consumer protection, intellectual property rights, small and medium enterprises

(SMEs), dan narrowing development gap.

HLTF-EI menyambut baik rencana studi Asian Development Bank Institute (ADBI) tentang “ASEAN 2030: Growing Together for Economic Prosperity” dan memberikan masukan komprehensif bagi penyempurnaan rencana studi tersebut. Indonesia antara lain mengusulkan agar isu

development seperti aid for trade, financial inclusion, SME, dan safety net dan peran strategis ASEAN dalam perekonomian global dapat dijadikan sebagai input dalam menyusun target ASEAN di tahun 2030. Pertemuan sepakat bahwa hasil studi ADBI ini nantinya akan dijadikan sebagai bahan dasar bagi HLTF-EI dalam menyusun fokus dan langkah-langkah ASEAN untuk mencapai target strategis ASEAN pada tahun 2030 (ADBI mengusulkan target ASEAN 2030 sebagai RICH ASEAN atau Resilient, Inclusive, Competitive, and Harmonious ASEAN).

ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard

Pertemuan mencatat laporan Sekretariat ASEAN tentang posisi scorecard periode 2008-2009 yang tidak mengalami peningkatan sejak Oktober 2010 (83,8%) dan capaian

scorecard periode 2010-2011 yang masih relatif rendah (25,9% dari total 189 measures atau 47,12% dari 104

measures yang target waktunya 31 Januari 2011), serta menugaskan SEOM untuk memonitor implementasi AEC

Blueprint sesuai time frame dan membahas upaya penyelesaian pending measures khususnya critical measures dengan sectoral bodies terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, HLTF-EI juga merekomendasikan diselenggarakannya pertemuan tahunan dari Committee of the Whole for AECback-to-back dengan SEOM (pertemuan pertama pada SEOM 3/42 bulan Juni 2011) untuk meningkatkan koordinasi di antara ASEAN sectoral bodies

dan private sectors, serta untuk membahas tantangan/hambatan dalam mengimplementasikan AEC

(19)

Pertemuan juga sepakat untuk memberikan perhatian khusus terhadap implementasi measures dari pilar 2 dan 3 dari AEC Blueprint guna memastikan tercapainya integrasi ekonomi yang mencakup keempat pilar AEC Blueprint

secara seimbang.

HLTF-EI menyambut sangat baik hasil survei ERIA tentang

feedback dari stakeholders dalam menentukan core measures AEC Blueprint yang memerlukan perbaikan

scoring system, dan atas usul Indonesia, pertemuan meminta ERIA menggunakan feedback dari stakeholders tersebut sebagai current situation dalam melakukan Mid Term Review (MTR) AEC Blueprint dan dalam menentukan

building measures/langkah-langkah strategis guna mewujudkan AEC 2015. Untuk dapat fokus pada MTR, ERIA diminta untuk segera menyelesaikan perbaikan scoring system dimaksud sesuai arahan AEC Council dan menyampaikan usulan perbaikannya kepada HLTF-EI sebelum tanggal 31 Maret 2011 untuk mendapatkan persetujuan secara ad-referendum paling lambat tanggal 15 April 2011.

High Impact Targets Pertemuan membahas kembali lima indikator high impact

targets yang telah disepakati oleh HLTF-EI ke-18 sebagai indikator yang dapat meyakinkan dunia usaha tentang kesungguhan ASEAN dalam memperbaiki iklim usaha dan investasi menuju AEC pada tahun 2015. Pertemuan sepakat dengan usulan Indonesia untuk menyempurnakan kelima indikator tersebut dengan mengikutsertakan ASEAN+1FTA’s trade share, FDI share dan utilization rate

sebagai faktor yang turut menentukan target realistis yang akan dicapai pada tahun 2015. Demikian halnya dengan tiga indikator lainnya mengenai ease of doing business, Indonesia mengusulkan agar World Bank (WB) dengan menggunakan metode forecasting dapat menyediakan data ketiga indikator tersebut dalam bentuk targets of

ASEAN yang achievable (doing business of ASEAN) setiap tahun hingga 2015, bukan targets of individual Member. Untuk merumuskan metode penentuan achievable ASEAN

targets tersebut, WB merencanakan penyelenggaraan

workshop yang bertujuan untuk mendapatkan inputs bagi metode penentuan achievable targets pada bulan April 2011 dan hasilnya akan dilaporkan pada pertemuan HLTF-EI ke-20 untuk selanjutnya dilaporkan kepada AEM ke-43 bulan Agustus 2011.

HLTF-EI menugaskan SEOM untuk melakukan pengukuran waktu dan biaya pengiriman suatu barang kepada

(20)

beberapa negara anggota ASEAN dan negara mitra dialog secara kontinu setiap tahun sebagai langkah konkret untuk mengetahui kemajuan yang dicapai oleh ASEAN terkait 2 (dua) indikator tersebut.

Structural and Regulatory Reform

HLTF-EI membahas rencana kerja regulatory reform untuk periode 2011-2012 yang diusulkan oleh Sekretariat ASEAN dan sepakat untuk: (i) menyelenggarakan ARRD yang pertama pada bulan Juli 2011, back-to-back dengan

HLTF-EI ke-20 dengan meminta negara anggota

mempresentasikan best practices dan pengalamannya dalam melaksanakan regulatory reform khususnya di bidang investment facilitation, trade in services dan

transport; (ii) menyelenggarakan symposium ASEAN-OECD tentang Regulatory Reform pada kuartal terakhir 2011, dan (iii) kunjungan perwakilan ASEAN dan OECD untuk saling bertukar pengalaman di antara kedua organisasi tersebut. Trade Policy Dialogue

and Review (TPDR)

HLTF-EI mencatat laporan Sekretariat ASEAN tentang daftar trade restrictive dan trade facilitate measures

ASEAN yang diperoleh dari Laporan WTO Trade Policy Review (TPR WTO). Meskipun baru 4 (empat) negara yang tercatat memiliki trade restrictive dan trade facilitative

berdasarkan notifikasi November 2009-Oktober 2010, namun pertemuan sepakat agar Sekretariat ASEAN tetap menyiapkan laporan seperti ini setiap tahun sebagai alat monitoring dan analisis ASEAN.

ASEAN Connectivity Pertemuan menyambut baik Master Plan on ASEAN

Connectivity yang telah disahkan oleh Leaders pada bulan Oktober 2010 dan menggarisbawahi tentang pentingnya peranan physical and institutional connectivity dalam meningkatkan perdagangan, investasi dan pertumbuhan ekonomi ASEAN.

Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN

HLTF-EI mencatat laporan ERIA mengenai Comprehensive Mapping, Review and Assessment Study of the FTA Commitments in ASEAN dan sepakat dengan pandangan Indonesia bahwa laporan tersebut masih merupakan modalitas untuk menyusun rekomendasi sebagai policy options bagi ASEAN dalam menyikapi evolving regional architecture. Untuk itu, pertemuan meminta ERIA menggunakan hasil pembahasan dari 4 (empat) ASEAN

Plus Working Groups (APWGs), Asia Regional Integration Center (ARIC) FTA Database dan hasil kajian lainnya sebagai referensi dalam menyusun mapping tersebut dan selanjutnya menyusun rekomendasi dimaksud dengan mengikutsertakan mapping and comparative analysis dari ASEAN + 1 FTAs dan bilateral FTAs. Diharapkan kajian ini

(21)

dapat dilaporkan pada pertemuan HLTF-EI ke-20 pada bulan Juli 2011.

4. Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011

Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011 yang bertemakan Towards the ASEAN Economic Community

diselenggarakan oleh ASEAN Cosmetics Association (ACA) di Marina Bay Sands, Singapura, pada tanggal 17 Februari 2011.

Pertemuan dibuka secara resmi oleh Menteri Negara Singapura, dari Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja serta dihadiri oleh peserta yang merupakan pelaku usaha bidang kosmetik dari 10 (sepuluh) negara anggota ASEAN.

Pertemuan berlangsung dalam 4 (empat) sesi yakni: (i) ASEAN Economic Community and Industries; (ii) Time and Value for Cosmetics Industry-Perspective from Trade and Investment Facilitation; (iii) Invest in ASEAN for better off of 600 million citizens; dan (iv) ASEAN Trade Facilitation Initiatives. Acara penting tanya-jawab untuk mendapatkan masukan dari para pelaku usaha diadakan dalam 2 (dua) kali panel (setiap 2 sesi).

Overarching of the AEC and the role of the business community

Pada sesi pertama, Dirjen KPI selaku Ketua SEOM memaparkan materi Overarching of the AEC and the role of the business community, yang pada intinya adalah paparan tentang komitmen AEC Blueprint, tujuan, dan perkembangan implementasinya, dimaksudkan untuk mengarahkan sesi selanjutnya yang fokus pada pembahasan tentang peran dunia usaha dan industri dalam mendorong pencapaian AEC di 2015.

Harapan Dunia Usaha Dalam upaya mendorong pertumbuhan industri kosmetik yang kompetitif menuju AEC 2015 untuk menyuplai kebutuhan konsumen dengan produk dan jasa kosmetik yang aman dan berkualitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi ASEAN, dunia usaha menyampaikan harapannya agar pemerintah negara-negara ASEAN melakukan hal-hal penting berikut: (i) harmonisasi regulasi dan penghapusan hambatan perdagangan (technical requirements, import/export, advertising); (ii) memperbaiki konektivitas khususnya di bidang infrastruktur di antara negara-negara ASEAN; (iii) mempertahankan secara konsisten standar ASEAN (ACD) yang sudah diharmonisasi dalam mendukung implementasi AEC; dan (iv) menggalakkan mekanisme dialog yang efektif antara pemerintah negara-negara

(22)

ASEAN dengan private sector (Public-Private Sector Dialogue).

Kerja Sama dengan Dialogue Partners

Terkait kerja sama dengan Dialogue Partners (DPs), dunia usaha memandangnya sebagai peluang besar yang harus dapat diakses oleh pelaku usaha ASEAN baik dalam mengisi kebutuhan pasar negara DPs maupun dalam menarik investasi dari DPs untuk mendorong pertumbuhan industri kosmetik di ASEAN. Untuk itu, proses integrasi ASEAN harus didorong terimplementasi secara efektif agar menjadi daya tarik bagi investasi negara DPs. Dalam upaya meningkatkan akses pasar kosmetik ke negara DPs, pelaku usaha mengharapkan adanya kesepakatan harmonisasi standar dan regulasi antara ASEAN dengan negara DPs tersebut khususnya dengan negara potensi pasar besar yaitu China dan Jepang. Dilaporkan, hingga saat ini produk kosmetik ASEAN belum mampu memasuki pasar China. 5. Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17

Pertemuan AEM Retreat ke-17 yang dihadiri oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers—

AEM) dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI, berlangsung pada tanggal 26-27 Februari 2011.

Report From the 19th

HLTF-EI

Sejumlah Menteri memberikan masukan terkait kajian ADB

Institute mengenai ASEAN 2030, kajian ERIA mengenai

scoring system (penyempurnaan mekanisme AEC

Scorecard), kajian World Bank untuk menentukan high impact targets yang dapat diukur dalam rangka pencapaian AEC 2015, dan rencana pelaksanaan ASEAN

Regulatory Reform Dialogue yang dimulai saat pertemuan HLTF-EI berikutnya.

Menyangkut kajian-kajian yang sedang dilaksanakan, para Menteri menekankan pentingnya memberi perhatian pada masalah “gaps” antara keputusan/kesepakatan dan pelaksanaannya. Para Menteri CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) secara khusus menekankan pentingnya HLTF-EI untuk memberi perhatian pada Pilar Ketiga HLTF-EI dan sepakat dengan Indonesia untuk juga memberi fokus pada masalah food security dan energy security. Ketua AEM menggarisbawahi agar HLTF-EI memfokuskan agenda dan program kerjanya pada dua

track: pertama adalah pada bidang/isu di mana ASEAN dapat melakukannya lebih baik (where ASEAN can do better) dan, kedua pada bidang/isu di mana ASEAN masih harus bekerja keras (where more work needed).

(23)

ASEAN Internal Integration Persisting Impediments

to the Realization of AEC in 2015

Menindaklanjuti laporan AEC Council pada KTT ASEAN bulan Oktober 2010, para Menteri membahas lambatnya implementasi kesepakatan karena adanya hambatan peraturan perundang-undangan/ regulasi/prosedur dan masalah koordinasi di tingkat nasional maupun regional. Para Menteri sependapat perlu diperoleh pemahaman yang utuh mengenai sistem perundangan dan kebijakan di masing-masing negara anggota untuk dapat menentukan langkah yang akan ditempuh secara kolektif maupun secara individual, mengingat setiap negara menghadapi permasalahan yang khas bagi negara bersangkutan. Para Menteri sepakat agar masing-masing anggota memikirkan langkah selanjutnya dan untuk menugaskan SEOM membahas rekomendasi yang dapat diusulkan. Indonesia menginformasikan bahwa tahun ini AEC Council akan mendapatkan slot waktu sekitar 30 menit untuk menyampaikan laporan lisan kepada para Pemimpin ASEAN, dan untuk itu diharapkan para Menteri dapat menyampaikan pemikiran mengenai hal-hal yang akan ditekankan kepada para Pemimpin pada bulan Oktober 2011, termasuk perlunya arahan konkret dan dukungan politis dari para Pemimpin.

Putting More Focus on

the Work in the 3rd

Pillar of AEC Blueprint

Para Menteri sangat mendukung pemikiran Indonesia untuk memberi perhatian khusus pada Pilar Ketiga AEC mulai tahun 2011 ini. Dukungan tertulis juga disampaikan melalui surat Menteri Industri dan Perdagangan Laos agar tahun ini AEM menekankan program kerja pembangungan UKM dan pengurangan kesenjangan pembangunan (narrowing development gaps atau NDG) sebagai

deliverables penting tahun ini. Khusus untuk masalah NDG, para Menteri menyepakati usulan Sekretariat ASEAN untuk mengembangkan program khusus di lima sektor/bidang yaitu: pertanian, investasi, transportasi, fasilitasi perdagangan, dan pemanfaatan ASEAN+1 FTAs yang diharapkan dapat mendorong investasi, connectivity, dan perdagangan intra-ASEAN.

Khusus mengenai pengembangan UKM, beberapa negara mengemukakan pandangan yang berbeda mengenai peran pemerintah. Di satu pihak ada pandangan bahwa Pemerintah tidak dapat memberikan dukungan langsung karena karakter dasar UKM yang sewaktu-waktu dapat berpindah bidang usaha atau menutup usahanya. Pandangan lain adalah bahwa di negara yang kurang berkembang dukungan Pemerintah justru sangat

(24)

diperlukan agar UKM dapat bertahan dan berkembang keluar dari wilayah tradisionalnya (yakni pasar lokal) untuk juga menikmati manfaat integrasi ekonomi ASEAN dan skim ASEAN+1 FTAs. Dalam konteks ini Indonesia menawarkan pemikiran bahwa program kerja NDG bersifat lintas sektor dan lintas negara. Perhatian pada NDG dapat mengatasi kesenjangan di tingkat daerah, nasional, dan regional, sekaligus kesenjangan antara pelaku usaha besar dan UKM serta kesenjangan antar UKM di negara kurang berkembang, berkembang dan maju. Dengan kata lain, orientasi pada Pilar Ketiga AEC di pilar 3 ini seharusnya tidak dibatasi hanya pada masalah SME development dan NDG, tetapi lebih luas lagi pada development agenda yang menjadi penyeimbang (counter balance) terhadap dampak negatif yang muncul akibat dari pelaksanaan ketiga Pilar AEC lainnya.

Khusus mengenai usulan diwujudkannya konsultasi berkala antara AEM dan ASEAN SME Advisory Board, para Menteri dapat mendukung namun harus disusun agenda dengan target yang jelas. Sementara untuk usulan diselenggarakannya ASEAN SME Innovation Award 2011, para Menteri sepakat bahwa kriteria pemilihan UKM yang akan dinominasikan perlu disamakan pada level regional (misalnya UKM yang berhasil memanfaatkan skim AFTA dan/atau ASEAN+1 FTAs), dan penyelenggaraan SME Innovation Award 2011 dijadikan salah satu program dalam Annual ASEAN Business and Investment Summit

yang dikelola oleh ASEAN Business Advisory Council atau ABAC.

Para Menteri sepakat untuk menugaskan HLTF-EI, SEOM-(Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam), SEOM, Sekretariat ASEAN, dan Indonesia selaku Ketua ASEAN untuk membahas dan mematangkan lebih lanjut pengembangan kebijakan dan program kerja pada Pilar Ketiga AEC ini, termasuk menetapkan quickwins agar program yang menjadi prioritas ASEAN pada tahun 2011 dan tahun selanjutnya merupakan kebutuhan anggota ASEAN khususnya UKM dan negara-negara CLMV yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Making the AEC work for Private Sector

Para Menteri menyambut baik keputusan SEOM 1/42 untuk berinteraksi dan melaksanakan dialog dengan

private sector (public-private sector engagement/PPE) secara reguler dan terstruktur untuk dapat saling bertukar informasi dan input guna memaksimalkan manfaat AEC bagi private sectors. Disarankan oleh pertemuan agar

(25)

SEOM memberikan fokus dan waktu yang cukup untuk berdialog dengan private sectors ini secara regular. Para Menteri juga mendukung rencana SEOM untuk berdialog dengan private sectors dari industri pharmaceutical dan

foodstuffs pada pertemuan SEOM yang akan datang, antara lain terkait dengan meningginya harga minyak dunia yang dikhawatirkan akan berimbas pada food security dan public health.

ASEAN Beyond 2015 Pertemuan mencatat rencana kajian ADB Institute tentang

“ASEAN 2030: Growing Together for Economic Prosperity”, yang menargetkan ASEAN pada tahun 2030 sebagai “RICH ASEAN” (Resilient, Inclusive, Competitive, and Harmonious ASEAN). Pertemuan memandang konsep “resilient” dapat dikaitkan dengan ketahanan ASEAN menghadapi external pressures and shocks, “inclusive” terkait langsung dengan Pilar Ketiga AEC, dan “competitive” terkait dengan Pilar Kedua AEC. Meskipun demikian pertemuan sepakat bahwa kajian ADB Institute ini hanya akan menjadi salah satu referensi ASEAN untuk merumuskan visi ASEAN Beyond 2015. Para Menteri selanjutnya menugaskan HLTF-EI untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan studi tersebut. Pemikiran lain disampaikan oleh salah satu negara anggota, yakni agar dalam merumuskan visi ASEAN Beyond 2015 ASEAN juga mengkaji konsep yang diterapkan dalam

Trans Pacific Strategic Economic Partnership atau TPP yang diarahkan untuk menjadi 21st Century FTA dengan memasukkan bidang-bidang yang masih baru dan tidak terdapat dalam ASEAN+1 FTAs seperti government procurement dan UKM.

Modality for the Elimination/ Improvement of

Investment Restrictions and Impediments

Para Menteri menyambut baik kesepakatan yang dicapai oleh Coordinating Council for Investment (CCI) mengenai modalitas self-selection bagi pengurangan/penghapusan hambatan yang terdapat dalam reservation list anggota pada ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Pertemuan sependapat bahwa modalitas ini perlu mendapatkan konfirmasi lebih dulu dari Menteri-menteri

ASEAN Investment Area Council secara ad-referendum

sebelum disahkanoleh AEM.

Pembahasan di bawah topik ini selanjutnya diarahkan pada batasan (timeline) terwujudnya AEC 2015, apakah pada 1 Januari 2015 atau 31 Desember 2015, mengingat AEC Blueprint tidak secara spesifik menjelaskan hal ini dan program kerja AEM di berbagai bidang menggunakan

timeline yang berbeda. AEM sepakat bahwa pencapaian AEC adalah pada 1 Januari 2015 yang direfleksikan dari

(26)

tercapainya high impact targets dari AEC sementara target lainnya akan diselesaikan sepanjang tahun 2015 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015.

Private Sector

Engagement/Dialogue

Di bawah topik ini para Menteri membahas dua isu yaitu: (i) restrukturisasi sekaligus efisiensi forum konsultasi antara AEM dengan dewan bisnis dan asosiasi industri; dan (ii) tanggapan atas usulan private sectors di bidang Rules of Origin (RoO). Khusus untuk restrukturisasi forum konsultasi, AEM sepakat untuk menggelar satu saja sesi konsultasi di mana semua wakil dewan bisnis dan asosiasi industri duduk bersama-sama melakukan dialog dengan AEM. Dalam kaitan ini AEM menyepakati mekanisme yang diusulkan oleh SEOM terkait proses persiapan dan pelaksanaannya. Sementara mengenai usulan di bidang RoO, para Menteri mencatat diskusi yang telah dilakukan di tingkat committee dan dilaporkan kepada SEOM. Para Menteri menugaskan SEOM dan badan bawahannya yang relevan untuk melanjutkan diskusi ini dan melaporkan hasilnya pada saat pertemuan AEM bulan Agustus 2011. AEM Deliverables for

2011

Pertemuan membahas daftar deliverables yang akan diwujudkan AEM pada tahun 2011 ini. Beberapa negara mengusulkan agar perhatian khusus diberikan pada pencapaian deliverables yang memiliki karakteristik “high impacts” dan “must-havedeliverables pada tahun 2011 ini. Daftar deliverables ini bersifat living document yang dapat dilakukan penambahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan yang dicapai SEOM bersama badan-badan bawahannya.

ASEAN External Relations AEM Road Show 2011

to US

Para Menteri menyambut baik tawaran dari US-ASEAN Business Council (USABC) untuk melaksanakan 2011 AEM Road Show to US sebelum pelaksanaan pertemuan APEC MRT pada tanggal 19-20 Mei 2011 di Big Sky, Montana. Namun untuk menjaga soliditas dan sentralitas ASEAN, para Menteri sepakat untuk tidak melaksanakan AEM Road Show 2011 karena dipastikan pihak Amerika Serikat tidak mengizinkan seluruh AEM untuk berpartisipasi. Sebagai jalan tengah, pertemuan sepakat untuk mengusulkan agar USABC menyelenggarakan kegiatannya secara independen dan mengundang seorang atau beberapa Menteri yang akan mengikuti pertemuan APEC MRT untuk memberikan

speech atau keynote address sebagai invited guest(s).

Dengan pendekatan ini maka partisipasi para Menteri merupakan keputusan masing-masing negara anggota ASEAN yang diundang dan bukan keputusan AEM.

(27)

Pertemuan juga meminta Indonesia, selaku country coordinator untuk ASEAN-US TIFA, untuk mengkaji kemungkinan penyelenggaraan business event di ASEAN secara back-to-back dengan pertemuan-pertemuan AEM seperti ASEAN-EU Business Summit yang akan digelar pada bulan Mei 2011 sehari sebelum Pertemuan Preparatory AEM dan Pertemuan Konsultatif AEM-EU Trade Commissioner.

ASEAN-EU Business Summit

Para Menteri mendapatkan update dari Indonesia mengenai rencana penyelenggaraan the First ASEAN-EU Business Summit pada tanggal 5 Mei 2011 mendahului Pertemuan Preparatory AEM, Pertemuan Konsultatif

AEM-EU Trade Commissioner, Pertemuan AEC Council, dan KTT ke-18 ASEAN. Indonesia mengharapkan kerja sama AEM untuk: (i) tiba di Jakarta pada tanggal 5 Mei guna berpartisipasi pada sessi B-to-G dialogue dalam ASEAN-EU Business Summit; dan (ii) mendorong para CEO dari perusahaan dan UKM terkemuka di masing-masing negara untuk berpartisipasi dalam ASEAN-EU Business Summit.

Para Menteri CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) meminta perhatian Indonesia dan Sekretariat ASEAN mengenai kemungkinan mendapatkan dukungan “in-kind” untuk memastikan keterlibatan private sectors

dari CLMV. Indonesia sepakat untuk mencari kemungkinan ini dari sumber yang ada, seperti investor besar EU di Indonesia atau di negara ASEAN lainnya.

India-ASEAN Business Fair and Business Conclave

Para Menteri mencatat program “Special Addresses by ASEAN Ministers” yang akan dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2011 dalam rangkaian India-ASEAN Business Fair and Business Conclave, pada tanggal 2-6 Maret 2011 di New Delhi. Disepakati agar Malaysia sebagai country coordinator ASEAN-India FTA mewakili ASEAN menyampaikan special address ASEAN pada pertemuan tersebut.

ASEAN-FJCCIA Business Dialogue

Para Menteri sepakat untuk meminta pihak penyelenggara

ASEAN-Federation of Japanese Chamber of Commerce and Industry in ASEAN (FJCCIA) Business Dialogue yang akan diselenggarakan pada tanggal 8-9 Juli 2011 di Kuala Lumpur untuk memasukkan industri pertanian sebagai salah satu issue area dalam “Panel Discussion on Enhancing Economic Cooperation in Specific Sectors,”

karena sementara ini hanya mencakup sektor otomotif, elektronik, electrical equipment, dan energi yang menjadi kepentingan Jepang. Secara khusus para Menteri meminta agar isu rendahnya penggunaan fasilitas FTA dalam

(28)

kerangka ASEAN-Japan CEP juga dimasukkan sebagai salah satu pokok pembahasan dalam dialog yang akan dilakukan antara AEM, METI, dan pihak swasta.

Emerging Regional Architecture

Para Menteri bertukar pandangan tentang perubahan situasi regional yang mempengaruhi integrasi ekonomi ASEAN, dan bagaimana ASEAN dapat menjaga peran sentralnya dan berkontribusi terhadap perekonomian global. Sebagian Menteri memberikan pandangan berbeda terhadap ASEAN+3, Closer Economic Partnership in East Asia (CEPEA), dan East Asian Summit. Secara khusus Singapura mengusulkan agar ASEAN bergerak lebih cepat dan memutuskan alternatif yang akan ditempuh, atau kehilangan momentum untuk menjaga dan memainkan peran sentral ASEAN dalam emerging regional economic integration.

Para Menteri sepakat agar ASEAN memusatkan perhatian utamanya pada pemanfaatan FTA yang sudah ada dan berbagi informasi tentang masalah dalam mengoptimalkan pemanfaatan FTA+1. Para Menteri berbeda pendapat mengenai pace untuk membahas masalah konsolidasi FTAs ini. Singapura misalnya, memandang tahun ini saatnya ASEAN memutuskan langkah berikutnya dalam proses konsolidasi. Sementara negara lainnya berpendapat masih sulit saat ini untuk menentukan pilihan yang tepat karena adanya risiko berpindahnya sentralitas ASEAN ke negara non-ASEAN.

Selanjutnya para Menteri menilai bahwa tiga dari empat

ASEAN Plus Working Group sudah mencatatkan sejumlah kemajuan bahkan sudah melibatkan Mitra Dialog dalam diskusi. AEM sependapat agar ASEAN Plus Working Groups

mulai menyiapkan rekomendasinya untuk hal-hal yang terkait dengan perdagangan barang. Khusus mengenai pemikiran Jepang untuk membentuk AEM-FTA Partner forum, para Menteri berpendapat bahwa terlalu prematur untuk membentuk forum tersebut karena keempat ASEAN Plus Working Groupds masih melakukan konsolidasi untuk selanjutnya menyusun rekomendasi final.

G20 Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 menyampaikan

perkembangan isu yang dibahas di G-20, antara lain bahwa G-20 juga memberikan perhatian khsusus terhadap isu

emerging market economy dan setuju untuk melihat isu ekonomi dalam konteks yang berbeda. G-20 cenderung melihat permasalahan secara global seperti global imbalance, dan dampak dari fokus suatu negara yang hanya tertuju pada peningkatan ekspor sementara negara

(29)

lain terkunci dalam desakan untuk melakukan impor. Oleh sebab itu salah satu agenda G-20 adalah mencoba untuk mengidentifikasi capital reform terkait dengan capital flow

yang saat ini cenderung menciptakan unwanted impact.

Gambar 1 The 17thASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya

1. Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2011 di Solo. Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melakukan langkah-langkah nyata dengan melakukan edukasi mengenai kelapa sawit.

Penggunaan Jasa Lobbyist/perusahaan Public Affair

Berdasarkan pengalamannya, Malaysia berpandangan bahwa menyewa lobbyist/perusahaan public affairs

merupakan strategi efektif untuk mengatasi kampanye anti kelapa sawit karena kepiawaian mereka dan pengalaman perusahaan tersebut dalam beroperasi di seluruh dunia.. Indonesia memerlukan waktu untuk mempertimbangkan isu ini dan menyampaikan pula bahwa isu ini dapat dimasukkan dalam proposal untuk pembentukan EU Palm Oil Council.

RED dan WTO Indonesia mengemukakan kemungkinan melakukan

konsultasi ke Committee on Technical Barrier to Trade

WTO terkait indikasi EU RED tidak sejalan dengan ketentuan WTO, Malaysia membutuhkan waktu guna mempelajari hal ini terutama dari aspek hukum.

Pembentukan EU Palm Oil Council

Kedua negara sepakat untuk membentuk EU Palm Oil Council yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan menangani isu-isu terkait kampanye anti kelapa sawit dan pembangunan citra positif kelapa sawit. Malaysia akan

(30)

menyiapkan proposalnya termasuk struktur organisasi dan ketentuan keuangan paling lambat minggu kedua bulan Maret 2011. Proposal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada pertemuan kedua Joint Task Force. Apabila disetujui para menteri, maka pembentukan council ini akan diumumkan pada Joint Committee Ministerial (JCM) mendatang.

Ketentuan Anggaran untuk Implementasi Aktivitas Operasional pada Joint Task Force

Indonesia dan Malaysia sepakat agar anggaran untuk aktivitas bersama dibiayai secara merata oleh tiap-tiap negara dan mekanisme pembiayaan akan didiskusikan lebih lanjut.

Terkait penyusunan book of achievement mengenai SWGPO, kedua negara sepakat terhadap draft outline yang garis besarnya akan memuat pencapaian kerja sama bilateral di bidang kelapa sawit sejak tahun 2006-2010. 2. Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13

Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13 telah dilaksanakan pada tanggal 10-11 Februari 2011 di Solo.

Pembahasan tentang peraturan Uni Eropa mengenai Energi Terbarukan (European Union Directives on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Source/EU RED) dilakukan pada tingkat technical group on legal matters regarding EU RED and World Trade Organization

(WTO). Technical Group mendiskusikan kemungkinan ketidakkonsistenan EU RED dengan peraturan WTO khususnya Pasal I, III, XI, dan XX General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) serta Pasal 2.1 dan 2.2 Perjanjian

Technical Barriers to Trade (TBT).

Tindak Lanjut EU RED Terkait EU RED tersebut, kedua negara sepakat terhadap langkah-langkah tindak lanjut yaitu:

1) mempelajari lebih detail kemungkinan pelanggaran terhadap Perjanjian TBT;

2) apabila kedua negara berkeinginan untuk menyampaikan keberatan atau concern atas EU RED,

technical group berpendapat agar keberatan atau

concern terhadap EU RED dapat disampaikan melalui

Committee on Technical Barriers to Trade WTO;

3) mendiskusikan lebih lanjut kemungkinan penyampaian keberatan melalui Committee on Technical Barriers to Trade WTO pada sidang SWGPO mendatang;

(31)

bahwa telah terjadi impairment terhadap perdagangan kedua negara terpenuhi maka kedua negara dapat mempertimbangkan untuk membawa isu ini ke Dispute Settlement Body WTO.

Kedua negara memberikan update dan laporan terhadap tindak lanjut hasil Sidang SWGPO ke-12 pada tanggal 5-6 Oktober 2010 di Penang, Malaysia antara lain:

Laporan Mengenai Joint Efforts in Countering Anti Palm Oil Campaign and Joint Activities in Improving Palm Oil Image in 2011

1) Joint Ministerial Mission telah dilaksanakan pada tanggal 14-16 November 2010 di Brussels, Belgia yang dipimpin oleh Wakil Menteri Pertanian Indonesia dan Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditi Malaysia. Malaysia menginformasikan bahwa setelah pelaksanaan Joint Ministerial Mission telah dirilis Joint Media Statement dengan fokus antara lain terhadap isu EU RED, sustainable production of palm oil, indirect land use change (ILUC), biofuel, RED and high biodiversity.

Terkait kebijakan EU RED, Malaysia menginformasikan bahwa telah melakukan kontak dengan Joint Research Centre (JRC) dan Komisi Uni Eropa serta telah memberikan data-data relevan terkait kriteria

sustainability on palm oil. Sementara itu, Indonesia menyampaikan pandangan bahwa misi-misi yang dilakukan ke Parlemen Uni Eropa tidak membawa dampak signifikan bagi kebijakan dan implementasi EU RED. Namun demikian, terdapat pasal dalam EU RED yang menyatakan bahwa dapat dilakukan pertemuan bilateral dengan negara anggota Uni Eropa untuk berdiskusi mengenai EU RED.

Rencana Joint

Ministerial Mission ke Amerika Serikat tahun 2011

2) Indonesia menginformasikan bahwa pelaksanaan Joint Ministerial Mission ke Amerika Serikat direncanakan pada bulan Maret 2011. Malaysia mengusulkan untuk menunda Joint Ministerial Mission tersebut berhubung telah ada program di dalam negeri. Indonesia akan mendiskusikan kembali dan akan mengusulkan waktu pelaksanaan Joint Ministerial Mission ke AS.

Laporan Technical Group on Biofuel and Biodiesel

3) Indonesia menyampaikan bahwa sejak implementasi EU RED pada tanggal 5 Desember 2010, hanya Jerman satu-satunya negara yang mengadopsi peraturan tersebut dan menyusun suatu skema sertifikasi. Lebih lanjut, Indonesia menyampaikan bahwa kunjungan anggota Parlemen Uni Eropa ke Indonesia dijadwalkan pada tanggal 22 Februari 2011. Malaysia mengusulkan agar Indonesia dapat memberikan rincian kunjungan Parlemen Uni Eropa tersebut sebagai bahan pertimbangan Malaysia.

(32)

Laporan Kegiatan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO)

4) Indonesia menyampaikan bahwa RSPO telah mengirimkan surat perihal pencantuman vegetasi

secondary forest, degraded forest, dan non forest yang digunakan manusia sebagai area High Conservation Value (HCV) dan penilaian area ini harus dilakukan oleh HCV assessor. Malaysia menyampaikan bahwa pertemuan RT9 on sustainable palm oil dijadwalkan diadakan pada bulan November 2011 tapi tempat penyelenggaraan belum ditentukan.

Technical Group on Joint Investment

5) Kedua negara sepakat untuk tidak akan menyelenggarakan seminar lagi. Hal ini disebabkan dua seminar mengenai investasi yang telah dilaksanakan baik di Indonesia maupun Malaysia dipandang cukup sebagai sarana informasi bagi investor terkait iklim, peluang, dan fasilitas investasi di kedua belah pihak. D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral

1. The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership

Agreement (IE-CEPA)

Perundingan pertama IE-CEPA berlangsung pada tanggal 31 Januari – 2 Februari 2011 di Jakarta. Perundingan pertama ini merupakan tindak lanjut dari Pengumuman Bersama pada tanggal 7 Juli 2010 antara Presiden Indonesia dengan Presiden Swiss yang memberikan mandat kepada kedua ketua tim perunding untuk memulai perundingan Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA).

Plenary Kedua belah pihak telah membahas framework dan

menyepakati dasar-dasar negosiasi, yaitu: (i) prinsip single undertaking; (ii) struktur negosiasi; (iii) waktu dan tempat; (iv) focal point dan contact person serta hasil negosiasi. Kemudian pada perundingan pertama ini telah disepakati untuk membentuk 4 (empat) kelompok kerja (working group-WG), yaitu: trade in goods, trade in service, investment, rules of origin, dan discussion group on other issue (intelectual property rights/IPR, cooperation and capacity building, government procurement, dan general provisions).

Working Group - Trade in Goods (TiG)

Pihak Indonesia menjelaskan kebijakan dan regulasi Indonesia di bidang Trade in Goods terutama di sektor: (i) industri; (ii) pertanian; (iii) perikanan; (iv) kehutanan; (v) bea dan cukai; dan (vi) klasifikasi tarif. Pihak EFTA mengemukakan bahwa EFTA tidak memiliki common

Gambar

Gambar  2  The  1 st   Round  of  Negotiation  Indonesia  –  EFTA  Comprehensive Partnership Agreement
Gambar  3  Penandatanganan  MoU  Governing  Mutual  Administrative  Assistance  and  Cooperation  on  the  Implementation  of  Origin  Certification  and  Verification  of  the  Agreement  on  Trade  in  Goods  under AKFTA
Gambar 4 Korea-Indonesia Business Forum
Gambar 5 Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi pangan, kebiasaan sarapan, status gizi, kebiasaan olahraga, dan

Klik icon line lagi, dari sudut kiri bawah tidak diklik hanya disenter kemudian ditarik keatas lurus 30mm klik, kemudian tarik kesamping kanan dengan ukuran

Dalam bentuk uang pangsa ekspor cokelat dan produk cokelat dalam volume produksi cokelat di Rusia dalam beberapa tahun ke depan akan naik dan pada tahun 2015 akan

Kekurangan ini akan lenyap dengan sendirinya kalau kaum intelektual kita dapat didikan di dalam perguruan sehingga diperoleh orang-orang Indonesia yang cinta pada nusa dan

Skripsi yang berjudul “Pemilihan Bahan Amelioran untuk Mengatasi Keracunan Aluminium pada Tanaman Padi di Tanah Sulfat Masam” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

Kualitas dari sistem informasi tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat, tepat pada waktunya dan relevan (Siagian, 2006:37). a) Akurat, maksudnya adalah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang

Hal in i terlihat bahwa masih rendahnya kinerja produk yang dihasilkan pada fa mily firm a wa l berdiri, tetapi saat ini fa mily firm te lah mengala mi peningkatan