• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DITERBITKAN OLEH :

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 BAB I KINERJA…………....……... 9

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 9

Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation... 9

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 14

Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials... 14

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 20

1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3………….. 20

2. APEC Senior Officials' Meeting 3………. 26

3. Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107... 29

4. Sidang Sesi ke-58UNCTAD Trade and Development Board………. 32

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 39

1. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 Indonesia - Pakistan... 39

2. Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS………. 40

3. Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia – Korea……… 41

4. Business Mission dan Bilateral Meeting di Nigeria dan Ghana... 45

5. Bilateral Meeting dengan Pejabat Pemerintah Suriname………. 47

6. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Agriculture and food, Forestry, Corrective Service of Western Australia……… 49

7. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Primary Industry, Fisheries, and Resources Australia………. 50

8. Pertemuan Bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang... 50

E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa... 53

1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)……… 53

2. Sidang Working Party on Domestic Regulation………. 54

3. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)……… 56

4. Sidang Committee on Specific Commitments (CSC)……… 57

5. Sidang Council for Trade in Services (CTS)………. 59

6. Pertemuan Bilateral dalam Kerangka Sidang Services Week –WTO 61 7. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services ke-66... 63

(4)

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 74

A. Kendala dan Permasalahan….………... 74

B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 75

(5)

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, September 2011 DIREKTORAT JENDERAL KPI

(6)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan September 2011, antara lain:

Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation

Agenda utama sidang NGTF adalah pembahasan Draft Consolidated Text Rev-10 (TN/TF/W/165/Rev.10) dan berbagai proposal tertulis dari para negara fasilitator berdasarkan hasil informal meeting sebelumnya.

Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials

Pertemuan antara lain membahas: (i) ASEAN Framework/Guiding Principles for

Equitable Economic Development (EED); (ii) ASEAN Architecture for Economic

Cooperation and Integration; (iii) The Bali Declaration and ASEAN Roadmap Beyond 2015; (iv) Non-Tariff Barrier (NTB) Effects of Non-Tariff Measures (NTMs); (v) ASEAN-Canada Joint Declaration on Trade and Investment; (vi) China’s Proposed Concept Paper for Special Fund for EAFTA Research; (vii) Narrowing Development Gap (NDG)

Book; (viii) The First ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation; dan (ix)

ASEAN Common Visa for Non-ASEAN Nationals.

Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3

Isu-isu yang dibahas dalam CTI-3 ini dikelompokkan ke dalam delapan topik utama, yakni: (i) Strengthening Regional Economic Integration (REI) and Expanding Trade; (ii)

Support for the Multilateral Trading System; (iii) Bogor Goals Review Process; (iv)

Promoting Green Growth/Implementing the 2009 APEC Environmental Goods and

Services Work Program; (v) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing

Regulatory Convergence; (vi) Contribution to APEC Leaders’ Growth Strategy; (vii)

Industry Dialogue; dan (viii) Private Sector Engagement.

APEC Senior Officials' Meeting 3

Agenda APEC Senior Officials' Meeting 3 yang terkait dengan Kementerian Perdagangan, antara lain: (i) Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade; (ii) Next Generation of Trade and Investment Issues; dan (iii)

Promoting Green Growth.

Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107

Agenda pemilihan Executive Director (ED) merupakan salah satu mata agenda penting dalam sidang ini. Kandidat dari Brasilterpilih sebagai Executive Director ICO yang baru untuk masa jabatan lima tahun. Sehubungan dengan batas waktu penandatanganan dan penyerahan instrumen ratifikasi, acceptance, dan approval ICA 2007 adalah tanggal 28 September 2011 maka Council sepakat untuk memperpanjang batas waktu sampai dengan tanggal 30 September 2012 sesuai Resolusi 448.

(7)

Sidang Sesi ke-58UNCTAD Trade and Development Board

Pembahasan minggu pertama Trade and Development Board (TDB) Sesi ke-58 difokuskan pada isu-isu konsolidasi kebijakan fiskal dan moneter pasca krisis ekonomi global untuk memastikan pemulihan yang kuat, evolusi sistem perdagangan internasional, gejolak harga komoditas, serta agenda pembangunan bagi Afrika dan

Least Developed Countries (LDCs). Sedangkan pertemuan TDB pada minggu kedua antara lain membahas isu Palestina.

Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 Indonesia - Pakistan

Agenda pembahasan pada perundingan TNC ke - 8 adalah membahas dan menyelesaikan isu-isu yang masih deadlock pada TNC 7 serta finalisasi negosiasi

Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Pakistan yang telah berlangsung selama 5 (lima) tahun.

Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS

Secara umum pihak AS menyatakan apresiasinya atas upaya Pemerintah RI

meng-address isu-isu concern AS, dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan dialog antara instansi dengan tujuan penyelesaian isu-isu tertentu dan mencapai saling pengertian sebelum menjadi masalah yang berkepanjangan.

Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia - Korea

Pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan kelayakan peningkatan kerja sama bilateral Indonesia dan Korea menuju suatu kemitraan ekonomi yang lebih bersifat strategis, komprehensif, dan inovatif.

Business Mission dan Bilateral Meeting di Nigeria dan Ghana

Tujuan dari business mission dan bilateral meeting adalah untuk menjajaki peluang pasar non-tradisional Indonesia di kawasan Afrika Barat, yaitu Nigeria dan Ghana dalam meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi terutama perdagangan dan investasi dengan kedua negara tersebut khususnya dan kawasan Afrika Barat pada umumnya.

Bilateral Meeting dengan Pejabat Pemerintah Suriname

Kunjungan Delri bertujuan untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan mitra kerja masing-masing guna membahas perkembangan hubungan kerja sama, khususnya di bidang ekonomi, perdagangan dan industri serta kerja sama pos dan informatika dalam rangka mempererat hubungan antara Indonesia dan Suriname.

Pertemuan Bilateral dengan Minister for Agriculture and food, Forestry, Corrective Service of Western Australia

Pemerintah Australia Barat telah merencanakan beberapa kegiatan positif untuk membantu Indonesia terkait dengan isu hubungan perdagangan live cattle antara Indonesia dan Australia. Bantuan yang diberikan dapat berupa capacity building

(8)

Pertemuan Bilateral dengan Minister for Primary Industry, Fisheries, and Resources Australia

Tujuan kunjungan Menteri Australia adalah untuk melakukan exchange of views atas perkembangan terkini ekspor live cattle ke Indonesia, khususnya ekspor live cattle dari

Northern Territory.

Pertemuan Bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang

Tujuan kedatangan Menteri METI Jepang ke Indonesia selain ingin memperkenalkan diri sebagai Menteri METI yang baru kepada counterpart-nya, juga ingin terus meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan antara Jepang dan Indonesia. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)

Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu: Trade In Financial Services and Development; Technical Issues; Classification Issues; Acceptance of the Fifth Protocol to the General Agreement on Trade in Services embodying the result of the financial services negotiation, recent development in financial services trade, other business.

Sidang Working Party on Domestic Regulation

Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu yang terkait dengan Development of Regulatory Disciplines under The General Agreement on Trade in Services (GATS), sebagaimana dimandatkan oleh artikel VI.4 GATS.

Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)

Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu Emergency Safeguard Measures (ESM),

Government Procurement (GP), dan Subsidi.

Sidang Committee on Specific Commitments (CSC)

Agenda utama sidang CSC adalah: Presentasi Sekretariat WTO mengenai Recent Work on Classifications Related to Trade in Services oleh Sekretariat; Informal Note

Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Audiovisual Services, Scheduling Issues terkait

Economic Need Test, Informal note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi

Environmental Services, Scheduling issues terkait Economic Need Test.

Sidang Council for Trade in Services (CTS)

Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu Notifications Pursuant to Articles III: 3

(9)

Pertemuan Bilateral dalam Kerangka Sidang Services Week -WTO

Delri dan delegasi Swiss membahas persiapan perundingan Indonesian – EFTA

Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) ke-3 yang akan

diselenggarakan pada tanggal 1 - 4 November 2011. Sedangkan pertemuan dengan Delegasi Jepang membahas hasil perundingan Indonesia-Jepang EPA, khususnya menyangkut isu perbankan dan telekomunikasi.

Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-66

Pertemuan CCS ke-66 didahului dengan Roundtable for ASEAN Chatered Professional Engineers Coordinating Committee (ACPECC). Adapun pertemuan sectoralworking groups

yaitu ACPECC, Accounting, Land Surveying, Business Services Sectoral Working Groups

(BSSWG), dan Logistic and Transport Services Sectoral Working Groups (LTSSWG) dilakukan back-to-back dengan pertemuan CCS Leaders Caucus.

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sesi Foto Bersama Special SEOM... 14

Gambar 2 Sesi Foto Bersama Delegasi Indonesia dan Pakistan….….... 39

Gambar 3 Penandatanganan Kesepakatan untuk Finalisasi PTA ………... 40

Gambar 4 Pertemuan ke-2 Joint Study Group Indonesia – Korea…... 42

(11)

BAB I

KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation

Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) diselenggarakan pada tanggal 26 - 30 September 2011 di WTO, Jenewa. Sidang kali ini diagendakan untuk membahas draft text TN/TF/W/165/Rev.10 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Juli 2011.

Sidang dimulai dari Section II mengenai special and differential treatment serta dilanjutkan dengan membahas

section I yang dimulai dari Article 15 dan dilanjutkan sampai Article 1. Pembahasan juga diselingi dengan pembahasan proposal-proposal tertulis dari Amerika Serikat (Article 6.2 Penalty disciplines), ACP Countries (Paragraph 9.3 Bis special and differential treatment),

Meksiko (Article 11.14-11.17 freedom of transit), China Taipei (Article 13 Institutional Arrangement) serta Honduras (Article 14. National Committee on Trade Facilitation). Dilakukan juga beberapa plurilateral meeting

yang beberapa di antaranya dihadiri delegasi Indonesia. Beberapa negara dan kelompok negara termasuk ASEAN menyampaikan apresiasinya terhadap sidang kali ini dalam upaya menyamakan perbedaan beberapa konsep pengaturan khususnya mengenai special and differential treatment bagi Least Developed Countries (LDCs), namun tetap menginginkan agar agreement yang mengatur fasilitasi perdagangan ini dapat berjalan dengan efektif nantinya.

Beberapa negara juga menyarankan untuk efektifnya pembahasan dalam kelompok kecil yang lebih fokus, agar diskusi berikutnya diadakan dalam format facilitator lead meetings.

Selain hal-hal tersebut, disampaikan juga bahwa articles

mengenai S&D tidak mengalami perubahan, sementara beberapa article pada section I mengalami perubahan baik penghapusan bracket maupun text (Article 12, 11,6).

Section II Pada Section II yang mengatur Special and Differential

Treatment ini terdapat beberapa proposal untuk

menghapus bracket maupun proposal text baru, pembahasan banyak dilakukan seputar hal-hal yang terkait

(12)

dengan pengaturan time frame implementasi oleh negara-negara LDCs.

Article 1.1 Article 1.1: pembahasan para ini dimuat dari proposal El savador untuk menghapus rujukan ke Section I Article X-Y, di mana anggota yang mendukung proposal penghapusan rujukan ini berpendapat bahwa pada dasarnya implementasi seluruh ketentuan dalam section I dapat menjadi "subject to capacity building", sementara Amerika Serikat menginginkan agar sebaiknya dapat diidentifikasi dengan jelas, ketentuan mana saja dalam Section I yang implementasinya oleh negara berkembang dan LDCs dapat bergantung pada capacity building dari developed country.

Article 3 Dalam pembahasan article 3 ini banyak negara mempertanyakan efektivitas pengaturan waktu antara notifikasi measures dari masing-masing kategori, dengan mulai berlakunya perjanjian ini. Korea berpendapat bahwa tidaklah tepat menotifikasi measures pada kategori A justru setelah berlakunya perjanjian ini.

Article 4 Senegal didukung beberapa LDCs menyatakan bahwa

implementation date yang diatur dalam article ini, baru dapat disampaikan/ditentukan setelah dilakukannya

capacity building, sementara beberapa negara lain di antaranya Amerika Serikat keberatan dengan usulan tersebut.

Section I Pembahasan Section I ini dimulai dari Article 15 yang mengatur preamble/crosscutting issues, dengan beberapa proposal perubahan redaksional diantaranya penghapusan

term preamble pada judul article.

Article 14 Pembahasan Article 14 mengenai National Committee on

Trade Facilitation dilakukan dengan mendiskusikan

proposal Honduras yang mencoba menghilangkan brackets

pada draft text dan didukung beberapa negara dengan disertai beberapa perubahan. Atas article ini dilakukan pula pertemuan informal yang dihadiri beberapa negara termasuk Indonesia yang mencoba mendiskusikan konsep sehingga perumusan article dapat disepakati bersama.

Article 13 Terhadap Article 13 dilakukan pembahasan proposal dari China Taipei yang menggabungkan para 1-4 menjadi hanya 1 para dan didukung oleh sebagian besar negara-negara namun mempertanyakan perubahan sifat mandatory

keanggotaan Committee on Trade Facilitation di mana pada text sebelumnya keanggotaan tidak diwajibkan bagi seluruh anggota WTO. Atas proposal ini disepakati akan didiskusikan kemudian.

(13)

Article 12 Article 12 mengenai custom cooperation banyak ditanggapi dengan keinginan untuk kemudahan pertukaran informasi dengan cara yang lebih transparan, serta mengenai

prevailing issues antara agreement ini dan agreement

bilateral atau regional lain yang mengatur hal serupa. Beberapa negara diantaranya India menginginkan kepastian bahwa WTO agreement on Trade Facilitation ini nantinya akan menjadi rujukan dan prevail terhadap

agreement lain yang serupa, namun Kanada dan didukung

beberapa negara berpandangan bahwa dalam

jurisprudence khususnya untuk international trade law saat ini, bilateraldan/atau regional agreement-lah yang prevail.

Article 11 Article 11 mengenai Freedom of Transit, pembahasan dimulai dari proposal Meksiko perihal guarantee bagi barang transit, dan dilanjutkan dengan pembahasan paragraf lainnya, namun masih terdapat beberapa issues

yang belum dapat disepakati diantaranya guarantee dan

custom convoys.

ASEAN Caucus Informal Meeting

Secara umum informal meeting antara negara-negara ASEAN ini dilakukan sebagai koordinasi internal ASEAN sebelum memenuhi permintaan Amerika Serikat untuk mendiskusikan beberapa issue terkait proposal Amerika Serikat.

Issue pertama yang dibahas pada informal meeting ASEAN

Caucus ini yaitu mengenai posisi negara-negara ASEAN atas on going negotiation on Trade Facilitation:

 Singapura menjelaskan bahwa menurut Colorado

group/meeting, tidak mungkin bisa segera

menyelesaikan perundingan Trade Facilitation ini, namun Singapura tetap mendukung diselesaikannya

Trade Facilitation ini.

 Negara-negara ASEAN lain mendukung pilihan untuk

ASEAN tetap secara aktif terlibat dalam perundingan dan berupaya menyelesaikan pembahasan draft text. Hal lain yang juga dibahas pada pertemuan negara-negara ASEAN kali ini yaitu persiapan simposium yang akan diadakan pada bulan November. Singapura menjelaskan bahwa sudah ada 16 negara yang sukarela presentasi pada simposium tersebut dan mengusulkan agar ASEAN mengajukan satu tema bersama yang menunjukkan

success story dalam bidang trade facilitation dengan alternatif tema: ASEAN single window atau masing-masing

(14)

akan mengoordinasikan terlebih dahulu ke Sekretariat ASEAN.

Hal lain yang juga dibahas pada pertemuan negara-negara ASEAN kali ini yaitu persiapan simposium yang akan diadakan pada bulan November 2011. Singapura menjelaskan bahwa sudah ada 16 negara yang sukarela presentasi pada simposium tersebut dan mengusulkan agar ASEAN mengajukan satu tema bersama yang menunjukkan success story dalam bidang trade facilitation

dengan alternatif tema: ASEAN single window atau masing-masing national single window, namun untuk hal ini disepakati akan mengoordinasikan terlebih dahulu ke Sekretariat ASEAN.

Draft text article 6.2 Section I proposal US

1) 6.2.3: Beberapa negara ASEAN mempertanyakan dampak para ini, mengingat domestic laws beberapa negara ASEAN (termasuk Indonesia) mengatur sejumlah persentasi tertentu yang akan diperhitungkan sebagai bonus bagi government official yang menangani custom penalties.

2) 6.2.5: Beberapa negara ASEAN (Thailand, Indonesia) menyatakan tidak akan bisa melaksanakan mitigasi

penalties sebagaimana diatur dalam para ini.

3) 6.2.6: Beberapa negara ASEAN lain mempertanyakan maksud para ini, mempertimbangkan kemungkinan perlu mengubah masing-masing domestic laws.

Singapura menyatakan tidak akan bisa melaksanakan ketentuan para ini, karena sistem hukum pidana di Singapura tidak memungkinkan memberi batasan finite period untuk proceeding-nya.

ASEAN - US Informal Meeting

Kedua delegasi (ASEAN – Amerika Serikat) menyampaikan pandangan umum atas berjalannya perundingan Trade Facilitation sejauh ini dan ekspektasi masing-masing kedepannya.

Amerika Serikat menyampaikan pandangan umumnya atas pembahasan Section II yang menggambarkan keinginan

Least Developed Countries untuk tidak terikat compliance

sekalipun untuk measures yang subject to capacity building.

Pembahasan Article 6.2

 6.2.3: beberapa negara ASEAN mempertanyakan

dampak para ini, mengingat domestic laws beberapa negara ASEAN (termasuk Indonesia) mengatur sejumlah

(15)

persentasi tertentu yang akan diperhitungkan sebagai bonus bagi government official yang menangani custom penalties. Indonesia menjelaskan mekanisme pemberian bonus (maksimal 50% dari duties) yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan. Filipina menjelaskan bahwa pihak manapun yang terlibat dalam penanganan pelanggaran custom laws akan mendapat 20% dari nilai

duties. Atas hal ini, AS menerangkan bahwa sepanjang tidak diatur secara otomatis, maka bonus bagi

government official yang menangani custom penalties

tetap dimungkinkan.

 6.2.5: Beberapa negara ASEAN (Thailand, Indonesia)

menyatakan tidak akan bisa melaksanakan mitigasi

penalties terhadap importir yang mengakui

kesalahannya sebagaimana diatur dalam para ini. Atas hal ini, AS menerangkan bahwa adanya mitigasi

penalties tidaklah mutlak dan tetap diserahkan ke masing-masing negara untuk mengaturnya.

 6.2.6: Beberapa negara ASEAN lainnya mempertanyakan

maksud para ini, mempertimbangkan kemungkinan perlu mengubah masing-masing domestic laws.

Singapura menyatakan tidak akan bisa melaksanakan ketentuan para ini, karena sistem hukum pidana di Singapura tidak memungkinkan memberi batasan finite

period untuk proceeding-nya, karena menurut

Singapore's domestic law, proceeding dapat dilakukan tanpa batas waktu. Atas hal ini, AS menjelaskan pentingnya pengaturan yang demikian, mengingat

domestic laws beberapa negara (termasuk AS) hanya memiliki waktu terbatas untuk melakukan proceeding

terhadap pelanggaran custom laws.

Informal meeting on Border Agency Cooperation

Pada pertemuan informal terkait pasal yang mengatur tentang Border Agency Cooperation (dengan fasilitator Kanada), dibahas tentang degree of flexibility dengan adanya penggunaan frase "shall to the extent possible and practical' dan "may include" di paragraf 3. Fasilitator menyampaikan bahwa paragraf tersebut sangat leluasa dalam memberikan fleksibilitas dan memberikan indicative list yang sifatnya non mandatory dan non exclusive.

(16)

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials

Special SEOM dilaksanakan pada tanggal 21-22 September

2011 di Jakarta. Pertemuan Special SEOM dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kemendag selaku SEOM Chair, dan dihadiri oleh SEOM Leaders dari seluruh anggota ASEAN serta wakil Sekretariat ASEAN.

Gambar 1. Sesi Foto Bersama Special SEOM

ASEAN

Framework/Guiding Principles for Equitable Economic Development

(EED)

Indonesia memaparkan secara singkat latar belakang dan proses penyusunan konsep ASEAN Framework/Guiding Principles for Equitable Economic Development (EED) dan prinsip-prinsip serta elemen dari framework dimaksud untuk tiba pada draf terakhir yang didistribusikan kepada seluruh negara anggota pada tanggal 14 September 2011.

Draft framework dimaksud ditanggapi secara positif oleh negara anggota dengan memberikan koreksi dan masukan terhadap text draft dan text for Chair’s Statement guna mempertajam fokus dan memperjelas terminologi yang digunakan.

Sejumlah negara anggota juga menunjukkan antusiasmenya terhadap concept papers yang disiapkan Indonesia untuk Financial Inclusion dan International Remittances. Mayoritas anggota sepakat bahwa kedua topik ini sangat penting namun perlu dibahas dulu oleh

sectoral ministerial bodies yang terkait langsung, sebelum diangkat ke Asean Economic Community (AEC) Council

pertengahan Oktober 2011. Dalam hal ini perlu kejelasan mengenai proses dan target, bahwa concept papers

(17)

menjadi outcome documents namun cukup direfleksikan dalam Chair’s Statement. Draft ASEAN Framework for

Equitable Economic Development dan draft referral

statement mengenai hal ini dalam Chair’s Statement telah didistribusikan kepada seluruh SEOM untuk dibahas secara internal dan ditanggapi selambatnya tanggal 28 September 2011, untuk selanjutnya Indonesia akan menyiapkan

consolidated draft-nya.

ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration

Sekretariat ASEANmenyampaikan paper mengenai Follow-up Action to the Decision made at the Manado Ministerial Meetings on the Emerging Regional Architecture, yang membahas hasil rekomendasi ke-4 ASEAN Plus Working Groups (APWGs) dan possible template dalam konteks ASEAN++FTA. Sementara itu Indonesia mempresentasikan

draft ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration yang bilamana disetujui akan menjadi annex

dari Bali Declaration on ASEAN Community in a Global Community of Nations.

Pertemuan sepakat bahwa untuk November deliverable

cukup dihasilkan prinsip-prinsip umum yang akan dipedomani ASEAN dalam mengonsolidasikan ASEAN+1 FTAs yang membuka peluang bagi keterlibatan non-FTA partners dalam proses konsolidasi ini. SEOM juga sepakat bahwa yang hendak diwujudkan adalah tidak sekadar sebuah FTA tetapi economic comprehensive partnership di mana economic cooperation akan menjadi bagian integral di dalamnya. Terkait dengan template for ASEAN++FTA,

SEOM sepakat dengan usulan Indonesia agar “template” ini tidak menjadi November deliverable karena masih banyak detail teknis yang perlu disepakati dahulu secara internal oleh ASEAN.

Terkait Joint Proposal dari China dan Jepang khususnya usulan pembentukan 3 (tiga) Working Groups (WGs) yaitu:

Trade in Goods, Services, and Investment, SEOM sepakat untuk mempertimbangkannya bersama rekomendasi dari 4 ASEAN Plus Working Groups dalam Chair’s Statement

sebagai bagian dari instruksi untuk menindaklanjuti

di-adopt-nya general principles oleh para Pemimpin ASEAN. Draf ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration serta draft text Chair’s Statement terkait

architecture dimaksud telah didistribusikan kepada seluruh SEOM untuk dibahas secara internal dan ditanggapi selambatnya tanggal 28 September 2011, untuk selanjutnya Indonesia akan menyiapkan consolidated draft-nya.

(18)

SEOM juga membahas usulan Jepang untuk melaksanakan

Preparatory Meeting of EAS Senior Economic Officials

menjelang ASEAN Plus Three Summit dan East Asia Summit

pada bulan November 2011 di Bali. Mengingat ASEAN tidak/belum akan memberikan tanggapan detail mengenai pembentukan tiga working groups dan masih perlu mengembangkan principles specific to areas of engagement (yang selama ini dikenal dengan istilah “template”), maka disepakati agar SEOM Chair mewakili seluruh SEOM memberikan penjelasan kepada Senior Economic Officials China dan Japan dan kemungkinan

Senior Economic Officials seluruh anggota East Asia

Summit lainnya mengenai perkembangan yang dicapai

ASEAN dan proses selanjutnya.

The Bali Declaration and ASEAN Roadmap Beyond 2015

Sejalan dengan arahan yang disampaikan oleh AEM Chair

kepada SEOM pada tanggal 22 September, Indonesia menyampaikan pemaparan mengenai Bali Declaration dan pemikiran mengenai “beyond 2015.” Menanggapi pertanyaan, beberapa klarifikasi disampaikan oleh Indonesia antara lain mengenai tujuan/maksud dan format dari Bali Declaration. Sementara mengenai “beyond 2015,” Indonesia menyampaikan usulan agar ASEAN menyepakati sebuah proses untuk merumuskan “beyond 2015” ke dalam ASEAN Roadmap Beyond 2015 sebagai kelanjutan dari Roadmap for ASEAN Community 2009-2015. Proses ini seyogyanya dilaksanakan secara paralel oleh dua Komunitas ASEAN lainnya karena yang akan dihasilkan (kemungkinan pada tahun 2012) adalah roadmap yang berlaku bagi seluruh Komunitas ASEAN di mana pilar ekonomi menjadi bagian di dalamnya.

Indonesia telah mendistribusikan draf Bali Declaration

khususnya untuk pilar ekonomi guna mendapatkan tanggapan/masukan dari SEOM. Diharapkan masukan ini dapat disampaikan pada tanggal 28 September 2011 untuk dikonsolidasikan menjadi masukan pilar ekonomi kepada

ASEAN Coordinating Council untuk diintegrasikan ke dalam

draft Bali Declaration. Beberapa negara anggota

menyatakan keinginannya untuk juga memberikan tanggapan pada pilar sosial-budaya yang terkait dengan pilar ekonomi. Untuk ini, Indonesia mengusulkan agar masukan seperti ini disalurkan melalui wakil ASEAN Coordinating Council di negara anggota masing-masing. SEOM juga mencatat bahwa beberapa kajian dan inisiatif kelak perlu diintegrasikan ke dalam proses perumusan

(19)

dilakukan oleh ADBI (ASEAN 2030), dan kajian Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA (high impact study, comprehensive mid-term review). Penekanan juga tetap perlu diberikan pada Equitable Economic Development, deepening of ASEAN integration, dan ASEAN

Centrality dalam merumuskan ASEAN Roadmap Beyond

2015 ini.

Non-Tariff Barrier (NTB)

Effects of Non-Tariff Measures (NTMs)

SEOM membahas agenda item yang diusulkan oleh Malaysia ini. Pembahasan didasarkan pada paper yang telah disiapkan oleh Sekretariat ASEAN mengenai

Enhancing Trade Facilitation; Addressing NTBs; Effects of NTMs. Pertemuan menyepakati hal-hal sebagai berikut: (i) fokus diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang menghambat perdagangan ASEAN yang dapat dikategorikan sebagai Non-Tariff Barrier (NTB); (ii) menugaskan relevant official di masing-masing negara ASEAN untuk menyusun mekanisme yang lengkap (robust

mechanism) dan melakukan evaluasi untuk menangani isu

ini, misalnya dengan mengindentifikasikan kesenjangan yang ada dibandingkan mekanisme yang ada di WTO dan ASEAN; (iii) memasukkan isu-isu Non-Tariff Barrier (NTB)

Effects of Non-Tariff Measures (NTMs) yang muncul antara ASEAN dan mitra dialog ASEAN untuk dibahas dalam forum yang sesuai; (iv) menugaskan relevant official untuk menyusun effective enforcement mechanism (misalnya

peer review mechanism); dan (v) menugaskan Sekretariat ASEAN untuk melakukan revisi terhadap information paper

guna dibahas pada saat ASEAN Economic Ministers (AEM)

Retreat pada tanggal 14-15 Oktober 2011 di Malaysia. Indonesia menyoroti masalah ini dari aspek prosedur. Indonesia menyarankan agar dalam mengangkat issues

penting, tetap diperhatikan prosedur yang ada, antara lain disalurkan melalui SEOM, AFTA/AEM dan baru dilaporkan kepada AEC Council bilamana dianggap perlu. Tidak dicapai kesepakatan mengenai pertanyaan Indonesia mengenai kelayakan mengangkat issue ini langsung kepada ASEAN Economic Community Council (AEC Council) pada tanggal 14-15 Oktober 2011, selain bahwa sebagai host Malaysia memiliki privelege untuk mengusulkan topik yang ingin diangkat.

ASEAN-Canada Joint Declaration on Trade and Investment

Pertemuan menyepakati bahwa Joint Declaration ASEAN-Canada on Trade and Investment yang telah di-endorse

oleh ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-43 tanggal 11 Agustus 2011 di Manado akan disampaikan kepada pihak Kanada dalam kesempatan kunjungan Menteri

(20)

Perdagangan Internasional Kanada ke Jakarta pada awal Oktober 2011. Diharapkan dalam kesempatan tersebut

AEM Chair dan Menteri Perdagangan Internasional Kanada

dapat melakukan pertukaran surat yang mengindikasikan bahwa masing-masing pihak telah meng-endorse joint

declaration dimaksud tanpa melakukan joint signing

sebagaimana diusulkan sebelumnya oleh AEM Chair

kepada AEMs.

China’s Proposed Concept Paper for Special Fund for EAFTA Research

SEOM membahas concept paper yang disusun oleh China terkait mekanisme pemanfaatan special fund sebesar US$ 1 juta untuk kegiatan kajian pembentukan East Asian Free

Trade Agreement (EAFTA). Sebagian Negara anggota

menyoroti mekanisme yang diusulkan China karena akan mengontrol sepenuhnya pemanfaatan dana yang tersedia. Sebagian SEOM lainnya termasuk Indonesia mempertanyakan hal yang lebih mendasar, karena dengan menyetujui mekanisme yang diusulkan China maka secara implisit ASEAN sepakat untuk membentuk EAFTA lebih dahulu (vis a vis CEPEA atau bentuk integrasi regional lainnya).

Sementara negara anggota lainnya (khususnya Thailand selaku Country Coordinator ACFTA) akan mengangkat masalah mekanisme ini dalam pertemuan ASEAN-China

Joint Committee pada bulan Oktober mendatang

(meskipun sangat tidak tepat karena dana ini disediakan dalam konteks ASEAN Plus Three), SEOM sepakat untuk menyarankan kepada ASEAN Committee of Permanent

Representatives (CPR) yang membahas hal ini agar

menunggu keputusan/arahan para Pemimpin ASEAN terkait dengan ASEAN architecture yang seyogyanya memberikan gambaran jelas apakah ASEAN memilih

ASEAN Plus Three, Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA), atau menyusun sendiri kerangka ASEAN untuk melibatkan negara mitra tanpa dibatasi oleh jumlah partisipan.

Narrowing

Development Gap

(NDG) Book

Sekretariat ASEAN menginformasikan penyusunan

Narrowing Development Gap (NDG) Book dan meminta

pandangan SEOM mengenai kepatutan peluncurannya pada saat 44th AEM pada bulan Agustus 2012. Buku ini dapat dijadikan referensi bagi pembuat keputusan dan praktisi serta lembaga donor untuk mengetahui perkembangan prakarsa Initiative for ASEAN Integration

beserta berbagai proyek serta hambatannya. SEOM menyepakati bahwa buku dimaksud dapat diluncurkan pada saat 44th AEM dan ini sejalan dengan penekanan yang

(21)

diberikan ASEAN kepada pilar ketiga AEC Blueprint yang antara lain memuat elemen narrowing the development gaps.

The First ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation

Sebagai implementasi Memorandum of Understanding

(MOU) antara ASEAN dengan China mengenai

Strengthening Cooperation in the Field of Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment yang ditandatangani pada tanggal 25 Oktober 2009 di Cham-Am Hua Hin, Thailand, maka para pejabat dari kedua negara yang menangani masalah SPS-TBT menyepakati rencana pelaksanaan The First ASEAN-China Ministerial Meeting on Technical Barrier to Trade (TBT) pada tanggal 22 Oktober 2011 di Nanning, China. SEOM sepakat untuk meminta instansi terkait masing-masing yang menangani masalah

Sanitary and Phytosanitary-Technical Barriers to Trade

untuk mengutus pejabat setingkat menteri atau yang mewakilinya agar menghadiri pertemuan tersebut. Indonesia menginformasikan secara tentatif bahwa Delegasi Indonesia ke pertemuan dimaksud akan dipimpin oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Beberapa dokumen yang akan disepakati dalam pertemuan pertama tingkat menteri tersebut adalah: (i)

Joint Press Statement on the 1st ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation; (ii) Joint Statement of ASEAN-China on Strengthening Product Quality and Safety Cooperation; (iii) TOR on TBT Contact Point; dan (iv)

Resolution on Establishment of Joint Working Group in ASEAN-China TBT Fields (Standards, Metrology, Conformity Assessment, Rubber and Rubber Products, Automotive and

Cosmetics). Keempat draf dokumen tersebur sedang

dikonsultasikan di dalam negeri masing-masing anggota.

ASEAN Common Visa for Non-ASEAN Nationals

SEOM membahas surat dari Deputy Secretary-General of

ASEAN-Political-Security Community Department

tertanggal 21 September 2011 tentang rencana Studi Penerapan Progressive Visa Relaxation dan Common Visa for Non-ASEAN Nationals oleh ASEAN Tourism Ministers

yang akan melibatkan relevant sectoral bodies dalam suatu

joint working group (pemrakarsa gagasan ini adalah Indonesia). SEOM sepakat untuk menugaskan Chair of ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) untuk duduk dalam joint working group mewakili Pilar Ekonomi sementara kajian itu sendiri baru akan dimulai pada tahun 2012.

(22)

ASEAN Joint

Preparatory Meeting

(JPM)

Indonesia menginformasikan rencana pelaksanaan Joint Preparatory Meeting (JPM) yang akan melibatkan Pejabat Senior dari ketiga Komunitas ASEAN guna mempersiapkan KTT ASEAN ke-19 yang akan diselenggarakan di Bali. JPM akan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2011 di Bali, dan didahului oleh Preparatory SEOM pada tanggal 11 Oktober 2011.

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya

1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3

Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3 tahun 2011 (CTI 3) diselenggarakan pada tanggal 22-23 September 2011 di San Francisco, Amerika Serikat.

Bogor Goal Review Process

CTI menyepakati Bogor Goals Progress Report guidelines

sebagai pedoman bagi pencapaian Bogor Goals pada tahun 2020. Disepakati agar ekonomi APEC menyerahkan Bogor Goals Progress Report pada Individual Action Plans template dengan format sederhana pada SOM-I bulan Februari 2012.

Next Generation Trade and Investment Issues

CTI membahas inisiatif yang diusulkan oleh lead economies

dalam rangka melaksanakan instruksi Ministers Responsible for Trade (MRT) 2011 terkait tiga isu next generation trade and investment (NGTI) yaitu: Facilitating Global Supply Chains (GSCs); Enhancing Small and Medium Enterprises (SMEs) Participation in Global Production Chains; dan Promoting Effective, Non-Discriminatory, and Market-Driven Innovation Policy.

Facilitating Global Supply Chains

CTI membahas proposal facilitating global supply chains

dengan ide dasar membangun kesadaran pentingnya GSCs dalam perekonomian global, melalui kegiatan: (i) Perumusan kegiatan terkait GSCs yang belum dilakukan Trade Facilitation Action Plan (TFAP) II dan Supply-Chain Connectivity Framework (SCF) dan Identifikasi area penting GSCs; (ii) Pengembangan pendekatan yang menyeluruh guna memasukkan GSCs ke dalam kebijakan dan Free Trade Area (FTA) termasuk didalamnya Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP); dan (iii) Studi kasus untuk mengeksplorasi aspek-aspek GSCs yang belum dipahami. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara

intersession dan memberikan kesempatan kepada

ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

(23)

Enhancing SMEs Participation in Global Production Chains

CTI mengesahkan proposal enhancing smes participation in global production chains, yang menyarankan agar APEC mendefinisikan elemen inti (core elements) sebagai model guidelines yang dapat diterapkan secara sukarela untuk FTA dan kemungkinan FTAAP, dan mengembangkan kegiatan capacity building (seminar) mengenai kebijakan publik dan kolaborasi mitra dagang guna mengikutsertakan UKM dalam global production chains.

Lima core elements yang diusulkan, yaitu: (i) Fasilitasi keterlibatan UKM dalam rantai produksi; (ii) Peningkatan kemampuan UKM untuk mengambil manfaat atas kesempatan-kesempatan dalam kegiatan perdagangan internasional; (iii) Meningkatkan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi serta perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI); (iv) Pertukaran pengalaman; dan (v) Memfasilitasi UKM untuk akses terhadap informasi terkait perdagangan dan investasi.

Promoting Effective, Non-Discriminatory, and Market-Driven Innovation Policy

CTI membahas proposal a draft annex to the 2011 APEC Leaders’, bertujuan untuk menciptakan suatu kebijakan ekonomi dan investasi yang bersifat terbuka, transparan dan tanpa diskriminasi, dengan menyepakati 13 (tiga belas) unsur kegiatan yang terkait dengan keterbukaan ekonomi, sistem regulasi persaingan pasar, sistem regulasi yang transparan, keterbukaan investasi, penggunaan standar internasional, hambatan teknis perdagangan, HKI, transfer teknologi, pengadaan barang/jasa pemerintah, dan keamanan teknologi IT. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

Services Group on Services (GOS) mengembangkan Non-Binding Guidelines for the Regulation of Foreign Accountancy

Professionals, dan APEC Services Trade Access

Requirements (STAR) Business-friendly tools untuk

memungkinkan pelaku bisnis jasa mengidentifikasi akses pasar dan persyaratan behind-the-border.

Investment Investment Experts' Group (IEG) membahas kerja konkret terkait: (i) implementasi IFAP tahun 2012; (ii) kemajuan pelaksanaan Investment Facilitation Action Plan (IFAP) serta rencana pengembangan IFAP; (iii) dan membahas rancangan revisi Non-Binding Investment Principles (NBIP).

Environmental Goods and Services/ Green Growth

Revised draft annex to the APEC Leaders Statement on EGS

Trade and Investment Liberalization mencantumkan 7

(24)

penurunan applied tariff produk environmental goods

maksimal sebesar 5% pada akhir tahun 2012; (ii) menghapuskan peraturan-peraturan persyaratan local content yang ada pada tahun 2012, serta tidak membuat peraturan baru yang serupa; (iii) transparansi dan nondiskriminasi atas seluruh program pemerintah terkait peningkatan Environmental Goods and Services (EGS); (iv) peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah terkait EGS harus transparan dan konsisten sesuai dengan APEC

Non-Binding Principles on Government Procurement; (v)

koherensi regulasi EGs dan penyesuaian pendekatan atas standar dan kesesuaian sektor EGS; (vi) aktif mendukung liberalisasi EGS di WTO; dan (vii) memastikan agar pada setiap FTA terdapat liberalisasi perdagangan EGS.

Indonesia menyampaikan bahwa beberapa poin dalam

draft tersebut terlalu ambisius dan meminta agar

pembahasan ini dikembalikan pada WTO serta lebih mengedepankan pelaksanaan beberapa kerja sama APEC yang belum selesai pada area ini, sebagaimana mandat MRT 2011 yaitu: enhancing capacity building activities

under the EGS work program, EGS work plan, dan

dissemination of environmental technologies. Beberapa ekonomi yang memiliki pandangan serupa yaitu: China, Vietnam, Peru, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Chile. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara

intersession dan memberikan kesempatan kepada

ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

The draft APEC EGS Technology

Dissemination Action Plan

China menyampaikan proposal the draft APEC EGS

Technology Dissemination Action Plan untuk

dipertimbangkan sebagai Leaders’ Statement yang memuat rencana aksi diseminasi teknologi EGS.

Facilitate Trade in Remanufactured products

CTI membahas Pathfinder Initiative on Trade Facilitation

Measures Concerning Remanufactured Goods. Lima

ekonomi (Kanada, Chile, Jepang, Selandia Baru, dan Amerika Serikat) telah bergabung dalam pathfinder. CTI juga membahas ide-ide pengembangan program

capacity-building yang dirancang untuk mendukung tujuan

tersebut. Indonesia, Filipina, Thailand, China, dan Vietnam menyampaikan belum akan terlibat dalam pathfinder,

namun akan mendukung sejauh membahas

pengembangan capacity building. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

(25)

Selain itu AS menyampaikan hasil Konferensi APEC Conference on Innovation, Trade, and Technology yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 September 2011. Disampaikan bahwa hampir semua perwakilan tingkat tinggi ekonomi APEC menghadiri konferensi tersebut. Pembicara dari sebelas ekonomi memberikan berbagai macam pandangan yang berbeda pada masing-masing topik. CTI mencatat bahwa beberapa tema muncul menekankan pada hubungan antara pasar yang terbuka dan kompetitif, dan kemampuan ekonomis untuk mempromosikan inovasi. Masalah khusus yang diangkat dalam konferensi tersebut termasuk standar, HKI, cloud computing, dan investasi.

Trade Facilitation/ Supply-Chain Connectivity

Framework and Action Plan

Trade Facilitation Action Plans II - Policy Support Unit

melaporkan hasil penilaian akhir yang terdiri: (i) estimasi langsung dari pengurangan biaya transaksi perdagangan

menggunakan data dari World Bank’s Trading Across

Borders; dan (ii) kontribusi Business Mobility Group (BMG),

Electronic Commerce Steering Group (ECSG),

Sub-Committee on Customs Procedures (SCCP), dan Sub

Committee on Standards and Conformance (APEC SCSC) untuk mengurangi biaya transaksi perdagangan.

Berdasarkan studi Direct Estimation, APEC telah mencapai target TFAP II pengurangan sebesar 5% dalam biaya transaksi perdagangan dalam kurun waktu 2006-2010 (menghemat sebesar US$ 58,7 miliar) dengan hasil yang signifikan pada tingkat agregat dan mikro. Dari perspektif sub-fora, terjadi penurunan yang signifikan dalam hal biaya terkait mobilitas bisnis melalui skema APEC Business Travel Card (ABTC), dan perdagangan elektronik melalui penerapan skema SKA elektronik. Penurunan waktu biaya yang signifikan juga dicapai dalam hal kepabeanan, serta memiliki keselarasan yang lebih baik dalam peraturan teknis dan standar domestik.

Supply-Chain Connectivity

Framework and Action Plan (De Minimis Value)

CTI membahas Proposal Enhancing Supply-Chain Connectivity by Establishing a Pathfinder for an APEC Baseline De Minimis Value yang meminta: (i) komitmen ekonomi untuk menerapkan de minimis values tanpa nilai minimal/common based line dan target waktu penerapan (diusulkan sebagai draft statement AMM 2011); dan (ii) pembentukan baseline de minimis value Pathfinder,

dengan menerapkan batas nilai minimal US$ 100 bagi anggota pathfinder, dan pengembangan capacity building program guna peningkatan keikutsertaan ekonomi APEC dalam pathfinder.

(26)

Secara umum para ekonomi mendukung proposal AS, namun beberapa meminta waktu untuk melakukan konsultasi domestik terutama terkait penggunaan kata

higher dalam redaksi draft AMM Statement (”...We

recognized the trade facilitative and economic benefits of establishing higher de minimis value to all types of shipments enhances those benefits...”).

Untuk Pathfinder, ekonomi yang menyatakan kesediaannya untuk bergabung selain Amerika Serikat (selaku proponen) adalah Jepang, Malaysia, dan Singapura, setelah melakukan konsultasi domestik. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

Addressing Barriers to Trade for SMEs in APEC

Untuk melaksanakan instruksi Menteri Perdagangan dan Menteri UKM APEC dalam mengatasi hambatan yang dihadapi oleh eksportir UKM dalam perdagangan, CTI menerima usulan dan update dari Ekonomi yang secara sukarela memimpin dalam pembahasan mengatasi hambatan yang menjadi tanggung jawab CTI, antara lain: 1) Barrier #5: Customs clearance delays caused by

difficulties in navigating overly complex customs

requirements and documentation – Kanada dan Amerika

Serikat mengajukan proposal pembuatan APEC webpage

sederhana yang memuat link ke informasi dasar tentang prosedur impor seperti persyaratan umum, kontak informasi untuk pihak kepabeanan yang terkait, dan

SME-Specific Resources yang tersedia pada website

kepabeanan ekonomi APEC.

2) Barrier #6: Problems navigating differing legal, regulatory, and technical requirements – Australia selaku lead, melalui proyek yang ada di Group on Services (GOS) - the APEC Services Trade Access

Requirements (STAR) database, mengusulkan

pembuatan online tool yang bertujuan untuk membantu UKM memperoleh informasi tentang bagaimana mendirikan sebuah bisnis baru di pasar ekspor, memberikan layanan lintas batas dan menempatkan orang mereka ke dalam suatu Ekonomi untuk menyediakan layanan secara sementara.

3) Barrier #7: Difficulty with intellectual property acquisition, protection and enforcement – Untuk mengatasi hambatan ini, Jepang mengajukan proposal yang berguna untuk: (i) peningkatan input informasi

(27)

mengenai HKI dari sektor publik; (ii) memperkuat fungsi konsultasi dengan pemerintah; dan (iii) memberikan materi mengenai HKI.

4) Barrier #8: Inadequate Policy and Regulatory

Frameworks to Support Cross-Border Electronic

Commerce for Small and Medium Enterprises – Amerika

Serikat mengusulkan untuk memperbarui 1998

Blueprint for Action on Electronic Commerce guna mencerminkan kemajuan dalam teknologi dan inovasi dalam model bisnis dengan meningkatkan penggunaan

e-commerce dan jasa terkait di wilayah tersebut dengan cara memperhitungkan peranan khusus UKM di Ekonomi APEC sebagai eksportir dan penggerak pertumbuhan.

5) Barrier #9: Difficulty in Taking Advantage of Preferential Tariff Rates and Other Aspects of Trade Agreements – Peru, Jepang, dan Amerika Serikat sebagai co-sponsor, telah mengajukan proposal untuk membantu meningkatkan pemahaman UKM tentang bagaimana memanfaatkan FTA.

CTI sepakat untuk membahas proposal-proposal tersebut secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 15 Oktober 2011.

Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence

CTI mengesahkan rekomendasi Smart Grid Interoperability

Standards untuk: (i) Mempromosikan transparansi,

kolaborasi, dan solusi global dalam pengembangan Smart

Grid Interoperability Standards; (ii) Memungkinkan

kompetisi dan inovasi pada pasar spesifik untuk Smart Grid Technologies; dan (iii) Mengintegrasikan hasil APEC

Regulatory Cooperation Advancement Mechanism

(ARCAM) kepada Cooperative Work on Smart Grid Interoperability Standards di APEC dan Fora Lainnya.

Industry Dialogue Automotive Dialogue – CTI mengesahkan proposal “Facilitating the Diffusion of Advanced Technology and Alternative-Fueled Demonstration Motor Vehicle” untuk melakukan identifikasi cara untuk penyederhanaan regulasi terkait importasi sementara kendaraan contoh yang terdiri empat elemen, antara lain (i) Allow Temporary Access for a Small Number of Imported Demonstration Vehicles; (ii) Produce Effective, Targeted Research

Outcomes; (iii) Permit Extended, Public On-road

Demonstrations while Ensuring Adequate Safety; (iv)

(28)

Tax-Exempt Treatment During the Demonstration Period and Expedited Approval Processes.

2. APEC Senior Officials' Meeting 3

APEC Senior Officials' Meeting 3 dipimpin oleh Ketua SOM Amerika Serikat, dan dihadiri oleh para Senior Officials

dari 21 ekonomi anggota APEC. Hadir pula antara lain Direktur Eksekutif APEC, Ketua APEC Business Advisory Council (ABAC), perwakilan International Energy Agency, dan

Pacific Economic Cooperation Council.

SOM-3 dibuka oleh presentasi ABAC yang menyampaikan dukungannya terhadap isu-isu APEC. ABAC juga menyampaikan beberapa usulan prioritasnya yang belum dibahas APEC, seperti misalnya isu tentang air dan perpindahan tenaga kerja.

Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade

Dirjen KPI selaku Ketua Committee on Trade and

Investment menyampaikan laporan pembahasan yang

berlangsung di CTI, termasuk isu-isu yang tidak dapat diselesaikan di CTI yang kemudian dibahas di SOM, antara lain mengenai satu butir kesepakatan di CTI yang perlu menjadi catatan khusus adalah kesepakatan tentang proses penilaian pencapaian Bogor Goals. CTI telah menyepakati guidelines bagi pengisian template, dan masing-masing Ekonomi diharapkan dapat mengisi dan menyampaikan laporannya pada bulan Februari 2012. Sehubungan dengan "dashboard" yang diusulkan, CTI setuju untuk menggunakannya sebagai living document.

Beberapa Ekonomi menyampaikan update informasi mengenai perkembangan terakhir Free Trade Agreements

(FTAs) di kawasan Asia Pasifik, termasuk diantaranya Trans Pacific Partnership dan beberapa bilateral FTA kepada SOM. Indonesia pada kesempatan ini menyampaikan

update mengenai perkembangan terakhir FTAs pada fora

ASEAN dengan merujuk pada hasil-hasil 43rd ASEAN Economic Ministers, yang berlangsung dari tanggal 10-11 Agustus 2011 di Manado, Indonesia.

Next Generation of Trade and Investment Issues

Pembahasan mengenai Next Generation of Trade and Investment Issues (NGTI) difokuskan pada 3 (tiga) topik utama, yaitu:

1) Facilitating Global Supply Chain

SOM membahas usulan Singapura dan Kanada mengenai kegiatan terkait global supply chain. Ekonomi APEC pada umumnya mendukung usulan tersebut.

(29)

Mengingat beberapa Ekonomi APEC masih memerlukan konsultasi dengan pihak-pihak terkait di dalam negeri, maka diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan dan tanggapan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.

2) Enhancing SME Participation in Global Production Chains

SOM membahas usulan Chile, Hong Kong-China, Jepang, Meksiko, dan Peru mengenai upaya peningkatan partisipasi UKM dalam Global Production Chains.

Ekonomi APEC secara konsensus telah menerima usulan tersebut.

3) Promoting Effective, Non-Discriminatory and Market-Driven Innovation Policy

SOM membahas usulan Jepang dan Amerika Serikat mengenai perlunya inovasi bagi pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi lampiran Leaders' Statement di Honolulu pada bulan November 2011. Usulan tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu kebijakan ekonomi yang bersifat terbuka, transparan, dan tanpa diskriminasi sehingga dapat menciptakan suatu kompetisi yang sehat dan menciptakan inovasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Beberapa Ekonomi APEC belum dapat menerima sebagian dari usulan Jepang dan Amerika Serikat tersebut. China, Thailand, dan Rusia menyatakan masukan mereka belum diakomodir, terkait dengan rumusan mengenai

government procurement.

Selain ketiga isu tersebut, Amerika Serikat menyampaikan penyelenggaraan APEC Conference on Innovation, Trade and Technology di San Francisco pada tanggal 19-20 September 2011. Sedangkan terkait dengan penerapan APEC Supply Chain Connectivity Action Plan Framework,

beberapa ekonomi akhirnya menyetujui untuk menjalankan pathfinder initiative bagi penetapan de

minimis value. Ekonomi-ekonomi tersebut sepakat

menetapkan de minimis value batas bawah (baseline)

US$100. Isu de minimis value akan menjadi bagian dari

APEC Ministerial Meeting (AMM) Statement 2011.

Green Growth Trade Issues

Di bawah green growth trade issues, terdapat 2 (dua) agenda utama yang menjadi pembahasan, yaitu:

Environmental Goods and Services (EGS) dan Illegal

Logging. Pembahasan Green Growth Trade Issues akan

dituangkan dalam Draft APEC Leaders Statement on Trade,

and Investment in Environmental Goods and Services,

(30)

Serikat. Dalam paparan Amerika Serikat, ekonomi anggota APEC diharapkan dapat memberikan komitmen politis untuk mengurangi tarif untuk environmental goods secara unilateral, hingga pada level 5% sebelum tahun 2012. Amerika Serikat mengharapkan bahwa melalui Leaders Statement tersebut, ekonomi APEC dapat tetap menjadi forum yang terdepan dalam pembahasan isu perdagangan dan dapat memfokuskan kembali upaya pada komitmen

open and free trade, sesuai dengan kekuatan dan relevansi APEC. Selain itu, untuk mempertegas kredibilitas dan memperkuat peran APEC dalam supporting multilateral

trading system, maka diharapkan APEC dapat

menghasilkan pernyataan dan deliverables yang lebih tegas di akhir tahun 2011.

Beberapa Ekonomi menyatakan pandangan yang mendukung agenda EGS untuk dapat dibahas lebih lanjut, seperti yang disampaikan oleh Selandia Baru, Chile, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Namun, belum ada kesepahaman mengenai bagaimana APEC akan membahas agenda EGS dan apa saja yang akan menjadi bagian dari pembahasan. Selain itu juga terdapat pandangan agar lebih dulu tercapai kesepahaman terkait definisi dari EGS. Sementara itu, China, Hong Kong, Indonesia, Meksiko, Peru, dan Vietnam telah menyampaikan keberatan mereka atas draf tersebut, karena memuat tarif dan deadline

pencapaian. Bagi ekonomi berkembang, Statement Leaders sebaiknya berupa pernyataan terhadap hal-hal yang bersifat umum dan memberikan arahan kerja APEC di tahun mendatang, namun tidak masuk kepada hal-hal yang bersifat teknis dan rinci. Selain itu, rumusan penurunan tarif, dianggap tidak tepat mengingat APEC bukan forum negosiasi dan bersifat non-binding dan voluntary. Ekonomi berkembang juga mengusulkan agar usulan yang berhubungan dengan penghilangan local content

dihapuskan. Berbagai ekonomi berkembang

menyampaikan dukungannya terhadap usulan Hong Kong.

Facilitating Trade in Remanufactured Products

SOM mencatat keputusan CTI mengenai usulan Amerika Serikat tentang facilitating trade in remanufactured

products termasuk pathfinder initiative on trade

facilitation measures concerning remanufactured products.

Lima Ekonomi APEC, yaitu: Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Chile, Selandia Baru menyatakan bergabung

pathfinder inisiatif tersebut. Sedangkan Developing

Economies, seperti Indonesia, China, Filipina, Thailand, dan Vietnam menyatakan belum siap untuk terlibat dalam

(31)

pathfinder, namun akan memberikan dukungan sejauh membahas pengembangan capacity building.

Climate Change and Environment Protection Issues

SOM membahas proposal AS mengenai Low Emissions Development Strategies (LEDS) in APEC. Konsep LEDS adalah strategi komprehensif penurunan emisi suatu negara yang memperhatikan keseimbangan aspek pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. LEDS dapat diwujudkan melalui inisiatif-inisiatif berupa smart buildings, smart transport, smart grid, smart jobs, smart

communities, dan low carbon model town. Beberapa

ekonomi APEC mendukung komitmen terkait LEDS tersebut.

3. Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107

Sidang International Coffee Council ke-107 diselenggarakan pada tanggal 26-30 September 2011 di London, Inggris. Sidang dihadiri oleh 40 negara produsen dan konsumen kopi anggota International Coffee Organization (ICO). Pemilihan Executive

Director

Agenda pemilihan Executive Director (ED) merupakan salah satu mata agenda penting dalam sidang ini dan mendapat porsi perhatian yang besar dari para negara anggota. Kandidat dari Brasilterpilih sebagai Executive Director ICO

yang baru untuk masa jabatan lima tahun.

Keanggotaan ICA 2007 International Coffee Agreement (ICA) 2007 telah berlaku sejak tanggal 2 Februari 2011 sehingga ICA 2001 tidak berlaku lagi. Sampai dengan tanggal 3 Agustus 2011, 44 negara eksportir dan 6 negara importir telah menandatangani ICA 2007 dan menyelesaikan prosedur keanggotaan. Dari ke-44 negara eksportir tersebut, 33 negara eksportir telah meratifikasi, menerima dan menyetujui ICA 2007 sedangkan 11 negara telah menandatangani ICA 2007 namun belum menyelesaikan prosedur keanggotaan. Enam negara baru yang masuk ICO berdasarkan ICA 2007 adalah Liberia, Sierra Leone, Timor Leste, dan Yemen sebagai negara eksportir dan sebagai negara importir adalah Tunisia dan Turki. Sehubungan dengan batas waktu penandatanganan dan penyerahan instrumen ratifikasi, acceptance, dan approval ICA 2007 adalah pada 28 September 2011 maka Council sepakat untuk memperpanjang batas waktu sampai dengan tanggal 30 September 2012 sesuai Resolusi 448.

Situasi Pasar Kopi Harga kopi arabika mengalami kenaikan yaitu Colombian Mild naik 0,6%, Other Milds naik 0,9%, dan Brazilian Naturals naik 1,7%. Seperti tercatat di pasar berjangka

(32)

New York, harga kopi arabika sebesar US$ 260,39 cents per Ib meningkat 1,8% di bulan Agustus 2011 dibandingkan bulan Juli 2011. Di lain pihak, harga kopi robusta di pasar berjangka London pada bulan Agustus 2011 turun 0,6% menjadi US$ 102.71 cents per Ib dari US$ 103.36 cents per Ib. Harga rata-rata indikator komposit ICO bulanan naik 0,9% menjadi US$ 212.19 cents per Ib. Meningkatnya harga komposit ini disebabkan oleh menguatnya harga kopi arabika walaupun harga kopi robusta turun sedikit. Total produksi tahun kopi 2010/11 diperkirakan sejumlah 133,3 juta bags, meningkat 8,2% dari produksi tahun kopi sebelumnya. Untuk tahun kopi 2011/2012, informasi yang diperoleh dari negara anggota mengindikasikan bahwa produksi di Vietnam, Meksiko, Honduras, dan beberapa negara di Afrika akan meningkat. Hal sebaliknya terjadi di Brasil dan Indonesia yang diperkirakan akan mengalami penurunan produksi. Dengan demikian, total produksi tahun kopi 2011/2012 diperkirakan turun 3,3 juta bags

menjadi sekitar 130 juta bags.

Ekspor bulan Juli 2011 menurun sekitar 10% dibandingkan bulan Juli 2010. Negara yang mengalami penurunan ekspor antara lain Brasil, Indonesia, Kolombia, dan Ethiopia tetapi apabila dijumlahkan ekspor sepuluh bulan pertama tahun kopi 2010/2011 maka terjadi peningkatan 14% dibanding periode yang sama pada tahun kopi sebelumnya.

Untuk periode tahun 2000 - 2010, angka rata-rata tahunan pertumbuhan konsumsi dunia adalah 2,5%. Konsumsi tahun 2000 tercatat 105,5 juta bags dan pada tahun 2010 konsumsi meningkat 27,7% menjadi 134,8 juta bags.

Konsumsi domestik di negara-negara eksportir seperti Brasil dan Indonesia meningkat signifikan dengan angka pertumbuhan tahunan rata-rata pada periode tersebut sebesar 3,8% dan 7,2%. Brasil merupakan negara eksportir yang memiliki angka konsumsi per kapita rata-rata terbesar yaitu sekitar 5 kg. Secara kelompok negara, kenaikan konsumsi di negara eksportir sebesar 56,5% dalam periode itu lebih tinggi daripada kenaikan konsumsi di negara importir yang hanya meningkat sebesar 18,1%. Kanada, United Kingdom, Amerika Serikat, dan Italia adalah negara importir dengan angka pertumbuhan konsumsi rata-rata tahunan tertinggi. Dengan stabilnya peningkatan konsumsi dunia bahkan diperkirakan akan meningkat secara signifikan maka perlu diciptakan keseimbangan antara supply - demand dan mempertahankan tingkat harga yang relatif stabil.

Gambar

Gambar 1. Sesi Foto Bersama Special SEOM
Gambar 2. Sesi Foto Bersama Delegasi Indonesia dan Pakistan
Gambar 3. Penandatanganan Kesepakatan untuk Finalisasi PTA
Gambar 4. Pertemuan ke-2 Joint Study Group Indonesia - Korea
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kekurangan ini akan lenyap dengan sendirinya kalau kaum intelektual kita dapat didikan di dalam perguruan sehingga diperoleh orang-orang Indonesia yang cinta pada nusa dan

Skripsi yang berjudul “Pemilihan Bahan Amelioran untuk Mengatasi Keracunan Aluminium pada Tanaman Padi di Tanah Sulfat Masam” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

Kualitas dari sistem informasi tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat, tepat pada waktunya dan relevan (Siagian, 2006:37). a) Akurat, maksudnya adalah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang

Wakil ketua DPRD Sumut Ruben Tarigan mengatakan, meski sudah disahkan sejak 18 Desember 2015, tapi APBD Sumut TA 2016 belum bisa digunakan karena belum ada pergub

(perjudian). Alasannya karena tertanggung mengharap-harap sejumlah harta tertentu bila benar-benar mengalami musibah, seperti kematian terlalu cepat atau pemegang

Klik icon line lagi, dari sudut kiri bawah tidak diklik hanya disenter kemudian ditarik keatas lurus 30mm klik, kemudian tarik kesamping kanan dengan ukuran

Dalam bentuk uang pangsa ekspor cokelat dan produk cokelat dalam volume produksi cokelat di Rusia dalam beberapa tahun ke depan akan naik dan pada tahun 2015 akan