DITERBITKAN OLEH :
DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 26 / IV / 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 9 BAB I KINERJA…………....……... 10A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 10
1. Sidang Komite Technical Barriers to Trade... 10
2. Sidang TradePolicy Review Philippines... 16
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 18
1. Pertemuan ke-6 ASEAN-Korea Free Trade Agreement Implementing Committee (AKFTA-IC)dan Pertemuan Terkait Lainnya.………... 18
2. Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 20th ASEAN Summit... 24
3. The 2nd Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN... 28
4. Pertemuan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Trade, Investment, and Tourism Database (ITITD) Task Force Meeting ke-4... 29
5. Pertemuan ke-3 IMT-GT Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force... 32
6. Pertemuan ke-7 ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee... 34
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 40
1. Sidang International Coffee Council ke-108 dan Sidang International Coffee Organization Terkait Lainnya... 40
2. Sidang Executive Committee ke-40 Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)... 43
3. Pertemuan the 1st Supervisory Committee of D-8 Preferential Tariff Agreement... 45
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 48
1. Senior Official Meeting on Trade and Investment Framework (SOMTIF) RI - New Zealand ke – 3... 48
2. Pertemuan dengan Menteri Perdagangan dan Industri India dan Delegasi Bisnis India... 53
3. Misi Dagang dan Investasi ke Brazil, Chile, dan Peru... 54
4. Pertemuan Deputy Minister of Foreign Affairs Republik Belarus dengan Wakil Menteri Perdagangan... 57
6. Kunjungan Kenegaraan Presiden Rl ke Hong Kong... 59
7. Kunjungan Kenegaraan Presiden Rl ke Korea Selatan... 59
8. Kunjungan Kerja Menteri Perdagangan Australia... 61
E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa... 64
1. The 1st Meeting of Asean-Korea Working Group on Services... 64
2. Pertemuan ke-7 ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership Sub-Committee on Services... 69
3. Pertemuan ke-68 ASEAN Coordinating Committee on Services... 72
4. Sidang Committee on Trade in Financial Services... 82
5. Sidang Committee on Specific Commitment... 83
6. Sidang Council of Trade in Services... 84
7. Sidang Working Party on General Agreement on Trades in Services Rules... 87
8. Sidang Working Party on Domestic Regulations... 88
9. Sidang InformalCommittee on Trade in Financial... 90
F. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional... 91
Sosialisasi Hasil Joint Study Group (JSG) Indonesia – Turki dan Joint Study Group (JSG)Indonesia – Korea... 91
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 93
A. Kendala dan Permasalahan….………... 93
B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 94
KATA PENGANTAR
Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.
Terima kasih.
Jakarta, Maret 2012 DIREKTORAT JENDERAL KPI
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Maret 2012, antara lain:
Sidang Komite Technical Barriers to Trade
Indonesia berkepentingan untuk hadir dalam sidang Komite Technical Barriers to Trade untuk Memberikan tanggapan terkait: (i) Kewajiban Pencantuman Label pada Barang; (ii) Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan Standar Nasional (SNI) Baja Lembaran Elektrolisis Lapis Seng (BjLTE) secara wajib; (iii)
Technical Guidelines for the Implementation of the Adoption and Supervision of Indonesia National Standards for Obligatory Toy Safety; (iv) Tobacco Plain Packaging Bill 2011; dan (v) Brazil Draft Resolution No. 112, November 29, tahun 2010.
Sidang TradePolicy Review Philippines
Indonesia menyampaikan secara umum concern terkait kebijakan perdagangan Filipina yang menimbulkan impact bagi hubungan perdagangan kedua negara antara lain masalah kebijakan impor produk ikan, trade remedies, serta standard and technical regulation.
Pertemuan ke-6 ASEAN-Korea Free Trade Agreement Implementing Committee
(AKFTA-IC)dan Pertemuan Terkait Lainnya
Pertemuan membahas beberapa isu: (i) Tindak Lanjut Special Session ASEAN-Korea FTA Implementing Committee; (ii) Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin; (iii)
Economic Cooperation AKFTA; dan (iv) Working Group on Services.
Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 20th ASEAN Summit
Pertemuan difokuskan pada isu-isu: (i) Preparation for the 20th ASEAN Summit; (ii)
Preparation for the 7th Meeting of the ASEAN Economic Community Council; (iii)
Implementation of the ASEAN Framework on Regional Comprehensive Economic Partnership; (iv) ASEAN Roadshow to the US; (v) ASEAN Connectivity; dan (vi) TOR of ACC Working Group on ASEAN New Membership.
The 2nd Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second
Pilot Project on Self-Certification in ASEAN
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan the 1st Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN, tanggal 6-7 Februari 2012, yaitu membahas finalisasi draft Memorandum of Understanding dan Operational Certification Procedure of the Second Self-Certification Pilot Project serta rencana penandatanganannya.
Pertemuan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Trade, Investment, and Tourism Database(ITITD) Task Force Meeting ke-4
Centre for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT) melaporkan beberapa follow up
dari pertemuan sebelumnya (1st Phase Data Indicators, 2nd Phase Indicators, metadata). Selain itu pertemuan juga membahas Consideration of the First Draft of the Study on Trade and Investment Trend in IMT-GT Review of Initial Outputs of the Study on Trade and Investment Trends in IMT-GT.
Pertemuan ke-3 IMT-GT Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Pertemuan melaporkan beberapa follow up dari Pertemuan ke-2 IMT-GT Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force yaitu: (i) Entry/Exit Points; (ii) Terms of reference of the CIQTask Force; dan (iii) Draft Memorandum of Understanding of the IMT-GT CIQCooperation.
Pertemuan ke-7 ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership Joint Committee
Pertemuan difokuskan pada isu-isu: (i) Perdagangan Barang; (ii) Perundingan Investasi; dan (iii) Perundingan Sektor Jasa.
Sidang International Coffee Council ke-108 dan Sidang International Coffee Organization Terkait Lainnya
Isu-isu yang mengemuka yang dibahas dan disepakati pada rangkaian Sidang ICO adalah: (i) Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Brazil dengan
International Coffee Organization; (ii) proposal proyek fast track sebesar US$ 120.000 tentang pengendalian hama penggerek buah kopi; (iii) sumber pembiayaan proyek pengembangan micro financing untuk petani kopi Indonesia; dan (iv) laporan Statistic Committee yang dikeluarkan oleh ICO bahwa Indonesia masih berpredikat poor-compliance.
Sidang Executive Committee ke-40 Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)
Tujuan utama penyelenggaraan Sidang Exco ke-40 adalah untuk menyetujui besaran tunjangan anggota sekretariat ANRPC yang belum disepakati pada Sidang Executive Committee ke-39 tahun 2011 di Haikou, China.
Pertemuan the 1st Supervisory Committee of D-8 Preferential Tariff Agreement
Agenda terpenting dari pertemuan ini adalah: (i) Presentation of Offer Lists; (ii)
Exchange of Views on the Implementation of the PTA; (iii) Exchange of Views on the Functions and Prospective Work of the Supervisory Committee and Trade Ministers Council, dan (iv) Any other business di mana termasuk di dalamnya pemilihan
Senior Official Meeting on Trade and Investment Framework (SOMTIF) RI - New Zealand ke - 3
Beberapa isu yang dibahas adalah: overview of bilateral trade and investment, multilateral trade environment (OECD, WTO), G20, ASEAN/EAS Processes, AANZFTA, agriculture cooperation (bilateral MOU commitments, "early harvest" projects — agriculture cooperation), private sector session, market access issues (dairy, beef, horticulture), other areas of cooperation, confirmation of signing: environment cooperation, labour cooperation, temporary entry exchange of letters.
Pertemuan dengan Menteri Perdagangan dan Industri India dan Delegasi Bisnis India
Tujuan pertemuan adalah kunjungan ramah tamah Menteri Perdagangan dan Industri India kepada Menteri Perdagangan RI serta mendiskusikan beberapa hal penting yang menjadi concern kedua negara.
Misi Dagang dan Investasi ke Brazil, Chile, dan Peru
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekspor ke pasar non-tradisional seperti wilayah negara-negara Amerika Latin dan Afrika untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekspor sebesar 25% pada tahun 2012. Dengan visi dapat mencapai target tersebut, Menteri Perdagangan RI memimpin misi perdagangan ke negara-negara Brasil, Chili, dan Peru.
Pertemuan Deputy Minister of Foreign Affairs Republik Belarus dengan Wakil Menteri Perdagangan
Belarus mengutarakan keterkaitannya, antara lain: (i) Mencari mitra dagang yang berskala besar yang menjadi partner dagang kedua negara; dan (ii) Pertukaran delegasi bisnis atas dasar kerja sama kamar Dagang kedua negara. Dalam waktu dekat akan diadakan business forum yang melibatkan 32 perusahaan.
Kunjungan Kenegaraan Presiden RI ke RRT
Menteri Perdagangan RI mendampingi kunjungan Kenegaraan Presiden RI ke RRT pada tanggal 22-24 Maret 2012 dan menyaksikan penandatanganan 15 buah nota kesepahaman di tingkat Business to Business antara Pengusaha Indonesia dan RRT yang total investasinya bernilai USD 17,6 miliar.
Kunjungan Kenegaraan Presiden Rl ke Hong Kong
Kunjungan Presiden Rl ke Hong Kong pada tanggal 24-25 Maret 2012 adalah bertujuan untuk meningkatkan dan memperluas hubungan dan kerja sama Indonesia-Hong Kong, khususnya di bidang ekonomi.
Kunjungan Kenegaraan Presiden Rl ke Korea Selatan
Kunjungan Presiden Rl ke Seoul, Korea Selatan bertujuan untuk menghadiri Nuclear Security Summit yang dilaksanakan pada tanggal 26-27 Maret 2012, melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Republik Korea, pada tanggal 28 Maret 2012, dan menghadiri Breakfast Meeting antara pebisnis Indonesia - Korea.
Kunjungan Kerja Menteri Perdagangan Australia
Tujuan Pertemuan adalah untuk membahas upaya peningkatan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan Australia. Hal ini diperlukan guna menghilangkan hambatan perdagangan dan memperlancar akses pasar untuk meningkatkan perdagangan antar kedua negara termasuk membahas langkah strategis dalam mencapai target kedua kepala negara untuk dapat mencapai target perdagangan bilateral sebesar USD 15 miliar pada tahun 2015.
The 1st Meeting of Asean-Korea Working Group on Services
Agenda terpenting dari pertemuan ini adalah: (i) Terms of Reference (TOR) ASEAN-Korea Working Group on Services (AK-WGS); (ii) Review Asean-Korea Trade in Services Agreement (AK-TISA); dan (iii) Timeline for Review.
Pertemuan ke-7 ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership Sub-Committee on Services
Beberapa isu yang dibahas adalah: (i) Perdagangan Barang; (ii) Perundingan Investasi; (iii) Perundingan Sektor Jasa; (iv) Pemberhentian Perundingan Investasi dan Jasa AJCEP; dan (v) Kerja Sama Ekonomi.
Pertemuan ke-68 ASEAN Coordinating Committee on Services
Pertemuan membahas: (i) ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons; (ii) 8th Package of Commitments Under AFAS; (iii) Achievement of the AFAS Target 2015; (iv)
Enhancement of the AFAS; (v) Unbound Due to Lack of Technical Feasibility; (vi)
Facilitation and Cooperation; dan (vii) Pertemuan Sectoral Working Group. Sidang Committee on Trade in Financial Services
Pertemuan difokuskan pada isu-isu: (i) Recent Development in Financial Services Trade; (ii) Technical Issues: Discussion of Classification Issues; dan (iii) Trade in Financial Services and Development.
Sidang Committee on Specific Commitment
Agenda sidang meliputi pembahasan mengenai Classification Issues on Energy, Scheduling Issues, dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dalam format kelompok kecil terhadap isu klasifikasi: communication services, computer-related services, dan audiovisual services.
Sidang Council of Trade in Services
Agenda penting sidang antara lain adalah: Sectoral and Model Discussion, Dedicated Discussion on International Mobile Roaming (IMR), Work Programme on Electronic Commerce: Other Business, dan serah terima Keketuaan CTS.
Sidang Working Party on General Agreement on Trades in Services Rules
Agenda sidang meliputi pembahasan mengenai Negotiations on Emergency Safeguard
Measures (ESM), Negotiation on Government Procurement, dan Negotiations on Subsidies.
Sidang Working Party on Domestic Regulations
Agenda utama sidang adalah membahas Development of Regulatory Disciplinesunder
GATS Article VI:4. Sebagaimana disepakati oleh negara anggota pembahasan saat ini difokuskan pada "List of Potential Technical Issues Submitted for Discussion, yang kemudian dimodifikasi menjadi "Synopsis of Technical issues Submitted For Discussion for the Disciplines on Domestic Regulation pursuant to GATS Article IV.4".
Sidang Informal Committee on Trade in Financial
Agenda tunggal sidang adalah membahas persiapan penyelenggaraan Workshop on Trade in Financial Services and Development yang diusulkan delegasi China dan kemudian disepakati oleh seluruh negara anggota.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Para Pejabat Senior Pilar Ekonomi……...……….….. 24
Gambar 2 Pertemuan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle……….……… 29
Gambar 3 The 1st Supervisory Committee of D-8 Preferential Tariff Agreement... 45
Gambar 4 SOMTIF RI - New Zealand……….…... 48
Gambar 5 Pertemuan Bilateral dengan Menteri Luar Negeri Brazil... 55
Gambar 6 Pertemuan Bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan dan Pariwisata Peru... 56
Gambar 7 Business Forum antara Pengusaha Indonesia dan
Korsel... 60
Gambar 8 Pertemuan Bilateral Menteri Perdagangan dan Daya Saing Australia... 61
BAB I
KINERJA
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Sidang Komite Technical Barriers to Trade
Sidang reguler Technical Barriers to Trade (TBT) Committee
diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 20-22 Maret 2012.
Specific Trade Concerns dari Indonesia terhadap Tobacco Plain Packaging Bill 2011 diangkat oleh delegasi Ukraine, Dominican Republic, European Union, Mexico, Nigeria, Colombia, Chile, Nicaragua, Australia, Guatemala, Honduras, Norway, Turkey, New Zealand, Indonesia, Zambia, El Savador, Zimbabwe, Japan, Cuba, Nicaragua, Jordan, Hong Kong China, dan Russian Federation.
Pertanyaan terkait dengan Specific Trade Concerns (STC) ini antara lain :
Plain Packaging Bill 1) Pemerintah Australia dinilai belum memberikan
scientific evidence terkait plain packaging bill untuk mengurangi jumlah perokok, karena aturan tersebut belum pernah diberlakukan oleh negara lain di seluruh dunia, sehingga belum ada bukti bahwa kemasan rokok dapat mengurangi konsumsi rokok. Penetapan peraturan dinilai tidak sesuai dengan article 2.2 dan 2.4 dari TBT Agreement karena menyalahi perjanjian
Trade-Related aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPs) dan akan berdampak terhadap seluruh desain, logo, warna, dan penandaan lainnya dari kemasan rokok bermerek. Bagi perusahaan di luar negeri yang ingin memasuki pasar Australia, aturan ini dinilai tidak
memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi
kemasan rokok khususnya bagi yang telah memiliki merek.
2) Aturan ini menimbulkan kerugian secara ekonomi
bagi negara lain terutama bagi petani.
3) Australia diminta untuk memberikan justifikasi
(scientific evidence) serta informasi teknis bahwa
kemasan rokok polos (plain packaging) dapat
menurunkan jumlah perokok di Australia
4) Norwegia dan New Zealand menyampaikan dukungan
kepada Australia dan menyampaikan bahwa ketentuan
tersebut sesuai dengan aturan WHO Framework
5) Aturan Australia dinilai menyalahi perjanjian Trade-Related aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).
Pertanyaan Indonesia kepada Australia
Terkait dengan hal tersebut di atas Indonesia telah menyampaikan melalui room document pada sidang TBT Juni 2011. Indonesia kembali menekankan agar Australia segera memberikan tanggapan atas 5 pertanyaan yang diajukan oleh Indonesia yaitu:
1)Klarifikasi apakah Australia sudah memperhitungkan dampak perdagangan yang ditimbulkan oleh rokok;
2)Meminta informasi mengenai bagaimana Australia yakin
bahwa peraturan tersebut benar-benar diperlukan dan memberikan kontribusi bagi tujuan Australia;
3)Klarifikasi mengenai apakah Australia sudah
mempertimbangkan tindakan alternatif serta
memperbandingkan alternatif tersebut dengan
rancangan peraturan yang dinotifikasikan;
4)Klarifikasi mengenai sejauh mana Australia mempelajari pembekuan potensi pangsa pasar akibat pembatasan atas penggunaan merek pada produk tembakau impor dan domestik dalam rangka menjaga persaingan terbuka;
5)Klarifikasi mengenai posisi Australia, apakah Australia mempertimbangkan bahwa aturan yang sama berlaku bagi rancangan peraturan terkait plain packaging bagi produk tembakau.
Indonesia mencatat bahwa Australia telah menyampaikan bahwa tujuan utama pemberlakuan aturan tersebut adalah untuk melindungi kesehatan masyarakat dan bahwa Australia berpendapat bahwa kemasan dapat mempengaruhi konsumen untuk tidak mengonsumsi rokok. Berdasarkan hal ini, Australia berasumsi bahwa
penerapan Plain Packaging Bill dapat mengurangi
konsumsi rokok. Indonesia meminta Pemerintah Australia untuk memberikan tanggapan tertulis secara resmi atas semua pertanyaan yang disampaikan oleh Indonesia terkait regulasi tersebut.
Menanggapi comments tersebut, Australia menyampaikan
informasi bahwa seluruh produk rokok yang diproduksi di Australia dipersyaratkan untuk dijual dalam kemasan polos
(plain packaging) yang semula berlaku pada 1 Mei 2012 diperpanjang menjadi pada tanggal 1 Oktober 2012. Untuk produk rokok lainnya yang dipersyaratkan untuk dijual dalam kemasan polos semula mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2012 diperpanjang menjadi Desember 2012.
Brazil Draft Resolution Specific Trade Concerns dari Indonesia terhadap Brazil Draft Resolution No. 112, November 29, tahun 2010
mengenai Maximum levels of tar, nicotin and
carbonmonoxide permitted on tobacco products and prohibition on additives
Berdasarkan hasil sidang TBT Komite sebelumnya, Indonesia telah menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perdagangan telah menyampaikan 2 (dua) surat terkait tangapan Indonesia atas rencana pemberlakuan BrazilDraft Resolution No 112. Indonesia mengingatkan kembali kepada pihak Brazil untuk menyediakan tanggapan secara tertulis terhadap
concern yang disampaikan oleh Indonesia. Isu tentang
Draft Resolution No. 112 juga diangkat oleh beberapa Negara lain di antaranya EU, Mexico, Dominican Republic, Zimbabwe, Chili, Zambia, dan Russian Federation.
Menjawab concern dari negara yang berkepentingan,
perwakilan Brazil menyatakan bahwa tujuan
pemberlakuan resolusi tersebut adalah untuk
perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dengan
mengurangi ketertarikan terhadap produk rokok
khususnya untuk anak-anak dan remaja. Kecanduan produk rokok pada dasarnya dimulai pada usia muda ketika orang lebih rentan terhadap daya tarik produk rokok. Flavor memiliki daya tarik bagi perokok usia muda.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh National
Institute on Cancer di Brazil menunjukkan bahwa 45 persen dari perokok di Brazil berusia antara 13-15 tahun mengonsumsi rokok ber-flavor.
Terkait isu diskriminasi, perwakilan Brazil menyatakan bahwa tidak ada perlakuan diskriminasi terhadap produk tersebut sehingga Brazil tidak melanggar ketentuan dalam WTO. Di samping itu Brazil juga menyampaikan bahwa regulasi tersebut masih dalam proses finalisasi.
Standar Nasional Indonesia
Concern Specific Trade Concern yang disampaikan AS terkait Technical Guidelines for the Implementation of the Adoption and Supervision of Indonesia National Standards for Obligatory Toy Safety kembali diangkat oleh delegasi AS dan EU setelah sebelumnya diangkat juga pada sidang bulan November 2011. AS dan EU mempertanyakan hal-hal berikut:
1)Meminta penjelasan mengenai time table dari rencana pemberlakuan regulasi ini, dan meminta Indonesia untuk segera menotifikasi rancangan regulasi teknis ke sekretariat WTO;
2)Terkait dengan transparansi notifikasi dilakukan untuk
memberikan kesempatan kepada pihak terkait
menyampaikan masukan terhadap rancangan peraturan ini;
3)Meminta Indonesia agar menerima hasil pengujian yang
dilakukan oleh laboratorium kompeten yang berada di luar Indonesia serta menerima hasil pengujian dari laboratorium uji yang telah menandatangani perjanjian dalam skema APLAC dan ILAC.
Menjawab pertanyaan dari delegasi AS dan EU, Indonesia menanggapi hal tersebut dengan menyampaikan bahwa sampai saat ini rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang pemberlakuan SNI Mainan Anak secara wajib dan Peraturan Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) tentang Petunjuk Teknisnya masih dalam tahap pembahasan internal. Setelah kedua rancangan tersebut telah selesai, Indonesia akan menotifikasikan kepada sekretariat WTO. Indonesia juga memberikan kesempatan kepada pihak AS dan EU untuk melanjutkan dialog secara bilateral, namun demikian kedua negara tersebut tidak merespons.
Kewajiban
Pencantuman Label Pada Barang
Isu Specific Trade Concern dari EU dan AS terkait Kewajiban Pencantuman Label pada Barang diangkat kembali oleh delegasi EU, AS, dan Australia. EU menyampaikan bahwa sebelumnya telah menanyakan mengapa diperlukan proses approval terhadap contoh label dan mengapa pemberian label harus sudah dilakukan pada saat barang memasuki daerah pabean Indonesia. Dalam kaitan dengan hal tersebut, EU telah menerima jawaban dari Indonesia. Namun demikian, EU beranggapan bahwa ketentuan tersebut tetap merupakan hambatan bagi pelaku usaha dan meminta agar Indonesia mempertimbangkan sekurang-kurangnya dapat memberlakukan pelabelan setelah barang masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain ketentuan pelabelan terhadap barang yang terdaftar dalam Permendag, Delegasi AS juga mempunyai kepentingan terhadap penggunaan label terkait dengan
produk makanan dan mengharapkan agar supplementary
label dapat dilakukan di kawasan third party seperti Singapura dan Malaysia sebelum masuk ke wilayah Indonesia. Amerika Serikat meminta pihak Indonesia untuk
menunda pemberlakuan regulasi BPOM yang mengatur ketentuan tersebut.
Secondary Label Delegasi Australia menyampaikan concern terhadap
penggunaan secondary label. Preferensi Australia adalah untuk memungkinkan para eksportir untuk menggunakan label stiker pada saat barang memasuki pasar. Delegasi Australia mendorong Indonesia untuk memastikan bahwa setiap standar pelabelan konsisten dengan standar internasional seperti Codex yaitu panduan penggunaan
secondary label di suatu negara.
Menjawab hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa : 1) Indonesia mencatat concern yang disampaikan oleh EU.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa kewajiban pencantuman label Bahasa Indonesia bagi barang impor diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean Republik Indonesia, bertujuan untuk:
a) Melindungi konsumen dari produk yang tidak jelas informasinya;
b) Mempermudah pelaksanaan pengawasan dan
penegakkan hukum kepabeanan di jajaran Bea dan Cukai;
c) Meminimalisir masuk dan beredarnya barang impor ilegal.
2) Sehubungan dengan hal tersebut, sampai saat ini Pemerintah Indonesia masih mengacu pada ketentuan Permendag tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang. Indonesia menawarkan kepada pihak EU untuk melakukan dialog secara bilateral terkait dengan isu tersebut.
3) Menanggapi hal tersebut, Indonesia menyampaikan
bahwa saat ini BPOM telah menetapkan Peraturan Kepala BPOM tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Regulasi ini juga mengatur tentang ketentuan registrasi pangan olahan termasuk ketentuan pencantuman label.
SNI wajib untuk BjLTE Spesific Trade Concern dari Korea dan Jepang atas rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang pemberlakuan SNI wajib mengenai baja lembaran tipis lapis timah elektrolisa (BjLTE)
Korea dan Jepang meminta klarifikasi dari Indonesia mengenai update tentang rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang pemberlakuan SNI wajib mengenai baja lembaran tipis lapis timah elektrolisa (BjLTE), Pihak Korea juga menyampaikan bahwa
pemberlakuan SNI wajib BjLTE sebaiknya hanya dikenakan terhadap produk akhir serta mengecualikan intermediate product. Di samping hal tersebut pihak Jepang juga menyampaikan bahwa Baja yang diimpor dari Jepang telah memenuhi sistem manajemen mutu ISO 9001.
Menanggapi hal tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa:
1)Rancangan Permenperin tersebut belum ditetapkan dan
sedang dilakukan pembahasan untuk merevisi beberapa
ketentuan mengenai SNI BjLTE yang pernah
dinotifikasikan, dan apabila pembahasan isi perubahan tersebut telah selesai maka Indonesia akan segera menotifikasikan perubahan tersebut melalui adendum kepada Komite TBT WTO.
2)Indonesia menginformasikan bahwa regulasi mengenai Baja Canai Panas dan Baja Canai Dingin telah dinotifikasikan beserta masing-masing adendumnya. Sedangkan SNI BJLTE saat ini sedang dalam tahap revisi. Indonesia akan menotifikasi rancangan peraturan ini apabila sudah ditetapkan melalui adendum dari notifikasi sebelumnya.
3)Penerapan SNI wajib pada intermediate dan final product lebih ditujukan guna pemenuhan spesifikasi teknis yang dibutuhkan untuk melindungi konsumen industri maupun konsumen akhir.
4)Sertifikasi produk merupakan hal yang berbeda dengan
sertifikasi sistem manajemen, dalam hal ini produsen yang telah memenuhi sistem ISO 9001 tetap diwajibkan untuk memenuhi Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI).
Jepang secara khusus mengangkat isu penerapan SNI BjLTE secara wajib melalui pertemuan bilateral. Delegasi Jepang merupakan perwakilan dari METI (Ministry of Economy, Trade and Industry) sedangkan Indonesia diwakili oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan BSN.
Indonesia kembali menjelaskan bahwa Penerapan SNI wajib baja pada intermediate product sampai final product
lebih ditujukan guna pemenuhan spesifikasi teknis yang dibutuhkan untuk melindungi konsumen industri maupun konsumen akhir.
Indonesia menyampaikan bahwa penerapan SNI Wajib BjLTE sampai dengan saat ini belum diimplementasikan,
karena sedang dilakukan pembahasan internal di Indonesia guna merevisi SNI yang pernah dinotifikasikan. Setelah adanya finalisasi, perubahan tersebut akan segera dinotifikasikan kepada sekretariat WTO dalam bentuk adendum. Menanggapi pertanyaan Jepang tentang
pandangan Indonesia terhadap hasil steel dialogue,
Indonesia akan mengoordinasikan terlebih dahulu dengan unit kerja terkait yang hasilnya akan disampaikan melalui surat kepada pihak Jepang.
2. Sidang TradePolicy Review Philippines
Sidang Trade Policy Review (TPR) Philippines ke-4 dilaksanakan pada tanggal 20-22 Maret 2012 di WTO, Jenewa. Delegasi Filipina dipimpin oleh Undersecretary for International Trade, Department of Trade and Industry
(DTI), dan discussant oleh Mr. Martin Glass dari Hongkong.
Kebijakan Pemerintah Filipina
Sidang dibuka dengan pemaparan secara singkat oleh
Undersecretary for International Trade, Department of Trade and Industry (DTI) terkait kebijakan Filipina di bidang
economic, trade and investment, trade policies and practices. Di bidang economic diuraikan bahwa perekonomian Filipina mengalami pertumbuhan signifikan dan relatif stabil terutama di bidang services mengalami pertumbuhan signifikan. Filipina sedang menerapkan kebijakan pemberantasan korupsi yang didukung melalui Peraturan Presiden. Hal ini memberikan nilai positif bagi pertumbuhan ekonomi Filipina. Di bidang agriculture,
mengalami pasang surut terutama ketika badai Nino melanda wilayah Filipina yang mengakibatkan terjadinya gagal panen dan kerusakan serta mengakibatkan kemunduran di bidang pertanian.
Discussant Mr. Martin Glas menguraikan pertumbuhan ekonomi Filipina yang signifikan didasarkan oleh adanya dukungan kebijakan pemerintah yang memihak pada kepentingan rakyat Filipina antara lain adanya kebijakan pemerintah yang melindungi beberapa sektor vital antara lain pertanian dan perikanan.
Selanjutnya Ketua Delegasi Filipina, menguraikan secara singkat respons Filipina terhadap concern dan pertanyaan yang telah disampaikan oleh beberapa negara anggota yang menyoroti kebijakan perdagangan Filipina antara lain:
customs procedures, tax export taxes, charges and levies, sanitary and phytosanitary, standards and other technical requirements, agricultural dan financial services,
incentives, role of state-owned enterprises, competition policy and regulatory issues, government procurement, intellectual property rights, dan lain-lain.
Terkait dengan concern Indonesia yang disampaikan secara tertulis, Filipina telah menyampaikan jawaban secara tertulis yang meliputi antara lain: menyoroti kebijakan impor produk ikan Filipina; kebijakan trade remedies
khususnya yang menyangkut statement Filipina dalam hal
pencabutan pengenaan bea masuk trade remedies;
marking requirement khususnya dalam hal pengecualian
marking requirement terhadap beberapa produk tertentu;
export support terkait dengan tax incentive yang diberikan untuk kepentingan eksportir; sanitary and phytosanitary measures khususnya mengenai transparansi kebijakan terkait import permit; bidang transport terkait dengan kebijakan Filipina yang mengatur kebijakan persaingan
transportasi udara antara maskapai penerbangan
internasional dan omestic; dan professional services
khususnya terkait kebijakan Filipina terhadap praktik pengacara asing di Filipina.
Negara-negara anggota WTO yang menyampaikan
statement pada umumnya mendukung dan mengapresiasi kemajuan ekonomi dan kebijakan perdagangan Filipina yang telah berjalan dengan baik. Perkembangan hubungan bilateral Filipina dengan masing-masing Negara juga diharapkan dapat terus ditingkatkan untuk kemajuan perdagangan kedua belah pihak. Namun demikian beberapa kritik dan saran juga disampaikan oleh masing-masing Negara dengan menyoroti kebijakan Filipina di berbagai bidang.
Concern dari Beberapa Negara
Beberapa Negara mitra dagang utama Filipina dalam
statement-nya menyampaikan concern antara lain Jepang, menyoroti terkait refund system of tax credit certificates, opening government procurement (market), improvement of IPR protection, dan promosi investasi. Amerika Serikat menyoroti antara lain terkait pentingnya pengujian
laboratorium untuk mengidentifikasi salmonella pada
produk pork dari Filipina. Uni Eropa menyoroti antara lain kebijakan Filipina yang masih membatasi keikutsertaan orang asing dalam government procurement selain itu Uni Eropa dalam statement-nya mendorong iklim liberalisasi pasar di Filipina. Sedangkan Kanada menyoroti antara lain terkait regulasi persaingan usaha di mana Filipina tidak memiliki Undang-Undang yang secara spesifik mengatur masalah-masalah persaingan usaha.
Statement ASEAN Dalam TPR Philippines ini, Duta Besar Indonesia untuk WTO sekaligus sebagai Ketua Delegasi Indonesia
menyampaikan statement ASEAN dan statement
Indonesia. Dalam statement ASEAN, disampaikan bahwa ASEAN mendorong Filipina untuk menciptakan bisnis dan investasi yang kondusif melalui programmes of public and private partnership dan the Strategic Investor Aftercare Program (SIAP). Selain itu ASEAN menyampaikan apresiasi kepada Filipina terkait keberhasilan Filipina dalam menerapkan sistem Electronic to Mobile (E2M) untuk menyederhanakan proses kepabeanan.
Statement Indonesia Dalam penyampaian statement Indonesia, diuraikan
hubungan perdagangan bilateral kedua negara berjalan baik dan saling menguntungkan. Indonesia mengharapkan agar Filipina tetap berkomitmen dalam mempertahankan keterbukaan pasar dan sistem perdagangan multilateral.
Indonesia juga menyampaikan secara umum concern
terkait kebijakan perdagangan Filipina yang menimbulkan
impact bagi hubungan perdagangan kedua negara antara lain masalah kebijakan impor produk ikan, trade remedies
dan standard and technical regulation di mana hal-hal yang menjadi concern tersebut telah disampaikan secara tertulis sebelum penyelenggaraan TPR dimaksud.
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. Pertemuan ke-6 ASEAN-Korea Free Trade Agreement Implementing Committee
(AKFTA-IC)dan Pertemuan Terkait Lainnya
Rangkaian Pertemuan ke-6 ASEAN-Korea FTA
Implementing Committee (6th AKFTA-IC) dilaksanakan pada tanggal 27 Februari - 2 Maret 2012 di Pakse City, Laos, didahului dengan ASEAN Caucus untuk Pertemuan ke-15
ASEAN-Korea Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin
(AKSTROO), Pertemuan ke-13 Working Group on Economic
Cooperation (WGEC), dan Pertemuan ke-1 Working Group on Services (WGS).
Pertemuan AKFTA-IC dipimpin bersama oleh Deputy
Director, Ministry of Trade and Industry of Singapore
sebagai wakil ASEAN dan perwakilan dari Korea. Pertemuan dihadiri oleh 9 (sembilan) Negara Anggota ASEAN (kecuali Myanmar), Korea, dan Sekretariat ASEAN.
Tindak Lanjut Special Session AKFTA-IC
Permintaan WTO untuk data AKFTA
Korea menginformasikan akan segera menyampaikan data yang diminta WTO dan akan menyampaikan kepada
seluruh Negara Anggota ASEAN melalui Sekretariat ASEAN. Sedangkan ASEAN sepakat hanya menyampaikan data
Trade in Goods dan Jadwal Penurunan Tarif AKFTA, mengingat belum tersedianya informasi untuk data Trade in Services. ASEAN Sekretariat akan menotifikasikan kepada seluruh pihak setelah menyampaikan data tersebut
kepada WTO melalui Vietnam selaku Ketua ASEAN-Geneva
Committee (AGC). Implementasi Protokol ke-2 Perubahan Persetujuan Perdagangan Barang AKFTA
Pertemuan mencatat bahwa Singapura, Malaysia, dan Vietnam telah siap untuk mengimplementasikan Protokol ke-2 dimaksud, Korea dalam proses penyelesaian implementasi, sedangkan Negara Anggota ASEAN lainnya termasuk Indonesia masih dalam proses internal. Sesuai dengan SOD SS AKFTA-IC bulan Desember 2011 Second Protocol dimaksud implementasi paling lambat bulan Juli 2012.
Public Outreach to Promote AKFTA
ASEAN Sekretariat menyampaikan bahwa progress
penyusunan Document Kit dan Pembuatan Website
memasuki tahap finalisasi dan segera disirkulasikan kepada
ASEAN dan Korea untuk mendapatkan
masukan/tanggapan lebih lanjut sehingga dapat
diselesaikan sebelum pertemuan ke-7 AKFTA-IC pada bulan Juli 2012 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan mencatat dan menunggu konfirmasi dari Korea mengenai program yang akan dilaksanakan dalam rangka public outreach
mempromosikan AKFTA pada tahun 2012.
Penyampaian Jadwal Penurunan Tariff Beyond 2012
Pertemuan mencatat bahwa semua ASEAN Member States
(AMS) dan Korea telah menyampaikan jadwal penurunan tarif beyond 2012 based on HS 2007 termasuk Indonesia. Namun karena terdapat selisih perbedaan jumlah pos tarif (4 pos tarif) yang disampaikan pada Pertemuan ke-8 AKSRTOO (862 pos tarif) dengan yang disampaikan tanggal 14 Februari 2012 (858 pos tarif), maka Indonesia perlu mengklarifikasinya dan menyampaikan kembali hasil klarifikasi kepada ASEAN Sekretariat sebelum tanggal 15 Maret 2012.
Review Sensitive Track AKFTA Trade in Goods
Pada saat pertemuan ini, ASEAN tidak/belum mempunyai posisi untuk memberikan offersSensitive Track (ST) kepada Korea untuk diliberalisasikan menjadi Normal Track (NT). Namun demikian, ASEAN mempertimbangkan usulan Korea untuk menyampaikan offers dan wish list maksimum 30 pos tarif (level 6 digit) dalam kurun waktu 2 minggu. Bilamana para Pihak menyetujuinya, maka masing-masing Negara dapat melakukan konsultasi domestik untuk mempersiapkan offer dan wish list untuk selanjutnya
disampaikan kepada ASEAN Sekretariat sebelum tanggal 30 April 2012.
Reciprocal
Arrangement Produk
Sensitive Track AKFTA
Thailand mengusulkan perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai Reciprocal Arrangement atas produk ST AKFTA karena dalam implementasinya mengalami kesulitan teknis, bilamana negara yang melakukan ekspor mempunyai tarif ST AKFTA lebih tinggi dari pada Tarif
Current MFN yang cenderung volatile (naik turun) sehingga keuntungan dari asas timbal balik tidak dapat dilakukan. Untuk merespons hal tersebut, Korea mencatat dan akan melakukan pembahasan internal untuk dapat memberikan tanggapan pada pertemuan AKFTA-IC berikutnya.
Permintaan Data
Applied MFN Rate
ASEAN dan Korea sepakat untuk melakukan pertukaran data Applied MFN Rate basis HS 2012 sebelum 7th AKFTA
Juli 2012.
Sub-Committee on Tariff and Rules of Origin (AKSTROO) Transposition of the
Tariff Schedules Form HS 2007 to HS 2012
Pertemuan AKSTROO mencatat perbedaan pemahaman antara ASEAN dan Korea mengenai proses transposisi tariff schedule dari HS 2007 ke HS 2012. ASEAN menyampaikan bahwa verifikasi teknis common dilakukan dalam proses transposisi HS di sejumlah ASEAN FTAs sebelum Legal Enactment (LE) diterbitkan, sedangkan Korea berpendapat bahwa verifikasi teknis dapat dilakukan setelah LE diterbitkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pertemuan sepakat untuk dapat menyampaikan terlebih dahulu hasil transposisi dimaksud pada kuartal II 2012 dan membahas isu ini pada pertemuan AKFTA-IC berikutnya. Pertemuan juga mencatat bahwa saat ini baru Indonesia dan Myanmar yang telah menyampaikan draft transposisi HS 2007 ke HS 2012.
Implementation of Reciprocal
Arrangement for Sensitive List
Korea menyampaikan bahwa pihaknya masih melakukan
review terhadap daftar resiprositas indicative sensitive list
dari Indonesia, Thailand, dan Vietnam, dan
mengindikasikan beberapa pertanyaan atas daftar
resiprositas dari negara-negara dimaksud. Dalam
hubungan ini, Korea menyampaikan akan melakukan pembahasan secara bilateral dan menyampaikan hasilnya pada AKSTROO selanjutnya.
Notification Procedures Related to the
Application of Reciprocity
ASEAN menyampaikan pandangannya mengenai prosedur notifikasi terkait pemberlakuan resiprositas yaitu negara eksportir yang mengajukan pengaturan resiprositas untuk dapat: (i) mengidentifikasikan spesifik tariff lines dan tariff rates pada Sensitive Track (ST) atas resiprositas yang diajukan; (ii) melengkapi dokumen pendukung seperti legal
enactment maupun dokumen lainnya yang menunjukan bahwa produk dalam ST telah memenuhi syarat; dan (iii) menginformasikan pengajuan pengaturan resiprositas kepada seluruh pihak melalui diplomatic channels. Korea menyampaikan akan melakukan konsultasi domestik
terhadap usulan ASEAN dimaksud dan akan
menyampaikan tanggapannya pada pertemuan berikutnya. Additional Page of CO
for Multiple Items Declared in the same CO
ASEAN sepakat menerima proposal Korea terkait penambahan halaman pada CO Form AK - untuk Multiple Items - dan akan menggabungkan hal ini dalam perubahan
Operational Certification Procedures (OCP). Customs Contact Points
and Focal Points for AKSTROO (exchange of verification contact point)
Pertemuan mencatat daftar contact points receiving
authority, focal points AKSTROO, dan pertukaran
verification contact points yang diusulkan pihak Korea. Lebih lanjut Korea menyampaikan bahwa permintaan verifikasi harus dilakukan melalui surat resmi dan penyampaian tanggapan dapat dilakukan maksimal 2 (dua) bulan setelah diterimanya permintaan dimaksud.
Product Specific Rules
(PSRs)
Terkait dengan transposisi PSRs dari HS 2007 ke HS 2012 yang telah disampaikan oleh Korea, pertemuan sepakat agar ASEAN dapat menyampaikan tanggapannya sebelum tanggal 30 Maret 2012 kepada ASEAN Sekretariat untuk kemudian disampaikan kepada Korea pada 15 April 2012. Selain itu masing-masing Negara Anggota ASEAN diharapkan dapat memberikan tanggapan atas proposal
Korea mengenai transposisi “Treatment of Certain
Products” secara langsung kepada Korea sebelum tanggal 15 April 2012.
Removal of FOB Value in Case of CTC Criterion
Pertemuan mencatat keputusan 25th AFTA Council
mengenai penghapusan FOB Value pada CO Form AK
apabila kriteria asal Wholly Obtained or Produced, Produce Entirely from Originating Materials, Change in Tariff Classification (CTC) atau proses Rules of Origin (ROO) digunakan dan pemberian fleksibilitas selama dua tahun bagi Kamboja dan Myanmar. ASEAN akan menyampaikan proposal terkait implementasi keputusan ini, termasuk
draft amandemen overleaf notes pada pertemuan
berikutnya. Review of the
Operational
Certification Procedures
(OCP)
Pertemuan sepakat menugaskan ASEAN Sekretariat untuk
menyusun draft OCP yang baru berdasarkan daftar
perubahan yang telah disepakati, antara lain: (i) amandemen ketentuan (7) ayat (1) OCP tentang kalimat “at the time of exportation”; (ii) penghapusan nama
jangka waktu pemberlakuan CO Form AK dari semula 6 bulan menjadi 12 bulan; (iv) pemahaman kata “soon thereafter” pada ketentuan retroactive issuance of CO Form AK; (v) penambahan halaman pada CO Form AK
untuk multiple items; dan (vi) penghapusan FoB value di
CO Form AK apabila kriteria asal WO, CTC, dan process rules digunakan. Perubahan OCP tersebut ditargetkan dapat diimplementasikan pada 1 Januari 2013, setelah diimplementasikannya Second Protocol to Amend AK-TIG. Lebih lanjut pertemuan juga mencatat presentasi Korea
mengenai rencana penyelenggaraaan workshop untuk
me-review AKFTA OCP yang akan diadakan pada pertengahan tahun 2012 di Seoul.
Pertemuan mencatat notifikasi dari Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan Laos menginformasikan bahwa Lao National Chamber of Commerce and Industry
(LNCCI) telah diberikan otorisasi untuk dapat menerbitkan CO Form AK efektif per 1 Juli 2012, untuk daftar nama dan
specimen tanda tangan telah disampaikan kepada seluruh Pihak terkait.
Economic Cooperation (EC) AKFTA
Pertemuan telah membahas perkembangan proyek EC-AK antara lain: (i) Hasil kesepakatan pada Pertemuan ke-8
AEM-ROK Consultations terkait economic cooperation; (ii) Status terakhir dana AK-EC; (iii) Status proyek dalam kerangka AKFTA-EC; (iv) Implementasi Status Project; (v) Proposal yang sudah selesai; (vi) Proposal baru; dan (vii)
Guidelines for Prioritizing Projects.
Pertemuan mencatat saldo AK-EC Fund US$ 301.203,64 per 31 Desember 2011, di mana US$ 188,225.14 merupakan komitmen untuk pendanaan 3 (tiga) proyek pada tahun 2012. Total dana yang tersedia untuk tahun 2012 setelah dijumlahkan dengan annual contribution
Korea tahun 2012 US$ 500,000 menjadi US$ 612.987.50.
Perkembangan status implementasi dari 12 project
proposals yang telah disetujui sebelumnya yaitu 5
completed, 5 on-going, 1 diverifikasi, dan 1 di follow-up
kembali. Pertemuan juga mencatat bahwa 5 (lima) dari 7
(tujuh) repeated project proposals yang kembali
direkomendasikan dan di-endorsed AKFTA-WGEC kepada 6th AKFTA-IC telah disetujui untuk dilaksanakan pada tahun 2012 ini.
Project Proposal Terkait 4 (empat) new project proposals yang
disetujui 6th AKFTA-IC, namun pertemuan mengharapkan agar Korea me-revise kembali salah satu project proposal -nya yaitu “Workshops and Training Projects on Rivers Restoration” dengan studi kasus: sungai Citarum, Bandung-Indonesia. Project tersebut diminta untuk di-revise karena
terkesan hanya memfokuskan kepentingan dan
memberikan benefit bagi salah satu AMS saja yaitu Indonesia tanpa memberikan penjelasan benefit-nya bagi AMS lainnya. Setelah me-reviseproject proposal tersebut, Korea diharapkan dapat kembali mempresentasikan
project dimaksud pada pertemuan 14th AKFTA-WGEC
selanjutnya untuk di-endorse.
Pertemuan sepakat perlunya mengembangkan new
specific guidelines sebagai panduan atau pedoman dalam memilih dan memprioritaskan project proposals yang akan didanai selanjutnya dalam kerangka AKFTA-EC dan lebih aktif dalam mengajukan sejumlah proyek pada 8 bidang area kerja sama ekonomi yang diprioritaskan (pariwisata, ilmu pengetahuan dan teknologi, jasa keuangan, jasa konstruksi, energi, sumber daya alam, transportasi laut dan pembangunan kapal, serta perfilman).
Working Group on Services (WGS)
Term of Reference
(TOR) dari AK-WGS
Pertemuan pertama WGS sepakat untuk mengadopsi Term
of Reference (TOR) dari AK-WGS, di mana dalam TOR tersebut yang menjadi tugas-tugas utama AK-WGS adalah sebagai berikut: (i) melakukan review the ASEAN-Korea Agreement on Trade in Services to consider further measures to liberalize and facilitate trade in services; (ii)
undertake studies to analyze the impact of the Agreement including the impact of services liberalization; dan (iii)
oversee the implementation of the AKFTA TIS Agreement including deliberation of issues affecting or arising from the implementation of the Agreement.
Pertemuan melakukan pertukaran pandangan mengenai
review perjanjian perdagangan jasa ASEAN-Korea yang meliputi review implementasi AK-TISA, analisis dampak liberalisasi perdagangan jasa, dan kemungkinan untuk melihat adanya paket ke-dua komitmen jasa. Pertemuan sepakat meningkatkan pemahaman dan mengidentifikasi
implementasi AK-TISA melalui penyampaian questionnaire
oleh Korea dan ASEAN (yang dapat terdiri dari satu
questionnaire ASEAN atau set questionnaire masing-masing AMS). Questionnaire yang diajukan merupakan permintaan informasi tentang implementasi sektor jasa tertentu yang telah dikomitmenkan.
Terkait dengan analisis dampak liberalisasi perdagangan jasa, ASEAN menegaskan pentingnya hal tersebut dilakukan guna menjadi acuan dalam menentukan tindakan lebih lanjut yang akan diambil, termasuk kemungkinan untuk melakukan liberalisasi lebih luas dan mendalam serta fasilitasi perdagangan jasa. Terkait analisis dampak liberalisasi perdagangan jasa tersebut, pertemuan
sepakat untuk mengadakan joint study yang akan
dilakukan oleh independent institution. Joint study
dimaksud akan diajukan kepada AK-WGEC untuk mendapatkan pendanaan, oleh karena itu diperlukan
adanya endorsement dari AK-IC terhadap kegiatan
tersebut.
Pertemuan juga membahas mengenai kemungkinan paket kedua komitmen jasa dan sepakat sebagai langkah awal
akan dilakukan dalam bentuk exploratory meeting.
Selanjutnya, dengan merujuk pada AKFTA-IC Work Plan and Deliverables for 2012 yang memutuskan bahwa kegiatan review akan dilaksanakan mulai triwulan I hingga triwulan III 2012 dan hasil dari review tersebut akan dilaporkan pada pertemuan AEM-ROK Consultations ke-9 di bulan Agustus 2012, pertemuan mencatat kemungkinan mulai dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari proses review dimaksud.
2. Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 20th ASEAN Summit
Pertemuan Joint Preparatory Meeting untuk KTT ASEAN ke-20 dan Pertemuan Terkait Lainnya berlangsung di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 3-6 Maret 2012.
Preparation for the 20th ASEAN Summit
SEOM menyepakati bahwa pertemuan tingkat Menteri akan dimulai pada tanggal 1 April 2012, yakni AEM Preparatory Meeting for the AEM-EU Trade Commissioner Consultations, yang segera disusul dengan the 11th AEM-EU Trade Comissioner Consultations. SEOM juga sepakat
bahwa untuk memberikan waktu yang cukup bagi AEC
Council Meeting untuk membahas hal-hal substantif, maka
AEM Preparatory Meeting for the 7th AEC Council Meeting
pada tanggal 2 April 2012 ditiadakan dan AEC Council
dapat langsung memulai the 7th Meeting of the AEC Council
pada pukul 09.00 hingga sore hari sesuai kebutuhan. SEOM membahas outcomes dari pilar ekonomi yang akan dicatat oleh para Kepala Negara, yakni: (i) ASEAN Agreement on Customs yang akan ditandatangani oleh
ASEAN Finance Ministers pada 1 April 2012; (ii) ASEAN Tourism Marketing Strategy (ATMS), yang telah ditandatangani oleh ASEAN Tourism Ministers (ATM) pada 12 Januari 2012; (iii) MOU on ASEAN-India Tourism Cooperation, yang telah ditandatangani oleh ATMs pada 12 Januari 2012; dan (iv) Entry Into Force of the ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Para Menteri Ekonomi ASEAN dari Indonesia, Filipina, dan Laos
juga direncanakan untuk menandatangani MOU to
Implement the 2nd Self-Certification Pilot Project. Preparation for the 7th
Meeting of the ASEAN Economic Community (AEC) Council
SEOM membahas dan menyepakati draft agenda of the 7th
AEC Council Meeting yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 2 April 2012. Pertemuan menyempurnakan agenda
AEC Council antara lain dengan memasukkan beberapa isu penting yakni global and regional economic out-look
(usulan Indonesia), highlights of the interim report of ADBI study, laporan implementasi dari beberapa sectoral ministerial bodies, serta issue food security dan energy security.
Perkembangan implementasi AEC Blueprint juga akan
menjadi salah satu agenda pertemuan AEC Council.
Capaian AEC Scorecard pada periode 2008-2009 tercatat cukup tinggi yakni 95,38%, akan tetapi untuk periode
2010-2011 AEC Scorecard hanya mencapai 49,07%,
sehingga rata-rata tingkat implementasi AEC Bleuprint
periode 2008-2011 tercatat hanya pada level 66.47%. Mengingat realisasi AEC pada tahun 2015 sudah tinggal 2,5 tahun lagi, maka rendahnya AEC Blueprint implementation rate ini akan dibahas kembali oleh para Menteri AEC.
Implementation of the ASEAN Framework on Regional
Comprehensive Economic Partnership
AEC Council juga akan mendapatkan laporan
perkembangan tindak lanjut ASEAN Framework for
Regional Comprehensive Economic Partnership (AFRCEP)
untuk selanjutnya dilaporkan kepada para Kepala Negara. Untuk itu SEOM akan segera menyiapkan sanitized paper on overall architecture of the regional comprehensive economic partnership yang nantinya akan menjadi
pedoman arah, target, dan proses pengembangan regional
architecture yang didasarkan pada prinsip ASEAN Centrality.
Menyusul kesepakatan pada SEOM 1/43 bulan Januari 2012, pertemuan sepakat agar 3 (tiga) ASEAN Working Groups (Trade in Goods, Trade in Services, dan Investment)
dapat segera mulai bekerja menyiapkan ASEAN templates.
ASEAN Working Group on Trade in Goods diharapkan dapat bertemu pada bulan April 2012 dan melaporkan hasilnya kepada SEOM 2/43 pada bulan Mei 2012 di Manila, sementara (dua) Working Groups lainnya dapat bertemu pada waktu yang disepakati untuk juga segera mulai bekerja. Diharapkan laporan dari ketiga Working Groups ini dapat disampaikan pada the 44th Meeting of AEM pada akhir Agustus-awal September 2012 di Siem Reap, Kamboja.
Untuk dapat mengawal dan mengoordinir progress
negosiasi RCEP melalui ketiga working groups, pertemuan mengusulkan perlunya segera ditunjuk country shepherd. Pertemuan mengusulkan agar Indonesia, selaku penggagas
framework ini, bersedia menjadi country shepherd
(Coordinator). Indonesia mengusulkan agar penunjukan
country shepherd diputuskan oleh AEM/AEC Council untuk mendapatkan mandat dan komitmen yang kuat baik di
tingkat nasional maupun regional dalam
mengoordinasikan ASEAN secara internal, melakukan
engagement dengan Mitra FTA ASEAN dan menyampaikan
messages kepada publiktermasuk dunia usaha. ASEAN Roadshow to
the US
Sebagai Country Coordinator for ASEAN-US TIFA, Indonesia
mengangkat kembali masalah penundaan ASEAN
Roadshow to the U.S. untuk meminta pertimbangan kembali dari anggota ASEAN. Hal ini didasari pemikiran
bahwa pelaksanaan roadshow pada Kuartal-I 2013
sebagaimana diputuskan pada AEM Retreat tanggal 25-26
Februari 2012 di Myanmar mungkin tidak tepat terutama bila terjadi pergantian Presiden AS yang segera disusul dengan pembentukan administration yang baru. Selain itu, perkembangan ekonomi dunia yang diwarnai pergerakan
investasi asing yang cepat sejak akhir tahun 2011 perlu dimanfaatkan segera oleh ASEAN untuk menarik investasi AS ke kawasan ini. Menanggapi penjelasan Indonesia, pertemuan mengusulkan agar AEM Indonesia dapat menyampaikan usulan tertulis kepada seluruh AEM dan Sekretaris Jenderal ASEAN agar ASEAN Road Show to the US dapat dilakukan pada minggu ketiga bulan Juli 2012 sesuai usulan Kantor USTR, atau sebagai alternatifnya menugaskan Sekretaris Jenderal ASEAN bersama para Pejabat Senior Ekonomi ASEAN untuk menyelenggarakan
event pada bulan Juni atau Juli 2012.
ASEAN Connectivity SEOM membahas pula modalitas koordinasi ASEAN
Connectivity Coordinating Committee (ACCC) sesuai permintaan Ketua ACCC. SEOM berpandangan bahwa koordinasi dalam rangka pelaksanaan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) hendaknya tidak menciptakan masalah koordinasi baru. Untuk itu SEOM mengusulkan agar koordinasi antara ACCC dengan sectoral bodies
dilakukan hanya sampai tingkatan Senior Official dari
sectoral ministerial bodies yang bersangkutan, dan tidak
perlu jauh ke level working groups atau working
committee yang berada di bawah level senior official. TOR of ACC Working
Group (ACCWG) on ASEAN New
Membership
Sesuai permintaan ASEAN SOM dan Kamboja sebagai
ASEAN Chair, SEOM membahas Term of Reference (TOR) of the ASEAN Coordinating Council Working Group (ACCWG)
on ASEAN New Membership. Pembentukan ACCWG dimaksudkan untuk mengkaji berbagai aspek terkait permintaan Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN, yang telah disepakati oleh para Kepala Negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-19 di Bali bulan November 2011. Oleh karena itu, keanggotaan dalam ACCWG ini nantinya terdiri dari unsur SOM, SEOM dan SOCA untuk mendapatkan rekomendasi yang komprehensif.
SEOM mengusulkan beberapa perbaikan pada draf TOR ACCWG dan meminta klarifikasi tentang cakupan TOR (apakah hanya untuk aksesi Timor Leste atau juga untuk aksesi negara lain di masa mendatang). Sementara hal-hal yang dibahas oleh SEOM disampaikan pada Joint Meeting of SOM, SEOM and SOCA on ACCWG pada tanggal 5 dan 6
Maret 2012, SEOM sepakat untuk menugaskan Sekretariat
ASEAN untuk melakukan kajian dampak ekonomi bergabungnya Timor Leste pada perjanjian/kesepakatan ekonomi ASEAN baik yang bersifat internal maupun dengan Mitra FTA ASEAN.
3. The 2nd Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN
The 2nd Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN berlangsung pada tanggal 12-13 Maret 2012 di Makati City, Filipina. Pertemuan difasilitasi oleh Senior Officer, Trade and Facilitation Division,
Sekretariat ASEAN yang dihadiri oleh perwakilan dari Indonesia, Laos, Filipina, serta wakil Sekretariat ASEAN. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan the 1st Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN, pada tanggal 6-7 Februari 2012,
yang membahas finalisasi draft Memorandum of
Understanding dan Operational Certification Procedure of the Second Self-Certification Pilot Project serta rencana penandatangannya.
Operational
Certification Procedure (OCP) of the Second Pilot Project on Self-Certification
Pertemuan melakukan legal scrubbing dan memfinalisasi draf OCP setelah sebelumnya mendapatkan konfirmasi
Laos untuk tidak memasukkan company seals/stamps pada
invoice declaration. Final draft OCP tersebut telah mengakomodir dua prasyarat yang diajukan Indonesia yaitu: (i) membatasi penggunaan Self-Certification pada eksporter produsen dan (ii) membatasi penandatangan pada invoice declaration maksimal tiga orang untuk setiap
certified exporter. Memorandum of
Understanding (MoU) of the Second Pilot Project on Self-Certification
Pertemuan membahas draf MoU yang telah dipersiapkan oleh Indonesia dan menyepakati beberapa hal, yaitu: (i) perubahan wording pada Article 1, General Provision, yang pada intinya mengatur bahwa negara anggota ASEAN lainnya dapat berpartisipasi pada Second Self-Certification Pilot Project, berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Article 9 mengenai Accession, (ii) terkait dengan cara pengakhiran dan jangka waktu berlakunya MoU, pertemuan sepakat untuk tidak mencantumkan jangka waktu secara spesifik namun pengakhiran dapat dilakukan kapan saja dengan persetujuan seluruh negara anggota peserta, sebagaimana diatur dalam Article 10 (4).
Pertemuan juga menegaskan bahwa tidak ada ketentuan dalam MoU ini yang menghalangi negera anggota peserta
Second Self-Certification Pilot Project untuk berpartisipasi pada Self-Certification Pilot Project lainnya sepanjang negara tersebut dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dalam pilot project dimaksud.
Domestic Procedures for the Preparation of Signing of the MoU
Pertemuan bertukar pandangan mengenai persiapan penandatangan MoU of the Second Pilot Project on Self-Certification. Dalam hubungan ini, Filipina menyatakan ketidaksiapannya untuk menandatangani MoU dimaksud pada KTT ASEAN ke-20 dan mengusulkan alternative date
yaitu di sela-sela kegiatan AEM Road Show to Japan, tanggal 25-28 April 2012. Indonesia dan Laos menyatakan dapat menyetujui usulan dimaksud, mengingat masing-masing negara belum memulai prosedur internalnya untuk mendapatkan full power authorization.
Pertemuan sepakat untuk tidak merubah jangka waktu proses ratifikasi dan implementasi pada work plan of the Second Pilot Project on Self-Certification. Namun demikian
pertemuan sepakat untuk membahas secara
inter-sessionally apabila di kemudian hari terdapat negara anggota peserta pilot project yang membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan proses ratifikasi dan implementasi Second Self-Certification Pilot Project.
4. Pertemuan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Trade, Investment, and Tourism Database(ITITD) Task Force Meeting ke-4
Pertemuan IMT-GT Trade, Investment, and Tourism
Database (ITITD) Task Force Meeting ke-4 tanggal 19 Maret 2012 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Pertemuan
dihadiri oleh perwakilan dari Centre for IMT-GT
Subregional Cooperation (CIMT), Indonesia, Malaysia, dan
Asian Development Bank (ADB).
Gambar 2. Pertemuan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
Follow Up From the 3rd ITITD TF Meeting
Centre for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT)
melaporkan beberapa follow up dari pertemuan