• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 8"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DITERBITKAN OLEH :

DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 48 / IV / 2011

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 BAB I KINERJA…………....……... 9

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 9

1. Sidang Agriculture Week ……… 9

2. Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA)….………. 12

3. Sidang Committee on Trade and Environment Special Session... 16

4. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade……… 18

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 21

1. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya... 21

2. Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit... 26

3. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN)... 29

4. Pertemuan ke-4 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan terkait lainnya... 32

5. Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings... 35

6. Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)………... 49

7. The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings……… 50

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 54

1. Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan China Rubber Industry Association (CRIA)... 54

2. Pertemuan Subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG)…..……… 55

3. Pertemuan ke-1 APEC Committee on Trade and Investment (CTI-1)……. 58

(4)

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 70

1. Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)... 70

2. Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik ...………. 76

E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa... 79

1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)……… 79

2. Sidang Committee on Specific Commitment (CSC)……….. 81

3. Sidang Plurilateral Request pada Perundingan Jasa WTO... 83

4. Sidang Council of Trade in Service - Special Session (CTS-SS)………….. 83

5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR)……….. 84

6. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO... 87

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 90

A. Kendala dan Permasalahan….………... 90

B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 91

(5)

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, Maret 2011 DIREKTORAT JENDERAL KPI

(6)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Maret 2011, antara lain:

Sidang Agriculture Week

Pending issues yang dibahas dalam rangkaian Agriculture Week ini meliputi technical issues dan beberapa bracketed issues di ketiga pilar Domestic Support, Market Access, dan Export Competition yaitu: (i) blue box – product specific limit; (ii) cotton; (iii)

sensitive products-designation; (iv) tariff cap; (v) tariff quota creation; (vi) tariff simplification; (vii) special products; (viii) special safeguard mechanism; dan (ix)

tropical and diversification products dan long standing preferences and preference erosion.

Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA)

Agenda pertemuan meliputi laporan perkembangan pembahasan sejak NAMA Week

terakhir pada tanggal 17-20 Januari 2011 dan pembahasan sejumlah dokumen baru

serta pertemuan informal Product Basket Approach dalam rangka inisiatif sektoral.

Sidang Committee on Trade and Environment Special Session

Sidang mengagendakan pembahasan mengenai beberapa submission baru. Selain itu

pada tanggal 22 Maret 2011 Indonesia dan Amerika melakukan Bilateral Meeting

untuk membahas proposal Amerika mengenai Paragraf 31 (i) dan 31 (ii). Sidang Reguler KomiteTechnical Barriers to Trade

Sidang membahas beberapa isu dalam pembahasan specific trade concern. Selain itu

juga disampaikan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya

Pertemuan antara lain membahas: (i) perdagangan barang; (ii) fasilitasi perdagangan;

(iii) perdagangan jasa; (iv) kerja sama ekonomi; (v) sanitary and phytosanitay; (vi) trade

barrier to trade; dan(vii) seminar ASEAN-China business portal.

Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit

Pertemuan antara lain membahas: (i) preparation for the 18th ASEAN Summit; (ii)

preparation for the 5th Meeting of the ASEAN Economic Community Council; (iii)

persiapan penyelenggaraan ASEAN-EU Business Summit; (iv) ASEAN Economic

(7)

Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN)

Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Highlights of the

ASEAN +3 Summit and The East Asia Summit (EAS) in Hanoi; (ii) Background paper on the AHTN (paper dari Filipina, Australia, Korea, dan Jepang); (iii) Possible Approaches Toward Harmonisation of Tariff Nomenclatures of the AFP’s; dan (iv) Technical Cooperation between ASEAN and AFP’s towards Harmonisation of Tariff Nomenclatures.

Pertemuan ke-4 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya

Pembahasan dalam pertemuan ke-4 AKFTA-IC difokuskan pada: (i) Dual Notifikasi

AKFTA di WTO; (ii) Review Persetujuan Perdagangan Barang AKFTA; (iii) Sosialisasi dan

Peningkatan Utilisasi AKFTA; (iv) Laporan Akhir Joint Impact Study AKTIG; (v)

Penyederhanaan Prosedur OCP dan CO Form-AK; dan (vi) Sistem Score-Carding Proyek

Kerja Sama Ekonomi AKFTA.

Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN

Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings

Pertemuan SEOM 2/42 membahas isu implementasi AEC Blueprint dan konsolidasi

kerja sama ASEAN dengan para mitra dialognya; kemudian dilanjutkan dengan

pertemuan SEOM dengan para mitra dialognya untuk membahas upaya peningkatan kerja sama antara ASEAN dan Mitra Dialog.

Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)

Pertemuan antara lain membahas: (i) ASEAN Economic Community (AEC Scorecard);

(ii) Ratification of ACIA and ACIA Reservation List; (iii) Modality for the

Elimination/Improvement of Investment Restrictions and Impediments; dan (iv)

Investment Liberalisation under the AIA (Indonesia Temporary Exclusion List –TEL).

The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings

Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Master Plan on

ASEAN Connectivity (MPAC);(ii) Brunei Action Plan (BAP);(iii) AEC Blueprint Scorecard;

(iv) Status Ratifikasi ASEAN Air Transport Instruments; (v) ASEAN Single Aviation

Market; dan (vi) Transport Cooperation with Dialogue Partners.

Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan China Rubber Industry Association (CRIA)

Dialog ke-2 ini merupakan tindak lanjut hasil kesepakatan ITRC-CRIA pada dialog pertama agar dapat dilakukan pertukaran informasi dan dialog antara kedua belah pihak guna menganalisis situasi pasar karet. Agenda utama dialog ke-2 ini adalah diskusi mengenai tingginya harga karet alam saat ini di pasar internasional dan cara-cara untuk meningkatkan kerja sama serta komunikasi antara ITRC-CRIA.

(8)

Pertemuan Subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG)

Pertemuan antara lain membahas: (i) Support for the Multilateral Trading System; (ii)

Strengthening REI and Expanding Trade; (iii) Contribution to APEC’s Leader’ Growth Strategy Including Promoting Green Growth; (iv) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergences; (v) Other Areas, Including APEC – Wide Initiatives on Human Security, APEC Reform and Gender; dan (vi) Activities with ABAC (Including Responses to ABAC’s 2010 Recommendations) and/or Other External Stakeholders

Pertemuan ke-1 APEC Committee on Trade and Investment (CTI-1)

Isu-isu yang dibahas dalam CTI-1 ini dikelompokkan ke dalam sepuluh topik utama,

yakni: (i) APEC priorities and CTI’s Work Program for 2011; (ii) support for the

multilateral trading system; (iii) Bogor Goals; (iv) strengthening regional economic integration (REI) and expanding trade; (v) expanding regulatory cooperation and advancing regulatory convergence; (vi) contributions to APEC Leaders’ Growth Strategy; (vii) Industry dialogues; (viii) private sector engagement; (ix) other issues; dan (x) other business and future meetings.

Pertemuan APEC Senior Officials’ Meeting (SOM) 1

Agenda utama SOM 1 adalah membahas prioritas APEC AS 2011 yang terdiri dari tiga

bidang, yaitu: (i) Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade;

(ii) Promoting Green Growth; dan (iii) Expanding Regulatory Cooperation and

Advancing Regulatory Convergence.

Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi

Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)

Tujuan konferensi AIBC antara lain adalah untuk mensosialisasikan rencana IA-CEPA terutama kepada kalangan pengusaha kedua negara agar kerja sama ekonomi komprehensif ini memperoleh dukungan dari pengusaha kedua negara.

Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik

Tim Teknis Indonesia-Mozambik dalam pertemuan membahas mengenai skema

Forward Processing, Banking Cooperation, tinjauan implementasi atas Joint Statement, MoU on Trade Promotion, MoU on Industrial Technical Cooperation, MoU Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) dan MoU SME’s yang telah ditandatangani oleh kedua negara.

Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)

Agenda utama sidang adalah membahas hasil konsultasi Ketua CTFS dengan delegasi

negara anggota untuk mengenai isu klasifikasi pada sektor jasa keuangan, Acceptance

of the Fifth Protocol to the GATS Embodying the Results of the Financial Services Negotiationsdan Recent Development in Financial Services Trade.

(9)

Sidang Committee on Specific Commitment (CSC)

Agenda utama sidang adalah untuk membahas isu-isu yang terkait dengan Relations

between Old and New Commitment, Classification, dan Scheduling

Sidang Plurilateral Request pada Perundingan Jasa WTO

Dalam rangkaian sidang isu Jasa ini, pertemuan plurilateral request mencakup

berbagai sektor yaitu: Cross Border Supply Services, Accounting Services, Legal

Services, Architectural and Engineering Services, Private Education Services, Postal and Courier Services, Distribution Services, Freight Logistic (including Road and Rail Transport Services), Air Transport Services, Maritime Transport Services.

Sidang Council of Trade in Service - Special Session (CTS-SS)

Perkembangan perundingan menunjukan peningkatan yang pesat pertemuan baik plurilateral maupun bilateral, namun beberapa negara menyatakan perundingan plurilateral selain mempunyai manfaat tetapi juga terdapat kelemahan, yaitu tidak diperolehnya penjelasan yang spesifik tentang komitmen yang diberikan oleh negara-negara anggota.

Pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR)

Pertemuan membahas perkembangan perundingan Draft Discipline on Domestic

Regulation to GATS article VI:4. Ketua WPDR mengadakan pertemuan konsultasi

terbatas dengan beberapa negara anggota untuk membahas elemen-elemen draft text

Domestic Regulation. Konsultasi informal terbatas tersebut menghasilkan revisi

pertama dari consultative chair's note (RD/SERV/46/rev.2).

Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO

Agenda utama sidang adalah pembahasan negosiasi: (i) Emergency Safeguards

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pertemuan Preparatory-SEOM Dipimpin oleh Dirjen KPI Selaku SEOM -Chair ASEAN... 25 Gambar 2 Prep-SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN

Summit ………. 27 Gambar 3 ASEAN Caucus Dipimpin oleh Edgardo B. Abon, Tariff Commission,

Filipina…..……… 28

Gambar 4 Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature...………... 30 Gambar 5 SOM Chair AS Memberikan Sambutan dalam Pleno Terbuka APEC SOM1... 65 Gambar 6 Pejabat Senior APEC... 69 Gambar 7 Bapak Wakil Menteri Perdagangan pada Acara Australia Indonesia

Business Council... 70 Gambar 8 Delegasi Indonesia dan Australia... 75

(11)

BAB I

KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Sidang Agriculture Week

Agriculture Week telah berlangsung pada tanggal 9-18 Maret 2011 di Jenewa. Rangkaian pertemuan diawali pada tanggal 9 Maret 2011 dan berakhir pada tanggal 18 Maret

2011 dengan format pertemuan informal open-ended yang

dipimpin oleh Ketua CoA-SS dan dihadiri oleh seluruh negara anggota WTO.

Domestic Support Dalam pilar Domestic Support, negara anggota

mengindikasikan bahwa tidak ada perkembangan baru

pada beberapa pending issues termasuk isu blue box,

cotton, dan Overall Trade-distorting Domestic Support

(OTDS). Namun Norwegia selaku Ketua penyusunan data

Value of Production (VoP) menyampaikan bahwa data VoP negara anggota yang telah disampaikan telah tersedia

dalam website WTO. Hanya ada satu negara key player

yang belum menyerahkan data VoP tersebut.

Market Access Pembahasan pilar Market Access meliputi isu Non - Special

& Differential Treatment (S&DT) di antaranya tariff capping, tariff simplification, dan sensitive products; serta isu Special & Differential Treatment (S&DT) yang hanya

membahas Special Safeguard Mechanism (SSM)

Pada isu Sensitive Products, Jepang dan Kanada tetap

meminta adanya fleksibilitas berupa penambahan 2%

Sensitive Products dari jumlah sensitive products dasar. Jepang dan Kanada masing-masing masih menginginkan

jumlah sensitive products dasar masing-masing sebesar 6%

dan 8%, bukan 4% sebagaimana yang tertuang dalam draf teks revisi ke-4. Draf teks revisi ke-4 dianggap belum stabil dan posisi kedua negara ini dengan tegas menyatakan

bahwa pengajuan sensitive products sifatnya bukan

"additional" dari draf teks revisi ke-4, namun diajukan dalam rangka fleksibilitas. Sementara negara-negara berkembang kembali mengingatkan bahwa modalitas

sensitive products telah jelas tercantum di dalam draf teks ke-4 yaitu hanya 4%.

Pada isu Tariff Quota Creation yang dikaitkan dengan

pembahasan Sensitive Products, negara berkembang dan

(12)

mendukung agar dasar perundingan tetap menggunakan

dokumen mengenai Revised Draft Modalities for

Agriculture Sensitive Products: Tariff Quota Creation.

Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa produk yang

tidak memiliki TRQ dapat dijadikan sensitive products

dengan ketentuan TRQ baru. Untuk produk tersebut, diwajibkan menyediakan tambahan 2% konsumsi domestik

dari ketentuan TRQ untuk sensitive products pada para 74

draf teks. Untuk produk tersebut, in-quota tariff rate

adalah nol. Terkait hal ini, EU dengan jelas menyampaikan

bahwa bottom line posisi mereka adalah "in quota rate at

zero".

Tariff Simplification Pada isu Tariff Simplification, telah terdapat sejumlah pembahasan yang dilakukan negara anggota, baik dalam kelompok kecil maupun konsultasi dengan Ketua. Sebagai contoh: Australia, AS, Uni Eropa, Kanada, dan Norwegia

telah melakukan pembahasan tariff simplification tersebut

dalam format small group. Pembahasan dalam isu ini

terpusat pada adanya inkonsistensi antara Annex N

mengenai metodologi tariff simplification dengan isi draf

teks. Di samping itu, sejumlah negara anggota juga

mempertanyakan mengenai tariff simplification tersebut

dalam penerapannya. Ketua menghimbau agar negara anggota yang melakukan pembahasan dapat terus melibatkan negara anggota lainnya sehingga dapat mencari jalan keluar secara multilateral.

Special & Differential Treatment

Pada isu Special & Differential Treatment (S&DT)

khususnya SSM, Kelompok G-33 menyampaikan akan segera menyusun jawaban atas beberapa pertanyaan klarifikasi terkait modalitas SSM yang diajukan oleh AS. Namun, kelompok G-33 tidak akan menganggap bahwa jawaban yang akan disampaikan tersebut sebagai bagian dari perundingan dengan pihak negara-negara maju terutama AS. Selanjutnya pembahasan mengenai SSM disinyalir tidak adanya perkembangan. Sejumlah negara

menyampaikan concern atas situasi ini dan menegaskan

perlunya pembahasan yang lebih intensif dengan draf teks revisi ke-4 sebagai landasan. Menyambut hal ini, Ketua menghimbau negara anggota agar pembahasan lebih diintensifkan guna mencapai konsensus. Jika tidak dapat

mencapai full consensus, maka Ketua menyarankan agar

dibangun suatu pilihan/opsi modalitas.

Terkait SSM, sejumlah negara yang termasuk dalam

kelompok Small and Vulnerable Economies (SVEs) kembali

(13)

dalam modalitas SSM. Selama ini kepentingan SVEs belum tercermin dalam modalitas SSM di mana diperlukan fleksibilitas yang lebih besar bagi SVEs agar SSM dapat operasional dan efektif bagi mereka. Negara-negara SVEs selanjutnya akan menyampaikan proposal terkait teknis penerapan SSM bagi SVEs dalam waktu dekat. Sejumlah negara anggota telah menyatakan dukungannya, termasuk Indonesia. Menyambut hal ini, sejumlah negara anggota juga menekankan perlunya juga fleksibilitas bagi LDCs dan

low binding countries.

Export Competition Pada pilar export competition, negara maju utamanya

Swiss, Jepang, dan EU, dengan tegas menyampaikan bahwa mandat Doha yang akan menghapuskan subsidi ekspor merupakan kontribusi yang sangat besar dan akan segera dihapuskan apabila Putaran Perundingan Doha disepakati. Menurut negara-negara tersebut, subsidi ekspor merupakan kebijakan subsidi yang terbesar yang menyebabkan terjadinya distorsi harga dunia produk pertanian. Karena itu, negara maju mengaitkan bahwa

negara maju tidak dapat lagi memberikan tingkat "level of

ambition" yang lebih tinggi dari Draf Teks Revisi ke-4 seperti yang sering disuarakan negara berkembang.

Dalam pertemuan "Room E" pada tanggal 11 Maret 2011,

Swiss juga menyampaikan intervensi mengenai pengetatan

disiplin export restriction sebagai conditionality atas

penghapusan Subsidi Ekspor dengan tujuan food security.

Di samping itu, Swiss degan tegas menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan subsidi ekspornya telah tertuang di

dalam National Legislation Swiss, dan menganggap bahwa

konsesi ini tidak akan dapat lagi meningkatkan level of

ambition seperti yang dituntut selama ini.

Sementara bagi negara-negara eksportir pertanian

khususnya negara anggota Cairns Group, posisi Swiss yang

disinyalir juga merupakan posisi G-10, menolak

conditionality tersebut dan menganggap tidak memberikan kontribusi bagi kemajuan perundingan, bahkan merupakan suatu usulan baru yang berbeda dengan yang sudah ada dalam draf teks. Di samping itu, negara berkembang menentang, munculnya isu pengaitan antara konsesi

penghapusan subsidi ekspor dengan tingkat level of

(14)

2. Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA)

Pertemuan informal Negotiating Group on NAMA (NG

NAMA) telah berlangsung pada tanggal 14-18 Maret 2011 di Jenewa yang dipimpin oleh Ketua NG NAMA dan dihadiri oleh negara-negara anggota.

Pembahasan proposal-proposal baru

Beberapa proposal yang diagendakan dalam pertemuan ini

adalah: (i) Proposal LDCs terkait Rules of Origin (ROO)

dokumen TN/MA/W/74/Rev.1; (ii) Proposal Korea terkait

standar internasional dan Conformity Assessment

Procedures dalam negosiasi NTB produk elektronik

dokumen JOB/MA/83; (iii) Proposal Israel terkait

Request-offer approach dalam negosiasi NAMA dokumen JOB/MA/84; (iv) Proposal sejumlah negara terutama Singapura terkait negosiasi sektoral dokumen JOB/MA/85; dan (v) Proposal ACP Group terkait transparansi dokumen JOB/MA/86.

Proposal LDCs terkait Rules of Origin (ROO) tidak

mengalami pembahasan.

Proposal Korea Terkait proposal Korea mengenai standar internasional dan

Conformity Assessment Procedures dalam negosiasi NTB

produk elektronik, Korea menyampaikan bahwa paper

tersebut bertujuan untuk menjembatani gap antara

proposal NTBs produk elektronik yang dikeluarkan AS dan EU. Proposal tersebut mendapatkan banyak tanggapan dari negara anggota, EU menerima dengan baik proposal tersebut, namun AS berpandangan bahwa tidak ada

konvergensi yang didapatkan dalam paper ini. Amerika

Serikat menyampaikan penyebutan/pencantuman

badan/organisasi standar internasional tidak akan membantu negara berkembang. Di samping itu, AS

berpandangan bahwa paper Korea mengabaikan third

party assessment dan tidak terjaminnya national treatment. Sementara itu, negara lain seperti Taipei mempertanyakan bagaimana menjembatani berbagai standar yang berlaku di seluruh negara anggota dengan standar yang telah ditetapkan.

Proposal Uni Eropa Pembahasan isu Horizontal Mechanism Uni Eropa (EU) masih sangat jauh dari adanya konvergensi terutama

antara EU dan AS. Isu pending yang terkait dengan usulan

ini bagaimana hubungan Horizontal Mechanism (HM)

dengan Dispute Settlement Body, apakah HM akan

(15)

sengketa, apakah sengketa yang akan ditangani oleh HM yang terkait dengan perdagangan atau kebijakan standardisasi, apakah HM akan terkait dengan produk pertanian seperti peraturan SPS dan Codex. Untuk menjembatani perbedaan ini, Ketua meminta para anggota segera melakukan pembahasan dalam kelompok kecil dan segera mengupayakan kompromi yang realistis.

Proposal International Standar

Proposal International Standar (Thailand, EU, India,

Indonesia, Filipina, Norwegia, Swiss) intinya ingin

mencantumkan badan penetapan standar internasional seperti ISO, IEC, ITU, dan Codex Alimentarius sebagai acuan yang relevan dan dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam dasar, prinsip, prosedur, penetapan serta pengembangan suatu regulasi teknis. Pencantuman Badan Standar Internasional tersebut sebagai Pedoman dalam menafsirkan Perjanjian TBT para 2.5, yaitu agar apabila suatu Negara dalam menetapkan regulasi teknis tidak menciptakan hambatan-hambatan perdagangan baru. Terhadap negara-negara berkembang, usulan ini diharapkan akan dapat melindungi kepentingan negara

berkembang mengingat Badan-badan Internasional

tersebut mengakui adanya special and differential

treatment serta technical assistant.

Umumnya negara-negara berkembang dan beberapa negara maju mendukung (Brasil, Turki, Malaysia) dan beberapa negara lain yang belum secara tegas mendukung menyatakan bahwa usulan ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mempertegas perjanjian TBT.

Sementara AS menentang usulan ini sebagaimana

tanggapan AS pada poin 2 mengenai Standard and

Conformity Assessment Procedures for Electronics.

Terhadap proposal ini, Ketua mengingatkan agar negara pengusulan usulan ini segera melakukan konsultasi, terutama kepada AS.

Proposal Israel Terkait proposal Israel mengenai Request-offer approach

dalam negosiasi NAMA, Israel memperjelas kembali isi dari proposal tersebut. Proposal tersebut dimaksudkan untuk memperjelas para 21 Draf Teks revisi 3 tahun 2008 yang menyatakan bahwa negara anggota dapat menggunakan

pendekatan request-offer sebagai modalitas tambahan.

Terkait proposal sejumlah negara terkait negosiasi sektoral, Singapura sebagai salah satu proponen proposal

tersebut menyampaikan bahwa tujuan dari paper tersebut

(16)

sektoral. Pembahasan mengenai paper ini dilakukan secara terpisah pada tanggal 15 Maret 2011 dan dilaporkan secara terpisah.

Terkait proposal ACP Group mengenai transparansi,

Mauritius mewakili ACP Group kembali menjelaskan

mengenai pentingnya transparansi dalam standar

internasional dan perlunya technical assistance bagi ACP

Group dalam menerapkan transparansi tersebut. AS mendukung pentingnya transparansi tersebut dikarenakan

tidak semua negara ikut berpartisipasi dalam

mengembangkan suatu standar internasional. AS juga menyarankan agar bantuan teknis juga dapat diperoleh dari organisasi non WTO.

Room document dari

Meksiko

Dalam pertemuan ini, Meksiko juga menyampaikan Room

Document yang menjelaskan mengenai negosiasi sektoral

dengan pendekatan tiga basket (Product Basket Approach)

melalui diagram yang menjelaskan framework tersebut.

Ketiga basket tersebut adalah:

1)Basket A, yaitu produk-produk yang dihapuskan tarifnya

(tariff elimination) baik bagi negara berkembang dan negara maju. Namun demikian, persentase jumlah produk Negara Maju dalam basket ini lebih besar daripada Negara Berkembang;

2)Basket B, yaitu produk-produk yang mengalami

pemotongan melebihi swiss formula baik bagi Negara

Berkembang dan Negara Maju namun persentase pemotongan tambahan untuk Negara Maju dalam basket ini lebih besar daripada Negara Berkembang;

3)Basket C, yaitu produk-produk yang tidak perlu

pemotongan yang lebih besar daripada swiss formula.

Basket C hanya berlaku untuk Negara Berkembang. Meksiko juga menegaskan bahwa dalam negosiasi sektoral, Negara Berkembang hanya perlu berpartisipasi maksimum dalam 2 sektor dari 13 sektor yang diajukan. Selain itu, Negara Berkembang juga memperoleh fleksibilitas berupa periode implementasi yang lebih lama dibandingkan dengan Negara Maju.

(17)

Pertemuan Bilateral Indonesia-Jepang

Dalam pertemuan bilateral ini Jepang selaku proponen

inisiatif Sektoral produk Elektronik dan Elektrikal

mengusulkan modalitas konsep Product Basket Approach

(PBA), sebagai berikut:

1)Sektor Elektrik dan Elektrikal dikelompokkan menjadi

tiga kelompok, yaitu: Produk Information Technology,

consumer electronics dan kelompok produk lainnya

seperti generator, wire, cable, camera, dan lain-lain;

2)Modalitas penghapusan dan pengurangan serta

sensitivitas produk tersebut sebagai berikut:

a) Kelompok Produk Information Technology (IT), yaitu

seluruh produk yang tercakup dalam Information

Technology Agreement (ITA), akan di-bound pada tingkat 0%;

b) Kelompok Produk Consumers Electronics: Negara

Maju akan mem-bound tarifnya pada tingkat 0%,

dan Negara Berkembang Zero for (X);

c) Kelompok Produk Generator, wire, cable, camera

dan lain-lain, modalitasnya hanya berupa

pengurangan tarif bea masuk baik untuk negara maju maupun negara berkembang dikurangi;

d) Kelompok lainnya, adalah produk elektronik dan

elektrikal yang dikecualikan dari pengurangan tarif yang sifatnya produk sensitif.

Indonesia termasuk dalam kelompok negara penentu

tercapainya critical mass dengan total perdagangannya

pada tahun 2006 sebesar USD 14,3 milyar, pangsa pasar

0,3 % dan pangsa cumulative trade 97,6%.

Pada pertemuan kali ini, pihak Jepang tetap mengharapkan agar Indonesia dapat mendukung konsep PBA tersebut. Jepang mengindikasikan minat beberapa negara-negara anggota ASEAN, China, Taiwan, dan Korea untuk berpartisipasi. Jepang siap untuk membahas produk-produk elektronik Indonesia yang akan dikategorikan dalam kelompok sensitif, di luar produk yang diperjanjikan

Indonesia dalam ITA Agreeement. Jepang juga

mengindikasikan bahwa Taiwan mengajukan daftar produk sensitif yang ingin dikecualikan sebanyak 100 pos tarif, dari

(18)

3. Sidang Committee on Trade and Environment Special Session

Sidang Committee on Trade and Environment berlangsung

pada tanggal 21-25 Maret 2011 di Jenewa mengagendakan

pembahasan mengenai beberapa submission baru, yaitu:

Submisi Baru 1)Proposal draft text memenuhi mandat perundingan para 31 (i) dan (ii) yang diajukan oleh delegasi US

2)Simulasi mengenai penurunan tarif terhadap

environmental goods yang disampaikan oleh delegasi China; dan

3)Proposal outcome on Paragraph 31 (iii) yang diajukan

oleh delegasi Singapura dan delegasi Meksiko. Bilateral Meeting

Indonesia-Amerika

Pada tanggal 22 Maret 2011, Indonesia dan Amerika

melakukan Bilateral Meeting untuk membahas proposal

Amerika mengenai Paragraf 31 (i) dan (ii). Terkait dengan

concern Indonesia yang disampaikan mengenai

dimasukkannya Sanitary and Phytosanitary Agreements

dalam preambul draft text untuk para 31 (i) dan (ii),

Amerika Serikat mengatakan bahwa dimasukkannya

Sanitary and Phytosanitary Agreement tersebut karena merupakan mandat. Alasan lainnya adalah karena keinginan kuat dari EU untuk alasan keamanan dan keselamatan manusia dan menganggap penting dengan

dimasukkannya Sanitary and Phytosanitary Agreement ini

untuk mengklarifikasi hak anggota. Terkait dengan usulan

Indonesia untuk dimasukkannya transfer of technology

dalam preambul draft text, Amerika mempertanyakan

mengenai maksud Indonesia dengan perlunya transfer of

technology yang dimaksud Indonesia untuk preambul di

“Recognizing the importance of...”. Amerika menganggap

bahwa dimasukkannya transfer of technology tidak ada

hubungannya dengan mandat para 31 (i) ini.

Mengenai concern Indonesia mengapa AS menginginkan

perlunya share domestic experience, Amerika mengatakan

bahwa fakta-fakta di lapangan (domestik) perlu disampaikan untuk digunakan sebagai dasar negosiasi dan dasar dari analisis.

Mengenai para 31 (iii), AS menyinggung sedikit dengan

menyatakan keinginannya adanya large environmental

goods and services (EGs) List tetapi dengan fleksibilitas, yang artinya masing-masing negara dapat memasukkan dan mengeluarkan barang lingkungan tertentu dengan penerapan liberalisasi misalnya 20 tahun lagi (untuk misalnya 25 jenis barang lingkungan).

(19)

Mengenai bahasa dalam Preambul para 31 (i) dan (ii) delegasi dari EU, Switzerland, dan Norway mengusulkan

penambahan text yang di antaranya berisi mengenai

kedudukan yang sejajar dari multilateral environmental

agreements (MEAs) dan WTO Agreement dalam hukum

internasional. Sedangkan isu mengenai National

Coordination telah mencapai konvergensi.

Observer Status Pembahasan mengenai observer status, pada pertemuan

terakhir, beberapa negara meminta para 3 c untuk dihilangkan. Namun beberapa negara maju seperti Australia dan New Zealand melihat bahwa para 3 c ini

penting (tetap ada) karena memiliki korelasi dengan annex

3 Rules of Procedures for Sessions of Ministerial Conference and Meetings of the General Council. Canada dan Switzerland menyampaikan bahwa sebaiknya jangan

membuat observer status menjadi burdensome, tetapi

seharusnya mudah dalam memberikan observer status

kepada MEAs. Canada menyampaikan bahwa sebaiknya

dalam memberikan (granting) observer status berdasarkan

beberapa concern yaitu kategori dan creating new

mechanism (yang dapat membentuk mekanisme baru).

Technical Assistance Mengenai isu Technical Assistance kepada negara

berkembang terdapat proposal Mali. Proposal ini masih

memerlukan penjelasan lebih lanjut dari proponent.

Common Core List Pada sidang kali ini, beredar list environmental goods and

services (EGs) baru yang merupakan Common Core List

yang berisi daftar 25 jenis barang. Common Core List ini

merupakan ekstrak dari compilation list. Common Core list

ini disusun oleh Australia, Columbia, Hong Kong, China, Norwegia, dan Singapura. Untuk hal ini Indonesia belum dapat memberikan tanggapannya.

Keberatan terhadap Common Core list ini disampaikan oleh

India. India memandang bahwa list ini masih penuh

dengan ketidakjelasan karena barang yang dimaksud

dalam list tersebut masih bisa dipertanyakan apakah

merupakan EGs karena banyak barang yang multi use, jadi

tidak hanya bermanfaat untuk lingkungan saja.

Chair sebenarnya menghendaki pembahasan tidak hanya

trade data and technical data tetapi diperluas juga

terhadap Non-tariff barriers (NTBs) serta cross cutting

issue seperti Technical Assistance and Capacity Building

(20)

4. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade

Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade (TBT)

berlangsung pada tanggal 24-25 Maret 2011 di kantor WTO, Jenewa.

Hasil pertemuan bilateral dan beberapa isu dalam

pembahasan specific trade concern yang menjadi

kepentingan Indonesia, adalah sebagai berikut:

1)Trade Concern Indonesia terhadap Brasil Draf Resolusi No. 112 tanggal 29 November 2010 tentang batas maksimum tar, nikotin, dan karbon monoksida yang diperbolehkan dalam produk tembako serta larangan

additive.

2)Specific Trade Concern EU dan US berkenaan dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 22/ M-DAG/PER/5/2010 tentang perubahan atas Permendag

62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban

Pencantuman Label pada Barang.

Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Uni Eropa dan Amerika Serikat yaitu :

Permendag Mengenai Label

1)Indonesia tidak menotifikasi peraturan tersebut ketika

masih dalam bentuk draf agar dapat memberikan waktu

pemberian tanggapan kepada anggota WTO.

Permendag Label difokuskan pada upaya pemenuhan hak konsumen untuk memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan. Peraturan

Menteri dimaksud tidak dikategorikan import licensing

regulation sehingga saat penyusunannya tidak

diperlukan proses notifikasi dalam kerangka TBT.

Kewajiban

Pencantuman Label Bahasa Indonesia

2)Ketentuan untuk pemberian label tidak dilakukan pada

saat barang telah memasuki custom area. Kewajiban

pencantuman label Bahasa Indonesia bagi barang impor berlaku sebelum barang memasuki daerah pabean Republik Indonesia, bertujuan untuk:

a) Melindungi konsumen dari produk yang tidak jelas

informasinya;

b) Mempermudah pelaksanaan pengawasan dan

penegakkan hukum kepabeanan di jajaran Bea dan Cukai; dan

c) Meminimalisir masuk dan beredarnya barang impor

(21)

3)Apakah label termasuk ke dalam “systematic check”

yang dilakukan sebagai bagian dari prosedur custom.

Pelaksanaan kewajiban pencantuman label berbahasa

Indonesia bukan merupakan “systematic check”, namun

demikian dalam rangka pemenuhan kewajiban label,

importir harus menyertakan Surat Keterangan

Pencantuman Label Bahasa Indonesia (SKPLBI) sebagai dokumen pelengkap kepabeanan dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor, termasuk Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia (SPKPLBI) apabila importasinya dikecualikan. Approval Terhadap

Contoh Label

4)Alasan perlunya proses approval terhadap contoh label,

dan himbauan agar pemerintah Indonesia meninjau

kembali kebijakan yang mempersyaratkan approval

tersebut:

a) Approval dalam pencantuman label berbahasa Indonesia bertujuan positif antara lain untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pencantuman informasi pada label sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan meningkatkan efektivitas serta

kemudahan pengawasan barang baik di border

(perbatasan) maupun di pasar;

b) Pelaksanaan approval terhadap contoh label oleh

Indonesia masih diperlukan dalam rangka

mendukung efektivitas pengawasan pra pasar melalui instrumen surat keterangan (SKPLBI dan SPKPLBI), sehingga dapat melindungi pelaku usaha dari maraknya pemalsuan barang.

Daftar Jenis Barang Lainnya

5)Lampiran IV dari Permendag No. 22/2010, yang memuat

daftar jenis barang lainnya, terutama untuk produk alas kaki dan barang jadi kulit, terhadap kewajiban untuk mencantumkan nama atau merek barang, dianggap Uni Eropa adalah persyaratan yang memberatkan dan tidak diperlukan oleh pengguna.

a) Pencantuman keterangan nama atau merek barang

pada label merupakan informasi yang lazim dicantumkan. Pencantuman informasi tersebut

sifatnya optional (boleh memilih) dapat

dicantumkan salah satu atau seluruhnya;

b) Pencantuman nama atau merek barang sangat

diperlukan bagi konsumen, karena merek barang

terikat dengan brand image (citra merek) produk

(22)

Pencantuman “Care Label

6)Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai apakah

terdapat standar tertentu di mana ketentuan

pencantuman “Care label” untuk nama dan alamat

importir/negara pembuat atas produk kaos kaki, kertas fotokopi, pakaian jadi laki-laki, wanita, dan anak-anak.

a) Mengenai ketentuan “nama atau merek barang”,

“Nama dan alamat importir untuk barang impor”,

dan “Negara Pembuat atau Made In” untuk produk

kaus kaki, kertas fotokopi, pakaian jadi lelaki dan anak lelaki, serta pakaian jadi wanita dan anak wanita adalah sebagaimana tercantum dalam butir 8, 9, 18, dan 19 Lampiran IV Permendag Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010;

b) Pencantumen care label tidak seluruhnya didasarkan

pada standar tertentu, semua informasi pada care

label disesuaikan dengan karakteristik barang; dan

c) Khusus untuk produk tekstil didasarkan pada

Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 08-0336-2005 tentang Label Pemeliharaan tekstil dan Produk Tekstil Menggunakan Lambang beserta Amandemen I tahun 2010.

Pencantuman “Logo Kulit” dan “Keterangan untuk Penggunaan dan Pemeliharaan”

7)Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai ketentuan pada

label atas kelompok produk alas kaki dan barang jadi kulit atas Ketentuan pencantuman “Logo kulit” dan “Keterangan untuk penggunaan dan pemeliharaan (jika diperlukan)”, juga jika pelabelan dilakukan melalui penempelan stiker.

a) Pencantuman logo kulit pada label jika terbuat dari

kulit asli diserahkan kepada pelaku usaha yang bersangkutan secara bertanggungjawab;

b) Pencantuman informasi penggunaan dan label care

bersifat voluntary (apabila diperlukan), dalam

konteks ini informasi apa saja yang akan dicantumkan hanya produsen/pabrikan yang dapat menentukan, mengingat produsen atau pabrikan yang mengetahui secara pasti karakteristik produk.

Menurut Permendag Label, pencantuman

keterangan untuk penggunaan dan pemeliharaan sesuai karakteristik barang adalah hanya jika diperlukan;

c) Ketentuan pelabelan terhadap produk alas kaki

selain tercetak pada barang juga dapat

(23)

hal ini dapat dilihat pada Lampiran IV butir 1 Permendag Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010

Kondisi dan Prosedur Penerapan

Pengecualian

8)Uni Eropa meminta penjelasan dari Pemerintah

Indonesia mengenai kondisi dan prosedur penerapan pengecualian atas Pasal 11 dari Permendag No. 62/2009 yang diberikan kepada produsen atau importir.

Ketentuan Pasal 11 Permendag No. 62/2009 telah diubah menjadi pasal 11 Permendag No. 22/2010. Pada prinsipnya pencantuman label dalam bahasa Indonesia tidak diberlakukan untuk :

a) Barang yang dijual dalam bentuk curah dan dikemas

secara langsung di hadapan konsumen;

b) Barang-barang dalam lampiran I, lampiran II,

lampiran III dan lampiran IV yang digunakan sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong lain dalam proses produksi.

Pencantuman Label Berbahasa Indonesia Bagi Produk Makanan

9)Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai apakah

Pemerintah Indonesia juga berencana untuk

mewajibkan pencantuman label berbahasa Indonesia bagi produk makanan. Kewajiban pencantuman label Bahasa Indonesia untuk produk pangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mulai berlaku sejak tanggal 21 Juli Tahun 2000.

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

1. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya

Pertemuan ke-37 The ASEAN–China Trade Negotiating

Committee (AC-TNC) dilaksanakan di Ma’anshan, China, pada tanggal 2-4 Maret 2011.

Perdagangan Barang Legal Enactment (LE)

Produk Sensitif

Berdasarkan Para 3 Annex 2 Persetujuan Perdagangan

Barang ACFTA terkait modalitas penurunan tarif produk sensitif untuk ASEAN-6 dan China, maka seluruh tarif dalam kategori sensitif harus diturunkan tarifnya maksimal menjadi 20% pada tahun 2012, dan menjadi 0-5% pada tahun 2018.

ASEAN-6 dan China diharapkan dapat mempersiapkan

Legal Enactment penurunan tarif kategori sensitif sebelum implementasi 1 Januari 2012, dan menyampaikannya

(24)

kepada Sekretariat ASEAN sebelum 15 Desember 2011.

Seluruh Legal Enactment ASEAN-6 dan China diharapkan

akan dapat tersedia di Website ASEAN pada tanggal 1

Januari 2012.

Review Persetujuan Perdagangan Barang

Perdagangan Produk Sensitif

Untuk lebih memfasilitasi hasil review persetujuan

perdagangan barang dan mengkaji besarnya perdagangan yang terjadi pada produk-produk sensitif ASEAN dan China, maka pada pertemuan ACTNC ke-36 di Luang Prabang, Laos, para Pihak meminta Sekretariat ASEAN untuk melakukan kajian analisis data tarif dan perdagangan atas

produk-produk yang terdapat dalam Sensitive Track (ST)

seluruh negara ASEAN dan China. Pada pertemuan ini

Sekretariat ASEAN menyampaikan kesulitannya untuk dapat melakukan analisis berdasarkan data-data yang dimiliki, dan seluruh Pihak ACFTA menyepakati akan menyampaikan data-data yang diperlukan sesuai format sebelum tanggal 30 April 2011.

Memperhatikan bahwa review produk sensitif dan prinsip

resiprositas dilakukan dalam konteks kajian perdagangan

dan liberalisasi produk-produk Sensitive Track (ST)

berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA, China menyampaikan keinginannya untuk dapat mengkaji penurunan tarif produk-produk ST dalam jadwal komitmen seluruh Pihak ACFTA sebelum dilakukan liberalisasi produk-produk dalam kategori ST.

Penerapan Ketentuan General Exception (GE)

Berdasarkan hasil konsultasi domestik, enam negara

ASEAN (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,

Myanmar, Filipina, dan Vietnam) yang menerapkan

General Exception List akan tetap menerapkan prinsip tersebut berdasarkan Pasal 12 Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA. ASEAN Sekretariat akan melakukan kajian

perdagangan dalam produk-produk General Exception,

enam negara ASEAN sebagai panduan pembahasan pertemuan mendatang.

Mekanisme Pertukaran Informasi Efektif

Mekanisme pertukaran informasi efektif direncanakan akan dilakukan melalui pertukaran informasi prosedur

penerbitan CO Form-E, termasuk informasi terkait

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk dapat menerbitkan CO

Form-E di masing-masing negara ASEAN dan China.

Status Penyampaian Data

ASEAN Sekretariat telah membuat matriks pertukaran data

informasi untuk dapat dimasukkan ke dalam website

ASEAN. Indonesia telah menyampaikan kepada Sekretariat

(25)

tahun 2008 dan 2009, serta data utilisasi penerimaan dan

penerbitan CO Form-E hingga kuartal ke-3 tahun 2009.

Seluruh negara ASEAN dan China diharapkan dapat mematuhi penyampaian data informasi yang akan digunakan sebagai data kajian kinerja implementasi ASEAN-China FTA di masing-masing negara.

Rules of Origin Pertemuan Trade Negotiations Committee (TNC)

membahas proposal review ACFTA-ROO berdasarkan hasil

pertemuan ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin

(APWG-ROO) pada tanggal 8-10 Februari 2011 di Jakarta, untuk mengadopsi aturan yang lebih liberal dalam ACFTA yang sebelumnya adalah RVC 40% disertai dengan aturan

dalam Product Specific Rules, menjadi RVC 40% or CTH,

disertai aturan dalam Product Specific Rules.

Brunei Darussalam, China, Laos, Malaysia, Filipina,

Singapura, Thailand, dan Vietnam telah

mengimplementasikan Protokol ke-2 perubahan

Persetujuan TIG-ACFTA atas penyempurnaan OCP (Operational Certification Procedures). Para Pihak mengharapkan Kamboja, Indonesia, dan Myanmar dapat segera menyelesaikan prosedur internal ratifikasi serta mengimplementasi Protokol ke-2 perubahan Persetujuan

Trade in Goods-ACFTA tersebut.

Terkait masalah periode transisi, per tanggal 1 Maret 2011 seluruh Pihak yang telah mengimplementasikan Revisi OCP

wajib menerbitkan CO Form-E baru. Oleh karena itu sesuai

dengan ketentuan OCP lama, CO Form-E lama yang

diterbitkan pada periode transisi (1 Januari 2011 - 28

Februari 2011) para Pihak yang telah

mengimplementasikan revisi OCP akan diterima China hingga tanggal 1 Juni 2011.

Fasilitasi Perdagangan Pertemuan membahas proposal China atas Chapter on Customs Procedure and Trade Facilitation, dan

menyepakati pembentukan ad-hoc Working Group

Customs Expert di bawah koordinasi Working Group Rules of Origin (WG-ROO) untuk membahas lebih lanjut proposal

Chapter Customs Procedures tersebut. ASEAN akan melakukan konsultasi domestik terlebih dahulu sebelum

menyampaikan revisi Chapter tersebut kepada China.

Seluruh Negara ASEAN dan China juga diharapkan dapat

menyampaikan Contact Point Kepabeanan dalam ad-hoc

Working Group tersebut.

Perdagangan Jasa Pada pertemuan ini, China menginformasikan masih melakukan konfirmasi revisi komitmen paket ke-2 Malaysia

(26)

dan Myanmar. Pertemuan mengharapkan agar China dapat segera memfinalisasikan pembahasan revisi komitmen paket ke-2 Malaysia dan Myanmar sehingga para Pihak dapat mempersiapkan prosedur domestik

persiapan penandatanganan Draft Protocol Perubahan

Persetujuan Jasa ACFTA atas komitmen paket ke-2

tersebut pada Pertemuan ke-10 AEM-MOFCOM

Consultation, Agustus 2011 di Manado, Indonesia.

Kerja Sama Ekonomi Pertemuan Trade Negotiations Committee (TNC)

menerima laporan dari pertemuan Working Group on

Economic Cooperation (WGEC) mengenai perkembangan proposal-proposal kerja sama ekonomi yang belum dapat diimplementasikan. Dapat dikatakan kemajuan proposal-proposal tersebut (termasuk kedua proposal-proposal Indonesia) relatif lambat karena masih perlu mencari donor dan institusi/lembaga yang berkompeten, seperti Asosiasi dan Kementerian terkait di China.

Pada tanggal 8-9 Juni 2011 akan dilaksanakan China-ASEAN

SME Conference di Kuala Lumpur, Malaysia. Acara tersebut merupakan salah satu implementasi proyek kerja sama

ekonomi melalui mekanisme sharing budget antara

Pemerintah Malaysia dan ASEAN-China Cooperation Fund.

Pada pertemuan tersebut juga akan dilaksanakan ASEAN–

China SME Innovation Showcase and Convention serta

pelatihan untuk ACFTA Business Portal Coordinator.

Sanitary and Phytosanitay (SPS)

Pertemuan Working Group on Sanitary and Phytosanitay

(SPS) melakukan klarifikasi atas tanggapan ASEAN dalam

SPS Chapter yang terdiri dari dua belas pasal. Secara

khusus terdapat tiga pending issues dalam pembahasan

antara lain: (i) timeframe; (ii) risk assesment; dan (iii)

regionalisation. ASEAN akan melakukan konsultasi domestik untuk dapat memberikan tanggapannya atas ketiga isu tersebut.

Trade Barrier to Trade (TBT)

Dalam pertemuan ke-2 ASEAN–China Trade Negotiating

Committee (AC-TNC) Working Group-Trade Barrier to Trade, ASEAN Member States membahas tanggapan China

terhadap counter proposal draft TBT yang dibuat oleh

ASEAN. Dalam pembahasan terdapat pasal-pasal yang

menjadi perhatian ASEAN dan China, antara lain: article

tentang Objective, Conformity Assessment Procedures,

Transparency, Technical Consultation, Technical Cooperation, Cooperation in Internal Organization, dan

(27)

Dalam pertemuan terdapat pending issues antara ASEAN

Member States dan China, yaitu: (i) Time frame dari

notified technical regulations, di manaChina mengusulkan

tidak lebih dari 15 hari kerja; dan (ii) Prosedur Conformity

Assessment Body (CAB) antara AMS dan China yang berbeda.

ASEAN dan China sepakat untuk melakukan internal

discussion terhadap pending issues dan akan menyampaikan ke ASEAN Sekretariat paling lambat tanggal 31 Maret 2011.

Seminar ASEAN-China Business Portal

Pada tanggal 2 Maret 2011, di Ma’anshan, China,

dilaksanakan juga seminar ke-3 pelatihan Business Portal

Coordinator (BPC) untuk dapat memonitor perkembangan

ACFTA Business Portal yang secara resmi telah diluncurkan pada tanggal 7 Januari 2010 di Nanning bersamaan dengan peresmian implementasi penuh komitmen ACFTA. Pada

pelatihan kali ini, para Business Portal Coordinator (BPC)

dilatih untuk dapat menggunakan perangkat analisis yang

dapat menganalisis data trafik sebuah situs melalui Google

Analytics (GA), Google Trends, dan Goole Insight for Search. Selain itu dijelaskan juga langkah-langkah dalam mengunggah artikel dan foto, serta menggunakan ketiga perangkat analisis tersebut.

Pada pertemuan ini, China menyampaikan proposal Hongkong untuk dapat bergabung dengan ASEAN dan China dalam Persetujuan ASEAN-China FTA. Untuk itu

pertemuan menyepakati agar Hongkong dapat

menyampaikan proposal resmi kepada ASEAN untuk dapat

(28)

2. Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit

Joint Preparatory Meeting untuk KTT ASEAN ke-18 dan pertemuan terkait lainnya berlangsung di kota Yogyakarta pada tanggal 8-9 Maret 2011.

Gambar 1. Pertemuan Preparatory-SEOM Dipimpin oleh Dirjen KPI

Selaku SEOM-Chair ASEAN

Preparation for the 18th ASEAN Summit

Pertemuan mencatat 4 (empat) dokumen yang akan

menjadi outcome documents dari KTT ASEAN ke-18.

Keempat dokumen tersebut adalah: (i) ASEAN Leaders’

Joint Statement on the ASEAN Community in a Global Community of Nations; (ii) ASEAN Leaders’ Joint Statement on the Establishment of an ASEAN Institute for Peace and Reconciliation; (iii) Agreement on the Establishment of ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management IAHA Centre); dan (iv) Chair’s Statement of the 18th ASEAN Summit.

Secara khusus SEOM mempelajari draft Chair’s Statement

of the 18th ASEAN Summit untuk bagian ekonomi yang disiapkan oleh Sekretariat ASEAN. SEOM meminta Sekretariat ASEAN untuk menambahkan kesepakatan

ASEAN Economic Ministers (AEM) yang baru lalu terkait pemberian fokus pada Pilar Ketiga dari AEC sebelum draf

dimaksud didistribusikan kepada semua sectoral

ministerial bodies yang berada di bawah naungan AEC Council. Draf yang telah disempurnakan berdasarkan

masukan dari Sectoral Bodies diharapkan dapat

(29)

Preparation for the 5th Meeting of the ASEAN Economic Community Council

Pertemuan juga membahas draft agenda the 5th AEC

Council Meeting yang dijadwalkan pada tanggal 6 Mei

2011. Direncanakan pada pertemuan AEC Council nanti

Ketua ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) dan

ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) akan diminta hadir guna membahas kenaikan harga-harga pangan dan komoditas akhir-akhir ini. Pertemuan juga menyepakati hal-hal sebagai berikut:

1)Setiap negara anggota menyiapkan dua halaman

laporan mengenai implementasi AEC Blueprint di tingkat

nasional sebagai sarana bertukar informasi dan pengalaman khususnya untuk mengatasi masalah implementasi dan koordinasi nasional;

2)Laporan dari sectoral ministerial bodies kepada AEC

Council diharapkan memuat tidak saja tantangan yang dihadapi tetapi juga kemajuan yang dicapai;

3)Menambah agenda the 5th AEC CouncilMeeting dengan

pembahasan mengenai perkembangan implementasi

Master Plan on ASEAN Connectivity; dan

4)Sekretariat ASEAN menyiapkan draf pertama draft

Report AEC Council to the 18th ASEAN Summit untuk dipertimbangkan oleh SEOM selambatnya tanggal 15 April 2011.

The First ASEAN-EU Business Summit

SEOM mendapatkan penjelasan dari Indonesia mengenai

persiapan penyelenggaraan ASEAN-EU Business Summit

pada tanggal 5 Mei 2011. Indonesia secara khusus menghimbau kembali negara anggota lainnya untuk memastikan kehadiran AEM masing-masing pada sesi

public-to-private session pukul 16.00-18.00 yang akan

diikuti dengan cocktail reception. Indonesia juga

mengindikasikan bahwa akan disampaikan Joint Invitation

Letter dari AEM Chair dan EU Trade Commissioner kepada bisnis dan kepada setiap AEM. Terkait dengan permintaan Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) untuk mendapatkan fasilitasi pembiayaan bagi perusahaan yang akan berpartisipasi, Indonesia menyatakan hal ini sudah dipertimbangkan oleh Indonesia dan EU dan akan

diinformasikan dalam Joint Invitation Letter kepada setiap

AEM. Pertemuan mengusulkan agar Chamber of

Commerce and Industry/ASEAN Business Advisory Council

menyampaikan sedini mungkin daftar tentative issues yang

akan disampaikan kepada AEM dan Trade Commissioner

(30)

ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Timeline

SEOM sepakat mengenai pengertian yang dicapai oleh

para Menteri saat pertemuan AEM Retreat tanggal 26-27

Februari 2011 di Laos, bahwa perwujudan ASEAN

Economic Community (AEC) “by 2015” tidak diartikan secara harfiah bahwa AEC terwujud tepat pada 1 Januari 2015. SEOM mengkonfirmasi bahwa beberapa program

kerja AEC yang memiliki “high impacts” bagi proses

integrasi perekonomian ASEAN akan terimplementasi pada atau sebelum tanggal 1 Januari 2015, namun beberapa program lainnya akan terimplementasi pada tahun 2015 meskipun tidak tepat per tanggal 1 Januari 2015. Guna mewujudkan pemahaman yang sama dengan dua pilar

ASEAN Community lainya, SEOM sepakat untuk berbagi

paper Sekretariat ASEAN mengenai hal ini pada saat JPM tanggal 9 Maret 2011 dengan terlebih dahulu memasukkan pengertian yang dicapai oleh AEM.

Mid-term Review of the AEC Blueprint

SEOM memanfaatkan pertemuan di Yogyakarta ini untuk

membahas draft TOR on Mid-Term Review of the AEC

Blueprint and the Strategic Schedule setelah mendapatkan

tanggapan dari semua sectoral bodies kecuali Committee

on Science and Technology (COST). Sekretariat ASEAN akan mengupayakan tanggapan segera dari COST, sementara Kamboja mengusulkan dimasukkannya provisi mengenai

confidentiality of findings sedangkan Vietnam menyampaikan beberapa usulan yang dituangkannya secara tertulis. Diharapkan TOR dimaksud dapat difinalisasikan pada pertemuan SEOM 2/42 dan proses

mid-term review dimulai.

Gambar 2.Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit

(31)

3. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN)

Pertemuan the 4thAP-WGTN berlangsung pada tanggal

8-10 Maret 2011 di Yogyakarta. Pertemuan dihadiri oleh wakil dari negara anggota ASEAN (kecuali Kamboja dan

Laos), Sekretariat ASEAN dan ASEAN FTA Partner’s (AFP’s)

yaitu Australia, China, India, Jepang, Korea, dan New Zealand.

Gambar 3. ASEAN Caucus Dipimpin oleh Edgardo B. Abon, Tariff Commission, Filipina

Peta jumlah tariff lines

MFN ASEAN dan AFP’s

Sekretariat Asean menyampaikan peta jumlah tariff lines

MFN ASEAN dan AFP’s: Korea memiliki 12.173 tariff lines,

India 12.169 tariff lines, Jepang 9.047 tariff lines, China

7.868 tariff lines, New Zealand 7.288 tariff lines, Australia

6.015 tariff lines, sedangkan tariff lines untuk ASEAN

Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) 2007 berjumlah

8.300 tariff lines. Pertemuan mencatat convergences dan

divergences Tariff Nomenclature ASEAN dan AFP’s dan teridentifikasi bahwa hanya 925 (18,31%) HS 2007 (6 digit)

yang convergence (sama). Pertemuan juga mencatat

bahwa harmonisasi TN akan mengakibatkan bertambahnya

tariff lines dan memecah AHTN yang berlaku saat ini.

ASEAN Member States (AMS) dan ASEAN FTA Partner’s

(AFP’s) berpandangan harmonisasi tarif nomenklatur memungkinkan untuk dilakukan namun akan menghadapi tantangan yang cukup berat bagi semua negara anggota karena harus banyak melakukan kompromi dan membutuhkan komitmen yang tinggi bagi semua pihak. Pertemuan terpecah menjadi dua suara di mana AFP’s menilai bahwa harmonisasi tarif nomenklatur cenderung mempersulit dari pada memfasilitasi perdagangan sedangkan AMS berpandangan bahwa pada awalnya harmonisasi nomenklatur memang terkesan kurang

(32)

memfasilitasi perdagangan, namun setelah dilakukan simplikasi dan harmonisasi akan lebih memfasilitasi

perdagangan. ASEAN Member States sepakat akan

mengadopsi a single, common and uniform tariff

nomenclatures tariff sebagai elemen building block sesuai

dengan arsitektur regional dan integrasi East Asia.

Pertemuan mencatat posisi ASEAN FTA Partner’s (AFP’s)

bahwa AFP’s akan mempelajari apakah harmonisasi tariff

nomenclature dapat menjadi building block dalam

menetapkan arsitektur regional dan integrasi East Asia.

Saat ini, AFPs belum yakin bahwa harmonisasi tarif nomenklatur antara AFP’s dan ASEAN memungkinkan dan diperlukan. AFP’s berpandangan bahwa harmonisasi tarif nomenklatur bukan sesuatu yang penting dalam

menetapkan regional architecture dan integrasi East Asia.

Lebih lanjut AFP’s menyampaikan bahwa pertimbangan non-harmonisasi tarif nomenklatur mungkin akan lebih tepat untuk menyelesaikan perbedaan dan masalah dalam

meningkatkan regional economic integration.

Recommendation to Senior Economic Official

Meeting (SEOM)

ASEAN siap untuk berdiskusi lebih lanjut dengan AFP’s tentang harmonisasi tarif nomenklatur. Pendekatan

building block dalam regional architecture di East Asia

dimulai dengan trade in good dan ASEAN-Plus Working

Group on Tariff Nomenclature menyarankan agar penyelesaian harmonisasi tarif nomenklatur di antara

negara East Asia dengan menggunakan ASEAN Harmonised

Tariff Nomenclature 2012 sebagai dokumen awal.

Menyusun Terms of reference baru untuk harmonisasi tarif

nomenklatur antara ASEAN dengan ASEAN FTA Partner’s

yang memungkinkan dilakukan negosiasi untuk

menyelesaikan masalah harmonisasi, membentuk working

group baru dan melibatkan expert harmonized system/

tarif nomenklatur dalam memfasilitasi kerja working group

yang baru.

Terms of reference (TOR) juga mencakup tentang Working Group diketuai oleh ASEAN Member States dan wakil dari

AFP’s. Diharapkan Working Group ini sudah mulai aktif

setelah Entry Into Force Asean Harmonize Tariff

Nomenclature 2012 pada tanggal 1 Januari 2012. Working Group membuat laporan dan mendapatkan pengarahan

dari Senior Economic Official Meeting (SEOM). Diusulkan

sistem harmonisasi yang baru disebut East Asia

(33)

Melakukan riset pada tahun 2011 untuk menganalisis dan mengkaji lebih detail tentang harmonisasi, tantangan dan permasalahan, mencari jalan keluar hal-hal yang

divergences. ASEAN terbuka untuk segala bentuk technical cooperation/capacity building dari AFP’s.

Rekomendasi Agar badan-badan ASEAN, seperti Bea Cukai dan subkomite FTA mempertimbangkan isu-isu lain yang bukan harmonisasi tarif nomenklatur namun dapat memfasilitasi perdagangan sebagai berikut:

1) Transparency;

2) Use of advance rulings;

3) Effective mechanism for the administrative and judicial review of decisions on classification;

4) Transparent, effective and timely processes for the transposition and correlation tables into the new HS nomenclature each time the WCO updates the HS; and

5) Other non-harmonization measures.

Pertemuan mencatat bahwa AP-WGTN sudah

menyelesaikan tugasnya sesuai dengan TOR, dan sepakat untuk menyampaikan hasil pertemuan ke-4 AP-WGTN ke SEOM/AEM. Dengan berakhirnya pertemuan ini maka

Chairman beserta anggota working group dapat dibubarkan.

Gambar 4. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature

Gambar

Gambar 1  Pertemuan  Preparatory-SEOM  Dipimpin  oleh  Dirjen  KPI  Selaku  SEOM- SEOM-Chair ASEAN....................................................................................................
Gambar  1.  Pertemuan  Preparatory-SEOM  Dipimpin  oleh  Dirjen  KPI  Selaku SEOM-Chair ASEAN
Gambar 2. Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM)  for the 18 th  ASEAN Summit
Gambar  3.  ASEAN  Caucus  Dipimpin  oleh  Edgardo  B.  Abon,  Tariff  Commission, Filipina
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kekurangan ini akan lenyap dengan sendirinya kalau kaum intelektual kita dapat didikan di dalam perguruan sehingga diperoleh orang-orang Indonesia yang cinta pada nusa dan

Skripsi yang berjudul “Pemilihan Bahan Amelioran untuk Mengatasi Keracunan Aluminium pada Tanaman Padi di Tanah Sulfat Masam” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

Kualitas dari sistem informasi tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat, tepat pada waktunya dan relevan (Siagian, 2006:37). a) Akurat, maksudnya adalah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang

Wakil ketua DPRD Sumut Ruben Tarigan mengatakan, meski sudah disahkan sejak 18 Desember 2015, tapi APBD Sumut TA 2016 belum bisa digunakan karena belum ada pergub

(perjudian). Alasannya karena tertanggung mengharap-harap sejumlah harta tertentu bila benar-benar mengalami musibah, seperti kematian terlalu cepat atau pemegang

Klik icon line lagi, dari sudut kiri bawah tidak diklik hanya disenter kemudian ditarik keatas lurus 30mm klik, kemudian tarik kesamping kanan dengan ukuran

Dalam bentuk uang pangsa ekspor cokelat dan produk cokelat dalam volume produksi cokelat di Rusia dalam beberapa tahun ke depan akan naik dan pada tahun 2015 akan