• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR GAMBAR... 7"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DITERBITKAN OLEH :

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 7 BAB I KINERJA…………....……... 8

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 8

Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP), dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian... 8

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 10

1. Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3…… 10

2. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting 12 3. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting.... 16

4. The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers……….. 19

5. Pertemuan Konsultasi ASEAN-China... 25

6. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang... 26

7. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea... 27

8. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru... 28

9. Pertemuan Konsultasi ASEAN-India... 29

10.Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus(China, Jepang, dan Korea)... 30

11.Pertemuan Konsultasi ASEAN – Amerika Serikat... 31

12.Pertemuan Konsultasi ASEAN – Rusia... 32

13. Informal Meeting of East Asia Summit Participating Countries………. 33

C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 34

1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session………. 34

2. Committee on Cost of Production (CoP) ke-6... 44

3. Expert Group on Establishment of Regional Rubber Market (EGERRM) ke-3………. 46

D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 48

Pertemuan Bilateral dengan Menteri Pariwisata, Perdagangan, dan Perindustrian Timor Leste... 48

E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa... 50

Pertemuan Kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) Funded Public Sector Linkages Program….……… 50

(4)

BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 53

A. Kendala dan Permasalahan….………... 53

B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 54

(5)

KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.

Terima kasih.

Jakarta, Agustus 2011 DIREKTORAT JENDERAL KPI

(6)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Agustus 2011, antara lain:

Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP), dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian

Tujuan rapat adalah untuk menyusun pending issue di bidang pertanian khususnya mengenai Value of Production (VOP) di bidang Pertanian dan membahas pemotongan tarif pilar market access.

Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3

Pertemuan menyepakati bahwa ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures

telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan Term of Reference, apabila tidak ada rekomendasi serta tugas lanjutan dari Leaders maka working group ini dapat dibubarkan.

ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting

Pertemuan antara lain membahas: (i) Follow up of the Entry into Force of ATIGA; (ii)

Tariff Liberalisation; (iii) Elimination of Non-Tariff Barriers; (iv) Rules of Origin; (v)

ASEAN Trade Facilitation; dan (vi) Isu lainnya.

ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting

Rangkaian pertemuan membahas isu-isu terkait: (i) ASEAN Investment Surveillance Report (AISR) 2011; (ii) ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); (iii)

Enhancing Investment Statistics; dan (iv) ASEAN Investment Forum.

The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers

Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan AEM ke-43 antara lain: (i) Key Trade Performances; (ii) ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard; (iii) Strengthening Equitable Economic Development Pillar of AEC Blueprint; (iv) Priority Integration Sectors; (v) Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements; (vi) Trade and Services; (vii) Usaha Kecil dan Menengah; (viii) Intelectual Property Rights (IPR) dan

Competition Policy Law; (ix) ASEAN Community Statistical System; (x) Public Private Sector Engagement; dan (xi) Initiative for ASEAN Integration.

Pertemuan Konsultasi ASEAN-China

Pertemuan antara lain membahas: (i) Implementasi Persetujuan Barang ACFTA; (ii)

Draft Chapter SPS dan STRACAP; (iii) Draft Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA; (iv) ACFTA Joint Committee; (v) China - ASEAN Expo (CAEXPO); dan (vi) Pan Beibu Gulf Economic Cooperation.

(7)

Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang

Isu-isu yang dibahas antara lain: (i) Negosiasi Jasa dan investasi; (ii) Kerja Sama Ekonomi: Business Dialogue & ASEAN Ministers Roadshow; dan (iii) AEM-METI Economic and Industrial Cooperation Committee.

Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea

Pertemuan antara lain membahas: (i) Implementasi Perdagangan Barang AKFTA; (ii)

Draft Protocol to Amend AK-TIG; (iii) Review Produk Sensitif 2012 dan Persetujuan Jasa; dan (iv) Kerja Sama Ekonomi.

Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru

Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan Konsultasi antara lain: (i) Implementasi Perdagangan Barang ASEAN, Australia, dan Selandia Baru; (ii) Kerja Sama Ekonomi; dan (iii) ASEAN-CER Integration Forum.

Pertemuan Konsultasi ASEAN-India

Agenda pertemuan mencakup: (i) Implementasi Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA; (ii) Trade in Services (TIS); dan (iii) Trade in Investment (TII). Para Menteri menugaskan Senior Economic Officials Meeting (SEOM) untuk meneruskan perundingan di bidang services, investment, dan Products Specific Rules (PSR) sesuai dengan mandat dari Framework Agreement AIFTA, sehingga persetujuan jasa dan investasi dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-India pada bulan November 2011.

Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus(China, Jepang, dan Korea)

Para Menteri sepakat akan melakukan pertemuan khusus pada pertengahan bulan Oktober 2011 guna memfinalisasi konsep ASEAN Regional Architecture dan dua konsep lainnya yang juga disiapkan oleh Indonesia yakni Guiding Principles for Equitable Economic Development dan ASEAN Beyond 2015 untuk disahkan oleh Para Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-19 pada bulan November 2011.

Pertemuan Konsultasi ASEAN – Amerika Serikat

Dalam pertemuan Konsultasi AEM-USTR berlangsung dalam bentuk informal ini, Indonesia selaku country coordinator melaporkan perkembangan program dan kegiatan ASEAN-US TIFA seperti: road show, trade facilitation, trade and environment dialogue, B-to-B dialogue, trade and finance, dan standards.

Pertemuan Konsultasi ASEAN – Rusia

Dalam pertemuan Informal AEM-Russia Consultations ini para Menteri membahas

Russia-ASEAN Roadmap on Trade and Investment yang akan dibahas lebih lanjut oleh

(8)

Informal Meeting of East Asia Summit Participating Countries

Para Menteri ASEAN dan 6 (enam) Dialogue Partners (China, India, New Zealand, Korea, Australia, dan Jepang) bertukar pandangan atas isu regional dan global yang mempengaruhi wilayah Asia Timur serta perkembangan kerja sama ekonomi di bawah

framework East Asia Summit.

Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session

Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session (CTI-ES) ini diselenggarakan dengan tujuan untuk membahas beberapa isu krusial sesuai instruksi para Menteri Perdagangan APEC (Ministers Responsible for Trade – MRT) dalam pertemuannya di Big Sky Montana Amerika Serikat pada bulan Mei 2011. Hasil dari pertemuan ini akan dijadikan bahan masukan bagi pertemuan CTI 3/SOM 3 yang akan berlangsung pada bulan September 2011.

Committee on Cost of Production (CoP) ke-6

Kesepakatan terhadap besaran cost of production akan ditransformasikan menjadi

defence price yang baru dan selanjutnya akan diajukan pada Pertemuan Tingkat Menteri ITRC pada tanggal 12 Desember 2011 di Bali untuk disepakati.

Expert Group on Establishment of Regional Rubber Market (EGERRM)ke-3

Pertemuan sepakat terhadap outline laporan feasibility study yang akan disampaikan oleh EGERRM kepada ITRC dan meminta Malaysia agar dapat merevisi concept paper

sesuai outline laporan dimaksud. Revisi concept paper diharapkan dapat disampaikan ke masing-masing negara pada pertengahan bulan September 2011.

Pertemuan Bilateral dengan Menteri Pariwisata, Perdagangan, dan Perindustrian Timor Leste

Pertemuan membahas perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Timor Leste terutama upaya untuk meningkatkan volume perdagangan, memaksimalkan pemanfaatan pasar perbatasan kedua negara serta merundingkan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dalam bidang perdagangan yang selama ini terjadi.

Pertemuan Kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) Funded Public Sector Linkages Program

Tujuan dari pertemuan kedua tersebut adalah untuk melakukan tinjauan kembali mengenai project dari capacity building yang diberikan oleh Australia, mengevaluasi pelaksanaan workshop Services Trade Restrictiveness Index (STRI) yang dilaksanakan pada tanggal 1 - 18 Agustus 2011 di University of Adelaide, membahas rencana pelaksanaan workshop pada bulan Februari 2012 di Jakarta, services network, dan membahas project untuk masa yang akan datang.

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sesi Foto Bersama AEM - 25th AFTA Council Meeting... 13

Gambar 2 Pertemuan AEM ke-43 Resmi Dibuka Wakil Presiden RI….... 19

Gambar 3 Sesi Foto Bersama Pertemuan AEM ke-43………... 24

Gambar 4 Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi USTR... 31

Gambar 5 Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi Rusia... 32

(10)

BAB I

KINERJA

A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral

Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP) dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian

Dalam rangka mengevaluasi posisi runding Indonesia untuk menghadapi perkembangan perundingan bidang Pertanian DDA-WTO telah dilaksanakan Rapat Satgas G-33 di Bandung pada tanggal 4-5 Agustus 2011. Tujuan rapat adalah untuk menyusun pending issue di bidang pertanian khususnya mengenai Value of Production (VOP) di bidang pertanian dan membahas pemotongan tarif pilar market access.

Value of Production Berdasarkan posisi Indonesia sampai dengan bulan April

2011, data Value of Production (VOP) Indonesia adalah, sebagai berikut:

1)VOP Indonesia tahun 1995-2008 telah dicatat resmi dalam dokumen TN/AG/S/21/Rev.4 tanggal 23 Februari 2010, dalam nilai Rupiah maupun US dolar.

2)Indonesia telah menotifikasi Value of Production (VOP) yaitu sebesar US$ 75 Miliar dan merupakan yang kelima terbesar di dunia setelah China, UE, AS, dan India. Logikanya Indonesia akan mendapat pengamatan seksama mengenai akurasi data VOP-nya.

3)Data VOP Indonesia yang telah dinotifikasikan tersebut meliputi seluruh produk pertanian mulai dari raw, intermediate, dan processed. Sementara itu, belum ada catatan yang dikeluarkan oleh WTO mengenai perhitungan VOP tersebut.

4)Terdapat posisi sementara bahwa Nilai overall trade-distorting domestic support (OTDS) yang disampaikan masih dipandang terlalu besar. Oleh karena itu, Tim Satgas G-33 akan menganalisis lebih jauh dengan memfokuskan produk hanya produk primer dan olahan non-industri serta membandingkannya dengan nilai

(11)

Pemotongan Tarif Pilar

Market Access

Perihal kajian sementara pemotongan tarif produk pertanian berdasarkan Draft Final transposisi HS 2002 dan berdasarkan hasil koreksi dari Satgas G-33, maka dalam rapat diperoleh catatan sebagai berikut:

1)Total pos tarif pertanian Indonesia berdasarkan draf final transposisi HS 2002 sebanyak 1.087 pos tarif. 2)Dari total tarif pertanian tersebut, Satgas G-33 akan

mengelompokkan kembali untuk produk Spesial Product

(SP) Indonesia.

3)Berdasarkan template yang terkait dengan SP, Para 129 Draf Teks CoA-SS yaitu penentuan jumlah produk SP sebesar 12% dari total tariff line produk pertanian, 5% dari tariff line dikecualikan dari pengurangan tarif dan total pengurangan tarif seluruh produk SP adalah 11%. Dengan mengacu pada pedoman tersebut, hasil kajian sementara Satgas G-33 menunjukkan bahwa total SPs Indonesia sebanyak 130 pos tarif (12 % dari 1087). 4)Satgas G-33 akan mengkaji berdasarkan 2 skenario yakni

mencari:

 5% dari total pos pertanian sejumlah 1087 pos tarif, menjadi sebanyak 54 pos tarif;

 5% dari total SP sejumlah 130 pos tarif, menjadi sebanyak 7 pos tarif.

5)Hasil Sementara Analisis Pemotongan Tarif SP:

Average Cut sebesar 11%;

 Setelah dikombinasikan dengan zero cut, mengakibatkan angka percentage cut menjadi sangat besar (48%-75%) yang ternyata lebih besar daripada percentage cut pada Non-SP, yang maksimum sebesar 46.6%. Hal ini mengakibatkan final bound tariff yang lebih rendah daripada pemotongan pada Non-SP.

6)Hasil Sementara Analisis Pemotongan Tarif Non-SP:

Average Cut sebesar 17.87% dan Average Percentage Cut sebesar 38,17% (Draft Text

Modalitas Pertanian Rev.4 menyebutkan bahwa

Maximum Overall Average Cut sebesar 36%);

 Setelah dikombinasikan dengan SP (zero cut 5% dari total pos pertanian), maka angka percentage cut menjadi 36,7% dan average cut sebesar 17,08%.

(12)

B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN

1. Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3

Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3(AP-WGCP) dilaksanakan pada tanggal 2-4 Agustus 2011 di ASEAN Sekretariat, Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh Senior Director Multilateral Trade Division of Malaysia’s Ministry of Trade and Industry. Pertemuan AP-WGCP dihadiri oleh delegasi dari Negara Anggota ASEAN (kecuali Kamboja dan Laos), delegasi dari China, Korea, India, Jepang, New Zealand, Australia, dan perwakilan dari ASEAN Sekretariat.

ASEAN Kaukus Pertemuan AP-WGCP didahului dengan kaukus yang

membahas mandate and objective working group sesuai dengan TOR dan mengacu pada Highlight of ASEAN High Level Meetings (17th ASEAN Economic Ministers Retreat, 18th ASEAN Summit dan SEOM 3/42), yaitu:

1) Identify the gaps in various ASEAN+1 FTAs;

2) Study the divergent and convergent of customs-related

trade facilitation procedures; dan

3) Explore the possibility of working towards consolidating

customs-related trade facilitation initiatives in the ASEAN’s various FTAs with the other EAS Participating country.

AP-WGCP bukanlah forum negosiasi, namun forum untuk mengidentifikasi gaps di antara negara ASEAN Free Trade Area, dan untuk membuat template dalam rangka mengembangkan custom chapter yang nantinya untuk melakukan negosiasi ASEAN++FTA.

AP-WGCP Berfokus Kepada Isu-isu Customs

yang Melibatkan ASEAN FTA Partners

Indonesia dalam hal ini Bea Cukai menyatakan keinginannya untuk mengkaji ulang AP-WGCP, karena menurut Bea Cukai isu yang dibahas dalam working group

ini hampir sama dengan isu-isu yang dibahas dalam ASEAN

Custom Procedures and Trade Facilitation Working Groups

(working groups yang ditangani oleh Bea Cukai). Setelah dilakukan konsensus dengan anggota ASEAN yang lain, usulan Bea Cukai tersebut dianggap sudah terlambat karena working group on cutoms procedures ini sudah melakukan pertemuan sebanyak 3 (tiga) kali dan hampir menyelesaikan tugasnya sesuai dengan TOR. Chair

mengingatkan kembali bahwa sesuai dengan TOR, APWG-CP lebih fokus terhadap isu-isu customs yang melibatkan ASEAN FTA Partners, dan itu yang membedakan dengan

(13)

Follow up Matrix of the 2nd Meeting of ASEAN Plus Working Group on Customs Procedurs

Australia mempresentasikan paper dengan judul “The Australian Working Paper on Experiences in FTA Implementation”. Paper tersebut merupakan hasil konsultasi domestik dengan Private Sector dalam implementasi ASEAN- Australia- New Zealand FTA

(AANZFTA). Tiga isu yang diangkat oleh private sector

dalam paper Australia tersebut adalah: (i) Data yang dibutuhkan untuk dimasukkan ke dalam Certificate of Origin (COO); (ii) Proses untuk mengeluarkan COO; dan (iii) Proses custom clearance untuk mendapatkan preferensi tarif dalam perjanjian AANZFTA.

Australia mengusulkan beberapa hal untuk dapat dipertimbangkan dalam proses FTA dengan Negara ASEAN, seperti: (i) Issuing Authority supaya mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan saja; (ii) COO harus dikeluarkan tepat waktu; (iii) Staf yang sudah terlatih dan komunikasi yang baik antara instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap implementasi FTA; (iv) Kerja sama yang baik antara pihak perdagangan dan customs; (v) Komunikasi yang baik antara pihak yang berada di kantor dan di lapangan; (vi) Penerapan sistem risk management

pada custom clearance; dan (vii) Meninjau penerapan risk management dalam upaya meningkatkan preferensi tarif FTA.

Pertemuan juga membicarakan perlunya mencantumkan nilai Free on Board (FOB) pada COO. Sebagian berpendapat bahwa COO memang digunakan untuk mendorong importir supaya bisa mendapatkan tarif preferensi, namun dicantumkannya nilai FOB dalam COO dianggap tidak relevan. Sedangkan beberapa anggota lain menjelaskan bahwa pencantuman nilai FOB sangat diperlukan untuk melengkapi data perdagangan dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan FTA suatu negara.

APWGCP’s Proposal to Explore the

Simplification and Harmonization of Customs Related Trade Facilitation Initiatives in the FTAs

Pertemuan sepakat untuk mengadopsi custom chapter

yang terdapat dalam ASEAN Trade in Goods Agreement

(ATIGA) sebagai dasar dalam melakukan harmonisasi dan penyederhanaan proses kepabeanan, yang berhubungan dengan fasilitasi perdagangan untuk memfasilitasi kegiatan FTA ASEAN dengan berbagai mitra FTAs-nya (Negara anggota East Asia Summit). Pertemuan sepakat untuk menggunakan beberapa ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam custom chapter ATIGA supaya dipertimbangkan dan diperbaiki untuk ASEAN++FTA mendatang, beberapa hal tersebut di antaranya adalah: (i)

(14)

Custom Cooperation (information exchange); (iv)

Confidentiality; dan (v) Enquery points.

Pertemuan sepakat untuk menambahkan beberapa ketentuan yang belum terdapat dalam customs chapter

ATIGA, yaitu: (i) Broader Customs related E-commerce; (ii)

New Customs techniques developed by World Customs Organization and other international organization; (iii)

Possible inclusion of Trade Facilitation Chapter of ATIGA, particularly ASEAN Single Window (ASW); (iv)

Classification; (v) Quick Release Time; (vi) Capacity Building; (vii) Intellectual Property Rights Border enforcement; dan (viii) Express Consignment.

ASEAN Sekretariat akan membuat sebuah draft template

yang akan digunakan sebagai dasar dari chapter custom prosedures, tetapi menunggu keputusan dari Leader kapan akan memulai negosiasi ASEAN++FTA. ASEAN Sekretariat akan men-circulate draft template tersebut pada tanggal 19 Agustus 2011.

Other Matters Pertemuan sepakat bahwa pertukaran data impor di

antara negara ASEAN dan partners akan sangat membantu untuk mengetahui tingkat keberhasilan FTA.

Date and Venue of The Fourth Meeting

Pertemuan menyepakati bahwa AP-WGCP telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan Term of Reference, apabila tidak ada rekomendasi serta tugas lanjutan dari

Leaders maka working group ini dapat dibubarkan.

2. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI selaku Ketua (Chair) AEM (dan AFTA Council) pada tahun 2011.

Follow up of the Entry into Force of ATIGA

Para Menteri mencatat beberapa tindak lanjut pemberlakuan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), yaitu: (i) penyelesaian jadwal penurunan tarif yang merupakan annex 2 ATIGA oleh seluruh negara ASEAN serta publikasinya pada website Sekretariat ASEAN; (ii) telah dipenuhinya penerbitan Legal Enactment (LE) ATIGA oleh seluruh negara anggota ASEAN kecuali Vietnam yang masih menggunakan LE dalam kerangka Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) dan masih akan berlaku sampai dengan tahun 2013. Vietnam akan menerbitkan LE ATIGA pada akhir tahun 2011 yang akan mencakup komitmennya dalam Priority Integration Sectors (PIS) dan produk petroleum; (iii) bahwa

(15)

Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) akan menyampaikan daftar 7% tarif lines yang diberikan fleksibilitas paling lambat pertengahan tahun 2013.

Gambar 1. Sesi Foto Bersama AEM - 25th AFTA Council Meeting

Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) sepakat mengesahkan Program Kerja Komite Sanitary and Phytosanitary 2011-2015 dan revised list of superseded agreement setelah sebelumnya mendapatkan konfirmasi Thailand terkait pengakhiran ASEAN Industrial Cooperation

(AICO) Agreement serta menugaskan Meeting of Legal Expert untuk memfinalisasi amandemen atas Persetujuan/Protokol yang masih berlaku (subsisting agreement/protocol) agar inline dengan ATIGA.

Pertemuan juga sepakat untuk melakukan transposisi jadwal penurunan tarif ATIGA dari ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) 2007 ke AHTN 2012 pada tanggal 1 Januari 2012 dan masing-masing negara ASEAN wajib memastikan tidak ada komitmen tarif yang mengalami erosi.

Tariff Liberalisation Pertemuan kembali mendorong Indonesia, Malaysia, dan

Vietnam untuk memindahkan produk minuman beralkohol dan tembakau dari kategori General Exclusion List (GEL) sebelum tahun 2015 serta dapat menerapkan kebijakan domestik selain tarif (seperti pajak cukai). Sidang sepakat memperpanjang “waiver” penurunan tarif atas produk gula dan beras Indonesia dan Filipina hingga tahun 2012 berdasarkan Pasal 25 ATIGA (Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar).

Elimination of Non-Tariff Barriers

Dewan AFTA mencatat kegiatan dan kesepakatan yang dicapai terkait program kerja penghapusan Non-Tariff Barriers (NTBs), antara lain, Malaysia dan Thailand telah

(16)

menghapuskan NTBs pada tahap III, sementara negara ASEAN lainnya menyatakan bahwa non-tariff measures

(NTMs) yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan WTO. Lebih lanjut pertemuan juga mencatat bahwa

Coordinating Committee on the Implementation of the

ATIGA (CCA) akan mengembangkan program kerja mengenai NTMs.

Pertemuan menekankan arti penting penghapusan NTBs dalam hubungan ini Dewan AFTA menginstruksikan CCA untuk mulai berdialog dengan private sectors, guna mengidentifikasi hambatan non-tarif yang diterapkan pada tiga sektor prioritas yang memiliki high impact, yaitu: otomotif, elektronik, dan tekstil. Lebih lanjut pertemuan juga menugaskan CCA melalui Senior Economic Officials Meeting (SEOM) untuk membuat stock-taking dan update

hambatan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota ASEAN. Dewan AFTA juga mengesahkan

Guidelines on Import Licensing Procedures (ILPs) yang merupakan panduan bagi penerapan kebijakan prosedur perizinan impor di ASEAN.

Rules of Origin Dewan AFTA mencatat dan menyambut baik pelaksanaan

Pilot Project on Self Certification (SC) sejak tanggal 1 November 2010 oleh Brunei, Malaysia, dan Singapura. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk memperpanjang pelaksanaan pilot project sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 dan mendorong negara ASEAN lainnya untuk berpartisipasi dalam membangun rasa percaya diri (confident building).

Para Menteri juga mencatat concern masing-masing negara terkait dengan pelaksanaan pilot project sebagai berikut:

1)Filipina mengusulkan: (i) agar negara ASEAN lainnya diperbolehkan untuk mengimplementasikan pilot project berdasarkan aturan dan kondisi yang berbeda sesuai tingkat kesiapan masing-masing negara; (ii) mempertimbangkan kemungkinan pemberian “waiver” pada micro and small enterprises (MSEs) yaitu dibebaskan dari kewajiban pemenuhan persyaratan aplikasi SKA guna menunjang daya saing MSEs. Singapura yang didukung oleh Brunei Darussalam berpandangan bahwa pelaksanaan pilot project dengan aturan dan kondisi yang berbeda akan menimbulkan kebingungan di kalangan dunia usaha.

(17)

2)Indonesia tetap konsisten dengan dua requirements

terkait implementasi Self Certification (SC): (i) hanya menerima invoice declaration yang diterbitkan oleh

certified exporter manufacturer/producers; dan (ii) membatasi penandatangan invoice declaration yaitu tiga orang untuk setiap certified exporter manufacturer/producers. Kedua requirements tersebut diajukan dalam rangka pelaksanaan risk management

dan membangun rasa percaya diri mengingat Indonesia adalah negara besar yang berbentuk kepulauan.

3)Vietnam mengemukan bahwa self certification pilot project merupakan important initiative yang akan membawa major changes pada sisi prosedur impor dan ekspor. Dalam hubungan ini Vietnam menekankan pentingnya risk management untuk membentuk rasa

confident dan mendorong agar semua negara ASEAN dapat berpartisipasi dalam pilot project.

Confident Building Dalam rangka confident building, para Menteri

mengarahkan agar segera disepakati tahapan-tahapan/stages dalam implementasi pilot project dengan menerapkan prosedur yang berbeda, membentuk

subgroup atau dengan penggunaan persyaratan spesifik bergantung pada kapasitas masing-masing negara ASEAN. Dalam kaitan ini, pertemuan menugaskan relevant sectoral bodies untuk melanjutkan pembahasan mengenai isu dimaksud sehingga diperoleh jalan keluar terbaik bagi negara anggota ASEAN lain yang belum dapat menerapkan ketentuan OCP (Operational Certification Procedures) pilot project yang berlaku saat ini.

Certificate of Origin Pertemuan menggaribawahi pentingnya mekanisme

pengenalan produk asal ASEAN yang diimpor menggunakan Certificate of Origin Forms yang diterbitkan oleh Negara ASEAN dengan Mitra Dialog, misalnya Form E,

Form AK, dan Form Lainnya untuk diakumulasikan di bawah Form D guna mempertahankan originalitas produk ASEAN. Lebih lanjut Indonesia mengemukakan bahwa untuk mengimplementasikan mekanisme tersebut diperlukan technical capacity dan pengalaman guna menghindari penyalahgunaan di lapangan. Para Menteri menugaskan relevant sectoral bodies untuk mempelajari lebih lanjut mekanisme dimaksud.

Dewan AFTA juga mengesahkan Mekanisme Komunikasi dan Sirkulasi specimen signatures dan penghapusan nilai FOB pada SKA Form D, Form AK, Form AJ, serta Form AANZ

(18)

apabila kriteria change in tariff classification (CTC) atau

wholly obtain, dan process criteria digunakan, di mana Kamboja dan Myanmar diberikan fleksibilitas selama 2 tahun untuk penyesuaian aturan domestik.

Dewan AFTA lebih lanjut menugaskan relevant officials

untuk mengkaji lebih lanjut beberapa rekomendasi penyederhanaan aturan ROO, yaitu: (i) kemungkinan mengadopsi co-equal dan alternative rules (RVC/CTC) atas

automotive parts dan komponen; (ii) pengadopsian

partial/full cumulation pada ASEAN+1 FTAs.

ASEAN Trade Facilitation

Para Menteri mengesahkan penggunaan indicators dari

World Bank Ease of Doing Business (trading accros border) sebagai baseline indicators untuk mengukur tingkat penerapan trade facilitation di masing-masing negara anggota ASEAN. Pertemuan juga mengesahkan the revised of ASEAN Trade Facilitation Work Programme (pada

section SPS) serta mencatat masing-masing perkembangan pembahasan pembentukan ASEAN Trade Repository (ATR) dan pembentukan National Coordinating Committee or

Relevant Focal for ASEAN Trade Facilitation sebagaimana mandat Pasal 13 dan Pasal 50 (2) ATIGA.

Isu Lainnya Pertemuan mencatat penambahan kegiatan the use of the

World Bank Ease of Doing Business Indicators, particularly Trading Across Borders section, of the ASEAN Trade Facilitation Indicators dan pengadopsian the AC-SPS Work Programme dalam AEC Scorecard khususnya yang terkait dengan ATIGA.

Hal lainnya yang juga dicatat oleh Dewan AFTA antara lain adalah kemajuan kerja sama di bidang integrasi pabean serta kerja sama standardisasi dan kesesuaian di ASEAN dan status submisi data perdagangan dan nilai impor Form D dari masing-masing negara anggota. Dalam kaitan ini, para Menteri menugaskan CCA melalui SEOM untuk melakukan kajian tingkat utilisasi Form D dan Form FTAs

lainnya baik dari segi nilai impor maupun ekspor.

3. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, selaku Ketua (Chair) AIA Council

didampingi Menteri Perdagangan RI.

Mengawali pertemuan, Dewan AIA mendengarkan laporan Sekjen ASEAN tentang ASEAN Investment Surveilance 2011

(19)

dan laporan SEOM Chair tentang capaian dan kemajuan implementasi di bidang investasi, antara lain: ratifikasi dan

entry into force of ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) modalitas penghapusan restriksi/hambatan investasi, penghapusan temporary exclusion list (TEL), high impact work program, peningkatan data statistik di bidang investasi, dan implementasi rencana kerja bidang investasi 2010-2011. Di samping itu Dewan AIA juga membahas rencana Indonesia untuk menyelenggarakan ASEAN Investment Forum

menjelang KTT ASEAN pada bulan November 2011.

ASEAN Investment Surveillance Report

(AISR) 2011

Sekretaris Jenderal ASEAN dalam paparannya mengenai

ASEAN Investment Surveillance Report (AISR) tahun 2011 menggarisbawahi pemulihan ekonomi global dan kinerja

foreign direct investment (FDI), ASEAN pada tahun 2010. Hal-hal signifikan yang dilaporkan antara lain adalah pertumbuhan ekonomi ASEAN yaitu 5,1% dan arus masuk FDI ke ASEAN mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 75,8 melebihi nilai FDI pada tahun 2007 sebelum krisis finansial melanda dunia. Hampir semua Negara Anggota ASEAN mengalami peningkatan arus masuk FDI yang cukup tinggi, terutama Indonesia, yang berhasil menjadi salah satu dari 20 tujuan utama FDI di dunia. Nilai FDI Intra-ASEAN pada tahun 2010 mencapai US$ 10 miliar, untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun dan merupakan 16% dari total arus masuk FDI ke dalam ASEAN.

Mengingat lingkungan global FDI untuk ASEAN masih belum pasti (misalnya ketidakpastian pasar di Amerika Serikat), Sekjen ASEAN mengusulkan 3 (tiga) langkah penting yang dapat dilakukan oleh ASEAN, yaitu: (i) memperkuat fasilitasi investasi (mengurangi biaya transaksi, menghapus hambatan/batasan FDI, dan membuat kebijakan yang jelas dan transparan); (ii) fokus pada sumber investasi baru (misalnya FDI di bidang jasa dan investasi non-ekuitas sebagai sumber potensial untuk nilai tambah FDI); dan (iii) mempercepat ratifikasi ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA).

Dewan AIA juga membahas pemikiran tentang perlunya ASEAN menerapkan kebijakan yang dapat memfasilitasi dan mempromosikan investasi intra-regional termasuk dalam mengatasi isu-isu perpajakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Dewan AIA meminta Sekretariat ASEAN untuk dapat melakukan analisis mengenai: (i) sumber dan arah investasi oleh sektor dengan kebijakan sektoral yang lebih spesifik; (ii) faktor yang mempengaruhi investor untuk

(20)

memasuki ASEAN, (iii) hubungan antara FDI dan portofolio investasi dan bagaimana investasi bisa disalurkan menjadi investasi produktif, dan (iv) proporsi arus masuk FDI yang berasal dari China dan jenis industri yang bergerak dari China ke ASEAN.

ASEAN Comprehensive Investment Agreement

(ACIA)

Berkaitan dengan ratifikasi ACIA, Indonesia melaporkan bahwa ACIA telah diratifikasi melalui Perpres No. 49/2011 pada tanggal 8 Agustus 2011 dan akan segera menyampaikan notifikasinya ke ASEAN Secretariat. Pertemuan mengharapkan entry into force ACIA dapat diumumkan pada KTT ASEANbulan November 2011. Oleh karena itu, Thailand diharapkan dapat mendorong Parlemennya untuk segera memberikan persetujuan atas

Reservation List of ACIA dan meratifikasi ACIA dalam waktu sesegera mungkin. Pada kesempatan ini Dewan AIA juga mengesahkan Modalitas Penghapusan/Perbaikan Hambatan Investasi (“Modality for the Elimination/ Improvement of Investment Restrictions and Impediments”).

Dewan AIA juga mencatat perkembangan yang telah dicapai dalam meliberalisasikan investasi yang diatur dalam ASEAN Investment Area (AIA) Agreement yakni sektor maupun sub-sektor yang berada di dalam

Temporary Exclusion List (TEL). Semua negara ASEAN, kecuali Laos dan Thailand, telah menghapuskan sektor dan subsektor TEL sesuai dengan jadwal yang disepakati, yaitu pada tahun 2010. Pertemuan meminta agar Laos dan Thailand dapat segera melakukan phase out seluruh komitmen TEL-nya dan diharapkan dapat diselesaikan paling lambat sebelum akhir tahun 2011.

Enhancing Investment Statistics

Pertemuan mencatat upaya ASEAN Community on Statistical System (ACSS) Committee sebagai badan yang bertanggung jawab dalam memperkuat kemampuan mengembangkan sistem statistik ASEAN yang koheren dan efisien dan menyediakan data statistik secara komprehensif dan mutakhir. Untuk itu, Dewan AIA menyetujui usulan SEOM agar Working Group on Foreign Direct Investment Statistics (WGFDIS) yang sebelumnya berada di bawah kordinasi CCI menjadi di bawah koordinasi ACSS Committee.

ASEAN Investment Forum

Mengakhiri pertemuan, Indonesia menyampaikan rencananya untuk mengadakan Investment ASEAN Forum

(IAF) pada bulan November 2011 menjelang KTT ASEAN ke-19 di Bali. Penyelenggaraan forum ini merupakan yang pertama di ASEAN di mana para Head of Investment

(21)

Agencies diharapkan dapat berdialog dan berbagi pengalaman dalam melaksanakan promosi investasi dan fasilitasi investasi dan jasa untuk menarik FDI. Rekomendasi pertemuan nantinya akan disampaikan kepada Dewan AIA.

4. The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI selaku Ketua (Chair) ASEAN Economic Ministers pada tahun 2011.

Gambar 2. Pertemuan AEM ke-43 Resmi Dibuka Wakil Presiden RI Key Trade

Performances

Para Menteri mencatat laporan Sekjen ASEAN tentang proses pemulihan ASEAN yang terlihat dari angka ekspor dan permintaan dalam negeri yang meningkat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% di tahun 2010. Dilaporkan bahwa pertumbuhan perdangan barang di ASEAN tumbuh sebesar 32,9% dari tahun 2009 ke 2010 dengan nilai perdagangan yang melonjak dari US$ 1,54 triliun tahun 2009 menjadi US$ 2,04 triliun pada tahun 2010. Demikian halnya dengan pertumbuhan di bidang investasi, nilai foreign direct investment (FDI) pada tahun 2010 telah mencapai US$ 75,76 miliar, meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2009, dan melampaui puncak pra-krisis global pada tahun 2007 sebesar US$ 75,8 miliar. Selama dekade terakhir, aliran FDI di ASEAN tumbuh rata-rata 19% per tahun.

Para Menteri juga setuju kalau krisis utang dan masalah fiskal yang dihadapi beberapa negara maju dapat berdampak negatif pada ASEAN melalui pengaruhnya terhadap harga pangan dan komoditas, dan tekanan pasar keuangan. Oleh karena itu, para Menteri sepakat agar

(22)

ASEAN tetap waspada dalam menghadapi risiko-risiko ini dan menekankan bahwa ASEAN harus terus memanfaatkan kekuatan kompetitif melalui integrasi yang lebih dalam dan mengimplementasikan inisiatif integrasi ekonomi dalam waktu yang tepat.

Sekjen ASEAN juga menggarisbawahi 4 (empat) hal penting yang perlu dipastikan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan AEC 2015 yakni: (i) percepatan implementasi AEC Blueprint; (ii) ASEAN Centrality sebagai prinsip ASEAN dalam membangun regional architecture; (iii) pengembangan ekonomi yang merata di ASEAN; dan (iv) penguatan ASEAN Sekretariat dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam mengawal perkembangan integrasi ekonomi ASEAN. Terkait dengan pengembangan ASEAN

Regional Architecture, para Menteri menekankan tentang pentingnya ASEAN memiliki template ASEAN++FTA sebagai basis dan acuan dalam menegosiasikan format ASEAN

Regional Architecture.

ASEAN Economic

Community (AEC)

Scorecard

Para Menteri mencatat capaian ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard pada fase I (2008-2009) dan fase II (2010-2011) sebagaimana dilaporkan oleh SEOM

Chair, masing-masing 83,8% dan 64,10%. Para Menteri menekankan tentang pentingnya mempercepat implementasi 45 komitmen yang sudah melewati target waktu dan 56 komitmen lainnya yang target waktunya akhir bulan Desember 2011. Para Menteri menegaskan kembali komitmennya untuk memberikan prioritas pada proses koordinasi AEC di setiap negara anggota ASEAN termasuk peran penting dari Badan Koordinasi Nasional AEC, untuk menjamin pemenuhan pelaksanaan komitmen AEC oleh setiap anggota.

ERIA Report on the Enhancement of AEC Scorecard and Comprehensive Mid-Term Review (MTR) of AEC Blueprint

Economic Research Institute for ASEAN and East Asia

(ERIA) melaporkan tahapan studi yang telah diselesaikan terkait enhancement of AEC Scorecard yakni: (i) core measures in the AEC Blueprint, dan (ii) scoring methodology for chosen core measures, serta tahapan yang sedang dalam proses penyelesaian yaitu: (a) score countries using the scoring system developed; dan (b)

analysis of scores. Temuan awal menunjukkan bahwa secara umum negara-negara Cambodia, Lao PDR, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) melakukan komitmen liberalisasi jasa lebih baik dari pada pada fasilitasi perdagangan (misalnya National Single Window) dan sebaliknya dengan negara-negara ASEAN-6. Laporan akhir studi ini akan disampaikan ke ASEAN Secretariat pada

(23)

bulan Oktober 2011 dan dipresentasikan ke AEC Council

pada bulan November 2011.

ERIA memaparkan 4 tahapan studi yang akan dilakukan untuk me-review AEC Blueprint, yakni: (i) MTR with ERIA Study on ASEAN SME Policy Index; (ii) MTR Industry Case Anaysis; (iii) MTR Study; and (iv) MTR with ERIA Study on ASEAN + 1 FTAs. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ERIA untuk menginkorporasikan rekomendasi HLTF-EI kepada AEM ke-43 tentang template ASEAN++FTA ke dalam studinya agar dapat lebih bermanfaat bagi ASEAN dalam mengembangkan ASEAN Regional Architecture ke depan. Hasil Mid-Term Review (MTR) akan dilaporkan ke

Senior Economic Officials Meeting (SEOM) pada bulan Juni 2012 dan ke AEM pada bulan Agustus 2012.

Strengthening Equitable Economic Development Pillar of AEC Blueprint

Para Menteri memandang pembangunan ekonomi yang adil dan inklusif merupakan visi ASEAN yang termaktub dalam salah satu pilar AEC Blueprint yang harus diwujudkan bersama dengan 3 pilar lainnya pada tahun 2015. Fokus yang lebih pada pilar ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta negara-negara yang kurang berkembang di ASEAN mendapat manfaat dari Integrasi Ekonomi ASEAN. Para Menteri menyambut baik paparan Indonesia tentang draf Framework Guding Principle for Equitable Economic Developement, salah satu arahan Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-18 bulan Mei 2011. Para Menteri meminta SEOM dan ASEAN Secretariat

mematangkan draf framework tersebut agar dapat difinalisasi dalam AEC Council Retreat pada bulan Oktober 2011. Pada bulan November 2011, Kepala Negara/Pemerintahan diharapkan akan mengadopsi

framework tersebut dan memberikan instruksi kepada Menteri terkait untuk melaksanakannya sebagai panduan bagi ASEAN baik di tingkat regional maupun nasional dalam memberdayakan UKM dan mempersempit kesenjangan pembangunan di dalam negeri dan antara negara anggota ASEAN.

Priority Integration Sectors (PIS)

Pertemuan mencatat update implementasi sektor-sektor prioritas integrasi (PIS) khususnya pada sektor healthcare, e-ASEAN, electronic, air transport, rubber, dan automotive

serta pelaksanaan workshop yang telah dilakukan oleh

country coordinator sebagaimana mandat AEM ke-42 pada tahun 2010. Lebih lanjut pertemuan meminta negara anggota untuk terus melanjutkan dan meningkatkan status implementasi roadmap PIS.

(24)

Para menteri juga meminta seluruh negara anggota untuk berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan PIS mendatang antara lain yaitu: (i) the 23rd ASEAN Furniture Working Committee Meeting pada September 2011, di Jakarta; dan (ii) the 12th ASEAN Electronics Forum pada September 2011 di Manila, Filipina.

Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements

Para Menteri mencatat tanggapan SEOM dan sectoral bodies di bawahnya (CCA, CCI, dan CCS) atas rekomendasi yang bersifat ASEAN-wide dari studi ini dan menugaskan SEOM serta sectoral bodies lainnya untuk mengkaji

implementation gaps antara komitmen regional (ATIGA, ACIA, dan AFAS) dengan peraturan perundangan-undangan di masing-masing Negara-negara anggota ASEAN.

Trade and Services Para Menteri mengesahkan keputusan SEOM untuk

memberikan fasilitas flexibilities kepada negara anggota dalam menyelesaikan AFAS Paket 8 (berupa 15% overall flexibility, provision of substitution, dan pengabaian hambatan pada Mode 3 apabila lolos threshold Foreign Equity Participation) dan mencatat kesulitan yang dihadapi oleh negara anggota ASEAN dalam memenuhi komitmen AFAS Paket 8 meskipun telah menggunakan fasilitas

flexibilities (hingga saat ini hanya Singapura dan Malaysia yang telah memenuhi komitmen). Para Menteri secara tegas meminta 8 negara lainnya untuk berupaya menyelesaikan komitmennya dan menyerahkannya ke ASEAN Secretariat untuk assessment pada bulan November 2011 agar dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2011.

Menyadari kesulitan yang dihadapi oleh anggota ASEAN dalam memenuhi komitmen AFAS Paket 8, para Menteri Ekonomi menugaskan SEOM/Coordinating Committee on Services (CCS) untuk menyampaikan individual assessment

dan action plans dari masing-masing negara anggota dalam memenuhi komitmen ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) hingga 2015 sebelum AEM Retreat tahun 2012

Movement of Natural

Persons (MNP) dan

Mutual Recognition Arrangement (MRA)

Para Menteri menugaskan SEOM/CCS untuk mempercepat penyelesaian ASEAN Agreement on Movement of Natural Person (MNP) sebelum akhir tahun 2011. Para Menteri juga mengingatkan agar MNP agreement tersebut dapat memfasilitasi movement of natural persons (profesional) yang terlibat dalam perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi sebagaimana diamanatkan dalam AEC

(25)

Blueprint. Di samping itu, para Menteri juga menugaskan SEOM/CCS menyusun roadmap atau rencana implementasi dari 7 Mutual Recognition Arrangements

(MRAs) yang telah ditandatangani dalam upaya mempercepat implementasi dan operasionalisasi MRA tersebut.

Financial and Air Transport Services Liberalization

Para Menteri mencatat penyelesaian dan penandatanganan: (i) Protocol to Implement the 5th package on Financial Services di bawah AFAS yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan ASEAN pada tanggal 4 Mei 2011 dan peluncuran the 6th Round of Negotiations on Financial services Liberalisation, yang akan selesai pada tahun 2014; dan (ii) ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Passenger Air Services (MAFLAS) dan protokolnya serta MOU on ASEAN’s Services Engagement with Dialogue Partners pada pertemuan ASEAN Transport Ministers pada bulan November 2010.

Industrial Cooperation Para Menteri sepakat untuk mengakhiri ASEAN Industrial Cooperation Scheme arrangement dengan memasukkan

Basic Agreement on the AICO Scheme ke dalam daftar

superseded agreements under Article91 (2) of ATIGA.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Para Menteri mengesahkan revisi Term of Reference

(TOR) ASEAN Small and Medium Enterprises (SME)

Advisory Board dan menyambut baik laporan the 1st ASEAN SME Advisory Board tentang isu-isu penting, tantangan dan rekomendasi dalam pengembangan SME, antara lain rencana Pertemuan the 1st ASEAN Ministerial Meeting

pada tahun 2012, upaya meningkatkan partisipasi UKM dalam ASEAN Business Awards 2012, peluncuran "Directory of Outstanding ASEAN SME’s 2011”, serta pembentukan ASEAN Expert Panel on SME Access to Finance yang diharapkan dapat melakukan pertemuan konsultasi secara reguler dengan ASEAN SME Advisory Board mulai tahun 2012.

Intelectual Property Rights (IPR) dan

Competition Policy Law

(CPL)

Para Menteri mencatat kemajuan di bidang Intelectual Property (IP) dan mengesahkan ASEAN Intelectual Property Rights (IPR) Action Plan 2011-2015, dan menyambut baik pembentukan “ASEAN IP DIRECT”, sebagai sumber " one-stop shop" yang dapat diakses masyarakat di seluruh situs Kantor IP ASEAN. Para Menteri juga mendukung rencana jangka menengah pengembangan draft Action Plan on Regional Core Competencies serta strategi dan sarana

Regional Advocacy dalam kerangka competition policy and law (CPL), selain itu pertemuan juga menyambut baik penandatanganan Agreement on Multi-Year Program pada

(26)

bulan Juni 2011 yang didanai oleh GIZ (Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit).

ASEAN Community Statistical System

Para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan TOR dari

ASEAN Community Statistical System (ACSS) Committee, dan menyetujui komite ini berada di bawah koordinasi AEM dan dimasukkan dalam daftar lampiran 1, ASEAN

Charter. Para Menteri juga mencatat keberadaan Working Group on Foreign Direct Investment Statistics (WGFDIS) yang sudah masuk di bawah koordinasi ACSS Committee. Para Menteri menggarisbawahi pentingnya ACSS

Committee memiliki mandat yang jelas agar mampu menyediakan data yang akurat dan tepat waktu guna mendukung semua pilar Komunitas ASEAN.

Public Private Sector Engagement

Para Menteri menggarisbawahi pentingnya mengadakan konsultasi dan dialog secara reguler dengan sektor swasta guna membantu ASEAN dalam proses integrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri mengesahkan Rules of Procedures for Private Sector Engagement untuk memastikan keterlibatan sektor swasta secara efektif.

Initiative for ASEAN Integration (IAI)

Para Menteri Ekonomi ASEAN mencatat perkembangan pelaksanaan Initiative for ASEAN Integration (IAI) Work Plan tahap I dan II, menggarisbawahi pentingnya

narrowing development gap (mempersempit kesenjangan pembangunan) di antara negara anggota ASEAN, dan mendukung upaya penyelerasan inisiatif sub-regional dengan AEC Blueprint. Penyelarasan inisiatif sub-regional dengan AEC Blueprint penting dilakukan karena kerja sama sub-regional memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap integrasi ASEAN.

(27)

5. Pertemuan Konsultasi ASEAN-China

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Konsultasi AEM-MOFCOM ke-10 mencatat bahwa berdasarkan data Sekretariat ASEAN, perdagangan ASEAN - China mengalami peningkatan sebesar 39.1% pada tahun 2010 dari US$ 81.6 miliar (2009) menjadi US$ 113.5 miliar (2010), setelah mengalami penurunan tajam pada tahun 2009. Para AEM menilai RRT masih merupakan mitra dagang utama ASEAN dengan pangsa 11.3% dari total perdagangan ASEAN.

Implementasi Persetujuan Barang ACFTA

Ratifikasi Persetujuan Barang dan penerbitan Legal Enactment tentang jadwal penurunan komitmen tarif untuk kategori produk Sensitif diharapkan dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2011 untuk dapat diimplementasikan pada 1 Januari 2012. Para Pihak diharapkan dapat menyampaikan penurunan tarif secara multi tahun. Selain itu, Para Menteri juga menyepakati penerapan ketentuan General Exclusion oleh Brunei Darussalam, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Filipina, dan Vietnam berdasarkan justifikasi ketentuan AC-TIG secara transparan.

Draft Chapter SPS dan

STRACAP

Para Menteri menyambut baik penyelesaian Draft Chapter

SPS (Sanitary and Phytosanitary) dan STRACAP (Standard, Technical Regulations, and Conformity Assessment Procedures) dan menunggu penyelesaian pembahasan

Draft Chapter Customs Procedure and Trade Facilitation

untuk kemudian dapat ditandatangani dalam suatu protokol yang menjadi satu kesatuan dengan Persetujuan Barang ACFTA.

Draf Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA

Draf Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA direncanakan akan ditandatangani pada KTT ASEAN pada bulan November 2011. Untuk itu diharapkan ASEAN dapat mempersiapkan prosedur domestik penandatangan dokumen dimaksud.

ACFTA Joint Committee Para Menteri menyepakati transformasi ACTNC menjadi

ACFTA Joint Committee sebagaimana disepakati oleh para pihak dalam negosiasi di bidang perdagangan, jasa dan investasi. ACFTA Joint Committee diharapkan dapat menjadi lembaga pengkaji, supervisi, koordinasi, dan evaluasi implementasi persetujuan ACFTA.

China - ASEAN Expo

(CAEXPO)

CAEXPO ke-8 yang akan dilaksanakan di Nanning, Guangxi, China, pada tanggal 21-26 Oktober 2011 menyediakan 5 paviliun yakni: paviliun perdagangan komoditi, kerja sama

(28)

investasi, teknologi, perdagangan jasa, dan cities of charm. Kerja sama perlindungan lingkungan akan menjadi tema CAEXPO tahun ini, dengan Malaysia sebagai Country of Honour.

Pan Beibu Gulf

Economic Cooperation

Para Menteri mencatat laporan akhir kajian kerja sama tersebut yang melibatkan seluruh negara ASEAN secara sukarela. Pertemuan mengingatkan agar laporan final kajian tersebut hanya disampaikan sebagai informasi kepada Kepala Negara ASEAN pada November 2012, bukan sesuatu yang harus disahkan.

6. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Total ekspor ASEAN ke Jepang pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 32,0% dari US$ 78,1 Miliar tahun 2009 menjadi sebesar US$ 103,1 Miliar tahun 2010. Total perdagangan juga meningkat sebesar 26,7% menjadi US$ 203,9 Miliar pada tahun 2010. Jepang merupakan mitra dagang ASEAN ke-3 terbesar tahun 2010 dengan share sebesar 10% dari total perdagangan ASEAN, sebaliknya ASEAN merupakan mitra dagang ke-2 terbesar bagi Jepang setelah China. Nilai FDI dari Jepang ke ASEAN meningkat sebesar 124,3% dari US$ 3,8 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 8,4 Miliar pada tahun 2010.

Negosiasi Jasa dan Investasi

Pertemuan mencatat negosiasi persetujuan bidang jasa dan investasi praktis belum dapat diselesaikan karena kedua Pihak melakukan pendekatan negosiasi yang berbeda, kedua pihak sepakat untuk tetap menyelesaikan negosiasi di kedua bidang ini pada tahun 2012.

Kerja Sama Ekonomi Para Menteri menyambut baik laporan Business Dialogue

ke-4 antara Menteri Ekonomi ASEAN, Menteri Jepang,

Sekjen ASEAN, dan FJCCIA (Federation of Japanese Chambers of Commerce and Industry in ASEAN) pada tanggal 9 Juli 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia, dan sepakat akan melakukan ASEAN Ministers Roadshow ke Jepang pada bulan April 2012 untuk mempromosikan hubungan bisnis dan kerja sama ekonomi antara ASEAN dan Jepang.

Business Dialogue ke-5 direncanakan akan diselenggarakan di Bangkok, Thailand, pada bulan Juli 2012.

Pertemuan menugaskan SEOM mengembangkan suatu

roadmap untuk kerja sama ekonomi ASEAN-Jepang dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN dan AEM-METI Economic and Industrial Cooperation Committee (AMEICC). Roadmap tersebut

(29)

bertujuan untuk mempromosikan kemitraan strategis di bidang perbaikan lingkungan usaha, perdagangan dan fasilitasi investasi dan liberalisasi, peningkatan infrastruktur, konektivitas, peningkatan SDM dan koordinasi dalam peraturan, dan kebijakan domestik.

AEM-METI Economic and Industrial

Cooperation Committee

Para Menteri mencatat laporan tentang pelaksanaan sejumlah proyek dalam rangka AMEICC, terutama proyek yang menunjang proses integrasi ekonomi regional.

7. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Konsultasi ASEAN-ROK ke-8 mencatat nilai perdagangan ASEAN-Korea pada tahun 2010 mencapai US$ 98.1 miliar, naik 31.3% dibandingkan tahun 2009 yang mencapai US$ 74.7 miliar. Pada tahun 2010, ASEAN merupakan negara mitra dagang ke-2 bagi Korea sementara Korea merupakan negara mitra dagang ke-5 bagi ASEAN. Total FDI dari Korea di ASEAN pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 155,7%, dari US$ 1,4 Miliar di tahun 2009 menjadi US$3.8 miliar pada tahun 2010.

Implementasi

Perdagangan Barang AKFTA

Para Menteri mencatat hasil Joint Impact Study AK-TIG yang menyatakan bahwa AK-TIG telah mengakibatkan

trade creation and expansion di antara para Pihak, serta rendahnya utilisasi penggunaan SKA Form-AK. Diduga hal ini disebabkan antara lain oleh rendahnya pemahaman sektor usaha, kurangnya informasi mengenai tarif preferensi, serta prosedur administratif yang terlalu rumit dalam memperoleh tarif preferensi (penggunaan SKA Form-AK). Untuk itu, para Menteri menyepakati pembentukan AKFTA website dan seminar kit sebagai salah satu upaya sosialisasi dan peningkatan utilisasi.

Draft Protocol to Amend AK-TIG

Pertemuan konsultasi mengharapkan seluruh pihak dapat segera menyelesaikan protokol untuk memfasilitasi pemindahan komitmen produk jalur Sensitif ke jalur Normal dan perubahan Operational Certification Procedures (OCP) agar dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-ROK pada bulan November 2011.

Review Produk Sensitif 2012 dan Persetujuan Jasa

Sesuai amanat pasal 15(2) Persetujuan Trade in Goods

(TIG) dan Pasal 26 Persetujuan Jasa AKFTA, para Menteri menugaskan Implementing Committee untuk melakukan

review produk sensitif dan persetujuan jasa yang bertujuan meningkatkan akses pasar dan meningkatkan liberalisasi sektor jasa di antara para Pihak.

(30)

Kerja Sama Ekonomi Para Menteri mencatat bahwa 11 proyek di bawah kerangka kerja sama ekonomi ini telah diimplementasikan dan 18 proyek lagi sedang dilaksanakan, dan menugaskan

Working Group Economic Cooepration untuk melakukan evaluasi terhadap pemanfaatan dana AKFTA yang menunjang integrasi ekonomi regional. Korea menginformasikan bahwa kontribusi tahunannya pada

ASEAN-Korea Economic Cooperation Fund telah disampaikan yakni sebesar US$ 500.000.

8. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Nilai total perdagangan antara ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 26,6%, dari US$ 49,2 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 62,3 Miliar di tahun 2010. Nilai foreign direct investment dari Australia dan Selandia Baru ke ASEAN juga meningkat sebesar 80% dari US$ 1,04 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 1,9 Miliar di tahun 2010.

Implementasi

Perdagangan Barang AANZ

Semua negara anggota ASEAN, Australia, dan Selandia Baru telah meratifikasi dan mengimplementasikan Trade in Goods (TIG) AANZFTA, namun Indonesia masih dalam proses penerbitan Peraturan Menteri Keuangan/PMK sebagai legal enactment. Para Menteri menyambut baik perkembangan Indonesia dan mengharapkan Indonesia segera mengimplementasikan AANZFTA.

Kerja Sama Ekonomi Australia dan Selandia Baru sangat concern terhadap

Economic Cooperation sesuai Bab 12 AANZFTA. Kerja sama ekonomi tersebut dilaksanakan dengan Economic Cooperation Support Programme (AECSP) untuk jangka waktu 5 tahun (2010-2014) dengan estimasi biaya AUD 20-25 Juta. Dana yang sudah dikeluarkan oleh AECSP sampai sekarang sebesar AUD 3,2 juta, dan untuk proyek tahun 2011-2012 sebesar AUD 5,8 juta. Proyek kerja sama ekonomi yang didanai antara lain: (i) in-country training on ROO for Cambodia and Laos; (ii) ASEAN Regional Diagnostics Network on Sanitary and Phytosanitary Measures; (iii) Forum on ASEAN Regional Qualifications Framework to support education services; dan (iv)

Workshop on Accession to the WIPO Madrid Protocol. Para Menteri mencatat kemajuan yang dicapai dalam penyederhanaan prosedur administrasi melalui penghapusan nilai FOB pada Surat Keterangan Asal (SKA), dengan fleksibilitas 2 tahun untuk Kamboja dan Myanmar.

(31)

ASEAN-CER Integration Forum

Para Menteri menyambut baik peluncuran CER-ASEAN Integration Partnership Forum (IPF) yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia. Forum tersebut menginformasikan pengalaman Australian dan Selandia Baru dalam membangun CER dan “Single Economic Market” kedua negara. Forum ini diharapkan dapat mendorong dilakukannya dialog antara ASEAN dan CER berkaitan dengan isu integrasi ekonomi dan

connectivity. Integration Partnership Forum berikutnya, akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2012.

9. Pertemuan Konsultasi ASEAN-India

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Total perdagangan antara ASEAN dan India pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 41,4% dari US$ 39,1 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 55,3 Miliar pada tahun 2010. India merupakan mitra dagang ke-6 bagi ASEAN. Total foreign direct investment dari India ke ASEAN meningkat 200% dari US$ 0,8 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 2,5 Miliar pada tahun 2010.

Implementasi Persetujuan

Perdagangan Barang (TIG)AIFTA

ASEAN dan India telah mengimplementasikan Trade in Goods (TIG), setelah Indonesia, Kamboja, dan Filipina entry into force masing-masing pada tanggal 1 Oktober 2010 (Indonesia), 15 Juni 2011 (Kamboja), dan 17 Mei 2011 (Filipina). Berkaitan dengan Product Specific Rules (PSR), India masih tetap mempersyaratkan kemajuan perundingan di bidang services dan investment untuk penyelesaian perundingan PSR.

Trade in Services (TIS) India setuju untuk membuat single most-favoured-nation

(MFN) offer kepada negara-negara ASEAN kecuali Filipina, namun offer India tersebut kurang dari offer sebelumnya, dan bahwa di bawah posisi India di WTO.

Trade in Investment

(TII)

India dapat menyetujui posisi negative list ASEAN dengan syarat jika ASEAN menyetujui posisi India terhadap beberapa isu yakni covered investment, taxation as means of indirect expropriation, dan MFN. ASEAN menilai bahwa isu negative list ini bukan merupakan konsesi istimewa dari India mengingat India juga telah memberikan negative list

ini pada FTA dengan negara-negara lainnya.

Para Menteri menugaskan Senior Economic Officials Meetings untuk meneruskan perundingan di bidang

services, investment, dan Products Specific Rules (PSR) sesuai dengan mandat dari Framework Agreement AIFTA,

(32)

sehingga persetujuan jasa dan investasi dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-India pada bulan November 2011.

10. Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus(China, Jepang, dan Korea)

Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Para Menteri ASEAN menanggapi secara positif proposal Jepang dan Chinatentang “Initiative on Speeding Up Establishment of an East Asia Free Trade Area (EAFTA) and Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA)” yang mengusulkan pembentukan 3 (tiga) working groups (WGs) di bidang barang, jasa, dan investasi. Pertemuan sepakat bahwa saat ini bukan waktu yang tepat bagi ASEAN untuk membentuk WGs yang diusulkan oleh China dan Jepang karena 2 (dua) APWGs (EC dan ROO) masih dalam proses menyelesaikan tugasnya serta menyusun rekomendasi final.

Selanjutnya, para Menteri menugaskan SEOM untuk mempelajari rekomendasi dari 4 (empat) WGs tersebut dan merumuskan langkah praktis tindak lanjut untuk 4 bidang tersebut dalam konteks pengembangan emerging regional architecture, termasuk untuk mematangkan

template/guiding principles sebagai dasar ASEAN++ FTA dengan mempertimbangkan joint proposal dari China dan Jepang tersebut. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat diselesaikan sebelum pertemuan KTT ASEAN ke-19, bulan November 2011. Selanjutnya, para Menteri sepakat akan melakukan pertemuan khusus pada pertengahan bulan Oktober 2011 guna memfinalisasi konsep ASEAN Regional Architecture dan 2 konsep lainnya yang juga disiapkan oleh Indonesia yakni Guiding Principles for Equitable Economic Development dan ASEAN Beyond 2015 untuk disahkan oleh Para Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-19 pada bulan November 2011.

Pertemuan juga mencatat perkembangan implementasi proyek ASEAN+3, termasuk ICT Cooperation Toward Co-Prosperity in East Asia Project yang telah diimplementasikan oleh Korea. Proyek ini menjembatani kesenjangan digital dan membangun kapasitas di negara berkembang.

Gambar

Gambar 1. Sesi Foto Bersama AEM - 25 th  AFTA Council Meeting
Gambar 2. Pertemuan AEM ke-43 Resmi Dibuka Wakil Presiden RI
Gambar 3. Sesi Foto Bersama Pertemuan AEM ke-43
Gambar 4. Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi USTR
+3

Referensi

Dokumen terkait

(perjudian). Alasannya karena tertanggung mengharap-harap sejumlah harta tertentu bila benar-benar mengalami musibah, seperti kematian terlalu cepat atau pemegang

Klik icon line lagi, dari sudut kiri bawah tidak diklik hanya disenter kemudian ditarik keatas lurus 30mm klik, kemudian tarik kesamping kanan dengan ukuran

Dalam bentuk uang pangsa ekspor cokelat dan produk cokelat dalam volume produksi cokelat di Rusia dalam beberapa tahun ke depan akan naik dan pada tahun 2015 akan

Kekurangan ini akan lenyap dengan sendirinya kalau kaum intelektual kita dapat didikan di dalam perguruan sehingga diperoleh orang-orang Indonesia yang cinta pada nusa dan

Skripsi yang berjudul “Pemilihan Bahan Amelioran untuk Mengatasi Keracunan Aluminium pada Tanaman Padi di Tanah Sulfat Masam” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

Kualitas dari sistem informasi tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat, tepat pada waktunya dan relevan (Siagian, 2006:37). a) Akurat, maksudnya adalah

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang

Hal in i terlihat bahwa masih rendahnya kinerja produk yang dihasilkan pada fa mily firm a wa l berdiri, tetapi saat ini fa mily firm te lah mengala mi peningkatan