DITERBITKAN OLEH :
DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 17 / III / 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 8 BAB I KINERJA…………....……... 9A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 9
Pertemuan United States - Measures Affecting the Production and Sale of CloveCigarettes Oral Hearing...………... 9
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 13
1. ASEAN High-Level Task Force (HLTF) on Economic Integration... 13
2. Pertemuan ASEAN Economic Minister (AEM) Retreat ke-18... 15
3. The 1st Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN... 19
4. Pertemuan the 7th Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin... 21
5. Pertemuan Legal Experts on the ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)... 24
6. 7th Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (7th CCA)... 25
7. Ministerial Meeting of Bilateral Economic Working Groups Between the Republic of Indonesia and the Republic of Singapore... 29
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 31
1. Pertemuan Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-15... 31
2. Pertemuan Rangkaian APEC Senior Officials' Meeting 1 (SOM-1)... 34
3. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-1... 36
4. Pertemuan Subfora APEC - Market Access Group (MAG)... 47
5. Experts Group on Illegal Logging and Associated Trade (EGILAT)... 52
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 54
1. Penandatanganan Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Pakistan... 54
2. Pertemuan Reguler Tingkat Ahli dan Pejabat Senior Indonesia – Aljazair... 55
E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa... 58
1. Pertemuan ASEAN Caucus Week on Services... 58
F. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan
Internasional... 67
Sosialisasi Hasil Joint Study Group (JSG) Indonesia – Turki... 67
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 69
A. Kendala dan Permasalahan….………... 69
B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 70
KATA PENGANTAR
Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.
Terima kasih.
Jakarta, Februari 2012 DIREKTORAT JENDERAL KPI
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Februari 2012, antara lain:
Pertemuan United States - Measures Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes Oral Hearing
Sidang bertujuan untuk melakukan dengar pendapat atas gugatan banding yang
dilakukan Amerika Serikat (AS) terkait Final Report of Panel United States - Measures
Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes.
ASEAN High-Level Task Force (HLTF) on Economic Integration
Pertemuan HLTF kali ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan: (i) ASEAN Economic
Community Beyond 2015; (ii) High Impact Targets of ASEAN Economic Community; (iii)
Structural and Regulatory Reform; (iv) Business Facilitation; (v) Trade Policy Dialogue and Review; (vi) ASEAN Connectivity; (vii) Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN; dan (viii) ASEAN Cooperation on Halal Products and Services.
Pertemuan ASEAN Economic Minister (AEM) Retreat ke-18
Pertemuan ini merupakan pertemuan rutin para Menteri dalam format retreat guna
membahas hal-hal penting yang memerlukan keputusan maupun arahan untuk
ditindaklanjuti oleh SEOM dan/atau Sekretariat ASEAN. Agenda retreat secara garis
besar terbagi ke dalam tiga topik utama, yakni (i) AEM Deliverables and Activities for
2012; (ii) ASEAN Internal Integration; dan (iii) ASEAN External Economic Relations.
The 1st Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second
Pilot Project on Self-Certification in ASEAN
The Second Self-Certification Pilot Project bertujuan untuk menciptakan confident building sesuai dengan amanat 25th AFTA Council, yaitu bagi negara anggota ASEAN
yang belum bergabung dalam Pilot Project untuk segera menyepakati
tahapan-tahapan/stages dalam implementasi pilot project, berdasarkan kapasitas
masing-masing negara ASEAN.
Pertemuan the 7th Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin
Pertemuan membahas beberapa isu: (i) Transposition from the AHTN 2007 into the
AHTN 2012 and its implication to ATIGA Tariff Reduction Schedule; (ii) Self-Certification; (iii) The Aspect of Risk Management in Self-Certification; (iv) Mechanism for Recognition of ASEAN-Originated Products Imported under Various Forms, e.g. Form E, Form AK, Form AJ and so forth, to be cumulated under Form D; (v) Sectoral Study on the Most Appropriate ROO; (vi) Lao PDR Proposed Amendments to the ATIGA OCP; (vii) Private Sector Inputs on ROO; (viii) Implementation Issues; dan (ix) Other Matters.
Pertemuan Legal Experts on the ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
Pertemuan sepakat bahwa skema Perjanjian Kerja Sama Industrial ASEAN (AICO) dan Protokolnya akan diterminasi dengan cara memasukkan perjanjian tersebut ke dalam
the list of superseded Agreements under Article 91(2) of ATIGA. Terminasi AICO Agreement dan Protokol akan berlaku setelah 3 (tiga) bulan sejak berlakunya the Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements related to Trade in Goods. 7th Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (7th
CCA)
Pertemuan difokuskan pada: (i) AEC Scorecard; (ii) Transposition from the AHTN 2007
into the AHTN 2012 and its Implications to ATIGA Tariff Reduction Schedules; dan (iii)
Elimination of Non-Tariff Barriers.
Ministerial Meeting of Bilateral Economic Working Groups Between the Republic of
Indonesia and the Republic of Singapore
Kinerja perdagangan bilateral Indonesia-Singapura saat ini masih defisit untuk
Indonesia. Untuk itu dengan adanya keenam Working Group bidang ekonomi akan
dapat dimanfaatkan khususnya oleh Indonesia dalam upaya untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara
Pertemuan Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-15
Indonesia dan Malaysia menyepakati program-program yang akan dilakukan dalam
rangka menghadapi anti palm oil campaign. Kedua negara berencana untuk
melakukan Joint Ministerial Program ke Environmental Protection Agency (EPA)
Amerika Serikat yang akan dikoordinasi oleh Malaysia pada akhir bulan Maret 2012
untuk mengajukan tanggapan terhadap Notice of Data Availability (NODA) Renewable
Fuel Standard 2 Program (RFS2).
Pertemuan Rangkaian APEC Senior Officials' Meeting 1 (SOM-1)
Pertemuan membahas empat prioritas APEC Russia 2012, yaitu: (i) Trade and
investment liberalization, regional economic integration; (ii) Strengthening food security; (iii) Establishing reliable supply chains; dan (iv) Intensive cooperation to foster innovative growth. Dibahas pula tindak lanjut prioritas APEC Amerika Serikat 2011 dan isu-isu lainnya.
Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-1
Pertemuan membahas beberapa agenda: (i) Support for the Multilateral Trading
System; (ii) Trade and Investment Liberalization, Regional Economic Integration; (iii)
Contribution to Establishing Reliable Supply-chains; (iv) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence; (v) Contributions to APEC Leaders’ Growth Strategy, Including Innovative Growth; dan (vi) Industry Dialogue.
Pertemuan Subfora APEC - Market Access Group (MAG)
Pertemuan membahas beberapa agenda: (i) Support the Multilateral Trading System;
(ii) Support for Regional Economic Integration; (iii) APEC Growth Strategy; (iv) Joint
Market Access Group - Group on Services; dan (v) Expected Outcomes/Deliverables for 2012.
Experts Group on Illegal Logging and Associated Trade (EGILAT)
Indonesia menyambut baik dengan terbentuknya EGILAT (di bawah Fora Steering
Committee on Ecotech/SCE) ini karena terdiri dari berbagai unsur instansi kehutanan dan instansi perdagangan sehingga diharapkan kedua instansi tersebut dapat
mensinergikan combatting illegal logging dan promoting trade secara legal.
Penandatanganan Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia-Pakistan
Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Indonesia dan Pakistan mencakup beberapa ketentuan antara lain pengurangan tarif secara progresif dan penghapusan hambatan non-tarif untuk perdagangan barang yang akan ditentukan oleh Para Pihak; produk/komoditas (manufaktur dan pertanian) atas dasar saling menguntungkan yang akan dimasukkan dalam PTA; modalitas pengurangan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif dan aturan tentang ketentuan asal barang. Persetujuan ini terdiri atas sepuluh pasal.
Pertemuan Reguler Tingkat Ahli dan Pejabat Senior Indonesia - Aljazair
Pertemuan reguler tingkat ahli dan pejabat senior dari berbagai sektor antara Indonesia-Aljazair merupakan tindak lanjut dari hasil konsultasi bilateral pada bulan Mei 2011 guna mengeksplorasi sektor-sektor potensial untuk dikerjasamakan oleh kedua negara sekaligus untuk mempersiapkan substansi kerja sama yang telah ada untuk dibahas dan difinalisasi pada pertemuan Sidang Komisi Bersama Tingkat Menteri Luar Negeri ke-2 yang akan dilaksanakan tahun 2012 di Alger, Aljazair.
Pertemuan ASEAN Caucus Week on Services
Pertemuan membahas beberapa isu: (i) ASEAN-lndia Draft Text Trade in Services
Agreement; (ii) ASEAN-lndia Definition on Natural Persons; (iii) ASEAN-lndia Annex on Financial Services; (iv) ASEAN-Japan Annex on Financial Services; (v) ASEAN-Japan Annex on Telecommunication Services; (vi) ASEAN-Japan Draft Text Trade in Services Agreement; dan (vii) ASEAN Framework on Regional Comprehensive Economic Partnership (AF-RCEP).
Pertemuan Subfora APEC - Group on Services (GOS)
Pertemuan membahas beberapa agenda: (i) APEC 2012 priorities; (ii) CTI 2012 work
program; (iii) GOS Work Program (Completed Projects, Updates on Current GOS Activities, Discussion of New Work Programs in GOS); dan (iv) Other Issues.
Sosialisasi Hasil Joint Study Group (JSG) Indonesia - Turki
Sosialisasi ini bertujuan untuk mensosialisasikan kepada para stakeholder rekomendasi
dan hasil dari serangkaian pertemuan Joint Study Group Indonesia - Turki yang telah
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Sesi Foto Bersama AEM Retreat ke-18...……….. 15
Gambar 2 Pertemuan Bilateral Indonesia – Myanmar... 19
Gambar 3 Sesi Foto Bersama First Senior Officials' Meeting... 35
Gambar 4 Committee on Trade and Investment Meeting – Trade Policy Dialogue... 37
Gambar 5 Committee on Trade and Investment Meeting – Trade Policy Dialogue APEC Experts Group on Illegal Logging and Associated Trade... 52
Gambar 6 Signing Ceremony of the Preferential Trade Agreement... 55
Gambar 7 Pertemuan ASEANCaucus Week on Services... 63
BAB I
KINERJA
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral
Pertemuan United States - Measures Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes Oral Hearing
Pertemuan United States - Measures Affecting the
Production and Sale of Clove Cigarettes Oral Hearing
berlangsung di Jenewa pada tanggal 9-10 Februari 2012. Sidang bertujuan untuk melakukan dengar pendapat atas gugatan banding yang dilakukan Amerika Serikat (AS)
terkait Final Report of Panel United States - Measures
Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes.
Pelaksanaan Oral Hearing dibagi dalam 4 (empat) tahapan
yaitu pembacaan opening statement from parties (AS dan
Indonesia) di mana masing-masing pihak diberikan waktu
25 menit, opening statement from 3rd Participants (Brasil,
Uni Eropa, Turki, Guatemala, Kolombia, Norwegia, dan Republik Dominika) di mana masing-masing diberikan waktu 10 menit, sesi menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh Appallate Body Members, dan closing statement dari
seluruh peserta.
Opening Statement from USA
Amerika Serikat diberikan kesempatan pertama untuk
membacakan opening statement. Amerika Serikat
mengajukan banding terhadap 3 (tiga) article dari Final
Report of Panel United States - Measures Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes. Ketiga pasal
tersebut adalah Art. 2.1, Art. 2.12, dan sebagian Art. 2.1
Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement.
Amerika Serikat beranggapan bahwa Panel melakukan kekeliruan dalam memberikan interpretasi hukum untuk Pasal 2.1 dengan menyimpulkan bahwa rokok kretek impor
dan rokok mentol dalam negeri dikategorikan sebagai "like
product". Amerika Serikat berpandangan bahwa Panel cacat dan kurang lengkap dalam melaksanakan analisis
"like product" terhadap 2 (dua) kriteria dalam penilaiannya
yaitu end-uses dan consumer tastes and habits. Selain itu
AS berpandangan Panel keliru dalam melakukan interpretasi atas produk-produk apa yang seharusnya diperbandingkan. Panel hanya membandingkan rokok kretek Indonesia dengan rokok mentol dalam negeri, dan tidak membandingkan rokok barang impor sejenis secara kelompok dengan barang domestik lokal secara kelompok.
Terkait Pasal 2.12, AS berpandangan bahwa Panel melakukan kekeliruan dalam menginterpretasikan Paragraf 5.2 Doha Ministerial Decision sebagai sebuah "rule” yang
digunakan terkait article 2.12. Amerika Serikat
berpendapat bahwa hal ini tidak sesuai dengan Art. IX:2
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT).
Amerika Serikat berpendapat bahwa keputusan Panel
memiliki 3 (tiga) kesalahan ketika mengaitkan Section
907(a)(1)(A) dengan Article 2.1 TBT. Kesalahan tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Panel salah dalam menafsirkan para 5.2 Doha
Ministerial Decision;
2) Indonesia tidak pernah mengajukan bukti prima facie,
yang diajukan adalah beban pembuktian ada di AS sehingga Indonesia hanya mengajukan bukti pada saat
persidangan di Panel maupun di Appellate Body; dan
3) Panel salah ketika menyatakan AS tidak menggunakan
bantahan kasus prima facie.
Opening Statement from Indonesia
Indonesia dalam opening statement menyatakan Panel
tidak melakukan kesalahan dalam memberikan interpretasi
hukum analisisnya terkait end-uses dari rokok mentol dan
rokok kretek. Laporan dan catatan Panel dalam kasus ini
mengindikasikan bahwa panel telah hati-hati
mempertimbangkan bukti-bukti serta argumen yang
diberikan pihak-pihak terkait end-uses tersebut.
Selanjutnya, bukti dalam pencatatan telah didukung dalam
kesimpulan Panel bahwa end-uses dari kedua jenis rokok
tersebut adalah sama.
Indonesia juga menganggap bahwa Panel telah melakukan
analisis mendalam tentang consumer tastes and habits.
Panel telah tepat mendefinisikan kelompok konsumen
yang harus dipertimbangkan dalam perbandingan "like
product", seperti consumer tastes and habits di kalangan muda baik yang telah merokok maupun belum merokok. Panel beranggapan konsumen-konsumen tersebut relevan terkait analisis "like product", di mana Section 907(a)(1)(A) adalah suatu peraturan teknis yang bertujuan mengurangi perokok usia muda.
Indonesia menganggap bahwa klaim AS, yang menyatakan Panel telah gagal membuat penilaian objektif atas fakta-fakta dengan mengabaikan bukti-bukti pada catatan,
dengan demikian bertindak tidak konsisten dengan Art. 11
beralasan dan harus ditolak. Sebagaimana telah dibuktikan dalam laporan, Panel menganggap bukti yang disampaikan oleh AS dan menetapkan bahwa hal tersebut tidak cukup untuk mewakilkan mana rokok yang telah dijual di AS pada saat kebijakan tersebut diberlakukan.
Panel sudah benar menyatakan bahwa kebijakan AS tentang rokok yang menempatkan rokok kretek
memperoleh perlakuan yang tidak sama (less favorable
treatment) dibanding rokok mentol.
Indonesia berpandangan bahwa gugatan AS bahwa Panel telah melakukan kekeliruan dalam memutuskan bahwa
Section 907(a)(1)(A) tidak konsisten dengan Art 2.12 TBT Agreement tidak benar dan seharusnya ditolak oleh
Appellate Body, Indonesia memiliki pandangan yang sama dengan Panel bahwa "a reasonable interval" tidak kurang
dari 6 (enam) bulan dalam Paragraf 5.2 Doha Ministerial
Decision adalah interpretasi yang mengikat terhadap "a reasonable interval" dalam Art 2 12 TBT Agreement.
Indonesia juga sependapat dengan Panel bahwa Paragraf
5.2 sesuai dengan tujuan Art IX.2 GATT.
Opening Statement from 3rd Participants
Dalam opening statement, Brasil menyampaikan informasi
mengenai Article 11 Dispute Settlement Undestanding
(DSU) yang terkait dengan penilaian fakta dan bukti-bukti
yang disampaikar Panel. Brasil juga sependapat dengan
pandangan Panel terkait legal standard dalam penilaian
likeness sesuai Art. 2.1 TBT Agreement.
Kolombia dalam opening statement hanya memberikan
tanggapan atas gugatan banding AS terkait Art. 2.12 TBT
Agreement. Kolombia menyampaikan ketidaksetujuannya
atas digunakannya Paragraf 5.2 Doha Ministerial Decision
terkait "a reasonable interval" oleh Panel sebagai
keputusan yang mengikat terhadap "a reasonable interval"
dalam Art. 2.12 TBT Agreement.
Dalam opening statement, Guatemala menyampaikan
pendapat mengenai "like product" dan "treatment less favorable". Sedangkan Norwegia menyampaikan
pendapatnya mengenai "less favorable treatment".
Turki dalam opening statement menyampaikan
pendapatnya mengenai "like product" dan "less
favorable treatment". Menurut Turki, Panel bebas melakukan penilaian secara kasus per kasus dalam
menentukan "like product atau bukan "like product".
Sedangkan Uni Eropa menyampaikan pendapat mengenai
Sesi Tanya jawab Pada sesi tanya jawab, Appellate Body (AB) Member
mengajukan beberapa pertanyaan terkait pasal-pasal
gugatan banding atas final report of Panel yang diajukan
oleh AS. Pertanyaan-pertanyaan tersebut ditujukan baik
kepada parties maupun kepada third participants.
Terkait Art. 2.1 TBT Agreement, AB Member bertanya
apakah konsep "like product" dalam Art. 2.1 TBT
Agreement memiliki cakupan yang sama dengan konsep
"national treatment" dalam ARt. III:4 GATT dan "most favoured nation" dalam Art. 1 GATT. AS menyatakan tidak
ada perbedaan cakupan mengenai arti "like product"
dalam Art. 2.1 TBT Agreement terhadap konsep "national
treatment" dalam Art. III:4 GATT dan "most favoured nation" Art. 1 GATT. Indonesia juga menyampaikan tidak
ada perbedaan arti atas konsep "like product" dalam
dalam Art. 2.1 TBT Agreement maupun terhadap Art. I &
Art. III:4 GATT. Uni Eropa, Meksiko, Brasil, dan Guatemala juga menyampaikan jawaban yang sama.
Terkait klaim AS yang menyatakan Panel telah melakukan kekeliruan karena hanya membandingkan rokok kretek
dengan rokok mentol sebagai like product sedangkan
rokok beraroma lainnya tidak ikut disbanding. AB Member
bertanya apakah secara competitive base, rokok kretek,
candy cigarettes, dan rokok mentol dapat dikategorikan
sebagai like product. Amerika Serikat menjawab bahwa
secara competitive base ketiga jenis rokok tersebut dapat
dikategorikan sebagai like product. Oleh karena itu
seharusnya Panel mengikutsertakan rokok beraroma
lainnya dalam analisisnya untuk menentukan like product.
Menanggapi hal ini, Indonesia juga menyampaikan bahwa ketiga jenis rokok ini memang dapat dikategorikan sebagai
like product. Kemudian Indonesia juga menambahkan bahwa Panel memiliki hak diskresi dalam menentukan produk apa yang akan dijadikan sebagai analisis dalam putusannya.
Keputusan Appellate Body terkait kasus ini diperkirakan
akan dikeluarkan dua bulan setelah pihak penggugat mengajukan banding (5 Maret 2012) dan paling lambat 3 bulan setelah tanggal pengajuan banding (5 Maret 2012).
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. ASEAN High-Level Task Force (HLTF) on Economic Integration
ASEAN High-Level Task Force (HLTF) on Economic Integration telah melaksanakan pertemuannya yang ke-21 pada tanggal 5 dan 6 Februari 2012 di Bangkok, Thailand.
Pertemuan dipimpin oleh Permanent Secretary, Ministry of
Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam, dan dihadiri oleh wakil dari seluruh Negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN.
ASEAN Economic Community Beyond 2015
Asian Development Bank Institute (ADBI) memaparkan
secara garis besar hasil kajiannya berjudul ASEAN 2030:
Growing Together for Economic Prosperity. Berbeda dari kajian serupa lainnya yang didasarkan pada target kuantitatif hasil ekstrapolasi nilai perdagangan dan investasi, kajian ADBI didasarkan pada survei atas aspirasi pemangku kepentingan mengenai gambaran ASEAN pada tahun 2030. Negara anggota memberikan sejumlah masukan untuk dipertimbangkan, sementara Indonesia menyampaikan perlunya menginformasikan kajian ini kepada dua Komunitas ASEAN lainnya (Politik-Keamanan
dan Sosial-Budaya), agar “Asean Economic Community
2015 benchmark” tetap menjadi target penting untuk dicapai ASEAN, dan perlunya kejelasan definisi atau
pemahaman mengenai “equitable ASEAN”.
High-Level Task Force menegaskan bahwa laporan hasil
kajian ini sepenuhnya merupakan laporan dari ADBI dan
bukan laporan ASEAN atau Sekretariat ASEAN, namun dapat digunakan ASEAN sebagai salah satu referensi dalam
merumuskan konsep ASEAN Beyond 2015.
High Impact Targets of ASEAN Economic Community
Sekretariat ASEAN bekerja sama dengan Bank Dunia telah
mengembangkan 15 high impact targets atau indicators
untuk mengukur efektivitas integrasi ekonomi ASEAN
menuju Asean Economic Community (AEC) 2015. Beberapa
Negara anggota menekankan perlunya proses monitoring segera dilakukan mengingat target 2015 hanya tinggal tiga tahun lagi. Sementara itu Indonesia masih meminta kejelasan metodologi penetapan dan pengukuran indikator ini di tingkat regional dan khususnya nasional, terutama mengingat tantangan yang dihadapi masing-masing Negara berbeda satu dari yang lain. Sekretariat ASEAN
akan mengkaji berbagai masukan dari HLTF agar high
impact targets atau indicators ini dapat diselesaikan pada pertemuan HLTF berikutnya pada bulan Juli 2012.
Structural and Regulatory Reform
High-Level Task Force sepakat untuk melaksanakan ASEAN Symposium on Regulatory Reform pada bulan Juli 2012 di Manila, Filipina. Simposium pertama ini akan mengambil
tema Supply Chain Connectivity and Logistics Sector karena
merupakan sektor yang dapat membawa dampak signifikan pada sektor lainnya.
Enhancing ASEAN Connectivity
High-Level Task Force sepakat bahwa penguatan konektivitas memerlukan koordinasi yang efektif di tingkat regional, sub-regional, nasional, dan lokal. Di tingkat regional/ASEAN, upaya penguatan konektivitas ini melibatkan 28 institusi dari tiga komunitas ASEAN. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang holistik dan tidak sektoral untuk memperkuat konektivitas mata rantai suplai
yang bersifat cross-cutting.
Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN
High-Level Task Force membahas pemahaman dasar
(basic) dari ASEAN Framework for Regional Comprehensive
Economic Partnership atau AF-RCEP, terutama mengenai
“sequential approach” dan format negosiasi (ASEAN+n atau ASEAN10+n). Mengenai format negosiasi, HLTF
sepakat untuk menyerahkannya kepada working group
yang akan dibentuk di bawah SEOM untuk mengkajinya
bersamaan dengan perumusan ASEAN template.
Sementara mengenai “sequential approach,” HLTF
mengusulkan pengertian “bilamana perundingan di satu bidang (barang, jasa, atau investasi) dapat diselesaikan lebih dahulu secara memuaskan, maka kesepakatan di
bidang itu dapat diimplementasikan sementara
perundingan di bidang lainnya tetap dilanjutkan”.
Rekomendasi kepada AEM
Berdasarkan hasil pembahasan atas seluruh agenda pertemuan, maka HLTF merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1)Penguatan institutional mechanism untuk mengatasi
trade restrictive measures yang membawa dampak pada perdagangan intra-ASEAN;
2)Penguatan institutional arrangements di bawah AEC
Council, antara lain untuk menangani cross-cutting areas yang memiliki potensi ekonomi cukup besar seperti kerja sama perdagangan produk dan jasa halal;
3)Pengkajian (review) terhadap ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) guna meningkatkan liberalisasi dan fasilitasi di bidang jasa;
4)Pembentukan tiga (3) ASEAN Working Groups on Trade
in Goods, Trade in Services, dan Investment yang masing-masing dipimpin oleh pejabat setingkat SEOM
atau yang setara dan memulai pengembangan
templates;
5)Pendekatan comprehensive, mutually beneficial and
pragmatic untuk menegosiasikan sebuah perjanjian
regional comprehensive economic partnership.
2. Pertemuan ASEAN Economic Minister (AEM) Retreat ke-18
Pertemuan AEM Retreat ke-18 berlangsung pada tanggal
25-26 Februari 2012 di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Gambar 1. Sesi Foto Bersama AEM Retreat ke-18
AEM Deliverables and Activities for 2012
AEM Deliverables Para Menteri menyepakati sekurangnya 67 deliverables
untuk dicapai/dilaksanakan pada tahun 2012 ini. Dua dari beberapa catatan penting yang diberikan oleh para Menteri adalah mengenai perlunya: (i) memberikan perhatian pada peningkatan perdagangan dan investasi intra-ASEAN di tengah melemahnya pasar dunia saat ini; dan (ii) fokus pada hal-hal strategis terkait semakin
dekatnya target waktu ASEAN Economic Community (AEC)
2015.
ASEAN Road Shows to Japan and the US
Road Show ke Japan akan diselenggarakan pada tanggal 26
– 28 Februari 2012, dan ASEAN Economic Minister (AEM)
menugaskan Senior Economic Officials Meeting (SEOM)
untuk menyusun pembagian tugas pembicara di antara para Menteri dan Sekretaris Jenderal ASEAN yang akan
mengikuti Road Show ini. Di lain pihak, karena berbagai
sejumlah menteri dan bahwa US-ASEAN Business Summit
akan diselenggarakan di antara KTT ASEAN ke-21 bulan
November 2012, AEM memutuskan agar rencana ASEAN
Road Show to the US ditunda ke Kuartal-I tahun 2013.
ASEAN Internal Integration
ASEAN Framework Agreement of Services (AFAS) - 8
Secara mendalam para Menteri membahas tantangan yang dihadapi baik secara kolektif maupun individual untuk
mewujudkan AEC 2015 sesuai kerangka waktu yang
ditentukan dalam AEC Blueprint. Pemenuhan threshold
dari the 8th Package of ASEAN Framework Agreement on
Services (AFAS-8), misalnya, seyogyanya telah diselesaikan
pada tahun 2010 namun hingga pertemuan AEM Retreat
kali ini Laos, Filipina, dan Vietnam belum dapat memenuhi persyaratan AFAS-8 (mencakup total 80 subsektor). Mengingat masih tersisa tiga (3) paket AFAS untuk diwujudkan sebelum tahun 2015, para Menteri sepakat agar AFAS-9, dan AFAS-10 dijadikan satu paket untuk diselesaikan pada tahun 2013 dan AFAS-11 diselesaikan pada tahun 2014. Indonesia menegaskan bahwa tantangan domestik yang dihadapi negara anggota berbeda-beda, dan untuk Indonesia dua tantangan utama adalah: (i)
legislative/regulatory impediments; dan (ii) belum meratanya pemahaman mengenai manfaat liberalisasi di sektor jasa tertentu untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
ASEAN Trade Repository (ATR)
Berdasarkan kesepakatan the 23rd AFTA Council Meeting
pada tanggal 13 Agustus 2009 ASEAN Trade Repository
(ATR) harus diwujudkan pada tahun 2015. Indonesia
menginformasikan bahwa National Trade Repository (NTR)
untuk Indonesia telah ditempatkan pada Indonesian
National Single Window guna mengatasi masalah koordinasi dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas,
selain untuk menyediakan single entry point yang
memudahkan pelaku usaha. Mengingat beberapa negara masih mencoba mengatasi masalah koordinasi, biaya dan keterbatasan SDM masing-masing, pertemuan sepakat
agar perhatian diprioritaskan pada pembentukan National
Single Window (NSW) dan ASEAN Single Window (ASW)
sementara pembentukan National Trade
Repository/national portal dan ASEAN Trade Repository
ditempatkan pada prioritas berikutnya.
ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)
ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) belum dapat diimplementasikan secara efektif karena
Filipina dan Vietnam masih perlu memberikan
Diharapkan ACIA dapat enter into force (EIF) sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-20 pada bulan April 2012.
ASEAN Framework for Equitable Economic Development (AFEED)
Sekretariat ASEAN sedang mengkaji berbagai program
kerja dan inisiatif yang ada di bawah AEC Council untuk
mengidentifikasi adanya gaps. Berdasarkan kajian ini,
SEOM akan menyusun program kerja AFEED untuk
direkomendasikan kepada AEC Council melalui AEM guna
ditindaklanjuti oleh sectoral ministerial bodies sesuai
bidang tugas masing-masing. Indonesia menginformasikan
rencana penyelenggaraan ASEAN Financial Inclusion
Conference pada akhir Mei 2012 di Jakarta.
ASEAN External Economic Relations
Hong Kong’s Request to join ACFTA
Para Menteri sepakat agar dilakukan studi cost-benefits
yang mendalam mengenai implikasi bergabungnya Hong Kong ke dalam ACFTA, serta mengonsultasikan kepada badan ASEAN yang relevan dan Kementerian Luar Negeri masing-masing mengenai aspek hukum dan prosedur dari usulan Hong Kong ini. Diharapkan keputusan final ASEAN
dapat dicapai sebelum pertemuan the 44 AEM Meeting
akhir bulan Agustus 2012.
Services and Investment Negotiations under the AJCEP and AIFTA
Filipina (ASEAN Co-Chair untuk ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership/AJCEP) dan Malaysia (ASEAN Co-Chair untuk ASEAN-INDIA Free Trade Agreement/AIFTA) melaporkan beberapa kesulitan yang
dihadapi untuk menyelesaikan perundingan. ASEAN
Economic Ministers (AEM) sepakat agar negosiator ASEAN tetap pada posisinya (termasuk fleksibilitas yang dapat diberikan secara bersyarat), dan mengingatkan Jepang
bahwa pendekatan positive list untuk services merupakan
pilihan tepat dalam konteks rencana konsolidasi ASEAN+1
FTAs di bawah konsep ASEAN Framework for Regional
Comprehensive Economic Partnership (AFRCEP).
Implementation of the ASEAN Framework for Regional
Comprehensive Economic Partnership (AFRCEP)
Para Menteri mencatat bahwa saat ini sedang disusun
penjabaran overall architecture sebagai implementation
guideline dari AFRCEP. Para Menteri juga menyepakati
pembentukan tiga (3) ASEAN Working Groups,
masing-masing untuk Trade in Goods (diketuai Singapura), Trade in
Services (diketuai Malaysia), dan Investment (diketuai Brunei). Pertemuan sependapat bahwa implementasi
AFRCEP akan menjadi deliverable penting ASEAN tahun ini
dan perlu dipertimbangkan untuk meluncurkan
perundingan di bidang trade in goods pada saat KTT bulan
Pertemuan sepakat menugaskan Sekretariat ASEAN untuk
menyampaikan kepada Committee of Permanent
Representatives (CPR) agar mengusulkan kepada pihak China supaya dana sebesar US$ 1 juta yang dijanjikan
China pada saat ASEAN-China Summit tahun 2010 untuk
membiaya kajian pembentukan East Asia Free Trade Area
(EAFTA) dengan keanggotaan ASEAN+3 dapat
direalokasikan untuk ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) Economic Cooperation.
ASEAN - Rusia Terkait persyaratan yang diajukan Rusia untuk
mencantumkan rujukan kepada Common Economic
Space-Customs Union antara Rusia, Belarus, dan Kazakhstan
dalam ASEAN-Russia Trade and Investment Cooperation
Roadmap yang sedang disusun, pertemuan sepakat agar dikaji lebih dalam kemungkinan implikasinya bagi kegiatan yang akan dilaksanakan. Indonesia menyampaikan permintaan Rusia mungkin dapat dipertimbangkan sepanjang tidak mengubah format kerja sama ASEAN-Rusia, terbatas pada pertukaran informasi, dan tidak melibatkan pejabat Belarus dan Kazakhstan. Namun sejumlah Menteri lainnya menekankan agar dikaji lebih dulu kemungkinan implikasinya dan karenanya tidak perlu
tergesa-gesa menyelesaikan ASEAN-Russia Trade and
Investment Cooperation Roadmap.
Contribution to the ERIA Para Menteri mengonfirmasikan konsensus yang dicapai pada bulan November 2011 di Bali agar setiap negara
anggota memberikan kontribusi finansial kepada Economic
Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) sebesar minimum US$ 10.000 untuk periode lima tahun. Terkait dengan keberadaan ERIA di Sekretariat ASEAN yang
berstatus “sementara” (temporary), pertemuan sepakat
agar statusnya diubah menjadi “permanent,” dan
menghimbau Indonesia agar dapat segera menyelesaikan
pembahasan hak kekebalan dan hak istimewa (immunities
and privileges) bagi ERIA.
Bilateral Meetings Indonesia - Myanmar
Menteri Perdagangan R.I. berkesempatan melakukan pertemuan dengan Menteri Perencanaan Nasional dan Pembangunan Ekonomi Myanmar (yang juga adalah anggota AEM mewakili Myanmar) guna membahas upaya-upaya peningkatan hubungan perdagangan dan investasi kedua negara. Kedua Menteri antara lain sepakat untuk
menghidupkan Joint Sub-Committee on Economic
Cooperation di bawah naungan Indonesia-Myanmar Joint Committee on Bilateral Cooperation tahun ini guna mendorong upaya peningkatan kerja sama di bidang
ekonomi. Pihak Myanmar juga menggarisbawahi harapannya agar Indonesia dapat berinvestasi di Myanmar
di sektor palm oil, rubber, construction, mining, serta
pembangunan special economic zones. Kedua Menteri
sepakat untuk menyiapkan MOU on Rice Trade sebagai
payung hukum kerja sama ketersediaan stok beras bagi Indonesia.
Gambar 2. Pertemuan Bilateral Indonesia - Myanmar Bilateral Meetings
Indonesia - Thailand
Menteri Perdagangan R.I. juga menerima kunjungan Menteri Perdagangan Thailand. Dalam pertemuan ini, Menteri Perdagangan Thailand menyatakan bahwa Indonesia merupakan pasar ekspor kedua terbesar produk
hortikultura bagi Thailand setelah China, dan
mengharapkan agar hambatan-hambatan perdagangan dengan Indonesia dapat diminimalisir. Sebaliknya Menteri Perdagangan R.I. mengharapkan agar perdagangan kedua negara dapat lebih diseimbangkan, dan dalam konteks ini
meminta perhatian Thailand agar langkah safeguard yang
diterapkan terhadap glass blocks yang mempengaruhi
ekspor Indonesia ke Thailand dapat segera dicabut.
3. The 1st Preparatory Meeting for the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification in ASEAN
Pertemuan berlangsung pada tanggal 6-7 Februari 2012 di
Makati, Filipina. Pertemuan difasilitasi oleh Assistant
Director, Trade and Facilitation Division, Sekretariat ASEAN
yang dihadiri oleh perwakilan dari Indonesia, Laos, dan Filipina, serta wakil Sekretariat ASEAN.
Operational
Certification Procedure (OCP) of the Second Pilot Project on Self Certification in ASEAN
The Second Self-Certification Pilot Project bertujuan untuk
menciptakan confident building sesuai dengan amanat 25th
ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council, yaitu bagi negara
anggota ASEAN yang belum bergabung dalam Pilot Project
untuk segera menyepakati tahapan-tahapan/stages dalam
implementasi pilot project, berdasarkan kapasitas
masing-masing negara ASEAN. Proposal on the Second
Self-Certification Pilot Project telah disampaikan Indonesia dan
Filipina pada Pertemuan ke-6 Sub-Committee on ATIGA
Rules of Origin (6th SC-AROO). Untuk menindaklanjuti proposal tersebut, Indonesia, Filipina, dan Laos melakukan
pertemuan membahas draft Operational Certification
Procedure (OCP) of the Second Pilot Project on Self Certification dan sepakat terhadap beberapa poin yaitu: (i)
merevisi definisi invoice declaration pada Rule 1 (d); dan
(ii) melakukan penambahan ketentuan pada Rule 12B
mengenai additional pages untuk multiple products dan
tanggal penerbitan invoice declaration. Draf OCP ini telah
mengakomodasi dua kepentingan Indonesia yaitu hanya membatasi penggunaan SC pada eksportir produsen serta
membatasi penandatangan pada invoice declaration
maksimal tiga orang untuk setiap certified exporter.
Work Plan on the Development and Implementation of the Second Pilot Project on Self Certification in ASEAN
Pertemuan membahas program kerja pengembangan dan
pelaksanaan the Second Pilot Project on Self Certification di
ASEAN dan sepakat bahwa penandatangan MoU of the
Second Pilot Project on Self Certification akan dilakukan
pada pertemuan 20th ASEAN Summit dan diharapkan dapat
diimplementasikan pada 2nd quarter 2012.
Terkait dengan tanggal berakhirnya the 2nd Pilot Project on
Self-Certification, pertemuan sepakat bahwa pilot project
ke-2 ini membutuhkan waktu paling sedikit satu tahun untuk pengimplementasiannya. Hal ini dimaksudkan agar
dapat memberikan kesempatan bagi participating member
states untuk belajar serta melakukan evaluasi dalam
rangka risk management sehingga diperoleh level of
confident apabila ASEAN-wide self certification
diberlakukan. Di samping itu elemen-elemen ini dipandang
penting sebagai dasar negosiasi ASEAN-wide
Self-Certification.
Other Matters Pertemuan juga sepakat menugaskan Legal Expert dari
participating member states untuk melakukan legal scrubbing terhadap draft revised OCP dan mulai menyusun
draft MoU on the Second Self-Certification Pilot Project. Kedua draf dimaksud rencananya akan difinalisasi pada
Implementation of the Second Pilot Project on Self-Certification yang akan dilaksanakan pada tanggal 12-13 Maret 2012.
4. Pertemuan the 7th Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin
Pertemuan berlangsung pada tanggal 13-14 Februari 2012 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam dan dipimpin
oleh Second Secretary, Department of International Trade
at the Ministry of Foreign Affairs and Trade, Brunei Darussalam dihadiri oleh perwakilan dari negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN.
Transposition from the AHTN 2007 into the AHTN 2012 and its implication to ATIGA Tariff Reduction Schedule
Pertemuan membahas draf transposisi Product Specific
Rules (PSRs) ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
berdasarkan Harmonized System (HS) 2012 yang
dipersiapkan Sekretariat ASEAN. Dalam kaitan ini, Indonesia menyampaikan bahwa saat ini masih melakukan konsultasi domestik sedangkan Thailand dan Vietnam menyampaikan bahwa mereka hanya akan menerima transposisi PSRs yang tidak mengalami perubahan. Lebih lanjut, negara-negara anggota diminta negara-negara anggota diminta menyampaikan tanggapan terhadap draf dimaksud paling lambat tanggal 29 Februari 2012.
Self-Certification Pertemuan mencatat updates informasi dari pelaksanaan
Self Certification Pilot Project (SCPP) versi 1 serta perkembangan rencana pelaksanaan SCPP versi 2. Peserta
SCPP versi 2 menyampaikan finalisasi Operational
Certification Procedure (OCP) dan rencana
penandatanganan MoU on the Second Pilot Project pada
KTT ASEAN ke-20 pada bulan April 2012 sedangkan implementasi akan dimulai pada kuartal ke-2 di tahun
2012. Pertemuan mencatat bahwa peserta second pilot
project membutuhkan waktu paling kurang satu tahun dalam mengimplementasikan SCPP versi 2 sebelum
dimulai negosiasi origin certification procedures (OCP)
ASEAN-wide self certification. Dalam hubungan ini, dipandang perlu untuk menyepakati tanggal berakhirnya
kedua pilot project dan menyampaikan isu dimaksud ke
Senior Economic Officials Meeting (SEOM).
Pertemuan juga bertukar pandangan terkait possibility
pembentukan Ad-Hoc working group yaitu paling lambat
enam bulan setelah implementasi SCPP versi 2, dalam
rangka menyelaraskan perbedaan kedua OCP pilot projects
serta timeline implementasi ASEAN-wide self-certification.
ASEAN menyusun kerangka kerja dan timelineASEAN-wide Self-Certification serta matriks perbandingan kedua OCP.
The Aspect of Risk Management in Self-Certification
Dalam rangka confident building, Sekretariat ASEAN
mempresentasikan proposal mengenai risk management
aspect of Self-Certification yang diadopsi dari New Zealand model. Lebih lanjut, pertemuan meminta keempat peserta
self-certification pilot project versi ke-1 untuk
mempersiapkan presentasi mengenai risk management
yang dilakukan dalam pelaksanaan pilot project. Negara
anggota ASEAN lainnya juga diminta menyampaikan
tanggapan dan concern-nya terkait dengan risk
management untuk didiskusikan pada pertemuan yang akan datang. Sedangkan 3 (tiga) negara ASEAN yang belum siap bergabung dengan PPSC adalah Kamboja, Myanmar,
dan Vietnam menyampaikan pentingnya capacity building
and risk management system on SC dalam rangka
confidence building.
Mechanism for
Recognition of ASEAN-Originated Products Imported under Various Forms, e.g. Form E, Form AK, Form AJ and so forth, to be
cumulated under Form D
Pertemuan membahas paper Sekretariat ASEAN mengenai
detail pelaksanaan mekanisme under various forms. Lebih
lanjut, pertemuan meminta Sekretariat ASEAN merevisi
paper terutama untuk mengakomodasi concern trace back
penggunaan berbagai macam Form FTAs dalam proses
akumulasi. Dalam pertemuan ini, Indonesia juga menyampaikan bahwa saat ini, pelaku usaha di Indonesia belum membutuhkan mekanisme ini dengan alasan
utilisasi penggunaan Form FTAs di antara sesama negara
anggota ASEAN yang masih rendah dan eksportir Indonesia lebih memilih menggunakan CO Form D untuk ekspor ke negara anggota ASEAN.
Sectoral Study on the Most Appropriate ROO
SC-AROO melanjutkan pembahasan mengenai
rekomendasi untuk mengadopsi co-equal and alternative
rules di bidang otomotif (parts and component). Dalam hubungan ini, Indonesia dan Thailand menyampaikan bahwa kalangan pelaku usaha lebih memilih menggunakan
Regional Value Content 40%. Namun demikian, pertemuan menugaskan Sekretariat ASEAN untuk menyampaikan
automotive part and component list of products yang
direkomendasikan oleh studi rules of origin (ROO)
dimaksud beserta data perdagangan untuk dibahas dalam
pertemuan SCAROO mendatang. Pertemuan juga
membahas dan mengesahkan project proposal on iron and
steel yang disampaikan Sekretariat ASEAN dan menugaskan Sekretariat ASEAN mencari dana untuk
Lao PDR Proposed Amendments to the ATIGA OCP
Pertemuan melanjutkan pembahasan proposal Laos untuk
mengamandemen definisi issuing authority pada
ATIGA-OCP guna mengakomodasi pihak non-pemerintah untuk menerbitkan SKA Form D. Laos menyampaikan bahwa saat
ini telah memberikan otorisasi kepada Lao Chamber untuk
menerbitkan SKA Form FTAs (China, Japan, Korea Selatan,
dan AANZ) dan akan mulai berlaku sejak 1 Juli 2012. SC-AROO mencatat bahwa dalam kerangka ASEAN+1FTAs, pihak non-pemerintah diperkenankan untuk menerbitkan SKA. Mengingat negara anggota ASEAN memiliki posisi yang berbeda terhadap proposal Laos, pertemuan sepakat untuk menyampaikan kembali posisi final terkait proposal dimaksud paling lambat tanggal 13 Maret 2012.
Private Sector Inputs on ROO
Terdapat dua isu yang dibahas dalam agenda ini yaitu: (i)
penghapusan nilai Free on Board (FOB) pada SKA Form D,
Form AK, Form AJ, serta Form AANZ apabila kriteria change
in tariff classification (CTC) atau wholly obtain dan process criteria digunakan; dan (ii) usulan dimasukkannya aturan
partial cumulation dalam ASEAN+1FTAs. Untuk isu: (i)
pertemuan mencatat rekomendasi the Meeting of the
Legal Experts (MLE) terkait amandemen pada box 9 SKA Form D dan rule 11 (b) of the ATIGA OCP (terkait back to back CO) dan tidak diperlukannya amandemen pada
overleaf note of Form D. Rekomendasi dimaksud akan dibahas pada pertemuan SC-AROO mendatang. Sedangkan untuk isu (ii), Indonesia telah menyampaikan justifikasi terkait penolakannya terhadap proposal dimaksud. Indonesia dan Thailand berpandangan bahwa aturan dimaksud tidak akan menstimulasi produksi intra ASEAN
(mendorong pengembangan regional production network
within ASEAN) sehingga akan mengakibatkan
kebergantungan pada material dari luar wilayah ASEAN.
Terkait denganjustifikasi dimaksud, Singapura menyatakan
akan mempersiapkan paper untuk merespons posisi
Indonesia dan Thailand.
Implementation Issues Di bawah mataagenda ini terdapat beberapa sub isu yang
dibahas, antara lain: (i) minor discrepancies in CO Form D;
(ii) electronically printed or affixed signatures; (iii) customs
clearance; dan (v) third country invoicing issue. SC-AROO
membahas mengenai matriks minor discrepancies dan
sepakat menyampaikan pending items paling lambat
tanggal 27 Februari 2012 untuk dikonsolidasikan serta
di-upload di website Sekretariat ASEAN. Terkait dengan isu (ii), Indonesia menyampaikan masih dalam tahap mempersiapkan regulasi domestik mengenai penerimaan
electronically printed or affixed signatures dan akan
meng-updates perkembangannya pada pertemuan SC-AROO mendatang. Masing-masing negara anggota juga
meng-updates informasi terkait dengan ATIGA customs procedure. Indonesia menyampaikan bahwa common guidelines untuk prosedur ekspor dan impor dapat diakses
pada Indonesia’s National Single Window (INSW). Isu
terakhir yang dibahas di bawah mata agenda ini adalah
paper on third country invoicing scheme yang
dipresentasikan Singapura. Semua negara anggota kecuali
Myanmar, Thailand, dan Vietnam dapat menyetujui secara prinsip usulan ide yang disampaikan oleh Singapura yang
menyampaikan bahwa third country invoicing dapat
melibatkan lebih dari tiga pihak. Dalam hubungan ini, pertemuan sepakat bahwa semua negara anggota akan
kembali melakukan konsultasi domestik dan
menyampaikan hasil dimaksud paling lambat tanggal 15 Maret 2012.
Other Matters Pada mata agenda other matters dibahas dua isu yaitu: (i)
acceptances of HS code 2007: pertemuan sepakat untuk
menggunakan HS 2007 pada box 7 SKA Form D sampai
dengan PSRs dan tariff reduction schedule berdasarkan HS
2012 di-endorse dan diimplementasikan; (ii) CO form D on
automotive part products: Malaysia menyampaikan
kesulitan yang dihadapi local industry untuk mendapatkan
CO Form D dari Indonesia dan Thailand. Guna menyelesaikan permasalahan ini, Indonesia dan Thailand meminta Malaysia menyampaikan daftar eksportir dimaksud.
5. Pertemuan Legal Experts on the ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
Pertemuan berlangsung pada tanggal 15 Februari 2012 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan
dipimpin oleh Deputy Senior State Councel, Attorney
General’s Chambers of Singapore dan dihadiri oleh perwakilan dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Termination of AICO Pertemuan sepakat bahwa skema Perjanjian Kerja Sama
Industrial ASEAN (AICO) dan Protokolnya akan diterminasi
dengan cara memasukkan perjanjian tersebut ke dalam the
list of superseded Agreements under Article 91(2) of ATIGA.
Terminasi AICO Agreement dan Protokol akan berlaku
setelah 3 (tiga) bulan sejak berlakunya the Protocol to
Amend Certain ASEAN Economic Agreements related to Trade in Goods.
Protocol to Amend Certain ASEAN
Economic Agreements
Setelah mendapatkan konfirmasi Filipina pada the 25th
ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council, ketentuan
emergency measures dari priority integration sectors (PIS) diselaraskan dengan ATIGA. Dalam hubungan ini,
pertemuan memfinalisasi draft text of the Protocol to
Amend Certain ASEAN Economic Agreement (subject to legal scrubbing).
Other Matters Terkait dengan isu amandemen Rule 1 dari ATIGA-OCP
untuk memperbolehkan pihak non-pemerintah
menerbitkan Form D, MLE menginformasikan apabila sudah dicapai kesepakatan seluruh negara anggota ASEAN, Rule 1 dari ATIGA OCP dapat diamandemen dengan
persetujuan AFTA Council dengan dasar hukum Article 94
(2) ATIGA.
6. 7th Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (7th CCA)
Pertemuan berlangsung pada tanggal 15-17 Februari 2012 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam dan dipimpin
oleh Deputy Director, Department of International Trade at
the Ministry of Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam. Pertemuan dihadiri oleh wakil dari seluruh negara anggota ASEAN dan dari Sekretariat ASEAN.
AEC Scorecard Pertemuan melakukan update terhadap ASEAN Economic
Community (AEC) Scorecard yang terkait dengan
implementasi ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA),
yaitu dengan menambahkan measures yaitu: implementasi
the Second Pilot Project on Self-Certification; elimination of import duties on 80% of all IL products except for those phased in from SL and HSL for Laos and Myanmar (2012);
elimination of import duties on products in the PIS for CLMV (2012); effective elimination of the third tranche of NTBs by ASEAN-5 (2010) and Philippines (2012); dan
effective elimination of the three tranches of NTBs by CLMV in 2913 (1st), 2014 (2nd), and 2015 (3rd).
Transposition from the AHTN 2007 into the AHTN 2012 and its Implications to ATIGA Tariff Reduction Schedules (TRS)
Sekretariat ASEAN menyampaikan updates hasil verifikasi
dan status submisi Tariff Reduction Schedules (TRS) ATIGA
berdasarkan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature
(AHTN) 2012. Pertemuan kembali menegaskan bahwa masing-masing negara ASEAN wajib memastikan tidak ada
komitmen tarif yang mengalami erosi dan legal enactment
yang diterbitkan harus berlaku retroaktif sejak 1 Januari
2012. Terkait dengan kesulitan yang dihadapi beberapa
dengan tingkat tarif yang berbeda, pertemuan meminta negara-negara dimaksud menyampaikan justifikasi atas produk dimaksud serta menugaskan Sekretariat ASEAN
untuk membuat guidelines atas permasalahan tersebut.
Alcoholic and Tobacco Products
Indonesia, Malaysia, dan Vietnam menyampaikan update
sebagai berikut: (i) Indonesia menyampaikan bahwa saat
ini sedang dibentuk tim yang melibatkan semua instansi terkait untuk melakukan kajian terhadap kebijakan minuman beralkohol; (ii) Malaysia menginformasikan
bahwa task force yang dipimpin oleh Kementerian
Keuangan sedang melakukan konsultasi dengan stake
holder terkait; dan (iii) Vietnam menyampaikan bahwa saat ini sedang disusun kebijakan termasuk undang-undang untuk mencegah efek negatif konsumsi tembakau.
Updates on the NTMs Database
Pembahasan mengenai elimination of non tariff barriers
(NTBs) menyita sebagian besar waktu pertemuan CCA di Bandar Seri Begawan. Pertemuan mendiskusikan matriks kasus-kasus teraktual mengenai hambatan perdagangan yang disusun Sekretariat ASEAN berdasarkan masukan dari negara-negara anggota ASEAN. Dalam hubungan ini, Sekretariat ASEAN juga ditugaskan mengidentifikasi masukan-masukan dari badan-badan sektoral seperti
customs, standards and conformance, dan menggabungkan kasus-kasus yang tidak terselesaikan
dalam the ASEAN Consultation to Solve Trade and
Investment (ACT) ke dalam matriks untuk kemudian disirkulasikan ke negara-negara anggota paling lambat 29 Februari 2012. Pertemuan juga meminta bagi seluruh
reporting countries untuk menyampaikan informasi yang
lebih detail mengenai kasus tersebut dan
menyampaikannya ke involving countries dan Sekretariat
ASEAN paling lambat 14 Maret 2012. Involving countries
diminta memberikan tanggapan atas kasus dimaksud ke
reporting countries dan Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 14 April 2012.
Sebagai respons terhadap dialog yang telah dilakukan
dengan the ASEAN Federation of Textile Industries (AFTEX)
terkait Non Tariff Measures (NTMs) yang dinilai memiliki
elemen hambatan berdasarkan perspective private sector,
pertemuan sepakat untuk menyampaikan justifikasi dari Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam kepada AFTEX dalam matriks yang berbeda. Dalam kaitan ini, Indonesia menyampaikan bahwa Nomor Pengenal Importir Khusus
(NPIK) merupakan automatic import licensing untuk tujuan
ASEAN Import Licensing Procedure (ILP) dan WTO. Lebih lanjut, negara-negara anggota diminta untuk mempelajari
the WTO Report on ASEAN Trade and Related Policies
untuk mengkaji ulang measures yang dinilai membatasi
perdagangan dan akan didiskusikan pada pertemuan CCA mendatang.
Dalam pembahasan mengenai NTMs, Malaysia
menyampaikan isu yang dianggap paling penting untuk
dimasukkan dalam summary of discussion, yaitu kebijakan
Indonesia dan Vietnam. Isu yang diangkat Malaysia untuk
Indonesia adalah mengenai Peraturan Menteri
Perdagangan tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, yaitu melalui tujuh pelabuhan dan bandara Internasional
yang dinilai mempengaruhi perdagangan melalui land port
Tebedu dan Entikong. Menanggapi keinginan Malaysia
dimaksud, Indonesia dan Vietnam menyatakan
keberatannya dengan alasan kasus-kasus dimaksud sudah ditampung dalam matriks kasus-kasus teraktual. Hal
dimaksud juga akan menciptakan two-track approach
penyelesaian isu NTMs dengan asumsi bahwa kasus yang
masuk dalam summary of discussion adalah kasus yang
terpenting. Indonesia juga mengemukakan kriteria apa yang digunakan untuk menentukan bahwa kedua kasus itu adalah yang paling penting dari seluruh kasus yang ada dalam matriks tersebut.
Work Programme on NTBs Elimination
Sekretariat ASEAN menyampaikan paper mengenai
mechanism for the peer review under the Guidelines for the Implementation of Import Licensing Procedures (ILP) in ASEAN. Pertemuan berpandangan isu peer review under
ILP dapat dibahas setelah ada exercise terhadap matrix on
actual cases on trade barriers, karenanya pertemuan
sepakat menunda pembahasan isu ini hingga tahun depan.
Monitoring system on the notification/ implementation of NTMs
Pertemuan membahas dan mengesahkan diagram sistem monitoring notifikasi NTMs sebagaimana diatur dalam
Article 11 ATIGA yang dipersiapkan Sekretariat ASEAN. Pertemuan juga menegaskan kembali agar negara-negara anggota mengikuti mekanisme yang ada dalam ATIGA dengan secara bersamaan melakukan notifikasi ke WTO dan Sekretariat ASEAN atas NTMs yang diterbitkan. Lebih lanjut, pertemuan juga mendiskusikan dan mengesahkan
flowchart on a robust mechanism of NTMSs and Enforcement Mechanism for the Elimination of NTBs.
Dalam kaitan ini, beberapa negara anggota
kriteria NTMs yang mengandung komponen hambatan perdagangan.
ASEAN Trade Repository (ATR)
CCA mencatat pandangan the Meeting of the Legal Experts
(MLE) terkait penggunaan protocol dan ministerial
agreement untuk mengakomodasi National Trade Repository (NTR) ke dalam ATIGA. Dalam hubungan ini,
MLE menyampaikan bahwa penggunaan protocol akan
memberikan kewajiban terhadap negara anggota ASEAN untuk mengimplementasikan NTR, namun membutuhkan waktu cukup lama untuk implementasi. Sedangkan
penggunaan ministerial agreement tidak mempunyai
dampak hukum seperti protocol dan implementasi dapat
dilakukan dengan cepat. Terkait dengan pandangan MLE,
Indonesia lebih memilih protocol sebagai legal based atas
NTR mengingat protocol mempunyai kekuatan legal
binding dalam pelaksanaannya. Negara ASEAN Member States (AMS) yang lain (Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, dan Filipina), memilih bentuk Ministerial
Agreement karena prosesnya lebih cepat. Sedangkan Thailand dan Vietnam masih akan melakukan konsultasi domestik. Selain itu, Sekretariat ASEAN ditugaskan untuk memberikan klarifikasi/definisi pada Pertemuan CCA berikutnya tentang parameter dari sembilan elemen di
dalam pasal 13 ATIGA, termasuk best practice dalam
fasilitasi perdagangan yang diterapkan oleh masing-masing
anggota ASEAN. Indonesia telah menyerahkan Matrix of
Stock-take ASEAN Trade Repository (ATR) yang berisi
informasi untuk penyusunan policy paper yang akan
dibahas di Prep-SEOM pada Pertemuan AEM Retreat ke-18 tanggal 24 Februari 2012 di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Trade Statistic Pertemuan mencatat status penyampaian general trade
data dan trade data under Form D dari masing-masing
negara anggota. Terkait dengan keputusan 25th AFTA
Council yang meminta ASEAN Member States (AMS)untuk
menyampaikan data ekspor dan impor Form D serta Form
FTA’s lainnya dan melakukan breakdown utilisasi
berdasarkan kategori perusahaan seperti usaha
mikro/SME, pertemuan memandang perlu dibuat semacam metodologi terkait hal dimaksud. Lebih lanjut, pertemuan sepakat menunda pembahasan hal ini dan menugaskan Sekretariat ASEAN menyusun metodologi
dimaksud. Selain itu, AMS diharapkan dapat
menyampaikan data utilisasi Form D dan Form FTAs (ekspor dan impor) sesuai dengan format yang telah
keatas, paling lambat satu bulan sebelum Pertemuan AFTA Council ke-26. Issue on Indonesia’s measure on plant quarantine for importation of fresh fruits and fruity vegetable
Merespons pertanyaan Thailand mengenai new sanitary
and phytosanitary measures, Indonesia menyampaikan latar belakang dan justifikasi terkait diterbitkannya Permentan tentang Persyaratan Teknis dan Kebijakan Karantina Tumbuhan untuk importasi buah segar dan/atau sayuran buah ke Indonesia. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk melindungi national food safety dan
mengurangi risiko menyebarnya wabah penyakit dari negara lain karena selama 2 tahun terakhir, 2010-2011 telah ditemukan 15 wabah penyakit yang belum pernah ditemukan sebelumnya di Indonesia. Indonesia juga menyampaikan pembatasan tersebut akan melindungi pasar domestik dari produk yang tidak berkualitas dan melindungi dari penyakit yang membahayakan hasil pertanian Indonesia. Indonesia menekankan bahwa kebijakan ini bukan merupakan pembatasan impor, karena impor tetap diperbolehkan melalui pelabuhan laut dan udara yang telah ditunjuk. Kebijakan ini akan berlaku mulai tanggal 19 Maret 2012.
7. Ministerial Meeting of Bilateral Economic Working Groups Between the Republic of
Indonesia and the Republic of Singapore
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 23 Februari 2012
di Singapura. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Deputy
Minister for International Economics and Financing Corporation, Coordinating Ministry for Economic Affairs of State, sedangkan pihak Singapura dipimpin oleh Minister for Trade and Industry of Singapore. Masing-masing
Menteri didampingi oleh keenam Co-Chairs Working
Groups dan instansi terkait lainnya.
Keenam Working Groups (WG) bidang Ekonomi ini telah
mengalami kemajuannya yang masing-masing telah
disampaikan oleh Co-Chairman WG seperti implementasi
perencanaan, rencana aksi bersama, dan key deliverables
dari WG,sebagai berikut:
Cooperation in the islands of Batam, Bintan, and Karimun (BBK) dan Kawasan Ekonomi Khusus lainnya
1)Pada tahun 2012 akan memfokuskan pada: pelaksanaan
Joint Expert Study untuk meningkatkan iklim dan kawasan investasi di kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun (BBK) yang berdaya saing; mengidentifikasi
program pelatihan pengembangan kemampuan dan inisiatif untuk BBK; serta melanjutkan pengembangan