PENGARUH PAPARAN RADIASI SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM BOTOL PLASTIK JENIS POLIKARBONAT YANG
DITETAPKAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Leonardus Nito Kristiyanto NIM : 098114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
A vaincre sans péril, on triomphe sans gloire
-Corneille-
je dédie le recherches pour ma famille, mes amis,
et tout le monde tous ceux qui ont contribué de leur
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul
“PENGARUH PAPARAN RADIASI SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM BOTOL PLASTIK JENIS POLIKARBONAT
YANG DITETAPKAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI FASE TERBALIK”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
Proses pelaksanaan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak sekali
memberikan bimbingan, nasihat, serta berbagai dukungan dalam proses
pengerjaan, hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan sarannya
selama proses penelitian.
4. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan
viii
5. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. selaku kepala laboratorium Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
menggunakan laboratorium.
6. Pak Sanjaya selaku dosen yang telah memberikan saran, masukan serta nasihat
selama proses penelitian.
7. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto serta segenap laboran Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama proses penelitian.di
laboratorium.
bersama-sama berjalan dan memberi semangat dalam mengerjakan penelitian ini.
11.Temanku Lidia yang selalu menyemangati dalam kegalauan hidup.
12.Teman-teman satu permainan: Kenny, Wanda, Danu, Denny, Putra, Aldo, Felix,
Mikhael, dan semuanya yang telah membantu penulis dan memberikan semangat
serta tawa ria.
13.Teman-teman satu laboratorium yang heboh dan menyenangkan: Novia, Agnes,
Victor, Shinta, Sasya, Metri, Teti, Febrin, Wisnu, dan Ozy
14.Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu yang telah membantu
ix
Akhir kata, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini akibat dari keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu
pengetahuan.
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
PRAKATA... vii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI... xx
ABSTRACT... xxi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan Masalah ... 3
xi
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Wadah ... 6
1. Wadah Plastik ... 6
B. Sinar Matahari ... 8
C. Bisfenol A ... 10
1. Peruraian BPA dan pemejanannya pada manusia ... 13
2. Metabolisme BPA ... 15
3. Dampak BPA ... 18
D. KCKT ... 21
1. Analisis kualitatif dan kuantitatif ... 36
E. Landasan Teori ... 37
F. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40
B. Variabel Penelitian ... 40
C. Definisi Operasional ... 41
D. Bahan Penelitian ... 41
E. Alat Penelitian ... 41
xii
1. Preparasi sampel ... 42
2. Pembuatan larutan baku bisfenol A ... 43
3. Ekstraksi BPA dalam sampel ... 43
4. Optimasi proses ekstraksi ... 44
5. Efisiensi ekstraksi total ... 44
6. Validasi proses ekstraksi dengan metode standar adisi (standard addition method) ... 45
7. Injeksi ke dalam sistem KCKT ... 46
G. Analisis Hasil ... 46
1. Analisis kualitatif ... 46
2. Analisis kuantitatif ... 47
3. Analisis pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49
A. Pemilihan dan Preparasi Sampel ... 52
B. Optimasi Proses Ekstraksi ... 55
C. Efisiensi Ekstraksi ... 55
D. Validasi Proses Ekstraksi ... 57
E. Penetapan kadar dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 61
xiii
2. Analisis Kuantitatif ... 64
F. Pengaruh Paparan Radiasi Sinar Matahari terhadap Kadar BPA dalam Botol ... 66
G. Disipasi BPA dalam Botol Air Minum Akibat Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 79
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Sifat fisika-kimia BPA ... 11
Tabel II. Sifat pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak ... 30
Tabel III. Data % recovery berbagai perbandingan diklorometan
dan aseton ... 55
Tabel IV. Data perolehan kembali (% recovery) efisiensi ekstraksi .. 56
Tabel V. Akurasi dan presisi sampel BPA dalam botol ... 59
Tabel VI. Linearitas sampel dengan adisi ... 59
Tabel VII. Uji t antara slope kurva baku standar BPA dengan kurva
adisi sampel botol ... 60
Tabel VIII. Hasil perbandingan waktu retensi pada sampel, baku dan
sampel dengan adisi ... 62
Tabel IX. Hasil perbandingan AUC pada sampel, dan sampel
dengan adisi ... 62
Tabel X. Kadar BPA dalam sampel dengan dan tanpa perlakuan
paparan radiasi sinar matahari ... 64
Tabel XI. Linearitas penurunan kadar BPA dalam botol berdasarkan
orde 0, 1, dan 2 ... 66
Tabel XII. Laju penurunan kadar BPA perhari dalam botol
xv
Tabel XIII. Hasil uji t antara kontrol dengan perlakuan paparan
radiasi sinar matahari ... 67
Tabel XIV. Kadar BPA dalam botol dan kadar BPA dalam air ... 68
xvi
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Struktur bisfenol A ... 10
Gambar 2. Proses pembuatan polikarbonat ... 12
Gambar 3. Proses biotransformasi BPA pada manusia dan hewan uji menjadi BPA-glukoronid dan BPA-sulfat ... 16
Gambar 4. Pemisahan secara kromatografi ... 23
Gambar 5. Skema sederhana dari HPLC ... 24
Gambar 6. Puncak kromatografi ... 25
Gambar 7. Kromatogram ... 25
Gambar 8 Reaksi pembentukan silika terikat ... 26
Gambar 9. Selektivitas panjang gelombang pada detektor UV (a) spektra absorbansi dengan dua contoh sampel X dan Y serta kromatogram pada (b) 280 nm, (c) 260 nm dan (c) 210 nm ... 28
Gambar 10. Solvent triangle ... 32
Gambar 11. Difusi eddy ... 33
Gambar 12. Distribusi aliran ... 34
Gambar 13. Difusi longitudinal ... 35
Gambar 14. Partikel dengan banyak pori dan celah ... 35
xvii
Gambar 16. Kromofor dan auksokrom BPA ... 51
Gambar 17. Perbandingan puncak (a) puncak sampel dan baku, (b)
puncak sampel dan berbagai sampel yang diadisi ... 63
Gambar 18. Penurunan kadar BPA dalam botol dengan dan tanpa
paparan radiasi sinar matahari ... 65
Gambar 19. Kromatogram (a). Kontrol hari ke-0 (b). Perlakuan hari
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Label Baku Standar Bisfenol A (E. Merck) ... 80
Lampiran 2. Data Penimbangan ... 81
Lampiran 3. Dokumentasi Proses Ekstraksi ... 85
Lampiran 4. Optimasi Perbandingan Diklorometan dan Aseton ... 86
Lampiran 5. Perhitungan Efisiensi Ekstraksi ... 87
Lampiran 6. Data Perhitungan Validasi, Akurasi, Linearitas serta Pengaruh Metode Ekstraksi ... 90
Lampiran 7. Analisis Kualitatif BPA dalam Botol Air Minum ... 97
Lampiran 8. Perhitungan Penetapan Kadar BPA dari Botol Air Minum ... 99
Lampiran 9. Laju Penurunan Kadar BPA pada Botol Air Minum Kontrol dan dengan Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 102
Lampiran 10. Uji Beda Kadar BPA dalam Botol Air Minum antara Kontrol dan Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 106
Lampiran 11. Perhitungan Disipasi BPA pada Air dan Botol Air Minum ... 108
Lampiran 12. Data Kromatogram Optimasi Proses Ekstrasi ... 112
xix
Lampiran 14. Data Kromatogram Perhitungan Validasi, Akurasi,
Linearitas serta Pengaruh Proses Ekstraksi ... 121
Lampiran 15. Kromatogram Penetapan Kadar BPA dalam Sampel
xx INTISARI
Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana, atau BPA) dikenal sebagai senyawa analog esterogen dengan aktivitas merusak kinerja endokrin (Endocrine Discrupting Chemicals), gangguan prostat, maupun gangguan saraf. BPA banyak terdapat dalam botol berbahan dasar polikarbonat (PC) sebagai salah satu monomer utama penyusunnya. BPA diketahui dapat mengalami depolimerisasi sehingga menyebabkan masuknya BPA kedalam sediaannya. Matahari merupakan sumber panas dan energi yang diperkirakan mampu mendepolimerisasi BPA menjadi bentuk bebasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol polikarbonat.
Jenis dan rancangan penelitian adalah eksperimental murni menggunakan sistem KCKT dengan fase diam C18, fase gerak asetonitril:air (70:30), waktu alir 1
mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm, LOD 0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, dan rentang 0,3-3 µg/mL.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar BPA tanpa pengaruh paparan radiasi sinar matahari pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 berturut-turut adalah314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, dan 187,5645 µg/g, sementara kadar BPA dengan pengaruh paparan radiasi sinar matahari adalah 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, dan 86,6081 µg/g. Ditemukan adanya pengaruh sinar matahari yang signifikan terhadap kadar BPA dalam botol.
xxi ABSTRACT
Bisphenol A (2,2-(4,4’-dihydroxyphenyl)propane) or known as BPA is an esterogen hormone analogue which could lead into endocrine discrupt, prostate and neural disorder. BPA mainly used to form policarbonate (PC) bottles and plays role as its major monomer. Contact between BPA and human occur when BPA depolymerisate and leach into the water. Solar radiation as heat and energy source, suspected could depolymerisate BPA and further leach BPA into water. The aims of this research is to determine and reveal the effect of solar radiation to BPA concentration on the polycarbonate bottles.
It is a pure experimental research. Reversed phase High Performance Liquid Chromatography is used with C18 as stationary phase, acetonitrile:water (70:30) as
mobile phase and 1 mL.minute-1 flow rate, 278 nm wavelength UV detector, LOD
0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, and range 0,3-3 µg/mL.
The results show that BPA concentration without solar radiation from 0, 7th, 14th, 21st, and 28th day are 314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, and 187,5645 µg/g, and concentration with solar radiation are 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, and 86,6081 µg/g. This study reveals that solar radiation affect the BPA concentration on the polycarbonate plastic bottle significantly.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wadah merupakan suatu tempat yang biasanya dipergunakan untuk
menyimpan atau pembawa berbagai substansi baik cair maupun padat. Penggunaan
wadah sangat lekat dengan kehidupan manusia. Mulai dari keperluan rumah tangga
seperti wadah makanan, minuman, botol bayi, sampai dengan kebutuhan laboratorium
berupa wadah bahan kimia. Sesuai perkembangannya, wadah dibuat dari berbagai
bahan yang disesuaikan dengan bahan apakah yang akan dibawa dan kondisi selama
membawa substansi tertentu yang salah satu contohnya adalah plastik. Plastik banyak
digunakan secara luas karena sifatnya yang kuat, ringan, tidak mudah pecah serta
dekoratif.
Berdasarkan kode daur ulangnya, kemasan plastik dibagi menjadi 7 yang salah
satunya adalah polikarbonat (PC). Polikarbonat merupakan salah satu jenis plastik yang
banyak digunakan sebagai botol air minuman dan wadah makanan karena sifat
plastiknya yang kuat serta jernih serta tidak mudah hancur (Rykowska and Wasiak,
2006). Polikarbonat ditandai dengan kode “other”, “PC” atau kode nomor “7 pada kemasannya. Polikarbonat tersusun dari monomer bisfenol A dan difenil karbonat.
Sinar matahari merupakan suatu gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan oleh matahari akibat reaksi fusi dan fisi dari matahari. Sinar matahari
sampai dengan sinar ultraviolet (Kiil and Houmϕller, 2013; Solarradiation, 2013).
Sinar matahari yang mencapai bumi akan dipantulkan oleh atmosfer dan sisanya
diserap oleh bumi. Sinar matahari yang diserap oleh bumi dapat diubah menjadi energi
yang berbeda besarnya antara suatu tempat dengan tempat yang lain bergantung pada
letaknya terhadap matahari (Kiil and Houmϕller, 2013).
Dalam penggunaannya sehari-hari, wadah plastik seringkali terpapar oleh
radiasi sinar matahari. Energi yang terdapat pada paparan radiasi sinar matahari diduga
dapat menyebabkan putusnya ikatan polimer penyusun plastik (depolimerisasi) pada
wadah plastik golongan polikarbonat. Terlebih energi dari paparan radiasi sinar
matahari terjadi di daerah khatulistiwa yang mana memungkinkan radiasi tersebut
terpancar dengan intensitas yang lebih tinggi berdasarkan letak dan posisinya terhadap
matahari. Putusnya ikatan polimer polikarbonat ini menyebabkan monomer-monomer
penyusunnya yaitu bisfenol A meluruh dan berpindah menuju ke sediaan.
Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana) merupakan monomer
penyusun plastik jenis polikarbonat bersama dengan difenil karbonat. Bisfenol A
(BPA) berupa padatan putih dengan bau fenolik serta tergolong berbahaya bagi
manusia. BPA memiliki struktur yang mirip dengan esterogen (xenoesterogen) dan
dapat terikat pada reseptor esterogen sehingga apabila terpejankan pada manusia dapat
meningkatkan kinerja dari esterogen (Ternes dan Joss, 2006) dan dilaporkan
bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan fisiologis pada tubuh, seperti pada
Belcher, 2008), serta berbagai gangguan genetis, gangguan saraf dan lain-lain
(Rykowska dan Wasiak, 2006).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode
pemisahan suatu senyawa dalam sampel yang biasanya berupa campuran menurut
kecepatan elusinya akibat interaksi oleh fase gerak dan fase diamnya. Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi memiliki beberapa keunggulan seperti: sensitif, mempunyai daya
pisah baik, cepat, dengan berbagai macam detektor, serta ideal untuk molekul besar
dan ion.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sinar matahari berpengaruh
terhadap kadar BPA dalam botol serta berapakah kadar bisfenol A pada wadah botol
air minum yang dipaparkan pada sinar matahari dalam jangka waktu tertentu sehingga
dapat diketahui kadar bisfenol A total yang belum meluruh dan dilihat penurunan
kadarnya terhadap kontrol.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang ada dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah radiasi sinar matahari berpengaruh terhadap kadar total bisfenol A
pada wadah botol air minum dibandingkan dengan wadah botol air minum
b. Berapakah kadar total bisfenol A dalam wadah botol air minum akibat pengaruh
radiasi sinar matahari dibandingkan dengan wadah botol air minum tanpa
pengaruh radiasi sinar matahari?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) fase terbalik yang mana metode ini telah dilakukan untuk menetapkan kadar
bisfenol A yang terkandung dalam wadah botol air minum. Pada penelitian terdahulu,
bisfenol A yang ditetapkan menggunakan pengaruh pemanasan, perbedaan pH,
pencucian dan pemakaian berkali-kali (Nam, Seo, and Kim, 2010; Li, Ying, Su, Ying,
and Wang, 2010; Biedermann-Brem, S., Grob, K., and Fjeldal, P., 2008). Namun
sejauh peneliti ketahui belum ada penelitian mengenai penetapan kadar bisfenol A
dalam wadah botol air minum dengan pengaruh paparan radiasi sinar matahari dan
dilakukan di daerah dengan intensitas sinar matahari besar seperti di Indonesia.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah radiasi
sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bisfenol A total pada wadah botol air
minum dibandingkan dengan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi
b. Manfaat metodologi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai prosedur penggunaan metode KCKT dalam penetapan kadar bisfenol
A dalam wadah botol air minum dengan pengaruh radiasi sinar matahari.
A. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A pada
wadah botol air minum dibandingkan wadah botol air minum tanpa pengaruh
radiasi sinar matahari.
2. Mengetahui berapakah kadar bisfenol A dalam wadah botol air minum akibat
pengaruh radiasi sinar matahari dan wadah botol air minum tanpa pengaruh
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Wadah
Pengemas diartikan sebagai wadah, tutup, dan selubung sebelah luar, artinya
keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransportasikan dan disimpan. Bahan
kemas, yang mengalami kontak langsung dengan bahan yang dikemasnya dinyatakan
sebagai bahan kemas primer, sedangkan bahan kemas yang dibungkus terlebih dahulu
dengan kotak, karton dan sebagainya dinyatakan sebagai bahan kemas sekunder.
Plastik sering dinyatakan sebagai bahan sintesis dan dapat digolongkan menjadi bahan
sintesis organik (Voight, 1995).
1. Wadah plastik
Dari semua jenis bahan pengemas, plastik merupakan suatu bahan yang
dikenal paling luas penggunaannya. Menurut American Society for Testing and
Materials (ASTM), plastik merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih
bahan polimer organik esensial dengan massa molar yang besar, bersifat solid dalam
bentuk jadinya dan dalam beberapa proses pembuatannya dapat dengan mudah
dibentuk (Rabinow and Roseman, 2005).
Wadah plastik berdasarkan nomor daur ulangnya (recycle) dapat dibagi
menjadi 7, yaitu:
a. Wadah bernomor daur ulang 1. Wadah dengan nomor daur ulang 1 ditandai
Terephtalate). PET biasanya digunakan untuk botol minuman (minuman
ringan, minuman sekali minum, minuman olahraga), baskom plastik dan
wadah kosmetik. Wadah jenis ini diperuntukkan hanya sekali pakai, namun
apabila dipakai terus menerus maka akan mengalami peluruhan dan
pertumbuhan bakteri (Plasticfreebottles, 2013).
b. Wadah bernomor daur ulang 2. Wadah dengan nomor daur ulang 2 ditandai
dengan angka β atau kode “HDPE” (High Density Polyethylene) pada kode
daur ulangnya. Wadah jenis ini tergolong aman dan biasanya dipakai untuk
tas pasar, botol jus dan susu (Plasticfreebottles, 2013).
c. Wadah bernomor daur ulang 3. Wadah dengan nomor daur ulang 3 ditandai
dengan angka γ atau kode “PVC” (Polyvinyl Chloride) pada kode daur
ulangnya. Plastik ini tergolong berbahaya dan mengandung bahan racun.
Pemakaiannya berkisar pada peralatan rumah tangga seperti bingkai jendela,
pembungkus daging, penutup kabel dan lain-lain (Plasticfreebottles, 2013).
d. Wadah bernomor daur ulang 4. Wadah bernomor daur ulang 4 ditandai
dengan angka “4” atau kode “LDPE” (Low Density Polyethylene) pada kode
daur ulangnya. Plastik ini tergolong aman digunakan dengan pemakaiannya
sebagai pembungkus makanan, pembungkus roti, plastik dry cleaning, dan
lain-lain (Plasticfreebottles, 2013).
e. Wadah bernomor daur ulang 5. Wadah ini ditandai dengan angka “5” atau
kode “PP” (Polypropylene) pada kode daur ulangnya. Plastik ini tergolong
membungkus produk makanan dan minuman lainnya (Plasticfreebottles,
2013).
f. Wadah bernomor daur ulang 6. Wadah ini ditandai dengan angka “6” atau
kode “PS” (Polystyrene) pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan
sebagai karton telur, perangkat CD, kemasan busa, dan lain-lain. Pada wadah
jenis ini penggunaannya lebih baik dihindari karena dapat meluruhkan styrene
dari komponen plastik yang dapat menyebabkan kanker (karsinogen) serta
mengganggu fungsi hormon apabila terpejan ke manusia (Plasticfreebottles,
2013).
g. Wadah bernomor daur ulang 7. Wadah ini ditandai dengan angka “7”, “other”,
atau “PC” (Polycarbonate) pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan sebagai wadah air minum, botol bayi dan perangkat mobil. Penggunaannya
yang lama dapat membuat monomer bisfenol A yang ada luruh kedalam
sediaan, oleh karena itu penggunaannya lebih baik dihindari
(Plasticfreebottles, 2013).
B. Sinar Matahari
Sinar matahari merupakan sumber dari radiasi elektromagnetik. Ketika
memancarkan radiasi, sebagian dari radiasi matahari masuk ke bumi melewati atmosfer
hingga kemudian sampai ke permukaan bumi. Jumlah dari total radiasi matahari yang
sampai ke bumi disebut insolasi (Kiil and Houmøller, 2013). Radiasi matahari
matahari. Spektrum ini terdiri dari sinar tampak dan radiasi sinar tampak-dekat seperi
sinar X, ultraviolet, inframerah dan gelombang radio (Solarradiation, 2013). Sinar
matahari ketika sampai di atmosfer akan dipantulkan oleh lapisan ozon, sedangkan
sisanya diserap dan diubah menjadi panas (Kiil and Houmøller, 2013).
Sinar ultraviolet (UV) merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang
mempunyai panjang gelombang antara 40 sampai 400 nm (30 hingga 3 eV). Spektrum
UV dibagi menjadi UV vakum (40-190 nm), UV jauh (190-220 nm), UV C (220-290
nm), UV B (290-320 nm), dan UV A (320-400 nm). Sinar ultraviolet mempunyai
panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar tampak. Sinar ini tidak tampak mata
oleh manusia, namun nampak bagi sebagian serangga seperti lebah (National
Aeronautics and Space Administration, 2007). Matahari adalah sumber radiasi UV
utama di bumi (Zeman, 2011). Sebagian besar sinar UV B dan UV C dapat diabsorbsi
oleh lapisan ozon bumi, tetapi residu dari sinar UV B masih bisa mencapai tanah.
Residu sinar UV B tersebut bisa diabsorbsi oleh protein dan DNA yang bisa berakibat
fatal, seperti terjadinya kanker (Gruijl, 1999).
Energi yang didapat dari matahari cenderung konstan, namun dapat pula
bervariasi tergantung letak dari tempat tersebut pada matahari (Kiil and Houmøller,
C. Bisfenol A
Gambar 1. Struktur bisfenol A (NTP-CERHR, 2008)
Bisfenol A (CAS 80-05-7) merupakan nama yang umum digunakan untuk
senyawa 2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana, 4,4’-isopropilidendifenol, atau β,β’
-bis(4-hidroksifenil)propana. BPA mempunyai berat molekul sebesar 228,29 g/mol dan
rumus kimia C15H16O2. BPA dihasilkan melalui kondensasi fenol oleh aseton dengan
katalis resin penukar ion yang kuat (Rykowska and Wasiak, 2006) ataupun dengan
kondensasi fenol dan aseton dengan katalis asam (NTP-CERHR, 2008). Bisfenol A
(BPA) berwujud padatan putih dan berbau fenolik lembut atau bau seperti “rumah
sakit” (NTP-CERHR, 2008). Produk yang berbahan dasar atau menggunakan BPA
(bisfenol A) sudah secara luas digunakan lebih dari 50 tahun yang lalu (Felis,
Tabel I. Sifat fisika-kimia BPA (Staples, Dorn, Klecka, O’block and Harris, 1998)
Sifat Fisika-kimia BPA Nilai
Titik didih 2200C pada 4 mmHg; 3990C pada 760 mmHg
Titik lebur 150-1570C
Grafitasi 1.060-1.195 g/mL pada 20-250C Kelarutan di air 120-300 mg/L pada 20-250C
Tekanan uap 8.7 x 10-10 -3.96 x 10-7 mmHg pada 20-250C Stabilitas/reaktivitas -
Log Kow 2.20-3.82
Konstanta Henry 1.0 x 10-10 atm m3/mol
BPA biasanya digunakan sebagai intermediet dalam pembuatan plastik polikarbonat
dan resin epoksi (Ternes and Joss, 2006). Bisfenol A juga biasanya digunakan sebagai
bahan penstabil atau antioksidan pada banyak jenis plastik seperti polivinil klorida
(Ash and Ash, 1995).
BPA merupakan suatu bahan kimia yang diproduksi oleh pabrik dalam jumlah
massal. Pada tahun 1991, volume produksi BPA mencapai 7,26 milyar g (atau setara
16 juta pon) (HSDB, 2003). Pada pertengahan 2004, produksi BPA di Amerika Serikat
tercatat sebanyak 1,024 juta kubik ton (atau setara 2,3 milyar pon) (NTP-CERHR,
2008). Pada tahun 2006, produksi BPA diseluruh dunia mencapai 3,8 juta kubik ton
(Plastic Europe, 2007), sedangkan konsumsinya pada tahun 2003 di Amerika Serikat
sendiri sebesar 856.000 kubik ton (1,9 milyar pon); dimana 619.000 kubik ton (1,4
milyar pon) sebagai resin polikarbonat, 184.000 (406 juta pon) sebagai resin epoksi
dan 53.000 kubik ton (117 juta pon) digunakan untuk lain-lain (NTP-CERHR, 2008).
Polikarbonat merupakan polimer dari BPA yang mana akan menghasilkan
mencampur BPA dengan difenil karbonat pada suhu 573 K seperti pada gambar 2
(Rykowska and Wasiak, 2006).
Gambar 2. Proses pembuatan polikarbonat (Rykowska and Wasiak, 2006)
Polikarbonat banyak digunakan dalam pembuatan media optik seperti CD dan
DVD, pada bidang kelistrikan dan perlengkapan elektronik serta bahan bangunan,
poliester unsaturated, resin polisulfon (Olea, Pulgar, Perez, Olea-Serrano, Rivas,
Novillo-Tertrell et al., 1996) serta pada peralatan yang tahan banting (NTP-CERHR,
2008). BPA juga secara luas digunakan pada bidang medis, perlengkapan kesehatan
serta kemasan botol dan wadah (Beronius and Hanberg, 2011). Selain digunakan
murni, plastik polikarbonat dapat pula dicampur dengan material lain untuk membuat
material seperti yang digunakan di industri telepon genggam, peralatan rumah tangga
dan industri otomotif. Plastik polikarbonat ditandai dengan kode nomor daur ulang “7”
Resin epoksi juga luas penggunaannya dan biasanya digunakan dalam
pembuatan pelindung dan salut pada serbuk. Penggunaan lainnya pada bidang elektrik
dan elektronik, teknik sipil, dan pelindung dalam industri otomotif (Beronius and
Hanberg, 2011). Resin epoksi juga umum digunakan sebagai bahan pelapis logam
seperti pada kaleng minuman, tutup botol serta pipa air (NTP-CERHR, 2008).
1. Peruraian BPA dan pemejanannya pada manusia
Pemejanan BPA dari suatu polikarbonat atau resin epoksi terjadi apabila
monomer BPA lepas dari bentuk polimernya(dari suatu polikarbonat atau resin epoksi).
Lepasnya suatu monomer BPA dapat terjadi akibat dari proses polimerisasi yang tidak
sempurna atau hidrolisis yang disebabkan peningkatan suhu atau pH yang ekstrim
(European Chemicals Bureau, 2008) serta pemakaian berkali-kali (Nam, Seo, and Kim,
2010).
Pemejanan BPA pada manusia terjadi terutama akibat dari makanan yang
tercemar BPA sebagai akibat dari penggunaan wadah polikarbonat (atau yang
mengandung monomer BPA lainnya seperti botol bayi, peralatan makan, dan wadah
makanan serta kaleng makanan dan minuman yang dilapisi oleh resin epoksi)
(Beronius and Hanberg, 2011). Selain dari wadah makanan secara langsung, BPA juga
dapat terpejan dari sumber berupa debu, udara dan air (terutama akibat berenang dan
mandi dimana BPA mengkontaminasi lewat kulit). BPA dalam bentuk serbuk juga
dapat terpejan melalui permukaan beberapa thermal printing papers, misalnya nota
kasir dimana serbuk BPA tersebut terpejan ke kulit ketika bersentuhan dengan kulit
BPA yang terbebas ke lingkungan pada tahun 2004 adalah sebesar 181.768 pon:
dimana 132.256 pon ke udara, 3.533 pon ke air, 172 pon injeksi, dan 45.807 ke tanah
(NTP-CERHR, 2008). Menurut Staples et al. (1998), degradasi BPA tersebut terjadi
akibat BPA yang mampu menyerap sinar ultraviolet terutama sinar yang masuk dan
diserap oleh larutan bawaannya serta diketahui bahwa fotolisis dari permukaan air
dapat terjadi terutama akibat pengaruh pH, turbiditas, turbulensi, dan sinar matahari.
Waktu paruh akibat foto-oksidasi dari BPA berkisar antara 66 jam sampai 160 hari.
BPA yang meluruh dari botol dapat mengkontaminasi manusia dan dapat
berakibat fatal. BPA mempunyai struktur mirip dengan esterogen sehingga dapat
berikatan dengan reseptor esterogen dan meningkatkan aktivitas esterogen dalam tubuh
(Ternes and Joss, 2006), BPA juga diklasifikasikan sebagai endocrine discrupting
chemical (EDC), yang mana BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu
produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi
dari hormon alami (US-FDA, 2008). Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah
banyak dilakukan dengan target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Lebih jauh,
BPA juga dapat mengacaukan efek pada sistem-sistem endokrin yang lain seperti efek
yang dimediasi androgen, hormon tiroid, prolaktin, insulin, dan lainnya (Wetherill,
Akingbemi, Kanno, McLachian, Nadal, et al., 2007).
Penggunaan BPA sebagai polimer untuk produk tambahan makanan baik
langsung maupun tidak langsung serta alat-alat kedokteran gigi masih diperbolehkan
oleh FDA menurut Peraturan Regulasi Federal (Code of Federal Regulations/CFR).
penggunaannya sebagai anoksomer, dan pelindung pada permukaan wadah makanan
dan bahan resin gigi (FDA, 2006).
Dosis perhari yang diperbolehkan (Tolerable daily intake/TDI) dari BPA telah
ditetapkan oleh European Food Safety Authority (EFSA, 2006) adalah sebesar 50
µg/KgBB.hari. Walau bagaimanapun, hasil dosis perhari/TDI yang diperbolehkan ini
diragukan oleh banyak ilmuwan karena hasil EFSA ditetapkan berdasarkan petunjuk
yang disetujui dan dikategorikan sebagai petunjuk yang terpercaya dan berkualifikasi
sangat baik. Pada kenyataannya, banyak penelitian yang dilakukan tidak berdasarkan
petunjuk EFSA menunjukkan hasil yang kontroversi bahwa TDI yang ditemukan
dibawah 50 µg/kgBB/ hari bahkan beberapa µg/kgBB.hari (Richter, Birnbaum,
Farabollini, Newbold, Rubin and Talsness, 2007).
Beberapa lembaga didunia menetapkan dosis harian yang diperbolehkan atau
TDI, seperti di Eropa 0,01 mg/KgBB.hari (SCF, 2012), 0,05 mg/KgBB.hari (EFSA,
2013); Amerika Serikat; Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health Canada, 2008);
dan Jepang 0,05 mg/KgBB.hari (AIST, 2007).
2. Metabolisme BPA
Pada manusia dan primata lainnya, BPA yang dikonsumsi secara oral akan
dengan cepat terabsorbsi pada dinding usus, terikat dengan asam glukoronat dan diubah
menjadi BPA-glukoronid pada metabolisme fase satu (first pass metabolism) oleh
suatu enzim di hati (NTP-CERHR, 2008) dan sejumlah kecil BPA diubah menjadi
konjugat sulfat (gambar 3). Reaksi ini digolongkan sebagai reaksi deaktivasi. Proses
mudah untuk dieliminasi melalui urin dan meminimalisir kemungkinan untuk
berinteraksi dengan proses-proses biologis lainnya. Lebih dari 80% BPA yang
dikonsumsi secara oral akan dibuang dari tubuh dalam waktu 5 jam. Bentuk konjugat
sulfat inilah yang berperan sebagai pengganggu endokrin (INFOSAN, 2009).
Gambar 3. Proses biotransformasi BPA pada manusia dan hewan uji menjadi BPA-glukoronid dan BPA-sulfat (Aschberger, Castello, Hoekstra, Karakitsios, Munn, Pakalin et al., 2010)
Penelitian oral yang dilakukan pada tikus ditemukan bahwa BPA pada
jaringan tubuh ditemukan terkonsentrasi pada jaringan hati, ginjal, jaringan mati serta
pada otak dan testis konsentrasinya paling rendah (Aschberger et al., 2010).
Pada kasus yang melibatkan janin, jumlah BPA pada jaringan fetus sama
dengan jumlah BPA yang ada pada darah ibu sehingga ini menunjukkan bahwa BPA
dapat terdistribusi melalui plasenta. BPA juga dapat berpindah melalui air susu dengan
konsentrasi 1-3µg/L atau sedikit lebih tinggi dari BPA yang terdapat dalam darah ibu.
Data toksikologi menunjukkan bahwa fase embrionik/neonatal tidak mempunyai
embrionik/neonatal dapat tetap memetabolisme BPA lewat sulfatasi (enzim
sulfo-transferase). Fetus merupakan individu yang paling rentan dimana pemaparan BPA
tidak hanya terjadi akibat penularan dari induknya melewati plasenta atau air susu
namun juga terjadi akibat pemakaian wadah berbahan PC (terutama botol susu bayi)
(INFOSAN, 2009). Menurut penelitian dari Domoradzki, Thornton, Pottenger,
Hansen, Card, Markham et al. (2004), kemampuan hewan uji tikus yang sangat muda
untuk memetabolisme BPA kurang baik dibandingkan dewasa terkait dengan kurang
berkembangnya proses glukoronidasi saat tikus berada dalam fase awal kehidupan.
Menurut penelitian Ikezuki, Tsutsumi, Takai, Kamei, dan Taketani (2002) serta
Welshons, Nagel dan vom Saal (2006), peningkatan dosis pada induk juga akan
memicu peningkatan akumulasi sirkulasi BPA pada fetus.
Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi pula peristiwa dekonjugasi BPA
yang menyebabkan BPA yang sudah dideaktivasi (BPA yang telah terglukoronidasi
dan tersulfatasi) menjadi aktif kembali/reaktivasi oleh enzim -glukoronidase dan
arilsulfatase C menjadi BPA bebas (Ginsberg and Rice, β009). Enzim -glukoronidase
merupakan enzim yang tidak hanya terdapat pada saluran pencernaan usus halus,
namun juga terdapat pada seluruh bagian tubuh, termasuk plasenta dan hati fetus (yang
diduga turut berperan dalam akumulasi pada fetus). Arilsulfatase C berkembang pada
masa awal kehidupan dan dapat mendekonjugasi BPA sulfat menjadi bentuk bebasnya
(Aschberger et al., 2010).
Pada manusia, BPA yang diekskresikan lewat urin mempunyai waktu paruh
berbeda dengan hewan pengerat akibat proses resirkulasi enterohepatik yang
menyebabkan waktu paruh yang lebih lambat yaitu antara 15 sampai 22 jam
(Aschberger et al., 2010). Ditemukan pula fakta lain bahwa konsentrasi BPA tidak akan
berkurang dengan cepat dengan puasa (Stahlhut, Welshons, and Swan, 2009).
3. Dampak BPA
Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah banyak diteliti terutama dengan
target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Efek yang lebih terlihat pada
pemejanan BPA berupa efek secara fisik, saraf dan perubahan pada perkembangan sifat
atau tingkah laku. BPA bersifat sebagai oesterogen lemah dimana mempunyai afinitas
yang lebih lemah terhadap reseptor oesterogen (ERα dan ER ) daripada oesterogen
endogen dan secara cepat dimetabolisme oleh tubuh menjadi BPA-glukoronid dimana
secara hormon tidak aktif. Namun BPA mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
reseptor esterogen-terhubung (ERR- ), dimana afinitas yang tinggi inilah yang
dilaporkan mengganggu kinerja dari endokrin (Endocrine Discrupting Chemical)
(INFOSAN, 2009).
Sebagai Endocrine discrupting chemical, BPA berperan sebagai agen eksogen
yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi,
maupun eliminasi dari hormon alami (US FDA, 2008). BPA digolongkan sebagai
oesterogen lingkungan yang lemah (weak environmental oesterogen) dikarenakan BPA
berikatan dengan reseptor oesterogen alfa dan beta dengan kekuatan ikatan
10.000-100.000 kali lipat lebih lemah daripada 17 -oestradiol (hormon alami) (Aschberger et
BPA dan efek merusaknya pada jaringan yang berhubungan dengan androgen atau
oesterogen, misalnya sistem imun, tiroid dan sistem saraf. Penelitian tersebut
melaporkan bahwa BPA dapat menstimulasi aforemention cellular response pada dosis
kecil baik lewat mekanisme genomik (reseptor inti oesterogen) ataupun non-genomik
(berhubungan dengan membran atau transduksi intraseluler) (Wetherill et al., 2007).
Dilaporkan pula efek dari BPA mungkin dimediasi lewat reseptor permukaan sel
oesterogen (GPR30). BPA diketahui pula ekuipoten dengan 17 -oestradiol dan
dietilstilbestrol (Alonso-Magdalena, Laribi, Ropero, Fuentes, Ripoll, Soria et al., 2005)
dan menunjukkan sifat merusak sifat normal reseptor inti hormon oesterogen di
pankreas (Adachi, Yasuda, Mori, Yoshinaga, Aoki, Tsujimoto et al., 2005).
Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa pemejanan dengan level
tinggi selama masa kehamilan dan/atau laktasi menunjukkan efek berupa kurangnya
daya hidup, masalah pada berat badan, pertumbuhan, dan masa awal pubertas yang
tertunda pada tikus jantan dan betina. Efek ini terlihat pada dosis yang sama dimana
pada dosis ini menimbulkan penurunan berat badan pada hewan yang mengandung.
Dosis yang tejadi dapat dihubungkan dengan efek: pubertas yang terlambat (≥50
mg/KgBB.hari); pertumbuhan yang lambat (≥γ00 mg/KgBB.hari); berkurangnya daya
hidup (≥500 mg/KgBB.hari) (NTP-CERHR, 2008).
Studi pada mencit dan tikus telah membuktikan bahwa paparan BPA pada
uterus dapat menyebabkan perubahan susunan bentuk payudara pada remaja dan
Ucci, Sonnenschein, and Soto, 2007; Moral, Wang, Russo, Lamartiniere, Pereira, and
Russo, 2008). Pada kelenjar susu mamalia prenatal yang dipaparkan BPA, secara
spesifik dilaporkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah struktur epithelial yang
belum terdiferensiasi, peningkatan jumlah reseptor progesterone receptor-positive (PR
+), penurunan tingkat apoptosis dan meningkatkan sensitivitas estradiol (Murray et al.,
2007; Moral et al. 2008). Pada hewan prenatal yang dipaparkan BPA juga
menunjukkan peningkatan jumlah saluran hiperplastik pada hewan dewasa (Durando
et al., 2007; Murray et al., 2007), lebih pekanya hewan dewasa terhadap paparan BPA
yang bersifat karsinogen (Durando et al., 2007), serta meningkatkan luka neoplasik
pada payudara (Murray et al., 2007).
Efek pada prostat atau jalur reproduksi laki-laki terjadi pada dosis 2
µg/KgBB.hari; pada dosis 475mg/KgBB.hari menunjukkan keterlambatan dalam onset
pubertas pada tikus jantan dan betina namun tidak ada pengaruhnya pada kesuburan.
Beberapa studi juga melaporkan bahwa perlakuan dengan BPA selama masa
pertumbuhan dapat menyebabkan perubahan sifat dan perkembangan otak pada tikus.
Pada studi karsinogenisitas yang dilakukan dibawah US National Toxicology Program
menggunakan mencit F344 dan B6C3F1 menunjukkan pertumbuhan kecil leukemia
dan sel tumor testikular interstisial pada tikus jantan. Pada penelitian lainnya,
percobaan secara in vivo membuktikan bahwa tidak terdapat aktivitas androgenik
LD50 yang ditetapkan untuk tikus secara oral adalah sebesar 3250 mg/kg,
sedangkan pada mencit secara per oral adalah 2400 mg/kg dan peritoneal sebesar 150
mg/kg, pada kelinci ditemukan 2230 mg/kg secara per-oral dan pemejanan kulit 3
mL/kg. Pada hamster 4000 mg/kg secara oral serta pada mamalia umumnya 6500
mg/kg (Sigma-Aldrich, 2004). Menurut penelitian Pant and Deshpande (2012), LD50
bisfenol A adalah sebesar 841 mg/kg (i.p.) dan 35,26 mg/kg (i.v.) pada tikus.
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase
diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) dan merupakan teknik
pemisahan yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk dalam bidang
analisis (kualitatif, kuantitatif maupun preparatif) baik farmasi, lingkungan dan
lain-lain (Gandjar dan Rohman, 2007). KCKT banyak digunakan untuk mengukur kuantitas
dalam suatu formulasi. Prinsipnya adalah suatu fase gerak cair dipompa dibawah
tekanan kolom yang mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10
µm. Analit tersebut dimasukkan melalui bagian atas kolom melalui katup lengkung dan
pemisahan dilakukan berdasarkan lamanya waktu relatif yang diperlukan oleh
komponen di dalam fase diam. Penentuan elemen yang keluar dapat ditentukan dengan
berbagai detektor (Watson, 2005).
Pemisahan dengan kromatografi merupakan pemisahan dimana solut atau
sampel terpisah oleh karena perbedaan kecepatan elusi akibat melewati suatu fase
gerak dan fase diam. Untuk memisahkan secara optimal, hal-hal yang harus
diperhatikan diantaranya: jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,
kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fungsi KCKT yang paling banyak digunakan adalah sebagai pemisah untuk
senyawa-senyawa anorganik, senyawa organik, senyawa biologis serta dapat pula
untuk senyawa yang tidak mudah menguap, untuk analisis ketidakmurnian. Selain itu,
dapat pula menganalisis molekul netral, ionik maupun zwitter ion. KCKT juga cocok
untuk senyawa yang strukturnya hampir sama, analisis dalam jumlah sangat sedikit
(trace analysis) ataupun dalam jumlah banyak (skala industri) (Gandjar dan Rohman,
Gambar 4. Pemisahan secara kromatografi (Meyers, 2004)
Sistem instrumentasi standar untuk elusi isokratik meliputi :
a. Reservoir pelarut
b. Pompa bertekanan
c. Injektor lengkung yang bervolume tetap antara 1 dan 200 µL
d. Kolom yang biasanya berupa tabung baja yang dikemas dengan gel silica tersalut
oktadesilsilan (ODS-bond)
e. Detektor, biasanya berupa detektor UV/Visibel
f. Sistem penangkap data yang biasanya berupa suatu integrator komputansi atau
Gambar 5. Skema sederhana dari HPLC (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010)
Pada gambar 5 diatas menunjukkan gambaran skematis dari HPLC dimana
terlihat pelarut/fase gerak (solvent) mengalir dari fase gerak (solvent reservoir) menuju
pipa injektor membawa sampel menuju detektor melewati kolom dimana pada kolom
inilah terjadi pemisahan sampel berdasarkan komponen-komponennya (sampel
terelusi) dan kemudian terbaca oleh detektor (biasanya spektrometer UV atau massa
atau detektor lainnya) (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Kromatografi fase terbalik (Reverse phase chromatography) merupakan
pilihan pertama ketika akan dilakukan suatu pemisahan senyawa yang mempunyai
bentuk ionik atau bersifat netral, menggunakan kolom yang terdiri dari fase yang lebih
kurang polar seperti C8 atau C18. Eluen atau fase gerak umumnya adalah campuran
antara air dengan asetonitril (ACN) atau metanol (MeOH) atau pelarut organik lainnya
(misalnya isopropanol (IPA), atau tetrahidrofuran (THF)). Pelarut organik yang dipakai
penggunaan, serta tidak mempengaruhi pembacaan oleh detektor serta harganya
terjangkau (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Pada kromatografi data yang dihasilkan berupa puncak Gaussian yaitu apa yang
dikenal sebagai puncak (peak) seperti yang ditunjukkan gambar 6. Puncak (peak)
menunjukkan hasil solut yang terelusi dan terbaca dalam kromatogram, yaitu
keseluruhan data kromatografi.
Gambar 6. Puncak kromatografi (Meyers, 2004)
Gambar 7. Kromatogram (Meyers, 2004)
Kolom merupakan suatu komponen inti dari sebuah rangkaian alat
untuk menjadi semakin efisien, stabil dan reprodusibel. Fase diam (stationary phase)
pun begitu banyak dikembangkan untuk meningkatkan pemisahan menjadi lebih
fleksibel untuk semua jenis sampel serta lebih efektif dimana suatu kolom dapat
memisahkan sampel yang tidak mungkin dapat dipisahkan pada masa lampau.
Sekarang pada umumnya digunakan kolom dengan panjang antara 30 sampai 250 mm
serta partikel dengan diameter antara 1,5 sampai 5 μm (Snyder, Kirkland, and Dolan,
2010).
Fase diam dalam suatu sistem kromatografi sangat menentukan waktu retensi
dan selektivitas dalam pembacaan data. Pada kromatografi fase terbalik, fase diam
yang biasanya digunakan adalah organosilan yang diikat kovalen dengan gugus silanol
pada permukaan silika untuk membentuk fase gerak atau ligan R seperti pada gambar
8. Gugus fungsi R biasanya adalah –Cl, -Oet, atau –CH3 (Snyder, Kirkland, and Dolan,
2010).
Gambar 8. Reaksi pembentukan silika terikat (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Spektrofotometer UV dan visibel merupakan detektor yang paling luas
digunakan dalam sistem oktadesilsilan (ODS) dengan formasi R = – (CH2)17CH3,
merupakan fase diam yang paling luas penggunaannya. Sifatnya sangat nonpolar dan
Detektor UV/vis mempunyai tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, namun
suatu solut harus dapat menyerap sinar pada panjang gelombang UV atau visibel
(190-600 nm) untuk dapat terdeteksi oleh sistem ini. Konsentrasi sampel dihitung melalui
fraksi cahaya yang ditransmisikan melalui suatu solut yang mengikuti hukum Beer,
yaitu:
log (��
�) = εbc
dari persamaan diatas, lo menunjukkan intensitas cahaya, l menunjukkan intensitas
cahaya yang ditransmisikan, ε merupakan absorbtivitas molar, b lebar kuvet (dalam
cm), dan c merupakan konsentrasi sampel (dinyatakan dalam mol/L). Absorbsi
cahaya pada detektor KCKT biasanya dirancang untuk menghasilkan data berupa
absorbansi (A), mengikuti persamaan :
A = log (��
�) = εbc (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Pembacaan sampel yang terdeteksi dan terukur oleh detektor ditunjukkan oleh
gambar 9. Sampel yang terbaca oleh detektor digambarkan oleh peak yang dipengaruhi
oleh besarnya absorbansi yang diserap pada panjang gelombang tertentu yang
dipancarkan oleh sumber sinar pada spektra. Pada gambar 9, suatu solut yang
dimisalkan dengan sampel X, dan sampel Y. Pada panjang gelombang 280 nm (gambar
9b) analit Y menunjukkan absorbansi yang kuat, sehingga puncak yang dihasilkan pun
akan semakin besar. Pada panjang gelombang 260 nm (gambar 9c) karena absorbansi
keduanya hampir sama, maka puncak yang dihasilkan pun hampir sama. Pada 210 nm
puncak yang tinggi pula. Perlu diingat bahwa munculnya puncak baru (puncak Z) akan
terjadi dan kemunculan ini tidak teramati pada panjang gelombang yang lebih tinggi.
Hal ini berhubungan dengan mulai lemahnya selektivitas detektor (Snyder, Kirkland,
and Dolan, 2010).
Gambar 9. Selektivitas panjang gelombang pada detektor UV
Fase gerak harus dipilih berdasarkan sifat kromatografisnya, yaitu dapat
berinteraksi dengan fase diam yang sesuai dan dapat memisahkan campuran sampel
secepat dan seefisien mungkin. Pemilihan fase gerak harus mempertimbangkan faktor
berikut:
a. Viskositas. Dengan viskositas yang rendah maka tekanan kolom dapat lebih ringan
dan meminimalisir adanya fenomena transfer massa.
b. Transparan saat pengukuran. Apabila suatu fase gerak tidak transparan maka akan
dapat mengganggu absorbansi dari sampel.
c. Indeks bias. Apabila digunakan, maka indeks bias pada pelarut dan sampel harus
berbeda sejauh mungkin terlebih saat pengukuran dekat dengan LOD.
d. Titik didih. Apabila suatu sampel akan melewati proses selanjutnya maka akan lebih
baik dipilih pelarut dengan titik didih rendah, namun untuk pelarut dengan tekanan
uap tinggi harus diwaspadai karena akan mengganggu proses deteksi.
e. Kemurnian. Hal ini bergantung pada pemakaian. Apabila pelarut tidak murni
digunakan tentu akan mengganggu saat elusi dengan gradien.
f. Inert dengan sampel. Apabila terjadi proses oksidasi-reduksi maka dapat digunakan
pengawet yang tidak mengganggu pembacaan kromatogram.
g. Tahan terhadap korosi. Pelarut harus tahan terhadap korosi yang disebabkan
lepasnya HCl dari pelarut terklorinasi akibat cahaya.
h. Toksisitas. Pelarut yang digunakan harus seaman mungkin agar tidak menimbulkan
efek toksik pada peneliti.
Proses pemisahan dapat dioptimumkan dengan berbagai cara seperti
menyesuaikan fase diam (misalnya, antara oktadesil dengan fenil silika) atau dengan
mengganti fase gerak, sesuai dengan sifat selektivitasnya seperti pada tabel 2.
Selain itu, dalam menentukan sifat pelarut dipergunakan pula segitiga pelarut (solvent
triangle) yang mengelompokkan berbagai pelarut menurut sifatnya, antara lain: asam
(α), basa (β), dan sifat dipolarnya (π*). Pemilihan pelarut turut menentukan pola dari waktu retensi yang muncul, semakin jauh suatu pelarut dengan pelarut lainnya dalam
segitiga maka semakin berbeda pula pola yang ditunjukkan. Dalam banyak pemisahan,
dilakukan pencampuran antara dua pelarut. Pelarut pertama yang digunakan biasanya
adalah air (pada kromatografi fase terbalik) dan heksan (pada kromatografi fase
normal), sedangkan yang kedua merupakan pelarut organik lain yang ditambahkan
(Meyers, 2004). Sebelum dilewatkan pada fase diam, fase gerak harus terlebih dahulu
di-degassing untuk menghilangkan gelembung udara. Dalam sebuah penelitian,
gelembung udara merupakan suatu masalah yang dapat mengganggu penghantaran fase
gerak oleh pompa maupun berpengaruh terhadap puncak yang dihasilkan (Snyder,
Gambar 10. Solvent triangle (Meyers, 2004)
Pompa merupakan komponen penting dalam KCKT. Pompa harus dapat
mengalirkan fase gerak pada tekanan tinggi hingga 350 bar bahkan 400 bar, serta
menyediakan akurasi dan presisi aliran yang tinggi pada flow rate yang digunakan.
Flow rate yang digunakan biasanya berkisar antara 0,1 mL min-1 hingga 5-10 mL min
-1 (Meyers, 2004).
Dalam pemisahan dengan kromatografi, sering ditemukan berbagai
permasalahan dalam prosesnya. Permasalahan yang paling utama adalah pelebaran
puncak (peak) yang muncul sehingga pemisahan tidak sempurna. Hal ini disebabkan
oleh berbagai fenomena, yaitu :
a. Difusi Eddy. Difusi Eddy merupakan suatu fenomena suatu partikel yang
dikarenakan adanya suatu rintangan fase diam dalam kolom sehingga membuat
suatu partikel akan terbentur dan mengambil jalan lain sehingga membuat waktu
tempuh yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan partikel yang tidak
terkena rintangan fase diam dan berjalan relatif lurus seperti yang digambarkan
gambar 11 (Meyers, 2004).
Gambar 11. Difusi eddy (Meyers, 2004)
b. Distribusi aliran. Merupakan suatu aliran yang tidak sama antara fase gerak ketika
fase gerak tersebut melewati celah diantara dua atau lebih partikel fase diam. Pada
kondisi ini, fase gerak yang berada ditengah tentu akan lebih cepat alirannya
Gambar 12. Distribusi aliran (Meyers, 2004)
Difusi Eddy dan distribusi aliran dapat dikurangi dengan cara membuat partikel fase
diam dalam kolom seoptimal mungkin. Distribusi ukuran dalam kolom hendaknya
dibuat serapat mungkin. Partikel juga harus seragam dengan perbandingan partikel
terkecil dan terbesar sebaiknya tidak melebihi dua, apabila perbandingannya 1,5
maka akan lebih baik (misalnya yang terkecil 5 µm, maka partikel yang terbesar
tidak boleh lebih dari 7,5 µm) (Meyers, 2004).
c. Difusi longitudinal. Difusi longitudinal terjadi apabila solut terelusi tidak hanya ke
satu bidang, namun melebar ke bidang lainnya. Difusi longitudinal hanya
mempengaruhi pelebaran puncak apabila partikel: fase diam ukurannya relatif kecil,
velositas fase gerak terlalu rendah dalam kaitannya dengan ukuran partikel, dan
koefisien difusi sampel yang besar. Prinsip agar difusi longitudinal tidak
mempengaruhi pelebaran puncak adalah dengan menyesuaikan velositas aliran fase
gerak. Kondisi ini dapat dilakukan apabila u > 2Dm/dp. Pada persamaan tersebut, u
menunjukkan velositas aliran linear dari fase gerak, Dm menunjukkan koefisien
difusi sampel dalam fase gerak, serta dp melambangkan diameter partikel (Meyers,
Gambar 13. Difusi longitudinal (Meyers, 2004)
d. Transfer massa. Fenomena ini dapat terjadi apabila partikel yang digunakan sebagai
fase diam mempunyai pori-pori dan celah, contohnya pada gambar 14.
Gambar 14. Partikel dengan banyak pori dan celah (Meyers, 2004)
Pada kondisi ini terdapat kemungkinan suatu solut akan masuk berdifusi ke celah
atau pori tersebut dan diperlukan waktu untuk suatu solut berdifusi kembali keluar
dan terelusi. Kondisi ini akan menyebabkan pelebaran puncak bahkan
mempengaruhi pembacaan karena mungkin terjadi suatu solut akan berdifusi keluar
pada saat sampel lain diinjek. Prinsip yang dilakukan agar mengurangi resiko
terjadinya transfer massa diantaranya: dengan menggunakan partikel kecil berpori
namun tipis sebagai fase gerak, pelarut dengan viskositas rendah sebaiknya
digunakan, ini berkaitan dengan tingkat difusi yang lebih tinggi pada medium yang
Gambar 15. Transfer massa (Meyers, 2004)
1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Suatu sistem KCKT yang digunakan dapat untuk menganalisa sampel baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengujian secara kualitatif akan menyediakan
informasi tentang keberadaaan suatu analit dalam sampel, dan kuantitatif menghasilkan
data seberapa banyak analit tersebut tersedia dalam sampel. Untuk mengukur analit
dalam sampel, detektor dalam KCKT mengubah konsentrasi atau massa analit yang
terelusi menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini yang kemudian diplot lawan waktu
menjadi data yang disebut kromatogram. Data dalam bentuk digital ini disajikan
dengan x merupakan waktu dan y merupakan intensitas, yang didapat dari waktu
retensi dan area puncak (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).
Pada analisis data kualitatif, puncak analit ditentukan dengan waktu retensi (tR),
waktu retensi merupakan waktu analit dideteksi setelah terelusi pada fase diam. Waktu
retensi biasanya dinyatakan dalam menit, namun untuk pengukuran dalam waktu cepat
merupakan jumlah total analit yang dihitung dari awal puncak (peak-start point) hingga
titik akhir puncak (peak-end point) (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Untuk
pengukuran kualitatif diukur dengan membandingkan waktu retensi (tR) antara standar
dengan analit (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada analisis data, cara yang paling umum untuk mengetahui jumlah analit
dalam sampel adalah dengan membuat plot kurva kalibrasi dengan menggunakan
standar eksternal. Larutan standar (kalibrator) dibuat dengan konsentrasi yang telah
diketahui dan dibuat plot antara konsentrasi dengan area puncak. Untuk menghitung
analit, dapat dipreparasi dengan cara yang sama. Konsentrasi analit kemudian dihitung
melalui area puncak yang terukur pada kromatogram dengan plot grafik kurva kalibrasi
standar eksternal (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).
Landasan Teori
Wadah atau pengemas merupakan suatu tempat dimana suatu sediaan
ditempatkan untuk disimpan sebelum digunakan. Pengemas berfungsi melindungi dan
sebagai media pembawa suatu sediaan untuk keperluan tertentu. Wadah terdiri dari
berbagai jenis seperti kaca, plastik, dan lain-lain. Wadah plastik merupakan wadah
yang paling luas penggunaannya. Wadah plastik memiliki beberapa keunggulan
sehingga digunakan untuk berbagai keperluan seperti kuat, jernih, fleksibel, mudah
dibentuk dan memenuhi aspek estetis.
Wadah plastik dapat dibentuk melalui proses polimerisasi dari berbagai
polimer plastik yang luas penggunaannya. Polikarbonat sering digunakan untuk
berbagai keperluan seperti wadah/botol minuman, peralatan otomotif, Compact Disc,
serta peralatan rumah tangga lainnya. Polikarbonat dikenal dengan kode “7” atau kode
“PC” pada lambang daur ulangnya. Polikarbonat dibuat dengan monomer berupa
bisfenol A dan difenil karbonat.
Sinar matahari merupakan beragam gelombang radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh matahari dan diterima bumi. Radiasi yang dipancarkan matahari
apabila sampai ke bumi akan melewati atmosfer dan beberapa akan dipantulkan dan
beberapa akan diserap oleh permukaan bumi. Sinar yang diserap oleh bumi akan diubah
menjadi energi panas. Sinar matahari yang diserap bumi akan bervariasi besarnya
bergantung pada tempat atau letak terhadap matahari.
Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana) merupakan monomer
penyusun plastik jenis polikarbonat dengan kode daur ulang “7”. Seiring
penggunaannya, bisfenol A dapat lepas dari polimernya dan terurai membentuk
monomernya kembali. Proses penguraian bisfenol A salah satunya dapat terjadi akibat
peningkatan temperatur, perubahan pH ekstrim, proses polimerasi yang tidak sempurna
serta intensitas sinar ultraviolet yang terdapat pada radiasi sinar matahari. Bisfenol A
yang lepas dari bentuk polimernya dapat terpejan ke manusia dan menimbulkan efek
buruk bagi manusia. Bisfenol A dikenal merupakan bahan berbahaya yang diketahui
tidak hanya mengganggu sistem endokrin tapi juga meningkatkan kerja hormon
esterogen karena strukturnya yang mirip dengan hormon esterogen. Bisfenol A juga
berpengaruh ke janin berupa malformasi, berkurangnya daya hidup dan sebagainya.
Ditinjau dari efek berbahayanya, banyak lembaga menetapakan TDI (Tolerable Daily
Intake) atau dosis harian yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/kg/hari (SCF, 2012);
0,025 mg/kg/hari (Health Canada, 2008); 0,05 mg/kg/hari (EFSA, 2013; AIST, 2007).
Penetapan kadar dalam penelitian ini menggunakan instrumen KCKT yang
akan memisahkan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan elusi melewati fase
diam yang dibantu tekanan. Kromatografi ini menggunakan fase diam ODS (C18)
dengan detektor spektroskopi UV. KCKT yang digunakan adalah KCKT fase terbalik
yang akan memisahkan analit dengan waktu tertentu (waktu retensi) kemudian diukur
dengan menggunakan area bawah puncak menggunakan kurva standar eksternal.
E. Hipotesis
1. Sinar matahari berpengaruh terhadap penurunan kadar BPA dalam botol.
2. Dengan semakin lama perlakuan paparan dengan menggunakan radiasi sinar
40 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian dengan rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena
diberikan perlakuan pada subjek uji.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel dalam penelitian ini adalah:
1) Lama paparan radiasi sinar matahari
b. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah:
2) Kadar BPA yang pada botol air minum
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
1) Kode bertanda “PC” yang terdapat pada kemasan botol air minum
2) Pelarut
b. Variabel pengacau tak terkendali
1) Intensitas paparan radiasi sinar matahari
2) Medium air dalam botol
C. Definisi Operasional
1. Bisfenol A (BPA) merupakan suatu senyawa yang biasa dipergunakan sebagai
monomer untuk pembuatan plastik polikarbonat.
2. BPA yang ditetapkan adalah BPA yang terdapat pada botol air minum.
3. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik yang digunakan adalah
seperangkat alat KCKT dengan fase diam berupa C18 (oktadesilsilan) dan fase
gerak berupa perbandingan asetonitril dan air (70:30)
4. Kadar BPA dalam wadah ditetapkan dalam satuan µg/g
D. Bahan Penelitian
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baku BPA 97%
(E. Merck), metanol pro analysis (E. Merck), Asetonitril pro analysis (E. Merck), dan
aquabides. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol minum.
E. Alat Penelitian
Seperangkat alat KCKT fase terbalik merek Shimadzu LC-2010C (pompa
merek Shimadzu, detektor UV-Vis merek Shimadzu), kolom oktadesilsilan (C18)
merek KNAUER C18 No. 25EE181KSJ (B115Y620) dengan dimensi 250 x 4,6 mm,
packing KROMASIL 100-5 C18, seperangkat computer merek Dell B6RDZ1S
Connexant Sistem RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S., printer HP Deskjet D2566
HP-024-000 625 730, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No. V935922013 EY,
0,01/0,1 mg/s), penyaring milipore, mikropipet Socorex, organik and anorganik solven
membran filter Whatman polypropylene backed ukuran pori 0,5 µm dan diameter 47
mm, membran filter Whatman ukuran pori 0,45 µm dan diameter 47 mm, pompa
vakum, seperangkat alat gelas (Pyrex)
F. Tata Cara Penelitian 1. Preparasi Sampel
a. Pemilihan sampel. Dipilih sejumlah 20 buah botol air minum yang dibeli dari
supermarket di daerah Maguwoharjo, Sleman, DIY dan dipilih menurut
kesamaan merek, tempat pembelian dan kode recycle (PC).
b. Pengelompokan sampel. Dari sejumlah botol sampel yang dipilih, masing
masing dibagi dalam dua kelompok perlakuan yaitu dengan paparan langsung
radiasi sinar matahari dan sisanya sebagai kontrol (tanpa paparan radiasi sinar
matahari) dengan dua kali replikasi. Lamanya paparan radiasi sinar matahari
yaitu 0; 7; 14; 21; 28 hari dan botol diambil setelah waktu paparan tersebut.
Satu hari paparan diasumsikan sama dengan 7 jam paparan sehingga apabila
sinar matahari tidak mencukupi 7 jam, maka sisa waktunya akan dihitung pada
hari berikutnya, sementara untuk kontrol disimpan dalam tempat gelap dan
2. Pembuatan Larutan Baku BPA
a. Pembuatan latutan stok BPA. Pembuatan larutan stok BPA dilakukan dengan
menimbang 50 mg baku BPA lalu dilarutkan dengan metanol p.a. kedalam
labu takar 25 mL hingga tanda hingga diperoleh konsentrasi 2000 µg/mL.
b. Pembuatan larutan intermediet BPA. Pembuatan larutan intermediet BPA
dilakukan dengan mengambil 0,05 mL larutan stok BPA kemudian dilarutkan
dengan metanol p.a. dalam labu takar 10 mL hingga tanda sehingga diperoleh
konsentrasi 10 µg/mL.
c. Pembuatan seri larutan baku BPA. Larutan baku BPA dibuat dengan seri
larutan baku 1 µg/mL, 1,5 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, dan 5 µg/mL dibuat
dengan mengambil sebanyak 1 mL, 1,5 mL, 2 mL, 3 mL, dan 5 mL lalu
dilarutkan dengan metanol p.a. kedalam labu takar 10 mL hingga tanda.
3. Ekstraksi BPA dalam sampel
Kemasan air minum dipotong kecil-kecil lalu potongan tersebut diacak
dan diambil 0,250 g. Sampel lalu dilarutkan dalam diklorometan, kemudian aseton
ditambahkan perlahan. Jumlah penambahan diklormetan dan aseton didapatkan
dari hasil optimasi proses ekstraksi, yaitu (1:5) atau diklormetan sebanyak 10 mL
dan aseton 50 mL. Larutan didiamkan selama 10 menit. Supernatan lalu diambil
dengan cara disaring dan dikeringkan dengan menggunakan gas nitrogen lalu
4. Optimasi Proses Ekstraksi
Optimasi proses ekstraksi dilakukan dengan mengoptimasi perbandingan
diklorometan dan aseton dengan membuat tiga perbandingan diklorometan dan
aseton, yaitu diklorometan:aseton (10:50), (50:10), dan (50:50) ditambah standar
adisi sebesar 1 µg/mL sebelum ditambahkannya diklorometan. Ditentukan
perbandingan yang paling optimum dengan melihat perolehan kembali (%
recovery) yang terbaik.
5. Efisiensi Ekstraksi Total
Efisiensi ekstraksi dihitung dengan cara membandingkan recovery dari
kadar terukur tiga waktu ekstraksi. Standar adisi ditambahkan pada tiap tahapan
ekstraksi tersebut. Pertama pada saat sebelum ditambah diklorometan, yang kedua
sebelum diuapkan, yang ketiga saat preparasi sesaat sebelum diinjek pada KCKT
lalu dibandingkan recovery-nya dengan 3 kali replikasi. % recovery kadar terukur
pada tiap replikasi kemudian dicari rata-ratanya. Efisiensi penguapan dihitung
dengan melihat perbedaan % recovery waktu kedua dan waktu ketiga, sementara
efisiensi ekstraksi dihitung dengan perbadaan % recovery waktu pertama dengan
yang kedua. Efisiensi ekstraksi total dihitung melalui perbedaan recovery waktu