• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI GURU TERHADAP

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS

KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

Studi Kasus Pada Guru-Guru di Yayasan Kanisius Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh:

Anton Nugroho

011334067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Hidup seperti matahari yang selalu dibutuhkan

oleh semua orang

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk:

ALLAH BAPA, PUTRA, ROH KUDUS dan BUNDA MARIA Orang tuaku tercinta Y. Suparjo dan Ch. Suwarti Adikku Aris dan Sri Keluarga besar ATMO Rejo dan ATMO kariyo Yuli Pristiyani Sangkuriang dan Brotherhood

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 1 Agustus 2008 Penulis,

Anton Nugroho

(7)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU

Studi Kasus Pada Guru-Guru di Yayasan Kanisius Yogyakarta

Anton Nugroho Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan; (2) perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari status kepegawaian; (3) perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi guru.

Penelitian dilaksanakan di sekolah-sekolah milik Yayasan Kanisius Yogyakarta pada bulan Agustus 2007. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 265 guru. Teknik pengambilan sampel adalah convenience sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan ( tabel = 7,814 < hitung = 8,601); (2) perbedaan persepsi guru terhadap

kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari status kepegawaian ( tabel =

7,814 < hitung = 8,831); (3) perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat

satuan pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi guru ( tabel = 5,991

< hitung = 7,626). 2

χ χ2

2 χ 2

χ

2 χ 2

χ

(8)

ABSTRACT

TEACHER’S PERCEPTION TOWARDS CURRICULUM OF EDUCATIONAL UNIT LEVELPERCEIVED FROM THE

EDUCATIONAL LEVEL, OFFICIAL STATUS, AND THE TIME TAKEN IN CARRYING OUT TEACHING PROFESSION

A Case Study: at Kanisius InstitutionYogyakarta

Anton Nugroho Sanata Dharma University

Yogyakarta 2008

The purposes of this research are to know the differences of teacher’s perception toward curriculum of educational unit level perceived from: 1) the educational level; 2) official status; 3) the time taken in carrying out teaching profession.

This research was conducted at Kanisius Institution Yogyakarta’s schools in August 2007. The population of this research taken from elementary and secondary school’s teachers at Kanisius Institution Yogyakarta.The samples of this research were 265 teachers. The technique of sample drawing was a convenient sampling technique.

The result of this research shows that: (1) there is different teacher’s perception towards curriculum of educational unit level perceived from educational level ( table = 7,814 < count = 8,601); (2) there is different

teacher’s perception towards curriculum of educational unit level perceived from the official status( table = 7,814 < count = 8,831); (3) there is different teacher’s

perception towards curriculum of educational unit level perceived from the time taken in carrying out teaching proffesion ( table = 5,991 < count = 7,626).

2

χ χ2

2

χ χ2

2

χ χ2

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah karena telah menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “PERSEPSI GURU TERHADAP KURIKULUM TINGKAT

SATUAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN,

STATUS KEPEGAWAIAN, DAN LAMA MENJALANI PROFESI GURU.

Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi. Penulis

menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan,

kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik dan

saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

(11)

5. Bapak Ibu Guru di sekolah-sekolah milik Yayasan Kanisius Yogyakarta yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian

ini.

6. Bapakku Yohanes Suparjo dan Ibuku Christina Suwarti yang telah

memberikan kesempatan untuk kuliah dan selalu memberikan dorongan agar

cepat lulus.

7. Adik-adikku Aris Nugroho dan Sri Pamuji yang telah banyak sekali

membantu dan mendukung untuk terus maju.

8. Keluarga besar atmo (Hari, Antok, Agung) yang menyemangatiku selalu

dalam suka dan duka.

9. Christina Yuli Pristiani, dengan kesabaran menunggu dan tulus akan kasih

sayangnya menjadikan penulis selalu terdorong untuk segera dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10. Teman sepertempuran:M. Eko Aprianto S.Pd. (TITET) dan Cicilia Wulan

Cahyaningsih, S.Pd yang selalu membantuku tanpa lelah.

11. The SANGKURIAN. Prd (Sutur,Teklek, Diar, Dwek, Petrus, Allan,

Wawan,dll) Yang sudah lulus duluan membuatku bersemangat untuk

mengejar kalian.

12. The brothers and sisters: Adjie, Sila, Moko, Felly, Adi Pals, Ayu, Ebbie,

Etha, Tia, semua teman-teman Pendidikan Akuntansi 2001 (Kelas A, B, C)

terimakasih atas semua pengalaman yang kalian berikan.

13. semua pihak yang banyak membantu penyusunan skripsi ini hingga berjalan

baik dan lancar yang tidak dapat dikatakan satu-persatu.

(12)

Semoga Allah Bapa senantiasa menyertai kita dan memberikan segala yang

terbaik untuk kita.

Yogyakarta, Agustus 2008

Penulis

Anton Nugroho

(13)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGATAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... ... 4

C. Rumusan Masalah ... ... 5

D. Tujuan Penelitian ………. ... 5

E. Manfaat Penelitian ………... ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ... 7

A. Pengertian Persepsi ... ... 7

B. Guru ... ... 10

C. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 17

D. Tingkat Pendidikan ... ... 26

E. Status Kepegawaian ... ... 30

F. Lama Menjalani Profesi Guru ... 31

G. Kerangka Berfikir ... ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

(14)

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Subjek dan Objek Penelitian ... ... 38

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... ... 38

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... ... 39

E. Populasi ………..………... ... 43

F. Teknik Pengumpulan Data ………... 44

G. Uji Kuesioner ………. ... 45

H. Uji Prasyarat Analisis ………... 48

I. Pengujian Hipotesis ………... 51

BAB IV GAMBARAN UMUM ………. ... 68

A. Sejarah Singkat Yayasan kanisius …………..……... 68

B. Daftar Sekolah-Sekolah Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta ………... 70

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ………. ... 72

A. Deskripsi Data ………... 72

B. Analisis Data ……….. ... 81

1. Uji Prasyarat Analisis …….………... 81

2. Uji Hipotesis ………. ... 88

C. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. ... 96

BAB VI PENUTUP ………... 105

A. Kesimpulan ………. ... 105

B. Keterbatasan Penelitian ………... 105

C. Saran ………... 106

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SD/ MI ... 21

Tabel 2.2 Struktur Kurikulum SMP/ MTs ... 22

Tabel 2.3 Struktur Kurikulum SMA/ MA Kelas X ... 22

Tabel 2.4 Struktur Kurikulum SMA/ MA Kelas XI dan XII IPA ... 23

Tabel 2.5 Struktur Kurikulum SMA/ MA Kelas XI dan XII IPS ... 24

Tabel 2.6 Struktur Kurikulum SMA/ MA Kelas XI dan XII Bahasa ... 24

Tabel 3.1 Operaionalisasi Variabel Persepsi Terhadap KTSP ... 39

Tabel 3.2 Skoring Berdasarkan Skala Likert ... 42

Tabel 3.3 Hasil Pengukuran Validitas ... 46

Tabel 3.4 Uji Bartlett ... 50

Tabel 3.5 Daftar Kontingensi B x K Untuk Hasil Pengamatan Terdiri Atas Dua Faktor ... 51

Tabel 3.6 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan (Frekuensi Sesungguhnya) ... 54

Tabel 3.7 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan ... 55

Tabel 3.8 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi terhadap koefisien korelasi ... 58

Tabel 3.9 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Status Kepegawaian (Frekuensi Sesungguhnya) ... 59

Tabel 3.10 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Status Kepegawaian ... 60

Tabel 3.11 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi terhadap koefisien korelasi ... 62

Tabel 3.12 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Lama Menjalani Profesi Guru (Frekuensi Sesungguhnya) ... 63

Tabel 3.13 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau

(16)

Dari Lama Menjalani Profesi Guru... 64

Tabel 3.14 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi terhadap koefisien korelasi ... 67

Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian ... 72

Tabel 5.2 Deskripsi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 73

Tabel 5.3 Deskripsi Responden Menurut Status Kepegawaian ... 74

Tabel 5.4 Deskripsi Responden Menurut Lama Menjalani Profesi Guru ... 75

Tabel 5.5 Persepsi Guru Terhdap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 76

Tabel 5.6 Persepsi Guru Terhdap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan ... 77

Tabel 5.7 Persepsi Guru Terhdap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau Dari Status Kepegawaian ... 78

Tabel 5.8 Persepsi Guru Terhdap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau Dari Lama Menjalani Profesi Guru ... 79

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Normalitas (Variabel Tingkat Pendidikan ... 81

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Normalitas (Variabel Status Kepegawaian) ... 82

Tabel 5.11 Hasil Pengujian Normalitas (Variabel Lama Menjalani Profesi Guru) ... 83

Tabel 5.12 Harga-Harga Yang Perlu Untuk Uji Bartlett (Variabel Tingkat Pendidikan) ... 84

Tabel 5.13 Harga-Harga Yang Perlu Untuk Uji Bartlett (Variabel Status Kepegawaian) ... 85

Tabel 5.14 Harga-Harga Yang Perlu Untuk Uji Bartlett (Variabel Lama Menjalani Profesi Guru) ... 86

Tabel 5.15 Data Penelitian Tentang Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Tingkat Pendidikan ... 88

Tabel 5.16 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan ... 89

Tabel 5.17 Data Penelitian Tentang Persepsi Guru Terhadap KTSP

(17)

Ditinjau Dari Status Kepegawaian ... 91

Tabel 5.18 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau

Dari Status Kepegawaian ... 92

Tabel 5.19 Data Penelitian Tentang Persepsi Guru Terhadap KTSP

Ditinjau Dari Lama Menjalani Profesi Guru ... 94

Tabel 5.20 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau

Dari Lama Menjalani Profesi Guru ... 94

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 113

Lampiran II Data Validitas dan Reliabilitas ... 122

Lampiran III Uji Validitas dan Reliabilitas ... 121

Lampiran IV Data Induk Penelitian ... 126

Lampiran V Distribusi Frekuensi (Mean, Median, Modus) ... 144

Lampiran VI Uji Normalitas dan Linieritas ... 156

Lampiran VII Tabel r dan Tabel χ2 ... 173

Lampiran VIII Surat Ijin Penelitian... 178

Lampiran IX Kategori Kecenderungan Variabel... 178

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan teknologi yang pesat menuntut peningkatan kualitas sumber

daya manusia (SDM). Peningkatan kualitas SDM dapat ditempuh melalui dua

jalur yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sekolah merupakan

bentuk pendidikan formal yang dapat menjadi salah satu sarana untuk

mempersiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar adaptif

terhadap perubahan lingkungan yang ada. Pihak sekolah karenanya

menjalankan seperangkat kurikulum yang ditetapkan pemerintah untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Pihak pemerintah mulai melakukan perubahan atas kurikulum 2004

atau dikenal dengan sebutan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang

sudah diujicobakan. Sayang dalam praktik ditemukan banyak kelemahan

pelaksanaan KBK dan kelemahan-kelemahan tersebut bukannya dibenahi,

tetapi kurikulum langsung diganti dengan yang baru. Tampaknya memang

setiap ada menteri baru dalam departemen pendidikan, perlu ada perubahan

kurikulum dan kebijakan. Maka tidak heran jika sering ada selentingan bahwa

pendidikan kita tidak pernah stabil karena dalam waktu cepat sudah berganti

policy dan kurikulum yang belum sampai tuntas diujicobakan. Energi pendidikan karenanya lebih banyak akan tercurah kepada pergantian terus

(20)

menerus dan tidak digunakan untuk mengerti dan mendalami secara tuntas

suatu permasalahan.

Guru adalah pelaksana suatu kurikulum, kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa apabila guru tidak siap maka kurikulum sebaik apapun

yang direncanakan dan dipikirkan para ahli dan birokrat di Jakarta dalam

praktik tidak akan jalan. Akhirnya guru akan tetap saja melakukan tugas

seperti biasanya. Dengan demikian penetapan kurikulum baru hanya akan

membuang banyak dana tanpa hasil yang sepadan karena para guru tidak

dapat melaksanakannya. Guru umumnya menyadari bahwa tidak ada satu

kurikulum yang sungguh dapat memajukan proses belajar-mengajar di

sekolah. Hampir semua kurikulum apapun landasannya mengandung

kesamaan, yaitu bahwa kurikulum dimaksudkan untuk membantu siswa

belajar dan akhirnya menguasai apa yang dipelajari.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)

Nomor 22/2006 tentang standar isi pendidikan dan Permendiknas Nomor

23/2006 tentang standar kompetensi kelulusan, maka pemerintah menetapkan

kurikulum baru yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau

kurikulum 2006. Setiap satuan pendidikan dasar dan menengah diberikan

peluang untuk mengembangkan dan menetapkan KTSP (Kompas, Selasa, 21

November 2006). KTSP adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan

oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam KTSP terdiri dari tujuan

pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat

(21)

Kurikulum baru ini tetap tidak akan bisa memberi kebebasan guru untuk

berimprovisasi mengembangkan model pembelajaran. Hal ini terjadi karena

masih adanya sistem evaluasi nasional yaitu ujian nasional (UN). Pendeknya,

“guru seolah-olah diberi kebebasan tetapi awas hati-hati ada UN”.

Guru diberi kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi kemampuan

yang dimiliki sekolah yang bersangkutan dalam penyusunan kurikulum akan

mendapat banyak kendala diantaranya tingkat pendidikan guru yang

berbeda-beda. Pendidikan guru yang berbeda berdampak pada tingkat pengetahuan

yang dimiliki oleh setiap guru juga berbeda-beda. Pengembangan atau

kreatifitas penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan setiap guru pun

sangat mungkin berbeda. Karenanya pada guru yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi diduga akan lebih positif dibandingkan dengan guru

yang tingkat pendidikan lebih rendah.

Status kepegawaian guru dalam sekolah juga berdampak pada

pandangan guru yang berbeda. Misalnya guru yang bekerja di sekolah swasta

dan menjadi guru tetap maka akan memiliki persepsi yang berbeda dalam

menyikapi KTSP dibandingkan dengan guru honorer. Guru tetap yayasan akan

lebih proaktif dalam menyikapi kurikulum yang baru tersebut karena guru

tetap yayasan merasa bahwa yayasan yang mereka naungi merupakan bagian

yang dimilikinya dan berusaha untuk mengembangkan sekolah yang telah

memayungi kehidupan keluarga mereka selama ini. Sedangkan guru honorer

akan memiliki persepsi kurang positif terhadap kurikulum KTSP karena guru

(22)

atau dimutasi ke sekolah lainnya. Bagi guru pegawai negeri (PNS) yang

diperbantukan di sekolah swasta diduga akan kurang optimal dalam menyusun

dan melaksanakan KTSP mengingat status mereka yang telah menjadi PNS

yang pada dasarnya dibayar oleh negara.

Lama guru dalam menjalani profesinya sebagai guru diduga kuat akan

mempengaruhi persepsi mereka terhadap KTSP. Bagi guru yang memiliki

banyak pengalaman karena sudah bertahun-tahun menjadi guru akan dapat

menyusun kurikulum lebih mudah. Guru yang sudah puluhan tahun mengajar

diduga akan positif persepsinya terhadap KTSP dan mereka akan lebih mudah

menerima perubahan kurikulum dan mengikuti kurikulum yang baru

dibandingkan dengan guru yang baru lima tahun berprofesi menjadi guru.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Persepsi Guru Terhadap Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Status

Kepegawaian dan Lama Menjalani Profesi Guru”. Penelitian ini

merupakan studi kasus pada sekolah-sekolah yang berada dalam naungan

Yayasan Kanisius Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Banyak variabel yang berhubungan dengan persepsi guru terhadap

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Penelitian ini akan memfokuskan pada

variabel tingkat pendidikan guru, status kepegawaian guru, dan lama guru

(23)

mencakup 6 komponen yaitu visi dan misi, tujuan pendidikan tingkat satuan

pendidikan, struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

kalender pendidikan, silabus, serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan guru?

2. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan ditinjau dari status kepegawaian guru?

3. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi guru?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti dengan

diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan

guru.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari status kepegawaian

(24)

3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi

guru.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat, bagi pihak-pihak berikut:

1. Bagi Pemerintah

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan dan

evaluasi mengenai kebijakan pemerintah akan kurikulum KTSP serta

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah yang

harus diambil dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan nasional.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu guru untuk

menyusun kurikulum sekolah sesuai yang diinginkan pemerintah dan

dapat menjadi masukan dalam menyikapi kebijakan-kebijakan pemerintah

berkaitan dengan kurikulum.

3. Bagi Universitas

Dapat memberi tambahan literatur mengenai penelitian yang berkaitan

dengan dunia keguruan terutama dalam hal kurikulum, serta menambah

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Persepsi

Persepsi pada dasarnya adalah suatu proses penelaahan dan pemahaman

seseorang akan suatu informasi tentang lingkungannya, baik melalui

penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Jadi,

persepsi merupakan langkah berikutnya dari suatu proses penginderaan

(Thoha, 2000:146). Dengan kata lain, persepsi dapat menambah dan

mengurangi kejadian yang sesungguhnya diinderakan oleh seseorang.

Menurut Edgar F. Huse dan James L. Bowditch dalam Thoha

(2000:145), cara kebiasaan yang dapat dipergunakan untuk mengenal

penginderaan adalah:

1. Aspek penginderaan yang memiliki kesamaan antara satu orang dengan

yang lain disebut kenyataan. Misalkan ada suatu kejadian yang disaksikan

oleh orang banyak, maka itu disebut sebagai kenyataan dari kejadian itu.

Akan tetapi setiap orang dimungkinkan akan memiliki persepsi yang

berbeda akan penyebab kejadian itu.

2. Penginderaan tersusun dalam cara yang unik bagi kita. Setiap orang

memiliki kekhasan masing-masing, entah dari segi biologis, masa lalu,

pengalaman, nilai-nilai, dan sebagainya.

Dalam persepsi, yang menjadi intinya adalah bahwa persepsi merupakan

sebuah penafsiran akan suatu situasi, jadi bukan merupakan pelabelan yang

(26)

benar terhadap suatu situasi. Persepsi memiliki subproses sebagai berikut

(Thoha, 2000:146):

1. Stimulus

Pada tahap ini, individu memperoleh rangsangan dari suatu sumber.

Rangsangan ini mungkin ditangkap oleh penginderaan individu tersebut.

2. Registrasi

Pada tahap ini, seseorang akan terpengaruh atas apa yang diinderakannya.

Pada tahap registrasi, seseorang akan menerima informasi yang

diinderakannya, kemudian mendata dan mendaftar semua informasi

tersebut.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan penyebab utama dari perbedaan persepsi antar

individu. Interpretasi dipengaruhi oleh cara pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian seseorang. Interpretasi merupakan subproses

dari persepsi yang sangat penting.

4. Umpan balik (feedback)

Pembentukan persepsi seseorang yang diakibatkan dari adanya suatu

ekspresi atau kejadian atas apa yang telah dilakukan individu tersebut.

Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang.

Menurut Pareek (1984) dalam Desy Arisandy

(http://www.journal-psyche.com), ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya

(27)

1. Perhatian

Terjadinya persepsi pertama kali diawali oleh adanya perhatian. Tidak

semua stimulus yang ada di sekitar kita dapat kita tangkap semuanya

secara bersamaan. Perhatian kita hanya tertuju pada satu atau dua objek

yang menarik bagi kita.

2. Kebutuhan

Setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, baik itu

kebutuhan menetap maupun kebutuhan yang sesaat.

3. Kesediaan

Adalah harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang muncul, agar

memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima lebih efisien sehingga

akan lebih baik apabila orang tersebut telah siap terlebih dulu.

4. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam diri seseorang atau masyarakat akan

berpengaruh terhadap persepsi seseorang.

Menurut Thoha (1983:147) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pengembangan persepsi seseorang adalah:

1. Psikologi

Keadaan psikologi setiap individu akan mempengaruhi persepsi individu

(28)

2. Famili

Pengaruh yang paling besar terhadap sesorang adalah keluarganya,

mengingat keluarga adalah lingkungan pertama yang membentuk karakter

setiap individu.

3. Kebudayaan

Kebudayaan yang berlaku di tempat seorang individu tinggal akan

membentuk dan mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang

memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

B. Guru

1. Pengertian Guru

Guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan/

pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Tugas guru

sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih (Uzer Usman,

1990:4). Dengan berdasar teori McCleland, Suyanto

(http://www.kompas.com, 8 Agustus 2006) menuliskan bahwa saat guru

tampil di depan kelas, ia akan menjadi sosok yang menarik sehingga ia

bisa menebarkan virus nAch (Needs for Achievement) atau motivasi berprestasi.

Istilah guru berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya pengajar,

pendidik, dan pengasuh dalam institusi pendidikan seperti sekolah atau

‘trusyen’ (Endang A. Suhesti, 2006:117). GBHN 1993 menyebutkan

(29)

strategis dalam mengantarkan keberhasilan peserta didik. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1991:337) guru diartikan sebagai orang yang

pekerjaannya atau mata pencahariannya mengajar. Menurut Samana

(1994:53-68) seorang guru haruslah memiliki kompetensi keguruan.

Kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi/

kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif.

Kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi kepribadian-sosial

merupakan modal dasar bagi guru. perincian kompetensi

kepribadian-sosial adalah sebagai berikut:

a. Guru menghayati dan mengamalkan nilai hidup

b. Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggungjawab

c. Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam lingkup

sekolah maupun di luar sekolah

d. Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan

siapapun demi tujuan yang baik

e. Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan

budaya masyarakatnya

f. Dalam persahabatan dengan siapapun, guru tidak kehilangan prinsip

serta nilai hidup yang diyakininya

g. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial, baik

dalam lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat

(30)

h. Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil

i. Guru tampil secara pantas dan rapi

j. Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan

k. Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya guru hendaknya

mampu bertindak tepat waktu dalam janji dan penyelesaian

tugas-tugasnya

l. Guru hendaknya dapat menggunakan waktu luangnya (di luar tugas

keguruannya) secara bijaksana dan produktif

Sedangkan kompetensi profesionalnya dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Guru dituntut menguasai bahan ajar

b. Guru mampu mengelola program belajar mengajar

c. Guru mampu mengelola kelas

d. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran

e. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan

f. Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar

g. Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan

pengajaran

h. Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan

penyuluhan

i. Guru mengenal dan mampu ikut menyelenggarakan administrasi

sekolah

j. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu

(31)

Sedang menurut Muhibbin Syah (2000:256), guru adalah tenaga

pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti mengembangkan

ranah cipta, rasa, dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal

mendidik. Agar memperoleh mutu dan standar yang sesuai dengan

tuntutan jaman, setiap bidang pekerjaan dan insan yang bekerja di

dalamnya haruslah profesional dan efektif.

Menurut Suyanto (http://www.kompas.com, 8 Agustus 2006),

sejalan dengan pendapat Houle, ciri-ciri pekerjaan yang profesional, yaitu

meliputi:

a. Harus memiliki landasan yang kuat

b. Harus berdasarkan atas kompetensi individual

c. Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi

d. Ada kerjasama dan kompetensi yang sehat antar sejawat

e. Adanya kesadaran profesional yang tinggi

f. Memiliki prinsip-prinsip etik

g. Memiliki sistem sanksi profesi

h. Adanya militansi individual

i. Memiliki organisasi profesi

Dengan merujuk pada hal diatas, guru yang profesional dalam

melaksanakan pembelajaran di kelas akan melaksanakannya secara efektif.

Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Suyanto

(32)

Gary A. Davis dan Margareth A. Thomas, terdapat empat ciri guru yang

efektif, yaitu:

a. Memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas

b. Memiliki kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen

pembelajaran

c. Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik

(feedback) dan penguatan (reinforcement)

d. Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri

Karena guru merupakan seorang fasilitator dan ujung tombak

dalam dunia pendidikan, maka profesionalitas dan efektifitas wajib

dimiliki oleh setiap guru.

2. Hak dan Kewajiban Guru

Dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (Nawawi,

1994:68), guru sebagai pendidik mempunyai hak untuk memperoleh:

a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan

memadai

b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas

d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil

kekayaan intelektual

e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas

(33)

Dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (Nawawi,

1994:68), guru sebagai pendidik mempunyai kewajiban untuk:

a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,

kreatif, dinamis, dan dialogis.

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu

pendidikan.

c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan

kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya

3. Peranan Guru

Uzer Usman (1990:1) sejalan dengan pendapat Wrightman

menjelaskan bahwa peranan guru adalah serangkaian tingkah laku yang

saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta berhubungan

dengan kemajuan perkembangan tingkah laku dan perkembangan siswa

yang menjadi tujuannya.

Peranan seorang guru adalah (Uzer Usman, 1990:16):

a. Guru sebagai demonstrator

Melalui peranannya tersebut, guru hendaknya senantiasa menguasai

bahan atau meteri pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa

mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam

hal ilmu yang dimiliki karena hal ini akan sangat menentukan hasil

(34)

b. Guru sebagai pengelola kelas (Learning Manager)

Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu

mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta

merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu

diorganisasi.

c. Guru sebagai mediator dan fasilitator

Dalam peranannya sebagai mediator dan fasilitator, guru hendaknya

memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media

pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna

lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.

d. Guru sebagai evaluator

Dalam peranannya sebagai evaluator, guru hendaknya selalu

mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai dalam proses

pembelajaran, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pihak pendidik.

4. Kode Etik Guru

Kode etik merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam

menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Dalam menjalankan

profesinya guru di Indonesia berpedoman pada kode etik guru yang berisi

sebagai berikut (Samana, 1994:117):

a. Guru berbakti membimbing peserrta didik untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;

(35)

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai

bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang

berhasilnya proses belajar mengajar;

e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan

masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung

jawab bersama terhadap pendidikan;

f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan

meningkatkan mutu serta martabat profesinya;

g. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan

kesetiakawanan sosial;

h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu

organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;

i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang

pendidikan.

C. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu (Sarkim, 2006:1). Setiap negara memiliki dan menetapkan

kurikulumnya masing-masing sesuai dengan karakteristik dan arah yang ingin

(36)

mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan,

pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan (Surjanto

Budiwalujo, http://www.kompas.com, 13 Maret 2006).

Indonesia mengalami berkali-kali ganti kurikulum. Kurikulum pertama

yang diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia adalah Kurikulum 1947

yang lebih dikenal dengan Rencana Pelajaran 1947. Kemudian disusul dengan

berganti-ganti oleh kurikulum 1950, 1968, 1975, dan 1994. Kurikulum 1994

menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan di Indonesia karena telah berprinsip

pada keaktifan siswa dalam proses pembelajarannya. Kurikulum ini semakin

disempurnakan dengan Suplemen GBPP 1999.

Namun pemerintah merasa bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia

masih jauh dari mutu kurikulum-kurikulum bangsa barat. Oleh karena itu,

pemerintah kemudian mencanangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau

KBK pada tahun 2004. Kurikulum ini menekankan pada kompetensi belajar

siswa. Setelah berjalan selama kurang lebih tiga tahun, pemerintah melihat

bahwa hasil yang diberikan oleh KBK tidak seperti yang diharapkan. Pada

awal tahun 2006, pemerintah menyusun kurikulum baru yang lebih

menekankan pada isi dan kompetensi. Produk terbaru tersebut kemudian

diberi label Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar

pengembangan kurikulum itu adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan

Standar Isi (SI) hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang

(37)

terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (Sarkim,

2006:1). Sesuai dengan namanya, KTSP memberikan kewenangan dan

tanggung jawab kepada guru dan sekolah untuk mengembangkan

kurikulumnya sendiri. Suyanto (http://www.kompas.com, 8 Agustus 2006)

memaparkan bahwa implementasi KTSP membutuhkan penciptaan iklim

pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah

bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Ini

berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktur

kini menjadi fasilitator pembelajaran. KTSP merupakan sebuah bentuk

demokratisasi dan desentralisasi sektor pendidikan dari pemerintah kepada

setiap lembaga pendidikan. Dalam KTSP ini, Peraturan Pemerintah dijadikan

sebagai rambu-rambu dalam penyusunan KTSP agar terdapat konsistensi dan

persamaan dalam memuat suatu materi ke kurikulum.

Menurut Mulyasa (2006:176), terdapat enam komponen KTSP, yaitu:

1. Visi dan Misi Satuan Pendidikan

Visi dan misi satuan pendidikan dapat dikembangkan oleh masing-masing

lembaga dengan memperhatikan potensi dan kelemahan yang ada.

Sebaiknya visi dan misi satuan pendidikan bukan hanya rumusan yang

hampa makna, tetapi merupakan acuan yang sarat dengan makna, sehingga

(38)

2. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

a. Tujuan Pendidikan Dasar

Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

b. Tujuan Pendidikan Menengah

Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

c. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan

Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan

untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut sesuai

kejuruannya.

3. Menyusun Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan adalah suatu kesepakatan bersama yang

dirumuskan oleh sekolah atau instansi pendidikan tertentu untuk

dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Kalender pendidikan

mencakup semua rencana jangka pendek dan merinci pelaksanaan rencana

jangka panjang sekolah dalam tahun berjalan. Kalender pendidikan juga

memuat rancangan dan rencana proses belajar mengajar, evaluasi,

kegiatan-kegiatan sekolah, libur sekolah, libur keagamaan, dan libur

(39)

pendidikan menjadi acuan bagi seluruh komponen sekolah untuk

melaksanakan kegiatan dan tugasnya.

Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran

mengacu pada efisiensi, efektifitas, dan hak-hak peserta didik. Dalam

penyusunan kelender pendidikan, pengembang kurikulum harus mampu

menghitung jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta

didik, dan menyesuaikannya dengan standar kompetensi dan kompetensi

dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan

pendidikan pada satuan pendidikan tertentu.

4. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memuat

komponen mengenai mata pelajaran, kelas dan alokasi waktu sesuai

dengan jenjang pendidikannya, yang dispesifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Struktur Kurikulum SD/MI

Kelas dan Alokasi Waktu Komponen

I II III IV, V, dan VI A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 3

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2

3. Bahasa Indonesia 5

4. Matematika 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 7. Seni Budaya dan Keterampilan 4 8. Pendidikan Jasmani, Olahraga

dan Kesehatan

4

B. Muatan Lokal 2

C. Pengembangan Diri 2*)

Jumlah 26 27 28 32

(40)

• Pembelajaran pada Kelas I sampai dengan Kelas III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV sampai dengan Kelas VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

• 1 jam pelajaran adalah 35 menit

Tabel 2.2

Struktur Kurikulum SMP/MTs

Kelas dan Alokasi Waktu Komponen

VII VIII IX A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4 4

5. Matematika 4 4 4

6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4 7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

8. Seni Budaya 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan

Kesehatan 2 2 2

10.Keterampilan/ Teknologi Informasi

danKomunikasi 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*)

Jumlah 32 32 32

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

ƒ Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.

ƒ 1 jam pelajaran adalah 45 menit

Tabel 2.3

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas X

Alokasi Waktu Komponen

Semester I Semester II A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4

4. Bahasa Inggris 4 4

5. Matematika 4 4

6. Fisika 2 2

7. Biologi 2 2

(41)

9. Sejarah 1 1

10. Geografi 1 1

11. Ekonomi 2 2

12. Sosiologi 2 2

13. Seni Budaya 2 2

14. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan

Kesehatan 2 2

15. Teknologi Informasi dan

Komunikasi 2 2

16. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2

B. Muatan Lokal 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*)

Jumlah 38 38

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

ƒ 1 jam pelajaran adalah 45 menit

Tabel 2.4

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII IPA

Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Komponen

Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2

A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4

5. Matematika 4 4 4 4

6. Fisika 4 4 4 4

7. Kimia 4 4 4 4

8. Biologi 4 4 4 4

9. Sejarah 1 1 1 1

10. Seni Budaya 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani,Olahraga

dan Kesehatan 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan

Komunikasi 2 2 2 2

13. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)

Jumlah 39 39 39 39

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

(42)

Tabel 2.5

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII IPS

Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Komponen

Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2

A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4

5. Matematika 4 4 4 4

6. Sejarah 3 3 3 3

7. Geografi 3 3 3 3

8. Ekonomi 4 4 4 4

9. Sosiologi 3 3 3 3

10. Seni Budaya 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani,Olahraga

dan Kesehatan 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan

Komunikasi 2 2 2 2

13. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)

Jumlah 39 39 39 39

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

ƒ 1 jam pelajaran adalah 45 menit

Tabel 2.6

Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Bahasa

Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Komponen

Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2

A.Mata Pelajaran

1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 4. Bahasa Inggris 5 5 5 5

5. Matematika 3 3 3 3

6. Sastra Indonesia 4 4 4 4

7. Bahasa Asing 4 4 4 4

(43)

9. Sejarah 2 2 2 2

10. Seni Budaya 2 2 2 2

11. Pendidikan Jasmani,Olahraga

dan Kesehatan 2 2 2 2

12. Teknologi Informasi dan

Komunikasi 2 2 2 2

13. Keterampilan 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*)

Jumlah 39 39 39 39

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

ƒ 1 jam pelajaran adalah 45 menit

Dalam struktur dan muatan KTSP terdapat lima kelompok pelajaran, yaitu:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian

c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

d. Kelompok mata pelajaran estetika

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

5. Silabus

Setiap mata pelajaran yang diajarkan akan memiliki batasan-batasan

tertentu sejauh mana mata pelajaran tersebut akan didalami.

Batasan-batasan tersebut akan dikemas dalam suatu rencana pembelajaran yang

juga mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu,

sumber, bahan, dan alat belajar. Perangkat tersebut bernama silabus.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar

ke dalam materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan

(44)

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai

satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan

dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dari KTSP,

yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional.

Dengan melihat uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KTSP

merupakan “perpanjangan tangan” pemerintah untuk memajukan dunia

pendidikan di Indonesia. Melalui KTSP, pemerintah menggandeng tangan

guru dan sekolah untuk bersama-sama menciptakan suatu pola pendidikan

melalui desentralisasi sistem pendidikan. KTSP memberikan kebebasan untuk

menentukan laju pendidikan bagi tiap-tiap sekolah sesuai dengan kemampuan

dan kompetensi mereka, tetapi dengan batas-batas yang tetap ditentukan

pemerintah.

D. Tingkat Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1981:232) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan adalah keseluruhan proses, metode

belajar mengajar mengalihkan suatu pengetahuaan dari seorang kepada

(45)

1987:175). Unsur yang penting dalam pendidikan adalah proses

pengembangan kemampuan, pengetahuan, sikap, tingkah laku, kompetensi

sosial serta pribadi optimal.

Mengingat unsur-unsur demikian, Soejono Soekanto (1992:335)

mengatakan bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi

manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru

tentang bagaimana berpikir secara ilmiah.

2. Ruang Lingkup Pendidikan

Dilihat dari ruang lingkupnya pendidikan dapat dibagi menjadi

(Siagian, 1987:181):

a. Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang

itu lahir sampai mati di dalam keluarga, dalam pekerjaan, atau

pengalaman sehari-hari.

b. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah pendidikan sekolah yang merupakan sistem

pendidikan yang mengkhususkan diri pada penyelenggaraan

pendidikan generasi muda secara sistematis, berencana, berurutan

dengan tujuan pendidikan yang jelas untuk setiap tingkatan dan

dilaksanakan dalam situasi belajar antara pendidik dan anak didik serta

dengan sarana dan fasilitas yang direncanakan dan diadakan secara

(46)

c. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah pendidikan teratur dengan sadar

dilakukan tetapi tidak selalu mengikuti peraturan yang sangat ketat dan

tetap.

3. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah taraf pendidikan yang diselenggarakan

secara berkelanjutan yang berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik

dan tingkat kerumitan pelajaran. Di Indonesia, jenjang pendidikan dibagi

menjadi (Siagian, 1987:185):

a. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk

mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan

pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk

melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta

didik menjadi bagian dari organisasi masyarakat yang memiliki

kemampuan untuk mengadakan hubungan timbal balik.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah kelanjutan dari pendidikan menengah yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi masyarakat

(47)

Untuk meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, khususnya

guru, pemerintah telah mengusahakan berbagai lembaga yang menata

usaha perbaikan mutu guru dengan menetapkan satu pola yaitu pola

pengembangan dari IKIP atau FKIP/FIP yang disebut Lembaga

Pengadaan Tenaga Kependidikan (LPTK).

LPTK mempunyai empat macam program pendidikan guru (Piet A.

Sahertian, 1994:68), yaitu:

1. Program non-gelar (program Diploma) dengan rincian sebagai

berikut:

a. Program Diploma (D-1) dengan lama studi 1-2 tahun.

b. Program Diploma 2 (D-2) dengan lama studi 2-3 tahun.

c. Program Diploma 3 (D-3) dengan lama studi 3-5 tahun.

2. Program Gelar yang melalui jenjang Sarjana (S-1), dengan lama

studi 4-7 tahun.

3. Program Pasca Sarjana (S2), dengan lama studi 6-9 tahun.

4. Program Doktor (S3), dengan lama studi 8-11 tahun.

Kemampuan mengajar pada berbagai tingkatan sekolah. Program Akta

mengajar ini terdiri atas (Piet A. Sahertian, 1994:71):

1. Akta I sebanyak 20 SKS selama dua semester.

2. Akta II sebanyak 20 SKS dan dapat ditempuh bagi mereka yang

(48)

3. Akta III sebanyak 20 SKS yang dapat ditempuh selama dua

semester setelah memiliki 90 SKS untuk bidang studi non

kependidikan.

4. Akta IV dengan beban kredit 20 SKS dapat ditempuh selama dua

semester setelah memiliki 120 SKS dalam bidang studi non

kependidikan.

5. Akta V dengan beban kredit 20 SKS bagi mereka yang telah

memiliki 160 SKS bidang studi di luar kependidikan.

E. Status Kepegawaian

Guru meliputi semua orang di sekolah-sekolah yang bertanggung jawab

dalam pendidikan para murid. Status (kedudukan) yang dipergunakan dalam

hubungannya dengan guru-guru berarti martabat atau penghargaan yang

diberikan kepada mereka, sebagai tingkat pengakuan atas pentingnya fungsi

mereka serta atas kemampuan mereka dalam melakukan tugas-tugasnya dan

persyaratan kerja, penggajian serta keuntungan-keuntungan materi lainnya

yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan golongan-golongan karya

lainnya.

Status kepegawaian guru adalah kedudukan guru dilihat dari kedudukan

guru yang berkaitan dengan tanggungjawab guru terhadap sekolah yang

ditempatinya. Di dalam pendidikan, status guru itu terdiri atas (Piet A.

(49)

1. Guru negeri adalah guru yang diangkat dan bekerja dalam suatu instansi

milik pemerintah, guru yang diperkerjakan di suatu instansi swasta tetapi

tetap digaji oleh negara.

2. Guru swasta adalah guru yang diangkat oleh suatu yayasan tertentu dan

digaji oleh yayasan atau lembaga tersebut. Guru swasta masih dapat

dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti :

a. Guru Honorer adalah guru yang bekerja karena diangkat oleh yayasan

atau lembaga tertentu dan digaji oleh yayasan tersebut tetapi belum

mengajar penuh atau dapat dikatakan sebagai guru bantu.

b. Guru Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh yayasan dan

sudah berstatus sebagai guru tetap dari yayasan.

c. Guru Tidak Tetap Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh

yayasan tetapi statusnya belum tetap.

F. Lama Menjalani Profesi Guru

Untuk menjadi seorang guru, pendidikan terakhir yang harus dimiliki

minimal adalah lulusan D2 dan memiliki akta mengajar, atau dapat pula

dengan memiliki ijazah D2 FKIP. Untuk menjalani profesi guru, dibutuhkan

jiwa mendidik dan profesional dalam menekuni bidang tersebut. Perjuangan

untuk menjadi pendidik tidak hanya berhenti saat diterima mengajar di suatu

sekolah. Perjuangan berikutnya adalah memperoleh status. Guru yang bisa

bernafas lega adalah guru yang merupakan pegawai negeri atau guru negeri

(50)

maupun guru honorer adalah guru yang masih harus memperjuangkan

statusnya.

Status kepegawaian mendorong seorang guru untuk mempertahankan

pekerjaannya. Seorang guru honorer atau guru tidak tetap yang dalam kurun

waktu tertentu tidak kunjung diangkat akan memunculkan dorongan bagi

mereka untuk berpindah profesi. Berbeda halnya dengan guru yang telah lama

menjadi guru tetap atau guru negeri. Lama menjalani profesi keguruan juga

akan menyebabkan mereka memiliki kualitas yang berbeda dalam segala hal.

Sebagai contoh, guru tidak tetap akan bekerja sebaik mungkin agar dia

dipertimbangkan untuk dapat diangkat menjadi guru tetap. Guru yang telah 5

tahun mengajar tentu akan memiliki cara mengajar yang berbeda

dibandingkan dengan guru yang baru 2 tahun mengajar atau bahkan guru yang

telah 30 tahun mengajar. Tetapi lama seorang guru dalam menjalani profesi

keguruan tidak seutuhnya menjamin bahwa guru yang lebih lama mengajar

akan memiliki kualitas yang lebih baik. Mungkin guru tersebut lebih unggul

pada pengalaman dibanding dengan guru-guru baru. Tetapi guru yang baru

mungkin memiliki memiliki kemampuan yang juga lebih baik, misalnya

kemampuan dalam memanfaatkan komputer dan penggunaan teknologi dalam

pengajarannya.

G. Kerangka Berpikir

1. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau

(51)

Dalam menyikapi pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, pandangan guru akan diduga dipengaruhi oleh latar belakang

pendidikannya. Pandangan guru diduga akan berbeda pada latar belakang

pendidikan formal guru yang berbeda. Secara umum, pendidikan formal

dibagi dalam berbagai jenjang yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan

Tinggi. Untuk dapat menjalani profesi sebagai seorang pengajar, maka

pendidikan formal minimal yang harus dimiliki adalah D2. Untuk guru

SMP tidak menutup kemungkinan masih adanya guru dengan latar

pendidikan SPG walaupun sekarang memang oleh pemerintah guru-guru

dengan latar pendidikan SPG diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke

Perguruan Tinggi.

Latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan wawasan dan

pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Wawasan dan pengetahuan

memiliki hubungan dengan kreatifitas seorang guru dalam memilih dan

mengemas proses pembelajarannya. Paul Suparno (2002:100) menuliskan

bahwa untuk menjadi seorang guru yang baik, maka seorang guru haruslah

berubah menjadi guru otonom. Guru otonom adalah pemikir dan

perancang bahan pelajaran yang kritis dan analitis, serta memiliki daya

kreativitas tinggi dan berperilaku inovatif. Tingkat pendidikan bagi guru

agar bisa menjadi guru yang otonom adalah minimal berpendidikan S1

untuk guru SD dan SMP, serta S2 untuk guru SMU. Seorang guru dengan

latar pendidikan S1 akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang

(52)

memandang KTSP, guru dengan latar belakang S1 akan memiliki

kemampuan beradaptasi yang lebih baik mengingat pengetahuan yang

dimilikinya lebih daripada guru dengan latar belakang pendidikan yang

lebih rendah. Tingkat pendidikan guru diduga kuat mempengaruhi cara

pandang dan sikap guru terhadap suatu konsep atau ide baru.

Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai

berikut :

Ha1 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan.

2. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau

dari Status Kepegawaian.

Status kepegawaian merupakan sebuah pengakuan atas keberadaan

seseorang dalam suatu ruang lingkup pekerjaan pada sebuah instansi.

Status kepegawaian menempatkan seorang pekerja pada suatu posisi yang

membedakan hak dan kewajiban antar status yang berbeda. Status

kepegawaian bagi seorang guru merupakan suatu keadaan yang melabeli

mereka untuk profesionalitas kerja para guru tersebut.

Status kepegawaian berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Status

kepegawaian seseorang akan sangat berpengaruh terhadap etos dan

mentalitas kerja (Djohar, 2006:118). Guru honorer akan memiliki totalitas

yang berbeda dalam menghadapi pekerjaannya dibandingkan dengan guru

tidak tetap yayasan. Hal ini muncul karena setiap guru memiliki orientasi

(53)

Guru tetap yayasan akan memiliki mental dan etos kerja yang lebih baik

karena Guru tetap yayasan biasanya memiliki sense of belonging yang tinggi pada yayasan yang menaunginya. Guru tetap yayasan diduga akan

memiliki pandangan yang lebih baik mengenai KTSP mengingat para guru

tetap yayasan memiliki ikatan batin dan tanggung jawab yang kuat

terhadap yayasan. Sedangkan guru negeri memiliki kecenderungan lebih

kaku mengingat status para guru tersebut sudah jelas. Guru negeri bekerja

berdasarkan ikatan kerja dengan dasar hukum yang jelas berkaitan dengan

status kepegawaian mereka, sehingga dengan kejelasan status tersebut

guru negeri diduga memiliki persepsi yang kurang positif terhadap KTSP.

Guru tidak tetap dan guru honorer diduga akan memiliki persepsi yang

lebih rendah mengingat status mereka yang bekerja pada yayasan

semata-mata hanya untuk mendapatkan penghasilan. Para guru tersebut hanya

dibayar untuk bekerja, tanpa mendapat kepastian jaminan masa depan

mereka di yayasan tempat mereka bekerja. Guru dengan status

kepegawaian yang berbeda akan memiliki paradigma tersendiri akan

sesuatu yang menyangkut profesinya.

Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai

berikut :

Ha2 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

(54)

3. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau

dari Lama Menjalani Profesi Guru.

Profesionalitas seorang pekerja dipengaruhi pula oleh lama pekerja

tersebut menjalani profesinya. Semakin lama seseorang menggeluti

pekerjaannya maka semakin terasah pula kemampuannya. Seorang guru

yang telah puluhan tahun mengajar akan memiliki kualitas mengajar yang

berbeda dengan seorang guru yang baru satu tahun mengajar. Guru yang

telah lama menjalani profesi guru akan memiliki pengalaman mengajar,

kemampuan mengelola kelas, maupun mengevaluasi kelas dengan lebih

baik dibanding dengan guru baru. Akan tetapi, mungkin guru yang baru

tersebut memiliki kemampuan lain yang tidak dimiliki oleh guru yang

telah puluhan tahun mengajar, misalnya saja kemampuan mengoperasikan

komputer, pemanfaatan internet, metode pengajaran baru, dan sebagainya.

Inti dari semua itu adalah bahwa suatu pengalaman mengajar

ataupun pengetahuan baru dari seseorang yang belum begitu

berpengalaman mengajar, akan menyebabkan perbedaan pandangan

ataupun persepsi akan suatu permasalahan. Perbedaan itu disebabkan oleh

adanya pola berpikir yang berbeda yang disebabkan oleh pembentukan

karakter atas diri guru selama menjalani profesinya. Paul Suparno

(2002:42) menguraikan bahwa lama seorang guru menjalani profesinya

akan mempengaruhi cara pandang. Seorang guru yang sudah dua puluh

tahun mengajar akan memandang KTSP sebagai sebuah kurikulum yang

(55)

menyusun kurikulum, berbeda dengan kurikulum yang biasanya

digunakannya. Akan tetapi dengan pengalaman yang dimilikinya, hal

tersebut akan dapat disesuaikan dengan mudah. Seorang guru yang baru

satu tahun mengajar dan merupakan produk baru dari dunia kependidikan

akan memandang KTSP sebagai sebuah kurikulum yang tepat

diaplikasikan mengingat dengan KTSP seorang guru dapat menyusun

kurikulum yang sesuai dengan konstruksi pengetahuan yang akan

diberikan kepada peserta didik. Akan tetapi dengan terbatasnya

pengalaman yang dimiliki, guru baru diduga akan berpersepsi kurang

positif mengingat perubahan kurikulum yang terjadi kurang dapat

diadaptasi dengan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, diturunkan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

Ha3 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada guru-guru di

sekolah-sekolah milik Yayasan Kanisius Yogyakarta. Data yang diperoleh kemudian

diolah dan dianalisis. Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada guru-guru di

sekolah-sekolah milik Yayasan Kanisius Yogyakarta sebagai subyek

penelitian ini.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah guru-guru sekolah-sekolah milik Yayasan

Kanisius di Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah persepsi guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, tingkat pendidikan, status kepegawaian, dan lama menjalani

profesi guru.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu untuk penelitian ini yaitu pada bulan Juli-Agustus 2007.

(57)

2. Tempat Penelitian

Tempat untuk penelitian ini adalah sekolah-sekolah di bawah naungan

Yayasan Kanisius di Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

1. Variabel Persepsi Guru Terhadap KTSP

Persepsi guru terhadap KTSP adalah suatu proses penelaahan dan

pemahaman seseorang akan suatu informasi tentang lingkungannya, baik

melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.

Jadi, persepsi merupakan langkah berikutnya dari suatu proses

penginderaan terhadap kurikulum yang disusun oleh dan dilaksanakan di

masing-masing satuan pendidikan.

KTSP mencakup 6 dimensi yaitu visi dan misi, tujuan pendidikan tingkat

satuan pendidikan, struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, kalender pendidikan, silabus, serta Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) (Mulyasa, 2006:176). Masing-masing dimensi

tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan.

Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel persepsi guru terhadap

KTSP:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Persepsi Terhadap KTSP

Pernyataan Dimensi Indikator

Positif Negatif Visi dan Misi 1. Berorientasi ke depan

2. Dikembangkan bersama oleh 2

(58)

seluruh warga sekolah 3. Merupakan perpaduan antara

langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan

4. Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna

5. Dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya 6. Berbasis nilai

7. Membumi (Kontekstual)

3 4 5 6 7 Tujuan pendidikan

8. Kematangan diri anak didik sesuai tiap fase perkembangan 9. Kecerdasan, pengetahuan 10. Keterampilan hidup mandiri 11. Mengikuti pendidikan lanjut

9 11 8 10 Kalender pendidikan

12. Rencana sekolah 13. Alokasi Waktu

14. Penetapan Kalender Pendidikan

12 13 14 Struktur dan muatan KTSP

15. Mata pelajaran 16. Muatan lokal

17. Kegiatan Pengembangan diri 18. Pengaturan Beban Belajar 19. Kenaikan Kelas, Penjurusan,

dan Kelulusan

20. Pendidikan Kecakapan Hidup 21. Pendidikan Berbasis

Keunggulan Lokal dan Global

15 16 17 19,21, 22,24 25 26 18 20,23

Silabus 22. Ilmiah 23. Relevan 24. Fleksibel 25. Kontinuitas 26. Konsisten 27. Memadai

28. Aktual dan kontekstual 29. Efektif 30. Efisien 27 28 29 30 32 33 34 35 31 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

31. Kompetensi yang dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harus jelas; makin konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi

(59)

tersebut.

32. Rencana pelaksanaan

pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan

pembentukan kompetensi peserta didik.

33. Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harus menunjang, dan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan diwujudkan.

34. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang

dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya.

35. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program sekolah, terutama apabila pembelajaran

dilaksanakan secara tim (team teaching) atau dilaksanakan di luar kelas, agar tidak

mengganggu jam-jam pelajaran yang lain.

37

38

39

40

Pengukuran variabel persepsi guru terhadap KTSP didasarkan pada

indikator-indikatornya. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala

Likert. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena

(60)

Tabel 3.2

Skoring Berdasarkan Skala Likert

Skor Kriteria Jawaban Pernyataan

Positif

Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

2. Variabel Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah taraf pendidikan formal terakhir yang

diselesaikan guru. Jenjang pendidikan formal guru diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Program Diploma 1 (D1) Skor: 1

b. Program Diploma 2 (D2) Skor: 2

c. Program Diploma 3 (D3) Skor: 3

d. Program Strata 1 (S1) Skor: 4

e. Program Pasca sarjana (S2) Skor: 5

f. Program Doktor (S3) Skor: 6

3. Variabel Status Kepegawaian

Status kepegawaian guru adalah kedudukan guru dilihat kedudukan guru yang

berkaitan dengan tanggungjawab guru terhadap sekolah yang ditempati.

(61)

a. Guru Tetap Yayasan Skor: 4

b. Guru Negeri Skor: 3

c. Guru Tidak Tetap Yayasan Skor: 2

d. Guru Honorer Skor: 1

4. Variabel Lama Menjalani Profesi Guru

Lama menjalani profesi guru adalah lamanya seorang guru dalam

menjalani profesi keguruan. Pemberian skor untuk variabel lama

menjalani profesi guru adalah sebagai berikut:

a. < 1 tahun Skor: 0

b. 1-5 tahun Skor: 1

c. 6-10 tahun Skor: 2

d. 11-15 tahun Skor: 3

e. >15 tahun Skor: 4

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru SD dan SMP di bawah

naungan Yayasan Kanisius Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini

adalah 469 guru. Berikut ini rinciannya:

1. SD 356 guru

2. SMP 113 guru

2. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah tenaga kependidikan

(62)

sekolah Yayasan Kanisius Yogyakarta. Jumlah sampel penelitian adalah

265 guru dengan rincian:

1. SD 178 guru

2. SMP 87 guru

3. Teknik Penarikan Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample dilakukan dengan

menggunakan metode sampling dari kelompok convenience sampling

adalah cara memilih anggota dari populasi untuk dijadikan sample dimana

sesukanya peneliti (convenience). Peneliti akan memilih sampel yang tersedia saja atau yang mudah diperoleh (Ronny

Kontour,2003:144).sample ini sebisa mungkin dihindari, jika tidak

dianjurkan agar penelitian menggunakan ini direplikasi, agar dapat

memberikan hasil yang lebih dapat diandalkan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Metode ini merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan

menggunakan sejumlah daftar pertanyaan maupun pernyataan yang disusun

secara tertulis berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dalam

penelitian kuesioner ini melibatkan responden untuk mengisi dengan jawaban

yang sesuai keadaan responden yang sebenarnya. Met

Gambar

Tabel 5.20 Tabel Kontingensi Persepsi Guru Terhadap KTSP Ditinjau
Tabel r dan Tabel
Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SD/MI
Tabel 2.2 Struktur Kurikulum SMP/MTs
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat, dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang

Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang cukup signifikan pada beberapa subkelompok pengeluaran yang disertai oleh sedikit penurunan indeks kelompok

 Pada menu daftar artikel terdapat List artikel yang nantinya bisa dipilih per kategori atau dicari,  List artikel hanya menampilkan Judul artikel, jumlah view, jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kompetensi profesi guru di SMP Swasta se- Kecamatan Gondokusuman adalah

Dengan pengembangan model yang dilakukan yaitu koordinasi rantai pasok desentralisasi untuk lead time yang terkontrol dengan menggunakan mekanisme revenue sharing akan

lmEbjiE yse ncniih rhgk kFLio ysg sLesb hhrr af'

Pada Modul perkuliahan ini digunakan untuk mengelola segala data yang berhubungan dengan proses KRS dan proses perkuliahan yaitu mulai entry mata kuliah, substansi

[r]