BAB III
KEGIATAN DI PT AVENTIS PHARMA
PKPA dilaksanakan di PT Aventis Pharma, dengan penempatan di divisi
Industrial Affair (IA). Berdasarkan struktur organisasi, divisi Industrial Affairs (IA
Division) dikepalai oleh seorang Plant Director. Berikut ini adalah departemen
yang dibawahi oleh IA Division :
1. Industrial Quality and Compliance Department
2. Production Department
3. Technical Services Department
4. Health, Safety and Environment Department
5. Plant Logistic Department
6. Precurement Department
Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1 Industrial Quality and Compliance Department
Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu
Department juga melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak
langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang
Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA
Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC
Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA
Unit dan QC Unit.
3.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)
Unit ini dikepalai seorang QA Supervisor yang bertanggung jawab kepada
Head of IQC. Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk
mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB dan Aventis Global Quality Standards. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah :
a. Pelatihan personil
Quality Assurance Unit bertanggung jawab mempersiapkan, melaksanakan
(HSE Department) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE.
Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, HSE dan pelatihan lainnya yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
2) Pelatihan tambahan yaitu meliputi teori dan praktek CPOB, keselamatan kerja dan pelatihan khusus yang berhubungan dengan bidang pekerjannya, misalnya cara keluar masuk di Cold Storage Room atau cara mengoperasikan mesin-mesin produksi.
Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan serta penyiapan materi pelatihan satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya.
Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi serta peraturan perusahaan. Mereka juga harus menerima pelatihan tambahan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Dalam pelaksanaannya seluruh pelatihan harus di dokumentasikan dalam bentuk Form Laporan Pelatihan.
b. Penanganan dokumen
menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan CPOB, Sanofi Aventis
directives dan peraturan pemerintah. Yang termasuk dalam kriteria dokumen
adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Validation Study, Global IQC Directive, Global HSE (Health
and Safety Enviroment), Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen
registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Dokumen yang terkait dengan produk disimpan selama minimal 10 tahun seperti Annual Product Review (APR).
Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:
1) Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau
pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat.
2) Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian
stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar teknik, pemeriksaan dan validasi alat, penanganan keluhan, obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya.
c. Sistem dan cara pembuatan prosedur tetap (Protap)
Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global
Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan
hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Prosedur tetap (Protap). Protap atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan misalnya yang berhubungan dengan pengoperasian, pemeliharaan/ perawatan dan pembersihan mesin; kalibrasi; validasi; pembersihan gedung dan pengendalian kondisi lingkungan; pengambilan contoh dan inspeksi.
Protap ini dimaksudkan untuk:
1) Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas.
2) Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE.
3) Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku.
4) Membantu melatih petugas baru.
d. Validasi
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Kegiatan validasi di PT Aventis Pharma dilakukan terhadap:
1) Validasi proses
Validasi terhadap proses produksi atau validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keberulangan yang tinggi. Validasi proses dapat dilakukan secara :
i. Prospective
ii. Concurrent
iii. Retrospective
iv. Revalidasi
Validasi proses menjadi penting karena setiap proses pembuatan dan pengemasan selalu melibatkan serangkaian faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk.
2) Validasi pembersihan ruangan atau peralatan
Head of IQC bersama QA Supervisor akan menetapkan prioritas peralatan
dan ruangan yang akan dibersihkan berdasarkan pengkajian resiko. Berdasarkan prioritas tersebut QA Supervisor dan tim validasi akan menyusun protokol validasi. Secara sederhana, validasi pembersihan dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
(a) Pengkajian proses meliputi pengkajian terhadap lokasi sampling atau ruangan yang akan dibersihkan, peralatan, jenis dan konsentrasi bahan pembersih, dan prosedur pemeriksaan untuk produk, bahan pembersih atau mikroba.
(b) Penyusunan protokol validasi pembersihan.
(c) Pelaksanaan validasi sesuai protokol validasi yang telah disusun.
(d) Penyusunan laporan validasi oleh QA unit, mencakup hasil analisa dan temuan selama proses validasi.
e. Penilaian terhadap pemasok
Mutu obat tidak hanya dilihat dari serangkaian pengujian saja, tetapi salah satu faktor penting dalam membangun mutu yaitu bahan awal, bahan penunjang dan jasa service yang mempengaruhi mutu obat, untuk memastikan bahan awal yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus-menerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation).
Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent/
broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari IQC,
Plant Logistic Department dan diketuai oleh QA Supervisor. Pada kasus tertentu
anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC Unit, Technical Unit,
dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, penanganan pesanan, dokumentasi dan lain-lain. Sedangkan, penilaian dari segi purchasing meliputi harga, pemesanan dan pengiriman. Ada 3 bentuk penilaian terhadap pemasok dari hasil audit, yaitu:
1) Accepted
Seluruh persyaratan audit dipenuhi. 2) Accepted additionally
Seluruh persyaratan audit dipenuhi tetapi masih ada temuan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
3) Not accepted
Tidak memenuhi persyaratan audit dan harus melakukan perubahan secara signifikan untuk memenuhi persyaratan
Pemasok yang telah memenuhi persyaratan akan dimasukkan ke dalam daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List) oleh QA. Seluruh barang kebutuhan hanya dapat dibeli dari pemasok yang sudah disetujui dan ada dalam daftar pemasok resmi. Audit kembali (re-audit) akan dilaksanakan minimal tiga tahun sekali terhadap approved supplier, sedangkan terhadap pemasok dengan status approved additionally akan dilakukan kunjungan ke pemasok sesuai jadwal yang telah disetujui.
f. Inspeksi diri dan audit
sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektivitas pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Temuan yang diperoleh dari proses audit yaitu kritis, mayor dan minor. Tujuan dari inspeksi diri dan audit ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB dan HSE. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dan audit meliputi :
1) Inspeksi dibidang GMP
(a) Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)
Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali dilakukan pada bulan Januari, Apri, Juli dan November. Tim ini terdiri atas anggota tetap QA
Supervisor (ketua tim), Supervisor Processing, Supervisor Packaging,
Supervisor QC, Supervisor dari TSD & HSE dan QA inspector. Pada
inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan pabrik,
warehouse, Production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2,
TSD, IQC (QC dan QA). (b) Inspeksi diri Semester (IDS)
Inspeksi Diri Semester mencakup seperti Inspeksi diri triwulan hanya saja ditambah dengan Purchasing serta Information System DePT IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember.
gowning area, laboratorium QC dan mikrobiologi, technical services
(purified water plant, AHU areas, workshop, utilities, dsb), purchasing
dan Information System (IS).
2) Audit dari Global Quality dan/Global HSE Audit
Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB/ HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC
Department untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global
HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager
Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE dan Manager Quality
Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja.
3) Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait.
4) Audit dari pihak ketiga/ pelanggan
5) Inspeksi di bidang HSE (Health, Safety and Environment)
Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang berkompeten dan berwenang di departemen tersebut dan wakil dari TSD. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemen-departemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada
Manager).
g. Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi
Pengambilan keputusan untuk meluluskan/ menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of
Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA
Supervisor dan disetujui oleh Head of IQC Department. Pemeriksaan yang harus
dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut: 1) Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP).
lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation
Report (FIR) dan hasil pemeriksaan validasi proses.
3) QA akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut.
4) Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA akan memutuskan apakah produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/ penolakkan produk tersebut. Pelulusan/ penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System
Application Product).
Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa GMP Conformance dan CoA dari produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance.
h. Penanganan keluhan
Keamanan obat menjadi tanggung jawab perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin.
keluhan terkait kualitas obat (KTKO) akan ditangani IQC Department. KTKO dibagi 4 kelas berdasarkan pengaruhnya kepada pasien, yaitu:
Tabel 3.1 Klasifikasi KTKO
Golongan Definisi Contoh KTKO
Kelas I Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap
kesehatan
Salah produk (label berbeda dengan produknya, produk sudah benar tetapi salah penulisan dosis, tercampurnya produk dalam satu pengemas, salah penulisan bahan aktif dengan mengakibatkan resiko yang serius terhadap kesehatan).
Kelas II Kerusakan pada produk yang
Kesalahan label karena teks atau gambar, kesalahan informasi pada leaflet, salah spesifikasi (Contoh: Assay, stability, berat), kemasan produk yang tidak aman mengakibatkan resiko yang serius, tercampurnya produk dalam satu pengemas tetapi tidak mengakibatkan masalah yang serius, kontaminasi kimia maupun fisika (Contoh : significant impurities, kontaminasi silang).
Kelas III Kerusakan pada produk yang
Kesalahan dalam pengemasan (Contoh : salah/ tidak ada batch no. atau expired date), kesalahan pengemas (Contoh : Closure system
seperti botol, blister), kontaminasi (Contoh :
Produk kotor dan terdapat partikel lain pada produk, berulangnya keluhan pada produk yang sama dan kerusakan yang sama, sealing strip/ blister rusak atau keriput, kerusakan label (label tidak ada atau rusak dan produk belum digunakan oleh pasien), produk palsu Kelas IV Kerusakan pada
produk yang tidak
Setelah QA menerima laporan KTKO, segera dilakukan klasifikasi KTKO tersebut. Untuk KTKO kelas 1 dan 2, dilakukan investigasi bersama maksimum 24 jam setelah laporan diterima, sedangkan untuk kelas 3 dan 4 dilakukan investigasi bersama maksimum 5 hari kerja setelah laporan diterima. Semua KTKO harus diselesaikan dalam maksimum 30 hari kerja, bila melebihi batas waktu tersebut harus dibuat laporan penyimpangan.
Tindak lanjut yang dilakukan terhadap KTKO dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang dan menunggu keputusan QA untuk dihancurkan, dijadikan stok kembali bila masih memenuhi spesifikasi atau diolah kembali. KTKO yang telah selesai ditangani akan dibuat tanggapan ke pihak pelapor yang berisi tindak lanjut terhadap laporan yang diterima.
i. Penanganan obat kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan :
1) Masalah keabsahan maupun salah kirim
2) Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran
3) Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan)
Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian (Product
Return) karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima
pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Obat kembalian dapat berasal dari :
1) Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
2) Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
3) Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga lain : rumah sakit, apotek dll.
Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang PT Aventis Pharma.
j. Penarikan kembali
Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal (Retained Sample) di Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement.
OOS, temuan audit, dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk
dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau
Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk
memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumlah yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual.
k. Evaluasi terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi (Out of Specification/ OOS)
Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan.
trend/ OOT). Hal ini berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan
pemeriksaan stabilitas produk.
Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan dan alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika atau mikrobiologi maka dibuat laporan
Failure Investigation Report.
Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain:
1) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released.
2) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang berbeda.
3) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang pertama (bila perlu).
4) Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test
method dan farmakope (EP, USP, dan FI).
5) Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari pemeriksaan normal.
l. Penanganan penyimpangan dan kegagalan
Yang dimaksud dengan penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari instruksi atau standar yang telah ditetapkan dalam proses pembuatan dan pengujian, ketidaksesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditentukan. Berdasarkan kekritisan, penyimpangan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1) Critical Deviation
Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa yang dapat mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/ alat kesehatan/ dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi.
Contoh: Kesalahan/ penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaian bahan/ material, kesalahan dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi.
2) Major Deviation
3) Minor Deviation
Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari produk obat atau alat kesehatan. Contoh penyimpangan minor yaitu batas penyimpanan maksimum produk setengah jadi terlampaui dan ditemukan
imported finished good yang tidak memiliki penandaan batch pada proses
re-packing.
Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu:
1) General failure : Semua penyimpangan yang terjadi di site dan hal tersebut
tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan sebagainya.
2) Batch deviation : Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan
atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses, pengemasan dan sebagainya.
Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah penghentian proses dan produk tersebut di karantina. Kegagalan tersebut kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan kemudian diteruskan ke
Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan
Segera tindak lanjuti penyimpangan dan kegagalan dengan membuat laporan penyimpangan/kegagalan menggunakan CAPA system. Setelah itu, dilakukan investigasi untuk menemukan akar permasalahannya dan tindakan perbaikannya. Selanjutnya dibuat dokumentasi terhadap penanganan penyimpangan dan kegagalan.
m. Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product Review/ APR)
Annual Product Review adalah peninjauan dan penilaian tahunan yang
dilakukan terhadap produk baik unuk sediaan semisolid dan solid. Annual Product
Review bertujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari suatu proses,
mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi.
Penyiapan APR dilakukan selama satu tahun sekali. Penyiapan Annual Product
Review dibagi menjadi empat gelombang yaitu untuk sediaan tablet dilakukan
dalam interval Januari sampai Januari tahun selanjutnya, sediaan semi solid pada bulan Maret sampai bulan Maret tahun selanjutnya, sediaan tablet salut pada bulan Juni sampai bulan Juni tahun selanjutnya dan sediaan suppositoria pada bulan September sampai bulan September tahun selanjutnya. Isi dari APR adalah:
1) Rekomendasi dari APR tahun sebelumnya beserta tindakan perbaikan yang dilakukan
2) Ikhtisar dari batch yang dibuat meliputi;
– Jumlah batch yang diproduksi termasuk partial batch
– Jumlah dan persentase batch yang ditolak (di reject) beserta alasannya – Jumlah dan persentase batch yang dan yang diproses ulang beserta
alasannya
– Review batch yang diluar spesifikasi beserta investigasinya
4) Gambaran dari suatu produk yang dibuat
5) Parameter kritis dalam In Process Control (IPC)
6) Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya. 7) Keluhan (Product Technical Complaint)
8) Penarikan produk 9) Produk kembalian
10) Trend analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik 11) Trend analisis dari data stabilitas
12) Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain)
13) Status validasi yang dilakukan (validasi proses, pengemasan, pembersihan, validasi metode analitik)
14) Monitoring lingkungan
15) Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue 16) Formula
17) Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi
18) Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR dan diolah secara statistik berasarkan perhitungan control limit, dibuat grafik trend analisa dan dan akan dievaluasi konsistensi dari suatu proses untuk mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi.
Laporan APR kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh QA Supervisor,
Laporan APR harus diselesaikan dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian. Sedangkan, semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun penilaian. Ringkasan APR adalah bagian dari laporan tahunan IQC
Department.
n. Pengendalian terhadap perubahan (Change control)
Pengendalian terhadap perubahan menguraikan hal-hal mengenai persiapan dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu produk, GMP/ CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori.
Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut.
o. Penanganan obat di distributor
Kualitas produk dikendalikan dengan baik selama berada dalam pabrik industri farmasi. Namun, untuk menjaga agar produk sampai ke tangan pasien dalam kualitas yang baik, perlu dikendalikan cara penanganan produk selama distribusinya, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah:
1) Penerimaan obat jadi 2) Penyimpanan obat jadi 3) Pengiriman obat jadi 4) Penanganan keluhan
5) Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah 6) Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi
Audit pada distributor dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan sesuai kondisi yang dipersyaratkan dan pengiriman produk.
p. Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan
Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya. Transfer proses produksi meliputi:
1) Golongan 1: produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu pabrik Aventis Pharma sebagai produk induknya (mother plant).
2) Golongan 2: produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa negara/ region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Misal: Avil yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
3) Golongan 3: produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma di suatu negara/ region. Transfer proses golongan 3 dikoordinasikan oleh regional manufacturing, regional IQC dan dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll
manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
q. Registrasi Obat Jadi dan Alat Kesehatan
diregistrasi sebelum memperoleh izin edar. Hal ini untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu obat yang beredar.
Dokumen Registrasi terdiri dari empat bagian antara lain Dokumen Administratif dan Informasi Obat, Dokumen Mutu, Dokumen Non-klinik dan Dokumen Klinik. Quality Assurance menangani dokumen mutu dimana terdiri dari subbagian S (Substance) yang berisi informasi terkait spesifikasi bahan aktif dan P (Product) yang berisi informasi terkait spesifikasi produk obat. Dokumen Registrasi Obat Jadi dibuat rangkap 4 dimana 2 eksemplar untuk Badan POM, 1 eksemplar untuk Medical and Regulatory Division dan 1 eksemplar untuk IQC department. Dokumen Registrasi Alat Kesehatan dibuat rangkap 3 dokumen registrasi yang akan diserahkan ke Menkes, dimana 1 eksemplar untuk Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 1 eksemplar untuk Medical and
Regulatory Division, 1 eksemplar untuk IQC department. Untuk produk impor,
cukup siapkan 2 eksemplar untuk ke badan pemerintah terkait dan ke Medical and
Regulatory Division. Dokumen registrasi disimpan selama 10 tahun setelah
produk yang bersangkutan tidak dipasarkan lagi.
3.1.2 Quality Control Unit
Pelaksanaan kegiatan quality control hendaknya dilakukan dengan suatu sistem yang tertata baik untuk menjamin bahwa semua kegiatan dilakukan dengan baik dan benar agar mendapatkan hasil kerja yang optimal dan terpercaya. Oleh karena itu, untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis pemeriksaan yang disebut test method. Test method dapat mengacu pada Compendia seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis, atau prosedur dari mother site. Untuk pemeriksaan bahan baku, prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi, tetapi cukup diverifikasi sesuai dengan kondisi pemeriksaan aktual, namun untuk pemeriksaan produk ruahan perlu dilakukan validasi terhadap metode yang diadopsi.
QC dalam melaksanakan tugasnya dibagi dalam sub-unit, yaitu Chemical
and Physical Control, Sampling-Testing of Packaging Material and Retained
Sample, Microbiology, Stability dan Laboratory services and Calibration.
a. Chemical and physical control
Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika berdasarkan test method.
1. Bahan Baku (Raw Material)
i. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Lalu bagian gudang akan membuatkan slip penerimaan barang (Goods Receipt
Slip/ GRS) yang kemudian akan dikirimkan ke bagian QC. Dan bahan baku
tersebut akan masuk gudang dengan status “QUARANTINE”.
ii. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form).
iii. Pengambilan contoh dilakukan di bawah LAF di dalam ruang sampling yang terdapat di area gudang dengan kondisi udara yang terkendali yaitu suhu tidak lebih dari 25°C, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban antara 30-60 %. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat dan ruangan dalam status “BERSIH”. Bahan yang telah diambil contohnya akan diberi label “SAMPLE TAKEN”. Dan setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar dibersihkan.
iv. Contoh kemudian dibawa ke laboratorium QC untuk sebagian dianalisa sesuai dengan test method dan sebagian lagi disimpan sebagai contoh pertinggal. v. Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dibuat dan dianalisa untuk menentukan
supervisor dan didistribusikan ke bagian Warehouse, Production dan Plant
Logistics Department.
Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari pemasok luar serta diberi catatan mengenai berapa kali bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang-Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan.
2. Produk Ruahan (Semi Finished Good)
Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi); setelah semi finished goods diterima di gudang (untuk produk ruahan impor) oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/ OOS).
3. Produk Jadi (Finished Good)
produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal) dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah dan akhir proses pengemasan. Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas proses pengemasan untuk dikirim ke QC. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: tanggal penerimaan, nomor batch lengkap, jumlah contoh pertinggal, waktu kadaluarsa, informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas, kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets dan tanggal kadaluarsa).
Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa (CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/ rejected atau label penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.
b. Sampling-testing of packaging material and retained sample
Tugas dari bagian ini adalah melakukan pemeriksaan bahan pengemas dan contoh pertinggal. Bahan pengemas ialah bahan yang digunakan untuk mengemas produk ruahan, digolongkan dalam 2 jenis yaitu :
1) Bahan pengemas primer, yaitu bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk strip dan blister dan cold
forming foil.
2) Bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak kontak langsung dengan produknya, seperti folding box atau master box.
Sebelum bahan dipesan, desain bahan pengemas disiapkan berdasarkan
artwork yang disetujui. Setelah dipesan dan diterima, bahan pengemas akan
LAF di ruang sampling (gudang) sedangkan contoh kemasan sekunder diambil di area gudang, tidak perlu di dalam ruang sampling. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium QC sesuai spesifikasi bahan, misalnya jenis bahan, kesesuaian warna dan bobot. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya.
Contoh pertinggal adalah contoh obat jadi, bahan baku, dan bahan pengemas yang diambil secara acak dan disimpan sebanyak setidaknya dalam jumlah yang cukup untuk 3 kali pemeriksaan full test (bila perlu tambahan 1 kali full test untuk BPOM). Contoh pertinggal digunakan sebagai pembanding bila ada keluhan terhadap bahan/ produk, juga untuk mengevaluasi kestabilan produk (follow-up/
real-time stability study) setelah suatu waktu tertentu. Contoh pertinggal disimpan
dalam ruang penyimpanan yang terkendali selama 5 tahun atau 1 tahun setelah tanggal daluarsanya, dan bagian ini bertugas memantau kondisi ruangan penyimpanan agar selalu sesuai spesifikasi dan memantau keluar masuknya contoh pertinggal melalui kartu stok.
c. Microbiological
Tabel 3.2 Persyaratan Kebersihan Ruangan Kelas 3 dan Kelas 2
K
el
as
3
Jenis pemeriksaan cemaran Kondisi
Beroperasi Istirahat
Settle plates ≤ 500 kol/ 4 jam Tidak ditetapkan Udara ≤ 1300 kol/ m
3
udara Tidak ditetapkan
Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan Mikroba di
ruang produksi
Settle plates ≤ 300 kol/4 jam Tidak ditetapkan Udara ≤ 900 kol/ m3 udara Tidak ditetapkan
Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan
Perbedaan tekanan udara ≥ 75 Pa
Pergantian udara ≥ 10/ jam
Suhu 19-25°C
Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan ≥ 5,0 µm/m3
Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Mikroba
Settle plates - Tidak ditetapkan
Udara Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Contact plates - Tidak ditetapkan Perbedaan tekanan udara > 0
Pergantian udara Sesuai kebutuhan, ≥ 4/ jam
Suhu 19-25°C
Kelembaban Sesuai kebutuhan, ≤ 80% Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:
2) Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi. Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi non steril yang diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2 dan kelas 1. Ruang kelas 3 dan kelas 2 memiliki persyaratan kebersihan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya, namun kelas 1 tidak memiliki persyaratan kebersihan tertentu.
3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
Pemeriksaan dilakukan secara apus (swab) untuk permukaan tidak rata sedangkan untuk permukaan rata dapat menggunakan contact plate atau swab. Hasil pemeriksaan jumlah mikroba dan partikel kemudian di lembar pemeriksaan. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi.
4) Pemeriksaan mutu air
Tabel 3.3 Persyaratan mikroba untuk tiap jenis air di PT Aventis Pharma
Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi limit yang telah ditentukan, akan diterbitkan OOS dan FIR, dengan mengevaluasi secara sistematis dan menyelidiki dimana, kapan dan apa penyebab penyimpangan tersebut.
d. Stability
Obat setelah diproduksi akan mengalami penyimpanan selama masa pemakaiannya, selama penyimpanan mutu obat dapat berubah menjadi keluar dari spesifikasi awalnya sehingga menjadi tidak aman untuk digunakan. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui waktu kestabilan obat sehingga masih memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Secara rinci, tujuan dilakukannya uji stabilitas adalah untuk:
1) Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya. 2) Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa
yang tercantum pada label.
3) Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi.
5) Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets adalah sama.
Menurut Global Standard Aventis, dikenal beberapa jenis uji stabilitas yaitu:
1) Tipe 0: Uji stabilitas yang dilakukan pada bets preformulasi untuk memutuskan komposisi akhir dari suatu formula. Contoh disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing) selama 3 bulan.
2) Tipe I: Uji stabilitas terhadap bahan aktif dan produk atau campuran dari bahan tambahan dan bahan aktif pada bets skala laboratorium. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing
condition) atau under stress.
3) Tipe II: Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah dilakukan peningkatan jumlah bets produksi (bets skala pilot).
4) Tipe III: Uji stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan (bets komersial) untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya.
5) Tipe IV: Uji stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan (Post
marketing studies). Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0
bulan kemudian setiap tahun hingga waktu daluarsa tercapai.
6) Tipe V: Uji stabilitas bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa perubahan (follow up stability), misalnya perubahan bahan baku atau perubahan proses.
e. Laboratory service and calibration
Bagian ini bertugas melakukan perawatan dan kalibrasi semua peralatan dan instrumen di laboratorium QC. Perawatan berarti mempersiapkan peralatan dalam keadaan baik agar siap digunakan sehingga dilakukan pada segala macam peralatan termasuk peralatan pendukung, seperti vial untuk HPLC atau kuvet untuk spektrofotometri. Kalibrasi berarti memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan dengan peralatan/instrumen tersebut sesuai dengan keakuratan yang diinginkan sehingga hanya dilakukan pada peralatan/instrumen yang digunakan untuk memantau, mengendalikan dan memeriksa parameter kritis atau kualitas dari suatu produk farmasi. Kalibrasi dilakukan menggunakan standar (kalibrator) yang diproduksi dengan mengacu pada standar nasional yang tertelusuri misalnya dari BSN, LIPI, atau KAN. Interval kalibrasi ditentukan berdasarkan tingkat kekritisan peralatan/instrumen, dengan definisi dari peralatan/ instrumen kritis ialah:
1) Peralatan/ instrumen yang digunakan untuk pengukuran parameter kritis dalam pembuatan obat dimana datanya menentukan kualitas obat,
2) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pengukuran kondisi lingkungan, 3) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pemeriksaan QC,
4) Peralatan/ instrumen terkait dengan keselamatan kerja.
Laporan kalibrasi yang dibuat sesuai protap kalibrasi akan diperiksa dan disahkan oleh Head of IQC Department. Jika kalibrasi dilakukan oleh pihak ketiga, laporan kalibrasi akan diminta dalam maksimum 2 minggu setelah kalibrasi. Bila laporan kalibrasi belum diterima lebih dari 2 minggu, raw data kalibrasi akan dievaluasi oleh user untuk memutuskan peralatan/ instrumen dapat digunakan atau tidak.
3.2 Production Department
Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu Pengolahan/ Processing
yang dikepalai oleh Processing Supervisor dan Pengemasan/ Packaging yang dikepalai Packaging Supervisor.
Tata letak ruangan ini didesain untuk memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, pemeliharaan dan dilengkapi sarana kerja yang memadai untuk menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang dapat mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain untuk melindungi kegiatan dan produk dari pengaruh cuaca dan lingkungan seperti banjir atau rembesan air tanah.
Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut:
1) Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi.
2) Plafon/ langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat akrilik.
dengan cat akrilik. Lantai dicat epoksi yang kedap air untuk mencegah rembesan air tanah sehingga bila lantai tergores dan rusak dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/ partikel. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai ialah dengan menggunakan sepatu khusus beralaskan karet. Sambungan antara dinding dan lantai dibuat berbentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu/ partikel dan memudahkan pembersihan.
3.2.1 Pengolahan/ Processing
Kegiatan di unit pengolahan secara umum dibagi dua yaitu pengolahan produk solid (tablet dan tablet salut selaput) dan pengolahan produk semi-solid (krim, salep, suppositoria dan ovula).
Kegiatan ini berlangsung di ruangan kelas 3 sehingga personilnya memakai pakaian dan sepatu khusus kelas 3, serta penutup kepala. Ruangan produksi terdiri dari 2 lantai dengan fungsinya masing-masing:
1) Lantai 1 untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activities) yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2.
2) Lantai dasar digunakan sebagai area untuk pengolahan maupun pengemasan. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan udara.
tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Ruangan dibersihkan oleh cleaner, sedangkan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya. Label “BERSIH“ ditandatangani oleh operator yang membersihkan dan disetujui oleh foreman di bidang masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku label “BERSIH“ adalah 1 bulan, jika waktu tersebut terlampaui, maka ruangan tidak dapat digunakan dan perlu dibersihkan kembali.
Kegiatan pengolahan selalu mengikuti prosedur baku untuk tiap produk yang disebut Prosedur Pengolahan Induk yang selalu diperbaharui secara berkala untuk disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan kondisi alat yang dimiliki, dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan antar bets.
Prosedur Pengolahan Induk (PPI) disusun oleh Processing Supervisor yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head
of IQC. PPI berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. Selain
PPI, juga ada pedoman yang disebut Protap yang harus diikuti oleh pihak yang bersangkutan.
Sebelum digunakan, ruang pengolahan harus selalu dicek RH 30-60%, temperatur 19-25°C, dan perbedaan tekanan (ΔP) minimal 7,5Pa. Untuk memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan dibuat daftar periksa yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pemeriksaan dilakukan oleh operator, staf QA, dan disetujui oleh foreman atau
Processing Supervisor.
of material/ master recipe). Bila material sudah release di sistem, bahan akan
disiapkan dan dikirim ke material transit room. Dalam material transit room, bahan yang dikirimkan diperiksa jumlah, jenis, tanggal daluwarsa, dan ada tidaknya label “RELEASED“. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah diambil dari bets yang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memperbaharui jumlah stok bahan yang tersisa setelah diambil untuk produksi. Setelah batch determination selesai, maka dibuat Good Issue.
Good Issue menginformasikan jumlah barang yang benar-benar digunakan.
Proses produksi didokumentasikan pada Catatan Pengolahan Bets yang berisi nama produk, nomor bets, jenis dan jumlah bahan yang digunakan dan data-data lain terkait proses pengolahan yang dilakukan. Setelah proses pengolahan selesai, dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk ruahan yang berhasil diproduksi dan siap dikemas. Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah diselesaikan dan dilakukan konfirmasi working
hour (labour hour dan machine hour).
3.2.2 Pengemasan/ Packaging
Pengemasan dilakukan di 2 macam ruangan, ruangan kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Masing-masing kelas memiliki pakaian khusus masing-masing dan ruang ganti pakaian yang berbeda.
salah penandaan atau mix up antar produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi:
1) Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing
Supervisor. Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan
dikemas telah disahkan oleh Supervisor Processing produk yang bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya.
2) Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)
Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk, nomor bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Supervisor dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Supervisor. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging
Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor, serta
disetujui oleh Head of IQC.
3) Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan membuat transfer
order dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor batch dan jumlah.
Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3. Alufoil, PVC foil, cold forming dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya, diperiksa dan ditimbang keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. b) Bahan pengemas sekunder (cetakan)
Tiap bahan pengemas yang diterima akan diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang
Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke dalam
kerangkeng besi dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding
box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta
tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma.
c) Produk ruahan
Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 3 sebelum dikemas.
Folding box dan packing insert yang tidak langsung digunakan harus disimpan
dalam ruang penyimpanan (storage room) dalam lemari yang terkunci. Kunci dipegang oleh supervisor atau foreman.
6) Persiapan mesin dan peralatan
Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh
supervisor/ foreman/ leader.
7) Pemeriksaan jalur pengemasan
Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” yang melekat pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah
mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa
kebenaran alat kontrol isi folding box. 8) Pengawasan dalam pengemasan
Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan. Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi:
a) Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di ruang ganti.
b) Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line).
c) Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh dan tanggal selesai pengemasan.
d) Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan dilaporkan kepada supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan kepada Production Manager dan QA untuk diambil langkah selanjutnya. e) Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan blue
test oleh bagian pengemasan primer.
f) Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Retained sample dikirim bersama folding box ke gudang lalu di ambil oleh QC officer. Pengemasan primer dan sekunder di PT Aventis Pharma terdiri dari 5 jalur. Jalur 1, 2 dan 3 untuk pengemasan primer (blistering) dan sekunder tablet secara
on-line, jalur 31/2 untuk pengemasan primer (bottling) dan sekunder tablet secara
on-line, sedangkan jalur 4 untuk pengemasan sekunder secara manual (repacking).
Suppositoria dan ovula dikemas di ruang khusus.
dan barcode/ pharmacode pada folding box Setelah pengemasan selesai, master box berisi produk jadi disimpan di gudang dan dibuat GRS sebagai informasi bahwa produk telah berada di gudang dan siap untuk didistribusikan.
3.3 Technical Services Department (TSD)
Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab departemen ini adalah kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit
(AHU); Purified Water Plant (PWP); perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana
penunjang; serta aspek HSE.
a. Kualifikasi peralatan, fasilitas dan sistem penunjang (utility)
Adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin maupun sarana penunjang. Kualifikasi mencakup :
1) Design Qualification (DQ)
2) Installation Qualification (IQ)
3) Operation Qualification (OQ)
4) Performance Qualification (PQ)
b. Air Handling Unit (AHU)
khusus karena sangat mempengaruhi kualitas dari produk yang sedang diolah, terutama dalam hal menghindarkan dari resiko kontaminasi dan kontaminasi silang.
Technical Services Department bertugas memonitor sistem AHU di PT
Aventis Pharma. AHU adalah sistem pengaturan udara yang diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing dan Packaging). Sistem yang mengontrol AHU adalah
Building Management System (BMS).
Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Ruangan Processing dan primary
Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang
udara keluar (tidak mengalami resirkulasi).
AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh
Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat
dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut.
Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh
cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini
suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
Ada 18 total AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2).Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami penyaringan berkali-kali. Ada 4 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter (efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-85%), medium filter (efisiensi 90-95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,990-95%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu 002, 03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-006 dan AHU-DX03. Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut.
c. Purified water plant (PWP)
Dalam proses produksi PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, yaitu hasil pengolahan purified water dengan alat MilliQ-Plus. Sumber purified
water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan
mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well
water). Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant,
Dalam sistem Purified Water Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu :
1) Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui
reverse osmosis (RO) dan electro de-ionization (EDI).
2) Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO.
3) Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke pengguna (user point).
Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Air mengalir dari sumber air ke PWP system (letaknya disamping ruang office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air PAM/ drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water.
Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.
2) Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis (diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).
3) Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran langsung dibuang ke drain).
pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup pada tanki 1tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar 1400 μs/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/cm. Air yang
telah mengalami water softening disebut soft water.
5) Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium metabisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas.
6) Selanjutnya, soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai konduktivitas sebesar 10 μs/cm.
listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut dilute/purified water yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μs/cm3 (limit yang dipersyaratkan 1,3 μs/cm3
), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank. 8) Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah
penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified
water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan
bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi
circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized).
Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk
menghindari pertumbuhan bakteri.
9) Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang
berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified
water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan
dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi 25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).
Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh,
chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada
karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2 kali setahun.
11) Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki
softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu
kontak dengan permukaan pipa/ wadah/ RO membrane/ EDI) agar proses desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan Desember).
12) Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well
water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH
diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terus -menerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang dipakai pada proses RO adalah 50%.
d. Perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang (utility)
dalam rangka menjamin produktivitas dan kualitas produk maupun tingkat kesehatan dan keselamatan kerja. Pada dasarnya terdapat dua macam perawatan :
1) Preventive maintenance (PM)/ perawatan preventif
2) Breakdown maintenance (BM)/ perbaikan
Preventive maintenance dilakukan pada alat yang kritis, yaitu alat yang
apabila terjadi kerusakan berdampak penting atau tinggi (T) terhadap paling tidak salah satu aspek berikut ini:
1) Health, Safety and Environment
2) Kualitas produk
3) Kelancaran operasi/ produksi
Apabila dampak terhadap ketiganya rendah (R), seandainya alat tersebut mengalami gangguan atau kerusakan, maka cukup diterapkan perawatan secara perbaikan atau breakdown maintenance. Pada work order, PM ditandai dengan
priority 3 (high) dan 4 (very high). Sedangkan untuk BM priority nya adalah 1
(low) dan 2 (moderate).
Sasaran MMS adalah menjamin bahwa kinerja sistem, peralatan, dan utility tetap dalam batas-batas yang dapat diterima, supaya tidak menyebabkan terganggunya tingkat produktivitas karena terhentinya mesin atau terganggunya kualitas dan kemurnian produk ataupun timbulnya bahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja.
3.4 Health, Safety and Environment (HSE)
Health, Safety and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari
kondisi kerja yang terbebas dari kecelakaan/ penyakit akibat kerja serta mencegah terjadinya pencemaran lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lancar dan efisien. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE adalah HSE Aventis Global, HSE key requirement, HSE Standards dan peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). Hierarki dokumen HSE di PT Aventis Pharma adalah sebagai berikut:
1) HSE Aventis Global: merupakan kebijakan HSE yang berlaku di seluruh Aventis di seluruh dunia.
2) Persyaratan Utama (Key requirements): merupakan elemen esensial minimum yang harus diterapkan di suatu site.
3) Standard (Standard): menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements
4) Panduan (Guidelines): yaitu dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap.
5) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/ SOP)
Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu :
1) Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air tanah, sumber daya alam dan kesehatan manusia.
2) Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor dan masyarakat sekitar.
3) Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua produk.
4) Mengatasi dampak lingkungan yang timbul.
5) Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang berkepentingan.
Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif. Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja dan pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan berkesinambungan.
Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE adalah dalam hal: (a) Environmental Management System (EMS)