HUBUNGAN REPRESENTASI PEREMPUAN
DALAM ISI DAN SAMPUL NOVEL RAUMANEN
KARYA MARIANNE KATOPPO SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
Skripsi
Tulisan Ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh : Malik Abdul Karim NIM. 11160130000039
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
i
ABSTRAK
Malik Abdul Karim (NIM: 11160130000039). Hubungan Representasi Perem-puan dalam Sampul dan Isi Novel Raumanen Karya Marianne Katoppo serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Marianne Katoppo adalah teolog, feminis, dan sastrawati ternama Indonesia yang sukses memenangkan beragam penghargaan seperti Hadiah Harapan Sayembara Sastra DKJ 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan SEA Write Award 1982 sebagai perempuan pertama di ASEAN melalui novel keduanya Raumanen (1975). Novel yang usianya hampir 50 tahun tersebut ternyata sampai saat ini masih dicetak ulang dengan wajah yang sangat trend. Penampilan bukunya yang kini cantik dan menarik berbanding terbalik dengan ceritanya yang murung dan suram. Berdasarkan keunikan dari penyegaran ulang novel Raumanen tersebut tulisan ini berusaha melihat hubungan antara sampul dan isi novelnya. Bagaimana perempuan sebagai tema utama cerita direpresentasikan melalui sampul dan isi karyanya menjadi topik pembahasan penelitian ini. Menggunakan teori representasi pada sastra Raumanen ditemukan bahwa, novel tersebut merepresentasikan perempuan yang kalah, karena perempuan tidak berhasil memanfaatkan kesetaraan dan hak-haknya untuk mendapatkan kebahagiaannya. Menggunakan teori semiotika Peirce pada sampul novel Raumanen ditemukan bahwa, sampul turut merepresentasikan perempuan yang kalah, melalui visualisasi kematian tokoh perempuan dalam desain-desain bergaya realis nostalgia, surealis, dan kontradiktif. Berdasarkan keselarasan representasi antara keduanya, buku Raumanen dengan edisi sampul yang baru maupun yang lama dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dalam implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.
ii ABSTRAK
Malik Abdul Karim (NIM: 11160130000039). Relation of Women representation in the Cover and Contents of Marianne Katopo's Novel titled Raumanen and Its Implications for Indonesian Language and Literature Learning in High School
Marianne Katoppo is a well-known Indonesian theologian, feminist, and novelist who succeeded and won various awards such as Sayembaya Sastra DKJ 1975, Yayasan Buku Utama 1978, SEA Write Award 1982 as well as becoming the first women in ASEAN through her second novel Raumanen (1975). The novel is almost 50 years old but still reprinted with a brand new cover until now. The new book appearance is picturesque and attractive which contrast to the story that is sad and gloomy. Based on the uniqueness of new Raumanen’s cover with women as the main theme of the story, this research attempted to observe the relation between cover and contents. Using representation theory of the story, it shows that the story represents women who lose because they fail to take advantages of their equality for the sake of their happiness. This research use semiotic theory by Peirce and found that the cover also represents women who lose, through the visualization of the female main character’s death, in realist-nostalgic, surreal, and contradictory designs. Based on the integration from both women representation, Raumanen is able to be used as learning media in its Implications for literature learning in High School.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Representasi Perempuan dalam Sampul dan Isi Novel Raumanen Karya Marianne Katopo serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta para pengikutnya karena syafa’at merekalah yang sangat diharapkan di dunia sampai ke akhirat kelak. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan doa kepada penulis. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M. Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Novi Diah Haryanti, M. Hum., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing yang dengan ikhlas memberikan arahan, saran, dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar;
4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
5. Wahidin,Wulandari, Fadhel, dan Aurel. Papa dan mama yang kebaikannya tiada terhitung dalam mendidik, menanggung, dan mendukung setiap keputusan anaknya ini, juga adik-adik tersayang yang kerap jadi pendukung rahasia penulis lewat perhatian-perhatian kakunya yang lucu.
iv
6. Marvy Rumate, om Frans Rumate dan Almh. Marlin Panggabean. Keluarga multikultural yang menjadi satu-satunya tempat berdiskusi dan pemberi insight pada penulis tentang adat Batak dan Manado.
7. Bude Tini, Bude Marsih, Tei, Dae, Sarah, Ayu, dan seluruh keluarga yang selalu percaya, mengingatkan, dan mendukung penulisan skripsi.
8. Fahri, Nurzaimah, Lisa, Aldi, Rizky, Robby, Bagus, dan seluruh teman-teman Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2016 yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis;
9. Para rekan perang, Hasby, Hendra, Yusuf, dan Rafi yang banyak menyadarkan penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
Penulis berharap kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini agar selalu sehat, bahagia, dan memperoleh keberkahan dari Allah SWT. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan oleh penulis demi menjadikan skripsi ini lebih baik lagi sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Jakarta, 13 Maret 2021 Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6 C. Batasan Masalah... 6 D. Rumusan Masalah ... 7 E. Tujuan Penelitian ... 7 F. Manfaat Penelitian ... 7 1. Manfaat Teoritis ... 7 2. Manfaat Praktis ... 8 G. Metodologi Penelitian ... 8 1. Sumber Data ... 9
2. Teknik Pengumpulan Data ... 10
3. Teknik Analisis ... 11
BAB II: KAJIAN TEORI A. Novel ... 12
vi 2. Sudut Pandang ... 13 3. Alur ... 15 4. Latar ... 16 5. Penokohan ... 17 6. Gaya Bahasa ... 19 7. Amanat ... 20 B. Sampul ... 20 1. Tipografi ... 21 2. Ilustrasi ... 23 3. Warna ... 23 4. Layout ... 24 C. Representasi ... 24 D. Feminisme ... 27 E. Semiotika ... 28 F. Penelitian Relevan ... 30
BAB III: MARIANNE KATOPPO A. Biografi Marianne Katoppo ... 33
B. Pemikiran Marianne Katoppo ... 41
1. Perempuan ... 41
2. Sastra Pop ... 44
C. Raumanen ... 45
D. Sinopsis ... 46
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intrinsik ... 48 1. Tema ... 48 2. Sudut Pandang ... 50 3. Alur ... 53 4. Latar ... 57 5. Gaya Bahasa ... 60
vii
6. Penokohan ... 65
7. Amanat ... 93
B. Representasi Perempuan dalam Novel Raumanen ... 95
1. Perempuan di Ruang Publik ... 95
2. Perempuan Sebagai Istri ... 95
3. Perempuan Sebagai Makhluk yang Disubordinasi ... 95
4. Perempuan Sebagai Objek Seksual ... 95
C. Representasi perempuan dalam Sampul Novel Raumanen ... 96
1. Sampul Raumanen Penerbit Gaya Press 1977 ... 100
2. Sampul Raumanen Penerbit Metafor 2006 ... 114
3. Sampul Raumanen Penerbit Grasindo 2018 ... 130
D. Hubungan Representasi Perempuan dalam Isi dan Sampul ... 130
E. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA ... 135
BAB V: PENUTUP A. Simpulan ... 106
B. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 ... 96 Gambar 4.2 ... 97 Gambar 4.3 ... 98 Gambar 4.4 ... 99 Gambar 4.5 ... 100 Gambar 4.6 ... 103 Gambar 4.7 ... 104 Gambar 4.8 ... 109 Gambar 4.9 ... 110 Gambar 4.10 ... 110 Gambar 4.11 ... 114 Gambar 4.12 ... 117 Gambar 4.13 ... 118 Gambar 4.14 ... 124 Gambar 4.15 ... 125 Gambar 4.16 ... 1251
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Novel Raumanen karya Marianne Katoppo adalah salah satu karya fiksi penting dalam sejarah sastra Indonesia. Novel Raumanen pertama kali terbit pada 1975 dan langsung meraih beragam penghargaan, seperti Hadiah Harapan Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama 1978, dan menjadi perempuan pertama yang meraih penghargaan internasional Hadiah Sastra Asia Tenggara (SEA Write Award) pada 1982. Saat ini sudah hampir 50 tahun usianya, novel Raumanen masih terus dicetak ulang. Hal ini membuktikan betapa penting dan tinggi nilainya hingga mampu terus relevan dalam perkembangan zaman.
Novel Raumanen bercerita tentang kemelut kisah cinta Manen, seorang gadis Minahasa, dengan Monang seorang lelaki Batak. Pertemuan mereka di Jakarta menjadi sebuah bencana yang menabrakkan tradisi, juga pemikiran modern tentang kebebasan dan kesetaraan dengan pemikiran-pemikiran tradisional tentang warisan dan peran-peran tanggung jawab. Jakarta 1960-an digambarkan sebagai waduk tempat berceruknya berbagai orang dari beragam latar belakang suku, merepresentasikan kehidupan modern yang terbebas dari batas-batas adat maupun tradisi.
Dewasa ini kehidupan semacam itu telah jauh berkembang, bukan semata mempertemukan beragam suku dan agama, tetapi negara, ideologi, dan pemikiran. Perkembangan teknologi merupakan faktor utama pembentuk kehidupan modern yang tak mengenal batas jarak dan waktu, sehingga siapapun orang dengan beragam latar belakang bisa saling bertemu, menyapa, bertukar pikiran, bahkan saling serang dan bertengkar di dunia maya. Permasalahan yang dihadapi masih sama meskipun zamannya jauh berbeda, yaitu tentang bagaimana hidup di zaman yang semakin modern dan mengaburkan batas-batas sosial.
Kemelut kisah hidup perempuan yang ditulis oleh perempuan dengan perspektif perempuan menunjukkan adanya protes tersendiri yang tentunya masih menarik dan relevan dibahas sekarang. Gaya ceritanya yang jujur dan penuh perasaan khas seorang perempuan, memberikan sebuah sudut pandang baru dalam memahami konflik-konflik manusia (antara laki-laki dan perempuan, anak dan orang tua, kebudayaan, agama, dan pemahaman). Pam Allen pada satu tulisannya mengakui keunggulan novel Raumanen, “Raumanen bukan sastra pop kelas bulu, dibaca sekarang pun novel ini tetap
menghanyutkan dan tetap relevan dengan kehidupan kita”.1 Dalam hal ini tidak
heran jika Novel Raumanen masih relevan dan terus dicetak ulang hingga sekarang.
Pada 2018 lalu novel Raumanen diterbitkan ulang oleh PT Grasindo dengan desain sampul baru yang membuatnya semakin relevan di zaman sekarang. Hal menarik dari penerbitan ulang buku tersebut ialah karakter visualnya yang cerah dan ceria, sampul Raumanen edisi Grasindo memiliki warna jingga kemerahan
yang terang dengan ilustrasi kartun seorang perempuan yang cantik.2 Gaya
semacam ini memang sedang tren dalam novel-novel remaja, dan salah satu novel yang mendongkrak tren visual semacam ini ialah seri novel Dilan karya Pidi Baiq pada 2014—2016. Warna-warna hangat dan cerah dengan ilustrasi sederhana yang indah dan cantik berbanding terbalik dengan kisah Raumanen yang berakhir dengan kematian dan penyesalan.
Peneliti menemukan bahwa sampul Raumanen telah mengalami dua kali perubahan desain. Sampul pertama Raumanen yang diterbitkan oleh PT Gaya
Favorit Press pada 1977, bergambar potret foto close-up perempuan.3 Sampul
kedua Raumanen yang diterbitkan oleh PT Metafor Publishing pada 2006,
bergambar pohon flamboyan di alam terbuka dengan efek mendung dan lusuh.4
Sampul ketiga yaitu terbitan PT Grasindo yang cerah dan ceria tersebut.
1 Pam Allen, “Raumanen, Sastra Pop, dan Sastra Wangi”, dalam pengantar novel
Raumanen, (Jakarta: Metafor Publishing), h. x.
2 Marianne Katoppo, Raumanen, (Jakarta: Grasindo, 2018), h. Sampul muka.
3 Marianne Katoppo, Raumanen, (Jakarta: Gaya Favorit Press, 1977), h. sampul muka. 4 Marianne Katoppo, Raumanen, (Jakarta: Metafor Publishing, 2006), h. Sampul muka.
Perubahan sampul tampaknya penting sebagai peremajaan karya sastra, bukan hanya dalam segi penjualan namun relevansi minat pembaca. Sampul buku yang awalnya hanya berfungsi sebagai pelindung kertas isi buku, kini bertransformasi menjadi satu komoditas yang tak kalah dari isi buku itu sendiri. Hal ini dikarenakan suatu fakta sederhana bahwa, suatu unsur visual atau grafis
mampu mempengaruhi mata dan otak.5 Manusia cenderung mengandalkan
matanya sebagai indera tercepat dalam membaca informasi terutama informasi berupa gambar daripada kata-kata yang banyak dan padat. Begitupun dalam sampul buku yang akan dilihat ilustrasi/desainnya secara keseluruhan terlebih dahulu sebelum diperhatikan judul dan sinopsisnya.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tuti Awaliyah di Yogyakarta ditemukan bahwa desain sampul efektif dalam meningkatkan keputusan membeli buku sebesar 30,1% dengan nilai korelasi antara sampul dan minat
buku sebesar 0,548.6 Penelitian serupa dilakukan juga oleh Goey Stefany
Gunawan untuk melihat pengaruh sampul depan novel teenlit terhadap minat beli masyarakat. Hasil dari penelitiannya menemukan bahwa sebagai produk, desain sampul memiliki pengaruh dalam keputusan minat beli terutama sebagai penarik perhatian calon pembeli, faktor lain yang turut mempengaruhinya
kemudian adalah penulis/pengarangnya dan sinopsis ceritanya.7
Sampul buku dengan demikian memiliki peran penting untuk menarik calon pembaca, karena jika buku dilihat sebagai sebuah produk maka sampul merupakan kemasan yang digunakan untuk menambah nilai jual produknya. Fungsi dan tujuan desain sampul buku dalam kepentingan industri buku pun dirasa selaras dengan kepentingan pendidikan, yaitu meningkatkan minat baca, karena semakin tinggi minat baca, semakin tinggi penjualan buku. Oleh karena
5 Hernowo, Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah, (Bandung: Mizan Learning
Center (MLC), 2004), h. 141.
6 Tuti Awaliyah, “Pengaruh Desain Sampul terhadap Keputusan Pembelian Buku di Toko
Buku Gramedia Ambarukmo Plaza Yogyakarta Tahun 2008”, Skripsi dalam Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008, h. 68.
7 Goey Stefany Gunawan, “Pengaruh Sampul Sampul Depan Novel Teenlit terhadap Minat
itu desain sampul buku turut menjadi salah satu penopang strategi penjualan buku. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bagaimana saat ini sampul buku didesain ulang secara unik dan ditambahkan ilustrasi-ilustrasi indah yang relevan sesuai topik dan tren-tren buku lainnya, sehingga mampu merepresentasikan isi buku sekaligus mengajak seseorang untuk membelinya.
Jika diperhatikan seluruh sampul Raumanen yang berbeda-beda tersebut masih tetap merepresentasikan satu pesan yang sama yaitu perempuan, tetapi simbolisasi yang muncul terhadap perempuan berubah-ubah sehingga pemaknaannya juga ikut berubah. Melalui kacamata semiotika upaya perancangan sampul buku tersebut tidak lain adalah penerapan sistem tanda, yaitu ilustrasi dan desain sampul buku menjadi representamen dari suatu objek yang direpresentasikannya, dalam hal ini ialah isi buku. Sampul itu dengan demikian mampu memberikan interpretasi awal ke pada para pembaca saat pertama kali melihatnya. Representasi dari isi buku tersebut kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai visual yang sedang dianut masyarakat sehingga menghasilkan ilustrasi atau desain sampul yang menarik sesuai zamannya.
Peran ilustrasi secara sederhana ialah, menarik perhatian (attract attention), membuatnya mudah diingat (aid retention), menyederhanakan pemahaman (complexity), menciptakan konteks (context), dan memberikan kebaruan (novelty). Secara kognitif otak manusia akan mencari informasi yang menarik dan cepat daripada informasi padat seperti kata-kata. Ilustrasi berguna untuk menyederhanakan sebuah informasi menjadi bentuk yang bisa disimpan dengan cepat dan tahan lama. Ilustrasi juga memberikan gambaran konteks yang utuh
dengan cara sederhana sehingga menciptakan suatu kebaruan tersendiri.8
Artinya desain sampul buku yang menarik dan dipenuhi ilustrasi-ilustrasi indah itu pun mampu menimbulkan rasa penasaran, menghilangkan stigma jenuh dari satu judul buku yang kaku, menawarkan imajinasi-imajinasi baru, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan gairah dalam membaca buku. Terutama sampul-sampul buku tersebut biasanya didesain mengikuti
8 Rishi Kumar Singh, "Role of Illustration in Advertising", dalam IJCRT, Vol.6, Issue 1,
selera pasar, baik konsep maupun gaya ilustrasinya. Hal-hal tersebut lah yang menjadikan sampul buku mampu meningkatkan minat dan daya tarik membaca. Representasi sendiri secara sederhana memiliki arti menggambarkan atau memaparkan satu hal yang mirip dan spesifik sehingga dapat dimengerti secara efektif. Makna atau pesan diproduksi melalui pemilihan tanda atau simbol, baik bahasa (lisan dan tulisan) maupun non-bahasa (gambar, gerakan, suara) yang paling dekat agar efektif dan dapat dimengerti oleh lawan bicara. Pada konteks sampul ini representasi berarti mengantarkan pesan atau inti karya sastra secara efektif dan cepat melalui komunikasi visual. Pada konteks sastra, representasi berarti mengantarkan konsep gagasan pengarang secara efektif melalui karya sastra. Hubungan representasi yang terlihat jelas antara novel Raumanen dan sampulnya tidak lain adalah perempuan.
Kedua jenis karya seni ini sama-sama memaparkan perempuan secara jelas, baik sebagai tokoh cerita, maupun sebagai ilustrasi sampul. Melihat makna perempuan seperti apa yang direpresentasikan pada kedua jenis karya tersebut tentu merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Pembahasan terkait representasi karya sastra dan karya komunikasi visual memiliki potensi yang bagus untuk memahami sastra secara lebih luas.
Lebih jauh pembahasan terkait sampul dan karya sastra ini bisa dikembangkan ke dalam bidang Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah, terutama di SMA, mengingat relevansi cerita di dalamnya tentang kehidupan remaja modern dan heterogen yang sangat dekat dengan dunia maya dewasa ini. Secara tidak langsung sampul buku Raumanen terbaru dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bahasa dan sastra, serta sebagai stimulus dalam peningkatan budaya literasi para peserta didik. Sayangnya sampai saat ini potensi tersebut belum dikembangkan sehingga masih disepelekan dan cenderung tidak diperhatikan. Padahal terdapat beberapa materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang masih relevan seperti materi teks ulasan, teks resensi, dan tentunya novel.
Penulis dalam penelitian ini ingin melihat bagaimana representasi perempuan yang ada pada karya sastra dan sampulnya secara bersamaan,
dengan asumsi bahwa keduanya menyampaikan pesan yang sama dengan cara yang berbeda. Perbedaan-perbedaan cara merepresentasikan perempuan yang ada dari setiap sampul akan diuraikan dan dicari sampul mana yang paling dekat dengan representasi perempuan di dalam novel Raumanen. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap suatu karya sastra, dan memberikan inspirasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Hubungan Representasi Perempuan dalam Sampul dan Isi Novel Raumanen Karya Marianne Katoppo serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dipetakan beberapa masalah yang muncul pada penyegaran sampul buku Raumanen, sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran bahwa sastra merepresentasikan dunia nyata 2. Novel Raumanen yang relevan dengan kehidupan remaja saat ini jarang
digunakan sebagai bahan pelajaran
3. Kemajuan yang mengaburkan batas-batas nilai dan norma sosial
4. Kurangnya perhatian terhadap representasi sampul buku terhadap isi buku 5. Sampul buku dimanfaatkan sebatas kepentingan industri buku
6. Kurangnya perhatian terhadap potensi dari kajian sampul buku dalam bidang pendidikan
7. Belum ada penelitian yang mengkaji representasi sampul pada novel Raumanen karya Marianne Katoppo
8. Belum ada penelitian yang mengkaji perubahan desain dan ilsutrasi sampul novel Raumanen pada setiap pencetakan dan penerbitan ulangnya. C. Batasan Masalah
Kegiatan analisis terhadap suatu karya sastra tidak meliputi semua aspek yang terdapat dalam karya sastra tersebut, agar tidak menyimpang dari subjek penelitian dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan penulis membatasi masalah yang akan diteliti, penulis mengambil masalah yang berkaitan dengan
representasi perempuan pada novel Raumanen dan sampul novel Raumanen karya Marianne Katoppo.
D. Rumusan Masalah
Dengan demikian tulisan ini berusaha menjelaskan representasi perempuan yang muncul dari isi dan sampul novel Raumanen. Permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji menggunakan pendekatan representasi. Adapun rumusan masalah yang telah ditentukan yaitu:
1) Bagaimana struktur naratif dalam novel Raumanen?
2) Bagaimana representasi perempuan dalam kisah Raumanen karya Marianne Katoppo?
3) Bagaimana representasi perempuan pada sampul novel Raumanen karya Marianne Katoppo?
4) Bagaimana implikasi dari pemahaman representasi sampul buku terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini yaitu:
1) Mendeskripsikan struktur naratif yang dikandung dalam novel Raumanen. 2) Menguraikan representasi perempuan dalam kisah Raumanen karya
Marianne Katoppo
3) Menjelaskan hubungan representasi perempuan dari sampul dan isi novel Raumanen karya Marianne Katoppo
4) Mendeskripsikan implikasi dari pemahaman representasi sampul buku terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil analisis ini ada dua macam, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis. Berikut pemaparan mengenai manfaat praktis dan manfaat teoretis penelitian.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini diharapkan menambah kajian ilmu dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra
Indonesia, khususnya pada pembelajaran sastra agar dapat meningkatkan dan mengembangkan apresiasi terhadap kajian sastra yang berkaitan dengan karakter dari sebuah tokoh. Selain itu, pembahasan dalam penelitian ini juga dapat menjadi acuan pembelajaran sastra di sekolah.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, di antaranya: 1) Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah
yang dirumuskan. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi penulis untuk semakin aktif menyumbangkan penelitian, baik dunia sastra dan pendidikan.
2) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat membantu guru memahami keterkaitan sampul buku dengan karya sastra, untuk dijadikan masukan dalam pembelajaran sastra yang menarik, kreatif dan inovatif.
3) Bagi pelajar dan mahasiswa, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan penelitian dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berkaitan dengan karakter tokoh.
4) Bagi institusi, hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai karakter tokoh untuk dijadikan saran dalam menentukan pedoman pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia serta diharapkan agar institusi dapat memilih dengan baik karya sastra sebagai bahan bacaan sebagai sarana pembinaan karakter.
G. Metodologi Penelitian
Penulis hendak meneliti tentang representasi perempuan dalam desain sampul buku Raumanen dan perbedaan sampul yang terjadi pada setiap penerbitan ulangnya, sejak terbitan awal pada 1977, 2006, dan 2018. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif berhubungan pada penghayatan suatu objek kajian secara mendalam dan
empiris.9 Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berhubungan dengan
9 Nyoman Kutha Ratna, Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
kata atau kalimat untuk menjelaskan karakteristik dan gambaran dari suatu
fenomena atau masalah.10
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah sastra bandingan dan kajian semiotika. Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda.11 Sebagaimana yang dikatakan oleh Faruk bahwa, karya sastra
merupakan satuan yang dibangun atas hubungan antara tanda dan makna, antara
ekspresi dengan pikiran, antara aspek luar dengan aspek dalam.12 Pada
penelitian ini secara lebih spesifik sampul novel Raumanen dipandang sebagai tanda dari isi bukunya, yang tidak lain adalah tanda juga terhadap pemikiran sang penulisnya.
Segala hal yang dikandung dalam sampul buku akan disoroti dan ditilik kembali pada isi buku menggunakan perspektif feminisme. Sebagaimana yang telah diektahui bahwa karya sastra ini sarat mengandung nilai perjuangan hidup perempuan di dalamnya, sehingga unsur-unsur yang ada di dalam sampul akan diteliti sebagai representasi perempuan. Sampul tersebut akan dibedah meggunakan teori representasi pada aspek-aspek desain grafis –yaitu tipografi, ilustrasi, dan warna, kemudian melalui semiotika pemaknaannya untuk diproyeksikan sebagai representasi perempuan.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif ilmu sastra adalah karya atau
naskah yang bentuk data formalnya adalah kata, kalimat, dan wacana.13
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama penelitian, yaitu karya. Sumber data primer dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu data isi karya sastra dan data sampul karya sastra.
10 Hossein Nassaji, "Qualitative and Descriptive Research: Data Type Versus Data
Analysis", Language Teaching Research, Vol 19, No. 2, 2015, p. 129.
11 Benny H. Hoed dalam Nurigiyantoro, h. 40.
12 Faruk, Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2017), h. 77.
Karya sastra yang digunakan sebagai data penelitian isi karya sastra
ialah novel Raumanen terbitan Metafor pada tahun 2006.14 Pemilihan karya
sastra ini dilandasi pada beberapa alasan sederhana: pertama dikarenakan terbitan 2006 adalah karya sastra yang lebih sering penulis pakai; kedua, karena terbitan Metafor ini adalah terbitan yang memiliki dua tulisan pengantar yang memberikan gambaran latar belakang Raumanen menjadi karya sastra yang penting dan bermanfaat. Karya sampul buku yang digunakan sebagai data penelitian sampul ialah sampul novel Raumanen terbitan Gaya Favorit Press 1977, Metafor Publishing 2006, dan Gramedia 2018. Tiga sampul tersebut adalah total seluruh sampul yang ada sepanjang pencetakan ulang novel Raumanen sejak 1977 hingga 2018.
Sumber data sekunder adalah data-data yang berhubungan dengan objek atau subjek penelitian. Fungsi dari sumber data sekunder ialah sebagai tambahan atau pelengkap data karya berupa data keilmuan untuk memberikan pemahaman konteks yang utuh. Berbagai jenis kepustakaan ilmiah baik biografi, metodologi, teori, maupun jurnal digunakan sebagai data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Biografi Marianne Katoppo, Teori Fiksi karya Robert Stanton, Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra karya Nyoman Kutha Ratna, Representation (Cultural Representations and Signifying Practices) karya Stuart Hall, Semiotika Komunikasi Visual karya Sumbo Tinarbuko, Pengantar Desain Komunikasi Visual karya Adi Kusrianto, dan beberapa karya lain seputar semiotik, komunikasi, desain, dan budaya.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penulis dalam mengumpulkan data menggunakan teknik simak-catat pada kedua jenis sumber penelitian. Pertama, teknik simak-catat digunakan untuk mengumpulkan data teks dari karya sastra dan karya pustaka yang digunakan. Teknik simak-catat yaitu berupa kegiatan menyimak dan
mencatat informasi-informasi penting secara teliti demi mendapatkan deskripsi yang relevan atas permasalahan yang dibahas dalam objek penelitian.
Kedua, teknik simak-catat pada objek visual yaitu sampul buku. Pada teknik ini peneliti melakukan penilikan terhadap unsur visual yang terdapat dalam desain sampul. Unsur visual tersebut dipercaya memiliki informasi-informasi penting yang membentuk suatu pesan utama dalam sampul. Adapun unsur visual yang akan diamati yaitu tipografi, warna, dan ilustrasi pada desain sampul novel Raumanen karya Marianne Katoppo.
3. Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Qualitative analysis is a process of reviewing, synthesizing and interpreting data to describe and explain the phenomena or social being studied.15 Proses analisis kualitatif berupa proses reviu, sintesis, dan interpetasi empiris pada data (fenomena atau data sosial) yang sedang diteliti. Data akan didalami berdasarkan konteksnya, baik budaya, semiotik, dan sastra.
Analisis kualitatif tersebut akan berpedoman pada prinsip penelitian kualitatif sastra antara lain:
1) Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek.
2) Lebih mengutamakan proses dibanding hasil penelitian.
3) Tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek penelitian. 4) Penelitian bersifat terbuka.
5) Penelitian alamiah dalam konteks budaya masing-masing.16
15 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitaif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Kencana, 2014), h. 400.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Novel
Novel atau fiksi ialah cerita rekaan hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, atau pun pengolahan tentang peristiwa yang hanya berlangsung dalam
khayalannya.1 Fiksi meskipun disebut rekaan dan khayalan, memiliki
unsur-unsur kebenaran karena realitas yang dibangun dalam karya fiksi, merupakan
bangunan ilusi kenyataan yang detail dan berkesan meyakinkan pembaca.2
Novel adalah karya sastra yang berbentuk panjang karena berupa teks naratif.
Novel memiliki sedikitnya tiga puluh ribu kata atau seratus halaman.3
Ciri khas dari novel mampu membangun semesta yang lengkap sekaligus
rumit.4 Novel terdiri atas beberapa unsur seperti:
1. Tema
Tema menurut Stanton merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu
pengalaman begitu diingat.5 Terdapat banyak sekali makna yang dikandung
dalam sebuah karya, oleh karena itu makna yang dimaksud dari tema adalah makna yang menjadi dasar bangunan cerita. Fungsi tema adalah untuk mengikat dan menegaskan kebersatuan seluruh persitiwa hingga pada konteks yang umum. Artinya tema adalah generalisasi makna yang melingkupi keseluruhan cerita.
Tema tidak selalu diungkapkan secara terbuka melalui amanat, pesan-pesan moral atau nasihat-nasihat. Tema kadang hadir dalam bentuk paling umum yang mungkin tidak diperkirakaan adanya penilaian moral.
1 M. Atari Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1984), h. 23.
2 Rene Wellek, dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 2016), h.256. 3 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 75. 4 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2012), h. 90.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya tema merupakan makna dasar yang bersembunyi di antara makna-makna lain, oleh karenanya tema terkadang sukar untuk ditemukan. Salah satu cara sederhana dalam menentukan tema adalah dengan melihat permasalahan di dalam cerita.
Tema menurut Frans Mido adalah pokok permasalahan yang mendominasi sebuah karya sastra prosa atau pokok pembicaraan yang
mendasari cerita.6 Definisi tema tersebut selaras dengan pandangan tema
menurut Stanton sebagai makna dasar yang melingkupi cerita. Masalah menjadi media generalisasi yang lebih mudah ditilik demi menemukan makna dasar suatu cerita. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, tema adalah makna dasar cerita yang dapat ditemukan melalui pokok permasalahan yang membangun cerita.
2. Sudut Pandang
Sudut pandang menurut Stanton merupakan ‘posisi’ pusat kesadaran
tempat ‘kita’ dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita.7 Kata ‘kita’ di
sini merupakan pembaca dan pencerita. Artinya sudut pandang merupakan posisi sebuah cerita disampaikan, karena pengarang bagaikan sebuah kamera dalam cerita. Pengarang berdiri di antara pembaca dan ceritanya, pandangannya kemudian disampaikan dan diterima sebagai pandangan pembaca.
Selaras dengan definisi tersebut Abrams berpendapat bahwa, sudut pandang atau poin of view ialah cara pandang yang digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh (karakter dan tindakan), latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
pembaca.8 Secara tidak langsung definisi tersebut menunjukkan bahwa
sudut pandang adalah alat yang digunakan pengarang untuk menceritakan sesuatu. Keduanya menunjukkan bagimana pengarang hadir sebagai narator
6 Frans Mido dalam Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra , (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2016), h. 55. Cetakan-2.
7 Op.Cit., Stanton, h. 53.
8 Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada
di antara pembaca, dan kehadirannya ditentukan berdasarkan bagaimana cerita itu disajikan. Berdasarkan hal tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menentukan dari posisi mana pembaca dapat memahami ceritanya.
Sudut pandang sebagai cara penyajian cerita terbagi menjadi tiga tipe, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang pertama biasa disebut sebagai sudut pandang “aku-an” karena narator terlibat sebagai tokoh yang
mengisahkan dirinya sendiri.9 Sudut pandang orang ketiga biasa disebut
sebagai sudut pandang “dia-an” karena narator berada di luar cerita
menampilkan tokoh lain.10 Sudut pandang campuran adalah sudut pandang
kombinasi orang pertama dan orang ketiga. Sudut Pandang Orang Pertama
Sudut pandang orang pertama terbagi menjadi dua tipe yaitu sudut pandang orang pertama utama dan sudut pandang orang pertama tambahan. Sudut pandang orang pertama utama adalah tokoh “aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik
secara batin maupun fisik.11 Pada sudut pandang orang pertama utama,
tokoh “aku” menjadi pusat cerita. Sudut pandang orang pertama tambahan adalah tokoh “aku” bukan sebagai tokoh utama, melainkan
tokoh tambahan.12 Tokoh “aku” tambahan hadir menyampaikan cerita
kepada pembaca, tetapi pusat cerita berada pada tokoh lain yang ada di dekatnya.
Sudut Pandang Orang Ketiga
Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi dua tipe yaitu sudut pandang orang ketiga mahatahu dan sudut pandang orang ketiga terbatas. Sudut pandang orang ketiga mahatahu adalah narator yang berada di luar cerita dan mampu menceritakan apa saja hal-hal yang
9 Op.Cit., Burhan Nurgiyantoro, h. 262. 10 Ibid., h. 256.
11 Ibid., h. 263. 12 Ibid., h. 264.
menyangkut tokoh “dia” tersebut.13 Sudut pandang “dia” disebut
mahatahu karena kemampuan bercerita mulai dari peristiwa, tindakan, maupun motivasi antartokoh “dia” utama dan “dia” yang lain. Sudut pandang orang ketiga terbatas juga narator yang berada di luar cerita, tetapi penceritaan terbatas pada apa yang dilihat, didengar, dialami,
dipikir, dan dirasakan oleh seorang tokoh saja.14 Pada sudut pandang
“dia” terbatas, tokoh lain tidak memiliki kesempatan untuk “dilukiskan” secara lengkap seperti halnya satu tokoh tertentu.
3. Alur
Alur merupakan unsur penting di dalam fiksi karena alur membentuk narasi. Stanton menjelaskan bahwa alur adalah rangkaian
peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.15 Alur tidak terbatas pada hubungan
kausalitas saja melainkan mencakup tindakan, ujaran, perubahan sikap, kilasan-kilasan, dan peristiwa yang tidak berhubungan langsung secara kausal. Alur dari tindakan-tindakan tersebut dapat terbentuk oleh tokoh utama maupun tokoh lain yang turut diceritakan.
Alur menurut Luxemburg dan kawan-kawan, adalah konstruksi yang dibuat mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis
saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.16
Selaras dengan pandangan Stanton, Luxemburg memandang alur bukan hanya terbatas secara logis (kausalitas) tetapi juga kronologis yang dipaparkan terkait para pelaku. Artinya pendefinisian alur bukan hanya pada peristiwa-peristiwa besar yang menyangkut masalah utama tetapi juga oleh peristiwa-peristiwa kecil yang memiliki kemungkinan untuk menjelaskan cerita secara lebih menyeluruh. Berdasarkan keselarasan dua pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa logis
13 Ibid., h. 257. 14 Ibid., h. 259.
15 Op.Cit., Robert Stanton, h. 26.
16 Jan van Luxemburg, Mieke Bal, Williem G. Weststeijn, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta:
(yang berhubungan kausalitas) atau kronologis (yang terpapar berurutan) yang membentuk suatu cerita.
Alur secara umum terbagi menjadi lima tahap antara lain: tahap
pendahuluan, tahap penggawatan, penanjakan, klimaks, dan peleraian. 17
Tahap pendahuluan adalah tahap pelukisan latar dan pengenalan tokoh-tokoh cerita. Tahap penggawatan adalah tahap kemunculan persitiwa-persitiwa yang menimbulkan masalah atau konflik dalam cerita. Tahap penggawatan yaitu tahap perkembangan masalah menjadi lebih rumit dan komplikasi konflik. Tahap klimaks adalah titik puncak permasalahan yang membuat tokoh menderita. Tahap peleraian adalah tahap di mana tokoh utama mulai menemukan penyelesaian atas masalah-masalahnya.
Urutan tahap cerita tidaklah selalu sama dimulai dari pendahuluan dan diakhiri dengan peleraian. Beberapa karya memiliki tahap yang unik tergantung oleh kreativitas pengarang dalam membangun kisahnya secara
keseluruhan.18 Berdasarkan urutannya alur bisa terbagi menjadi tiga yaitu:
alur progresif (maju), alur regresi (mundur), dan alur campur. Alur progresif adalah alur yang diceritakan secara runut atau kronologis. Alur regresi adalah alur yang bukan dimulai dari pendahuluan melainkan dari klimaks kemudian kembali kepada pendahuluan. Alur campuran adalah alur yang diceritakan maju dan mundur secara bersamaan atau bergantian.
4. Latar
Latar secara sederhana adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.19
Secara lebih spesifik menurut Abrams, latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.20 Artinya latar bukan hanya merujuk pada tempat terjadinya
cerita, tetapi juga waktu dan situasi yang berhubungan dengan
17 Suharianto dalam Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra , (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2016), h. 56. Cetakan-2.
18 Op.Cit., Nurgiyantoro, h. 149.
19 M. Atari Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1984), h. 38. 20 Op.Cit., Nurgiyantoro, h.216.
kontekstualisasi masalah. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa latar adalah landasan tempat, waktu, dan situasi sosial cerita terjadi. 5. Penokohan
Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh
tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.21 Penokohan
secara spesifik merupakan penempatan tokoh berdasarkan peran-perannya, sebagai tokoh utama atau tambahan. Karakterisasi di satu sisi adalah kualitas diri seorang tokoh, baik sifat, sikap, penampilan, dan pandangannya. Keduanya menyatu dalam cerita, untuk menentukan peran tokoh harus dilihat dari karakteristik sikapnya, atau suatu peran tertentu sudah identik dengan karakteristik tertentu. Oleh karena itu di dalam penokohan terdapat metode karakterisasi.
Metode karakterisasi adalah cara pengarang menentukan karakter dan peran pada tokohnya. Metode karakterisasi umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu metode langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing). Metode langsung adalah metode pemaparan tokoh secara ekspositori oleh narator. Metode tidak langsung adalah metode karakterisasi berdasarkan
dialog dan tindakannya di dalam cerita.22
Teknik-teknik metode langsung antara lain penggunaan nama, penampilan tokoh, dan tuturan pengarang. Penggunaan nama yaitu pengarang memberikan cirikhas nama tertentu yang merepresentasikan karakter sang tokoh, misal tokoh Teguh memiliki sifat yang pantang menyerah. Penampilan tokoh yaitu pengarang memberikan ciri fisik dan penampilan tokoh yang identik dengan suatu karakter, misal tokoh Philip yang tinggi dengan tatapan sayu dan selalu berpakain panjang merupakan tokoh yang serius dan tertutup. Tuturan pengarang yaitu pengarang secara langsung mengomentari atau menjelaskan sifat dan sikap suatu tokoh.
21 Ibid., h. 165.
22 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Teknik-teknik dalam metode tidak langsung antara lain melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, kualitas mental, dialek dan kosakata, dan tindakan. Dialog yaitu karakterisasi tokoh yang ditafsirkan dari
pembicaraannya, misal Siti yang membicarakan orang lain
merepresentasikan karakternya yang gemar gosip. Lokasi dan situasi percakapan yaitu konteks keberadaan tokoh, misal tokoh yang sering hadir berada di ruang kelas merepresentasikan karakternya sebagai pelajar. Kualitas mental yaitu karakterisasi tokoh berdasarkan pendapatnya dan cara pandangnya. Dialek dan kosakata merepresentasikan kesukuan atau kalangannya. Tindakan yaitu karakterisasi berdasarkan tingkah laku, mimik wajah, dan motivasi yang menunjukkan jati dirinya.
Melalui metode karakterisasi tersebut para tokoh di dalam cerita dapat diidentifikasi berdasarkan beberapa kategori seperti berdasarkan fungsi tokoh dan berdasarkan perwatakannya. Tokoh jika dilihat berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Berdasarkan perwatakannya tokoh dibagi menjadi tokoh datar dan tokoh bulat.
Tokoh protagonis awalnya adalah tokoh yang diidentifikasi berdasarkan karakter-karakter ideal atau tokoh bersifat baik, tetapi seiring perkembangan teori sastra kini tokoh protagonis ditentukan berdasarkan posisinya dalam perkembangan cerita. Tokoh protagonis adalah tokoh yang membawa tujuan atau harapan, tetapi mengalami hambatan atau konflik di dalam cerita. Tokoh Antagonis sebaliknya adalah tokoh yang secara fungsi memberikan hambatan atau masalah kepada tokoh protagonis sehingga
konflik cerita pun terjadi.23 Tokoh protagonis tidak selalu harus bersifat
hero (atau baik) namun juga bisa anti-hero (atau jahat) selama ia menjadi tokoh yang memiliki motivasi dan tujuan kuat dalam membangun cerita.
Tokoh datar dan tokoh bulat merupakan kategori tokoh berdasarkan karakter yang disajikan di dalam cerita. Tokoh datar (atau sederhana), yaitu
tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak
tertentu saja.24 Artinya tokoh datar adalah tokoh yang sepanjang cerita
bersifat, bersikap, dan bertindak sama terhadap masalah. Tokoh bulat (atau kompleks) adalah tokoh yang diungkapkan berbagai kemungkinan sisi
kepribadiannya dan jati dirinya.25 Artinya tokoh bulat memiliki penyajian
karakter yang lebih utuh, bisa bersifat, bersikap, dan bertindak berbeda terhadap masalah yang datang.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.26 Gaya
bahasa bermanfaat untuk menghidupkan cerita, melalui karakter berbahasa tokoh-tokohnya, atau cara pengarang menuturkan ceritanya hingga menarik pembaca. Secara umum usaha pengarang dalam mamanfaatkan gaya bahasa bisa dilihat dari pemilihan materi bahasa, pemakaian ulasan, dan
pemanfaatan gaya bertutur yang ada.27
Gorys Keraf berpendapat bahwa gaya bahasa yang baik terdiri atas tiga unsur penting: Unsur pertama adalah kejujuran, artinya sesuai kaidah bahasa, sesuai fakta, tidak berbelit-belit, dan tidak menggunakan kata yang bermakna kabur. Unsur kedua adalah sopan-santun, artinya menghormati pembaca dengan bahasa yang jelas (secara gramatikal, fakta, dan ide) dan sederhana (memilih kata yang efektif). Unsur ketiga yaitu menarik, artinya
bahasanya hidup dengan perasaan (humor, semangat, indah, atau sedih).28
Terdapat banyak sekali jenis dan pembagian gaya bahasa dalam karya sastra. Secara sederhana gaya bahasa dibagi atas pilihan kata, retoris, dan kiasan. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yaitu bahasa resmi, bahasa tak resmi, dan bahasa percakapan. Gaya bahasa retoris antara lain aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asindenton, polisindenton, dan
24 Ibid., h. 181-182. 25 Ibid., h. 183.
26 Op.Cit., Stanton, h. 61. 27 Op.Cit., Atari Semi, h. 39.
28 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h.112.
lainnya. Gaya bahasa kiasan seperti persamaan (simile), metafora, alegori, personifikasi dan masih banyak lagi.
7. Amanat
Amanat secara sederhana adalah pesan moral berupa nasihat atau pelajaran di dalam sebuah cerita. Amanat merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang
terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.29
Pesan atau amanat ini mencerminkan pandangan pengarang terhadap suatu masalah. Amanat di dalam karya sastra bisa disampaikan secara langsung melalui tuturan narator, maupun tidak langsung melalui tindakan dan percakapan tokoh, dapat berupa perbuatan, sikap, akal, dan budi pekerti, baik dalam segi agama, maupun sosial.
B. Sampul
Buku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti lembar kertas yang
berjilid, berisi tulisan atau kosong.30 Buku digunakan sebagai media menulis
untuk menyimpan atau membagikan informasi baik berupa ilmu pengetahuan, fakta-fakta, pendapat, atau cerita. Anatomi dari sebuah buku antara lain sampul, pendahuluan, dan teks isi. Salah satu bagian dari buku yang memiliki peran penting dalam menarik perhatian pembaca ialah sampul atau cover. Hal ini dikarenakan calon pembaca akan meilhat sampul bukunya terlebih dahulu, sebelum memutuskan membaca sinopsisnya.
Sampul buku terdiri atas dua unsur, yaitu unsur verbal dan unsur visual. Unsur verbal dalam sampul yaitu teks judul, pengarang, dan subjudul. Judul atau tajuk adalah nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang
menyiratkan secara singkat isi atau maksud buku atau bab itu.31 Pengarang atau
penulis adalah seseorang yang membuat karya tulis, baik karya ilmiah maupun karya sastra. Subjudul adalah judul tematis yang digunakan untuk menjelaskan
29 Op.Cit., Nurgiyantoro, h. 320.
30 Kemdikbud, KBBI Daring, “buku”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/buku, diakses
pada 20 Mei 2020, pukul 12.00 WIB.
31 Kemdikbud, KBBI Daring, “judul”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/judul, diakses
segmentasi topik pembicaraan karya tersebut. Selain ketiga unsur tersebut terkadang terdapat juga teks-teks lain baik testimonial, label, atau kata-kata lain yang sifatnya tentatif.
Unsur visual di dalam sampul antara tipografi, gambar atau ilustrasi, warna, dan layout. Kedua unsur tersebut membangun sampul buku sebagai suatu media. Namun untuk memahami lebih jauh tentang unsur visual dalam sampul berikut adalah unsur-unsur visual dalam sampul:
1. Tipografi
Tipografi secara sederhana adalah keterampilan menyusun huruf. Keterampilan ini dikhususkan pada teknik menciptakan rangkaian teks yang menarik. Secara lebih spesifik berikut adalah definisi tipografi menurut praktisi-praktisi dan ahli visual:
a. Tipografi atau tata huruf adalah ilmu yang mempelajari tentang penempatan, penataan huruf untuk mendapatkan kesan tertentu agar
pembaca bisa mendapatkan informasi secara maksimal.32
b. Tipografi adalah suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi
menggunakan huruf cetak.33
c. Tipografi adalah seni memilih dan menata huruf untuk pelbagai kepentingan menyampaikan informasi berbentuk pesan sosial ataupun
komersial.34
Tipografi menurut para pakar di atas merupakan suatu ilmu mengenai pemanfaatan huruf untuk berbagai kepentingan. Ruang lingkup tipografi adalah pemilihan huruf mulai dari jenis huruf, ketebalan, aksen, dan ukuran huruf; juga penyusunan huruf termasuk pembentukan kata, frasa, atau kalimat yang menarik. Tujuannya tidak lain untuk memaksimalkan potensi huruf dalam menyampaikan suatu nilai atau pesan.
32 Hendi Hendratman, Computer Graphic Design, (Bandung: Penerbit Informatika, 2017),
h. 191.
33 Adi Kusrianto, Pengantar Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Penerbit ANDI,
2007), h. 190.
34 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 25. Edisi
Tipografi berkembang dari sejarah penemuan aksara, seperti yang dijelaskan berikut:
The process of developing alphabets began quite simply, though the first messages weren’t actually “writing” as we know it. Rather, they were simple tokens: a flower left outside someone’s hut symbolizing a tender sentiment, a pile of rocks along a trail warning of danger. Slowly, however, these tokens and signs evolved into marks. The marks were the beginning of written communication. They had to be simple and well shaped, so each could be recognized consistently for its unique meaning. From its earliest beginnings, writing was an art.35
Tipografi yang berkembang dari penemuan aksara, membuatnya berkaitan erat dengan berbagai jenis aksara terutama aksara alphabet. Perkembangan alphabet pertama diyakini ada di Romawi, dengan adanya stonecutters carved atau pengukir batu. Oleh karena itu jenis huruf Roman identik dengan guratan atau tangkai di sisi-sisinya, karena pada zaman dahulu huruf tersebut ditulis di batu. Pengukir atau pemahat tidak bisa mengontrol kekuatan pukulannya yang menyebabkan guratan kasar dan bertangkai pada huruf. Sejarah penulisan yang dimulai dari tulisan tangan tersebut kemudian berubah menjadi percetakan, dengan ditemukannya teknik cetak timah oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1440 yang menjadi
tonggak berdirinya tipografi.36
Berdasarkan perkembangannya, terdapat banyak sekali macam huruf Romawi atau Latin di seluruh dunia, tetapi sejatinya terdapat lima bentuk/jenis huruf yang mendasarinya yaitu Romein, Egyptian, Sans Serif, Miscellaneous, dan Script. Huruf Romein atau dikenal juga dengan serif memiliki variasi tebal-tipis dan kait yang lancip di setiap sisi. Huruf Egyptian atau slab serif memiliki ketebalan yang sama dan kaitnya berbentuk kaku (kotak). Huruf Sans Serif yang lebih modern, memiliki ketebalan yang sama dan tidak berkait. Huruf Miscellaneous yang dekoratif
35 Allan Haley, “First Alphabets”, artikel dalam Fontology,
https://www.fonts.com/content/learning/ fontology/level-1/type-history/first-alphabets, diakses pada 1 Juni 2020, pukul 16.00 WIB.
dan ornamental cenderung mengedepankan nilai hias daripada komunikasi.
Huruf Script yaitu huruf berupa tulisan tangan yang terkesan spontan.37
2. Ilustrasi
Ilustrasi adalah segala hal yang merupakan gambaran untuk menjelaskan sesuatu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh David Blaiclock bahwa, illustration is a way of explaining and constructing visual experiences of contemporary society, in which pictures, language, and meaning are inextricably entwined.38 Ilustrasi biasanya menyajikan gambar-gambar (secara umum) yang merujuk terhadap makna tertentu. Pada konteks sampul buku, ilustrasi menciptakan komunikasi super cepat kepada para pembaca untuk mengetahui tema buku tanpa harus membaca dahulu keseluruhan isi buku.
Pada awalnya bentuk ilustrasi terbatas pada seni gambar dan lukis, tetapi seiring berjalannya waktu bentuk fotografi dan foto digital juga termasuk dalam ilustrasi. Hal ini dikarenakan esensi ilustrasi sebagai media komunikasi dengan gambar, yang tujuannya mempersingkat atau memudahkan komunikasi, bukan pada bentuknya. Adapun ragam bentuk ilustrasi antara lain, sketsa, lukis, grafis, karikatural, dan akhir-akhir ini
bahkan dipakai image bitmap39 hingga karya foto.40 Bahkan dalam bentuk
sederhana seperti titik, garis, bangun ruang, ataupun tekstur.41
3. Warna
Warna dapat didefinisikan secara objektif sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subjektif sebagai bagian dari pengalaman indra
pengelihatan.42 Warna merupakan salah satu unsur yang menghasilkan daya
tarik visual, dan pada kenyataannya warna lebih memiliki daya tarik pada
37 Op.Cit, Sumbo Tinarbuko, h. 26.
38 Alan Male (ed), A Companion to Illustration, (US: Wiley Blackwel, 2019), p. 1. 39 Image bitmap adalah istilah untuk format foto digital, baik lukisan maupun fotografi. 40 Op.Cit., Adi Kusrianto, h. 140.
41 Op.Cit., Hendi Hendratman, h. 73.
42 Wong dalam Sarwo Nugroho, Manajemen Warna dan Desain, (Yogyakarta: Penerbit
emosi daripada akal. Warna pada fungsinya memiliki beberapa peran seperti warna sebagai objek, warna sebagai representasi alam, dan warna sebagai tanda. Warna sebagai objek berarti warna menjadi identitas yang membedakan antarobjek. Warna sebagai representasi alam berarti warna yang identik dengan alam, misal hijau menandakan tumbuhan, biru untuk langit dan laut, putih untuk udara. Warna sebagai simbol dan ekspresi berarti pemaknaan warna sebagai suatu sifat tertentu, seperti merah yang diidentikan dengan semangat atau amarah, biru dengan ketenangan, kuning dengan kemuliaan, atau putih dengan suci.
4. Layout
Layout adalah usaha untuk menyusun, menata atau memadukan unsur-unsur komunikasi grafis (teks, gambar, tabel, teks, dll.) menjadi media
komunikasi visual yang komunikatif, estetik dan menarik.43 Adapun
prinsip-prinsip dalam layout antara lain keseimbangan, irama, kesatuan, dan pusat perhatian. Layout menjadi kunci yang menentukan bagaimana sebuah desain secara keseluruhan bernilai seni dan komunikatif atau tidak. Layout yang buruk akan menghasilkan karya visual yang berantakan, melelahkan mata, dan tidak terstruktur, sehingga informasi yang ingin disampaikan terganggu bahkan gagal.
C. Representasi
That is, on how the world is socially constructed and represented to and by us in meaningful ways.44
Pada kutipan Chris Baker di atas, representasi secara sederhana adalah proses dunia dibentuk atau diwakilkan dengan cara yang paling bermakna (baca: paling dekat/efektif). Secara lebih detail representasi adalah proses bagaimana suatu konsep mental di kepala manusia dapat disampaikan sekaligus diterima dan dimengerti oleh mitra komunikasinya.
43 Op.Cit., Hendi Hendratman, h. 239.
44 Chris Baker, Cultural Studies Theory and Practice, Second Edition Reprinted (London:
Representation is the process by which members of a culture use language (broadly defined as any system which deploys signs, any signifying system) to produce meaning.45
Representasi muncul karena wawasan yang dimiliki masyarakat tidak lain adalah wawasan kolektif yang terbentuk melalui pembagian. Artinya setiap orang saling membagi dan bertukar wawasan sebelum akhirnya tercipta satu wawasan utuh yang disepakati bersama secara kolektif. Wawasan inilah yang disebut makna. Pada titik ini dapat dipahami bahwa masyarakat menggunakan bahasa dalam membentuk wawasan/makna, kemudian membentuk budaya.
Representasi makna (Representation of means) terbentuk melalui lima
tahap, identity, production, consumption, regulation, representation.46 Identitas
adalah proses pengenalan konsep dan sistem tanda berdasarkan satu budaya atau pemahaman kolektif tertentu. Produksi adalah proses penandaan suatu konsep menggunakan suatu bahasa dalam suatu budaya. Konsumsi adalah ketika tanda/makna yang sudah diproduksi diterima oleh pihak lain. Regulasi adalah ketika tanda yang sudah diproduksi dan dikonsumsi disepakati dan ditetapkan untuk digunakan bersama-sama. Representasi adalah proses tanda menandakan sesuatu tersebut.
Terdapat tiga pandangan besar tentang representasi, yaitu reflective, intentional, constructionist.47 Pandangan reflective adalah perspektif yang melihat bahwa representasi adalah refleksi makna, artinya hubungan simbol dengan maknanya bersifat tegas dan jujur. Jika seseorang mengatakan “rumah” maka makna dari kata tersebut bangunan tempat bernaung. Pandangan intentional adalah perspektif yang melihat bahwa representasi adalah tanda yang secara bebas dipilih dengan sengaja oleh penggunanya. Contoh sederhana representasi intensional adalah kata “rumah” yang digunakan untuk merepresentasikan kekasih sebagai tambatan hati. Terakhir yaitu representasi constructionist adalah pandangan bahwa tanda yang berperan membentuk
45 Stuart Hall, Representation (Cultural Representations and Signifying Practices),
(London: Sage Publications, 2003), p. 61.
46 Ibid., p. 1. 47 Ibid., p. 15.
makna. Contohnya ialah “rumah” merepresentasikan keluarga, karena selain tempat bernaung yang juga dibayangkan dari rumah adalah keluarga.
Sistem representasi memiliki dua komponen penting, yaitu konsep dan bahasa. Konsep dapat diartikan sebagai wawasan, gagasan, atau apapun yang sifatnya abstrak dan hanya terdapat di dalam mental semata. Bahasa adalah sistem tanda yang digunakan untuk berkomunikasi. Representasi menjadi penghubung antara konsep dan bahasa, sehingga konsep (sesuatu yang berbentuk abstrak ada di kepala) dapat disampaikan menggunakan medium yang bisa diketahui orang lain. Pada kenyataannya sistem representasi tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga non-bahasa seperti gambar, cerita, gerakan, dan sebagainya.
In language, media and communication, representations are words, pictures, sounds, sequences, stories, etc., that ‘stand for’ ideas, emotions, facts, etc. Representations rely on existing and culturally understood signs and images, on the learnt reciprocity of language and various signifying or textual systems. It is through this ‘stand in’ function of the sign that we know and learn reality.48
Pada konteks sastra, representasi umumnya dikonstruksi oleh pengarang. Pengarang memiliki suatu konsep gagasan yang diserapnya dari dunia nyata, kemudian membangun dan mengatur sebuah cara untuk menyampaikan konsepnya dalam sastra. Sastra dengan demikian dapat dipandang sebagai bentuk nyata, hasil representasi dari sebuah konsep gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Hal ini selaras dengan seluruh uraian sebelumnya bahwa, representasi adalah sistem pembentukan makna melalui sistem tanda, baik bahasa (lisan dan tulisan), gambar, suara, gerakan, atau benda. Representations are the concrete form (signifiers) taken by abstract concepts.49
48 John Hartley, Communication, Cultural and Media Studies, Thrid Edition, (London, UK:
Routledge, 2002), p. 202.
D. Feminisme
Feminisme: Istilah feminisme berasal dari femme, femina, dan femella yang
dalam bahasa latin berarti perempuan.50 Feminisme merupakan sebuah paham
gerakan modern yang menekankan persamaan hak dan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Feminisme lahir pada abad dua puluh dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya A Room for One’s Own (1929). Dalam pengertian yang lebih luas, feminisme merupakan gerakan kaum wanita yang menolak diperlakukan tidak adil oleh kebudayaan, politik, ekonomi, dan kehidupan sosial lainnya.
Feminisme lahir dilatarbelakangi oleh polarisasi laki-laki dan perempuan. Perempuan menjadi kaum inferior karena selalu dimarginalisasi dan disubordinatkan oleh sistem patriarki. Patriarki adalah perilaku mengutamakan
laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial.51 Hal
tersebut menimbulkan sebuah setereotip atau pelabelan dalam masyarakat bahwa perempuan, akan selalu lebih rendah dari laki-laki. Oleh karena itu dalam psikologi kultural dikatakan bahwa seseorang lahir bukan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan. Stereotip negatif tersebutlah yang ditolak dalam feminisme.
Relevansi feminisme dengan sastra menurut Ratna antara lain tradisi literer perempuan, pengarang perempuan, pembaca perempuan, ciri-ciri khas bahasa perempuan, tokoh-tokoh perempuan, novel populer dan perempuan, dan
sebagainya.52 Feminisme dalam sastra menurut Ratna tersebut berhubungan
dengan cara memahami karya sastra baik sebagai proses produksi maupun resepsi. Kajian sastra menggunakan perspektif feminisme dikenal sebagai kritik sastra feminis.
Kritik feminis ialah memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan
50 Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra, (Yogyakarta: Ombak, 2014), h. 191. 51 Kemdikbud, KBBI Daring, “patriarki”, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/patriarki ,
diakses pada 5 Juni 2020, pukul 14.21 WIB.
52 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:
kehidupan.53 Culler memperkenalkan sebuah konsep yang digunakan untuk melakukan kritik feminis, yaitu reading as a woman. Membaca sebagai seorang perempuan berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan
ideologi kekuasaan laki-laki yang andosentris atau patriarkhat.54
Kritik sastra feminis dilakukan menggunakan analisis gender. Gender yang dimaksud bukanlah perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan biologis, melainkan perbedaan yang diterima laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial. Analisis gender tersebut menurut Sugihastuti yaitu analisis perbedaan gender, analisis kesenjangan gender, analisis genderzation, analisis identitas gender, dan analisis gender role.
E. Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.55 Tujuan semitoka tidak lain adalah untuk memahami bagaimana suatu tanda bisa diproduksi sekaligus dimaknai. Ruang lingkup tanda dalam semiotika tidak terbatas pada bahasa saja, tanda dapat berupa gesture tubuh, warna, bentuk, simbol, luksian, suara, tindakan, atau bahkan peristiwa sekalipun. Berdasarkan hal tersebut semiotik adalah ilmu yang memepelajari sesuatu yang ditafsirkan sebagai tanda.
Semiotika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Peirce. Semitoika Peirce dipilih karena penekanan pemikirannya terhadap bagaimana tanda itu di produksi. Peirce berpendapat bahwa semiotik adalah “formal doctrine of signs”.56 Secara sederhana artinya tanda bukan hanya soal bahasa, tetapi segala hal bisa menjadi tanda dan itu tergantung pada bagaimana cara menemukan relasi tanda dan maknanya.
A Sign, or representation, is something which stands to somebody for something in some respect or capacity. It addresses somebody, that is,
53 Sugihastuti dan Suharto, Krtitik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015), h. 19.
54 Ibid.
55 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Penerbit Rosda, 2004), h. 15, cet-2. 56 Stephen Hill dan Bevis Fenner, Media and Cultural Theory, (Colorado, AS: Ventus
crates in the mind of that person an equivalent sign or perhaps a more developed sign.57
Pandangannya tersebut menjelaskan bahwa tanda-makna hanya akan tercipta jika setiap orang memiliki semacam landasan konteks “respect or capacity” yang sama di dalam pikiran. Peirce dengan begitu membagi tanda menjadi tiga dimensi yaitu representamen, object, dan interpretant.58 Hubungan ketiga dimensi tersebut secara sederhana yaitu representamen (tanda) merepresentasikan object, melalui interpretant. Artiya seseorang untuk mendapatkan makna (objek) dari sebuah tanda harus melalui proses interpretasi. Teori semiotik Peirce ini dikenal dengan sebutan model semiotik triadic Peirce. Representamen adalah tanda yang mengacu terhadap objek. Object adalah objek/makna yang diacu oleh representamen. Interpretant adalah asumsi atau makna-makna hasil interpretasi kognisi orang lain terhadap tanda. Setiap dimensi tanda memiliki tipologi tanda yang berbeda sebagai berikut:
1. Tipologi Representamen
a. Qualisign, adalah kualitas yang ada pada tanda. Misal: warna dan ragam bahasa.
b. Sinsign, adalah eksistensi aktual dari tanda. Misal: Jika tanah gersang maka kemarau.
c. Legisign adalah norma yang dikandung tanda. Misal: rambu lalu lintas. 2. Tipologi Intepretant
a. Rheme, adalah penafsiran terbuka pada tanda sesuai pilihan yang ada pada tanda.
b. Dicent, adalah penafsiran terbatas pada kenyataan yang sesuai dengan tanda.
c. Argument, adalah penafsiran spesifik dan beralasan terhadap tanda. 3. Tipologi Object
a. Icon, adalah tanda yang memiliki kesamaan bentuk (mirip) dengan objek.
57 Ibid. 58 Ibid.