SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
Andreas Tri Hartanto
021424010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Salah satu perbedaan paling besar antara orang
sukses dan orang tidak sukses terletak pada
penggunaan waktu luang.
( w.j.Brown )
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta,5 Januari 2009 Penulis
Nama : ANDREAS TRI HARTANTO
Nomor Mahasiswa : 021424010
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PERSEPSI SISWA BOPKRI 1 YOGYAKARTA
TERHADAP PELAJARAN FISIKA DI SEKOLAHNYA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya
memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 28 Januari 2009
Yang menyatakan
Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA di SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiman persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika di sekolahnya.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara, kuesioner digunakan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika. Kualitas pernyataan – pernyataan kuesioner ditentukan dengan uji coba kuesioner dan validitas isi. Pernyataan – pernyataan sebelumnya yang banyak tidak terjawab kemudian direvisi (atas saran dari dosen pembimbing).
Wawancara digunakan untuk mengungkap permasalahan – permasalahan dan digunakan untuk membuktikan adanya persepsi yang dialami siswa. Sehingga wawancara dilaksanakan pada perwakilan siswa dari masing – masing kelas.
The research was implemented to students XI IPA at SMA BOPKRI I Yogyakarta. The purpose of this research is to know how student’s perception about Physics course at their school.
This research belongs in descriptive qualitative and descriptive quantitative researches. The instruments that were used in this research were questionnaire and interview methods. Questionnaire was used to know students’ perception about Physic course. The quality of questionnaire questions was determined with questionnaire-tried and contents validation. Many un-answered statements previously then revised (by suggestion from the counselor).
Research method was used to reveal the problem and to prove that there was found a-student perception. So, interview method was implemented to students’ agency from each class.
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PERSEPSI SISWA SMA
BOPKRI 1 YOGYAKARTA TERHADAP PELAJARAN FISIKA DI
SEKOLAHNYA”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
strata satu.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan
baik moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan, dorongan,
sarana maupun fasilitas dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bpk Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan,
bantuan dan pengarahan selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
2. Bpk Drs. Priyanto selaku kepala sekolah SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA
atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di
SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA.
3. Ibu Dra.Tyas Rahwinarni selaku koordinator BK atas ijin yang diberikan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMA BOPKRI 1
YOGYAKARTA.
4. Bpk Drs. Edi Krusmanto selaku guru BK dan Pamong BK SMA BOPKRI 1
YOGYAKARTA atas bantuan, saran dan nasehatnya.
5. Bapak dan Simbok atas nasehat, dukungan, pengorbanan dan doanya.
semuanya.
10.Teman-temanku angkatan 2002 semuanya atas pengalaman hidup dalam
menjalin persahabatan selama ini.
11.Teman-teman seperjuangan Nita, Ari chebol, Eko kodok, Wisnu atas
kebersamaanya.
12.Teman-temanku kost Raja Wali semuanya atas bantuan dan dukungannya.
13.Anak-anak SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA kelas XI IPA atas kesediannya
menjadi partisipan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
skripsi ini sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca pada
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……… vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL ……… xv
DAFTAR LAMPIRAN……… xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Dasar Teori ... 4
1. Fisika ... 4
a. Aspek produk ... 5
b. Aspek proses ... 7
3.2Pembentukan persepsi siswa tertang pelajaran fisika……….. 19
3.3Persepsi siswa terhadap pelajaran fisika………. 21
C. Perumusan Masalah... 23
D. Tujuan Penelitian ... 23
E. Manfaat penelitian………. 23
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN... 25
A. Jenis Penelitian... 25
B. Desain penelitian... 25
C. Waktu dan Tempat ... 26
D. Partisipan... 26
E. Obyek dan Subyek penelitian……….. 27
F. Variabel………. 27
G. Instrumen Penelitian ... 27
1. Kuesioner ... 27
2. Validitas Instrumen ... 29
3. Wawancara... 31
H. Metode Pengumpulan Data……… 31
1. Kuesioner ... 31
BAB III. DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Pelaksanana Penelitian ... 36
B. Data, Analisis dan Pembahasan ... .. 36
1. Proses belajar……… .. 37
2. Pengalaman……….. .. 40
3. Pengetahuan………. .. 43
4. Cakrawala………... 47
5. Pernyataan akhir setelah kuesioner………... ……… ... 49
5.1. Pelajaran Fisika menyenangkan……..……… 49
5.2. Pelajaran Fisika tidak menyenangkan……..………. . 50
5.3. Pelajaran Fisika biasa saja……….. ……… 51
C. Rangkuman Persepsi Partisipan……… 52
D. Keterbatasan Penelitian……… 52
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56
Gambar 1. Skema sains……… 11
Gambar 2. Hubungan antara nilai, sikap, motif dan dorongan………….. 12
Gambar 3. Sikap merupakan ‘pre-disposisi’ tingkah laku……….. 13
Gambar 4. sikap……… 16
Tabel 2. Prosentase sekaligus hasil analisis kuesioner……….. 33
Tabel 3. Tanggapan siswa dalam kuesioner……….. 37
Tabel 4. Tanggapan siswa terhadap pelajaran Fisika selama ini…………. 49
Tabel 5. Hasil Penelitian IPA I……… 68
Tabel 6. Hasil Penelitian IPA I1………. 69
Tabel 7. Hasil Penelitian IPA III……… 70
Tabel 8. Hasil Penelitian IPA IV……… 71
Lampiran 2. Hasil wawancara……… 61
A. Latar Belakang.
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut
menyumbangkan perubahan pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat terutama
para siswa. Para siswa sekarang ini lebih senang dihargai dan dihormati
kebebasan mereka dalam menentukan masa depan mereka. Untuk sekolah
menengah atas (SMA) para siswa diberi kebebasan untuk memilih sendiri jurusan
yang sesuai dengan pribadi mereka sendiri, baik dalam mengambil jurusan IPA,
IPS maupun bahasa. Sebagian besar siswa mengambil jurusan IPA atau IPS.
Namun sekarang ini, tak jarang pula ada siswa yang memilih jurusan Bahasa.
Berbagai alasan menjadi dasar mengapa siswa memilih jurusan mereka
sendiri, ada beberapa faktor yang menyebabkan para siswa tersebut memilih
jurusan tersebut antara lain yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal diantaranya bakat, minat, inteligensi, motivasi, kesehatan mental. Faktor
eksternal diantaranya Orang tua, lingkungan sosial, Media Massa, dan sekolah.
Siswa yang memiliki bakat terhadap bidang tertentu, maka siswa akan
mengembangkan bakatnya sesuai dengan yang mereka kuasai atau miliki karena
bakat merupakan potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir atau
keturunan. Setiap individu mempunyai mempunyai bakat yang berbeda – beda,
seseorang yang berbakat musik mungkin didalam menguasai bidang lain
raga lemah. Orang tua yang berkecimpung di bidang seni, anaknya akan mudah
memepelajari seni suara, tari dan lainnya. Anak yang berbakat teknik akan mudah
mempelajari matematika, fisika, konstruksi mesin. Anak yang berbakat olah raga
mereka akan berkembang di bidang olah raga seperti : lari, lompat, sepak bola,
volley, dan lainnya. Jadi seseorang anak akan mudah mempelajari apabila sesuai
dengan bakatnya.
Minat siswa terhadap bidang tertentu juga akan sangat mempengaruhinya
dalam belajar, tidak adanya minat anak terhadap suatu pelajaran akan
menimbulkan kesulitan siswa untuk mempelajari pelajaran tersebut. Belajar yang
tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan
kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe – tipe khusus
anak akan menimbulkan problema pada dirinya. Untuk itu siswa akan memilih
jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Motivasi sebagai faktor inner berfungsi menimbulkan, mendasari,
mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik – tidaknya
dalam mencapai tujuan sehingga semakin tinggi motivasinya akan semakin besar
kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasinya akan giat berusaha,
tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku – buku untuk
meningkatkan prestasinya dalam memecahkan masalah. Sebaliknya mereka yang
memiliki motivasi lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatian tidak
tertuju pada pelajaran, akan mengalami kesulitan belajar.
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga
dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan
menimbulkan hasil belajar yang baik. Demikian juga, belajar yang sukses akan
selalu membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan
faktor adanya kesehatan mental.
Dari faktor eksternal keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama
dan pertama tetapi juga dapat sebagai faktor penyebab keberhasilan siswa dalam
belajar, faktor itu di antaranya : Cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan
anak, bimbingan dari orang tua, suasana keluarga, keadaan keluarga. Lebih luas
lagi yaitu lingkungan sosial tempat tinggal siswa tersebut. Di samping itu juga
ada media massa yang tentunya sangat menarik untuk diikuti, anak akan mudah
belajar dengan media visualisasi seperti pada televisi.
Di lingkungan sekolah cara berpikir atau belajar anak akan dipengaruhi
beberapa hal diantaranya bagaimana cara guru mengajar, sarana untuk mengajar,
kondisi gedung, kurikulum yang digunakan, waktu sekolah dan kedisiplinan.
Namun disamping faktor – faktor diatas ada juga faktor yang mempengaruhi
siswa dalam memilih jurusan yaitu persepsi siswa tentang pelajaran fisika, siswa
menganggap pelajaran fisika sama dengan pelajaran matematika yang kental
dengan hitungan dan juga rumus.
Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang persepsi siswa tentang suatu pelajaran khususnya
B. Dasar Teori .
1. Fisika
Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (Sains). Oleh karena
itu, hakekat fisika dapat ditinjau dam dipahami melalui hakekat sains. Beberapa
sainstis antara lain : Fisher, Conant, Campbell, Bube, M.T.Zen, Carin dan Sund,
dan Dawson seperti yang dikutip oleh Kartika Budi (1998, 161) mencoba
mendefinisikan sains sebagai berikut:
Menurut Fisher (1975 dalam Kartika Budi, 1998) sains adalah bangunan
pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi.
Menurut Conant dalam Kartika Budi (1998) sains adalah deretan atau bangunan
dari konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sebagai hasil dari
eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi
dan observasi selanjutnya (Kuslan dan Stone, 1978 dalam Kartika Budi, 1998).
Menurut Campbell dalam Kartika Budi (1998) sains adalah ilmu
pengetahuan yang bermanfaat dan praktis dan cara atau metode untuk
memperolehnya. Menurut Bube dalam Kartika Budi (1998) sains adalah
pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi dengannya. Menurut
Zen(1984 dalam Kartika Budi, 1998), sains adalah suatu eksplorasi ke alam materi
berdasarkan observasi, dan yang mencari hubungan - hubungan alamiah yang
teratur mengenai fenomena yang diamati serta menguji diri sendiri.
Menurut Carin dan Sund (1989 dalam Kartika Budi, 1998) sains adalah
suatu sistem untuk memahami semesta melalui data yang dikumpulkan melalui
Kartika Budi (1998) sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang
termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk
memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.
Menurut definisi sains diatas aspek – aspek sains adalah aspek produk,
aspek proses, dan aspek sikap.
Aspek produk
Yang merupakan aspek produk adalah bangunan sistematis pengetahuan
(Dawson, 1994; Carin dan Sund, 1989 dalam Kartika Budi, 1998) sebagai hasil
dari proses yang dilakukan oleh saintis. Menurut T. Sarkim (1998,129) istilah
yang diterapkan dalam prinsip – prinsip, hukum –hukum, dan teori – teori didalam
sains menyatakan bahwa pengetahuan, prinsip, hukum atau teori adalah hasil
rekaan atau buatan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam
bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi didalamnya. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa sains adalah suatu sistem yang dikembangkan oleh
manusia untuk mengetahui keadaan diri dan lingkungannya. Oleh Carin dan Sund
(1989 dalam T. Sarkim, 1998) mengajukan tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh
suatu sistem dalam sains. Ketiga kriteria tersebut antara lain (1) mampu
menjelaskan fenomena yang telah terjadi atau yang diamati. (2) mampu
memprediksi peristiwa yang akan terjadi. (3) dapat diuji dengan eksperimen
sejenis.
Dalam pengajaran sains, aspek produk tampil dalam bentuk bahan – bahan
pengajaran yang berisi pokok – pokok bahasan, misalkan pokok – pokok bahasan
pengetahuan yang sudah jadi tanpa penjelasan bagaimana teori atau hukum
tersebut diperoleh.
Sebagai salah satu dari produk sains yaitu fisika terdiri atas berbagai fakta,
konsep, hukum, teori, dan prinsip (Carin dan Sund,1989 dalam Kartika
Budi,1998) yang terorganisasi secara sistematis yang membentuk body of
knowlegde atau conseptual scheme. Fakta adalah sesuatu yang telah atau yang
sedang terjadi yang dapat berupa keadaan, sifat, atau peristiwa, sedangkan konsep
adalah suatu ide yang merupakan generalisasi dari berbagai peristiwa atau
pengalaman khusus (Carin dan Sund,1989 dalam Kartika Budi,1998) yang
dinyatakan dengan istilah atau simbol tertentu yang dapat diterima sesuai dengan
budaya setempat.
Konsep mengacu pada obyek (benda-benda), peristiwa, keadaan, sifat,
kondisi, ciri, dan atribut yang lekat dengan suatu obyek (Bred Ted,1991 dalam
Kartika Budi, 1998;162) yang pada umumnya menjadi obyek kajian dalam proses
pelajaran fisika, penelitian, dan penerapannya untuk berbagai kepentingan. Dalam
fisika dapat disebutkan sederetan panjang konsep seperti cahaya, lembab, getaran,
elektron, kecepatan relatif, waktu paruh, momentum sudut, bilangan kuantum, dan
sebagainya. Seseorang yang membangun pengetahuan atau struktur kognitif,
mencoba menangkap makna dari konsep-konsep yang dipelajarinya dengan
membangun konsepsi, yaitu gambaran dalam pikirannya atau gambaran mental,
yang merupakan jawaban atas pertanyaan; apa sebenarnya konsep itu? Oleh
karena tidak mengherankan bila ada satu konsep yang memiliki beberapa definisi,
membangun struktur kognitif, yang bergantung pada tingkat pendidikan, aspek
yang diperhatikan, dan peruntukannya. Perbedaan konsepsi itu dapat disebabkan
oleh perbedaan proses pembentukan, tingkat pendidikan, aspek yang ditonjolkan,
sudut pandang, konsep lain yang melatarbelakanginya, atau perbedaan tujuannya.
Perbedaan - perbedaan inilah yang memungkinkan munculnya apa yang disebut
dengan salah konsepsi.
Aspek proses
Yang merupakan aspek proses sains adalah eksperimen yang meliputi
penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang
percobaan, melakuakan pengukuran, menganalisis data dan menarik kesimpulan
(Sund, 1982 dalam Kartia Budi, 1998). Aspek proses juga disebut metode
memperoleh pengetahuan, metode tersebut dikenal dengan metode keilmuan.
Olek beberapa ahli seperti Mouly, Riggs, dan Hormer dan Hunt yang dikutip oleh
T.Sarkim (1998,133) mendefinisikan metode keilmuan sebagai berikut:
Menurut Mouly (1982 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmua adalah
perpaduan antara metode induksi dan metode deduksi, dimana seorang peneliti
mula – mula mengunakan metode induksi dalam menghubungkan pengamatan
dengan hipotesis kemudian secara deduktif hipotesis ini dihubungkan dengan
pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah
melewati berbagai perubahan yang perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui
serangkaian data yang dikumpulkan untuk menguji sah atau tidaknya hipotesis itu
Menurut Riggs (1992 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmuan adalah
perpaduan antara observational dan theorikal. Hukum – hukum obsevational
ditemukan melalui proses generalisasi induktif dari data yang dapat diukur atau
diindera manusia. Dalam proses induktif ini, data diperoleh dari pengamatan
peneliti yang memiliki pikiran terbuka dan data tersebut harus memenuhi standar
keilmuan. Oleh karena itu, hukum observasional mencerminkan suatu keteraturan
nyata dialam karena faktor subyektif dilepaskan. Hukum teoritis mengaku kepada
besaran – besaran dan proses – proses yang tidak dapat diobsevasi, hukum teoritis
tidak memiliki basis empiris seperti halnya hukum obsevational. Sebagai
konsekuensinya, hukum teoritis dapat berubah dari waktu ke waktu apabila
diketemukan bukti baru yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang ada.
Menurut Horner dan Hunt (1982 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmuan
adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Sebaga perpaduan dari
rasionalisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pikiran
dan empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui
pengalaman, metode keilmuan ini memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat
dijabarkan dalam enam langkah : (1) sadar akan adanya masalah dan perumusan
masalah. (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan. (3) penyusunan
atau klarisikasi data. (4) perumusan hipotesis. (5) deduksi dan hipotesis. Dan (6)
tes dan pengujian kebenaran hipotesis. Pada tahap tersebut terdapat aktifitas –
aktifitas yang dilakukan peneliti, diantaranya melakukan observasi, mengukur,
hipotesis, melakuakan eksperimen, menganalisis data, membuat laporan penelitian
dan menkomunikasikan hasil penelitian.
Dalam pengajaran sains, aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan
belajar mengajar, ada tidaknya aspek proses didalam pengajaran sains sangat
bergantung pada guru. Suatu teori yang tertulis dalam buku pelajaran fisika,
misalnya dapat diajarkan begitu saja seperti yang tertulis dalam buku itu. Namun,
dapat pula diajarkan dengan membawa persoalannya secara kongkret. Kemudaia,
para siswa dibimbing melakukan berbagai aktifitas, baik fisik maupun mental
sampai akhirnya merumuskan kembali teori yang sudah tertulis dalam buku itu.
Aspek sikap
Menurut T.Sarkim (1998,134) aspek sikap adalah sebagai keyakinan, opini
dan nilai – nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuan khususnya mencari
atau mengembangkan pengetahuan baru diantaranya tanggung jawab, rasa ingin
tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Sikap dapat
diklarifikasikan didalam dua kelompok besar yaitu seperangkat sikap yang bila
diikuti akan membantu proses pemecahan masalah dan seperangkat sikap yang
menekan sikap tertentu terhadap sains sebagai suatu cara memandang dunia serta
dapat berguna bagi pengembangan karir dimasa depan (Dawson,1995 dalam
T.Sarkim, 1998)
Termasuk didalam kelompok pertama adalah : (1) kesadaran akan
perlunya bukti ketika mengemukakan suatu pernyataan; (2) kemauan untuk
mempertimbangkan interpretasi atau pandangan lain; (3) kemauan untuk
keterbatasan dalam penemuan keilmuan. Sedangkan sikap – sikap yang termasuk
ke dalam kelompok kedua adalah ; (1) rasa ingin tahu terhadap dunia fisik dan
biologis serta cara kerjanya; (2) pengakuan bahwa sains dapat membantu
memecahkan masalah – masalah individu dan global; (3) memiliki rasa
antusiasme untuk menguasai pengetahuan dan metode sains; (4) pengakuan
pentingnya pemahaman keilmuan dalam dunia masa kini; (5) pengakuan bahwa
sains adalah aktifitas manusia; (6) pemahaman hubungan antara sains dan bentuk
aktifitas manusia lainnya.
Sikap – sikap tersebut secara jelas berhubungan deangan sains dan sangat
potensial dikembangkan dalam pengajaran sains. Akan tetapi, masih terdapat
sikap – sikap positif yang lebih umum dan dapat didukung perkembangannya oleh
guru sains, misalnya rasa tanggung jawab, kemauan bekerja sama, tekun, toleran,
jujur, dan memiliki rasa percaya diri. Dalam pengajaran sains, aspek sikap hanya
dapat terlibat apabila guru secara sadar dan terus – menerus memperhatikan,
mengarahkan, menegur, dan menunjukkan sikap – sikap para muridnya.
Oleh karena itu, didalam membicarakan sains maka akan tergambar dalam
pikiran minimal adalah produk, proses, sikap (Carin dan Sund, 1989 dalam kartika
Budi, 1998). Dengan kata lain, bahwa sains dapat dipandang sebagai kesatuan dari
proses, sikap dan hasil. Seperti telah diuraikan diatas, pandangan tersebut bila
konsekuen akan melatar - belakangi guru pada pilihan strategi pembelajaran.
Sehingga dapat digambarkan seperti pada skema sebagai berikut (Kartika
Proses sains
Skema tersebut menjelaskan bahwa proses sains yang dilandasi sikap sains
seperti perasaan ingin tau, disiplin, dan tanggung jawab akan memperoleh hasil
sains. Hasil sains yang didukung oleh sikap, misalnya menyadari keterbatasan
dalam penemuan keilmuan akan mendorong proses sains dan hasil sains yang
diperlukan dalam proses sains berikutnya untuk menghasilkan produk sains yang
baru.
2. Sikap
Menurut Mar’at (1981, 9) sikap merupakan produk dari proses sosialisasi
di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang di terimanya. Jika sikap
terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk
berinteraksi orang tersebut terhadap obyek. Dalam ilmu Psikologi Sosial, lima
puluh terakhir studi mengenai sikap banyak banyak sekali diteliti, dari mulai teori,
konstruksi, konsep sampai dengan pengukurannya.
Menurut Newcomb dalam Mar’at (1981:11) sikap merupakan suatu
pola yang lebih luas. Hal ini dapat pada bagan sebagai berikut: hubungan antara
nilai, sikap, motif dan dorongan ( Newcomb, 1978 dalam Mar’at,1981).
NILAI Sasaran / tujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisasi
SIKAP Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi
MOTIVASI Kesiapan ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi
DORONGAN Keadaan organisme yang menginisasikan kecenderungan ke arah aktifitas umum
Gambar 2
Hubungan antara nilai, sikap, motivasi dan dorongan
Bagan gambar 2 melukiskan perkembangan seleksi dan degenerasi tingkah
laku individu yang berpangkal pada ‘drives‘ dan akhirnya mencapai puncak pada
‘values‘. Nilai pada gambar 2 inilah yang menunjukkan konsistensi organisasi
tingkah laku individu. Pada gambar 3 menjelaskan bahwa, Definisi sikap yang
dirumuskan sebagian besar ahli mencantumkan kata “ pre-disposition“ atau “
tendency “ yang berarti adanya kecenderungan, kesediaan dapat diramalkan
tingkah laku apa yang dapat terjadi jika diketahui sikapnya. Tindakan yang
diawali melalui proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk
menerima stimulus adalah melalui alat indera seperti : penglihatan, pendengaran,
psikofisik seperti kebutuhan, motif, perasaan, perhatian dan pengambilan
keputusan. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan suatu
sikap yang akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakkan yang bersifat terbuka,
Hal inilah yang disebut sebagai tingkah laku. Jelaslah bahwa sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi berupa “pre-disposisi”
tingkah laku.
Proses rangsang
Sikap (tertutup) Rangsang
stimulus
Reaksi tingkah laku
Garis arah / kecenderungan dari sikap
Garis tanpa proses seperti refleks
Gambar 3
Sikap merupakan ‘pre-disposisi’ tingkah laku
Jadi dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek
tertentu. menurut Bimo Walgito (1978, 110) Sikap memiliki tiga komponen sikap:
1. Komponen Kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal yang
2. Komponen Afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang
merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu
positif atau negatif.
3. Komponen Konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu obyek.
Komponen ini ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar
kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek.
Dalam menjelaskan konteks sikap, perlu dibedakan terlebih dahulu fungsi
sikap dan kejadian. Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi
evaluasi yang berasal dari komponen afeksi. Sedangkan kejadiannya tidak di
ikutsertakan dengan evaluasi emosional. Oleh karena itu, sikap adalah relatife
konstan dan agak sukar berubah, jika ada perubahan sikap berarti adanya suatu
tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap
melalui proses tertentu. Selanjutnya sikap dapat dikatakan bahwa sikap
merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan. Namun
disamping itu sikap memiliki evaluasi negatif maupun positif yang bersikap
emosional yang disebabkan oleh komponon afeksi. Semua hal ini dengan
sendirinya berhubungan dengan objek atau masalah yang disebut ‘ the attitude
object’. Sikap diartikan derajat atau tingkat kesesuaian seseorang terhadap objek
tertentu. Objek sikap (Edwards ,1969 dalam Mar’at,1981) disebut ‘psychological
Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap suatu
objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen
kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan
tentang objek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang
dirasakan (senang / tidak senang) terhadap objek. Dan komponen konasi akan
menjawab pertanyaan bagaimana kesiapan atau kesediaan untuk bertindak
terhadap objek (Shaver1978 dalam Mar’at,1981). Ketiga komponen tersebut tidak
berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem
kognitif. Hal ini berarti bahwa apa yang dipikirkan seseorang tidak akan lepas dari
perasaannya. Masing – masing komponen tidak dapat berdiri sendiri, namun
merupakan interaksi komponen – komponen tersebut secara kompleks. Aspek
kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima
menentukan perasaan dan kemauan berbuat. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pendekatan yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan kognitif.
Berdasarkan pendekatan ini setiap orang akan berusaha mencari keseimbangan
dalam bidang kognisinya dan terbentuk sikap yang bersangkutan. Apabila terjadi
ketidakseimbangan, individu akan berusaha mengubahnya sehingga terjadi
faktor
Proses terbentuknya sikap seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 sikap
yang ada pada seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (kepribadian) yaitu
faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat
berwujud masyarakat, hambatan atau pendorong yang ada dalam masyarakat.
Semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang. Reaksi
yang dapat diberikan individu terhadap obyek sikap dapat bersifat positif tetapi
juga dapat bersifat negatif.
3. Persepsi.
Istilah persepsi digunakan untuk mengetahui bagaimana prosesnya
mengetahui sesuatu dari sekitar dengan menggunakan alat – alat indera dan untuk
dapat mengetahui obyek diluar, harus dengan pengamatan yang baik (Dakir, 1967:
67). Hal ini sesuai dengan pendapat Bimo Walgito (1994, 53) yang mengatakan
bahwa persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
Menurut Moskowitz dan Orgel dalam Bimo Walgito (1994), persepsi
merupakan suatu proses seseorang merespon stimulus yang diterimanya dengan
mengintepretasikan banyak hal yang ada dalam dirinya seperti perasaan,
pengalaman, kerangka berpikir, kerangka acuan dan berbagai aspek lainnya yang
ada dalam diri sehingga dapat mempengaruhi dalam mempersepsikan suatu
stimulus tersebut.
Berdasarkan pendapat diatas, kiranya dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima
oleh individu yang menyangkut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif
yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan mempengaruhi tindakan, pemikiran,
serta sikap dari individu. Dengan demikian, persepsi seseorang dapat dilihat dari
pernyataan dan tindakannya.
Kalau penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu mencoba untuk
meneliti persepsi siswa tentang pelajaran fisika disekolahnya, maka yang
dimaksud adalah tentang pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala
sejauh yang ditangkap oleh para siswa – siswa kelas XI IPA terhadap pelajaran
fisika di sekolahnya.
3.1. Faktor – faktor Persepsi.
Oleh Bimo Walgito (1994: 54) Faktor – faktor yang mempengaruhi
individu dalam mempersepsi antara lain :
1. Internal (keadaan individu). Keadaan individu yang dapat
dan psikologis individu. Bila sistem fisiologis terganggu maka akan
berpengaruh dalam persepsi seseorang, sedangkan psikologis antara
lain : pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan,
motivasi, akan berpengaruh pada seseorang melakukan persepsi.
2. Eksternal (objek itu sendiri dan lingkungan). Agar obyek dapat
dipersepsi, maka obyek harus cukup kuat. Hal ini bertujuan untuk
mencapai ketepatan persepsi, bila obyek bukan suatu fisik maka
ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan
persepsi. Sedangkan lingkungan atau situasi melatar belakangi obyek
persepsi.
Obyek dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor
internal saling berinteraksi dalam individu mengdakan persepsi.
Pada gambar 5 menjelaskan bahwa obyek sikap akan dipersepsikan oleh
individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh
individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan
dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala, faktor
pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur
terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan
arti terhadap obyek sikap dan hasil proses persepsi ini merupakan pendapat atau
keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi.
Afeksi akan mengiringi hasil kognisi objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang
dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi
kesiapan untuk bertindak, kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan
memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang
bersangkutan.
Proses belajar Cakrawala Pengalaman pengetahuan
Persepsi
3.2. Pembentukan Persepsi Siswa Tentang Pelajaran Fisika.
Mata pelajaran fisika yang identik dengan IPA menimbulkan pandangan
yang berbeda pada setiap siswa yang melihat pelajaran fisika tersebut. Pandangan
subyektif siswa atau persepsi yang muncul pada diri tiap – tiap siswa lebih
merupakan suatu proses pengorganisasian dan penginterpretasian yang diterima
oleh panca indera atau kesan sensoris. Proses persepsi diawali dengan
penginderaan seseorang terhadap stimulus yang diterimanya melalui alat reseptor
kemudian stimulus tersebut diteruskan kepusat susunan saraf dan terjadi proses
Pengamatan masing – masing siswa memiliki perbedaan antara satu dan
yang lainnya, meskipun mereka dihadapkan pada stimulus yang sama. Dalam
mempersepsikan suatu pelajaran, pada umumnya bukan hanya ada satu stimulus
saja yang membangun suatu persepsi pada diri siswa. Stimulus yang ada, dapat
berasal dari dalam diri itu sendiri berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses
belajar, cakrawalanya namun ada juga stimulus yang berasal dari luar yang
dimunculkan oleh lingkungan sekitarnya. Maka kemungkinan hasil persepsi dari
tiap – tiap siswa berbeda satu dengan yang lainnya. Persepsi siswa terhadap
pelajaran fisika dapat diartikan sebagai suatu pandangan siswa terhadap pelajaran
fisika yang melibatkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang
telah diorganisasikan dalam diri siswa.
Sedang bentuk persepsi merupakan pandangan yang berdasarkan penilaian
terhadap suatu obyek yang terjadi, kapan saja, dimana saja, jika stimulus
mempengaruhinya. Persepsi yang meliputi proses kognitif mencakup proses
penapsiran obyek, tanda dan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam
menerima suatu stimulus kemampuan individu sangatlah terbatas, sehingga
individu tidak mampu memproses seluruh stimulus yang diterimanya. Artinya
meskipun sering disadari, stimulus yang akan dipersepsi selalu dipilih stimulus
yang mempunyai relevansi dan bermakna baginya. Dengan demikian dapat
diketahui ada 4 bentuk sifat persepsi yaitu:
Pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana
subyek memberi tanggapan cenderung menerima obyek yang
ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.
2. Persepsi Semi Positif.
Persepsi ini muncul lebih disebabkan faktor lingkungan atau sebagai apa
individu tersebut saat memberikan persepsi. Dalam persepsi ini sering
kali individu kurang memahami posisinya sehingga yang muncul hanya
prasangka – prasangka yang lebih cenderung ke hal positif.
3. Persepsi Semi Negatif.
Persepsi ini muncul lebih disebabkan faktor lingkungan atau sebagai apa
individu tersebut saat memberikan persepsi. Dalam persepsi ini sering
kali individu kurang memahami posisinya sehingga yang muncul hanya
prasangka – prasangka yang lebih cenderung ke hal negatif.
4. Persepsi Negatif.
Pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana
subyek memberi tanggapan cenderung menolak obyek yang
ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.
3.3. Persepsi Siswa Terhadap Pelajaran Fisika.
Penulis mencoba memaparkan persepsi siswa terhadap pelajaran fisika di
sekolahnya. Seorang siswa merupakan individu yang identik dengan mata
pelajaran. Sebagai individu, seorang siswa diharapkan mampu mempelajari dan
memahami semua mata pelajaran sesuai dengan perannya sebagai seorang siswa
Keberadaan siswa dalam upaya mempelajari dan memahami mata
pelajaran memberikan fenomena tersendiri didalam kehidupan sehari – hari. Para
siswa melakukan banyak hal untuk dapat mempelajari dan memahami setiap mata
pelajaran. Hal ini dilakukan para siswa untuk masa depan mereka dan supaya
dapat diterima didalam kehidupan bermasyarakat.
Keinginan setiap siswa untuk dapat mempelajari dan memahami setiap
mata pelajaran, menyebabkan banyak siswa melakukan berbagai macam cara
untuk dapat mempelajari dan memahami mata pelajaran khususnya fisika sesuai
dengan kriteria yang ada didalam sekolah dan hal yang tak kalah pentingnya
keberadaan siswa di masyarakat tentunya memiliki penilaian tersendiri dari
lingkungan masyarakat. Didalam masyarakat seorang siswa diharapkan dapat
mencerminkan setiap tindakan, sikap dan perilakunya selayaknya siswa pada
umumnya.
Siswa memiliki persepsi tentang pelajaran fisika di sekolahnya
berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami
dan dimiliki. Ada siswa yang beranggapan bahwa pelajaran fisika yang terpenting
adalah proses mempelajarinya. Sebab dengan proses mempelajari fisika dengan
benar maka didalam memahami fisika akan lebih mudah dari perkiraan.
Berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami
dan dimiliki beberapa siswa lebih mengutamakan proses mempelajarinya untuk
memahami pelajaran fisika.
Namun demikian, ada pula siswa yang beranggapan bahwa peajaran fisika
akan lebih mudah untuk belajar semua mata pelajaran. Berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami dan dimiliki beberapa siswa
memberikan bobot yang sama dalam mempelajari mata pelajaran.
Berdasarkan fenomena ini, penulis tertarik untuk melihat bagaimanakah
sebenarnya persepsi siswa terhadap pelajaran fisika di sekolahnya. Yaitu
bagaimana siswa mengartikan dan memandang pelajaran fisika khususnya pada
siswa kelas XI IPA.
C. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yamg diteliti
adalah Bagaimana persepsi siswa kelas XI IPA tentang pelajaran fisika di
sekolahanya?.
D. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa
kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika sekarang ini.
E. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Para siswa.
Agar mereka mampu melihat kembali apakah persepsi yang ada dalam
tidak menjadi penghambat dalam belajar fisika dengan baik dan benar
sehingga dapat berhasil secara optimal.
2. Masyarakat umum.
Agar mereka dapat semakin memahami pelajaran fisika yang tidak
terlepas dari kehidupan atau peristiwa sehari – hari. Dengan melihat
persepsi yang berkembang didalam masyarakat khususnya siswa,
diharapkan masyarakat umum mampu bercermin dan lebih bijaksana
dalam menyikapi pelajaran fisika.
3. Pengajar atau Guru fisika.
Agar mereka dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai
persepsi siswanya terhadap pelajaran fisika, sehingga dengan
mengetahui gambaran tersebut pengajar dapat merubah cara mengajar
mereka yang selama ini digunakan di kelas.
4. Penulis.
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
persepsi siswa tentang pelajaran fisika. Selain itu, penulis juga dapat
menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama menempuh studi di
perguruan tinggi yang kiranya dapat bermanfaat bagi kehidupan
bermasyarakat maupun dalam bekerja yang sesuai dengan studi yang
A . Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
sebuah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap suatu
obyek yang diteliti secara jelas, cermat, sistematis, dan akurat melalui data sampel
dan populasi sebagaimana adanya dengan melakukan analisis dan membuat
kesimpulan secara umum ( Sugiyono,1999; Suryabrata,1983). Penelitian ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan persepsi siswa kelas XI IPA SMA BOPKRI
I Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengujikan memberikan
kuesioner berhubungan dengan konsep fisika. Dari hasil analisis kuesioner yang
diujikan akan diketahui persepsi partisipan. Untuk mengetahui lebih lanjut
persepsi partisipan akan dilakukan wawancara pada partisipan.
B. Desain Penelitian.
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah survey,
yaitu model penelitian dengan menggunakan sampel untuk melihat secara
langsung ide atau pikiran orang secara alami. Metode ini tidak memerlukan
pengujian hipotesis, penjelasan tentang adanya hubungan, membuat ramalan atau
mendapatkan makna dan implikasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jawaban responden sebagai sampel penelitian terhadap seperangkat
Penelitian ini dimulai dengan memberikan kuesioner pada partisipan.
Kuesioner berupa pernyataan yang bertujuan untuk mengetahui persepsi para
siswa terhadap pelajaran fisika. Berdasarkan kuesioner yang diberikan,
diharapkan partisipan menjawab sesuai dengan persepsi mereka terhadap
pelajaran fisika. Kemudian peneliti mengolah jawaban yang diberikan partisipan
untuk memperoleh data yang diinginkan. Dari data yang diperoleh, dapat
diketahui persepsi partisipan tentang pelajaran fisika.
Untuk mengungkap permasalahan-permasalahan serta membuktikan adanya
konsepsi yang dialami partisipan akan dilakukan wawancara. Pemilihan partisipan
untuk wawancara adalah semua siswa yang telah mengikuti atau menjawab
kuesioner tadi. Wawancara yang dilakukan peneliti dengan partisipan
dilaksanakan pada jam pelajaran Fisika dan diluar jam sekolah.
C. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2008 di SMA
BOPKRI I Yogyakarta.
D. Partisipan.
Partisipan penelitian dipilih siswa kelas XI IPA. Dalam penelitian ini dipilih
siswa kelas XI IPA karena mereka sudah mendapat pelajaran fisika sejak di SMP
dan kelas XI IPA telah dikelompokkan berdasarkan jurusannya. Sehingga secara
umum siswa kelas XI IPA diharapkan lebih memahami Fisika daripada siswa
E. Obyek dan Subyek Penelitian. 1. Obyek Penelitian.
Obyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti. Dalam penelitian ini
obyeknya adalah persepsi siswa terhadap pelajaran fisika disekolahnya.
2. Subyek Penelitian.
Subyek penelitian adalah pihak atau lembaga yang memberikan informasi,
yang dalam penelitian ini adalah seluruh siswa XI IPA.
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut dalam penelitian yang akan
dipelajari dan ditarik suatu kesimpulan ( Sugiyono,1999). Variabel penelitian ini
adalah persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika.
G. Instrumen Penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen, yaitu:
1. Kuesioner
Pernyataan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah beberapa soal
kuesioner. Dalam penelitian ini, kuesiner tersebut disusun berdasarkan faktor –
faktor atau pengaruh dari persepsi. Semua kuesiner tersebut diharapkan bisa
dikerjakan oleh partisipan dalam waktu kurang dari 45 menit. Rincian faktor atau
pengaruh pada setiap masalah yang akan diteliti atau tidaknya dalam setiap
Tabel 1. pernyataan koesioner
No Faktor pengaruh Komponen Pernyataan no
* Ingin tahu 2, 11, 21, 40
* Berusaha 5, 15, 35
1 Proses Belajar
* Mandiri 18, 26, 30
2 Pengalaman 3, 6, 9,14,17,22,25,32,34,37
3 Pengetahuan * Konsep 1, 8, 12, 16,19,23,27,29,33,39
4 Cakrawala *Perbandingan
antar mata pelajaran.
4, 7, 10,13,20,24,28,31,36,38
Kuesioner berisi pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif
mengandung makna bahwa pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi
yang diharapkan atau seharusnya dialami dalam pelajaran fisika. Pernyataan
positif diberikan skor sebagai berikut:
1. Sangat Setuju ( SS ) skor : 4 ( Empat ).
2. Setuju ( S ) skor : 3 ( Tiga )
3. Tidak Setuju ( TS ) skor : 2 ( Dua )
4. Sangat Tidak Setuju ( STS) skor : 1 ( Satu )
Pernyataa negatif mengandung makna bahwa pernyataan tersebut tidak
sesuai dengan kondisi dan situasi yang diharapkan atau seharusnya dialami dalam
pelajaran fisika. Pernyataan negatif diberikan skor sebagai berikut:
1. Sangat Setuju ( SS ) skor : 1 ( Satu )
2. Setuju ( S ) skor : 2 ( Dua )
3. Tidak Setuju ( TS ) skor : 3 ( Tiga )
Skor itu dibuat hanya untuk memudahkan analisis dan penarikan
kesimpulan.
2. Validitas instrumen
Validitas kuesioner dicapai melalui uji coba kuesioner. Uji coba soal
kuesioner diberikan kepada siswa kelas XII IPA. Uji coba kuesioner ini dilakukan
untuk mengetahui apakah partisipan memahami kuesioner yang ada dan untuk
mendapatkan saran ataupun kritik dari guru bidang studi dan dosen pembimbing
tentang kuesioner yang digunakan.
Uji kuesioner dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2008 pada siswa kelas XII
IPA SMA BOPKRI I dengan jumlah partisipan 38 siswa. Setelah dilakukan uji
coba dengan jumlah kuesioner yaitu 40 dan 1 pernyataan, perubahan kuesioner
dilakukan pada pernyataan nomor 3, 4, 9, 30 dan 38. Pada awalnya pernyataan
nomor tersebut adalah sebagai berikut:
3. Belajar fisika mengubah pandangan saya dalam memahami peristiwa yang
berhubungan fisika.
4. Dengan mengunakan model ( ceramah, demontrasi, praktikum,dll ) variasi
dalam pengajaran disekolah, membuat saya menjadi lebih aktif dalam
mengikuti setiap pelajaran.
9. Lewat percobaan dilaboratorium, saya dilatih untuk bertukar informasi
pengetahuan yang didapat dari percobaan dan menghargai apapun yang
30. Tidak cukup hanya menggantungkan penjelasan dari guru saja, melainkan
saya perlu untuk berusaha menambah pemahaman saya dengan mencari bahan
– bahan dari buku lain untuk menunjang pokok bahasan yang saya pelajari.
38. Dengan belajar semua mata pelajaran, saya mendapatkan tidak bekal atau
pegangan untuk menjalani kehidupan sehari – hari maupun dimasa depan.
Pernyataan tambahan
Menurut anda bagaimana selama ini pelajaran fisika disekolah?
Perubahan soal setelah dilakukan uji coba adalah sebagai berikut:
3. Belajar fisika mengubah pandangan saya dalam memahami peristiwa alam yang
berhubungan fisika menjadi lebih aktif.
4. Pengunakan model pembelajaran( ceramah, demontrasi, praktikum,dll ) yang
ber variasi dalam pengajaran disekolah, membuat saya menjadi lebih aktif
dalam mengikuti setiap pelajaran.
9. Melalui percobaan di laboratorium, saya dilatih untuk bertukar informasi
pengetahuan yang didapat dari percobaan dan menghargai apapun yang
dihasilkan teman saya.
30.Untuk memahami penjelasan dari guru, saya perlu untuk berusaha menambah
pemahaman saya dengan mencari bahan – bahan dari buku lain untuk
menunjang pokok bahasan yang saya pelajari.
38. Dengan mempelajari semua mata pelajaran, saya mendapatkan bekal atau
pegangan untuk menjalani kehidupan sehari – hari maupun dimasa depan.
Pernyataan tambahan
3. Wawancara.
Wawancara dilakukan pada partisipan-partisipan yang merupakan perwakilan
dari kelas masing - masing. Masing-masing partisipan diwawancarai secara
individu dalam waktu yang berbeda. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan
untuk wawancara disusun berdasarkan uraian yang tidak dipahami oleh
masing-masing partisipan dan belum dilampirkan pertanyaan dalam wawancara.
Wawancara dilakukan untuk mengungkap permasalahan-permasalahan serta
untuk membuktikan adanya persepsi yang dialami oleh partisipan dalam
memahami pelajaran fisika disekolahnya.
H. Metode Pengumpulan Data.
Dalam penelitian ini pengumpulan data mengunakan beberapa cara, yaitu:
1. Kuesioner.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pernyataan
tentang fisika berdasarkan faktor pengaruh dari persepsi seseorang. Dalam
pernyataan menuntut kemampuan partisipan dalam hal mengekpresikan
gagasannya melalui bahasa tulisan. Pernyataan yang digunakan mempunyai
tujuan untuk:
a. Mengungkapkan pandangan partisipan terhadap suatu masalah.
b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam.
c. Mengembangkan daya analisis partisipan dalam melihat suatu persoalan dari
Dalam penelitian ini pernyataan yang diberikan kepada partisipan bertujuan
untuk mengukur tingkat pemahaman partisipan terhadap fisika. Dari pernyataan
tersebut dapat diketahui persepsi yang dibawa oleh partisipan. Setelah ditemukan
persepsinya, beberapa partisipan dapat diwawancarai untuk lebih mendalami dan
mengapa mereka memiliki pemahaman fisika seperti itu. Dari wawancara itulah
akan terlihat dari mana persepsi itu dibawa.
2. Wawancara.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, kita dapat menduga adanya
persepsi yang dialami partisipan tentang pelajaran fisika. Wawancara digunakan
untuk mengungkap permasalahan-permasalahan dan digunakan untuk
membuktikan adanya persepsi yang dialami oleh partisipan. Wawancara
dilakukan pada partisipan yang merupakan perwakilan dari masing – masing
kelas, masing – masing kelas berjumlah 3 siswa sehingga jumlah total yang di
wawancarai berjumlah 12 siswa dan dilakukan dengan cara bertanya langsung
kepada partisipan. Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk
mendukung data yang telah diperoleh dengan kuesioner.
I. Metode Analisis Data.
Peneletian ini akan mengunakan metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif
bertujuan untuk untuk memberikan suatu gambaran deskripsi tentang subyek
penelitian berdasarkan dari subyek yang diteliti sesuai dengan variabel
penelitiannya. Analisis deskriptif ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu
1. Analisis hasil kuesioner .
Analisa data pada penelitian ini didasarkan pada jawaban subyek. Dalam
setiap pertanyaan setiap subyek diminta memilih salah satu alternatif jawaban dari
empat alternatif jawaban yang ada. Dari seluruh pertanyaan yang ada akan
dilakukan perhitungan pada setiap alternatif jawaban, berdasarkan banyaknya
subyek yang memilih salah satu jawaban tersebut. Banyaknya jumlah subyek yang
memilih salah satu alternatif jawaban akan dihitung dalam bentuk persen. Hasil
presentasi tertinggi menunjukan bahwa alternatif jawaban tersebut mewakili
kesimpulan jawaban dari suatu pertanyaan dari salah satu faktor persepsi dan
mencerminkan kecenderungan persepsi pada faktor tertentu. Dari semua
pertanyaan akan dikumpulkan semua alternatif jawaban yang memiliki presentasi
tertinggi kemudian akan dibuat suatu kesimpulan umum tentang persepsi siswa
terhadap fisika.
Jawaban masing – masing pernyataan selanjutnya diubah dalam skor sesuai
dengan kriteria didepan. Kemudian skor total didapatkan, maka dicari prosentase
untuk setiap masing – masing faktor atau pengaruh dari persepsi. Penafsiran
prosentase setiap faktor dalam analisis adalah sebagai berikut
Tabel .2 . prosentase sekaligus hasil analisis masing – masing faktor.
No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi
≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif
26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif
51 - 75 Aktif Semi Positif
1 Proses
Belajar
No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi
≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif
26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif
51 - 75 Aktif Semi Positif
1 Pengalaman
76-100 Sangat aktif Positif
No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi
≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif
26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif
51 - 75 Aktif Semi Positif
1 Pengalaman
76-100 Sangat aktif Positif
No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi
≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif
26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif
51 - 75 Aktif Semi Positif
1 Pengalaman
76-100 Sangat aktif Positif
Dari seluruh hasil presentasi tertinggi yang telah didapat, akan dibuat suatu
kesimpulan umum dengan cara mendeskripsikan masing – masing alternatif
jawaban dengan presentasi tertinggi pada tiap – tiap faktor / pengaruh sebagai
gambaran persepsi siswa tentang fisika. Untuk memperjelas arti presentasi diatas
diberi contoh sebagai berikut:
Untuk faktor proses belajar bila besar prosentase yang diperoleh 63.33 %
Hal ini berarti bahwa siswa rajin didalam belajar fisika dan persepsi yang
ditimbulkan cenderung semi positif.
2. Analisis Hasil Wawancara
Untuk mengungkap persepsi partisipan tentang fisika akan dilakukan
wawancara. Sehingga wawancara dilakukan pada partisipan yang merupakan
perwakilan dari kelas masing – masing.
Wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada partisipan..
Masing-masing partisipan diwawancarai secara individu dalam waktu yang
berbeda. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti merancang
pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan yang
digunakan disusun berdasarkan pernyataan yang tidak dipahami oleh
masing-masing partisipan. Semua partisipan yang dipilih untuk wawancara, memiliki
kesulitan-kesulitan dalam memahami pernyataan yang berbeda. Sehingga
rancangan pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti pada masing-masing partisipan
tidak sama.
Wawancara dilaksanakan pada jam – jam diluar pelajaran Fisika yang ada
dalam sekolah tersebut. Dalam kegiatan wawancara antara peneliti dan partisipan,
peneliti mencatat hasil wawancara. Kemudian, Hasil wawancara tersebut
kemudian dianalisis untuk mengungkap persepsi partisipan secara lebih
A.Pelaksanaan Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan diluar jam pelajaran Fisika pada bulan Agustus
– September 2008 dikelas XI IPA. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan
kuesioner pada partisipan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap pelajaran
Fisika disekolahnya. Dari data kuesioner yang diperoleh, peneliti merancang
pertanyaan – pertanyaan untuk kegiatan wawancara. Berikut ini adalah kegiatan
yang dilakukan selama penelitian.
Uji coba kuesioner : 9 Agustus 2008
Memberikan kuesioner : 20 Agustus – 13 September 2008
Wawancara : 17 September 2008
B. Data, Analisis dan Pembahasan.
Pengambilan data diikuti 82 siswa kelas XI IPA SMA BOPKRI I
YOGYAKARTA. Partisipan diberi waktu 40 menit untuk mengerjakan kuesioner
dan dapat mengerjakan semua pernyataan dalam kuesioner dalam waktu yang
tersedia.
Dari hasil kuesioner dapat diketahui persepsi siswa terhadap pelajaran
Fisika disekolahnya melalui faktor - faktor pengaruh persepsi berdasarkan
analisis jawaban setiap pernyataan yang ada dalam kuesioner. Prosentase jawaban
skor yang didapatkan kemudian membaginya dengan bobot skor maksimal dan
dikalikan 100%. Berikut adalah contoh perhitungan presentase jumlah bobot skor
pada aspek proses belajar kelas XI IPA 1. Skor maksimal pada aspek tersebut
adalah 800, aspek tersebut memiliki bobot 571. Sehingga dapat dihitung sebagai
berikut:
(tabel 9 hal 65). Analisis difokuskan pada tanggapan yang diperoleh dari
kuesioner dibandingkan dengan hasil wawancara. Tanggapan siswa dalam
kuesioner dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tanggapan siswa dalam kuesioner.
1.Proses belajar.
Secara umum siswa aktif dalam kegiatan atau proses belajar dikelas
(67.06%) dan persepsi yang ditimbulkan cenderung persepsi semi positif. Pada
komponen ingin tahu, siswa didalam belajar Fisika dikelas diberi banyak
kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi (72.04%), hal tersebut bisa
menimbulkan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu peristiwa atau alat dapat
Kelas XI
mulai berkembang (76.84%). Namun, pada saat belajar Fisika siswa tidak diberi
kesempatan untuk mencari sesuatu yang siswa inginkan untuk memahami materi
(71.42%). Maka yang perlu siswa lakukan adalah hanya membaca buku pelajaran, mengerjakan sebagian besar soal – soal dan hanya memperhatikan penjelasan dari
guru dikelas(63.32%). Untuk komponen berusaha, saat belajar Fisika dikelas yang
dilakukan siswa adalah duduk, mencatat dan mendengarkan penjelasan guru
(55.48%) maka sangat memungkinkan bagi siswa untuk mendapatkan nilai yang
baik tanpa berusaha memahami konsep dengan baik (73.86%) akan tetapi, nilai
ulangan tidak memberikan pertolongan yang berarti bagi siswa untuk
memperbaiki pemahamannya tentang materi bahasan yang diujikan (53.94%).
Dalam komponen mandiri, pelajaran Fisika membuat siswa terbebani
karena semakin bertambah materi semakin bertambah pula yang tidak siswa
pahami / tidak mengerti (56.81%). Oleh karena itu, siswa tidak cukup hanya
dengan mengantungkan penjelasan dari guru saja melainkan siswa perlu untuk
berusaha menambah pemahamannya dengan mencari bahan – bahan dari buku
lain untuk menunjang pokok bahasan yang sedang dipelajari atau sedang dibahas
(77.04%).sehingga semakin banyak yang siswa pelajari semakin besar pula semangat siswa untuk mengetahui dan mempelajari Fisika (69.83%)
Dalam wawancara diperoleh bahwa dalam belajar Fisika dikelas, para
siswa diberi banyak kesempatan oleh guru untuk bertanya dan berdiskusi tentang
materi yang sedang dibahas. Buktinya adalah para siswa dituntut untuk lebih aktif
dalam kegiatan belajar mengajar dengan kata lain bahwa kesempatan bagi siswa
pada diri masing – masing siswa itu sendiri. Model pengajaran yang menurut
siswa agar mereka menjadi lebih dapat memahami pelajaran Fisika adalah model
pengajaran dengan metode variasi, hal ini dikarenakan siswa sudah bosan dengan
model pengajaran yang telah diterapkan. Jadi untuk mempelajari atau memahami
materi siswa bisa belajar melalui suatu peristiwa atau alat peraga, siswa
mengharapkan model pengajaran yang bervariasi dalam kegiatan belajar –
mengajar.
Pada faktor pengaruh dari proses belajar, data dari kuesioner dengan
wawancara ada kaitanya. Hal ini dibuktikan dengan kesempatan yang diberikan
guru untuk bertanya dan berdiskusi terbuka lebar akan tetapi kesempatan itu
digunakan atau tidaknya bergantung dari siswa itu sendiri. Selain itu, model
pengajaran yang membuat siswa agar dapat lebih memahami materi adalah
dengan model pengajaran yang bervariasi karena selama ini siswa sudah bosan
dengan model pengajaran yang telah diterapkan. Dengan model pengajaran yang
telah diterapkan disekolah tersebut, siswa merasa terbebani karena semakin
bertambah materi semakin bertambah pula yang siswa tidak pahami atau tidak
dimengerti siswa sehingga yang perlu siswa lakukan dalam proses belajar
mengajar Fisika adalah duduk, mendengarkan, mencatat penjelasan dari guru dan
mengerjakan soal. Hal itu, menurut siswa sangat memungkinkan untuk
mendapatkan nilai yang baik tanpa berusaha memahami konsep Fisika dengan
baik walaupun nilai ulangan tersebut tidak memberikan pertolongan yang berarti
bagi siswa untuk memperbaiki pemahamannya tentang materi yang diujikan.
untuk berusaha menambah pemahamannya dengan mencari bahan – bahan dari
buku lain untuk menunjang pokok bahasan yang sedang dipelajari atau sedang
dibahas.
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar
membentuk persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika di sekolahnya dan persepsi
yang terbentuk cenderung ke persepsi semi positif. Hal ini ditunjukan dengan
siswa merasa dalam memahami materi tidak cukup hanya dari penjelasan dari
guru saja melainkan siswa berusaha mencari bahan – bahan dari buku lain untuk
menunjang pokok bahasan yang dipelajari. Selain itu, bila siswa merasa bosan
ataupun jenuh dengan metode yang diajarkan oleh guru maka yang dilakukan oleh
siswa antara lain hanya duduk, mendengarkan, mencatat penjelasan dari guru dan
mengerjakan soal karena dengan strategi tersebut sangat memungkinkan bagi
siswa untuk mendapatkan nilai yang bagus tanpa berusaha memahami konsep
Fisika dengan baik walaupun nilai ulangan tersebut tidak memberikan pertolongan
yang berarti bagi siswa untuk memperbaiki pemahamannya tentang materi yang
sedang diujikan.
2.Pengalaman.
Secara umum pengalaman siswa dapat dikatakan luas (74.78 %) didalam belajar Fisika dan persepsi yang ditimbulkan cenderung persepsi semi positif.
Pemahaman konsep yang baik sangat penting bagi siswa untuk berhasil didalam
belajar Fisika. Oleh karena itu, nilai yang baik tidak cukup bagi siswa pemahaman
oleh guru dikelas atau yang ada didalam buku pegangan (70.26%). Dalam belajar
Fisika, siswa dapat belajar bagaimana caranya menghargai pendapat teman
(72.84%) dan dibiasakan untuk mampu mendengarkan dan menghargai teman lain berpendapat (35.62%). Melalui percobaan di laboratorium, siswa dilatih untuk
bertukar informasi hasil yang didapatkan dari percobaan dan menghargai apapun
yang dihasilkan kelompok lain (82.81%). Hal utama yang siswa peroleh dari
pelajaran Fisika adalah belajar bagaimana siswa dapat memahami peristiwa atau
kejadian yang berhubungan dengan Fisika (77.35%). Dengan belajar Fisika, siswa mampu menghubungkan materi Fisika dengan apa yang pernah siswa alami dalam
kehidupan sehari – hari (72.27%) sehingga belajar Fisika dapat mengubah pandangan siswa didalam memahami peristiwa yang berhubungan dengan Fisika
menjadi lebih baik (73.75%).
Namun sebenarnya belajar Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi
yang dipelajari tidak mempunyai hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat
dalam kehidupan sehari – hari (70.93%) sehingga pelajaran Fisika tidak membantu siswa untuk bersikap bagaimana menghargai orang lain karena dalam pelajaran
Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya saja (67.67%).
Dari wawancara diperoleh bahwa untuk menghubungkan materi Fisika
dengan apa yang dialami siswa didalam kehidupan sehari – hari, siswa memiliki
pemikiran sendiri – sendiri. Hal ini terlihat bagaimana siswa menerapkan
kemampuannya dalam menjalani kehidupan sehari – harinya, seperti misalnya :
siswa berpendapat bahwa pelajaran Fisika sama dengan pelajaran lain yang hanya
bersikap bagaimana menghargai orang lain dan ada juga yang berpendapat bahwa
pelajaran Fisika perlu pemahaman lebih dari pelajaran lain dalam mempelajarinya
sehingga membantu siswa untuk bersikap bagaimana menghargai orang lain.
Pada faktor pengalaman dalam mempelajari Fisika data kuesioner dengan
wawancara ada kaitannya. Hal ini dibuktikan dengan : pertama Apa yang dialami
siswa dalam memahami materi Fisika disekolah. Bagi siswa pemahaman konsep
Fisika yang baik sangat penting baginya untuk berhasil didalam belajar fisika
sehingga nilai yang bagus tidak cukup baginya bila pemahaman materinya lemah.
Oleh karena itu, siswa menghabiskan banyak waktu untuk menghitung,
mempelajari dan memahami setiap pokok bahasan yang diberikan guru di kelas
atau yang ada dalam buku pegangan. Dalam belajar Fisika, siswa dilatih untuk
bertukar informasi hasil yang diperoleh melalui percobaan serta dilatih untuk
menghargai apapun yang dihasilkan oleh kelompok lain atau dapat belajar
bagaimana caranya menghargai pendapat teman namun ada juga yang merasa
bahwa siswa tidak dibiasakan untuk mampu mendengarkan dan menghargai
teman lain berpendapat. Selain itu, siswa mampu menghubungkan materi Fisika
dengan apa yang pernah siswa alami dalam kehidupan sehari – hari karena hal
utama yang siswa peroleh dari belajar Fisika adalah belajar bagaimana siswa
dapat memahami peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan Fisika
sehingga dengan belajar Fisika dapat mengubah pandangan siswa didalam
memahami peristiwa yang berhubungan dengan Fisika menjadi lebih baik.
Kedua Apa yang dialami siswa dalam memahami materi Fisika sekolah,
orang lain karena dalam pelajaran Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya
saja sehingga belajar Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi yang
dipelajari tidak mempunyai hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat dalam
kehidupan sehari – hari.
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengalaman
membentuk persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika dikelas dan persepsi yang
terbentuk cenderung ke persepsi semi positif. Hal ini ditunjukan dengan pada saat
belajar Fisika siswa merasa pemahaman konsep Fisika sangat penting bagi siswa
sehingga siswa menghabiskan banyak waktu untuk menghitung, mempelajari dan
memahami setiap pokok bahasan yang diberikan guru di kelas atau yang ada
dalam buku pegangan selain itu siswa melatih diri untuk menghargai pendapat dan
bertukar informasi dengan teman. Dengan begitu, siswa mampu menghubungkan
materi Fisika dengan apa yang pernah siswa alami dalam kehidupan sehari – hari
dan dapat memahami peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan Fisika
sehingga dapat mengubah pandangan siswa didalam memahami peristiwa yang
berhubungan dengan Fisika menjadi lebih baik. Namun demikian, pada faktor
pengalaman ini terbentuk juga persepsi semi negatif dan hal ini ditunjukkan
dengan dalam belajar Fisika siswa merasa tidak dibiasakan untuk mampu
mendengarkan dan menghargai teman lain berpendapat karena siswa merasa
pelajaran Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya saja sehingga belajar
Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi yang dipelajari tidak mempunyai
hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat dalam kehidupan sehari – hari.