• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Fisika"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

Andreas Tri Hartanto

021424010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Salah satu perbedaan paling besar antara orang

sukses dan orang tidak sukses terletak pada

penggunaan waktu luang.

( w.j.Brown )

(5)

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta,5 Januari 2009 Penulis

(6)

Nama : ANDREAS TRI HARTANTO

Nomor Mahasiswa : 021424010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PERSEPSI SISWA BOPKRI 1 YOGYAKARTA

TERHADAP PELAJARAN FISIKA DI SEKOLAHNYA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya

memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 28 Januari 2009

Yang menyatakan

(7)

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas XI IPA di SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiman persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika di sekolahnya.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara, kuesioner digunakan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika. Kualitas pernyataan – pernyataan kuesioner ditentukan dengan uji coba kuesioner dan validitas isi. Pernyataan – pernyataan sebelumnya yang banyak tidak terjawab kemudian direvisi (atas saran dari dosen pembimbing).

Wawancara digunakan untuk mengungkap permasalahan – permasalahan dan digunakan untuk membuktikan adanya persepsi yang dialami siswa. Sehingga wawancara dilaksanakan pada perwakilan siswa dari masing – masing kelas.

(8)

The research was implemented to students XI IPA at SMA BOPKRI I Yogyakarta. The purpose of this research is to know how student’s perception about Physics course at their school.

This research belongs in descriptive qualitative and descriptive quantitative researches. The instruments that were used in this research were questionnaire and interview methods. Questionnaire was used to know students’ perception about Physic course. The quality of questionnaire questions was determined with questionnaire-tried and contents validation. Many un-answered statements previously then revised (by suggestion from the counselor).

Research method was used to reveal the problem and to prove that there was found a-student perception. So, interview method was implemented to students’ agency from each class.

(9)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “PERSEPSI SISWA SMA

BOPKRI 1 YOGYAKARTA TERHADAP PELAJARAN FISIKA DI

SEKOLAHNYA”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

strata satu.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan

baik moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan, dorongan,

sarana maupun fasilitas dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bpk Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan,

bantuan dan pengarahan selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

2. Bpk Drs. Priyanto selaku kepala sekolah SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA

atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di

SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA.

3. Ibu Dra.Tyas Rahwinarni selaku koordinator BK atas ijin yang diberikan

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMA BOPKRI 1

YOGYAKARTA.

4. Bpk Drs. Edi Krusmanto selaku guru BK dan Pamong BK SMA BOPKRI 1

YOGYAKARTA atas bantuan, saran dan nasehatnya.

5. Bapak dan Simbok atas nasehat, dukungan, pengorbanan dan doanya.

(10)

semuanya.

10.Teman-temanku angkatan 2002 semuanya atas pengalaman hidup dalam

menjalin persahabatan selama ini.

11.Teman-teman seperjuangan Nita, Ari chebol, Eko kodok, Wisnu atas

kebersamaanya.

12.Teman-temanku kost Raja Wali semuanya atas bantuan dan dukungannya.

13.Anak-anak SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA kelas XI IPA atas kesediannya

menjadi partisipan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian

skripsi ini sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca pada

(11)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……… vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Dasar Teori ... 4

1. Fisika ... 4

a. Aspek produk ... 5

b. Aspek proses ... 7

(12)

3.2Pembentukan persepsi siswa tertang pelajaran fisika……….. 19

3.3Persepsi siswa terhadap pelajaran fisika………. 21

C. Perumusan Masalah... 23

D. Tujuan Penelitian ... 23

E. Manfaat penelitian………. 23

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN... 25

A. Jenis Penelitian... 25

B. Desain penelitian... 25

C. Waktu dan Tempat ... 26

D. Partisipan... 26

E. Obyek dan Subyek penelitian……….. 27

F. Variabel………. 27

G. Instrumen Penelitian ... 27

1. Kuesioner ... 27

2. Validitas Instrumen ... 29

3. Wawancara... 31

H. Metode Pengumpulan Data……… 31

1. Kuesioner ... 31

(13)

BAB III. DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pelaksanana Penelitian ... 36

B. Data, Analisis dan Pembahasan ... .. 36

1. Proses belajar……… .. 37

2. Pengalaman……….. .. 40

3. Pengetahuan………. .. 43

4. Cakrawala………... 47

5. Pernyataan akhir setelah kuesioner………... ……… ... 49

5.1. Pelajaran Fisika menyenangkan……..……… 49

5.2. Pelajaran Fisika tidak menyenangkan……..………. . 50

5.3. Pelajaran Fisika biasa saja……….. ……… 51

C. Rangkuman Persepsi Partisipan……… 52

D. Keterbatasan Penelitian……… 52

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(14)

Gambar 1. Skema sains……… 11

Gambar 2. Hubungan antara nilai, sikap, motif dan dorongan………….. 12

Gambar 3. Sikap merupakan ‘pre-disposisi’ tingkah laku……….. 13

Gambar 4. sikap……… 16

(15)

Tabel 2. Prosentase sekaligus hasil analisis kuesioner……….. 33

Tabel 3. Tanggapan siswa dalam kuesioner……….. 37

Tabel 4. Tanggapan siswa terhadap pelajaran Fisika selama ini…………. 49

Tabel 5. Hasil Penelitian IPA I……… 68

Tabel 6. Hasil Penelitian IPA I1………. 69

Tabel 7. Hasil Penelitian IPA III……… 70

Tabel 8. Hasil Penelitian IPA IV……… 71

(16)

Lampiran 2. Hasil wawancara……… 61

(17)

A. Latar Belakang.

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut

menyumbangkan perubahan pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat terutama

para siswa. Para siswa sekarang ini lebih senang dihargai dan dihormati

kebebasan mereka dalam menentukan masa depan mereka. Untuk sekolah

menengah atas (SMA) para siswa diberi kebebasan untuk memilih sendiri jurusan

yang sesuai dengan pribadi mereka sendiri, baik dalam mengambil jurusan IPA,

IPS maupun bahasa. Sebagian besar siswa mengambil jurusan IPA atau IPS.

Namun sekarang ini, tak jarang pula ada siswa yang memilih jurusan Bahasa.

Berbagai alasan menjadi dasar mengapa siswa memilih jurusan mereka

sendiri, ada beberapa faktor yang menyebabkan para siswa tersebut memilih

jurusan tersebut antara lain yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal diantaranya bakat, minat, inteligensi, motivasi, kesehatan mental. Faktor

eksternal diantaranya Orang tua, lingkungan sosial, Media Massa, dan sekolah.

Siswa yang memiliki bakat terhadap bidang tertentu, maka siswa akan

mengembangkan bakatnya sesuai dengan yang mereka kuasai atau miliki karena

bakat merupakan potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir atau

keturunan. Setiap individu mempunyai mempunyai bakat yang berbeda – beda,

seseorang yang berbakat musik mungkin didalam menguasai bidang lain

(18)

raga lemah. Orang tua yang berkecimpung di bidang seni, anaknya akan mudah

memepelajari seni suara, tari dan lainnya. Anak yang berbakat teknik akan mudah

mempelajari matematika, fisika, konstruksi mesin. Anak yang berbakat olah raga

mereka akan berkembang di bidang olah raga seperti : lari, lompat, sepak bola,

volley, dan lainnya. Jadi seseorang anak akan mudah mempelajari apabila sesuai

dengan bakatnya.

Minat siswa terhadap bidang tertentu juga akan sangat mempengaruhinya

dalam belajar, tidak adanya minat anak terhadap suatu pelajaran akan

menimbulkan kesulitan siswa untuk mempelajari pelajaran tersebut. Belajar yang

tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan

kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe – tipe khusus

anak akan menimbulkan problema pada dirinya. Untuk itu siswa akan memilih

jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

Motivasi sebagai faktor inner berfungsi menimbulkan, mendasari,

mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik – tidaknya

dalam mencapai tujuan sehingga semakin tinggi motivasinya akan semakin besar

kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasinya akan giat berusaha,

tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku – buku untuk

meningkatkan prestasinya dalam memecahkan masalah. Sebaliknya mereka yang

memiliki motivasi lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatian tidak

tertuju pada pelajaran, akan mengalami kesulitan belajar.

Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga

(19)

dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan

menimbulkan hasil belajar yang baik. Demikian juga, belajar yang sukses akan

selalu membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan

faktor adanya kesehatan mental.

Dari faktor eksternal keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama

dan pertama tetapi juga dapat sebagai faktor penyebab keberhasilan siswa dalam

belajar, faktor itu di antaranya : Cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan

anak, bimbingan dari orang tua, suasana keluarga, keadaan keluarga. Lebih luas

lagi yaitu lingkungan sosial tempat tinggal siswa tersebut. Di samping itu juga

ada media massa yang tentunya sangat menarik untuk diikuti, anak akan mudah

belajar dengan media visualisasi seperti pada televisi.

Di lingkungan sekolah cara berpikir atau belajar anak akan dipengaruhi

beberapa hal diantaranya bagaimana cara guru mengajar, sarana untuk mengajar,

kondisi gedung, kurikulum yang digunakan, waktu sekolah dan kedisiplinan.

Namun disamping faktor – faktor diatas ada juga faktor yang mempengaruhi

siswa dalam memilih jurusan yaitu persepsi siswa tentang pelajaran fisika, siswa

menganggap pelajaran fisika sama dengan pelajaran matematika yang kental

dengan hitungan dan juga rumus.

Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang persepsi siswa tentang suatu pelajaran khususnya

(20)

B. Dasar Teori .

1. Fisika

Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (Sains). Oleh karena

itu, hakekat fisika dapat ditinjau dam dipahami melalui hakekat sains. Beberapa

sainstis antara lain : Fisher, Conant, Campbell, Bube, M.T.Zen, Carin dan Sund,

dan Dawson seperti yang dikutip oleh Kartika Budi (1998, 161) mencoba

mendefinisikan sains sebagai berikut:

Menurut Fisher (1975 dalam Kartika Budi, 1998) sains adalah bangunan

pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi.

Menurut Conant dalam Kartika Budi (1998) sains adalah deretan atau bangunan

dari konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sebagai hasil dari

eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi

dan observasi selanjutnya (Kuslan dan Stone, 1978 dalam Kartika Budi, 1998).

Menurut Campbell dalam Kartika Budi (1998) sains adalah ilmu

pengetahuan yang bermanfaat dan praktis dan cara atau metode untuk

memperolehnya. Menurut Bube dalam Kartika Budi (1998) sains adalah

pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi dengannya. Menurut

Zen(1984 dalam Kartika Budi, 1998), sains adalah suatu eksplorasi ke alam materi

berdasarkan observasi, dan yang mencari hubungan - hubungan alamiah yang

teratur mengenai fenomena yang diamati serta menguji diri sendiri.

Menurut Carin dan Sund (1989 dalam Kartika Budi, 1998) sains adalah

suatu sistem untuk memahami semesta melalui data yang dikumpulkan melalui

(21)

Kartika Budi (1998) sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang

termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk

memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan.

Menurut definisi sains diatas aspek – aspek sains adalah aspek produk,

aspek proses, dan aspek sikap.

Aspek produk

Yang merupakan aspek produk adalah bangunan sistematis pengetahuan

(Dawson, 1994; Carin dan Sund, 1989 dalam Kartika Budi, 1998) sebagai hasil

dari proses yang dilakukan oleh saintis. Menurut T. Sarkim (1998,129) istilah

yang diterapkan dalam prinsip – prinsip, hukum –hukum, dan teori – teori didalam

sains menyatakan bahwa pengetahuan, prinsip, hukum atau teori adalah hasil

rekaan atau buatan manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam

bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi didalamnya. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa sains adalah suatu sistem yang dikembangkan oleh

manusia untuk mengetahui keadaan diri dan lingkungannya. Oleh Carin dan Sund

(1989 dalam T. Sarkim, 1998) mengajukan tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh

suatu sistem dalam sains. Ketiga kriteria tersebut antara lain (1) mampu

menjelaskan fenomena yang telah terjadi atau yang diamati. (2) mampu

memprediksi peristiwa yang akan terjadi. (3) dapat diuji dengan eksperimen

sejenis.

Dalam pengajaran sains, aspek produk tampil dalam bentuk bahan – bahan

pengajaran yang berisi pokok – pokok bahasan, misalkan pokok – pokok bahasan

(22)

pengetahuan yang sudah jadi tanpa penjelasan bagaimana teori atau hukum

tersebut diperoleh.

Sebagai salah satu dari produk sains yaitu fisika terdiri atas berbagai fakta,

konsep, hukum, teori, dan prinsip (Carin dan Sund,1989 dalam Kartika

Budi,1998) yang terorganisasi secara sistematis yang membentuk body of

knowlegde atau conseptual scheme. Fakta adalah sesuatu yang telah atau yang

sedang terjadi yang dapat berupa keadaan, sifat, atau peristiwa, sedangkan konsep

adalah suatu ide yang merupakan generalisasi dari berbagai peristiwa atau

pengalaman khusus (Carin dan Sund,1989 dalam Kartika Budi,1998) yang

dinyatakan dengan istilah atau simbol tertentu yang dapat diterima sesuai dengan

budaya setempat.

Konsep mengacu pada obyek (benda-benda), peristiwa, keadaan, sifat,

kondisi, ciri, dan atribut yang lekat dengan suatu obyek (Bred Ted,1991 dalam

Kartika Budi, 1998;162) yang pada umumnya menjadi obyek kajian dalam proses

pelajaran fisika, penelitian, dan penerapannya untuk berbagai kepentingan. Dalam

fisika dapat disebutkan sederetan panjang konsep seperti cahaya, lembab, getaran,

elektron, kecepatan relatif, waktu paruh, momentum sudut, bilangan kuantum, dan

sebagainya. Seseorang yang membangun pengetahuan atau struktur kognitif,

mencoba menangkap makna dari konsep-konsep yang dipelajarinya dengan

membangun konsepsi, yaitu gambaran dalam pikirannya atau gambaran mental,

yang merupakan jawaban atas pertanyaan; apa sebenarnya konsep itu? Oleh

karena tidak mengherankan bila ada satu konsep yang memiliki beberapa definisi,

(23)

membangun struktur kognitif, yang bergantung pada tingkat pendidikan, aspek

yang diperhatikan, dan peruntukannya. Perbedaan konsepsi itu dapat disebabkan

oleh perbedaan proses pembentukan, tingkat pendidikan, aspek yang ditonjolkan,

sudut pandang, konsep lain yang melatarbelakanginya, atau perbedaan tujuannya.

Perbedaan - perbedaan inilah yang memungkinkan munculnya apa yang disebut

dengan salah konsepsi.

Aspek proses

Yang merupakan aspek proses sains adalah eksperimen yang meliputi

penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang

percobaan, melakuakan pengukuran, menganalisis data dan menarik kesimpulan

(Sund, 1982 dalam Kartia Budi, 1998). Aspek proses juga disebut metode

memperoleh pengetahuan, metode tersebut dikenal dengan metode keilmuan.

Olek beberapa ahli seperti Mouly, Riggs, dan Hormer dan Hunt yang dikutip oleh

T.Sarkim (1998,133) mendefinisikan metode keilmuan sebagai berikut:

Menurut Mouly (1982 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmua adalah

perpaduan antara metode induksi dan metode deduksi, dimana seorang peneliti

mula – mula mengunakan metode induksi dalam menghubungkan pengamatan

dengan hipotesis kemudian secara deduktif hipotesis ini dihubungkan dengan

pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah

melewati berbagai perubahan yang perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui

serangkaian data yang dikumpulkan untuk menguji sah atau tidaknya hipotesis itu

(24)

Menurut Riggs (1992 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmuan adalah

perpaduan antara observational dan theorikal. Hukum – hukum obsevational

ditemukan melalui proses generalisasi induktif dari data yang dapat diukur atau

diindera manusia. Dalam proses induktif ini, data diperoleh dari pengamatan

peneliti yang memiliki pikiran terbuka dan data tersebut harus memenuhi standar

keilmuan. Oleh karena itu, hukum observasional mencerminkan suatu keteraturan

nyata dialam karena faktor subyektif dilepaskan. Hukum teoritis mengaku kepada

besaran – besaran dan proses – proses yang tidak dapat diobsevasi, hukum teoritis

tidak memiliki basis empiris seperti halnya hukum obsevational. Sebagai

konsekuensinya, hukum teoritis dapat berubah dari waktu ke waktu apabila

diketemukan bukti baru yang tidak dapat dijelaskan dengan teori yang ada.

Menurut Horner dan Hunt (1982 dalam T.Sarkim, 1998) metode keilmuan

adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Sebaga perpaduan dari

rasionalisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pikiran

dan empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui

pengalaman, metode keilmuan ini memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat

dijabarkan dalam enam langkah : (1) sadar akan adanya masalah dan perumusan

masalah. (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan. (3) penyusunan

atau klarisikasi data. (4) perumusan hipotesis. (5) deduksi dan hipotesis. Dan (6)

tes dan pengujian kebenaran hipotesis. Pada tahap tersebut terdapat aktifitas –

aktifitas yang dilakukan peneliti, diantaranya melakukan observasi, mengukur,

(25)

hipotesis, melakuakan eksperimen, menganalisis data, membuat laporan penelitian

dan menkomunikasikan hasil penelitian.

Dalam pengajaran sains, aspek proses ini muncul dalam bentuk kegiatan

belajar mengajar, ada tidaknya aspek proses didalam pengajaran sains sangat

bergantung pada guru. Suatu teori yang tertulis dalam buku pelajaran fisika,

misalnya dapat diajarkan begitu saja seperti yang tertulis dalam buku itu. Namun,

dapat pula diajarkan dengan membawa persoalannya secara kongkret. Kemudaia,

para siswa dibimbing melakukan berbagai aktifitas, baik fisik maupun mental

sampai akhirnya merumuskan kembali teori yang sudah tertulis dalam buku itu.

Aspek sikap

Menurut T.Sarkim (1998,134) aspek sikap adalah sebagai keyakinan, opini

dan nilai – nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuan khususnya mencari

atau mengembangkan pengetahuan baru diantaranya tanggung jawab, rasa ingin

tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Sikap dapat

diklarifikasikan didalam dua kelompok besar yaitu seperangkat sikap yang bila

diikuti akan membantu proses pemecahan masalah dan seperangkat sikap yang

menekan sikap tertentu terhadap sains sebagai suatu cara memandang dunia serta

dapat berguna bagi pengembangan karir dimasa depan (Dawson,1995 dalam

T.Sarkim, 1998)

Termasuk didalam kelompok pertama adalah : (1) kesadaran akan

perlunya bukti ketika mengemukakan suatu pernyataan; (2) kemauan untuk

mempertimbangkan interpretasi atau pandangan lain; (3) kemauan untuk

(26)

keterbatasan dalam penemuan keilmuan. Sedangkan sikap – sikap yang termasuk

ke dalam kelompok kedua adalah ; (1) rasa ingin tahu terhadap dunia fisik dan

biologis serta cara kerjanya; (2) pengakuan bahwa sains dapat membantu

memecahkan masalah – masalah individu dan global; (3) memiliki rasa

antusiasme untuk menguasai pengetahuan dan metode sains; (4) pengakuan

pentingnya pemahaman keilmuan dalam dunia masa kini; (5) pengakuan bahwa

sains adalah aktifitas manusia; (6) pemahaman hubungan antara sains dan bentuk

aktifitas manusia lainnya.

Sikap – sikap tersebut secara jelas berhubungan deangan sains dan sangat

potensial dikembangkan dalam pengajaran sains. Akan tetapi, masih terdapat

sikap – sikap positif yang lebih umum dan dapat didukung perkembangannya oleh

guru sains, misalnya rasa tanggung jawab, kemauan bekerja sama, tekun, toleran,

jujur, dan memiliki rasa percaya diri. Dalam pengajaran sains, aspek sikap hanya

dapat terlibat apabila guru secara sadar dan terus – menerus memperhatikan,

mengarahkan, menegur, dan menunjukkan sikap – sikap para muridnya.

Oleh karena itu, didalam membicarakan sains maka akan tergambar dalam

pikiran minimal adalah produk, proses, sikap (Carin dan Sund, 1989 dalam kartika

Budi, 1998). Dengan kata lain, bahwa sains dapat dipandang sebagai kesatuan dari

proses, sikap dan hasil. Seperti telah diuraikan diatas, pandangan tersebut bila

konsekuen akan melatar - belakangi guru pada pilihan strategi pembelajaran.

Sehingga dapat digambarkan seperti pada skema sebagai berikut (Kartika

(27)

Proses sains

Skema tersebut menjelaskan bahwa proses sains yang dilandasi sikap sains

seperti perasaan ingin tau, disiplin, dan tanggung jawab akan memperoleh hasil

sains. Hasil sains yang didukung oleh sikap, misalnya menyadari keterbatasan

dalam penemuan keilmuan akan mendorong proses sains dan hasil sains yang

diperlukan dalam proses sains berikutnya untuk menghasilkan produk sains yang

baru.

2. Sikap

Menurut Mar’at (1981, 9) sikap merupakan produk dari proses sosialisasi

di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang di terimanya. Jika sikap

terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk

berinteraksi orang tersebut terhadap obyek. Dalam ilmu Psikologi Sosial, lima

puluh terakhir studi mengenai sikap banyak banyak sekali diteliti, dari mulai teori,

konstruksi, konsep sampai dengan pengukurannya.

Menurut Newcomb dalam Mar’at (1981:11) sikap merupakan suatu

(28)

pola yang lebih luas. Hal ini dapat pada bagan sebagai berikut: hubungan antara

nilai, sikap, motif dan dorongan ( Newcomb, 1978 dalam Mar’at,1981).

NILAI Sasaran / tujuan yang bernilai terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisasi

SIKAP Kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivasi

MOTIVASI Kesiapan ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku bermotivasi

DORONGAN Keadaan organisme yang menginisasikan kecenderungan ke arah aktifitas umum

Gambar 2

Hubungan antara nilai, sikap, motivasi dan dorongan

Bagan gambar 2 melukiskan perkembangan seleksi dan degenerasi tingkah

laku individu yang berpangkal pada ‘drives‘ dan akhirnya mencapai puncak pada

‘values‘. Nilai pada gambar 2 inilah yang menunjukkan konsistensi organisasi

tingkah laku individu. Pada gambar 3 menjelaskan bahwa, Definisi sikap yang

dirumuskan sebagian besar ahli mencantumkan kata “ pre-disposition“ atau “

tendency “ yang berarti adanya kecenderungan, kesediaan dapat diramalkan

tingkah laku apa yang dapat terjadi jika diketahui sikapnya. Tindakan yang

diawali melalui proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk

menerima stimulus adalah melalui alat indera seperti : penglihatan, pendengaran,

(29)

psikofisik seperti kebutuhan, motif, perasaan, perhatian dan pengambilan

keputusan. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan suatu

sikap yang akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakkan yang bersifat terbuka,

Hal inilah yang disebut sebagai tingkah laku. Jelaslah bahwa sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi berupa “pre-disposisi”

tingkah laku.

Proses rangsang

Sikap (tertutup) Rangsang

stimulus

Reaksi tingkah laku

Garis arah / kecenderungan dari sikap

Garis tanpa proses seperti refleks

Gambar 3

Sikap merupakan ‘pre-disposisi’ tingkah laku

Jadi dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek

tertentu. menurut Bimo Walgito (1978, 110) Sikap memiliki tiga komponen sikap:

1. Komponen Kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal yang

(30)

2. Komponen Afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.

Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang

merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu

positif atau negatif.

3. Komponen Konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang

berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu obyek.

Komponen ini ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar

kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek.

Dalam menjelaskan konteks sikap, perlu dibedakan terlebih dahulu fungsi

sikap dan kejadian. Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi

evaluasi yang berasal dari komponen afeksi. Sedangkan kejadiannya tidak di

ikutsertakan dengan evaluasi emosional. Oleh karena itu, sikap adalah relatife

konstan dan agak sukar berubah, jika ada perubahan sikap berarti adanya suatu

tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap

melalui proses tertentu. Selanjutnya sikap dapat dikatakan bahwa sikap

merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan. Namun

disamping itu sikap memiliki evaluasi negatif maupun positif yang bersikap

emosional yang disebabkan oleh komponon afeksi. Semua hal ini dengan

sendirinya berhubungan dengan objek atau masalah yang disebut ‘ the attitude

object’. Sikap diartikan derajat atau tingkat kesesuaian seseorang terhadap objek

tertentu. Objek sikap (Edwards ,1969 dalam Mar’at,1981) disebut ‘psychological

(31)

Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap suatu

objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen

kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan

tentang objek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang

dirasakan (senang / tidak senang) terhadap objek. Dan komponen konasi akan

menjawab pertanyaan bagaimana kesiapan atau kesediaan untuk bertindak

terhadap objek (Shaver1978 dalam Mar’at,1981). Ketiga komponen tersebut tidak

berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu sistem

kognitif. Hal ini berarti bahwa apa yang dipikirkan seseorang tidak akan lepas dari

perasaannya. Masing – masing komponen tidak dapat berdiri sendiri, namun

merupakan interaksi komponen – komponen tersebut secara kompleks. Aspek

kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima

menentukan perasaan dan kemauan berbuat. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa pendekatan yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan kognitif.

Berdasarkan pendekatan ini setiap orang akan berusaha mencari keseimbangan

dalam bidang kognisinya dan terbentuk sikap yang bersangkutan. Apabila terjadi

ketidakseimbangan, individu akan berusaha mengubahnya sehingga terjadi

(32)

faktor

Proses terbentuknya sikap seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 sikap

yang ada pada seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (kepribadian) yaitu

faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat

berwujud masyarakat, hambatan atau pendorong yang ada dalam masyarakat.

Semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang. Reaksi

yang dapat diberikan individu terhadap obyek sikap dapat bersifat positif tetapi

juga dapat bersifat negatif.

3. Persepsi.

Istilah persepsi digunakan untuk mengetahui bagaimana prosesnya

mengetahui sesuatu dari sekitar dengan menggunakan alat – alat indera dan untuk

dapat mengetahui obyek diluar, harus dengan pengamatan yang baik (Dakir, 1967:

67). Hal ini sesuai dengan pendapat Bimo Walgito (1994, 53) yang mengatakan

bahwa persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu

merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat

(33)

Menurut Moskowitz dan Orgel dalam Bimo Walgito (1994), persepsi

merupakan suatu proses seseorang merespon stimulus yang diterimanya dengan

mengintepretasikan banyak hal yang ada dalam dirinya seperti perasaan,

pengalaman, kerangka berpikir, kerangka acuan dan berbagai aspek lainnya yang

ada dalam diri sehingga dapat mempengaruhi dalam mempersepsikan suatu

stimulus tersebut.

Berdasarkan pendapat diatas, kiranya dapat disimpulkan bahwa persepsi

merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima

oleh individu yang menyangkut aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif

yang dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala

sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan mempengaruhi tindakan, pemikiran,

serta sikap dari individu. Dengan demikian, persepsi seseorang dapat dilihat dari

pernyataan dan tindakannya.

Kalau penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu mencoba untuk

meneliti persepsi siswa tentang pelajaran fisika disekolahnya, maka yang

dimaksud adalah tentang pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala

sejauh yang ditangkap oleh para siswa – siswa kelas XI IPA terhadap pelajaran

fisika di sekolahnya.

3.1. Faktor – faktor Persepsi.

Oleh Bimo Walgito (1994: 54) Faktor – faktor yang mempengaruhi

individu dalam mempersepsi antara lain :

1. Internal (keadaan individu). Keadaan individu yang dapat

(34)

dan psikologis individu. Bila sistem fisiologis terganggu maka akan

berpengaruh dalam persepsi seseorang, sedangkan psikologis antara

lain : pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan,

motivasi, akan berpengaruh pada seseorang melakukan persepsi.

2. Eksternal (objek itu sendiri dan lingkungan). Agar obyek dapat

dipersepsi, maka obyek harus cukup kuat. Hal ini bertujuan untuk

mencapai ketepatan persepsi, bila obyek bukan suatu fisik maka

ketepatan persepsi lebih terletak pada individu yang mengadakan

persepsi. Sedangkan lingkungan atau situasi melatar belakangi obyek

persepsi.

Obyek dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor

internal saling berinteraksi dalam individu mengdakan persepsi.

Pada gambar 5 menjelaskan bahwa obyek sikap akan dipersepsikan oleh

individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh

individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan

dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala, faktor

pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur

terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan

arti terhadap obyek sikap dan hasil proses persepsi ini merupakan pendapat atau

keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi.

Afeksi akan mengiringi hasil kognisi objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang

dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi

(35)

kesiapan untuk bertindak, kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan

memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang

bersangkutan.

Proses belajar Cakrawala Pengalaman pengetahuan

Persepsi

3.2. Pembentukan Persepsi Siswa Tentang Pelajaran Fisika.

Mata pelajaran fisika yang identik dengan IPA menimbulkan pandangan

yang berbeda pada setiap siswa yang melihat pelajaran fisika tersebut. Pandangan

subyektif siswa atau persepsi yang muncul pada diri tiap – tiap siswa lebih

merupakan suatu proses pengorganisasian dan penginterpretasian yang diterima

oleh panca indera atau kesan sensoris. Proses persepsi diawali dengan

penginderaan seseorang terhadap stimulus yang diterimanya melalui alat reseptor

kemudian stimulus tersebut diteruskan kepusat susunan saraf dan terjadi proses

(36)

Pengamatan masing – masing siswa memiliki perbedaan antara satu dan

yang lainnya, meskipun mereka dihadapkan pada stimulus yang sama. Dalam

mempersepsikan suatu pelajaran, pada umumnya bukan hanya ada satu stimulus

saja yang membangun suatu persepsi pada diri siswa. Stimulus yang ada, dapat

berasal dari dalam diri itu sendiri berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses

belajar, cakrawalanya namun ada juga stimulus yang berasal dari luar yang

dimunculkan oleh lingkungan sekitarnya. Maka kemungkinan hasil persepsi dari

tiap – tiap siswa berbeda satu dengan yang lainnya. Persepsi siswa terhadap

pelajaran fisika dapat diartikan sebagai suatu pandangan siswa terhadap pelajaran

fisika yang melibatkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang

telah diorganisasikan dalam diri siswa.

Sedang bentuk persepsi merupakan pandangan yang berdasarkan penilaian

terhadap suatu obyek yang terjadi, kapan saja, dimana saja, jika stimulus

mempengaruhinya. Persepsi yang meliputi proses kognitif mencakup proses

penapsiran obyek, tanda dan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam

menerima suatu stimulus kemampuan individu sangatlah terbatas, sehingga

individu tidak mampu memproses seluruh stimulus yang diterimanya. Artinya

meskipun sering disadari, stimulus yang akan dipersepsi selalu dipilih stimulus

yang mempunyai relevansi dan bermakna baginya. Dengan demikian dapat

diketahui ada 4 bentuk sifat persepsi yaitu:

(37)

Pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana

subyek memberi tanggapan cenderung menerima obyek yang

ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.

2. Persepsi Semi Positif.

Persepsi ini muncul lebih disebabkan faktor lingkungan atau sebagai apa

individu tersebut saat memberikan persepsi. Dalam persepsi ini sering

kali individu kurang memahami posisinya sehingga yang muncul hanya

prasangka – prasangka yang lebih cenderung ke hal positif.

3. Persepsi Semi Negatif.

Persepsi ini muncul lebih disebabkan faktor lingkungan atau sebagai apa

individu tersebut saat memberikan persepsi. Dalam persepsi ini sering

kali individu kurang memahami posisinya sehingga yang muncul hanya

prasangka – prasangka yang lebih cenderung ke hal negatif.

4. Persepsi Negatif.

Pandangan terhadap suatu obyek dan menuju pada suatu keadaan dimana

subyek memberi tanggapan cenderung menolak obyek yang

ditangkapnya sesuai dengan pribadinya.

3.3. Persepsi Siswa Terhadap Pelajaran Fisika.

Penulis mencoba memaparkan persepsi siswa terhadap pelajaran fisika di

sekolahnya. Seorang siswa merupakan individu yang identik dengan mata

pelajaran. Sebagai individu, seorang siswa diharapkan mampu mempelajari dan

memahami semua mata pelajaran sesuai dengan perannya sebagai seorang siswa

(38)

Keberadaan siswa dalam upaya mempelajari dan memahami mata

pelajaran memberikan fenomena tersendiri didalam kehidupan sehari – hari. Para

siswa melakukan banyak hal untuk dapat mempelajari dan memahami setiap mata

pelajaran. Hal ini dilakukan para siswa untuk masa depan mereka dan supaya

dapat diterima didalam kehidupan bermasyarakat.

Keinginan setiap siswa untuk dapat mempelajari dan memahami setiap

mata pelajaran, menyebabkan banyak siswa melakukan berbagai macam cara

untuk dapat mempelajari dan memahami mata pelajaran khususnya fisika sesuai

dengan kriteria yang ada didalam sekolah dan hal yang tak kalah pentingnya

keberadaan siswa di masyarakat tentunya memiliki penilaian tersendiri dari

lingkungan masyarakat. Didalam masyarakat seorang siswa diharapkan dapat

mencerminkan setiap tindakan, sikap dan perilakunya selayaknya siswa pada

umumnya.

Siswa memiliki persepsi tentang pelajaran fisika di sekolahnya

berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami

dan dimiliki. Ada siswa yang beranggapan bahwa pelajaran fisika yang terpenting

adalah proses mempelajarinya. Sebab dengan proses mempelajari fisika dengan

benar maka didalam memahami fisika akan lebih mudah dari perkiraan.

Berdasarkan pengetahuan, pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami

dan dimiliki beberapa siswa lebih mengutamakan proses mempelajarinya untuk

memahami pelajaran fisika.

Namun demikian, ada pula siswa yang beranggapan bahwa peajaran fisika

(39)

akan lebih mudah untuk belajar semua mata pelajaran. Berdasarkan pengetahuan,

pengalaman, proses belajar, cakrawala yang dialami dan dimiliki beberapa siswa

memberikan bobot yang sama dalam mempelajari mata pelajaran.

Berdasarkan fenomena ini, penulis tertarik untuk melihat bagaimanakah

sebenarnya persepsi siswa terhadap pelajaran fisika di sekolahnya. Yaitu

bagaimana siswa mengartikan dan memandang pelajaran fisika khususnya pada

siswa kelas XI IPA.

C. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yamg diteliti

adalah Bagaimana persepsi siswa kelas XI IPA tentang pelajaran fisika di

sekolahanya?.

D. Tujuan Penelitian.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa

kelas XI IPA terhadap pelajaran fisika sekarang ini.

E. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Para siswa.

Agar mereka mampu melihat kembali apakah persepsi yang ada dalam

(40)

tidak menjadi penghambat dalam belajar fisika dengan baik dan benar

sehingga dapat berhasil secara optimal.

2. Masyarakat umum.

Agar mereka dapat semakin memahami pelajaran fisika yang tidak

terlepas dari kehidupan atau peristiwa sehari – hari. Dengan melihat

persepsi yang berkembang didalam masyarakat khususnya siswa,

diharapkan masyarakat umum mampu bercermin dan lebih bijaksana

dalam menyikapi pelajaran fisika.

3. Pengajar atau Guru fisika.

Agar mereka dapat mengetahui gambaran yang jelas mengenai

persepsi siswanya terhadap pelajaran fisika, sehingga dengan

mengetahui gambaran tersebut pengajar dapat merubah cara mengajar

mereka yang selama ini digunakan di kelas.

4. Penulis.

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

persepsi siswa tentang pelajaran fisika. Selain itu, penulis juga dapat

menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama menempuh studi di

perguruan tinggi yang kiranya dapat bermanfaat bagi kehidupan

bermasyarakat maupun dalam bekerja yang sesuai dengan studi yang

(41)

A . Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu

sebuah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap suatu

obyek yang diteliti secara jelas, cermat, sistematis, dan akurat melalui data sampel

dan populasi sebagaimana adanya dengan melakukan analisis dan membuat

kesimpulan secara umum ( Sugiyono,1999; Suryabrata,1983). Penelitian ini

dimaksudkan untuk mendeskripsikan persepsi siswa kelas XI IPA SMA BOPKRI

I Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengujikan memberikan

kuesioner berhubungan dengan konsep fisika. Dari hasil analisis kuesioner yang

diujikan akan diketahui persepsi partisipan. Untuk mengetahui lebih lanjut

persepsi partisipan akan dilakukan wawancara pada partisipan.

B. Desain Penelitian.

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah survey,

yaitu model penelitian dengan menggunakan sampel untuk melihat secara

langsung ide atau pikiran orang secara alami. Metode ini tidak memerlukan

pengujian hipotesis, penjelasan tentang adanya hubungan, membuat ramalan atau

mendapatkan makna dan implikasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jawaban responden sebagai sampel penelitian terhadap seperangkat

(42)

Penelitian ini dimulai dengan memberikan kuesioner pada partisipan.

Kuesioner berupa pernyataan yang bertujuan untuk mengetahui persepsi para

siswa terhadap pelajaran fisika. Berdasarkan kuesioner yang diberikan,

diharapkan partisipan menjawab sesuai dengan persepsi mereka terhadap

pelajaran fisika. Kemudian peneliti mengolah jawaban yang diberikan partisipan

untuk memperoleh data yang diinginkan. Dari data yang diperoleh, dapat

diketahui persepsi partisipan tentang pelajaran fisika.

Untuk mengungkap permasalahan-permasalahan serta membuktikan adanya

konsepsi yang dialami partisipan akan dilakukan wawancara. Pemilihan partisipan

untuk wawancara adalah semua siswa yang telah mengikuti atau menjawab

kuesioner tadi. Wawancara yang dilakukan peneliti dengan partisipan

dilaksanakan pada jam pelajaran Fisika dan diluar jam sekolah.

C. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2008 di SMA

BOPKRI I Yogyakarta.

D. Partisipan.

Partisipan penelitian dipilih siswa kelas XI IPA. Dalam penelitian ini dipilih

siswa kelas XI IPA karena mereka sudah mendapat pelajaran fisika sejak di SMP

dan kelas XI IPA telah dikelompokkan berdasarkan jurusannya. Sehingga secara

umum siswa kelas XI IPA diharapkan lebih memahami Fisika daripada siswa

(43)

E. Obyek dan Subyek Penelitian. 1. Obyek Penelitian.

Obyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti. Dalam penelitian ini

obyeknya adalah persepsi siswa terhadap pelajaran fisika disekolahnya.

2. Subyek Penelitian.

Subyek penelitian adalah pihak atau lembaga yang memberikan informasi,

yang dalam penelitian ini adalah seluruh siswa XI IPA.

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut dalam penelitian yang akan

dipelajari dan ditarik suatu kesimpulan ( Sugiyono,1999). Variabel penelitian ini

adalah persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika.

G. Instrumen Penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen, yaitu:

1. Kuesioner

Pernyataan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah beberapa soal

kuesioner. Dalam penelitian ini, kuesiner tersebut disusun berdasarkan faktor –

faktor atau pengaruh dari persepsi. Semua kuesiner tersebut diharapkan bisa

dikerjakan oleh partisipan dalam waktu kurang dari 45 menit. Rincian faktor atau

pengaruh pada setiap masalah yang akan diteliti atau tidaknya dalam setiap

(44)

Tabel 1. pernyataan koesioner

No Faktor pengaruh Komponen Pernyataan no

* Ingin tahu 2, 11, 21, 40

* Berusaha 5, 15, 35

1 Proses Belajar

* Mandiri 18, 26, 30

2 Pengalaman 3, 6, 9,14,17,22,25,32,34,37

3 Pengetahuan * Konsep 1, 8, 12, 16,19,23,27,29,33,39

4 Cakrawala *Perbandingan

antar mata pelajaran.

4, 7, 10,13,20,24,28,31,36,38

Kuesioner berisi pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif

mengandung makna bahwa pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi

yang diharapkan atau seharusnya dialami dalam pelajaran fisika. Pernyataan

positif diberikan skor sebagai berikut:

1. Sangat Setuju ( SS ) skor : 4 ( Empat ).

2. Setuju ( S ) skor : 3 ( Tiga )

3. Tidak Setuju ( TS ) skor : 2 ( Dua )

4. Sangat Tidak Setuju ( STS) skor : 1 ( Satu )

Pernyataa negatif mengandung makna bahwa pernyataan tersebut tidak

sesuai dengan kondisi dan situasi yang diharapkan atau seharusnya dialami dalam

pelajaran fisika. Pernyataan negatif diberikan skor sebagai berikut:

1. Sangat Setuju ( SS ) skor : 1 ( Satu )

2. Setuju ( S ) skor : 2 ( Dua )

3. Tidak Setuju ( TS ) skor : 3 ( Tiga )

(45)

Skor itu dibuat hanya untuk memudahkan analisis dan penarikan

kesimpulan.

2. Validitas instrumen

Validitas kuesioner dicapai melalui uji coba kuesioner. Uji coba soal

kuesioner diberikan kepada siswa kelas XII IPA. Uji coba kuesioner ini dilakukan

untuk mengetahui apakah partisipan memahami kuesioner yang ada dan untuk

mendapatkan saran ataupun kritik dari guru bidang studi dan dosen pembimbing

tentang kuesioner yang digunakan.

Uji kuesioner dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2008 pada siswa kelas XII

IPA SMA BOPKRI I dengan jumlah partisipan 38 siswa. Setelah dilakukan uji

coba dengan jumlah kuesioner yaitu 40 dan 1 pernyataan, perubahan kuesioner

dilakukan pada pernyataan nomor 3, 4, 9, 30 dan 38. Pada awalnya pernyataan

nomor tersebut adalah sebagai berikut:

3. Belajar fisika mengubah pandangan saya dalam memahami peristiwa yang

berhubungan fisika.

4. Dengan mengunakan model ( ceramah, demontrasi, praktikum,dll ) variasi

dalam pengajaran disekolah, membuat saya menjadi lebih aktif dalam

mengikuti setiap pelajaran.

9. Lewat percobaan dilaboratorium, saya dilatih untuk bertukar informasi

pengetahuan yang didapat dari percobaan dan menghargai apapun yang

(46)

30. Tidak cukup hanya menggantungkan penjelasan dari guru saja, melainkan

saya perlu untuk berusaha menambah pemahaman saya dengan mencari bahan

– bahan dari buku lain untuk menunjang pokok bahasan yang saya pelajari.

38. Dengan belajar semua mata pelajaran, saya mendapatkan tidak bekal atau

pegangan untuk menjalani kehidupan sehari – hari maupun dimasa depan.

Pernyataan tambahan

Menurut anda bagaimana selama ini pelajaran fisika disekolah?

Perubahan soal setelah dilakukan uji coba adalah sebagai berikut:

3. Belajar fisika mengubah pandangan saya dalam memahami peristiwa alam yang

berhubungan fisika menjadi lebih aktif.

4. Pengunakan model pembelajaran( ceramah, demontrasi, praktikum,dll ) yang

ber variasi dalam pengajaran disekolah, membuat saya menjadi lebih aktif

dalam mengikuti setiap pelajaran.

9. Melalui percobaan di laboratorium, saya dilatih untuk bertukar informasi

pengetahuan yang didapat dari percobaan dan menghargai apapun yang

dihasilkan teman saya.

30.Untuk memahami penjelasan dari guru, saya perlu untuk berusaha menambah

pemahaman saya dengan mencari bahan – bahan dari buku lain untuk

menunjang pokok bahasan yang saya pelajari.

38. Dengan mempelajari semua mata pelajaran, saya mendapatkan bekal atau

pegangan untuk menjalani kehidupan sehari – hari maupun dimasa depan.

Pernyataan tambahan

(47)

3. Wawancara.

Wawancara dilakukan pada partisipan-partisipan yang merupakan perwakilan

dari kelas masing - masing. Masing-masing partisipan diwawancarai secara

individu dalam waktu yang berbeda. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan

untuk wawancara disusun berdasarkan uraian yang tidak dipahami oleh

masing-masing partisipan dan belum dilampirkan pertanyaan dalam wawancara.

Wawancara dilakukan untuk mengungkap permasalahan-permasalahan serta

untuk membuktikan adanya persepsi yang dialami oleh partisipan dalam

memahami pelajaran fisika disekolahnya.

H. Metode Pengumpulan Data.

Dalam penelitian ini pengumpulan data mengunakan beberapa cara, yaitu:

1. Kuesioner.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pernyataan

tentang fisika berdasarkan faktor pengaruh dari persepsi seseorang. Dalam

pernyataan menuntut kemampuan partisipan dalam hal mengekpresikan

gagasannya melalui bahasa tulisan. Pernyataan yang digunakan mempunyai

tujuan untuk:

a. Mengungkapkan pandangan partisipan terhadap suatu masalah.

b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam.

c. Mengembangkan daya analisis partisipan dalam melihat suatu persoalan dari

(48)

Dalam penelitian ini pernyataan yang diberikan kepada partisipan bertujuan

untuk mengukur tingkat pemahaman partisipan terhadap fisika. Dari pernyataan

tersebut dapat diketahui persepsi yang dibawa oleh partisipan. Setelah ditemukan

persepsinya, beberapa partisipan dapat diwawancarai untuk lebih mendalami dan

mengapa mereka memiliki pemahaman fisika seperti itu. Dari wawancara itulah

akan terlihat dari mana persepsi itu dibawa.

2. Wawancara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, kita dapat menduga adanya

persepsi yang dialami partisipan tentang pelajaran fisika. Wawancara digunakan

untuk mengungkap permasalahan-permasalahan dan digunakan untuk

membuktikan adanya persepsi yang dialami oleh partisipan. Wawancara

dilakukan pada partisipan yang merupakan perwakilan dari masing – masing

kelas, masing – masing kelas berjumlah 3 siswa sehingga jumlah total yang di

wawancarai berjumlah 12 siswa dan dilakukan dengan cara bertanya langsung

kepada partisipan. Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk

mendukung data yang telah diperoleh dengan kuesioner.

I. Metode Analisis Data.

Peneletian ini akan mengunakan metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif

bertujuan untuk untuk memberikan suatu gambaran deskripsi tentang subyek

penelitian berdasarkan dari subyek yang diteliti sesuai dengan variabel

penelitiannya. Analisis deskriptif ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu

(49)

1. Analisis hasil kuesioner .

Analisa data pada penelitian ini didasarkan pada jawaban subyek. Dalam

setiap pertanyaan setiap subyek diminta memilih salah satu alternatif jawaban dari

empat alternatif jawaban yang ada. Dari seluruh pertanyaan yang ada akan

dilakukan perhitungan pada setiap alternatif jawaban, berdasarkan banyaknya

subyek yang memilih salah satu jawaban tersebut. Banyaknya jumlah subyek yang

memilih salah satu alternatif jawaban akan dihitung dalam bentuk persen. Hasil

presentasi tertinggi menunjukan bahwa alternatif jawaban tersebut mewakili

kesimpulan jawaban dari suatu pertanyaan dari salah satu faktor persepsi dan

mencerminkan kecenderungan persepsi pada faktor tertentu. Dari semua

pertanyaan akan dikumpulkan semua alternatif jawaban yang memiliki presentasi

tertinggi kemudian akan dibuat suatu kesimpulan umum tentang persepsi siswa

terhadap fisika.

Jawaban masing – masing pernyataan selanjutnya diubah dalam skor sesuai

dengan kriteria didepan. Kemudian skor total didapatkan, maka dicari prosentase

untuk setiap masing – masing faktor atau pengaruh dari persepsi. Penafsiran

prosentase setiap faktor dalam analisis adalah sebagai berikut

Tabel .2 . prosentase sekaligus hasil analisis masing – masing faktor.

No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi

≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif

26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif

51 - 75 Aktif Semi Positif

1 Proses

Belajar

(50)

No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi

≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif

26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif

51 - 75 Aktif Semi Positif

1 Pengalaman

76-100 Sangat aktif Positif

No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi

≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif

26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif

51 - 75 Aktif Semi Positif

1 Pengalaman

76-100 Sangat aktif Positif

No Faktor Prosentase Analisis Sifat Persepsi

≤ 25 Sangat tidak aktif Negatif

26 – 50 Tidak aktif Semi Negatif

51 - 75 Aktif Semi Positif

1 Pengalaman

76-100 Sangat aktif Positif

Dari seluruh hasil presentasi tertinggi yang telah didapat, akan dibuat suatu

kesimpulan umum dengan cara mendeskripsikan masing – masing alternatif

jawaban dengan presentasi tertinggi pada tiap – tiap faktor / pengaruh sebagai

gambaran persepsi siswa tentang fisika. Untuk memperjelas arti presentasi diatas

diberi contoh sebagai berikut:

Untuk faktor proses belajar bila besar prosentase yang diperoleh 63.33 %

(51)

Hal ini berarti bahwa siswa rajin didalam belajar fisika dan persepsi yang

ditimbulkan cenderung semi positif.

2. Analisis Hasil Wawancara

Untuk mengungkap persepsi partisipan tentang fisika akan dilakukan

wawancara. Sehingga wawancara dilakukan pada partisipan yang merupakan

perwakilan dari kelas masing – masing.

Wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada partisipan..

Masing-masing partisipan diwawancarai secara individu dalam waktu yang

berbeda. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti merancang

pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan yang

digunakan disusun berdasarkan pernyataan yang tidak dipahami oleh

masing-masing partisipan. Semua partisipan yang dipilih untuk wawancara, memiliki

kesulitan-kesulitan dalam memahami pernyataan yang berbeda. Sehingga

rancangan pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti pada masing-masing partisipan

tidak sama.

Wawancara dilaksanakan pada jam – jam diluar pelajaran Fisika yang ada

dalam sekolah tersebut. Dalam kegiatan wawancara antara peneliti dan partisipan,

peneliti mencatat hasil wawancara. Kemudian, Hasil wawancara tersebut

kemudian dianalisis untuk mengungkap persepsi partisipan secara lebih

(52)

A.Pelaksanaan Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan diluar jam pelajaran Fisika pada bulan Agustus

– September 2008 dikelas XI IPA. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan

kuesioner pada partisipan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap pelajaran

Fisika disekolahnya. Dari data kuesioner yang diperoleh, peneliti merancang

pertanyaan – pertanyaan untuk kegiatan wawancara. Berikut ini adalah kegiatan

yang dilakukan selama penelitian.

Uji coba kuesioner : 9 Agustus 2008

Memberikan kuesioner : 20 Agustus – 13 September 2008

Wawancara : 17 September 2008

B. Data, Analisis dan Pembahasan.

Pengambilan data diikuti 82 siswa kelas XI IPA SMA BOPKRI I

YOGYAKARTA. Partisipan diberi waktu 40 menit untuk mengerjakan kuesioner

dan dapat mengerjakan semua pernyataan dalam kuesioner dalam waktu yang

tersedia.

Dari hasil kuesioner dapat diketahui persepsi siswa terhadap pelajaran

Fisika disekolahnya melalui faktor - faktor pengaruh persepsi berdasarkan

analisis jawaban setiap pernyataan yang ada dalam kuesioner. Prosentase jawaban

(53)

skor yang didapatkan kemudian membaginya dengan bobot skor maksimal dan

dikalikan 100%. Berikut adalah contoh perhitungan presentase jumlah bobot skor

pada aspek proses belajar kelas XI IPA 1. Skor maksimal pada aspek tersebut

adalah 800, aspek tersebut memiliki bobot 571. Sehingga dapat dihitung sebagai

berikut:

(tabel 9 hal 65). Analisis difokuskan pada tanggapan yang diperoleh dari

kuesioner dibandingkan dengan hasil wawancara. Tanggapan siswa dalam

kuesioner dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tanggapan siswa dalam kuesioner.

1.Proses belajar.

Secara umum siswa aktif dalam kegiatan atau proses belajar dikelas

(67.06%) dan persepsi yang ditimbulkan cenderung persepsi semi positif. Pada

komponen ingin tahu, siswa didalam belajar Fisika dikelas diberi banyak

kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi (72.04%), hal tersebut bisa

menimbulkan rasa keingintahuan siswa terhadap suatu peristiwa atau alat dapat

Kelas XI

(54)

mulai berkembang (76.84%). Namun, pada saat belajar Fisika siswa tidak diberi

kesempatan untuk mencari sesuatu yang siswa inginkan untuk memahami materi

(71.42%). Maka yang perlu siswa lakukan adalah hanya membaca buku pelajaran, mengerjakan sebagian besar soal – soal dan hanya memperhatikan penjelasan dari

guru dikelas(63.32%). Untuk komponen berusaha, saat belajar Fisika dikelas yang

dilakukan siswa adalah duduk, mencatat dan mendengarkan penjelasan guru

(55.48%) maka sangat memungkinkan bagi siswa untuk mendapatkan nilai yang

baik tanpa berusaha memahami konsep dengan baik (73.86%) akan tetapi, nilai

ulangan tidak memberikan pertolongan yang berarti bagi siswa untuk

memperbaiki pemahamannya tentang materi bahasan yang diujikan (53.94%).

Dalam komponen mandiri, pelajaran Fisika membuat siswa terbebani

karena semakin bertambah materi semakin bertambah pula yang tidak siswa

pahami / tidak mengerti (56.81%). Oleh karena itu, siswa tidak cukup hanya

dengan mengantungkan penjelasan dari guru saja melainkan siswa perlu untuk

berusaha menambah pemahamannya dengan mencari bahan – bahan dari buku

lain untuk menunjang pokok bahasan yang sedang dipelajari atau sedang dibahas

(77.04%).sehingga semakin banyak yang siswa pelajari semakin besar pula semangat siswa untuk mengetahui dan mempelajari Fisika (69.83%)

Dalam wawancara diperoleh bahwa dalam belajar Fisika dikelas, para

siswa diberi banyak kesempatan oleh guru untuk bertanya dan berdiskusi tentang

materi yang sedang dibahas. Buktinya adalah para siswa dituntut untuk lebih aktif

dalam kegiatan belajar mengajar dengan kata lain bahwa kesempatan bagi siswa

(55)

pada diri masing – masing siswa itu sendiri. Model pengajaran yang menurut

siswa agar mereka menjadi lebih dapat memahami pelajaran Fisika adalah model

pengajaran dengan metode variasi, hal ini dikarenakan siswa sudah bosan dengan

model pengajaran yang telah diterapkan. Jadi untuk mempelajari atau memahami

materi siswa bisa belajar melalui suatu peristiwa atau alat peraga, siswa

mengharapkan model pengajaran yang bervariasi dalam kegiatan belajar –

mengajar.

Pada faktor pengaruh dari proses belajar, data dari kuesioner dengan

wawancara ada kaitanya. Hal ini dibuktikan dengan kesempatan yang diberikan

guru untuk bertanya dan berdiskusi terbuka lebar akan tetapi kesempatan itu

digunakan atau tidaknya bergantung dari siswa itu sendiri. Selain itu, model

pengajaran yang membuat siswa agar dapat lebih memahami materi adalah

dengan model pengajaran yang bervariasi karena selama ini siswa sudah bosan

dengan model pengajaran yang telah diterapkan. Dengan model pengajaran yang

telah diterapkan disekolah tersebut, siswa merasa terbebani karena semakin

bertambah materi semakin bertambah pula yang siswa tidak pahami atau tidak

dimengerti siswa sehingga yang perlu siswa lakukan dalam proses belajar

mengajar Fisika adalah duduk, mendengarkan, mencatat penjelasan dari guru dan

mengerjakan soal. Hal itu, menurut siswa sangat memungkinkan untuk

mendapatkan nilai yang baik tanpa berusaha memahami konsep Fisika dengan

baik walaupun nilai ulangan tersebut tidak memberikan pertolongan yang berarti

bagi siswa untuk memperbaiki pemahamannya tentang materi yang diujikan.

(56)

untuk berusaha menambah pemahamannya dengan mencari bahan – bahan dari

buku lain untuk menunjang pokok bahasan yang sedang dipelajari atau sedang

dibahas.

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar

membentuk persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika di sekolahnya dan persepsi

yang terbentuk cenderung ke persepsi semi positif. Hal ini ditunjukan dengan

siswa merasa dalam memahami materi tidak cukup hanya dari penjelasan dari

guru saja melainkan siswa berusaha mencari bahan – bahan dari buku lain untuk

menunjang pokok bahasan yang dipelajari. Selain itu, bila siswa merasa bosan

ataupun jenuh dengan metode yang diajarkan oleh guru maka yang dilakukan oleh

siswa antara lain hanya duduk, mendengarkan, mencatat penjelasan dari guru dan

mengerjakan soal karena dengan strategi tersebut sangat memungkinkan bagi

siswa untuk mendapatkan nilai yang bagus tanpa berusaha memahami konsep

Fisika dengan baik walaupun nilai ulangan tersebut tidak memberikan pertolongan

yang berarti bagi siswa untuk memperbaiki pemahamannya tentang materi yang

sedang diujikan.

2.Pengalaman.

Secara umum pengalaman siswa dapat dikatakan luas (74.78 %) didalam belajar Fisika dan persepsi yang ditimbulkan cenderung persepsi semi positif.

Pemahaman konsep yang baik sangat penting bagi siswa untuk berhasil didalam

belajar Fisika. Oleh karena itu, nilai yang baik tidak cukup bagi siswa pemahaman

(57)

oleh guru dikelas atau yang ada didalam buku pegangan (70.26%). Dalam belajar

Fisika, siswa dapat belajar bagaimana caranya menghargai pendapat teman

(72.84%) dan dibiasakan untuk mampu mendengarkan dan menghargai teman lain berpendapat (35.62%). Melalui percobaan di laboratorium, siswa dilatih untuk

bertukar informasi hasil yang didapatkan dari percobaan dan menghargai apapun

yang dihasilkan kelompok lain (82.81%). Hal utama yang siswa peroleh dari

pelajaran Fisika adalah belajar bagaimana siswa dapat memahami peristiwa atau

kejadian yang berhubungan dengan Fisika (77.35%). Dengan belajar Fisika, siswa mampu menghubungkan materi Fisika dengan apa yang pernah siswa alami dalam

kehidupan sehari – hari (72.27%) sehingga belajar Fisika dapat mengubah pandangan siswa didalam memahami peristiwa yang berhubungan dengan Fisika

menjadi lebih baik (73.75%).

Namun sebenarnya belajar Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi

yang dipelajari tidak mempunyai hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat

dalam kehidupan sehari – hari (70.93%) sehingga pelajaran Fisika tidak membantu siswa untuk bersikap bagaimana menghargai orang lain karena dalam pelajaran

Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya saja (67.67%).

Dari wawancara diperoleh bahwa untuk menghubungkan materi Fisika

dengan apa yang dialami siswa didalam kehidupan sehari – hari, siswa memiliki

pemikiran sendiri – sendiri. Hal ini terlihat bagaimana siswa menerapkan

kemampuannya dalam menjalani kehidupan sehari – harinya, seperti misalnya :

siswa berpendapat bahwa pelajaran Fisika sama dengan pelajaran lain yang hanya

(58)

bersikap bagaimana menghargai orang lain dan ada juga yang berpendapat bahwa

pelajaran Fisika perlu pemahaman lebih dari pelajaran lain dalam mempelajarinya

sehingga membantu siswa untuk bersikap bagaimana menghargai orang lain.

Pada faktor pengalaman dalam mempelajari Fisika data kuesioner dengan

wawancara ada kaitannya. Hal ini dibuktikan dengan : pertama Apa yang dialami

siswa dalam memahami materi Fisika disekolah. Bagi siswa pemahaman konsep

Fisika yang baik sangat penting baginya untuk berhasil didalam belajar fisika

sehingga nilai yang bagus tidak cukup baginya bila pemahaman materinya lemah.

Oleh karena itu, siswa menghabiskan banyak waktu untuk menghitung,

mempelajari dan memahami setiap pokok bahasan yang diberikan guru di kelas

atau yang ada dalam buku pegangan. Dalam belajar Fisika, siswa dilatih untuk

bertukar informasi hasil yang diperoleh melalui percobaan serta dilatih untuk

menghargai apapun yang dihasilkan oleh kelompok lain atau dapat belajar

bagaimana caranya menghargai pendapat teman namun ada juga yang merasa

bahwa siswa tidak dibiasakan untuk mampu mendengarkan dan menghargai

teman lain berpendapat. Selain itu, siswa mampu menghubungkan materi Fisika

dengan apa yang pernah siswa alami dalam kehidupan sehari – hari karena hal

utama yang siswa peroleh dari belajar Fisika adalah belajar bagaimana siswa

dapat memahami peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan Fisika

sehingga dengan belajar Fisika dapat mengubah pandangan siswa didalam

memahami peristiwa yang berhubungan dengan Fisika menjadi lebih baik.

Kedua Apa yang dialami siswa dalam memahami materi Fisika sekolah,

(59)

orang lain karena dalam pelajaran Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya

saja sehingga belajar Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi yang

dipelajari tidak mempunyai hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat dalam

kehidupan sehari – hari.

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengalaman

membentuk persepsi siswa terhadap pelajaran Fisika dikelas dan persepsi yang

terbentuk cenderung ke persepsi semi positif. Hal ini ditunjukan dengan pada saat

belajar Fisika siswa merasa pemahaman konsep Fisika sangat penting bagi siswa

sehingga siswa menghabiskan banyak waktu untuk menghitung, mempelajari dan

memahami setiap pokok bahasan yang diberikan guru di kelas atau yang ada

dalam buku pegangan selain itu siswa melatih diri untuk menghargai pendapat dan

bertukar informasi dengan teman. Dengan begitu, siswa mampu menghubungkan

materi Fisika dengan apa yang pernah siswa alami dalam kehidupan sehari – hari

dan dapat memahami peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan Fisika

sehingga dapat mengubah pandangan siswa didalam memahami peristiwa yang

berhubungan dengan Fisika menjadi lebih baik. Namun demikian, pada faktor

pengalaman ini terbentuk juga persepsi semi negatif dan hal ini ditunjukkan

dengan dalam belajar Fisika siswa merasa tidak dibiasakan untuk mampu

mendengarkan dan menghargai teman lain berpendapat karena siswa merasa

pelajaran Fisika yang ditekankan hanya pengetahuannya saja sehingga belajar

Fisika pada dasarnya tidak perlu, karena materi yang dipelajari tidak mempunyai

hubungan dengan apa yang dialami dan dilihat dalam kehidupan sehari – hari.

Gambar

Gambar 2 Hubungan antara nilai, sikap, motivasi dan dorongan
Gambar 5 Bagan Persepsi
Tabel 1. pernyataan koesioner
Tabel .2 . prosentase sekaligus hasil analisis masing – masing faktor.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan, dikarenakan oleh beberapa hal seperti dapat dilihat dari hasil wawancara

Kabupaten Banggai Kepulauan terbagi dalam 12 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 144 desa/kelurahan , penentuan jumlah desa/kelurahan target area study hanya dilakukan pada

Syarafina Rita Ilahi “Korelasi Kedisiplinan Belajar Siswa Selama Pandemi COVID-19 Terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sapuran

Isolat jamur pelapuk putih dari Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta mengalami pertumbuhan miselium yang bervariasi yaitu terdapat miselium tipis dan tebal

Selanjutnya pada tanggal 9 Oktober 2013, dikeluarkan Permentan nomor : 102/Permentan/OT.140/10/2013 tentang organisasi dan tata kerja Balai Besar Pelatihan

Bismillahirrohmaanirrohiim dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dan

a. Pembelajran ini merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran ini dianggap jauh

Komoditas ubi jalar orange sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional berdasarkan kandungan