• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot Utilissima P.) Dengan Metode Kering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Pati Sitrat Dari Pati Singkong (Manihot Utilissima P.) Dengan Metode Kering"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2. Gambar tanaman singkong (Manihot utilissima P.)

Tanaman Singkong Umbi Singkong

(3)

Lampiran 3. Flowsheet isolasi pati singkong

Dikupas kulit umbi Dicuci sampai bersih

Ditimbang berat umbi

Diparut

Ditambahkan air suling sampai terlihat seperti bubur

Diperas dengan menggunakan kain blacu berwarna putih

Direndam selama lebih kurang 24 jam Dibuang cairan atas

Dilakukan pencucian secara berulang-ulang

Dikeringkan dibawah sinar matahari

Dikeringkan massa lembab dikeringkan dilemari

pengering pada suhu 40-50oC selama lebih kurang ±72 jam.

Umbi singkong

Residu

Filtrat

Pati putih

(4)
(5)

Lampiran 5. Flowsheet pembuatan pati sitrat

PATI SITRAT I

Dicampurkan dengan 100 g asam sitrat Ditambahkan sedikit air

Digerus hingga menjadi campuran yang lembab Dimasukkan ke dalam oven

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam Disesuaikan pada suhu 135-160oC selama 2 jam

Dikeluarkan dari oven

Diaduk dalam air selama 10 menit Disaring, dicuci

Dikeringkan selama 1 malam di lemari pengering

PATI SITRAT II

Dicampurkan dengan 200 g asam sitrat Ditambahkan sedikit air

Digerus hingga menjadi campuran yang lembab Dimasukkan ke dalam oven

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam Disesuaikan pada suhu 135-160oC selama 2 jam

Dikeluarkan dari oven

Diaduk dalam air selama 10 menit Disaring, dicuci

Dikeringkan selama 1 malam di lemari pengering

100 g pati singkong

Pati Sitrat I

(6)

Lampiran 5. (Lanjutan)

PATI SITRAT III

Dicampurkan dengan 300 g asam sitrat Ditambahkan sedikit air

Digerus hingga menjadi campuran yang lembab Dimasukkan ke dalam oven

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam Disesuaikan pada suhu 135-160oC selama 2 jam

Dikeluarkan dari oven

Diaduk dalam air selama 10 menit Disaring, dicuci

Dikeringkan selama 1 malam di lemari pengering

100 g pati singkong

(7)

Lampiran 6. Hasil pengayakan pada mesh ukuran 100, 40 dan 20

Distribusi ukuran partikel pati sitrat I

Distribusi ukuran partikel pati sitrat II

(8)
(9)

Lampiran 7. (Lanjutan)

PATI SITRAT III

Ukuran partikel pati mesh 20 = 100% gram

103,27 gram 62,85

x

= 60,86

Ukuran partikel pati mesh 40 = 100% gram

103,27 gram 22,59

x

= 21,88%

Ukuran partikel pati mesh 100 = 100% gram

103,27 gram 17,82

x

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

Lampiran 17. Dokumentasi penelitian

Proses pencampuran pati sitrat Neraca analitik Dickson

EVO MA10 SEM Zeiss Spektroskopi IRPrestige-21FTIR Shimadzu

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 11.

Alanazi, F.K., Rahman, A., Mahrous, G., dan Alsara, J. (2007). Formulation And Physiochemical Characterization of Bucoadhesive Films Containing Ketoroloc. Journal Pharmacy Science. 17(1): 1-10.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press. Hal. 212-214.

Ansel, H.C., dan Shelly, J.P. (2006). Kalkulasi Farmasetik: Panduan Untuk

Apoteker. Penerjemah: Cucu Aisyah. Jakarta: EGC. Hal. 210.

Aulton, M.E. (1988). Pharmaceutic The Science of Dosage Form Design. Hongkong: ELBS Press. Hal. 756.

Barrett, D.M., dan Damardjati, D.S. (2015). Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di

Indonesia. Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Hal.

17.

Bassett, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel:

Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi IV. Penerjemah: Hadyana

Pudjaatmaka. Jakarta: EGC. Hal. 484.

Bizri, N.J., dan Wahem, A.L. (1994). Citric Acid & Antimicrobials Affect Microbiological Stability And Quality Of Tomato Juice. Journals Of Food

Science. 59(1): 130-134.

Chowdary, KPR., Veeraiah, E., dan Sravani, P. (2011). Formulation Development of Etoricoxib Tablets by Wet Granulation and Direct Compression Methods Employing Starch Citrate. Research Journal of Pharmaceutical, Biological

and Chemical Sciences. 2(3): 983-993.

Direktorat Gizi Depkes RI. (1981). Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Penerbit Bhratara. Hal. 21.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 93.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 48, 108.

(22)

Fajd, E., dan Marton, G. (2004). Starch Citrate as An Ion Exchange Material Preparation and Investigation. Hungarian Journal of Industrial Chemistry

Veszprem. 32: 33-39.

Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S. (1991). Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal. 83.

Fleche, G. (1985). Chemical Modification and Degradation of Starch. Dalam: G.M.A. Van Beynum dan J.A. Roels. (eds). Starch Conversion Technology. London: Applied Science Publ. Connecticut: The Avi Publishing Company Inc. Wesport. Hal. 21.

Heinrich, M. (2009). Farmakognosi dan Fitoterapi. Penerjemah: Winny Syarief. Jakarta: EGC. Hal. 223.

Hodge, J.E. (1976). Food Chemistry: Carbohydrates: New York: Marcel Dekker Inc. Hal. 37.

Jane, J. (1995). Starch Properties, Modifications and Application. Journal of

Macromolecular Science. 32(4): 751-757.

Johnson, J.C. (1979). Industrial Starch Technology. New York: Noyes Data Corporation. Hal. 396.

Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: Saptorahardjo. Jakarta: UI Press. Hal. 215-217, 249.

Koswara, S. (2015). Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian Bagian 6: Pengolahan

Singkong. Bogor: Southeast Asian Food And Agricultural Science &

Technology (SEAFAST) Center. Hal. 2-5.

Lachman, L., Herbert, A.L., dan Joseph L.K. (1989). Teori dan Praktek Farmasi

Industri I. Edisi III. Penerjemah: Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Hal. 54-55,

154.

Lidiasari, E. (2006). Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik Dan Kimia Yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-Ilmu

(23)

Martin, A., James, S., dan Arthur, C. (1993). Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi

Fisik Dalam Ilmu Farmasetik. Edisi III. Penerjemah: Yoshita. Jakarta: UI

Press. Hal. 262, 988, 1232.

Masfria., Muchlisyam., Nurmadjuzita., Siti, N., Tuti, R., Chairul, A., dan Yade, M.P. (2013). Buku Ajar Analisis Farmasi Kualitatif. Medan: USU Press. Hal. 165, 173.

Nana, S., Dharma, S., Achmadi, S., Sofro, A.S., Aswindinnor, H., dan Wijaya, H. (2004). Kumpulan Materi, Penataran dan Lokakarya Training of Trainers

Metodologi Penelitian PTN dan PTS 2004 yang Diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Dirjen Dikti & Depdiknas. Jakarta, 26-30 April 2004.

Oktaviana, T.D. (2009). Pembuatan Dan Analisa Film Bioplastik Dari Kitosan Hasil Iradiasi Kitin Yang Berasal Dari Kulit Kepiting Bakau (Scylla serata).

Skripsi. Jakarta: Universitas Pancasila. Hal. 37.

Pavia, D.L., Gary, M.L., George, S.K., dan James, R.V. (2009). Introduction To

Spectroscopy. Edisi IV. USA: Brooks/Cole Cengage Learning. Hal. 30.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 16. Rahmawati, A. (2010). Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu (Manihot esculenta

Crants) Dan Kulit Nanas (Ananas Comosus L.) Pada Produksi Bioetanol Menggunakan Aspergillus niger. Skripsi. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. Hal.12.

Rukmana, R. (2002). Usaha Ubi Kayu. Jogjakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 11-12. Sediaoetama, A.D. (1999). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Edisi II.

Jakarta: PT Dian Rakyat. Hal. 104-105.

Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalam, T.G., Regala, B.P., dan Uriarte, G.G. (1993).

Pengantar Metode Penelitian. Penerjemah: Alimuddin Tuwu. Jakarta: UI

Press. Hal. 19.

Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morrill, T.C. (1986). Penyidikan Spektrometrik

Senyawa Organik. Edisi IV. Penerjemah: Hartomo. Jakarta: Penerbit

Erlangga. Hal. 95-96.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. Penerbit EGC: Bandung. Hal. 268.

(24)

Taggart, P. (2004). Starch As An Ingredients: Manufacture And Applications. Dalam: Adie Muhammad Rahman (2007). Skripsi. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan Mocal (Modified

Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Hal.

57.

Watson, D.G. (2009). Analisis Farmasi: Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisi Kimia Farmasi. Edisi II. Penerjemah: Winny Syarief. Jakarta:

Penerbit Erlangga. Hal. 135.

Winarno, F.G. (1986). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 27-31.

Wurzburg, O.B. (1989). Modified Starches: Properties And Uses. Florida: CRC Press: Hal. 114-117.

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi isolasi pati singkong, pembuatan pati sitrat dan pemeriksaan karakteristik (distribusi ukuran partikel, bobot jenis, pemeriksaan mikroskopik, uji spektroskopi infra merah dan derajat substitusi).

Penelitian eksperimen bertujuan untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol ketat. Kontrol diartikan sebagai bagian dari upaya dalam penelitian untuk memindahkan atau meniadakan pengaruh beberapa variabel (selain variabel bebas yang akan diteliti) yang dapat mempengaruhi penampilan variabel terikat (Sevilla, dkk., 1993; Nana, dkk., 2004). Dalam hal ini, asam sitrat sebagai variabel bebas dan pati sitrat sebagai variabel terikat.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah alat spektroskopi IRPrestige-21 FTIR (Fourier

Transform Infra Red) merek Shimadzu, alat EVO MA10 SEM (Scanning Electron

Microscope) merek Zeiss, oven Memmert, neraca analitik Dickson, gelas ukur

ukuran 50 ml, termometer, stopwatch, mortir dan stamfer, ayakan dengan ukuran mesh 12, 20, 40 dan 100, lemari pengering, kertas perkamen, pisau dan parutan

stainless steel, kain blacu putih, ember plastik, tampah jerami, aluminium foil, wadah

(26)

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah umbi singkong, asam sitrat (Merck) dan akuades secukupnya.

3.4 Pengambilan Sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah singkong yang diambil secara

purposive sampling di perkebunan singkong sekitaran pasar VII kelurahan marindal,

kecamatan patumbak, kabupaten deli serdang.

3.5 Isolasi Pati Singkong

Umbi singkong sebanyak 20 kg dikupas kulitnya sehingga diperoleh berat umbi sebesar 14,5 kg, selanjutnya dicuci sampai bersih dan diparut. Hasil parutan singkong ditambahkan air suling sampai terlihat seperti bubur. Kemudian diperas dengan menggunakan kain blacu berwarna putih dan bersih. Filtrat didiamkan lebih kurang selama 24 jam lalu cairan atas dibuang. Filtrat dicuci dengan cara menambahkan air suling secara berulang-ulang hingga diperoleh pati yang putih. Pati dikeringkan di bawah sinar matahari hingga menjadi lembab secara visual. Massa lembab dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-50oC selama lebih kurang 72 jam, sehingga diperoleh pati singkong.

3.6 Pembuatan Pati Sitrat I

(27)

jam sehingga campuran akan bereaksi seiring perubahan suhu. Bahan yang dihasilkan diaduk di dalam air selama 10 menit kemudian disaring, dicuci dan dikeringkan selama satu malam di dalam lemari pengering.

3.7 Pembuatan Pati Sitrat II

Asam sitrat sebanyak 200 gram dicampurkan dengan 100 gram pati singkong kemudian ditambahkan sedikit air dan digerus lagi hingga menjadi campuran yang lembab. Sampel ditempatkan di dalam oven untuk proses dehidrasi pada suhu 60oC selama 24 jam, uap air pada permukaan telah dihilangkan dan partikel pati bereaksi dengan asam sitrat. Selanjutnya, suhu oven disesuaikan pada 135-160oC selama 2 jam sehingga campuran akan bereaksi seiring perubahan suhu. Bahan yang dihasilkan diaduk di dalam air selama 10 menit kemudian disaring, dicuci dan dikeringkan selama satu malam di dalam lemari pengering.

3.8 Pembuatan Pati Sitrat III

(28)

3.9 Pemeriksaan Karakteristik Pati Sitrat

Analisa secara kualitatif yang meliputi distribusi ukuran partikel, bobot jenis, pemeriksaan mikroskopik, spektroskopi infra merah dan derajat substitusi.

3.9.1 Distribusi ukuran partikel

Distribusi ukuran partikel dari pati sitrat dapat ditentukan dengan pengayakan. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan ukuran mesh 100, 40 dan 20. Pati sitrat dengan masing-masing ukuran mesh yang dilewati ditimbang dan dihitung data ukuran partikel masing-masing pati.

Mengayak adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel karena murah, sederhana dan cepat. Prosedurnya meliputi penggoyangan sampel secara mekanis melalui suatu seri urutan ke ayakan yang lebih halus dan penimbangan bagian dari sampel yang tertinggal pada masing-masing ayakan (Lachman, dkk., 1989). Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang cocok dengan penampang melintang yang sama di seluruh bagian (Syamsuni, 2006).

Rumus yang digunakan untuk menghitung distribusi ukuran partikel pati sitrat adalah:

3.9.2 Bobot jenis

Pati sitrat dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan dilihat volume awal, lalu gelas ukur di tap sebanyak 15 kali setelah itu dilihat volumenya. Pati ditimbang lalu bobot jenis dihitung dengan rumus:

(29)

Keterangan: BJ1 = Bobot jenis awal

BJ2 = Bobot jenis akhir

3.9.3 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan dilakukan dengan alat EVO MA10 SEM (Scanning Electron

Microscope) merek Zeiss pada laboratorium fisika UNIMED. Mikroskop elektron

pemayaran atau SEM menggunakan berkas elektron yang mempunyai sumber pencahayaan dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek dari sinar ultraviolet sehingga daya pisahnya menjadi sangat besar dan menghasilkan bayangan tiga dimensi (Pratiwi, 2008).

Analisa mikroskopik pati sitrat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Alat SEM dihidupkan dan program dijalankan berdasarkan standar operasional

penggunaan (SOP) alat pada laboratorium fisika UNIMED.

b. Vacuum di-vent hingga gas nitrogen terbuka seiring dengan chamber, kemudian gas nitrogen ditutup.

c. Spesimen pati singkong dan pati sitrat yang sudah disalut dengan gold-coating lalu vacuum dipompa dan tekan gun pada menu di beemon.

d. Gambar diambil sebagus mungkin dan disimpan, gun dimatikan.

e. Vacuum di-vent hingga gas nitrogen terbuka seiring dengan chamber, kemudian gas nitrogen ditutup dan vacuum dipompa.

(30)

3.9.4 Uji spektroskopi infra merah

Pengujian dilakukan dengan alat spektroskopi IRPrestige-21 FTIR (Fourier

Transform Infra Red) merek Shimadzu pada laboratorium penelitian fakultas farmasi

USU. Spektroskopi infra merah digunakan untuk mengkarakterisasi sampel dalam keadaan padat dan pemeriksaan ada tidaknya gugus karbonil yang sulit diperiksa dengan metode lainnya (Watson, 2009). Sampel-sampel yang akan diuji meliputi asam sitrat, pati singkong dan pati sitrat.

Prosedur pengujian karakteristik yang dilakukan dengan alat spektroskopi infra merah adalah:

a. Sampel dicampur dengan serbuk KBr (1:9) lalu dihomogenkan. b. Diffuse reflectance measuring dipasang pada tempat sampel.

c. Campuran sampel-KBr dimasukkan ke dalam kuvet dan diletakkan pada tempat dudukan sample pan.

d. Pengukuran background dilakukan terlebih dahulu dengan hanya menggunakan KBr.

e. Program alat dijalankan dan spektrum sampel yang muncul dicetak.

f. Hasil spektrum dianalisa untuk mengetahui gugus-gugus yang terdapat pada sampel.

3.9.5 Derajat substitusi

(31)

Secara kualitatif, derajat substitusi diindikasikan sejumlah serapan dari gugus -OH dan gugus ester yang diperoleh dari nilai intensitas pada spektrum infra merah (%T). Rumus yang digunakan adalah:

(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Pati Singkong

Dari 14.500 gram umbi singkong dihasilkan pati sebanyak 750 gram. Pati singkong yang diperoleh berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Dari hasil jumlah pati singkong, maka diperoleh rendemen pati singkong sebesar 5,17% (dapat dilihat pada Lampiran 4).

4.2 Pati Sitrat

Pati sitrat disintesis dengan metode sintesis yang dilakukan oleh Fajd dan Marton (2004), spesifikasi metode sintesis ditandai dengan mendehidrasi pati pada temperatur reaksi 135-160oC dalam waktu reaksi 15 menit hingga 24 jam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi masalah kelembaban permukaan yang dapat mengganggu reaksi terjadi secara sempurna. Pada tahap pengeringan pada suhu 60oC selama 24

jam, reaksi digambarkan sebagai berikut:

Asam Sitrat Asam Sitrat Anhidrat Pati Sitrat Gambar 4.1 Reaksi pembentukan pati sitrat tahap I (Fajd dan Marton, 2004)

(33)

mengakibatkan pertukaran ion dari matriks. Dalam hal ini, reaksi pembentukan pati sitrat telah mencapai hasil yang stabil.

Pati Sitrat Pati Sitrat Anhidrat Pati Sitrat-Crosslinked Gambar 4.2 Reaksi pembentukan pati sitrat tahap II (Fajd dan Marton, 2004)

Dari rangkaian pembuatan pati sitrat, diperoleh hasil pati sitrat I berwarna putih sebanyak 68,25 gram, pati sitrat II berwarna putih sebanyak 82,34 gram dan pati sitrat III berwarna putih sebanyak 103,27 gram.

Pati sitrat yang dihasilkan dalam bentuk granul, karena serbuk yang lembab membentuk partikel lebih besar di bawah pengaruh udara yang panas. Sehingga pencampuran dengan penggerusan diikuti pengayakan adalah metode yang tepat untuk dilakukan karena asam sitrat dapat menghasilkan campuran lekat dan sukar untuk menjadi granul. Menurut Ansel (1989), terbentuknya granul disebabkan oleh adanya satu molekul air kristal pada setiap molekul asam sitrat.

(34)

4.3 Distribusi Ukuran Partikel Pati Sitrat

Ukuran partikel pati sitrat diperoleh dari pengayakan dengan ayakan bertingkat yaitu mesh ukuran 100, 40 dan 20. Sehingga didapatkan masing-masing berat dari ukuran partikel mesh 100, 40 dan 20. Hasil dari pengayakan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 6 dan perhitungan distribusi ukuran partikel pati sitrat dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati sitrat

No. Ayakan Pati Sitrat I (%) Pati Sitrat II (%) Pati Sitrat III (%)

1. Mesh 100 7,07 6,24 17,26

2. Mesh 40 43,25 35,27 21,88

3. Mesh 20 50,68 58,31 60,86

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa pati sitrat III melewati ayakan mesh ukuran 20 dengan jumlah terbanyak (60,86%) dari pada jumlah distribusi ukuran partikel yang terlewati oleh pati sitrat I (50,68%) dan pati sitrat II (58,31%). Sedangkan pada ayakan mesh ukuran 40, pati sitrat I memiliki jumlah distribusi ukuran partikel yang lebih besar (43,25%) dibandingkan pati sitrat II sebanyak 35,27% dan pati sitrat III sebanyak 21,88%.

(35)

Gambar 4.3 Persentase distribusi ukuran partikel pati sitrat

Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa grafik persentase distribusi ukuran partikel menunjukkan perbandingan yang searah dan tidak sedikitpun terdapat perbandingan yang berbanding terbalik. Hanya saja distribusi ukuran partikel dari pati sitrat III menunjukkan jumlah distribusi ukuran partikel yang berdekatan antara mesh ukuran 40 dan 100. Hal ini disebabkan asam sitrat dengan jumlah yang lebih banyak menunjukkan kelembaban permukaan partikel yang lebih besar, sehingga terbentuk granul yang tidak banyak dapat melewati ayakan ukuran mesh 100.

(36)

pengikat maupun pengembang. Temperatur kinetik yang tinggi dapat menghanguskan bahan obat organik dan menyebabkan formasi ikatannya diikuti perekatan dingin sehingga menjadi rumit, namun hasil akhirnya selalu sama (Lachman, dkk., 1989).

4.4 Penentuan Bobot Jenis Pati Sitrat

Penentuan bobot jenis pati sitrat yang diperoleh dari hasil keseluruhan adalah pati sitrat I dengan bobot jenis sebesar 17,24%, pati sitrat II dengan bobot jenis sebesar 8,69% dan pati sitrat III dengan bobot jenis sebesar 11,86%. Perhitungan dari bobot jenis dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 4.2 Data berat jenis pati sitrat I, pati sitrat II dan pati sitrat III Pati Sitrat Berat (g) Bobot Jenis 1

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat kisaran harga bobot jenis pati sitrat antara 0,46 hingga 0,59. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku, misalnya air, yang merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan dinyatakan memiliki bobot jenis 1,00 (Ansel dan Shelly, 2006). Sehingga bobot jenis pati sitrat disimpulkan memiliki bobot 0,46-0,59 kali bobot volume air yang setara.

(37)

ditentukan pada temperatur yang sama (Martin, dkk., 1993). Hal ini menyebabkan bobot jenis tidak memiliki satuan (bilangan abstrak).

Namun bobot jenis berbeda dengan kerapatan, dimana kerapatan memiliki batasan massa persatuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu. Sehingga bobot jenis dianggap kerapatan relatif. Namun bobot jenis memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot menjadi volume atau sebaliknya (b/b, b/v, v/v).

Berdasarkan persentase bobot jenis pati sitrat, maka keseluruhan bobot jenis pati sitrat yang diperoleh (17,24%, 8,69% dan 11,86%) memiliki daya alir yang baik. Menurut Aulton (1988), pati yang memiliki nilai bobot jenis kurang dari 18% biasanya memberikan sifat alir yang baik. Daya alir yang baik disebabkan bentuk granul yang dimiliki pati sitrat dan lebih stabil terhadap pengaruh udara maupun pembasahan dari pelarut. Oleh karena itu, pati sitrat memiliki daya alir yang baik karena tidak akan mudah mengering atau mengeras.

Gambar 4.4 Perbandingan bobot jenis pati sitrat

(38)

tidak mempengaruhi karakteristik bobot jenis pati sitrat secara signifikan. Masing-masing pati sitrat dengan jumlah asam sitrat yang berbeda menunjukkan hasil bobot yang sama dikali volume air yang setara dan memiliki daya alir yang baik.

4.5 Pemeriksaan Mikroskopik Pati Sitrat

Pemeriksaan mikroskopik pati dilakukan meliputi pati singkong dan pati sitrat dengan alat mikroskop elektron pemayaran (Scanning Electron Microscope, SEM). Keberhasilan mikroskop elektron karena daya resolusinya yang tinggi, jarak terkecil dua objek dipisahkan tapi masih dapat dibedakan (Martin, dkk., 1993). Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat diamati pada gambar di bawah ini.

. Gambar 4.5 Mikroskopik pati singkong

(39)

jumlah yang banyak. Butir pati memiliki garis tengah 20 µm. Hilus pati singkong yang bervariasi terletak di tengah berupa titik, garis lurus dan bercabang tiga. Sedangkan lamela pati singkong terlihat konsentris dan tidak cukup jelas (blur), karena molekul pati tidak terlalu padat dan kadar air yang rendah. Dinding luar dari pati singkong berbentuk bulat dan terdapat dinding persekutuan yang terdiri dari beberapa sisi dinding yang cukup rata.

Hasil pengamatan mikroskopik terlihat butiran majemuk dengan bentuk butir pati tunggal yang bervariasi. Selain itu, terdapat juga butir-butir kecil yang tidak dapat diamati spesifikasinya dengan jelas. Hampir semua butir pati merupakan pecahan butir pati pati majemuk (Ditjen POM, 1979). Butir kecil pati memiliki garis tengah 5 µm hingga 10 µm dan butir besar pati memiliki garis tengah 20 µm hingga 35 µm (Ditjen POM, 1995).

Pemeriksaan mikroskopik yang sama seperti pati singkong dilakukan pada pati sitrat. Hal ini dilakukan untuk mengenali karakteristik pati sitrat secara mikroskopik, sehingga dapat diketahui perbedaan butiran pati dari pati singkong alami dengan pati singkong yang disintesis dengan asam sitrat (pati sitrat). Menurut Heinrich (2009), partikel-partikel pati memberikan gambaran mikroskopik yang sangat khas dan dapat digunakan untuk membedakan berbagai jenisnya. Pemeriksaan mikroskopik pati sitrat dibutuhkan perlakuan penyalutan gold coating yang lebih dibandingkan pati singkong karena struktur permukaan pati sitrat memiliki tingkat kelembaban yang lebih dibandingkan struktur permukaan pati singkong. Apabila

gold coating tidak diperlakukan lebih terhadap pati sitrat, maka akan cukup sulit

(40)

Gambar 4.6 Mikroskopik pati sitrat

Pada Gambar 4.6 di atas menunjukkan hasil pemeriksaan pati sitrat pada perbesaran 1000 kali, terlihat bahwa pati sitrat secara mikroskopik memiliki karakteristik partikel yang serupa dengan pati singkong. Butir pati berbentuk topi baja, majemuk, berdiameter 20 µm, hilus yang terletak di tengah (titik, garis lurus dan bercabang tiga), lamela konsentris (tidak cukup jelas/blur), dinding luar berbentuk bulat dan dinding persekutuan yang terdiri dari beberapa sisi dinding yang cukup rata.

(41)

kepadatan partikel ini menunjukkan perbandingan yang relatif antara pati singkong dan pati sitrat, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perbandingan mikroskopik pati singkong dan pati sitrat

No. Kriteria Pati Singkong Pati Sitrat

1. Jumlah Majemuk, tunggal Majemuk

2. Bentuk Topi baja Topi baja

5. Lamela Konsentris (tidak

jelas/blur)

Konsentris (tidak jelas/blur)

6. Bentuk dinding luar Bulat Bulat

7. Sisi dinding persekutuan Rata Rata

8. Jarak kerja 17,5 mm 24,0 mm

4.6 Uji Spektroskopi Infra Merah

Uji spektroskopi infra merah dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu senyawa pada bilangan gelombang yang sudah ditentukan, dimana hasilnya dapat terlihat dari spektrum-spektrum yang dihasilkan. Analisa gugus fungsi dilakukan saat spektrum berada pada rentang bilangan gelombang yang menentukan adanya suatu gugus fungsi. Spektrum yang diperoleh akan menandai terbentuknya suatu senyawa. Pengujian dilakukan meliputi pati sitrat I, pati sitrat II dan pati sitrat III, untuk mengetahui apakah pati sitrat telah terbentuk atau tidak.

(42)

mungkin. Analisis spektrum yang dilakukan dengan menentukan gugus karbonil (C=O), absorbsi yang kuat berada pada rentang bilangan gelombang 1650-1900 cm-1. Jika terdapat C=O, maka Tabel 3.4 dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi yang terbentuk dari hasil spektrum.

Tabel 4.4 Penentuan gugus fungsi dengan adanya gugus karbonil

No. Gugus Fungsi Kriteria

1. Asam OH pada bilangan gelombang 3400-2400 cm-1 2. Amida -NH pada bilangan gelombang 3500 cm-1 3. Ester C-O pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1

4. Anhidrat Dua gugus C=O pada bilangan gelombang 1810 dan 1760 cm-1

5. Aldehid CH- pada bilangan gelombang 2850-2750 cm-1 6. Keton Jika tidak satupun kriteria terpenuhi

(Pavia, dkk., 2009) Pada spektrum infra merah pati sitrat I ditemukan gugus C=O di rentang bilangan gelombang 1650-1900 cm-1 yaitu 1732,08 cm-1, sehingga analisis spektrum dapat dilanjutkan. Kemudian spektrum pada bilangan gelombang 2889,37 cm-1 menunjukkan gugus asam dikarenakan -OH pada bilangan gelombang 3400-2400 cm-1, yang merupakan struktur sitrat. Spektrum pada bilangan gelombang di sekitaran 2850-2750 cm-1 menunjukkan -CH dari gugus aldehid yang menandakan

struktur pati, yaitu pada bilangan gelombang 2823,79 cm-1. Selanjutnya gugus ester yang menunjukkan terbentuknya pati sitrat tercatat pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1, yaitu 1215,15 cm-1. Dengan demikian, spektroskopi infra merah telah

(43)

Gambar 4.7 Spektrum infra merah pati sitrat I

Pada spektrum infra merah pati sitrat II ditemukan gugus C=O di rentang bilangan gelombang 1650-1900 cm-1 yaitu 1735,93 cm-1, sehingga analisis spektrum dapat dilanjutkan. Kemudian spektrum pada bilangan gelombang 2877,79 cm-1

menunjukkan gugus asam dikarenakan -OH pada bilangan gelombang 3400-2400 cm-1, yang merupakan struktur sitrat. Spektrum pada bilangan gelombang di

(44)

Gambar 4.8 Spektrum infra merah pati sitrat II

Pada spektrum infra merah pati sitrat III ditemukan gugus C=O di rentang bilangan gelombang 1650-1900 cm-1 yaitu 1732,08 cm-1, sehingga analisis spektrum dapat dilanjutkan. Kemudian spektrum pada bilangan gelombang 2877,79 cm-1

menunjukkan gugus asam dikarenakan -OH pada bilangan gelombang 3400-2400 cm-1, yang merupakan struktur sitrat. Spektrum pada bilangan gelombang di

(45)

Gambar 4.9 Spektrum infra merah pati sitrat III

Dari hasil uji spektroskopi infra merah pati sitrat telah menunjukkan reaksi sintesis antara asam sitrat dan pati singkong, dimana hasil sintesis ditunjukkan pada gugus fungsi yang membentuk ester. Baik pati sitrat I, pati sitrat II maupun pati sitrat III menunjukkan bilangan gelombang pada gugus fungsi yang menandakan adanya struktur gugus fungsi ester.

Penentuan hasil spektrum diidentifikasi dari adanya gugus karbonil (1820-1660 cm-1) yang kemudian menentukan ester pati sitrat pada rentang bilangan

(46)

4.7 Derajat Substitusi Pati Sitrat

Derajat substitusi dilakukan untuk mengetahui jumlah gugus hidroksil yang tergantikan oleh pati sebagai penanda terbentuknya pati sitrat. Dalam hal ini, pati sitrat diartikan sebagai ester yang terbentuk dari hasil sintesis asam sitrat dan pati singkong. Hasil dari perhitungan derajat substitusi disajikan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data derajat substitusi pati sitrat

No Pati Sitrat Abs –OH Abs Ester Derajat Substitusi

1. I 0,1024 0,1675 0,61

2. II 0,0969 0,1426 0,68

3. III 0,2218 0,2518 0,88

Dari data yang diperoleh, maka dapat diamati perbandingan derajat substitusi pati sitrat dalam sebuah grafik yang menggambarkan hubungan linieritas masing-masing pati sitrat.

(47)

Dari grafik di atas, dapat dilihat hubungan linieritas antara pati sitrat yang meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah asam sitrat yang dipergunakan. Dengan kata lain, semakin naiknya berat molekul dari pati sitrat tersebut maka akan meningkatkan derajat substitusi pati sitrat.

Penentuan derajat substitusi pati sitrat secara kualitatif menunjukkan perbandingan jumlah asam sitrat yang akan meningkatkan harga derajat substitusi pati sitrat itu sendiri. Semakin kecil jumlah asam sitrat yang digunakan, semakin rendah harga derajat substitusi dari pati sitrat. Semakin besar jumlah asam sitrat yang digunakan, semakin tinggi harga derajat substitusi dari pati sitrat.

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disimpulkan:

a. pati singkong dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk mensintesis pati sitrat dengan metode kering, untuk menghasilkan karakteristik pati yang lebih baik dibandingkan pati singkong.

b. pada metode pengujian secara kualitatif, adanya variasi jumlah asam sitrat tidak mempengaruhi karakteristik pati sitrat secara signifikan. Perbedaan yang diperoleh tidak mempengaruhi kualitas pati sitrat menjadi lebih buruk.

5.2 Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan:

a. metode kering untuk mensintesis pati sitrat diharapkan dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya baik pengujian karakteristik maupun aplikasinya dalam suatu formulasi sediaan farmasi.

(49)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Singkong (Manihot utilissima P.) 2.1.1 Klasifikasi tanaman

Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan oleh Herbarium Medanense (2016) dan literatur pengantar dari Rukmana (2002), taksonomi ubi kayu diuraikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.

Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi kayu, ketela pohon, tela kaspo atau kasape. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Singkong diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Rahmawati, 2010).

(50)

pengobatan rematik, demam, sakit kepala, diare, luka bernanah, luka disebabkan benturan barang panas (mis. knalpot) dan menambah nafsu makan (Yuniarti, 2008).

Bagian dari tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan adalah daun dan akar-akar yang menebal membentuk umbi. Bagian umbi ini banyak mengandung zat tepung atau pati (Hafsah, 2003). Umbi singkong merupakan akar pohon dengan rata-rata panjang 50-80 cm tergantung dari varietasnya dan berwarna putih kekuning-kuningan (Lidiasari, 2006).

Umbi singkong yang telah dipanen tidak dapat bertahan lama karena adanya senyawa HCN yang menyebabkan dagingnya berwarna kehitaman (Sediaoetama, 1999). Senyawa glikosida sianogenik pada umbi singkong mengalami proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm (Barrett dan Damardjati, 2015). 2.1.2 Kandungan kimia

(51)

Tabel 2.1 Kandungan gizi dalam umbi singkong tiap 100 gram

Zat Gizi Umbi Singkong Putih Umbi Singkong Kuning

Kalori 146 kalori 157 kalori

Protein 1,20 g 0,80 g

Gambar 2.1 Struktur kimia amilosa dan amilopektin (Taggart, 2004)

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosida, yang

(52)

polimer dengan struktur rantai yang lurus, sedangkan amilopektin memiliki bobot molekul yang lebih besar dengan adanya ikatan 1,6-α-glikosida menyebabkan struktur rantai bercabang (Fessenden dan Fessenden, 1991). Apabila direaksikan dengan iod, amilosa menghasilkan warna biru tua dan amilopektin menghasilkan warna merah (Taggart, 2004).

Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula diidentifikasi untuk menentukan karakteritik setiap jenis pati baik bentuk, ukuran, permukaan serta letak hillus (Hodge, 1976). Identifikasi ini dilakukan secara mikroskopik untuk mengetahui karakteritik pati tersebut, termasuk pati singkong.

Pengamatan benda berukuran di bawah 200 nanometer memerlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek, dimana mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran objek (resolusi) yang tinggi, menggunakan lensa dari jenis magnet untuk mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum) untuk menghindari tumbukan antar sinar elektron dengan molekul-molekul di udara (Oktaviana, 2009).

(53)

2.3 Pati Termodifikasi

Menurut Heckman (1977) dan Glicksman (1969), pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya ataupun mengubah sifat lainnya. Perlakuan terhadap pati akan menghasilkan gugus kimia baru dan struktur molekul pati. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisika dan kimia.

Pati yang dimodifikasi secara fisika dinamakan pati pragelatinisasi. Pati pragelatinisasi adalah pati yang telah mengalami gelatinasi dengan memanaskan pati di atas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan. Pemanasan pasta pati dalam air akan menyebabkan molekul air di sekitar granula memutuskan ikatan hidrogen dan masuk ke dalam granula sehingga akan mengembang secara irreversible, proses ini dinamakan gelatinisasi. Amilopektin akan tetap berada di dalam granula, sedangkan amilosa akan dilepas ke dalam larutan membentuk matriks intergranular sehingga terjadi peningkatan viskositas (Wurzburg, 1989).

Menurut Johnson (1979), pati yang dimodifikasi secara kimia ditujukan untuk pati yang disesuaikan untuk aplikasi pati agar menjadi lebih hidrofilik ataupun lebih tahan terhadap kerusakan terhadap pemanasan. Modifikasi secara kimia yang sering dijumpai dalam industri adalah:

1. Degradasi dengan asam atau basa, pemecahan pati menjadi molekul lebih sederhana (glukosa, maltosa dan dekstrin) dengan penambahan bahan kimia berupa asam karboksilat maupun garam dari asam kuat atau asam lemah.

(54)

3. Esterifikasi dengan menggunakan asam anorganik (hanya asam fosfat) ataupun asam-asam organik.

4. Asetilasi, modifikasi pati melalui proses reaksi yang bersifat reversible dengan gugus hidroksil untuk menghasilkan hemiasetal dan aldehid.

Pembuatan ester dapat dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam, reaksi yang berlangsung lebih lambat dan biasanya campuran dari hasil reaksi yang terbentuk perlu dipanaskan (Fesenden dan Fessenden, 1991). Pada penelitian Fajd dan Marton (2004), pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati jagung lilin dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Asam sitrat anhidrat akan bereaksi dengan pati jagung lilin untuk menghasilkan pati sitrat. Pati sitrat tidak larut dalam air tetapi memiliki sifat alir dan daya pengembang yang baik.

2.4 Asam Sitrat

Menurut Ditjen POM (1995), asam sitrat diuraikan dengan tinjauan umum sebagai berikut:

Rumus bangun : CH2(COOH)C(OH)(COOH)CH2COOH. H2O

Rumus molekul : C6H8O7.H2O

Nama kimia : asam 2-hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat

Berat molekul : 210,14

Kandungan : Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C6H8O7.H2O.

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih; tidak berbau; rasa sangat asam; agak higroskopik; merapuh dalam udara kering atau panas

(55)

etanol, agak sukar larut dalam eter

Asam sitrat sangat mudah dijumpai dan relatif tidak mahal, juga tersedia dalam bentuk anhidrat dan monohidrat berkualitas makanan. Asam sitrat monohidrat mencair pada suhu 100oC. Asam ini kehilangan air pada suhu 60oC, menjadi anhidrat pada suhu 130 oC (Siregar, 2010).

Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada buah-buahan, seperti jeruk, nenas dan pir. Asam sitrat pertama kali diekstraksi dan dikristalisasi dari buah jeruk. Asam sitrat banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan, minuman dan obat-obatan. Sekitar 60% dari total produksi digunakan dalam industri makanan, 30% digunakan dalam industri farmasi dan sisanya dalam industri-industri lainnya (Bizri dan Wahem, 1994).

2.5 Spektroskopi Infra Merah

Spektroskopi infra merah merupakan salah satu metode yang umum digunakan dan penting dalam teknik analisis suatu senyawa karbonil (Masfria, dkk., 2013). Pada prinsipnya, rentang radiasi elektromagnetik yang berkisar antara 400cm -1 dan 4000 cm-1 (2500 dan 25000 nm) dilewatkan pada suatu sampel dan diserap oleh

ikatan-ikatan molekul di dalam sampel sehingga molekul tersebut meregang atau menekuk. Panjang gelombang radiasi yang diserap merupakan ciri khas ikatan yang menyerapnya (Watson, 2009).

(56)

pendahuluan, analisa spektrum infra merah dapat ditentukan dari penafsiran wilayah spektrum infra merah pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Spektrum di wilayah spektral 4000-400 cm-1

No Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

1. 3600-2400 COOH

2. 3500-3200 OH

3. 3500-3100 NH2

4 3150-3050 =C-H

6 2950-2875 −CH Alifatis

7. 2750 O=C−H

8. 2250-2100 C≡C

9 2250 C≡N

10. 1900-1650 C=O

11. 1600-1500 C=C

12. 1550-1350 N=O

13. 1450 CH2

14. 1375 CH3

15. 1350-1050 S=O

16. 1300-1000 C−O

(57)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud serbuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan makanan dalam jangka panjang. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya biji beras mengandung pati 50-60% dan umbi singkong mengandung pati 80% (Winarno, 1986).

Dalam perdagangan dikenal dua macam pati, yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi adalah pati alami yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar, misalnya tepung tapioka (pati singkong). Sedangkan pati telah dimodifikasi adalah pati yang mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali (Fahn, 1992).

(58)

dan produksi pati-patian di negara kita sangat berlimpah. Sehingga dikembangkan teknologi untuk memodifikasi pati agar menghasilkan pati yang mempunyai karakteristik lebih baik (Koswara, 2015).

Pati termodifikasi ini diperoleh dengan menggunakan asam anorganik maupun asam organik (Fleche, 1985). Modifikasi dengan asam akan menghasilkan pati dengan sifat lebih encer jika dilarutkan, lebih mudah larut dan berat molekulnya lebih rendah (Koswara, 2015).

Pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati singkong dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Ketika asam sitrat dipanaskan, akan mengalami dehidrasi dan membentuk anhidrida. Kemudian sitrat anhidrida dapat bereaksi dengan pati dan menghasilkan pati sitrat. Pati sitrat tidak larut dalam air tetapi memiliki sifat alir dan daya pengembang yang baik tanpa membentuk gel bila dipanaskan dalam air (Chowdary, dkk., 2011). Asam sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional. Senyawa ini secara alami terdapat pada semua jenis makhluk hidup. Kelebihan asam sitrat mudah dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh (Siregar, 2010).

Fajd dan Marton (2004) telah menggunakan asam sitrat dalam reaksi kimia untuk mensintesis pati sitrat. Pembentukan pati sitrat dengan reaksi yang stabil akan terbentuk saat terjadi dehidrasi asam sitrat pada temperatur 135-1600C mulai dari 15 menit hingga 24 jam.

(59)

terhadap pati singkong, dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variasi jumlah asam sitrat terhadap karakteristik pati sitrat yang dihasilkan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. apakah pati sitrat dapat disintesis dari pati singkong dengan metode kering Fajd dan Marton?

b. apakah variasi jumlah asam sitrat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik pati sitrat?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. pati sitrat dapat disintesis dari pati singkong dengan metode kering Fajd dan Marton.

b. variasi jumlah sitrat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik pati sitrat secara kualitatif.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. penggunaan pati singkong dalam mensintesis pati sitrat dengan metode kering Fajd dan Marton.

(60)

1.5 Manfaat Penelitian

(61)

SINTESIS PATI SITRAT

DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.)

DENGAN METODE KERING

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati singkong memiliki kendala jika digunakan sebagai bahan baku dalam industri, seperti waktu pemasakan yang lama, pasta yang keras dan tidak bening, daya alir yang kurang baik (bersifat adhesif), kerapatan struktur yang tinggi dan tidak tahan dengan perlakuan asam. Namun karakteristik pati singkong dapat diperbaiki dengan memodifikasi pati tersebut. Berdasarkan hal ini, peneliti melakukan penelitian memodifikasi pati untuk mensintesis pati sitrat dari pati singkong dalam jumlah asam sitrat yang bervariasi dengan menggunakan metode kering.

Tujuan: Untuk mensintesis pati sitrat dari pati singkong dalam jumlah asam sitrat yang bervariasi dengan metode kering dan membandingkan karakteristik pati sitrat secara kualitatif.

Metode: Pati sitrat disintesis dengan pencampuran pati singkong dan asam sitrat (100 gram, 200 gram dan 300 gram) secara homogen dalam kondisi yang lembab. Campuran lembab dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 0C selama 24 jam untuk menghilangkan uap air. Selanjutnya suhu oven disesuaikan pada suhu 135-160 0C

selama 2 jam untuk menstabilkan reaksi pembentukan pati sitrat. Sisa asam sitrat dihilangkan dengan pencucian dan pati sitrat dikeringkan pada suhu 40-50 0C selama satu malam. Karakteristik pati sitrat diidentifikasi dengan menganalisa distribusi ukuran partikel, bobot jenis, pemeriksaan mikroskopik, uji spektroskopi infra merah dan derajat substitusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini diperoleh pati sitrat berwarna putih dengan karakteristik distribusi ukuran partikel cendrung melewati mesh ukuran 20, bobot jenis dengan sifat alir yang baik, mikroskopik berupa butiran majemuk yang terlihat pada jarak kerja 24,0 mm, uji spektroskopi infra merah mendeteksi ester di bilangan gelombang 1300-1000 cm-1 dan harga derajat substitusi sekitar 0,61-0,88.

Kesimpulan: Pati singkong dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan untuk mensintesis pati sitrat dan variasi jumlah asam sitrat tidak mempengaruhi karakteristik pati sitrat secara kualitatif.

(62)

THE SYNTHESIS OF STARCH CITRATE

FROM CASSAVA STARCH (Manihot utilissima P.)

WITH DRY METHODS

ABSTRACT

Background: The cassava starch has some disadvantages when be used as raw materials in industry, for example long processing time, hard and unclear pasta, poor flow ability (adhesive), high density structure and resisted with acid treatments. But the characteristics of cassava starch could be changed by modifying the starch. Based on these descriptions, researcher conducted a study of starch modifications to synthesize starch citrate from cassava starch in variated amounts of citric acid with dry methods.

Objective: To synthesize starch citrate from cassava in variated amounts of citric acid with dry methods and compare the characteristic of starch citrate qualitatively. Method: Starch citrate was synthesized by reacting cassava starch and citric acid (100 grams, 200 grams and 300 grams) homogenously in damp condition. The damp mixture was placed in oven at temperature 60 oC within 24 hours to remove the moisture. Then temperature was adjusted at 135-160 0C for 2 hours to improve the

stability of starch citrate’s forming reaction. Citric acid’s residue was removed by washing and starch citrate was dried at temperature 40-50 0C for one night. The characteristics of starch citrate were identified by analyzing particle size distribution, density, microscopic identification, infrared spectroscopy test and determining the degree of substitutions.

Result: The results of this study, starch citrate had been white colour with characteristics of particle size distribution was almost passed at mesh 20, the density was in good flow properties, the microscopic of heterogenous particles was at work distance 24.0 mm, infrared spectroscopy had detected ester at 1300-1000 cm-1 and the degree of substitutions was around 0.61-0.88.

Conclusion: Cassava starch could be used as basic ingredient to synthesize starch citrate with dry methods and the variated amounts of citric acid didn’t affect the characteristics of starch citrate qualitatively.

(63)

SINTESIS PATI SITRAT

DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.)

DENGAN METODE KERING

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMMAD ASRO

NIM 131524128

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(64)

SINTESIS PATI SITRAT

DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.)

DENGAN METODE KERING

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUHAMMAD ASRO

NIM 131524128

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(65)
(66)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Sintesis Pati Sitrat dari Pati Singkong (Manihot utilissima P.) Dengan

Metode Kering”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah mendapat banyak bantuan baik bimbingan maupun dukungan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang sangat berperan penting bagi penulis dimulai dari rencana penelitian hingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan, Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memfasilitasi penulis dalam masa pendidikan, Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku ketua penguji yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan pertanggungjawaban terhadap penulis, Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., selaku anggota penguji dan penasehat akademik penulis selama masa pendidikan sarjana, Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., selaku anggota penguji dan penasehat akademik penulis selama masa pendidikan diploma, serta Bapak dan Ibu staf pengajar di lingkungan Fakultas Farmasi USU.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tiada terhingga kepada orang tua penulis, Ayahanda H.M. Thobi Iskandar dan Ibunda Hj. Masnun Sinaga, S.Pd.I., atas kasih sayang lahir dan bathin hingga do’a yang tulus ikhlas bagi kehidupan penulis.

(67)

terbaik serta rekan-rekan seperjuangan selama masa pendidikan sarjana maupun penelitian dari skripsi ini.

Sadar akan ketidaksempurnaan skripsi ini sehingga penulis masih mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, April 2016 Penulis,

(68)

SINTESIS PATI SITRAT

DARI PATI SINGKONG (Manihot utilissima P.)

DENGAN METODE KERING

ABSTRAK

Latar Belakang: Pati singkong memiliki kendala jika digunakan sebagai bahan baku dalam industri, seperti waktu pemasakan yang lama, pasta yang keras dan tidak bening, daya alir yang kurang baik (bersifat adhesif), kerapatan struktur yang tinggi dan tidak tahan dengan perlakuan asam. Namun karakteristik pati singkong dapat diperbaiki dengan memodifikasi pati tersebut. Berdasarkan hal ini, peneliti melakukan penelitian memodifikasi pati untuk mensintesis pati sitrat dari pati singkong dalam jumlah asam sitrat yang bervariasi dengan menggunakan metode kering.

Tujuan: Untuk mensintesis pati sitrat dari pati singkong dalam jumlah asam sitrat yang bervariasi dengan metode kering dan membandingkan karakteristik pati sitrat secara kualitatif.

Metode: Pati sitrat disintesis dengan pencampuran pati singkong dan asam sitrat (100 gram, 200 gram dan 300 gram) secara homogen dalam kondisi yang lembab. Campuran lembab dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60 0C selama 24 jam untuk menghilangkan uap air. Selanjutnya suhu oven disesuaikan pada suhu 135-160 0C

selama 2 jam untuk menstabilkan reaksi pembentukan pati sitrat. Sisa asam sitrat dihilangkan dengan pencucian dan pati sitrat dikeringkan pada suhu 40-50 0C selama satu malam. Karakteristik pati sitrat diidentifikasi dengan menganalisa distribusi ukuran partikel, bobot jenis, pemeriksaan mikroskopik, uji spektroskopi infra merah dan derajat substitusi.

Hasil: Hasil dari penelitian ini diperoleh pati sitrat berwarna putih dengan karakteristik distribusi ukuran partikel cendrung melewati mesh ukuran 20, bobot jenis dengan sifat alir yang baik, mikroskopik berupa butiran majemuk yang terlihat pada jarak kerja 24,0 mm, uji spektroskopi infra merah mendeteksi ester di bilangan gelombang 1300-1000 cm-1 dan harga derajat substitusi sekitar 0,61-0,88.

Kesimpulan: Pati singkong dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan untuk mensintesis pati sitrat dan variasi jumlah asam sitrat tidak mempengaruhi karakteristik pati sitrat secara kualitatif.

(69)

THE SYNTHESIS OF STARCH CITRATE

FROM CASSAVA STARCH (Manihot utilissima P.)

WITH DRY METHODS

ABSTRACT

Background: The cassava starch has some disadvantages when be used as raw materials in industry, for example long processing time, hard and unclear pasta, poor flow ability (adhesive), high density structure and resisted with acid treatments. But the characteristics of cassava starch could be changed by modifying the starch. Based on these descriptions, researcher conducted a study of starch modifications to synthesize starch citrate from cassava starch in variated amounts of citric acid with dry methods.

Objective: To synthesize starch citrate from cassava in variated amounts of citric acid with dry methods and compare the characteristic of starch citrate qualitatively. Method: Starch citrate was synthesized by reacting cassava starch and citric acid (100 grams, 200 grams and 300 grams) homogenously in damp condition. The damp mixture was placed in oven at temperature 60 oC within 24 hours to remove the moisture. Then temperature was adjusted at 135-160 0C for 2 hours to improve the

stability of starch citrate’s forming reaction. Citric acid’s residue was removed by washing and starch citrate was dried at temperature 40-50 0C for one night. The characteristics of starch citrate were identified by analyzing particle size distribution, density, microscopic identification, infrared spectroscopy test and determining the degree of substitutions.

Result: The results of this study, starch citrate had been white colour with characteristics of particle size distribution was almost passed at mesh 20, the density was in good flow properties, the microscopic of heterogenous particles was at work distance 24.0 mm, infrared spectroscopy had detected ester at 1300-1000 cm-1 and the degree of substitutions was around 0.61-0.88.

Conclusion: Cassava starch could be used as basic ingredient to synthesize starch citrate with dry methods and the variated amounts of citric acid didn’t affect the characteristics of starch citrate qualitatively.

(70)
(71)

3.7 Pembuatan Pati Sitrat II ... 15

3.8 Pembuatan Pati Sitrat III ... 15

3.9 Pemeriksaan Karakteristik Pati Sitrat ... 16

3.9.1 Distribusi ukuran partikel ... 16

3.9.2 Bobot jenis ... 17

3.9.3 Pemeriksaan mikroskopik ... 17

3.9.4 Uji spektroskopi infra merah ... 18

3.9.5 Derajat substitusi ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Isolasi Pati Singkong ... 20

4.2 Pati Sitrat ... 20

4.3 Distribusi Ukuran Partikel Pati Sitrat ... 22

4.4 Penentuan Bobot Jenis Pati Sitrat ... 24

4.5 Pemeriksaan Mikroskopik Pati Sitrat ... 26

4.6 Uji Spektroskopi Infra Merah ... 29

4.7 Derajat Substitusi Pati Sitrat ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(72)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kandungan Gizi Dalam Umbi Singkong Tiap 100 gram ... 7

2.2 Spektrum Di Wilayah Spektral 4000-400 cm-1 ... 12

4.1 Data Ukuran Partikel Pati Sitrat ... 22

4.2 Data Berat Jenis Pati Sitrat I, Pati Sitrat II dan Pati Sitrat III ... 24

4.3 Perbandingan Mikroskopik Pati Singkong dan Pati Sitrat ... 29

4.4 Penentuan Gugus Fungsi Dengan Adanya Gugus Karbonil ... 30

(73)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Kimia Amilosa dan Amilopektin ... 7

4.1 Reaksi Pembentukan Pati Sitrat Tahap I ... 20

4.2 Reaksi Pembentukan Pati Sitrat Tahap II ... 21

4.3 Persentase Distribusi Ukuran Partikel Pati Sitrat ... 23

4.4 Perbandingan Bobot Jenis Pati Sitrat ... 25

4.5 Mikroskopik Pati Singkong ... 26

4.6 Mikroskopik Pati Sitrat ... 28

4.7 Spektrum Infra Merah Pati Sitrat I ... 31

4.8 Spektrum Infra Merah Pati Sitrat II ... 32

4.9 Spektrum Infra Merah Pati Sitrat III ... 33

(74)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Singkong ... 41

2 Gambar Tanaman Singkong (Manihot utilissima P.) ... 42

3 Flowsheet Isolasi Pati Singkong ... 43

4 Perhitungan Rendemen Pati Singkong ... 44

5 Flowsheet Pembuatan Pati Sitrat ... 45

6 Hasil Pengayakan Pada Mesh Ukuran 100, 40 dan 20 ... 47

7 Perhitungan Distribusi Ukuran Partikel Pati Sitrat ... 48

8 Perhitungan Bobot Jenis Pati Sitrat ... 50

9 Perhitungan Derajat Substitusi Pati Sitrat ... 52

10 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Pati Singkong ... 53

11 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Pati Sitrat ... 54

12 Hasil Spektroskopi Infra Merah Asam Sitrat ... 55

13 Hasil Spektroskopi Infra Merah Pati Singkong ... 56

14 Hasil Spektroskopi Infra Merah Pati Sitrat I ... 57

15 Hasil Spektroskopi Infra Merah Pati Sitrat II ... 58

16 Hasil Spektroskopi Infra Merah Pati Sitrat III ... 59

Gambar

Gambar 4.1 Reaksi pembentukan pati sitrat tahap I (Fajd dan Marton, 2004)
Gambar 4.2 Reaksi pembentukan pati sitrat tahap II (Fajd dan Marton, 2004)
Tabel 4.1 Data ukuran partikel pati sitrat
Gambar 4.3  Persentase distribusi ukuran partikel pati sitrat
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Menteri, pemerintah daerah provinsi atau kepala dinas kesehatan provinsi dan pemerintah

ASEM EDUCATION EXPERT MEETING ON JOINT CURRICULUM DEVELOPMENT PROGRAM IN TOURISM AND HOSPITALITY,c. BALI, 31

[r]

UPTD PUSKESMAS ………..

Bab ini berisi usulan belanja barang, pembangunan gedung dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Usulan belanja barang dan pembangunan gedungharus disusun sesuai dengan

Pada  saat  berlakunya  Peraturan  Menteri  ini  semua  peraturan  perundangundangan  yang  berkaitan dengan  baku  mutu  air  limbah  bagi  kegiatan  RPH  yang 

Sehubungan dengan hal tersebut Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi memandang perlunya meningkatkan kapasitas dan daya saing global perguruan tinggi melalui

Daripada menulis buku, pengarang dapat memanfaatkan waktunya untuk memberikan jasa.. konsultasi ke perusahaan bisnis, imbalan jasa konsultasi ini disebut