PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF
PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI
HASIL LAUT
SRI GUNANI PARTIWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Perancangan Model Pengukuran Kinerja pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Mei 2007
SRI GUNANI PARTIWI. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. Dibimbing oleh ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.
Peningkatan daya saing klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh bagaimana upaya peningkatan kinerja komprehensif dilakukan. Kinerja komprehensif dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung adanya model pengukuran kinerja yang optimal. Model pengukuran kinerja dibangun berbasis sistem pakar, di mana elisitasi pendapat pakar dilakukan melalui brainstorming dan pengisian kuesioner pakar. Metode yang digunakan diantaranya adalah fuzzy, Proses Hirarki Analitik (PHA), dan Electre II. Pengembangan model pengukuran kinerja didasarkan pada beberapa model yaitu SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix (OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) dan Balanced Scorecard.
Pengolahan hasil penilaian pakar untuk mendapatkan nilai bobot kriteria dan prioritas Indikator Kinerja Kunci (IKK) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 2000 dan Electre II. Penentuan IKK dalam model pengukuran kinerja komprehensif didasarkan pada kepentingannya terhadap aspek dan pelaku klaster agroindustri hasil laut. IKK terpilih merupakan tolok ukur kinerja komprehensif yang didisain dalam bangunan sistem penunjang
keputusan (SPK) C-PROMEAS dengan bahasa pemrograman berbasis web
PHP dan database MySQL yang dapat memberikan informasi kinerja
komprehensif dalam bentuk scoring board. Terdapat tiga sub model dalam bangunan SPK yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS) dan Knowledge Based Management System (KBMS) serta Dialog Management System (DMS).
Dari hasil elisitasi pendapat pakar dan setelah melalui pertimbangan logis maka diperoleh sejumlah 23 Indikator Kinerja Kunci (IKK) yang merepresentasikan kinerja klaster komprehensif, dan untuk efisiensi operasional dilakukan ekstraksi jumlah menjadi 11 IKK yang terdistribusi pada kinerja sosial, kinerja lingkungan, kinerja ekonomi dan kinerja proses bisnis internal. Verifikasi model dilakukan melalui implementasi model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur. Hasil implementasi menunjukkan bahwa capaian kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi dan rumput laut secara numerik cukup baik (62.45% ; 58%) yang merupakan agregat dari kinerja sosial (67.4% ; 46.2%), kinerja lingkungan (25% ; 25%), kinerja ekonomi (76.7% ; 82%) dan kinerja proses bisnis internal (66% ; 57.9%). Namun demikian berdasaran aturan tambahan yang ditentukan maka secara kategori nilai capaian kinerja kedua klaster termasuk dalam kategori kurang dikarenakan ada salah satu kinerja parsial yang memiliki nilai 25% yaitu pada aspek lingkungan.
SRI GUNANI PARTIWI. The Design of a Comprehensive Performance Measurement Model of Marine Agroindustry Clusters. Under supervision of ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.
The competitiveness of marine agroindustry clusters depends on how the comprehensive performance improvement programs are conducted. Comprehensive performance could be managed effectively and efficiently if it was supported by an optimal performance measurement model. This study was focused on the development of a comprehehsive performance measurement model of marine agroindustry clusters. The performance measurement model was developed based on the expert system method. Fuzzy and Analytical Hierarchy Process (AHP) were used to evaluate criteria of industrial cluster performance and Electre II was used to determine weight of Performance Indicators. The model was formulated formulated with respect to SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix (OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) and Balanced Scorecard.
Expert choice 2000 and Electre II softwares ware used to process the expert judgment in order to obtain the weight of the criteria and the priority of the key performance indicators (KPI’s). In the comprehensive performance measurement model, the key performance indicator was determined based on its importance to some aspects and actors of marine agroindustry. The selected KPI act as a comprehensive performance standard which is designed on Decision Support System (DSS) structure, C-PROMEAS, to give information on the comprehensive performance in the form of scoring board. The sub models consist of the Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS) and Knowledge Based Management System (KBMS), and Dialog Management System (DMS).
Expert elicitation and judgment analysis provides 23 key performance indicators, which represent a comprehensive cluster performance. These number are reduced in order to operationalise the measures. Eleven key performance indicators are drawn. These indicators are used to measure social, envrionment, economics and internal business process performance.
The model was verified by implementing the comprehensive performance measurement model in marine industry, especially in East Java baby anchovy and sea weed industries . The results was presented by a scoring board indicates that numerically the performance of these clusters were fair. The baby anchovy and sea weeds agroindustrial clusters can only reach the social, environment, economics and internal business process for the both clusters perform 67.4%, 46.2% ; 25%, 25% ; 76.7%, 82% and 66%, 57.9% respectively towards the targetted performances. However, based on the rules that it isn’t allowed for any single value of aspect peformance was equal or less than 25%, the comprehensive performance achievement was stated in poor category.
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak Cipta dilindungi
PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF
PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI
HASIL LAUT
SRI GUNANI PARTIWI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
Pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut
Nama : Sri Gunani Partiwi
NIM : F361030041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Ketua
Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng
Anggota Dr. Ir. Machfud, MS Anggota
Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng Anggota
Dr. Ir. Krisnani Setyowati Anggota
Diketahui
a.n. Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya maka disertasi ini dapat terselesaikan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa Penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi serta atas dorongan moral sehingga penulis bisa menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng, Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, Ibu Dr.Ir. Krisnani Setyowati dan Bapak Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta keikhlasannya dalam berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan dorongan semangat sehingga dapat terselesaikannya disertasi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran, selaku Koordinator Program Studi S3 TIP atas dorongan semangat, arahan dan kemudahan yang diberikan selama studi dan kepada Ibu Dr. Ir. Ani Suryani DEA sebagai sekretaris program atas semua fasilitasinya serta kepada segenap Civitas Jurusan TIP IPB yang telah memberikan suasana kondusif selama penulis melaksanakan studi S3.
Rasa terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Ibunda, kakak dan adik di keluarga besar Soemadi Tjiptoyuwono (Alm), keluarga besar Soedomo (Alm) yang senantiasa memberikan doa dan semangat. Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Sudiartono MM, anak-anak Andri, Indra, Dimas dan Indri, atas pengertian, pengorbanan dan doa yang tidak pernah berhenti diberikan selama proses studi dari awal hingga saat ini.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan kolega staf pengajar di Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya serta mahasiswa S3 TIP atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama masa studi. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 31 Mei 1966 sebagai anak keenam dari pasangan Soemadi Tjiptoyuwono dan Sri Hariyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1992, penulis diterima di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri pada Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan beasiswa dari pemerintah (BPPS) dan menamatkannya pada tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor. Beasiswa studi program Doktor diperoleh dari pemerintah melalui program DUE-Like pada tahun pertama dan dilanjutkan BPPS pada tahun kedua dan ketiga.
Setelah menyelesaikan program S1, pada tahun 1988-1989 penulis bekerja di PT. Interdelta, Jakarta. Terhitung mulai bulan Agustus 1989 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Pada tahun 1991, penulis menikah dengan Ir. Sudiartono, MM. putra dari Bapak Soedomo (Alm) dan Ibu Soehastuti Soedomo. Penulis telah dikaruniai empat orang anak yang bernama Mohammad Andriya Gunartono, Mohammad Indrawan Gunartono, Mohammad Adimas Gunartono dan Sri Indriyani Diartiwi.
SRI GUNANI PARTIWI. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. Dibimbing oleh ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.
Peningkatan daya saing klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh bagaimana upaya peningkatan kinerja komprehensif dilakukan. Kinerja komprehensif dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung adanya model pengukuran kinerja yang optimal. Model pengukuran kinerja dibangun berbasis sistem pakar, di mana elisitasi pendapat pakar dilakukan melalui brainstorming dan pengisian kuesioner. Hasil dari penilaian pakar selanjutnya diolah dengan beberapa metode diantaranya adalah fuzzy, Analytical Hierarchy Process (AHP), dan Electre II. Pengembangan model pengukuran kinerja didasarkan pada beberapa model yaitu SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix (OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) dan Balanced Scorecard.
Pengolahan pendapat pakar untuk mendapatkan nilai bobot kriteria dan prioritas Indikator Kinerja Kunci (IKK) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 2000 dan Electre II. Penentuan IKK dalam model pengukuran kinerja komprehensif didasarkan pada kepentingannya terhadap aspek dan pelaku klaster agroindustri hasil laut. IKK terpilih merupakan tolok ukur kinerja komprehensif yang didisain dalam bangunan sistem penunjang keputusan (SPK) C-PROMEAS dengan bahasa pemrograman berbasis web PHP dan database MySQL yang dapat memberikan informasi kinerja komprehensif dalam bentuk scoring board. Terdapat tiga sub model dalam bangunan SPK yaitu Data Based Management System
(DBMS), Model Based Management System (MBMS) dan Knowledge Based
Management System (KBMS) serta Dialog Management System (DMS).
Kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh empat aspek yaitu aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek proses bisnis internal dengan nilai bobot kepentingan berturut-turut sebesar 17%, 16%, 34% dan 32%. Kinerja sebuah klaster industri hasil laut akan dapat diukur berdasarkan beberapa tolok ukur yang memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Agreed, Realistic dan Timebound). Dari setiap aspek dapat diturunkan sejumlah kriteria keberhasilan dan sub kriteria yang selanjutnya dapat dijadikan basis dalam penentuan ukuran kinerja klaster. Pada tahap awal mampu di eksplorasi 64 indikator kinerja yang selanjutnya dinilai oleh sejumlah pakar untuk mendapatkan tingkat kepentingannya terhadap keberhasilan sebuah klaster agroindustri hasil laut. Untuk efisiensi operasional, maka dilakukan ekstraksi jumlah Indikator Kinerja melalui beberapa tahapan.
pengukuran kinerja komprehensif yang ditampilkan dalam bentuk scoring board. Model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dalam bentuk scoring board menampilkan capaian nilai sejumlah indikator kinerja kunci yang telah dipilih. Nilai capaian kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut merupakan fungsi dari kinerja aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek proses bisnis internal yang dinyatakan dengan kategori Baik, Cukup dan Kurang berdasarkan skor absolut dan status/kategori setiap IKK.
Penetapan status berdasarkan nilai numerik telah dikemukakan sebelumnya melalui batasan-batasan nilai capaian dari masing-masing indikator kinerja kunci, kinerja parsial (aspek) maupun kinerja komprehensif. Penentuan status secara mutlak didasarkan pada batasan nilai numerik dapat diberlakukan untuk indikator kinerja kunci maupun kinerja parsial (aspek), namun hal ini tidak relevan jika diterapkan untuk penentuan status kinerja komprehensif. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan dijumpai satu kondisi, di mana nilai capaian kinerja komprehensif secara numerik masuk kategori Baik, namun jika di disagregasi ke kinerja per aspeknya terdapat aspek yang memiliki kinerja sangat kecil atau bahkan bisa bernilai nol. Kondisi ini tentu saja tidak menunjukkan suatu kinerja yang baik, karena dalam sebuah sistem klaster industri ada tuntutan untuk baik pada semua aspek baik untuk aspek sosial, lingkungan, ekonomi maupun proses bisnis internal.
Verifikasi model dilakukan melalui uji coba model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur. Validasi model dilakukan melalui expert judgment pada dua Diskusi Kelompok Terarah (DKT) di dua kelompok terpisah yaitu di kelompok praktisi industri hasil laut (teri nasi) dan kelompok di lingkungan pemerintahan. Hasil rancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dipresentasikan pada dua kelompok tersebut dalam waktu dan tempat terpisah. Secara umum kedua kelompok pakar menyatakan bahwa model sudah merepresentasikan sistem klaster agroindustri hasil laut. Di samping itu Validasi model secara kuantitatif dilakukan pada penentuan model peramalan untuk indikator total penjualan klaster industri teri nasi. Model ini diperlukan untuk meramalkan omset klaster industri teri nasi beberapa periode mendatang. Hal ini diperlukan untuk merencanakan strategi klaster industri teri nasi agar terus dapat bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya. Di samping itu berdasarkan hasil identifikasi indikator kinerja kunci yang telah dilakukan indikator total penjualan klaster merupakan salah satu indikator penting yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi, hal ini untuk melihat apakah di masa mendatang secara eksternal kondisi sistem cukup kondusif untuk terjadinya peningkatan kinerja.
Tabel scoring board hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi di atas, terdiri atas beberapa komponen parameter ukuran yang mencerminkan karakteristik dari setiap indikator kinerja yaitu nilai bobot, nilai yang ditargetkan, nilai capaian indikator, scoring system, nilai skor serta status kinerja. Pengukuran setiap indikator kinerja yang sudah ditentukan melalui penilaian pakar dilakukan secara langsung dengan bantuan alat berupa lembar periksa (check sheet) yang telah disiapkan terlebih dahulu. Idealnya sebuah klaster, pengukuran dilakukan pada semua anggota klaster tergantung pada pelaku mana indikator kinerja yang diukur.
kategori kurang dikarenakan ada salah satu kinerja parsial yang memiliki nilai 25% yaitu pada aspek lingkungan.
Upaya perbaikan kinerja komprehensif dapat dilakukan melalui dua sisi yaitu sisi eksternal dan internal. Indikator yang dominan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal klaster namun sangat berarti dalam menentukan kinerja komprehensif adalah total penjualan klaster dan harga jual produk di pasar. Prediksi kecenderungan total penjualan teri nasi pada beberapa periode ke depan dilakukan dengan menggunakan metode peramalan kuantitatif, di mana metode dekomposisi terpilih sebagai model yang paling representatif. Sementara itu prediksi harga jual produk teri nasi di pasar ekspor dilakukan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST). Metode JST ini digunakan dengan alasan karena adanya beberapa faktor yang dianggap berpengaruh tapi tidak memiliki keteraturan pola/distribusi sehingga tidak valid jika digunakan model-model deret waktu (time series) maupun model regresi yang pada umumnya digunakan untuk peramalan. Berdasarkan hasil peramalan dengan kedua metode di atas, ternyata kedua indikator tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan untuk beberapa periode mendatang, oleh karena itu upaya peningkatan kinerja komprehensif harus dilakukan melalui efisiensi proses internal klaster agroindustri hasil laut. Untuk itu disediakan fasilitas analisis what-if untuk membantu melihat perubahan beberapa skenario kebijakan dan lingkungan bisnis pada kinerja komprehensif, sehingga mempermudah dalan menentukan langkah upaya perbaikan.
Berdasarkan hasil what if analisis, maka jika diasumsikan dengan upaya efektivitas penangkapan pada industri teri nasi dan budidaya serta panen pada industri rumput laut dapat meningkatkan jumlah bahan baku dua kalinya maka dengan menggunakan fasilitas dalam bangunan SPK dapat dilihat adanya peningkatan kinerja proses bisnis internal dari 66% menjadi 69.52% atau delta sebesar 3.52% dan untuk klaster industri rumput laut dari 57.9% menjadi 68.98% atau peningkatan sebesar 11.08%. Sementara itu secara komprehensif dapat meningkatkan kinerja untuk klaster industri teri nasi dan rumput laut berturut-turut sebesar 1.5% dan 2.62%. Dan seterusnya secara interaktif dapat dilakukan trade off perubahan pada kondisi-kondisi yang lain. Hal ini akan sangat membantu proses pengelolaan kinerja baik dari sisi waktu, dana maupun ketepatan perkiraan. Tersedianya bangunan SPK juga akan meningkatkan efektivitas umpan balik dari sistem sehingga antisipasi tindakan dalam bentuk inisiasi maupun program perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan lebih cepat dan hasil yang lebih baik.
Halaman
DAFTAR ISI ………...………..……… xiv
DAFTAR TABEL ………..……… xvi
DAFTAR GAMBAR ………..……… xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………..……… xxiii
PENDAHULUAN ……… 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian... 4
Batasan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian... 4
KAJIAN PUSTAKA
... 6Agroindustri ... 6
Potensi Agroindustri Hasil Laut ……….. 6
Konsep Klaster Industri ... 14
Studi Sistem ... 23
Perkembangan Model Pengukuran Kinerja ... 28
Metode-metode dalam Penilaian Kriteria ... 33
Alternatif Metode Prediksi Kinerja ... 39
METODOLOGI ... 46
Kerangka Dasar Pemikiran ... 46
Pemodelan Sistem ... 47
Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ... 48
Tata Laksana Penelitian ... 49
Pembangunan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif dalam Bentuk Scoring Board ………... 52
Verifikasi dan Validasi Model ... 54
Analisis Perbaikan Model ………... 57
PENDEKATAN SISTEM ... 59
Deskripsi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 60
Model Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut ……….. 64
Model Berlian Porter Agroindustri Hasil Laut ... 65
Deskripsi Industri Teri Nasi dan Rumput Laut sebagai Contoh Klaster Industri Hasil Laut di Jawa Timur ... 66 Karakterisasi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 71
Diagram Lingkar Sebab Akibat ... ... ... 74
Diagram Input Output Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 75
PENGEMBANGAN MODEL... 76
Identifikasi kebutuhan Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 76
Eksplorasi Kriteria Keberhasilan Klaster ... 79
Eksplorasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) ... 88 Pembobotan Kriteria, Sub kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci
(IKK) ...
Pemodelan Scoring Board Pengukuran Kinerja Klaster... 113
Perancangan Sistem Penunjang Keputusan... 115
IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF 118 Verifikasi Model pada Klaster Industri... 118
Validasi Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ………….. ... 119
Implementasi Model ... 123
Perbaikan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ... 130
Implementasi SPK dalam Pengukuran Kinerja Klaster ... 135
Peramalan Indikator Kinerja ... 138
PEMBAHASAN 144 Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) ……… ……….. 144 Analisis Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Klaster ... 146
Evaluasi Capaian Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Hasil Laut di Jawa Timur ……… 150 Tingkat Kepentingan Ketersediaan Infrastruktur dan Persepsi Daya Dukungnya ………. 157 Working Group (Kelompok Kerja) sebagai Pengelola Klaster ... 166
Kontribusi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dalam Memberikan Umpan Balik Perbaikan Kinerja Komprehensif Klaster ... 167 Kontribusi Hasil Penelitian dalam Pembangunan Industri Hasil Laut di Indonesia ... 173 SIMPULAN DAN SARAN ... 174
Simpulan ... 174
Saran ... 175
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Hasil yang diharapkan dari setiap langkah pada tahap pembangunan model...
55
Tabel 2 Distribusi Jumlah Perusahaan Agroindustri Hasil Laut di Indonesia ...
61
Tabel 3 Distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia ... 63
Tabel 4 Perbandingan antara Klaster Industri dengan Sentra Industri (Taufik, 2001) ...
73
Tabel 5 Rekapitulasi hasil eksplorasi kriteria keberhasilan klaster industri ………
80
Tabel 6 Daftar Alternatif Indikator Kinerja Kunci klaster agroindustri hasil laut ………..
88
Tabel 7 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian keunggulan komparatif dan kompetetif klaster ………
96
Tabel 8 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian
pertumbuhan industri hasil laut ...
98
Tabel 9 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian
kemampuan inovasi yang lebih baik ...
99
Tabel 10 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku klaster agroindustri hasil laut …………..
101
Tabel 11 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada terbentuknya rantai nilai yang kokoh ………
102
Tabel 12 Rekapitulasi nilai bobot Indikator Kinerja Kunci klaster
agroindustri hasil laut ... 106
Tabel 13 Alternatif IKK berdasarkan bobot absolut ... 110
Tabel 14 IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek klaster.. 111
Tabel 15 Matriks IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek klaster dan pelaku klaster agroindustri hasil laut ...
112
Tabel 16 Model scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ...
114
Tabel 17 Nilai akurasi tiga alternatif model peramalan total penjualan teri nasi ...
124
Tabel 18 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur ...
Tabel 19 Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur ...
128
Tabel 20 Model final scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut (hasil perbaikan) ...
131
Tabel 21 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur dengan model scoring board hasil perbaikan ………
133
Tabel 22 Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur dengan model scoring board hasil perbaikan ………
134
Tabel 23 Hasil peramalan penjualan teri nasi di jawa timur dengan model dekomposisi untuk periode tahun 2007 ...
136
Tabel 24 Harga ekspor teri nasi berdasarkan faktor musiman ... 137
Tabel 25 Dukungan dari pelaku klaster dalam pengembangan klaster agroindustri hasil laut ...
147
Tabel 26 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri teri nasi ...
150
Tabel 27 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri rumput laut...
151
Tabel 28 Aturan dalam penentuan status kinerja komprehensif ... 152
Tabel 29 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri teri nasi ..…… 154
Tabel 30 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri rumput laut … 154
Tabel 31 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap kepentingan infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri………...
158
Tabel 32 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap daya dukung infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri hasil laut ...
159
Tabel 33 Rekapitulasi hasil penilaian pakar praktisi industri terhadap kepentingan dan daya dukung infrastruktur dengan metode fuzzy...
163
Tabel 34 Rekomendasi aksi untuk kondisi kinerja lingkungan Kurang Baik ……….
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan segar, dingin atau beku SITC 034 periode 1996-2002...
8
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor impor olahan hasil laut
Indonesia ...
9
Gambar 3 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan kering, garami atau diasapi SITC 035 periode 1996-2002...
9
Gambar 4 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin SITC 036 periode 1996-2002 ...
10
Gambar 5 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) olahan ikan, udang dan kerang SITC 037 periode 1996-2002 ...
10
Gambar 6 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 034 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 …...
11
Gambar 7 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 035 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002……
11
Gambar 8 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 036 (udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin) periode 1996-2002 ...
12
Gambar 9 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 037 (olahan ikan, udang dan kerang) periode 1996-2002
12
Gambar 10 Model berlian Porter (Porter,1990)... 15
Gambar 11 Organisasi, sumberdaya dan lingkungannya (Schoderbek, 1985)………
25
Gambar 12 Kerangka kerja dari Sistem SMART (Dixon, et al,1990) .... 29
Gambar 13 Kerangka kerja Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1996) ...
31
Gambar 14 Pembagian Level Bisnis berdasarkan Pendekatan IPMS (Bittici dalam Suwignjo, 1999)……….
32
Gambar 15 Triangular Fuzzy Number (TFN) A = (a1, a2, a3)
(Bojadziev,1997) ...
34
Gambar 16 Model dari saraf (neuron) ... 41
Gambar 17 Model non linier dari sebuah saraf dengan parameter batas ………
42
Gambar 19 Jaringan feedforward dengan saraf layer tunggal ………… 43
Gambar 20 Jaringan feedforward yang terhubung penuh dengan satu hidden layer dan output layer ……… 43 Gambar 21 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 48
Gambar 22 Bangunan Sistem Penunjang Keputusan pada Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 51 Gambar 23 Kerangka analisis sistem klaster agroindustri hasil laut .... 53
Gambar 24 Kerangka perancangan dan analisis SPK pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut ... 54 Gambar 25 Kerangka Sistem (Eriyatno, 2000) ... 59
Gambar 26 Distribusi pelaku agroindustri hasil laut di Indonesia ... 61
Gambar 27 Model stakeholder agroindustri hasil laut nasional ... 64
Gambar 28 Model berlian Porter klaster agroindustri hasil laut ... 66
Gambar 29 Rantai produksi dan pelaku industri hulu ke hilir produk teri nasi di Jawa Timur ... 67 Gambar 30 Interaksi antara pelaku industri teri nasi dalam satu kelompok ... 68 Gambar 31 Produk dried baby anchovy (teri nasi) ……….. 69
Gambar 32 Diagram alir proses pengolahan dried baby anchovy (teri nasi) ………. 69 Gambar 33 Rantai produksi dan pelaku industri rumput laut ... 70
Gambar 34 Proses pembuatan agar-agar bubuk ... 71
Gambar 35 Diagram sebab akibat sistem klaster agroindustri hasil laut 74
Gambar 36 Diagram input-output sistem klaster agroindustri hasil laut 75
Gambar 37 Kerangka kerja perancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut…...………
77
Gambar 38 Aspek dan kriteria penentu kinerja klaster agroindustri hasil laut ...
82
Gambar 39 Kriteria dan sub kriteria kinerja sosial klaster agroindustri hasil laut ...
83
Gambar 40 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja lingkungan klaster agroindustri hasil laut ...
Gambar 41 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut ...
84
Gambar 42 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut ...
85
Gambar 43 Struktur hirarki kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ………..
86
Gambar 44 Prioritas tujuan di dalam sistem klaster agroindustri hasil laut ………..
91
Gambar 45 Kontribusi empat aspek didalam pencapaian tujuan
peningkatan kesejahteraan pelaku klaster ...
92
Gambar 46 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria kelembagaan klaster ...
93
Gambar 47 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria finansial ... 94
Gambar 48 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria pertumbuhan ekonomi ………..
94
Gambar 49 Nilai bobot relatif aspek terhadap tujuan klaster industri .... 96
Gambar 50 Contoh tampilan sensitifitas perubahan prioritas tujuan terhadap kritera dan sub kriteria ……….
104
Gambar 51 Nilai awal prioritas tujuan dan kriteria pembentuk kinerja ... 105
Gambar 52 Perubahan nilai prioritas terhadap nilai bobot dari
sejumlah kriteria dan sub kriteria ………
106
Gambar 53 Tampilan menu utama Sistem Penunjang Keputusan
Kinerja Komprehensif Klaster ………..
116
Gambar 54 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan
eksponensial tunggal…….………..
121
Gambar 55 Prediksi total penjualan dengan model dekomposisi…….. 122
Gambar 56 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan
eksponensial ganda...
122
Gambar 57 Struktur pelaku klaster industri teri nasi di Jawa Timur ... 124
Gambar 58 Struktur pelaku klaster industri rumput laut di Jawa Timur.. 128
Gambar 59 Proses login pada SPK C-Promeas ... 136
Gambar 60 Tampilan sub menu database interaktif dalam SPK ... 136
Gambar 62 Grafik peramalan harga ekspor teri nasi untuk 12 periode ke depan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) (Tahun 2007) ……….
141
Gambar 63 Hasil peramalan harga teri nasi dengan menggunakan JST ………...
142
Gambar 64 Tingkat pengaruh beberapa parameter pada hasil
peramalan harga teri nasi ...
143
Gambar 65 Contoh grafik monitoring kinerja klaster industri ... 156
Gambar 66 Daftar keanggotaan fuzzydalam penilaian kepentingan dan daya dukung infrastruktur ...
159
Gambar 67 Diagram lingkar sebab akibat penentuan kapal tangkap (Gunarta, 2006)...
169
Gambar 68 Total Penjualan teri nasi periode 2003-2005 ………... 170
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar pelaku industri hasil laut di Jawa Timur ... L-1
Lampiran 2 Panduan operasional (Manual) Sistem Penunjang Keputusan Pengelolaan Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Hasil Laut ...
L-2
Lampiran 3 Kumpulan pengetahuan pakar (knowledge base) dalam bentuk rekomendasi aksi untuk setiap kondisi/status capaian kinerja aspek klaster agroindustri dan peningkatan fungsi dan peran stakeholder klaster ...
L-3
Lampiran 4 Level agroindustri pada klaster industri teri nasi dan rumput laut menurut Austin (1981) ...
Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia pada umumnya. Beberapa argumentasi dan aspek penting yang menjadi dasar dalam penelitian akan diuraikan dalam bagian ini secara sistematis.
Latar Belakang
Pengembangan agroindustri senantiasa diarahkan untuk menyempurnakan sukses pada generasi pertanian sebelumnya, sehingga beberapa aspek pada generasi sebelumnya harus tetap menjadi fokus pertimbangan. Aspek-aspek yang tetap harus dipertimbangkan tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan kesejahteraan petani dan kontribusi pendapatan nasional baik dari sisi Gross Domestic Product (GDP) maupun Gross National Product (GNP). Agroindustri muncul sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari sektor pertanian melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk itu. Agroindustri diharapkan juga akan memberikan nilai tambah pada pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Menurut Brown (1994), agroindustri merupakan industri yang berbasis pada pengolahan bahan baku pertanian yang sangat utama dalam menunjang ekonomi negara berkembang. Salah satu sub sektor pertanian yang perlu diperhatikan karena potensinya adalah sub sektor kelautan.
yang dijadikan acuan dalam monitoring dan evaluasi sekaligus perbaikan menjadi sebuah sistem industri yang optimal.
Klaster industri merupakan salah satu alternatif pedekatan dalam memperkuat struktur Agroindustri Hasil Laut sehingga diharapkan mampu meningkatkan kontribusi riil sektor agroindustri terhadap pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pemasukan devisa negara melalui komoditas non migas khususnya melalui komoditas pertanian perlu disertai dengan tindakan nyata. Salah satu komoditas sektor pertanian yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan dan dijaga keberlanjutannya adalah komoditas hasil laut. Hasil laut di Indonesia merupakan salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang perlu diimbangi dengan keunggulan kompetetif. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) pada sub sektor kelautan ini. Meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 1999, namun pada tiga tahun terakhir (1999-2002) meningkat cukup signifikan, berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh informasi bahwa pada periode tahun 1996 -2002 nilai ISP sub sektor ini memiliki rata-rata 0.95 (www.deprin.go.id).
Dalam rangka mengoptimalkan nilai tambah pada sektor Agroindustri hasil laut maka diperlukan optimasi berupa penataan kembali struktur kelompok industri. Melalui penataan struktur kelompok industri ini diharapkan produktivitas sektor riil dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat terjadi peningkatan kesejahteraan petani/nelayan dan pengusaha serta mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada devisa negara.
Pengembangan struktur industri harus disertai dengan tujuan adanya peningkatan nilai tambah dan terjadinya pemerataan ekonomi di Indonesia. Beberapa kebijakan perekonomian diindikasikan masih kurang berpihak pada kelompok menengah ke bawah, oleh karena itu perlu diupayakan adanya perubahan yang mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut. Pembangunan sistem industri yang terintegrasi dengan model Klaster merupakan salah satu alternatif yang bisa dipelajari sehingga memberikan suatu rekomendasi baru bagi perkembangan sistem perindustrian di Indonesia dengan memunculkan kekuatan baru untuk mampu bersaing di era global.
menghadapi persoalan-persoalan eksternal di masa yang akan datang. Pembangunan industri yang kokoh dapat dilakukan dengan menyatukan segala kekuatan yang ada sehingga struktur industri mampu tumbuh kembang dan mengurangi sebanyak mungkin pengaruh kondisi eksternal.
Perubahan persaingan di pasar dunia yang terjadi di era globalisasi memberikan pengaruh terhadap lingkungan internal maupun eksternal dari sebuah sistem industri. Konsumen menjadi lebih kritis terhadap kualitas dan pelayanan. Perusahaan yang tidak sadar terhadap perubahan tersebut tidak akan mampu bersaing, demikian halnya dengan sebuah Klaster Agroindustri. Sebuah Klaster Agroindustri harus mampu bersaing, sehingga perlu untuk senantiasa ditingkatkan kinerjanya. Pengukuran kinerja klaster sangat diperlukan untuk mengetahui status kinerja klaster berdasarkan indikator-indikator kinerja yang diturunkan dari sejumlah kriteria keberhasilan klaster agroindustri hasil laut, sehingga bisa menjadi acuan dalam menyusun aktivitas perbaikan klaster. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut maka diperlukan sebuah model sistem pengukuran kinerja klaster komprehensif yang tepat dan mudah untuk dioperasikan.
Kinerja sebuah klaster yang baik menuntut dipenuhinya beberapa kriteria dasar yang akan menentukan keberhasilan sebuah pengembangan klaster. Banyak penelitian yang sudah dilakukan baik terhadap pengembangan klaster maupun perancangan sistem pengukuran kinerja, namun belum didapatkan adanya penelitian yang secara spesifik merancang sebuah model pengukuran kinerja yang memperhatikan semua aspek baik secara parsial maupun komprehensif sebuah klaster agroindustri hasil laut. Pengukuran kinerja secara parsial pada sebuah klaster agroindustri belum cukup menampilkan secara keseluruhan kinerja klaster tersebut, di samping itu juga sulit diketahui interaksi masing-masing ukuran kinerja sehingga strategi peningkatan kinerja sebuah klaster yang efektif masih sulit untuk dirumuskan.
kinerja komprehensif yang memperhatikan semua ukuran kinerja baik secara parsial maupun integral dalam modelnya.
Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan yang ingin diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan adalah :
(1) Mendapatkan ukuran kinerjapada sebuah klaster agroindustri hasil laut
(2) Membangun model scoring board pengukuran kinerja komprehensif dengan memperhatikan klaster agroindustri hasil laut sebagai sebuah sistem.
(3) Merancang model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dalam bentuk Sistem Penunjang Keputusan (SPK) untuk manajemen kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk keperluan pengembangan sektor industri khususnya agroindustri hasil laut di Indonesia. Sistem agroindustri hasil laut berdasarkan rantai produksi terdiri dari usaha penangkapan ikan atau budidaya, usaha lepas pantai atau usaha pasca panen serta industri pengolahan hasil laut. Selanjutnya agroindustri hasil pertanian secara kategori berdasarkan tingkatan proses transformasi yang terjadi dapat dibedakan menjadi agroindustri level I, agroindustri level II, agroindustri level III dan agroindustri level IV. Perancangan model pengukuran kinerja komprehensif dilakukan berdasarkan karakteristik agroindustri hasil laut yang diperoleh melalui pendekatan sistem.
arah klaster agroindustri hasil laut yang lebih matang melalui sebuah sistem pengelola kinerja yang berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk pengembangan ilmu maupun aplikasinya, sehingga mampu memberikan kontribusi riil di masyarakat industri khususnya di Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :
1. Menjadi alat bantu dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi klaster industri khususnya agroindustri yang sekarang sedang diinisiasi oleh Pemerintah dalam 32 sektor industri, di mana industri hasil laut adalah menjadi prioritas kedua. 2. Membantu pengambilan keputusan bagi seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder, stakeholder) klaster agroindustri hasil laut dalam meningkatkan kinerjanya baik secara individu maupun secara sistem (klaster).
3. Menyediakan infrastruktur lunak yang mudah digunakan (user friendly) sehingga memudahkan pemerintah dalam melakukan perencanaan pengembangan klaster industri khususnya klaster agroindustri.
Peningkatan kinerja klaster agroindustri hasil laut akan lebih efektif dan efisien
jika telah tersedia sebuah sistem pengukuran kinerja komprehensif yang dapat
diterapkan untuk sebuah klaster agroindustri hasil laut. Pemahaman beberapa aspek
substansial diperlukan dalam rangka merancang sebuah sistem pengukuran kinerja
yang komprehensif pada model klaster agroindustri hasil laut di Indonesia yang akan
diuraikan lebih detail pada bagian ini.
Agroindustri
Beberapa pakar mendefinisikan agroindustri dari beberapa sudut pandang.
Austin (1981) mengatakan bahwa agroindustri adalah sebuah usaha yang mengolah
bahan baku hasil pertanian, termasuk di dalamnya tanaman dan peternakan.
Berdasarkan proses transformasi yang terjadi, agroindustri dikategorikan dalam 4
tingkatan yaitu (1) agroindustri level I dengan aktivitas proses secara minimal
misalnya pembersihan, pengelompokan dan penyimpanan, (2) agroindustri level II
ditandai dengan adanya aktivitas proses peningkatan nilai tambah lagi yaitu
pemisahan, penggilingan, pemotongan dan pencampuran, (3) agroindustri level III
meliputi pemasakan/perebusan, pasteurisasi, pengalengan, dehidrasi, pembekuan
dan ekstraksi serta (4) agroindustri level IV yang dicirikan dengan adanya proses
perubahan kimia dan perubahan tekstur (teksturisasi). Sementara itu pada
Simposium Pengembangan Agroindustri (1983) di Bogor menyepakati bahwa
agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan
tersebut. Selanjutnya Simposium Nasional Agroindustri II (1987) mendefinisikan lebih
jelas bahwa agroindustri adalah suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan
sumber daya alam (pertanian) untuk industri. Lebih lanjut lagi penelitian difokuskan
pada sub sektor perikanan dan hasil laut, khususnya agroindustri hasil laut.
Potensi Agroindustri Hasil Laut
Kelautan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki potensi
untuk dikembangkan sehingga dapat berkontribusi lebih baik kepada negara di
dalam meningkatkan devisa. Karena sub sektor ini juga melibatkan banyak nelayan
di sektor hulu, maka peningkatan kinerja sub sektor kelautan diharapkan juga akan
mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Agroindustri hasil laut merupakan
mampu meningkatkan kinerja keseluruhan dari sub sektor kelautan khususnya dan
sektor pertanian pada umumnya.
Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau
mengukur kinerja sebuah sektor secara kuantitatif di antaranya adalah indeks
Indikator Spesialisasi Perdagangan (ISP), Pangsa Pasar dan indeks Revealed
Comparative Advantage (RCA) untuk melihat pangsa relatif ekspor sebuah produk atau komoditas. Ketiga alat ukur tersebut dikenal dengan alat ukur spesialisasi. ISP
merupakan alat ukur yang penting bagi perkembangan ekonomi suatu negara.
Perekonomian suatu negara dapat mengalami penurunan, jika spesialisasi
industrinya mengarah pada tujuan yang salah (Brasili, Epifani & Helg, 1999).
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk melihat apakah
Indonesia sebagai pengimpor atau pengekspor komoditas tertentu. Rumusan ISP
adalah sebagai berikut:
ISP = (Xi-Mi)/(Xi + Mi) ……..(1)
keterangan :
X = nilai ekspor
M = nilai impor
i = komoditas sesuai SITC
Terdapat 3 (tiga) kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan ISP, yaitu:
Jika nilai ISP = -1, artinya negara tersebut hanya pengimpor komoditas tertentu
Jika nilai ISP = 0, artinya negara tersebut memiliki jumlah ekspor dan impor
SITC yang seimbang
Jika nilai ISP = +1, artinya negara tersebut hanya mengekspor komoditas
tertentu
Dari nilai ISP dapat pula diketahui tahapan pertumbuhan perdagangan suatu
komoditas, di mana :
Jika -1<ISP<-0,5 : komoditas dalam taraf pengenalan
Jika -0,5 <ISP<0 : komoditas merupakan substitusi impor
Jika 0 < ISP < 0,5: komoditas dalam tahap pertumbuhan
Komoditas yang memiliki nilai di bawah 0.5 potensial untuk dikembangkan,
sedangkan yang memiliki nilai di atas 0.5 merupakan komoditas yang perlu dijaga
daya saingnya.
Komoditas hasil laut merupakan komoditas unggulan yang potensial untuk
terus dijaga dan ditingkatkan kinerjanya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang
diperoleh dari www.deprin.co.id Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) komoditas
hasil laut di Indonesia memiliki nilai yang sangat baik yaitu dengan nilai rata-rata ISP
sebesar 0.95. dengan distribusi nilai ISP komoditas hasil laut pada periode 1996–
1997 sebagai berikut :
0.96 0.96
0.98
0.96
0.91
0.94 0.94
0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98
N
ila
i
IS
P
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Tahun
Gambar 1 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan segar, dingin atau beku ISTC 034 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
Berdasarkan distribusi nilai ISP komoditas hasil laut seperti grafik di atas dapat
dilihat meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 2000, namun secara
keseluruhan kinerja perdagangan komoditas hasil laut berada pada tahap menuju
kematangan karena setiap tahun dalam periode di atas mempunyai nilai 0.5≤ISP≤ 1.
Nilai indikator kinerja ISP menunjukkan bahwa komoditas hasil di Indonesia
merupakan komoditas yang pantas diunggulkan dan perlu dijaga bahkan
ditingkatkan kinerjanya melalui sebuah pengelolaan komprehensif yang lebih baik.
Agroindustri hasil laut merupakan satu upaya peningkatan nilai tambah pada
sub sektor kelautan dengan mengolah komoditas hasil laut menjadi produk olahan.
Peningkatan nilai tambah bisa senantiasa dilakukan dengan perbaikan sistem dan
manajemen secara berkelanjutan. Kondisi perkembangan ekspor impor untuk produk
nilai ekspor yang relatif stabil dan meningkat dari tahun ke tahun pada periode
1996-2003 meskipun kenaikannya tidak signifikan seperti dapat ditampilkan pada Gambar
2 berikut :
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor impor olahan hasil laut Indonesia (www.deprin.co.id)
Sementara itu, nilai indeks spesialisasi perdagangan untuk beberapa komoditas hasil
laut lainnya dapat dilihat pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 9 yang akan
[image:33.595.102.505.506.726.2]ditampilkan secara berurutan di bawah ini :
Gambar 4 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin SITC 036 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
[image:34.595.118.497.95.306.2]
Gambar 5 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) olahan ikan, udang dan kerang SITC 037 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
Indikator kinerja perdagangan lain yang juga sering digunakan untuk mengevaluasi
kinerja perdagangan komoditas bahan baku maupun olahan adalah indeks Revealed
Gambar 6 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 034 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
Gambar 7 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 035 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
Gambar 8 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 036 (udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin) periode 1996-2002
Gambar 9 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 037 (olahan ikan, udang dan kerang) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)
Jika dikaitkan dengan nilai ISP komoditas hasil laut, maka hal ini sangat positif
karena tingginya nilai RCA pada komoditas hasil laut juga dibarengi dengan
meningkatnya nilai ekspor produk olahan hasil laut (agroindustri hasil laut). Hal ini
menunjukkan bahwa keberlanjutan bahan baku cukup bisa diandalkan sehingga
peningkatan nilai tambah hasil laut melalui sistem produksi yang efisien dan upaya
peningkatan kapasitas produksi diharapkan di masa depan akan lebih bisa
meningkatkan kinerja sektor pertanian sub sektor kelautan khususnya agroindustri
hasil laut di Jawa Timur maupun di Indonesia.
Pangsa Pasar
Dari sisi negara pengekspor, kontribusi ekonomi suatu komoditas juga bisa
dilihat dari pangsanya, yang dapat diukur dengan rumusan sebagai berikut:
P = Xi /∑ X ………(2)
keterangan :
P = pangsa (share) X = nilai ekspor
i = komoditas berdasarkan SITC
Semakin besar nilai pangsa pasar suatu komoditas, semakin penting peranan
komoditas tersebut di negara pengekspor. Idealnya, komoditas yang berkontribusi
besar merupakan komoditas yang berkembang. Jika ISP menunjukkan nilai negatif,
pangsa eskpor komoditas ini juga signifikan. Pembandingan ini dilakukan untuk
mengevaluasi tingkat pemasukan / devisa negara.
Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA)
Dilihat dari sisi pasar dunia, produk unggulan dapat dilihat jika produk tersebut
memiliki daya saing global, yang direpresentasikan dengan Revealed Comparative
Advantage (RCA). RCA dapat dihitung dengan rumus:
RCA ij =( Xij/ ∑ Xij) / ∑ Xij/∑∑Xij ………..(3)
keterangan :
X = Nilai ekspor
i = SITC tertentu
j = wilayah/negara tertentu
Rasio nilai pembilang menggambarkan pangsa sektor i di suatu negara terhadap total ekspornya sedangkan rasio penyebut menggambarkan pangsa pasar yang
sama terhadap ekonomi dunia (Brasili, Epifani & Helg, 1999).
Indeks ini memiliki nilai antara 0 dan + ∞. Nilai RCA < 1 menunjukkan bahwa
suatu sektor di suatu negara relatif mengalami penurunan spesialisasi terhadap
perekonomian dunia. Nilai RCA ≥1 menunjukkan suatu sektor di suatu negara relatif
terspesialisasi. Index ini banyak digunakan karena memungkinkan untuk
membandingkan struktur ekspor suatu negara dengan ekonomi dunia maupun
kelompok negara tertentu. Idealnya, suatu negara memiliki nilai RCA positif.
Dinamika pola perdagangan dapat dilihat dari hasil perhitungan RCA
melibatkan data historis. Penentuan jangka waktu analisis dilakukan dengan
mempertimbangkan kebijakan-kebijakan perdagangan yang lalu dan yang masih
berlaku. Sementara itu untuk mengidentifikasi keunggulan propinsi/wilayah
penelitian, maka dilakukan analisis korelasi yang membandingkan ekonomi daerah
terhadap ekonomi Indonesia. RCA propinsi/wilayah Indonesia dan RCA
propinsi/wilayah dunia. Arah yang diharapkan adalah terdapat hubungan korelasi
positif antara keunggulan domestik (RCA prop/wil-Indonesia) dan keunggulan di
pasar dunia (RCA prop/wilayah–dunia). Nilai skala korelasi adalah -1 hingga +1, nilai
korelasi negatif berarti kondisi saat ini, produk unggulan SITC tidak sejalan dengan
perkembangan pasar dunia. Sedangkan nilai korelasi 0 berarti tidak ada hubungan
Salah satu pendekatan pembangunan struktur industri yang diyakini mampu
memperkuat struktur agroindustri hasil laut di Indonesia adalah pendekatan klaster.
Pendekatan ini berupaya untuk melihat sistem industri hasil laut sebagai sebuah
sistem yang bersifat holistik sehingga perlu kajian dengan sebuah pendekatan
sistem. Selanjutnya akan diuraikan konsep klaster industri dan beberapa aspek yang
relevan.
Konsep Klaster Industri
Klaster Industri yang seharusnya dikembangkan di Indonesia adalah sebuah
kelompok yang terdiri dari beberapa industri terkait, institusi pendukung yang saling
berinteraksi secara horisontal dan vertikal untuk menciptakan suatu nilai tambah baik
untuk individu anggota kelompok maupun untuk bersama-sama. Konsep klaster
banyak diperkenalkan oleh Porter (1998) yang melihat klaster industri sebagai
sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara
geografis berdekatan, bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan.
Konsep tersebut didukung oleh beberapa pernyataan dari peneliti terdahulu di
antaranya Roelandt dan den Hertog (1999) menekankan klaster industri pada
jaringan produsen yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang independen dan
kokoh bebas (termasuk pemasok khusus) yang terhubung satu sama lain dalam
rantai nilai tambah produksi. OECD (2000) mendefinisikan klaster industri sebagai
kumpulan/kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk
umum, ketergantungan atas ketrampilan tenaga kerja yang serupa atau penggunaan
teknologi yang serupa atau saling komplementer.
Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh konsorsium Trends Business
Research dari Inggris (United Kingdom) terhadap klaster industri bisnis di Inggris diungkapkan adanya 6 (enam) jenis tipologi dari klaster industri yaitu: (1) Rantai
produksi vertikal, yaitu suatu suatu rantai produksi vertikal dimana tahap-tahapan
yang beriringan dalam rantai produksi membentuk inti klaster industri, (2) Agregasi
sektor-sektor yang berhubungan yakni suatu agregasi dari sektor-sektor yang
berhubungan, (3) Klaster industri regional, yaitu klaster mengacu pada suatu
agregasi dari sektor-sektor yang berhubungan yang berpusat dalam daerah tertentu
dan kompetitif dalam pasar dunia, (4) Daerah (distrik) industri, sebagai
pengkonsentrasian lokal dari industri kecil dan menengah yang ahli dalam tahap
proses produksi, (5) Jaringan, didefinisikan sebagai bentuk spesifik dari hubungan
antara para pelaku ekonomi baik pasar maupun hirarki akan tetapi berbasis
industri ini tidak harus terpusat secara geografis, akan tetapi akan lebih baik jika
terlokalisasi dan (6) Lingkungan yang inovatif (the innovative milieu), yaitu klaster
yang mengacu pada pengkonsentrasian lokal dari industri berteknologi tinggi.
Konsep klaster industri dari Michael E. Porter didasari dari hasil penelitiannya di
dalam membandingkan daya saing internasional di beberapa negara. Negara yang
memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah, tanah yang subur,
tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik sebenarnya memiliki keunggulan
bersaing dibanding negara dengan daerah yang “berat”. Akan tetapi ditemui bahwa
keunggulan karena keadaan daerah tidak mampu bertahan lama. Keunggulan daya
saing suatu negara/daerah dapat bertahan lama di dalam ekonomi yang semakin
mengglobal bukanlah karena kandungan mineral dan tanahnya tetapi karena negara
tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan keahlian dan keilmuan,
pembentukan institusi, menjalin kerja sama, melakukan relasi bisnis dan memenuhi
keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit untuk dipenuhi (Porter, 1998).
Porter (1998) berargumentasi bahwa industri di suatu daerah/negara unggul
bukanlah dari kesuksesan sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompok dengan
adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung. Sekelompok
perusahaan dan institusi pada suatu industri di suatu daerah tersebutlah yang
disebut dengan istilah klaster industri. Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan
yang terlibat tidak hanya perusahaan besar dan menengah, tetapi juga perusahaan
kecil. Adanya klaster industri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan
kerja baru, para pengusaha baru yang mampu memutar pinjaman baru. Porter
(1990) memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang
digambarkan dalam model berlian seperti dapat dilihat pada Gambar 10.
Strategi Perusahaan, struktur dan persaingan
Perubah-an
Kondisi Faktor
Kondisi Permintaan
Industri Terkait dan Pendukung
Pemerintah
Terdapat 4 (empat) faktor kunci yang menentukan daya saing suatu negara
yaitu : kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan, struktur dan
persaingan serta keterkaitan dan industri pendukung. Konsep ini dikenal dengan
model Diamond Porter (Berlian Porter) seperti terlihat pada Gambar 10. Negara
tertentu memiliki bentuk berlian (keterkaitan antar empat faktor) berbeda dengan
negara lain, yang membuat suatu negara mampu mengungguli negara lainnya. Yang
dimaksud dengan kondisi faktor meliputi lima kategori kunci, yaitu: ketersediaan dan
kemampuan sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya pengetahuan,
sumber daya modal dan infrastruktur. Kondisi permintaan meliputi permintaan
domestik dan internasional. Model ini menggabungkan analisis di tingkat industri
maupun tingkat perusahaan. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan mengaju
pada kondisi tingkat perusahaan. Sedang keterkaitan dan industri pendukung
menunjukkan bagaimana suatu industri saling bergantung dan mengisi industri
lainnya. Dengan melihat keempat faktor ini, model berlian menunjukkan mengapa
suatu industri bisa saja daya saingnya tidak dapat bertahan lama (Porter, 1990).
Pada awalnya konsep ini mengedepankan kedekatan geografis (Porter, 1990).
Dengan adanya kedekatan geografis, suatu industri dapat melakukan pemesanan
produk secara bersamaan, pengembangan produk bersamaan dan terjadi alih
pengetahuan yang dapat membuat industri sebagai suatu sistem mampu
meningkatkan produktivitasnya. Pendekatan klaster mengetengahkan pentingnya
produktivitas dalam suatu sistem sebagai kunci kemampuan kompetisi suatu negara
(Porter, 1990). Produktivitas yang terbangun dengan adanya kedekatan geografis,
menunjukkan bagaimana sumber daya manusia dan modal suatu negara digunakan.
Produktivitas tergantung pada kemampuan secara efisien suatu produk dihasilkan.
Lebih jauh lagi, produktivitas seringkali terkonsetrasi di segmen industri tertentu.
Artinya, suatu industri mampu menghasilkan luaran lebih baik daripada industri
lainnya. Adanya keterhubungan yang teratur antara keempat faktor tersebut akan
menimbulkan terbentuknya klaster industri tanpa rekayasa. Kedekatan lokasi secara
geografis menjadi daya tarik dan semakin iteratif terjadinya interaksi antara keempat
faktor tersebut.
Terdapat tiga cara meningkatkan pertumbuhan produktivitas, pertama,
peningkatan produktivitas pada klaster industri disebabkan karena adanya spesialiasi
bahan baku dan tenaga kerja, adanya peningkatan akses informasi dari institusi dan
lembaga/asosiasi publik dengan menggunakan fasilitas dan program bersama.
Kedua, peningkatan kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi dengan
mendifusikan kemampuan ilmu teknologi sehingga inovasi akan terjadi lebih cepat.
memberikan insentif kepada karyawan yang melakukan inovasi. Kondisi ini
memperlihatkan terjadinya pembelajaran di daerah klaster industri, adanya
peningkatan terapan teknologi dan kemampuan melakukan inovasi. Kondisi di atas
akan menyebabkan klaster industri mampu beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan bisnis.
Tujuan dan Manfaat Klaster Industri
Pengembangan klaster industri yang mulai marak diperbincangkan saat ini
pada dasarnya muncul bukan karena alasan kecenderungan atau sedang populer
tetapi sudah mengarah pada kebutuhan akan adanya pengembangan klaster industri
di tanah air. Secara umum sudah diyakini bahwa pendekatan klaster industri sangat
bermanfaat bagi pembangunan ekonomi, khususnya bagi peningkatan daya saing
industri yang berkelanjutan. Bappenas (2003) menyatakan bahwa peningkatan daya
saing ini dapat terjadi karena strategi klaster dapat mempengaruhi kompetisi dalam
tiga cara berikut :
1) Meningkatkan produktivitas perusahaan
2) Mengendalikan arah dan langkah inovasi yang berfungsi sebagai
fondasi pertumbuhan produktivitas di masa depan
3) Menstimulasikan tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat
memperkuat dan memperluas klaster
Beberapa manfaat dari adanya pengembangan klaster industri pada suatu
daerah antara lain (1) memungkinkan suatu kerangka bagi kolaborasi, (2) membantu
pengembangan agenda bersama, (3) memperoleh manfaat skala ekonomi, (4)
memfasilitasi pengembangan tingkat kompetensi yang lebih tinggi, (5) kerjasama
bisnis untuk memperkuat industrinya, (6) membantu mengurangi kekhawatiran
persaingan antar-industri dengan membangun rasa saling percaya dan kerjasama
antar pelaku bisnis dalam klaster industri, (7) meningkatkan produktivitas, (8)
meningkatkan pertambahan nilai, (9) menghimpun sumber daya kolektif, (10)
pemasaran bersama, (11) mempengaruhi hubungan pemasok dan pembeli, (12)
berbagi informasi, (13) analisis strategis nasional maupun internasional, (14)
memperbaiki infrastruktur keras dan lunak daerah, dan (15) rekognisi/pengakuan
nasional dan internasional.
Klaster industri merupakan mekanisme yang ampuh untuk mengatasi
keterbatasan Industri Kecil dan Menengah (IKM) utamanya dalam hal ukuran usaha
dan untuk mencapai sukses dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang
besar, lembaga pendukung publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional,
semuanya akan memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal yang
spesifik dan daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster industri.
Banyak negara mengimplementasikan klaster industri untuk mengembangkan
ekonomi dan meningkatkan daya saing daerah/negaranya, seperti negara Amerika
(Arizona, Texas, dan lain-lain), Brazil, Italia, Australia, Spanyol, dan lain-lain. Negara
tersebut meyakini adanya keuntungan di dalam mengimplementasikan klaster
industri. Berikut ini keuntungan dari klaster industri yaitu (1) mereduksi biaya
transaksi, (2) memudahkan terjadinya spesialisasi pemasok, jasa dan sumber tenaga
kerja, (3) meningkatkan rata-rata inovasi, (4) menyelesaikan masalah bersama
dengan bekerjasama menghasilkan solusi, (5) membuat lembaga pelatihan,
teknologi dan infrastuktur bersama, dan (6) melakukan pembelajaran bersama untuk
merumuskan strategi peningkatan daya saing.
Faktor-Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Klaster Industri
Beberapa faktor dapat diidentifikasikan sebagai kunci keberhasilan suatu
pengembangan klaster industri. Eurada (2003) mendefinisikan beberapa faktor kunci
keberhasilan dalam pengembangan klaster industri adalah (1) jumlah pelaku bisnis
(perusahaan) yang mencapai critical mass dalam suatu lokasi geografis, (2) bidang aktivitas bisnis terdefinisikan dengan baik, (3) hubungan kemitraan yang kuat antar
stakeholder industri, (4) ketersediaan sistem pendukung bagi perusahaan, dan (5)
budaya kewirausahaan.
Dalam banyak hal, pengembangan klaster industri terkadang tidak berhasil
dengan baik. Pada dasarnya, kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan oleh tidak
adanya faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan klaster industri
atau tidak ditangani sebagaimana mestinya. Terdapat beberapa hal yang disarankan
untuk dihindari di mana faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan
pengembangan klaster industri dapat diidentifikasi yaitu (1) Pengembangan klaster
industri sebaiknya bukan semata karena “keinginan pemerintah” melainkan karena
kebutuhan pasar dan dilakukan oleh pelaku bisnis yang bersangkutan, (2) kebijakan
pemerintah tidak berorientasi kuat pada pensubsidian langsung terhadap industri dan
perusahaan atau pembatasan persaingan dalam pasar, (3) kebijakan pemerintah
sebaiknya berubah dari intervensi langsung ke bentuk tak langsung, (4) pemerintah
sebaiknya tidak mengendalikan atau memiliki prakarsa klaster industri melainkan
berperan sebagai katalis dan pihak yang membawa bersama seluruh para pelaku
inovasi dan klasterisasi, (5) kebijakan klaster industri sebaiknya tidak mengabaikan
klaster industri kecil dan yang sedang muncul ataupun memfokuskan hanya pada
klaster industri yang sudah ada dan “klasik”, (6) kebijakan klaster industri tak hanya
cukup dengan analisis atau studi, tetapi juga tindakan nyata. Kebijakan klaster
industri yang efektif memiliki arti interaksi antara peneliti, para pimpinan dunia usaha,
pembuat kebijakan dan pakar, serta meciptakan suatu forum untuk dialog yang
konstruktif, dan (7) klaster industri sebaiknya tidak dimulai dari “nol” ataupun pasar
dan industri yang menurun (Hertog, 1998).
Asian Development Bank (ADB) dalam penelitiannya mengenai pengembangan klaster industri industri di Indonesia juga telah berhasil
mengidentifikasikan beberapa hal yang menghambat kesuksesan sebuah klaster
industri adalah
1) Mengabaikan hubungan klaster industri ke pasar
Pra-syarat pengembangan klaster industri yang baik adalah potensi klaster
industri untuk akses ke pasar yang berkembang. Apabila hal ini tidak terlaksana,
setiap aktivitas peningkatan teknologi tidak akan berhasil karena para anggota
klaster industri tidak memperoleh hasil finansial atas investasinya.
2) Mengabaikan atau bahkan memperlemah potensi UKM untuk berorganisasi
sendiri
3) Ketidakmandirian organisasi klaster yang terbentuk, karena organisasi mandiri
dari para anggota klaster industri yang kuat dan aktif akan mempermudah proses
belajar secara kolektif dan berpikir secara aktif mengenai masa depan.
Organisasi mandiri, penting juga untuk mengembangkan pasar dan jaringan
distribusi baru. Organisasi mandiri juga penting jika klaster industri ingin
meningkatkan keseragaman produk, standarisasi dan mempermudah distribusi.
Organisasi mandiri juga penting apabila para produsen ingin menghadapi
seorang pembeli yang kuat bersama-sama.
4) Keterbatasan kemungkinan Pemerintah Daerah untuk mendorong
perkembangan klaster industri
Kebanyakan pemerintah daerah sadar akan masalah yang dihadapi oleh
klaster-klasternya. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa staf pemerintah
daerah mampu dan bersedia menyediakan bantuan, jika diberi kesempatan dan
fleksibilitas. Akan tetapi, peranan pemerintah daerah terbatas karena memiliki
otonomi anggaran terbatas.
Proses berkembangnya sebuah klaster mulai pembentukan hingga
pengembangan yang digunakan. Hansen (2003) mengemukakan bahwa ada tiga
tipe atau model pengembangan klaster yaitu :
(1) Spontaneous Clusters, merupakan model pengembangan klaster di mana pelaku usaha mengetahui persis akan kebutuhan dan bagaimana
membangun klaster. Pada model ini bisa dikatakan klaster berdiri tanpa
dukungan yang signifikan dari pemerintah.
(2) Private Sector Driven, pada penerapan model ini pelaku usaha menyadari kebutuhannya akan perlunya klaster, namun mereka tidak atau belum tahu
bagaimana melakukannya, sehingga di sini pelaku usaha bertindak sebagai
inisiator yang dalam proses pengembangannya didukung oleh pemerintah.
(3) Donor or Government-Driven, merupakan sebuah model pengembangan
klaster di mana pelaku usaha tidak mengetahui apa itu klaster dan
bagaimana cara mengembangkannya. Di sini pemerintah merupakan tokoh
kunci berkembangnya sebuah klaster, baik pada pemilihan basis industri
yang akan dikembangkan menjadi sebuah klaster maupun dalam
menentukan strategi pengembangannya.
Berdasarkan karakteristik sistem pemerintahan di Indonesia dan perilaku
industri yang ada, maka masih diperlukan inisiator yang kuat untuk terbentuknya
sebuah klaster industri baik itu dari industri besar maupun dari pemerintah. Kemauan
yang kuat dari beberapa industri mapan menjadi inisiator belum cukup jika tidak
dilengkapi dengan pemahaman konsep klaster yang baik. Pemahaman konsep
sudah dimiliki oleh beberapa industri, namun masih belum semuanya memahami
dengan baik. Model yang direkomendasikan untuk diimplementasikan adalah
Spontaneous Clusters dan Private Donor Driven, hal ini diperkuat dengan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan (Partiwi dan Marimin, 2005).
Peranan Pemerintah pada Klaster Industri
Kebijakan pemerintah adalah kebijakan intervensi yang dapat mempengaruhi
kondisi ekonomi suatu daerah seperti pemberian subsidi, peraturan (regulasi atau
deregulasi), pembanguna