• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Oleh

HEVINAS SURBAKTI 097032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HEVINAS SURBAKTI 097032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT

BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN Nama Mahasiswa : Hevinas Surbakti

Nomor Induk Mahasiswa : 097032076

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (

Ketua Anggota dr. Fauzi, S.K.M)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PASIEN UMUM TENTANG MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

TINGKAT II MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(6)

ABSTRAK

Persepsi pasien tentang mutu pelayanan rumah sakit merupakan elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan Pemanfaatan pasien umum Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah, tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, dan tahun 2011, sebesar 51,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi; (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2012. Populasi adalah pasien umum rawat inap sebanyak 406 orang, sampel sebanyak 88 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Variabel persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan Rumah Sakit.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: (1) mengupayakan pembuatan SOP (standart operating procedure) dimensi mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan seperti SOP kehandalan terhadap pelayanan, tanggap terhadap pelayanan, jaminan pelayanan, empati terhadap pelayanan, dan penampilan pelayanan, (2) mengupayakan perbaikan dan melengkapi kebutuhan sarana pelayanan disesuaikan dengan akreditasi rumah sakit dan kebutuhan pasien, (3) mengupayakan pembenahan dan penataan keadaan lingkungan dalam dan lingkungan luar ruang perawatan seperti perbaikan bangunan fisik, pengecatan ulang, penataan dan perawatan tanaman di taman serta menyediakan tempat parkir yang cukup untuk pasien dan keluarganya, dan (4) mengupayakan kenyamanan lingkungan organisasi yang mampu secara aktual memenuhi kebutuhan dokter karir polisi dan non polisi, sehingga mutu pelayanan menjadi lebih baik.

(7)

ABSTRACT

Patient’s perception of service quality of a hospital is an important element in determining health service utilization. The utilization of general patients at the Bhayangkara Hospital Region II Medan have reduced for the past 3 (three) years. The attainment of its Bed Occupancy Rate (BOR) was relatively low; 31.1% in 2009, 33.3% in 2010, and 51.0% in 2011.

The purpose of this study conducted from February to April 2012 was to analyze the influence of general patients’ perception of service quality including administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. The population of this study was 406 hospitalized general patients and 88 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through

multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, statistically, the general patients’ perception of service quality (administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services) had significant influence on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. General patients’ perception of the quality of doctor’s service had a bigger influence on the utilization of the hospital.

It is suggested that (1) the management of Bhayangkara Hospital Region II Medan seek to restructure, improve, fix and complete the in-patient facilities needed and environmental condition, (2) doctors provide sufficient time to consult with patients, provide complete and clear information about patients’ disease, and pay more attention to every patient complaint, (3) nurses improve their way of paying good attention to the patients, should be polite and friendly when giving explanation and responding to patients’ complaints, improve their performance and tidiness in patient care procedures, and (4) nurses should also improve and pay attention to the quick and accurate patient admission procedures and respond to patients’ complaints by giving an easy and understandable information.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

5. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan dr.

Fauzi, S.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian

dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, dan Dr. dr. Antonius Ginting, Sp.OG, M.Kes selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. AKBP dr. Hascaryatmo, M.A.R.S selaku Direktur Rumah Sakit Bhayangkara

Tingkat II Medan beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin melakukan penelitian di

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

8. AKBP Drs. Edison Sembiring selaku Ka. SPI Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat

II Medan, sahabat yang memberikan saran dan masukan dalam melakukan

penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

10. Ayahanda H. Surbakti dan Ibunda R. Br. Tarigan atas segala jasanya, sehingga

penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

(10)

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Hevinas Surbakti, lahir di Medan pada tanggal 09 Juni 1982, anak pertama

dari dua bersaudara dari pasangan H. Surbakti, dan Ibunda R. Br. Tarigan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar

ST.Yoseph I, Medan pada tahun 1994, pendidikan menengah pertama di SMP ST.

Thomas I Medan, pada tahun 1997, pendidikan menengah atas di SMA ST. Thomas

II Medan, pada tahun 2000, pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas

Methodist Indonesia, Medan pada tahun 2008.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Honorer di Rumah Sakit Stella Marris, Nias

Selatan tahun 2009 dan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan tahun 2010.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat

(12)

DAFTAR ISI

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 11

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan ... 14

2.3 Perilaku Konsumen ... 19

2.4 Persepsi Konsumen ... 20

2.5 Kepuasan Konsumen ... 22

2.6 Kesediaan Pembelian Ulang dan Loyalitas Konsumen ... 25

2.7 Karakteristik Konsumen ... 27

2.8 Rumah Sakit ... 28

2.9 Landasan Teori ... 31

2.10 Kerangka Konsep Penelitian ... 34

(13)

3.4.2 Data Sekunder ... 38

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

3.7 Metode Analisis Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 45

4.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 45

4.1.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 48

4.2 Analisis Univariat ... 49

4.2.1 Identitas Responden ... 49

4.3 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan ... 51

4.3.1 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi ... 51

4.3.2 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter ... 53

4.3.3 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat ... 55

4.3.4 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan ... 56

4.3.5 Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan 58 4.3.6 Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60

4.4 Analsis Bivariat ... 62

4.4.1 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 62

4.4.2 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 63

4.4.3 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 64

4.4.4 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 65

4.4.5 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 65

(14)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 70

5.1 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medaedan ... 70

5.1.1 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 70 5.1.2 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 72

5.1.3 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 74

5.1.4 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 76

5.1.5 Pengaruh Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 77

5.2 Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 79

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan ... 42

3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 43

4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 47

4.2 Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 50

4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . 52

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 53

4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 54

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 54

4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 55

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 56

4.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Sarana Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 57

(16)

4.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi tentang Mutu Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan .. 59

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum tentang Lingkungan Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 59

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Pasien Umum tentang Pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60

4.14 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 60

4.15 Distribusi Alasan Responden yang Bersedia Memanfaatkan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 61

4.16 Distribusi Alasan Responden yang Tidak Bersedia Memanfaatkan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 62

4.17 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Administrasi dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 63

4.18 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Dokter dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 64

4.19 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan Perawat dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 64

4.20 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Sarana Pelayanan dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 65

4.21 Hubungan Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Lingkungan Pelayanan dengan Pemanfaatan Ulang Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 66

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori ... 33

2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 34

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 88

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

3 Uji Univariat dan Bivariat ... 94

4 Uji Multivariat ... 107

5 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 109

6 Surat izin selesai penelitian dari Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 110

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155

(19)

ABSTRAK

Persepsi pasien tentang mutu pelayanan rumah sakit merupakan elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan Pemanfaatan pasien umum Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah, tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, dan tahun 2011, sebesar 51,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi; (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2012. Populasi adalah pasien umum rawat inap sebanyak 406 orang, sampel sebanyak 88 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan (pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Variabel persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter berpengaruh lebih besar terhadap pemanfaatan Rumah Sakit.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: (1) mengupayakan pembuatan SOP (standart operating procedure) dimensi mutu pelayanan rumah sakit secara keseluruhan seperti SOP kehandalan terhadap pelayanan, tanggap terhadap pelayanan, jaminan pelayanan, empati terhadap pelayanan, dan penampilan pelayanan, (2) mengupayakan perbaikan dan melengkapi kebutuhan sarana pelayanan disesuaikan dengan akreditasi rumah sakit dan kebutuhan pasien, (3) mengupayakan pembenahan dan penataan keadaan lingkungan dalam dan lingkungan luar ruang perawatan seperti perbaikan bangunan fisik, pengecatan ulang, penataan dan perawatan tanaman di taman serta menyediakan tempat parkir yang cukup untuk pasien dan keluarganya, dan (4) mengupayakan kenyamanan lingkungan organisasi yang mampu secara aktual memenuhi kebutuhan dokter karir polisi dan non polisi, sehingga mutu pelayanan menjadi lebih baik.

(20)

ABSTRACT

Patient’s perception of service quality of a hospital is an important element in determining health service utilization. The utilization of general patients at the Bhayangkara Hospital Region II Medan have reduced for the past 3 (three) years. The attainment of its Bed Occupancy Rate (BOR) was relatively low; 31.1% in 2009, 33.3% in 2010, and 51.0% in 2011.

The purpose of this study conducted from February to April 2012 was to analyze the influence of general patients’ perception of service quality including administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. The population of this study was 406 hospitalized general patients and 88 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through

multiple logistic regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, statistically, the general patients’ perception of service quality (administrative service, doctor’s service, nurses’ service, service facilities, and environmental services) had significant influence on the utilization of Bhayangkara Hospital Region II Medan. General patients’ perception of the quality of doctor’s service had a bigger influence on the utilization of the hospital.

It is suggested that (1) the management of Bhayangkara Hospital Region II Medan seek to restructure, improve, fix and complete the in-patient facilities needed and environmental condition, (2) doctors provide sufficient time to consult with patients, provide complete and clear information about patients’ disease, and pay more attention to every patient complaint, (3) nurses improve their way of paying good attention to the patients, should be polite and friendly when giving explanation and responding to patients’ complaints, improve their performance and tidiness in patient care procedures, and (4) nurses should also improve and pay attention to the quick and accurate patient admission procedures and respond to patients’ complaints by giving an easy and understandable information.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, pasal 34 ayat 1 dan 3, menegaskan

bahwa Pemerintah bersifat wajib menyelenggarakan pemenuhan hak dasar

perlindungan kesehatan masyarakat dalam meningkatkan status kesehatannya melalui

institusi penyelenggara pelayanan kesehatan.

Salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk mendukung

peningkatan status kesehatan adalah rumah sakit. Dalam Undang-Undang No. 44

tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan

yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,

lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan (preventif) dengan

tidak mengabaikan upaya kuratif-rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat. Selain itu, pelayanan kesehatan di rumah sakit

bukan hanya kepada individu (pasien), tetapi juga keluarga dan masyarakat, sehingga

pelayanan kesehatan yang dilakukan merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna

(komprehensif dan holistik) (UU No.44, 2009).

Azwar (1996) menyatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan hanya dapat

dicapai apabila kebutuhan (needs) dan permintaan (demands) perseorangan, keluarga,

(22)

terpenuhi. Sebagai gambaran tentang pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan

berdasarkan hasil Riskesdas (2010) persentase pemanfaatan pelayanan rumah sakit di

Indonesia oleh rumah tangga sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk

wilayah pedesaan. Untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri pemanfaatan sarana

pelayanan kesehatan sebesar 75,6%. Persentase yang rendah terhadap pemanfaatan

rumah sakit pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan atau pertambahan

jumlah rumah sakit swasta, khususnya di kota-kota besar (Riset Kesehatan Dasar,

2010).

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang

memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan secara individu

tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu, yaitu

karakteristik (a) predisposisi (predisposing characteristic), pendukung (enabling

characteristic) dan kebutuhan (need characteristic). Mengacu kepada hal tersebut

dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan

karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang rumah

sakit yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke rumah sakit

tersebut atau memilih rumah sakit lain berdasarkan persepsinya dalam memanfaatkan

pelayanan kesehatan.

Menurut Lapau (1997) pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat

dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu

masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari faktor organisasi pelayanan

(23)

pelayanan kesehatan adalah faktor sosiopsikologis yang menyangkut bagaimana

individu berpersepsi terhadap pelayanan kesehatan. Apabila seseorang memiliki

persepsi yang baik terhadap pelayanan kesehatan, maka memiliki kemungkinan untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan, demikian pula sebaliknya apabila seseorang

berpersepsi tidak baik terhadap pelayanan kesehatan maka kemungkinan tidak

memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut.

Menurut Robbins (2006), terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,

yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu

memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,

penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi

itu. Diantara karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap,

kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan akan berlanjut pada

proses terbentuknya persepsi secara umum terhadap rumah sakit, oleh sebab itu di

dalam mencapai tujuan yang berorientasi pada pemanfaatan rumah sakit oleh pasien,

disamping aspek fasilitas rumah sakit peranan sumber daya seperti dokter dan

perawat baik medis maupun non medis menjadi sangat penting, karena kinerja

mereka akan menentukan persepsi pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan

rumah sakit.

Bertambahnya jumlah rumah sakit menyebabkan timbulnya persaingan antar

rumah sakit dalam memperebutkan konsumen yang akan memanfaatkan pelayanan

(24)

upaya peningkatan citra rumah sakit. Peningkatan citra rumah sakit dimata

masyarakat sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mewujudkan

masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Sampai saat ini pemerintah telah

cukup berhasil secara kuantitatif memeratakan pelayanan kesehatan kepada rakyat

dengan pengadaan pusat-pusat kesehatan seperti rumah sakit, dengan memperhatikan

peningkatan secara kualitatif menyangkut masalah mutu pelayanan (Wasisto, 1992).

Menurut Parasuraman et al. (1988) metode SERVQUAL (Service Quality)

lazim dipakai untuk mengevaluasi mutu pelayanan pada industri yang bergerak di

sektor jasa dengan melihat dimensi bukti langsung, kehandalan, daya tanggap,

jaminan dan empati. Tjiptono (2002) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat 4

unsur pokok pada service excellent yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan

kenyamanan, dimana semua unsur tersebut harus terintegrasi, artinya salah satu unsur

tersebut tidak dapat dipisahkan/diabaikan didalam mencapai service excellent. Brown

(1995) menyatakan bahwa dengan costumer satisfaction/revenue enhancement model

yang menunjukkan adanya pengaruh antara pelayanan yang memuaskan terhadap

citra perusahaan, loyalitas dan retensi konsumen.

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan (RSBM) diresmikan pada 14

Nopember 1966. Pada mulanya RSBM adalah milik Resimen Brimob. Sejalan

dengan perkembangan organisasi Polri, pengelolaannya beralih menjadi milik Polda

Sumut. Rumah sakit ini telah tiga kali berubah nama; Rumah Sakit Brimob, Rumah

Sakit Polda Sumut dan terakhir Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Pada tahap-tahap

pengembangan yang telah dilalui terlihat keberadaannya belum dapat memenuhi

(25)

RI maupun Standar Internasional. Namun kehadiran rumah sakit ini menjadi penuh

arti dalam dukungan tugas-tugas kepolisian dan pelayanan kesehatan bagi anggota

Polri dan keluarganya khususnya di wilayah Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

RSBM adalah salah satu rumah sakit Tingkat II yang dimiliki Polri disamping

Bandung, Surabaya dan Makasar. Ditinjau dari kategori organisasi rumah sakit

Depkes tingkatan rumah sakit ini sebenarnya adalah setara Tipe B, yaitu rumah sakit

yang mempunyai pelayanan dengan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik

terdaftar. Namun secara operasionalnya saat ini RSBM adalah rumah sakit Tipe C

plus artinya telah memiliki minimal pelayanan spesialistik empat dasar (Penyakit

Dalam, Bedah, Kebidanan dan Anak) ditambah pelayanan spesialistik dan

subspesialistik lain yang merupakan konsulen/konsultan dari luar. Dilihat dari segi

disain fisik tentunya rumah sakit ini lebih mirip rumah sakit setingkat distrik.

Jumlah tempat tidur yang dimiliki adalah 120 unit, terdiri dari berbagai jenis,

baik yang sistem elektrik maupun manual. Jika dilihat dari angka pemanfaatan tempat

tidurnya, rumah sakit ini memiliki jumlah BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah.

Tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, tahun 2011, sebesar 51,0%

sementara standar nasional 60-85%. Jumlah pasien umum yang memanfaatkan

Rumah Sakit Bhayangkara untuk pelayanan kesehatan juga tergolong relatif rendah.

Rumah sakit ini masih dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri dan keluarganya.

Sebagai gambaran, pada tahun 2011, pasien umum yang memanfaatkan

Rumah Sakit Bhayangkara hanya 405 orang atau sekitar 19,5% dari total pasien rawat

(26)

1.204 orang atau sekitar 58,0%, sisanya 466 orang atau sekitar 22,5% adalah pasien

pensiunan dan veteran (Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2012).

Survei pendahuluan yang dilakukan pada 18 Desember tahun 2011 dengan

wawancara kepada 10 orang pasien umum yang baru pertama kali memanfaatkan

Rumah Sakit Bhayangkara Medan ditemukan sebanyak 6 orang (60%) yang

menyatakan pelayanan kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit belum sesuai

dengan yang diharapkan. Pelayanan yang dirasakan kurang baik antara lain:

kepedulian dan keramahan perawat terhadap pasien.

Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Medan juga berusaha untuk

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang keluhan, pendapat

dan saran yang disampaikan lewat kotak saran atau buku saran. Dari data tentang

keluhan pasien/ keluarga/pengunjung yang dikumpulkan di bagian pelayanan selama

bulan Januari sampai dengan Juni 2011 didapatkan sejumlah 14 surat saran atau

keluhan. Isi dari keluhan dikelompokkan berdasarkan permasalahan seperti berikut :

e.Keluhan terhadap pelayanan perawat antara lain : pelayanan petugas perawat yang

kurang ramah, tidak empati dan pelayanan lambat.

f. Keluhan terhadap pelayanan dokter, antara lain : jadwal kunjungan berubah-ubah ,

waktu visite yang terlalu singkat sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya

atau menjelaskan sakit pasien, dokter kurang ramah, dokter terkesan cara

(27)

g.Keluhan terhadap lingkungan rumah sakit, antara lain : lingkungan bangsal yang

terkesan kurang bersih terutama di kamar kecil, lantai kurang bersih dan sampah

lama tidak diambil.

h.Keluhan terhadap sarana dan prasarana pelayanan, antara lain : tempat tidur yang

kurang nyaman, kasur yang rusak, alat kesehatan banyak yang kurang berfungsi.

(Urmin RSB Medan, 2012).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan serta masukan yang diperoleh pihak

rumah sakit dari kotak saran atau buku saran menunjukkan bahwa keluhan pasien

terkait dengan dimensi mutu pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan

Parasuraman et al. (1988) yaitu: bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan

dan empati.

Fenomena pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara yang belum optimal tentu

saja terkait dengan kinerja petugas pelayanan kesehatan, yaitu dokter dan perawat.

Menurut Engel et al. (1994), rendahnya pemanfaatan di unit rawat inap di sebuah

rumah sakit oleh pasien dan rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan

kembali pelayanan kesehatan disebakan oleh keputusan memilih unit rawat inap

rumah sakit tersebut oleh pasien, dimana keputusan memilih tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain; jarak antara rumah sakit dengan tempat tinggal,

transportasi, keragaman pelayanan, harga, informasi, kemudahan mendapatkan

pelayanan, kesesuaian karakteristik pasien dan mutu pelayanan.

Beberapa hasil penelitan terkait dengan pemanfaatan rumah sakit, yaitu hasil

(28)

dan proses pelayanan rumah sakit berpengaruh terhadap kunjungan pasien. Pelayanan

sumber daya manusia berpengaruh lebih besar terhadap persepsi pasien di Rumah

Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.

Penelitian yang dilakukan Nurcaya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat

kesenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang

diharapkan atau dipersepsikan pasien. Kesenjangan tersebut terjadi atas lima dimensi

kualitas pelayanan pada seluruh rumah sakit di Provinsi Bali.

Penelitian Endartini (2004) tentang persepsi pasien umum terhadap pelayanan

Rumah Sakit Kesdam I/BB Medan, menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan

persepsi yang bermakna, bahkan pada masing-masing unit pelayanan rumah sakit

masih terdapat berbagai kesenjangan persepsi antara harapan dan kenyataan

mengenai standar pelayanan rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas terdapat kecenderungan bahwa pembentukan

persepsi pada individu akan berbeda dengan individu lainnya, yang dipengaruhi oleh

faktor dominan seperti pengetahuan, pengertian serta pemahaman terhadap hal atau

objek yang dipersepsikan. Disamping itu, persepsi pasien terhadap rumah sakit terkait

dengan banyaknya rumah sakit sebagai alternatif untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan, maka mutu pelayanan sebagai aspek yang di persepsikan akan dipengaruhi

oleh banyak faktor, misalnya banyaknya rumah sakit swasta nasional maupun asing

yang menawarkan pelayanan kesehatan yang bermutu akan memengaruhi mutu

(29)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui ”Pengaruh persepsi

pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi: (pelayanan administrasi, pelayanan

dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap

pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.”

1.5 Permasalahan

Bagaimana pengaruh persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi:

(pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan,

lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan ?

1.6 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi pasien

umum tentang mutu pelayanan meliputi : (pelayanan administrasi, pelayanan dokter,

pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan pelayanan) terhadap pemanfaatan

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

1.4 Hipotesis

Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan meliputi : (pelayanan

administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, sarana pelayanan, lingkungan

pelayanan) berpengaruh terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

(30)

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan dalam

manajemen strategi pelayanan kesehatan rumah sakit.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat objektif dan karena

itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok

ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak, Tuntutan kesehatan

(health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan dan social ekonomi (Azwar, 1996).

Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan

kesehatan. Perkembangan tekhnologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan

pelayanan kesehatan, karena kemajuan tekhnologi dapat merupakan salah satu factor

yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996).

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan

adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang

memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut.

Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya

kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang

(32)

1. Faktor Sosiokultural

a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,

dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan

pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial,

serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat

menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya

berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan

pelayanan kesehatan.

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi

seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat,

tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan

hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan

tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan

antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh,

(33)

tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses

yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh

mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan

keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak

dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai

mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis.

Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin

khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang

kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.

Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya,

sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen

memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis

kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal,

praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat

pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

(34)

oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap

pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan

diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini

dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa,

status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan,

pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan

medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen

tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima,

sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik

provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki

oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

Perngertian tentang mutu mencakup dua hal penting yaitu keistimewaan

produk dan bebas defisiensi. Mutu produk atau jasa adalah seluruh gabungan

sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dan pemasaran, engineering, manufaktur dan

pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan

(35)

Karakteristik dalam suatu pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan adalah

tidak berwujud, heterogen, tidak dapat dipisahkan dan tak dapat disimpan. Mutu

pelayanan kesehatan bagi pasien dan masyarakat berarti suatu empati, respek dan

tanggap terhadap kebutuhan pasien, dimana pelayanan harus sesuai dengan

kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung

(Wiyono, 1997).

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien walaupun

merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh

pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh

lingkungan. Dalam penilaian performance pemberi jasa layanan kesehatan terdapat

dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu tekhnis medis dan hubungan interpribadi.

Hal ini meliputi penjelasan dan pemberi informasi kepada pasien tentang penyakitnya

serta memutuskan bersama pasien dan tindakan yang akan dilakukan atas dirinya.

Hubungan interpribadi ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati,

kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy

pasien (Wiyono, 1997).

Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dari

pihak yang terlibat dalam pelayanan (Azwar, 1996) :

1. Pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas

(36)

keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau

kesembuhan penyakit yang sedang dideritanya.

2. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang

diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi muthakir dan atau

otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien.

3. Penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian

sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan

kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.

Menurut Donabedian, mutu pelayanan kesehatan adalah keputusan yang

berhubungan dengan pelayanan yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan

memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan ini terbagi dua

komponen utama, yaitu pelayanan teknis (medis) dan hubungan interpersonal antara

praktisioner dan klien. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan

pada setiap sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang

telah ditetapkan. Dari perspektif pasien, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan

(37)

Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan dimensi mutu. Parasuraman

et al. (1988) mengukur mutu jasa pelayanan dalam lima dimensi yang sering disebut

SERVQUAL yaitu :

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta

penampilan personil.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai

dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para

pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan

dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada

pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik

dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggan.

Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Lori Di Pete Brown et al. dalam

Wiyono (1997).

a. Kompetensi teknis : terkait dengan ketrampilan, kemampuan dan penampilan

petugas.

b. Akses terhadap pelayanan : pelayanan kesehatan tak terhalang oleh keadaan

(38)

c. Efektivitas : menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai

standar yang ada.

d. Efesiensi : terkait dengan pemilihan intervensi yang cost effective karena

terbatasnya sumber daya pelayanan kesehatan.

e. Kontinuitas : pelayanan yang diberikan lengkap sesuai yang dibutuhkan tanpa

interupsi, berhenti atau mengulangi produser diagnosis dan terapi yang tak perlu.

f. Keamanan : berarti mengurangi resiko cedera, infeksi efek samping dan bahaya

lain yang berkaitan pelayanan.

g. Hubungan antar manusia : berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan

dan pasien, manajer dan petugas dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.

h. Kenyamanan : berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tak berhubungan

langsung dengan efektivitas klinis, tapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien

dan bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan

berikutnya.

Setiap organisasi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, terlibat dengan

pasien dan masyarakat umumnya, dan harus mengelola hubungan yang responsive

dengan mereka semua. Pemuasan kebutuhan pasien akan pelayanan yang baik,

mempunyai makna pemenuhan kebutuhan pasien ditetapkan berdasarkan indikasi

medic bukan atas dasar meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit. Bertahan

dan berkembang merupakan azas pokok sebuah lembaga menuju masa depan. Tanpa

pengembangan pada mutu pelayanan, sebuah rumah sakit akan terus menerus

(39)

2.3 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk dalam

Prasetijo (2005), merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari,

membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa

maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari

beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing).

2. Tahap konsumsi (consumtion) : menggunakan (using) dan mengevalusi

(evaluating).

3. Tahap tindakan pasca beli (disposition).

Pengetahuan tentang perilaku konsumen dapat dipakai untuk menciptakan

cara memuaskan kebutuhan mereka dan menciptakan pendekatan yang baik untuk

berkomunikasi dan mempengaruhi mereka (Prasetijo, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli menurut Kotler (2003):

1. Faktor kultural : kultur, sub kultur, kelas sosial

2. Faktor social : kelompok referensi, keluarga, aturan dan situasi

3. Faktor pribadi : umur dan tahap pengalaman hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,

gaya hidup dan kepribadian

(40)

2.4 Persepsi Konsumen

Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia

melalui panca indra (sistem sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian diaatur dan

akhirnya diintepretasikan. Persepsi merupakan proses dimana seseorang menyeleksi,

mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli yang diterima pancaindra, ke

dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004).

Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah :

(Prasetijo, 2005)

1. Faktor internal

1.1.Pengalaman

1.2.Kebutuhan saat itu.

1.3.Nilai-nilai yang dianut.

1.4.Ekspektasi / pengharapan.

2. Faktor eksternal

2.1.Tampakan produk

2.2.Sifat-sifat stimulus

2.3.Situasi lingkungan

Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang

berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku persepsi, faktor

objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi dilakukan, faktor pelaku

persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat,

(41)

ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup

individu menentukan persepsi pasien terhadao mutu pelayanan kesehatan (Jacobalis,

1995).

Perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka terhadap realitas dan bukan

realitas itu sendiri. Bila seseorang ingin membeli produk, maka ia merespon

persepsinya tentang produk dan bukan produk itu sendiri (Prasetijo, 2005).

Sedangkan menurut Parasuraman et al., 1988, persepsi pasien terhadap mutu

pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini

dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut,

kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal.

Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap

mutu pelayanan.

Krowinski (1996) melakukan pengukuran kepuasaan pasien rawat inap,

dengan model persepsi terhadap mutu berbagai faktor pelayanan yang diterima

pasien, yang membentuk persepsi terhadap keseluruhan mutu pelayanan. Dengan

model ini, manajemen rumah sakit dapat mengevaluasi dan mengembangkan mutu

pelayanan sesuai faktor pelayanan yang ada, untuk kepuasan pasien yang akan

mempengaruhi kesediaan pemanfaatan ulang.

Beberapa hal dapat dilakukan oleh pemberi pelayanan jasa untuk

memperbaiki persepsi konsumen (Parasuraman et al., 1988).

1. Membuat konsumen sadar akan adanya komitmen pemberi layanan untuk

(42)

2. Memberikan penjelasan kepada konsumen untuk penggunaan layanan yang

lebih baik.

3. Memberikan penjelasan yang adekuat kepada konsumen beberapa hal yang

mungkin dapat mengganggu / menghambat proses layanan.

Kotler (2003) menyatakan bahwa mutu harus bias dirasakan oleh pelanggan.

Mutu kerja harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan persepsi

pelanggan. Pembaharuan kualitas hanya berarti bila dirasakan oleh pelanggan.

2.5 Kepuasan Konsumen

Engel et al. dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan

merupakan evalusi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama

atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan muncul apabila hasil

tak memenuhi harapan. Schnaars dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa pada

dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa

puas. Tingkat kepuasan konsumen dapat berarti tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan disbanding harapannya.

Harapan konsumen mempunyai peranan yang besar dalam membentuk

kepuasan konsumen. Dalam konteks kepuasan konsumen, harapan merupakan

perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya. Parasuraman

et al. (1988) memberi contoh cara konsumen pelayanan kesehatan menilai lima

(43)

a. Kehandalan : janji ditepati, sesuai jadwal, diagnosis terbukti akurat.

b. Daya tanggap : mudah diakses, tak lama menunggu, besedia mendengar keluhan

pasien.

c. Jaminan : pengetahuan, keramahan, ketrampilan, kepercayaan, reputasi.

d. Empati : mengenal pasien dengan baik, mengingat masalah sebelumnya,

pendengar yang baik, sabar.

e. Faktor fisik : ruang tunggu, ruang operasi, peralatan, bahan-bahan tertulis.

Kotler (2003) mengidentifikasi 4 motede untuk mengukur kepuasan

pelanggan, yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada kepuasan pelanggan akan member kesempatan

yang luas kepada para pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat dan

keluhan mereka. Media yang digunakan bias berupa kotak saran, kartu komentar,

saluran telepon khusus bebas pulsa.

2. Ghost Shopping

Manajemen memperkerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pembeli /

pelanggan produk perusahaan pesaing. Kemudian mereka melaporkan

temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk saingan tersebut. Para

ghost shoper juga mengamati cara perusahaan pesaing melayani permintaan

(44)

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang

pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi agar dapat

mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei dapat dilakukan melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi.

Melalui survei perusahaan dapat memperoleh tanggapan dan umpan balik dari

pelanggan dan memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian

terhadapa para pelanggan.

Pascoe dalam Krowinski (1996), mendefinisikan kepuasan pasien dari dua sisi

yang berbeda (contrast model). Pasien memasuki rumah sakit dengan serangkaian

harapan dan keinginan. Bila kenyataan di rumah sakit menjumpai pelayanan lebih

dari yang diharapkan maka mereka akan puas. Sebaliknya jika pelayanan dirumah

sakit lebih buruk dari yang mereka harapkan maka mereka akan tidak puas.

Linder Pelz dalam Krowinski (1996) menyebutkan bahwa kepuasan pasien

adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam. Pelayanan yang

dievalusi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan, sampai dengan system

pelayanan menyeluruh didalam rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus

dapat dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak dimensinya atau variable yang

mempengaruhinya.

Jacobalis dalam Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa berdasarkan

(45)

dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh

perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan

informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien,

lamanya proses masuk perawatan, aspek pelayanan ‘hotel’ dirumah sakit serta

kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.

Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, beberapa manfaat

antara lain diantaranya : hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang

harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya

loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang

menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan

jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain

tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut

menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang

social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman

hidup pasien (Jacobalis, 1995).

2.6 Kesediaan Pembelian Ulang dan Loyalitas Konsumen

Kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan

konsumen. Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien

merasakan pelayanan yang diterima. Persepsi ini, berhubungan dengan sikap

konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu produk

(46)

bersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat membutuhkan

(Simamora, 2004).

Loyalitas konsumen dapat berarti keadaan dimana terjadi pembelian ulang

yang menetap oleh konsumen pada merk spesifik, yang lebih disukai dari beberapa

alternative yang ada, atau penggunaan regular suatu tempat layanan / toko untuk tipe

pembelian yang spesifik. Loyalitas dari pasien rumah sakit adalah suatu sasaran

pemasaran yang penting. Rumah sakit harus mempunyai program untuk membangun

loyalitas pasien kepada rumah sakit (Simamora, 2004).

Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan

hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari yang

mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada

produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal, termasuk pasien

sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli ulang produk atau jasa

ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya untuk merekomendasikan

produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka.

Mempertahankan konsumen lebih lama lebih penting dari pada menarik pelanggan

baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan kesediaan dan kemungkinan

membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004).

Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan

kesehatan, konsumen lebih berani dibanding dulu dalam mengekspresikan

ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dengan berpindah ke penyedia

(47)

Pemberi layanan / pemasar menginginkan konsumen mereka menyampaikan

kepada teman dan lainnya tentang produk merk, tempat membeli, dan hal-hal lain

tentang produk agar mendapat konsumen potensial yang dapat berpengaruh oleh

informasi tersebut (Peter, 2000).

2.7 Karakteristik Konsumen

Karakteristik adalah cirri khusus yang mempunyai sifat sesuai dengan

perwatakan tertentu. Dalam suatu penelitian, karakteristik merupakan variabel

‘universal’ yang amat sering memiliki relevansi pada penelitian kelompok atau

populasi, sehingga pemasukan variabel tersebut harus selalu dipertimbangkan. Jenis

kelamin, usia, paritas, etnis, agama, status perkawinan, status social yang meliputi

pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, kepadatan rumah, tempat tinggal yang

meliputi desa-kota dan morbiditas merupakan variabel-variabel universal yang sering

diperhitungkan untuk diikutsertakan dalam suatu penelitian meskipun tidak secara

otomatis digunakan sebagai variabel penelitian (Abramson, 1997).

Menurut Kotler (2003), karakteristik dari konsumen yang berpengaruh

terhadap perilaku pembelian terdiri dari faktor cultural (kultur, subkultur, kelas

sosial), faktor sosial (kelompok, referensi, keluarga, aturan dan situasi), faktor pribadi

(umur dan tahap pengalaman hidup), pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan

kepribadiaan, dan faktor psikologi (motivasi, persepsi, pengetahuan, sikap dan

(48)

Dalam segmentasi pasar jasa, karakteristik konsumen yang menjadi variabel

utama untuk dikaji karena berhubungan erat dengan perilaku konsumen. Meliputi

faktor geografis (wilayah, ukuran daerah, kepadatan dan iklim), faktor demografis

(umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan,

pendidikan, agama, ras dan kewarganegaraan), faktor-faktor psikologis (kelas sosial,

gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, tingkat

pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan membeli dan sikap) terhadap produk

(Kotler, 2003).

Variabel non medis, ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur,

tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik,

pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Gunarsa dkk dalam

Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi juga oleh

karakteristik pasien yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi dan

diagnosis penyakit.

2.8 Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan

(49)

Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima

perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan. Rumah

sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan

kedokteran maupun penelitian ilmu-ilmu dasar (Wolfer, 2001).

Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

yang kompleks dan perlu dikelola secara professional sehingga penyedia pelayanan

kesehatan ini akan berhadapan dengan masalah tentang bagaimana memberikan

pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Disamping itu, rumah sakit adalah suatu

jenis pelayanan industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus mampu

menaati kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran dan fungsinya (Aditama, 2004).

Kualitas pelayanan dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh betapa

pentingnya peran karyawan yang professional seperti : dokter, perawat, ahli farmasi,

fisioterapi, radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Hal ini perlu mendapat perhatian

karena para tenaga professional ini cenderung sangat otonom dan berdiri sendiri.

Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan misi kerja organisasi secara

keseluruhan tetapi mampu bekerja dengan standar profesi yang dianut (Depkes RI,

2000).

Azwar (1996) mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakan

dengan industri lainnya :

1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia, dimana

rumah sakit tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia bukan

(50)

2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan rumah sakit

tidak selalu mereka yang menentukan tempat menerima pelayanan. Pasien adalah

mereka yang diobati di rumah sakit, akan tetapi kadang-kadang bukan mereka

sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran professional termasuk dokter,

perawat, ahli farmasi, fisioterapi dan lain-lain untuk mewujudkan misi kerja

organisasi.

Depkes RI (1997) menyatakan, pembangunan dibidang perumahsakitan

bertujuan untuk :

1. Meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan

rujukan kesehatan secara terpadu.

2. Meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit meliputi

kegiatan-kegiatan perencanaan, pergerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan

penilaian yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan.

Dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat, rumah sakit memberikan

pelayanan dalam bentuk pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan dan

pelayanan rawat inap. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan

kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera mungkin untuk

menyelamatkan kehidupannya. Di setiap rumah sakit lazim ditemukan unit gawat

(51)

Menurut Azwar (1996), pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran

yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan

oleh klinik rumah sakit secara umum dibedakan :

1.Pelayanan darurat, untuk menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera

dan mendadak.

2.Perawatan rawat jalan paripurna, memberikan pelayanan rawat jalan paripurna

sesuai kebutuhan pasien.

3.Pelayanan rujukan, melayani pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain.

4.Pelayanan bedah jalan, memberikan pelayanan bedah yang selesai dan pasien

pulang pada hari yang sama.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi,

perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau kesehatan lainnya

dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang

tercatat dan tersedia di ruang rawat inap (Wiyono, 1997).

2.9 Landasan Teori

Teori yang mendasari dalam mengukur mutu jasa pelayanan yang dilakukan

suatu rumah sakit mengacu kepada lima dimensi mutu yang disebutkan Parasuraman

et al. (1988) yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta

(52)

2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai

dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para

pelanggan dengan cepat dan tanggap.

4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan

dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).

5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada

pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik

dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggan.

Persepsi pasien tentang kualitas rumah sakit yang menjadi elemen penting

dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam konsep model kualitas

pelayanan jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988) ada empat faktor

yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu:

a. pengalaman dari teman (word of mouth), b. kebutuhan atau keinginan (personal

need), c. pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experience) dan

d. komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communications to customer).

Perbedaan persepsi dan harapan pasien, merupakan faktor yang

mempengaruhi keputusan pelanggan rumah sakit dalam memanfaatkan pelayanan

rumah sakit. Mengacu kepada teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005),

(53)

Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

a. Karakteristik predisposisi

Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan bahwa setiap individu

berbeda secara karakteristik dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal yang

termasuk dalam karakteristik predisposisi adalah: ciri ciri demografi (jenis

kelamin, umur, dan status), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan,

kesukuan) serta keyakinan bahwa pelayanan dapat menolong proses kesembuhan

penyakit.

b. Karakteristik Kebutuhan

Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan akan

pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan kesehatan justru

selama ini yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan penduduk sudah benar

Predisposing Enabling Need

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Persepsi Pasien Umum tentang Mutu Pelayanan
Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan waktu konsultasi dalam persepsi tentang jasa pelayanan pada Rumah Sakit Umum Methodist Susanna Wesley Medan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kecukupan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.. Penelitian ini menggunakan

Tingginya angka pulang atas permintaan sendiri di RSU Advent Medan karena ketidakpuasan pasien akan jasa baik pelayanan medik maupun non medik yang diberikan rumah sakit

Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Umum Rawat Inap di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan, Thesis.. Universitas

Bersama surat ini kami sampaikan bahwa dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Advent Kota Medan, maka kami bermaksud melakukan

Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi terhadap Kinerja Dokter dalam Pengisian Rekam Medis di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Program Studi S2 IKM Universitas

5.2 Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Artinya semakin baik