• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA KELAS V SD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA KELAS V SD SKRIPSI"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

TEAMS GAMES TOURNAMENT

TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEVALUASI

DAN

MENARIK

KESIMPULAN

SISWA KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Prorgam Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Agnes Putri Wiraswasti NIM : 151134158

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini Peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria sebagai sumber kekuatan dalam hidupku

2. Kedua orang tuaku, Bapak Yakobus Paryono dan Ibu Theopilla Hariyani yang selalu mendukung dan selalu memberikan yang terbaik untukku

3. Kakakku Crisensia Bella Aprilyani dan adikku Paskalis Bagas Swastantyo yang selalu memberikan semangat dan penghiburan ketika lelah selama proses perkuliahan

(5)

v MOTTO

Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan”

Yeremia 17:7

“Orang yang menginginkan impiannya menjadi kenyataan, harus menjaga diri agar tidak tertidur”

Richard Wheeler

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Januari 2019 Peneliti

(7)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Agnes Putri Wiraswasti

Nomor Mahasiswa : 151134158

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA KELAS V SD”,

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 23 Januari 2019 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA KELAS V SD

Agnes Putri Wiraswasti Universitas Sanata Dharma

2019

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap rendahnya mutu pendidikan di Indonesia khususnya pada mata pelajara IPA berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2009, 2012, dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap kemampuan mengevaluasi dan menarik kesimpulan siswa kelas V salah satu SD swasta di Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experimental tipe pretest-posttest non equivalent group design. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas V sebanyak 42 siswa. Treatment dilakukan pada kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Terdapat lima langkah model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) yaitu penyajian materi (presentation class), kelompok (teams), permainan (games), kompetisi (tournament), dan pengakuan kelompok (teams recognition).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. 1) model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi.

Rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok eksperimen (M = 1,25, SE = 0,14) lebih tinggi daripada rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok kontrol (M = 0,71, SE = 0,12). Perbedaan skor tersebut signifikan dengan t(40) = -3,00, p = 0,006 (p < 0,05); termasuk kategori efek menengah dengan r = 0,415 atau setara dengan

17% 2) Model pembelajara kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) tidak berpengaruh terhadap kemampuan menarik kesimpulan. Rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok eksperimen (M = 1,17, SE = 0,16) lebih tinggi daripada rerata selisih skor yang dicapai pada kelompok kontrol (M = 0,86, SE = 0,11). Meskipun demikian, perbedaan skor tersebut tidak signifikan dengan t(40) = -1,62, p = 0,113 (p > 0,05); termasuk kategori efek kecil dengan r = 0,25 atau setara dengan 6%.

Kata Kunci: model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), kemampuan berpikir kritis, kemampuan mengevaluasi, kemampuan menarik

(9)

ix

ABSTRACT

THE EFFECT OF IMPLEMENTATION COOPERATIVE LEARNING MODEL OF TEAMS GAMES TOURNAMENT TYPE ON EVALUATING AND

CONCLUDING FOR FIFTH GRADE PRIMARY SCHOOL

Agnes Putri Wiraswasti

Sanata Dharma University

2019

The background of this research was the concern about the level of thinking ability of high-level students in science subject according study to PISA 2009, 2012, and 2015. This study aimed to determine the effect of application in cooperative learning type Teams Games Tournament on the ability to evaluating and concluding the students of grade V in one of privat elementary schools in Yogyakarta.

This research was an experimental quasi-research with pretest-posttest nonequivalent group design type. The population used of this study were 42 students of the fifth grade V. The treatment for the experimental group was Teams Games Tournament model. There are five steps in cooperative learning model on Teams Games Tournament type including class presentation, teams, games, tournament, and team recognition.

This result of this study showed that 1) cooperative learning model on the Teams Games Tournament type afect on the ability to evaluating. The mean score of the experimental group (M = 1,25, SE = 0,14) was higher than the mean score of control group (M = 0,71, SE = 0,12). This difference was significant t(40) = -3,00, p = 0,006 (p < 0,05), however it did represent a medium-sized effect r = 0,415 or equivalent to 17%. 2) cooperative learning model on Teams Games Tournament type did not significantly effect on the ability to concluding. The mean score the experimental group (M = 1,17, SE = 0,16) was higher than mean score of control group (M = 0,86, SE = 0,11). The difference was not significant with t(40) = -1,62, p = 0,113 ( p > 0,05), however it did represent a small-sized effect r = 0,25 or equivalent to 6%.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENARIK KESIMPULAN SISWA

KELAS V SD” disusun sebagai salah satu memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan bijaksana.

5. Agnes Herlina Dwi Hadiyanti, S.Si., M.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan penuh perhatian.

6. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan masukan dalam penulisan penelitian ini.

7. Ari Kristiani, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Budya Wacana I Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian

8. Ch. Wiji Widiastuti, S.Pd. selaku guru mitra yang telah membantu pelaksanaan penelitian

(11)

xi 10. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses

perizinan penelitian skripsi

11. Kedua orang tuaku, Bapak Yakobus Paryono dan Ibu Theopilla Hariyani yang selalu sabar mendukung, mendampingi, dan memenuhi kebutuhan selama proses perkuliahan

12. Kakakku Crisensia Bella Aprilyani, Koko Rychard Rynaldy Yonathan, dan adikku Paskalis Bagas Swastantyo yang selalu memberi dukungan dan penghiburan dikala mengalami kejenuhan

13. Sahabat seperjuangan payung skripsi Yohana Fransiska Lintang dan Cordula Anggraeni Oktadayani yang sangat membantu selama proses penyelesaian skripsi

14. Sahabatku Yustin Paramitha Dewi dan Diana Putri Utami yang telah menjadi penghibur dan penyemangatku di setiap waktu

15. Sahabatku Sekar, Vanny, Ruth, Maria, Ajeng, Gis, Kikin, Vina, Asri, Bowo, dan Yoga yang selalu memberikan penghiburan di kala bosan dan penat walaupun jarak memisahkan

16. Kak Vero dan Tyas atas ketersediaannya untuk mengoreksi tata bahasa serta tulisan yang salah ketik dengan teliti

17. Teman-teman PPL Catur, Jacob, Yutta, Rika, Deta, Lintang, dan Rani atas kerja sama, dukungan, penghiburan selama pelaksanaan PPL di sekolah

18. Sahabat penelitian kolaboratif Halimah, Herlin, Niken, Anggun, Melsa, Clara, Popy, Felis, Erine yang telah memberikan bantuan selama penyelesaian skripsi 19. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu namun telah

banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 8

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 8

2.1.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif ... 14

2.1.1.3 Tipe Teams Games Tournament (TGT) ... 17

2.1.1.4 Berpikir Kritis ... 20

2.1.1.5 Kemampuan Mengevaluasi ... 22

2.1.1.6 Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 23

2.1.1.7 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ... 24

2.1.1.8 Materi Sistem Pernapasan Pada Hewan ... 24

2.1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 26

2.1.2.1 Penelitian-Penelitian mengenai Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 26

2.1.2.2 Penelitian-Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis ... 28

2.1.2.3 Literature Map ... 31

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

2.3 Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

(13)

xiii

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1 Populasi ... 37

3.3.2 Sampel ... 37

3.4 Variabel Penelitian ... 38

3.4.1 Variabel Independen ... 39

3.4.2 Variabel Dependen ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6 Instrumen Penelitian... 42

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 43

3.7.1 Uji Validitas ... 44

3.7.1.1 Validitas Permukaan ... 44

3.7.1.2 Validitas Isi ... 45

3.7.1.3 Validitas Konstruk ... 46

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 47

3.8 Teknik Analisis Data ... 48

3.8.1 Analisis Pengaruh Perlakuan ... 48

3.8.1.1 Uji Asumsi ... 49

3.8.1.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 50

3.8.1.3. Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 52

3.8.1.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 53

3.8.2 Analisis Lebih Lanjut ... 54

3.8.2.1 Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 54

3.8.2.2 Besar Efek Peningkatan ... 56

3.8.2.3 Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 57

3.8.2.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan... 59

3.8 Ancaman Terhadap Validitas Internal Penelitian ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1 Hasil Penelitian ... 66

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 66

4.1.1.1 Deskripsi Sampel Penelitian ... 66

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 67

4.1.2 Deskripsi Sebaran Data ... 72

4.1.2.1 Kemampuan Mengevaluasi ... 73

4.1.2.1 Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 75

4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian I ... 77

4.1.3.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 78

4.1.3.2 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 83

4.1.3.3 Analisis Lebih Lanjut ... 84

4.1.4 Uji Hipotesis Penelitian II ... 92

4.1.4.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 93

4.1.4.2 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 99

4.1.4.3 Analisis Lebih Lanjut ... 100

(14)

xiv

4.2.1 Pengendalian Ancaman terhadap Validitas Internal ... 108

4.2.2 Analisis Pengaruh Kemampuan Mengevaluasi ... 114

4.2.3 Analisis Pengaruh Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 119

4.2.4 Pembahasan Lebih Lanjut ... 123

BAB V PENUTUP ... 126

5.1 Kesimpulan ... 126

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 127

5.3 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128

LAMPIRAN ... 133

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Jadwal Pengambilan Data ... 37

Tabel 3. 2 Matriks Pengembangan Instrumen... 43

Tabel 3. 3 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 47

Tabel 3. 4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 48

Tabel 3. 5 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan Menurut Field ... 54

Tabel 3. 6 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan Menurut Fraenkel, Wallen, dan Hyun54 Tabel 4. 1 Sebaran Data Kemampuan Mengevaluasi Kelompok Kontrol ... 73

Tabel 4. 2 Sebaran Data Kemampuan Mengevaluasi Kelompok Eksperimen ... 74

Tabel 4. 3 Sebaran Data Kemampuan Menarik Kesimpulan Kelompok Kontrol ... 75

Tabel 4. 4 Sebaran Data Kemampuan Menarik kesimpulan Kelompok Eksperimen . 76 Tabel 4. 5 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Pretest Kemampuan Mengevaluasi 78 Tabel 4. 6 Hasil Uji Homogenitas Varian Skor Pretest Kemampuan Mengevaluasi . 79 Tabel 4. 7 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest Kemampuan Mengevaluasi ... 79

Tabel 4. 8 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Kemampuan Mengevaluasi 81 Tabel 4. 9 Hasil Uji Homogenitas VariansKemampuan Mengevaluasi ... 81

Tabel 4. 10 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengevaluasi . 82 Tabel 4. 11 Hasil Uji Effect Size ... 84

Tabel 4. 12 Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest I Mengevaluasi ... 85

Tabel 4. 13 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengevaluasi .... 85

Tabel 4. 14 Hasil Uji Besar Efek Peningkatan Pretest ke Posttest I Mengevaluasi ... 88

Tabel 4. 15 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 89

Tabel 4. 16 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Skor Posttest I dan Posttest II ... 90

Tabel 4. 17 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 90

Tabel 4. 18 Hasil Uji Signifikansi Skor Pretest ke Posttest II ... 92

Tabel 4. 19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Pretest Menarik Kesimpulan ... 94

Tabel 4. 20 Hasil Uji Homogenitas Varian Pretest Menarik Kesimpulan ... 94

Tabel 4. 21 Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest Kemampuan Menarik Kesimpulan.. 95

Tabel 4. 22 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Selisih Menarik Kesimpulan ... 96

Tabel 4. 23 Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 97

Tabel 4. 24 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Menarik Kesimpulan ... 97

Tabel 4. 25 Hasil Uji Effect Size ... 99

Tabel 4. 26 Hasil Uji Normalitas Data Menarik Kesimpulan ... 100

Tabel 4. 27 Peningkatan RerataKemampuan Menarik Kesimpulan ... 101

Tabel 4. 28 Hasil Uji Besar Peningkatan Pretest Posttest I Menarik Kesimpulan ... 103

Tabel 4. 29 Hasil Uji Korelasi antara Rerata Pretest dan Posttest I ... 104

Tabel 4. 30 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Skor Menarik Kesimpulan ... 105

Tabel 4. 31 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 106

Tabel 4. 32 Hasil Uji Signifikansi Skor Pretest ke Posttest II ... 107

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Zone of Proximal Development pada teori Vygotsky ... 13

Gambar 2. 2 Penempatan pada Meja Turnamen ... 20

Gambar 2. 14 Bagan Penelitian yang Relevan ... 31

Gambar 3. 1 Desain penelitian... 35

Gambar 3. 2 Penghitungan Pengaruh Perlakuan ... 36

Gambar 3. 3 Pemetaan Variabel Penelitian... 39

Gambar 3. 4 Rumus Besar Efek untuk Data Normal ... 53

Gambar 3. 5 Rumus Besar Efek untuk Data Tidak Normal ... 53

Gambar 3. 6 Rumus Persentase Pengaruh Perlakuan... 54

Gambar 3. 7 Rumus Besar Persentase Peningkatan Pretest ke Posttest I ... 55

Gambar 3. 8 Rumus Gain score ... 55

Gambar 3. 9 Rumus Besar Efek Peningatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 56

Gambar 3. 10 Rumus Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 56

Gambar 3. 11 Pengaruh Sejarah Terhadap Treatment ... 61

Gambar 4. 1 Rerata Skor Pretest dan Posttest I...82

Gambar 4. 2 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 83

Gambar 4. 3 Perbandingan Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 85

Gambar 4. 4 Grafik Gain Score Kemampuan Mengevaluasi ... 87

Gambar 4. 5 Perbandingan Skor Pretest, Posttest I, dan Posttest II ... 91

Gambar 4. 6 Grafik Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 98

Gambar 4. 7 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 99

Gambar 4. 8 Perbandingan Peningkatan Rerata Skor Pretest ke Posttest I ... 101

Gambar 4. 9 Gain Score Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 102

(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. 1 Surat Izin Penelitian... 134

Lampiran 1. 2 Surat Izin Validasi Soal ... 135

Lampiran 2. 1 Silabus Kelompok Kontrol...136

Lampiran 2. 2 Silabus Kelompok Eksperimen ... 139

Lampiran 2. 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 143

Lampiran 2. 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 148

Lampiran 3. 1 Soal Uraian ...158

Lampiran 3. 2 Kunci Jawaban ... 166

Lampiran 3. 3 Rubrik Penilaian ... 177

Lampiran 3. 4 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment ... 181

Lampiran 3. 5 Hasil Uji Validasi oleh Expert Judgment ... 184

Lampiran 3. 6 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 193

Lampiran 3. 7 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 194

Lampiran 3. 8 Data Uji Validitas Instrumen ... 195

Lampiran 4. 1 Tabulasi Nilai Kemampuan Mengevaluasi ...196

Lampiran 4. 2 Tabulasi Nilai Kemampuan Menarik Kesimpulan ... 196

Lampiran 4. 3 Hasil SPSS Uji Normalitas Data ... 196

Lampiran 4. 4 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 198

Lampiran 4. 5 Hasil SPSS Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 203

Lampiran 4. 6 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ... 204

Lampiran 4. 7 Perhitungan Persentase Peningkatan Pretest Ke Posttest 1... 205

Lampiran 4. 8 Hasil SPSS Uji besar efek peningkatan rerata pretest ke posttest I .. 210

Lampiran 4. 9 Hasil SPSS Uji Korelasi Rerata Pretest dan Posttest I ... 213

Lampiran 4. 10 Hasil SPSS Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 215

Lampiran 4. 11 Lembar Hasil Pretest dan Posttest Siswa ... 220

Lampiran 5. 1 Foto-foto kegiatan...236

Lampiran 5. 2 Surat Keterangan Melaksanakan Validasi ... 238

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang masalah berisi alasan-alasan melakukan penelitian. Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada latar belakang masalah. Manfaat penelitian berisi tentang manfaat dari penelitian ini bagi sekolah, guru, siswa, dan peneliti. Definisi operasional berisi pengertian kata-kata kunci dalam penelitian. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era globalisasi sekarang ini dan di masa yang akan datang, namun terdapat permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks. Kompetensi dan keterampilan yang diperlukan siswa dalam menghadapi kehidupan di abad ke-21 ditekankan pada tujuh keterampilan. Salah satu keterampilan tersebut yaitu kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Wagner, 2010). Para ahli psikologi dan pendidikan belakangan ini semakin menyadari bahwa anak-anak di sekolah tidak hanya harus mengingat atau menyerap secara pasif berbagai informasi baru, melainkan mereka perlu berbuat lebih banyak dan belajar bagaimana berpikir secara kritis (Desmita, 2007: 162). Peserta didik didorong untuk memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya, yang pada gilirannya terbentuk kesadaran berpikir secara kritis (Desmita, 2009: 156). Oleh sebab itu, dasar-dasar keterampilan berpikir kritis seharusnya sudah mulai dikembangkan sejak masa anak-anak, terutama pada usia sekolah dasar.

(19)

2 dan kecenderungan untuk kerja sama. Tahapan ini merupakan masa di mana siswa memecahkan masalah dengan bantuan orang yang lebih dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya disebut Zone of Proximal Development (ZPD). Bimbingan atau bantuan bersifat fleksibel sehingga dapat dihentikan ketika siswa mampu menyelesaikan masalah secara mandiri disebut scaffolding.

Ada enam kemampuan berpikir kritis yaitu kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi, dan meregulasi diri (Facione, 2010). Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan untuk menilai kredibilitas suatu pernyataan atau argumen dan menilai bobot logika suatu kesimpulan. Kemampuan menarik kesimpulan adalah mengidentifikasi dan memastikan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal, merumuskan dugaan dan hipotesis mempertimbangkan informasi yang relevan dan memperkirakan konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari data, pernyataan, bukti, prinsip, penilaian, kepercayaan, pertanyaan, dan konsep (Facione, 2010).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis. IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif terhadap alam semesta beserta isinya (Samatowa, 2011: 2). Pembelajaran IPA pada perkembangan dunia modern saat ini tidak hanya terpaku pada kegiatan menulis dan mendengarkan ceramah dari guru saja, namun anak melatih berpikir kritis dan objektif (Samatowa, 2011: 4).

Sebuah organisasai dalam naungan Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang bernama Program for International Students Assessment

(20)

3 peringkat 61 dari 70 negara dengan hasil skor literasi IPA sebesar 403 (OECD, 2016: 5). Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil skor literasi IPA dari 383 menjadi 403, namun peringkat Indonesia masih berada di 10 besar terbawah dari 70 negara peserta PISA tahun 2015. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa Indonesia mengalami permasalahan pada bidang matematika, membaca, dan juga sains.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis salah satu faktor penyebabnya adalah penerapan model pembelajaran yang kurang efektif. Salah satu kunci untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah melalui penerapan model pembelajaran yang bervariasi, bermakna, menyenangkan, efektif, dan efisien (Shoimin, 2014: 25). Pada kenyataannya, beberapa guru di sekolah dasar masih menggunakan proses pembelajaran kurang baik sehingga siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah. Hal ini dibuktikan pada sekolah tempat penelitian yang menggunakan proses pembelajaran yang bersifat konvensional. Model yang seperti ini cenderung membuat siswa bersikap individualis, sehingga membuat pembelajaran menjadi kurang efektif dan efisien (Susanto, 2013: 155). Guru lebih banyak mendominasi, sehingga proses pembelajaran cenderung bersifat monoton, mengakibatkan peserta didik (siswa) mudah jenuh dalam mengikuti pembelajaran, dan membuat siswa hanya terbatas pada kemampuan mengingat. Mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar guru membiasakan diri menggunakan model pembelajaran yang bersifat kooperatif yakni, model pembelajaran yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa, melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa satu dengan siswa yang lainnya sebagai bentuk kerjasama mereka dalam upaya memahami suatu materi pelajaran (Sutikno, 2012: 212).

(21)

4 kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan sturuktur kelompoknya yang bersifat heterogen (Slavin, dalam Solihatin & Raharjo, 2007 4). Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan lima sampai enam orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda (Isjoni, 2009: 83-84). Komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) yaitu presentasi di kelas (class pressentation), kelompok (teams), permainan (games), kompetisi (tournament), dan penghargaan kelompok (teams recognition) (Slavin, 2008: 166-167). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman mendalam terhadap meteri pembelajaran, memiliki kebebasan berinteraksi dalam kelompok, lebih percaya diri, dan memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengevaluasi dan

menarik kesimpulan siswa.

Berbagai jurnal penelitian diterbitkan untuk meningkatkan kemampuan kognitif pada siswa. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, terlihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan penguasaan bilangan bahasa Jepang (Subandi dan Setyoningsih, 2014), model pembelajaran cooperative

tipe TGT berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa (Khasanah, 2015), model pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika (Nadrah dkk, 2017). Berbagai jurnal diterbitkan untuk mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis seperti, Syarifah dan Sumardi (2015) melakukan penelitian untuk mengetahui model pembelajaran Malcom’s Modeling

(22)

5 kemampuan berpikir kritis matematika siswa, dan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, TGT berpengaruh dan meningkatkan berbagai kemampuan siswa. Peneliti belum menemukan penelitian tentang penerapan TGT untuk mengetahui pengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi dan kemampuan menarik kesimpulan dalam teori berpikir kritis menurut Peter Facione. Sehingga peneliti memiliki ketertarikan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terhadap kemampuan berpikir kritis yaitu mengevaluasi dan menarik kesimpulan.

Penelitian ini dibatasai hanya pada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap kemampuan mengevaluasi

dan menarik kesimpulan dalam teori berpikir kritis menurut Peter Facione pada siswa kelas V salah satu sekolah dasar swasta yang ada di Yogyakarta pada tema 2 khususnya mata pelajaran IPA materi sistem pernapasan pada hewan. Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan eksperimental yaitu jenis quasi-experimental tipe

(23)

6 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi siswa kelas V SD?

1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament berpengaruh terhadap kemampuan menarik kesimpulan siswa kelas V SD?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terhadap kemampuan mengevaluasi siswa kelas V SD. 1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament terhadap kemampuan menarik kesimpulan siswa kelas V SD.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Siswa

Siswa memperoleh pengalaman belajar yang baru dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengevaluasi dan menarik kesimpulan.

1.4.2 Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman baru tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament untuk meningkatkan kemampuan

mengevaluasi dan menarik kesimpulan siswa. 1.4.3 Bagi Guru

Guru memahami model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament sehingga dapat menambah variasi model dalam mengajar dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada siswa yaitu kemampuan

(24)

7 1.4.4 Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengembangkan wawasan tentang pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament untuk meningkatkan kemampuan mengevaluasi dan menarik kesimpulan.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif yang terdapat interaksi kegiatan belajar mengajar dalam kelompok kecil heterogen untuk menyelesaikan suatu masalah.

1.5.2 Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament adalah model pembelajaran kooperatif yang menerapkan konsep bermain (games) dan dilakukan secara berkelompok (teams) dengan menggunakan sistem turnamen (tournament) sehingga memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif.

1.5.3 Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan pada tiap-tiap makna serta mengembangkan penalaran yang logis. Dalam kemampuan berpikir kritis memiliki enam unsur antara lain kemampuan menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi, dan meregulasi diri.

1.5.4 Kemampuan mengevaluasi adalah suatu kemampuan menalar yang berkaitan dengan pernyataan, deskripsi, pertanyaan, atau ungkapan lainnya, dan terdiri dari dua sub kecakapan, yaitu kemampuan menilai sah tidaknya klaim-klaim dan menilai sah tidaknya argumen-argumen .

1.5.5 Kemampuan menarik kesimpulan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi sehingga dapat menarik kesimpulan yang masuk akal dan terdiri atas keterampilan menguji bukti-bukti, menerka alternatif-alternatif, dan keterampilan menarik kesimpulan.

(25)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada Bab II berisi kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka membahas teori-teori yang mendukung dalam pelakasanaan penelitian yang dilakukan. Selanjutnya dirumuskan dalam kerangka berpikir yang berisi pemikiran, dan hipotesis penelitian yang berisi dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori yang Mendukung

Teori yang mendukung merupakan teori-teori yang melandasi penelitian ini. Teori-teori tersebut terdiri dari teori perkembangan anak yaitu teori perkembangan kognitif menurut Piaget dan teori perkembangan kognitif sosiobudaya menurut Vygotsky, model pembelajaran kooperatif, berpikir kritis, kemampuan evaluasi, dan materi IPA yang akan diperjelas pada sub bab selanjutnya.

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan adalah sebuah proses perubahan yang berlangsung seumur hidup untuk mendapatkan kemampuan beradaptasi dengan situasi yang dipilih oleh seseorang, atau situasi di mana seseorang berada. Dua teori kognitif yang paling penting adalah teori perkembangan kognitif Piaget dan teori kognitif sosiobudaya Vygotsky (Papalia dkk, 2008: 24).

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

(26)

9 memperlihatkan hal penting dalam perkembangan kognitif. Seperti peralihan dari pemikiran praoperasional menjadi operasional konkret (Santrock, 2009: 59).

Teori perkembangan kognitif Piaget mengungkapkan bahwa anak-anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif (Santrock, 2012: 28). Anak-anak mengembangkan cara berpikir dan memahami melalui tindakan dan interaksi mereka dengan dunia secara fisik (Santrock, 2012: 251). Setiap tahap memiliki kaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir tertentu, cara yang berbeda dalam memahami dunia.

Piaget membagi perkembangan kognitif anak dalam empat tahap, yaitu: a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Dalam tahap ini, bayi membangun pemahaman mengenai dunianya dengan mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris (contohnya melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik dan motorik (Santrock, 2012: 28).

Tahap pertama perkembangan Piaget terdiri atas enam tahapan yaitu:

1) Tahap 1 (lahir-1 bulan): penggunaan refleks-refleks seperti menatap, menggenggam, memukul, menendang.

2) Tahap 2 (1-4 bulan): reaksi-reaksi sirkuler primer melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri.

3) Tahap 3 (4-10 bulan): reaksi-reaksi sirkuler primer sekunder, terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik di luar dirinya.

4) Tahap 4 (10-12 bulan): koordinasi skema-skema sekunder yaitu tindakan bayi menjadi lebih terbedakan untuk mengkoordinasi dua skema terpisah demi mendapatkan satu hasil.

(27)

10 6) Tahap 6 (18 bulan- 2 tahun): permulaan berpikir yaitu mulai memikirkan situasi secara lebih internal, sebelum akhirnya bertindak (Crain, 2007: 173-178).

b. Tahap Praoperasi (2-7 tahun)

Dalam tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar, melampaui hubungan sederhana antara informasi sensoris dan tindakan fisik (Santrock, 2012: 28). Tahap ini lebih simbolik daripada tahap sensorimotor, tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional. Pada tahap ini lebih bersifat egosentris dan intuitif daripada logis. Pada pemikiran praoperasional bisa dibagi menjadi dua subtahap yaitu fungsi simbolik dan fungsi intuitif. Subtahap fungsi simbolik (symbolic function substage) yaitu anak melatih kemampuan untuk mewujudkan secara mental sebuah benda yang tidak ada. Hal ini akan memperluas dunia mental si anak menuju dimensi baru. Serta berkembangnya kemampuan untuk mempresentasikan sebuah objek yang tidak ada dan meningkatnya pemikiran yang simbolik; egosentrisme; dan animisme muncul (Santrock: 2009: 51). Subtahap pemikiran intuitif (intuitive thought substage) yaitu anak-anak mulai menggunakan pemikiran primitif dan ingin mengetahui jawaban untuk semua jenis pertanyaan. Anak-anak tampak sangat yakin dengan pengetahuan mereka dalam subtahap ini, tetapi tidak sadar akan bagaimana mereka mengetahui apa yang mereka ketahui (Santrock, 2009: 52).

c. Tahap Operasional Konkret (7 – 11tahun)

(28)

11 d. Tahap Operasional Formal (11- dewasa)

Dalam tahapan ini, individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Serta mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan dan kagum dengan hal-hal yang dapat mereka lakukan (Santrock, 2012: 29). Pada tahap ini, individu-individu mulai mengambil keputusan berdasarkan pengalaman nyata dan berpikir lebih abstrak, idealis, dan logis (Santrock, 2009: 57).

Dalam proses perkembangan kognitif anak, teori Piaget sangat relevan, karena ketika menggunakan teori ini, maka akan diketahui bahwa manusia memiliki tahap-tahap perkembangan berpikir sesuai dengan tingkatannya. Dalam pembelajaran, guru bisa memberikan perlakuan yang tepat yaitu dalam memilih cara penyampaian materi serta model pembelajaran yang digunakan sesuai dengan tahap kemampuan berpikir yang dimiliki oleh anak. Siswa Sekolah Dasar kelas V berusia antara 10-11 tahun. Pada teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget, anak kelas V berada pada tahapan operasional konkret, maka anak membutuhkan teknik pengajaran yang tidak terlepas dari pengalaman-pengalaman konkret.

2. Teori Kognitif Sosiobudaya Menurut Vygotsky

Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934) adalah seorang psikolog Uni Soviet yang tumbuh besar di Gomel, sebuah kota pelabuhan di Rusia sebelah barat. Di Moskow, Vygotsky menjadi pemikir. Teori Vygotsky adalah teori kognisi sosiobudaya yang berfokus pada bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif. Vygotsky melukiskan perkembangan anak sebagai aspek yang tidak terpisahkan dari aktivitas sosial dan budaya (Crain, 2007: 334).

(29)

12 menggunakan bantuan manik-manik. Interaksi anak-anak dengan orang dewasa yang lebih terampil dan kawan-kawan sebaya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan koginitif mereka. Melalui interaksi ini, mereka belajar menggunakan perangkat yang dapat membantu mereka untuk beradaptasi dan berhasil di dalam budayanya (Santrock, 2012: 29). Vygotsky menyatakan bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis, dan rasional yang merupakan hasil dari dialog bersama pembimbingnya yang lebih terampil. Jadi dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa memainkan peran kunci dalam perkembangan kognitif seorang anak (Santrock, 2009: 62).

(30)

13

(Sumber: https://lifespandevelopmentac.weebly.com/cognitive-development.html) Gambar 2. 1 Zone of Proximal Development pada teori Vygotsky

Scaffolding adalah bantuan untuk memecahkan masalah selama tahap awal perkembangan. Bantuan dikurangi setelah anak dapat memecahkan masalah sendiri. Anak berkesempatan mengambil alih tanggung jawab untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi atau Zone of Actual Development

(Fathurrohman, 2017: 229). Bantuan dapat dilakukan oleh guru atau teman sebaya berupa dorongan, petunjuk, peringatan, dan memberi contoh sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri. Siswa dapat berkembangan dengan sendirinya tetapi tidak lepas dari kerja sama. Melalui kerja sama siswa belajar menyatukan ide-ide kemudian disampaikan kepada teman. Belajar secara berkolaborasi atau berpasangan dapat terjadi pada model pembelajaran kooperatif (Bransford, dalam Huda, 2014: 40).

(31)

14 2.1.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran (Shoimin, 2014: 45). Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud (Suprijono, 2009: 54).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat ditegaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang terdapat interaksi kegiatan belajar mengajar dalam kelompok kecil heterogen untuk menyelesaikan suatu masalah. Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe antara lain 1) Jigsaw, 2) Student Teams Achievement Division (STAD), Group Investigation

(GI), 3) Teams Games Tournament (TGT), 4) Numbered Head Together (NHT), dan 5)Think Pair Share (TPS), dan sebagainya (Trianto, 2007: 49).

2. Unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif

(32)

15 Unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Nur dalam Daryanto, dkk, 2012: 242),

Empat unsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu 1) setiap anggota kelompok perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya, 2) setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya, 3) pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan, dan 4) melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi (Hamdayama, 2014: 64).

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut 1) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang

bersama”, 2) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau

(33)

16 mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Lungdren dalam Isjoni, 2009: 16).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditegaskan bahwa unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah setiap siswa memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugas yang diberikan, antar anggota kelompok saling berinteraksi dan saling bertatap muka untuk saling memberi dan menerima informasi sesuai dengan tugas, dan keberhasilan dipengaruhi oleh usaha setiap anggota dalam kelompok.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Daryanto, dkk, 2012: 242)

a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender

c. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

(34)

17 4. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Mengungkapkan manfaat menggunakan model pembelajaran kooperatif antara lain 1) meningkatkan harga diri yang pada gilirannya memotivasi peserta didik berpartisipasi dalam proses pembelajaran, 2) mengurangi kecemasan yang diciptakan oleh situasi kelas yang baru dan asing yang dihadapi oleh peserta didik, 3) mengembangkan sikap guru-siswa yang positif, 4) menetapkan inklusi, menciptakan suasana belajar di mana peserta didik merasa dihormati dan saling terhubung satu sama lain, 5) menciptakan dukungan sosial yang kuat, 6) meningkatkan respon positif, mengurangi kekerasan dalam pengaturan apapun, menghilangkan rasa takut dan menyalahkan, serta meningkatkan kepercayaan diri, keramahan, dan konsensus, dan 7) mendorong interaksi siswa di semua tingkat (Suprijono, 2016: 197).

Manfaat pembelajaran kooperatif adalah siswa dapat meningkatkan hasil belajar akademik, siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, dan siswa dapat mengembangkan keterampilan sosial (Daryanto, dkk, 2012: 242).

2.1.1.3 Tipe Teams Games Tournament (TGT)

(35)

18 TGT memiliki banyak kesamaan dinamika dengan STAD, tetapi menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggug jawab individual. Materi yang sama yang digunakan dalam STAD dapat juga digunakan dalam TGT-kuis. Sebagian guru lebih memilih TGT karena faktor menyenangkan dan kegiatannya, sementara yang lain lebih memilih murni bersifat kooperatif (Slavin, 2008: 14).

1. Pengertian Teams Games Tournament

Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan lima sampai enam orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda (Isjoni, 2009: 83).

2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah , yaitu penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompook (team recognition) (Slavin dalam Rusman, 2010: 225).

Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah sebagai berikut:

a. Class-Presentation (Penyajian/ presentasi kelas)

Materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan presentasi audiovisual. Dalam langkah ini guru menanamkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu pada kemampuan mengevaluasi dan menarik kesimpulan. b. Team (Kelompok)

(36)

19 dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar-kegiatan atau materi lainnya.

c. Game (Permainan)

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan dan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Terdapat aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing. Siswa yang menjawab dengan benar pertanyaan tersebut akan mendapatkan skor.

d. Tournament (Pertandingan/ kompetisi)

Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar-kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.

e. Team-Recognize (Penghargaan-kelompok)

(37)

20 Berikut adalah gambar penempatan meja turnamen model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (Taniredja, 2011: 69)

Gambar 2. 2 Penempatan pada Meja Turnamen

3. Manfaat tipe Teams Games Tournament

Manfaat dari pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah a) siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya, b) memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi, c) perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil, d) motivasi belajar bertambah, e) pemahaman yang mendalam terhadap pokok bahasan, f) meningkatkan kepekaan dan toleransi terhadap siswa lain, g) membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi lebih hidup dan tidak membosankan (Taniredja, Faridli & Harmianto, 2011: 72-73).

2.1.1.4 Berpikir Kritis

(38)

21 (dalam Tawil, 2013: 8) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditegaskan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan pada tiap-tiap makna serta mengembangkan penalaran yang logis.

Enam unsur keterampilan berpikir kritis yakni menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, menarik kesimpulan, mengeksplanasi, dan meregulasi diri (Facione dalam Tawil, 2013: 8). Berikut ini diuraikan enam kecakapan berpikir kritis dimensi kognitif (Facione, 1990: 1) Menginterpretasi, merupakan kecakapan untuk memahami dan mengekspresikan makna dari berbagai pengalaman. 2) Menganalisis, merupakan kecapakan mengidentifikasi hubungan-hubungan logis dari pernyataan, pertanyaan konsep, uraian, atau bentuk ungkapan lain untuk mengemukakan kepercayaan, penilaian, pengalaman, penalaran, informasi, atau opini. 3)

Mengevaluasi, merupakan kecapakan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau opini seseorang untuk menimbang bobot dari suatu penalaran yang berkaitan dengan pernyataan atau ungkapan lainnya. 4) Menarik kesimpulan merupakan kecakapan mengidentifikasi dan memastikan elemen-elemen yang diperlukan untuk menarik alasan, merumuskan dugaan atau hipotesis, mempertimbangkan informasi-informasi yang relevan, dan menarik konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari prinsip, bukti, penilaian, kepercayaan, atau bentuk ungkapan yang lainnya. 5)

Mengeksplanasi merupakan kecapakan menjelaskan dan memberikan alasan-alasan dari bukti, konsep, metode, kriteria, dan konteks yang digunakan untuk menarik kesimpulan, dan untuk mengemukakan argumen-argumen logis yang kuat. 6)

(39)

22 2.1.1.5 Kemampuan Mengevaluasi

Kemampuan mengevaluasi merupakan kecakapan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau ungkapan lain yang mencerminkan persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, kepercayaan, atau opini seseorang untuk menimbang bobot dari suatu penalaran yang berkaitan dengan pernyataan, deskripsi, pertanyaan, atau ungkapan lainnya (Facione dalam Tawil, 2013: 10). Sub kecakapan daam kemampuan evaluasi yaitu menilai klaim dan menilai argumen.

1. Menilai sah tidaknya klaim-klaim

Misalnya:

a. Menilai faktor-faktor yang relevan yang dapat digunakan untuk menguji kredibilitas sumber informasi.

b. Menilai apakah suatu prinsip dapat diterapkan untuk situasi tertentu.

c. Menilai apakah suatu klaim itu bisa dibenarkan atau tidak atas dasar pengetahuan yang dimiliki.

d. Menilai relevansi pertanyaan, prinsip, aturan, arah. e. Menilai penerimaan kebenaran dari suatu pernyataan. 2. Menilai sah tidaknya argumen-argumen

Misalnya:

a. Menilai kebenaran suatu argumen yang diambil secara induktif atau deduktif.

b. Menilai apakah suatu kesimpulan ditarik dari premis-premis yang benar. c. Menemukan apakah terhadap kekeliruan-kekeliruan dalam penalaran. d. Menilai bobot logis suatu keberatan.

e. Mengantisipasi keberatan-keberatan terhadap suatu argumen.

f. Menilai apakah suatu argumen didasarkan atas pemikiran hipotetis atau sebab-akibat.

(40)

23 i. Melihat apakah informasi-informasi tambahan atau baru dapat memperkuat

atau memperlemah suatu argumen.

2.1.1.6 Kemampuan Menarik Kesimpulan

Kemampuan menarik kesimpulan merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi dan memastikan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal, merumuskan dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan memperkirakan konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari data, pernyataan, bukti, prinsip, penilaian, kepercayaan, pertanyaan, konsep, dsm.

1. Menguji bukti-bukti

Misalnya:

a. Menilai premis-premis yang memerlukan dukungan informasi tambahan. b. Menguji informasi-informasi yang relevan untuk membuat kesimpulan. 2. Menerka alternatif-alternatif

Misalnya:

a. Merumuskan berbagai alternatif untuk memecahkan suatu permasalahan, mengembangkan berbagai rencana berbeda untuk mencapai suatu tujuan b. Memproyeksikan berbagai konsekuensi yang mungkin dari keputusan, teori,

kepercayaan, kebijakan, atau posisi tertentu.

c. Memperkirakan kesulitan-kesulitan sekaligus keuntungan-keuntungan yang akan muncul kalau skala prioritas tertentu digunakan.

3. Menarik kesimpulan

Misalnya:

a. Membuat eksperimen dan menerapkan teknik yang relevan untuk menguji benar tidaknya suatu hipotesis.

(41)

24 c. Menerapkan cara yang sesuai untuk menentukan posisi dan cara pandang

yang harus diambil terhadap suatu permasalahan.

d. Menggunakan berbagai cara berpikir yang mendukung penarikan kesimpulan (misalnya cara berpikir analogis, aritmetis, dialektis, ilmiah dsm).

e. Menentukan kesimpulan-kesimpulan mana yang paling kuat menjamin suatu bukti dan mana yang harus ditolak karena tidak memadai.

2.1.1.7 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Istilah IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu” dan science dalam bahasa Inggris yang berarti pengetahuan. IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya (Samatowa, 2011: 2). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditegaskan bahwa IPA adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari di Sekolah Dasar yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. IPA di Sekolah Dasar membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah untuk membantu mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti yang ada. Dengan demikian, IPA memerlukan kemampuan berpikir kritis pada siswa dan mencari jawaban berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Dalam pembelajaran IPA, siswa dilatih untuk belajar mengeksplorasi lingkungan, dan melakukan penemuan-penemuan ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran IPA di dekolah seharusnya melibatkan siswa dalam penyelidikan dengan menjalin interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya.

2.1.1.8 Materi Sistem Pernapasan Pada Hewan

Materi pembelajaran pada penelitian ini diambil dari Tema 2 yaitu “Udara

Bersih Bagi Kesehatan” dengan subtema 1 “Cara Tubuh Mengolah Udara Bersih”

(42)

25 Sistem pernapasan pada hewan dibedakan menjadi tujuh golongan yaitu sistem pernapasan pada cacing tanah, serangga, ikan,amfibi, reptil, burung, dan mamalia. Cacing tidak mempunyai alat pernapasan khusus, cacing bernapas melalui permukaan kulit. Kulit cacing selalu basah dan berlendir untuk memudahkan penyerapan oksigen dari udara. Oleh karena itu, cacing menyukai tempat lembap untuk menjaga supaya kulit tubuhnya selalu basah dan berlendir. Serangga bernapas dengan mengisap oksigen dan melepaskan karbon dioksida. Alat pernapasan serangga berupa trakea, yaitu sistem tabung yang memiliki banyak percabangan di dalam tubuh. Percabangan trakea disebut trakeola. Trakea mengedarkan oksigen langsung ke semua sel tubuh dan organ serta menyerap karbon dioksida dari semua sel tubuh untuk dibuang.

Ikan bernapas dengan insang berbentuk lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Insang terdapat tepat di belakang rongga mulut pada kedua sisi kepala ikan. Biasanya insang dilindungi oleh selaput atau rangka yang disebut tutup insang (operkulum). Insang juga berfungsi sebagai alat pengeluaran garam-garam dan sebagai penyaring makanan. Katak termasuk hewan amfibi, yaitu hewan yang hidup di darat dan di air. Saat masih berupa kecebong, katak hidup di dalam air dan bernapas menggunakan insang. Kecebong berkaki tumbuh menjadi katak kecil lalu menjadi katak dewasa. Setelah berubah menjadi katak dewasa, pernapasan dilakukan dengan menggunakan paru-paru. Katak juga bernapas melalui kulit. Agar pernapasan melalui kulit dapat berlangsung, kulit harus selalu dalam keadaan basah. Oleh karena itu, katak senang hidup di tempat berair, seperti di kolam, sungai, dan sawah.

(43)

26 lumba-lumba. Alat pernapasan mamalia darat terdiri atas hidung, pangkal tenggorok, batang tenggorok, dan paru-paru. Pada mamalia air, hidungnya dilengkapi dengan katup. Saat mamalia tersebut menyelam, katup akan menutup. Sebaliknya, saat mamalia tersebut muncul ke permukaan air, katup terbuka. Saat itulah mamalia air tersebut akan menghirup oksigen serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air.

2.1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan

2.1.2.1 Penelitian-Penelitian mengenai Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Subandi dan Setyoningsih (2014) meneliti pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media soal teka-teki silang terhadap penguasaan bilangan bahasa Jepang pada siswa kelas XII A di SMK Gajah Mada Mejayan tahun ajaran 2013/2014. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah soiswa kelas XII yang dengan jumlah keseluruhan 62 siswa. Jumlah siswa pada kelas eksperimen sebanyak 31 siswa dan 31 siswa sebagai kelas kontrol. Pada kelompok eksperimen menggunakan media soal teka-teki silang sebagai media pendukung dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan kelas kontrol hanya menggunakan media power point dengan metode ceramah. Jenis instrumen yang digunakan yaitu tes dan angket. Pada teknik menganalisa penelitian kualitatif dianalisis menggunakan model rating scale.

(44)

27 Khasanah (2015) meneliti pengaruh model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar matematika, ditinjau dari motivasi belajar siswa SD di kecamatan Depok. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

stratified cluster random sampling. Tahapan yang dilakukan yaitu seluruh sekolah dasar yang ada di kecamatan Depok dan dikelompokkan menjadi tingkatan yaitu tinggi sedang, dan rendah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan sampel kelas IIA SD N Nanggulan, kelas IIB SD N Samirono, dan kelas IIA MI Al-Huda sebagai kelas kontrol. Sampel kelas IIB SD N Nanggulan, kelas IIA SD N Samirono, dan kelas IIB MI Al-Huda sebagai kelas eksperimen. Hasil dari penelitian ini adalah 1) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memiliki hasil belajar matematika pada materi bilangan lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung, 2) siswa memiliki motivasi belajar matematika tinggi dan sedang memiliki hasil belajar matematika pada materi bilangan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi bekajar matematika rendah, dan 3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar siswa.

(45)

28 2.1.2.2 Penelitian-Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis

Syarifah dan Sumardi (2015) meneliti pengaruh model pembelajaran fisika berbasis Malcom’s Modeling Method terhadap keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar siswa. Subjek uji coba dilakukan di SMA N 7 Yogyakarta pada kelas eksperimen terdiri dari 36 orang siswa kelas X MIA 1 dan kelas kontrol terdiri dari 34 orang siswa kelas X MIA 5. Teknik analisis data menggunakan uji MANOVA dengan taraf signifikansi 5%. Kelas eskperimen memperoleh nilai gain rata-rata 0,33 sedangkan kelas kontrol memperoleh nilai gain rata-rata 0,17. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana kelas eksperimen memiliki peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih baik. Tahap kontruksi model, siswa secara atif terlibat dalam keseluruhan tahap metode ilmiah meliputi merumuskan hipotesis, merancang langkah kerja, menganalisis data, dan menyimpulkan. Oleh karena itu, tahap konstruksi model dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir kritis meliputi menganalisis, menginduksi, dan mempertimbangkan hasil induksi serta merancang strategi dan taktik.

Permana (2016) meneliti pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif

(46)

29 oleh peneliti baik pada siklus I dan II, penerapan metode pembelajaran NHT terbukti mampu meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa.

Crismono (2017) meneliti pengaruh outdoor learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi-Experiment. Desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group Design. Penelitian ini terdiri atas tiga variabel yaitu Outdoor Learning sebagai variabel bebas (independent), berpikir kritis matematis dan berpikir kreatif matematis sebagai variabel terikat (dependent). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs.SA. Miftahul Ulum Al-Khairiyah Tempurejo Jember. Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII B dan siswa kelas VII C. Siswa kelas VII B sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas VII C sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan metode Outdoor Learning, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode konvensional yaitu ceramah. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode Outdoor Learning memberikan kontribusi terhadap pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Pada kelas Outdoor Learning diperoleh nilai rerata sebesar 15,354 untuk kemampuan berpikir kritis, sedangkan nilai rerata kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 13,612. Selain itu, berdasarkan temuan penelitian, dapat dikatakan bahwa metode Outdoor Learning memiliki pengaruh pada kemampuan menganalisa, menyelesaikan masalah, dan kemampuan kreatifitas yang lain serta mampu meningkatkan kemampuan kognitif, termasuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.

(47)

30 itu, pada penelitian ini memiliki kekhasan yaitu peneliti mencoba menerapkan salah satu model pembelajaran yang inovatif yaitu TGT untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kritis menurut Peter Facione. Peneliti akan melakukan penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya yaitu suatu penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terhadap kemampuan berpikir kritis yaitu indikator mengevaluasi

(48)

31 2.1.2.3 Literature Map

Gambar 2. 3 Bagan Penelitian yang Relevan

2.2 Kerangka Berpikir

Pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh mutu proses pembelajaran, sedangkan mutu proses pembelajaran ditentukan oleh berbagai komponen yang saling terkait. Pendidikan perlu memperhatikan teori-teori yang mendukung dalam proses

Model Pembelajaran

Kooperatif tipe TGT Kemampuan Berpikir Kritis

Subandi dan Setyoningsih (2014) Pengaruh Outdoor Learning-

kemampuan berpikir krtis matematika

Yang akan diteliti: Kooperatif tipe TGT- Kemampuan

(49)

32 pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus memilih model pembelajaran yang dapat mendukung proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Teori Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif anak usia SD kelas V berada pada tahap operasional konkret. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan anak untuk berpikir logis namun masih terbatas pada sesuatu yang konkret. Sedangkan Vygotsky menjelaskan bahwa kognitif anak akan berkembang dengan baik ketika mereka berinteraksi dengan teman sebayanya. Sesuai dengan kedua teori tersebut, untuk mendukung perkembangan kognitif anak, dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok-kelompok akan bersaing untuk menjadi kelompok-kelompok terbaik. Proses belajar dalam kelompok heterogen membuat siswa saling berkomunikasi, saling berbagi, dan melengkapi ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan siswa lain. Setiap kelompok mengumpulkan skor sebanyak-banyaknya, sehingga kelompok dengan skor terbanyak akan mendapatkan sebuah penghargaan. Selain itu, model kooperatif tipe Teams Games Tournament diyakini dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada siswa. Salah satu jenis berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis.

(50)

33 sangat luas, namun dekat dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya pembelajaran yang mampu mendorong siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat merangsang siswa untuk berdiskusi, bekerja sama, senang dalam mengikuti games

dan bersifat sportif. Materi yang dipilih dalam pembelajaran adalah sistem pernapasan pada hewan. Kompetensi dasar yang dipilih Jika model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament digunakan dalam pembelajaran IPA materi organ pernapasan hewan. Kompetensi dasar yang dipilih adalah 3.2 menjelaskan organ pernapasan dan fungsinya pada hewan dan manusia, serta cara memelihara kesehatan organ pernapasan manusia. Jika model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) diterapkan pada pembelajaran di SD kelas V pada materi sistem pernapasan hewan, penerapan akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa yaitu mengevaluasi dan menarik kesimpulan.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.4.1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi pada siswa kelas V SD. 2.4.2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

Gambar

Gambar 2. 1 Zone of Proximal Development pada teori Vygotsky
Gambar 2. 2 Penempatan pada Meja Turnamen
Gambar 2. 3 Bagan Penelitian yang Relevan
Gambar 3. 1 Desain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

INSIDEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HITUNG LEUKOSIT PADA WANITA HAMIL TRIMESTER III PERIODE SEPTEMBER-OKTOBER 2015 DI RUMAH SAKIT

Pictures as a useful medium to teach integrated writing activity materials for the tenth grade students of senior high school can be used to help them in making composition.

jiban dalam pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak.. dalam menjalankan usahanya, baik itu usaha jasa maupun pengadaan

Meskipun sebagian dari kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai mata uang dolar, namun dengan rendah atau hampir tidak adanya komponen impor di sektor pertanian, maka

though the crime occurred when they were in a dreamlike state... • Once the initial shock of the crime has worn off, victims may experience other emotions such as anger,

[r]

The development of resistance to anti-malarial drugs are due to spontaneous changes in certain genes such as of P.falciparum multi drug resistance1 (Pfmdr1), P.falciparum

Beberapa dekad yang lalu, Islam tradisional semakin sukar untuk difahami oleh penkaji Islam dari barat (Seyyed Hossein Nasr, 2003). Orang barat hampir menolak sepenuhnya