• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Remaja Terhadap HIV and AIDS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sikap Remaja Terhadap HIV and AIDS"

Copied!
384
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH GAYA HIDUP DAN TINGKAT RELIGIOSITAS TERHADAP SIKAP REMAJA DALAM MENCEGAH PENULARAN HIV

DAN AIDS DI DESA LEWO BARU, KECAMATAN MALANGBONG KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

Oleh MPS A

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPOK

(2)

ABSTRAK

Peningkatan kasus HIV dan AIDS kini menjadi kekhawatiran masyarakat dunia sehingga masuk ke dalam salah satu dari delapan poin MDGs. Peningkatan kasus HIV dan AIDS tidak hanya terjadi di dunia, namun juga di Indonesia khususnya di provinsi Jawa Barat. Salah satu media massa menuliskan terdapat 109 orang yang meninggal dunia akibat HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Selain itu, penderita HIV dan AIDS yang sebagian besar merupakan remaja usia produktif, menjadi kekhawatiran tersendiri mengingat mereka memiliki peranan besar terhadap pembangunan bangsa.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas dalam kaitannya terhadap sikap mencegah penularan HIV dan AIDS di kalangan remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan survei. Populasi penelitian adalah seluruh remaja berusia 15-19 tahun yang belum menikah di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dari penelitian ini didapatkan sampel penelitian sebanyak 98 orang dengan teknik penarikan sampel secara bertahap (multistage sampling) dimana pemilihan dalam setiap tahapannya dilakukan secara acak. Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam dengan sejumlah informan untuk memperkuat dan memperkaya data penelitian.

Uji analisis dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat, bivariat, dan multivariat. Sommers’d digunakan untuk menganalisa hubungan bivariat antara variabel independen dan dependen dan untuk uji hubungan multivariat digunakan regresi berganda. Hasil dari uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas dengan kaitannya terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Selanjutnya, pada uji regresi berganda ditemukan bahwa variabel tingkat religiositas adalah variabel independen yang paling signifikan dibandingkan dengan variabel lainnya yaitu gaya hidup.

(3)

ABSTRACT

The increasing cases of HIV and AIDS have now becoming a concern of the world as it is one of the eight points of MDGs. It is not only happening in the world, but also in Indonesia, particularly at Jawa Barat province. At the time, one of the mass media carried news of 109 people who died in Garut, Jawa Barat, which were caused by HIV and AIDS. In addition, it becomes a concern to our nation since people with HIV and AIDS mostly are in productive age considering that they have a major role to the development of the nation.

This study aims to analyze the effect of lifestyle and level of religiosity in preventing the transmission of HIV and AIDS among adolescent. The research method uses quantitative method by using survey as data collection technique. The population was all adolescent aged 15 until 19 years old who were unmarried in Lewo Baru village, Malangbong, Garut, Jawa Barat province. In this study 93 sample are obtained by using multistage sampling, in which random technique is used in every stage. Moreover, in-depth interview also conducted with a number of informants to enrich and strengthen this research data.

The test analysis of this study uses univariate, bivariate, and multivariate analysis. Sommers’d is used to analyze bivariate relationship between independent and dependent variable and multiple regression test is used to analyze multivariate relationship. The results of the bivariate test showed an association between the independent variables and dependent variable which are lifestyle and level of religiosity in relation with adolescent attitude in preventing the transmission of HIV and AIDS. Furthermore in multiple regression test, level of religiosity is the most significant independent variable compared to other independent variable which is lifestyle.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Hidup dan Tingkat Religiositas Terhadap Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS” di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait gaya hidup dan tingkat religiositas yang dapat memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Selain itu, laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh kelulusan mata kuliah Metode Penelitian Sosial jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia.

Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang konstruktif dari pelbagai pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan penelitian ini dari awal hingga akhir. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat-Nya atas segala usaha kita. Amin.

Depok, 5 Desember 2013

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama kami ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kehendak-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Kami juga turut mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil. Ungkapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami, Mas Ricky dan Mbak Lidya yang telah menemani kami selama kurang lebih satu tahun dari mulai penyusunan rancangan penelitian hingga terbentuk sebuah laporan penelitian ini dengan penuh keceriaan, kesabaran, dan kasih sayang.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim dosen mata kuliah Metode Penelitian Sosial yang turut berpartisipasi dalam proses kegiatan Metode Penelitian Sosial ini. Kami ucapkan terimakasih kepada Mas Ricky selaku koordinator mata kuliah MPS dan juga dosen lainnya mulai dari Mbak Lidya, Mas Iwan, Mbak Deby, Mas Nanu, Mbak Shanty, Mas Yerus, dan Mbak Titi serta Pak Iqbal yang menggantikan Mas Nanu ketika LPMPS.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami ucapkan kepada Kak Anwar dan Kak Ferry, karena keberadaan mereka sebagai tim advance sangat membantu kami selama berada di Desa Lewobaru. Terima kasih juga kepada kepada Ibu Lurah, Mak Iwih dan Mamah Dedeh yang telah menyediakan tempat tinggal dan makanan untuk kami selama LPMPS sehingga kami tidak kelaparan. Terima kasih juga kepada seluruh warga Desa Lewobaru yang telah menyambut kami dengan tangan terbuka serta membantu kami dalam pelbagai hal.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada anggota kelompok MPS B, C, dan D yang secara tidak langsung terus menyemangati kami selama mengambil mata kuliah ini mulai dari MPS I, LPMPS, dan MPS II. Walaupun selama mengambil mata kuliah ini terlihat menjadi terkotak-kotak, kita tetap keluarga Sosiologi UI 2011.

(6)

rintangan, serta dinamika dalam kelompok yang tidak dapat dihindarkan. Kami bangga karena kami tetap bisa menjaga kekompakan dan memberi semangat satu sama lain.

Terakhir kami mengucapkan terimakasih kepada pelbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung selama satu tahun ini sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian kelompok kami.

Salam,

(7)

Sekapur Sirih: Simfoni dalam Orkestra

Alunan nada yang diperdengarkan membuat telinga kita serasa dimanjakan dengan suara-suara yang indah. Sebuah orkestra yang memainkan musik klasik membentuk suatu simfoni yang sarat akan kebersamaan. Perpaduan antara berbagai macam alat musik menjadikan orkestra terkesan lebih hidup, layaknya sifat manusia yang berbeda tetapi memiliki satu mimpi bersama.

Berbagai macam alat musik yang dimainkan dalam orkestra tersebut pastinya tidak akan selaras jika tidak adanya seorang composer yang menuliskan nada-nada indah dan conductor yang memimpin dan menjaga tempo dalam sebuah orkestra. Jika tidak ada keduanya maka musik klasik yang dimainkan dalam orkestra tersebut tidak akan dapat dinikmati oleh pendengar. Begitu pula dengan kami jika tidak ada Mas Ricky dan juga Mba Lidya sebagai sosok yang menjadi pembimbing, mungkin kami tidak akan mengerti harus berbuat apa di dalam kelompok MPS A.

Dialah Deden seorang peniup brass horn yang mempunyai keberanian yang luar biasa sehingga dapat menyatukan 17 pemain musik lainnya. Wibawanya membuat kami segan dengannya tetapi keramahannya membuat kami merasa dekat layaknya suara yang yang dihasilkan brass horn.

Ghivo memainkan alat musik gesek cello, memiliki kebaikan yang luar biasa, sehingga semua orang ingin berada didekatnya. Ditambah keberadaan Ulfi, yang memainkan alat musik clarinet. Arif, si pemain bass clarinet yang memiliki hati yang tulus ketika membantu kami.

Disebelahnya ada pemain alat musik woodwind yaitu Arsa seperti jembatan bagi alat musik lainnya seperti flute, Dipta yang memberikan dukungan untuk mempertahankan tempo permainan. Tito si pemain contrabass yang bisa memainkan emosi dalam sebuah lagu yang sedang dimainkan untuk menjadi tenang maupun tegang.

(8)

tawa canda serta riang gembira. Doublebass yang biasa dianggap sebagai alat musik yang tangguh sangat menggambarkan Doni.

Pertunjukkan orkestra semakin hidup dengan adanya Tiara sebagai pemain

trumpet berusaha merangkul semuanya agar terciptanya keharmonisan. Dibantu dengan alat musik oboe yang dimainkan Ririn bersama-sama menjaga kekompakan dalam simfoni orkestra. Karla yang memainkan piccolo memiliki sifat yang diam-diam menghanyutkan tetapi kadang menghebohkan.

Alat musik bassoon yang terkenal meriah memang melekat pada Putri, membuat dirinya terlihat berbeda dari yang lain tetapi tetap intelek. Berbeda dengan Nisa, pemain alat musik harp yang berjuang dengan segenap hati walaupun terlihat unik diluarnya. Memainkan alat musik alto violin membuat Jhane tampak seperti sosok yang apa adanya tetapi dapat melihat kesempatan besar di depannya.

Sebelum mengucapkan kekaguman atas permainan philharmonic orchestra dan meninggalkan kursi penonton. Dengarlah nada yang dihasilkan

violin yang bisa memadukan alat musik lainnya, merekalah Okta dan Halida yang menambah keharmonisan dalam sebuah orkestra tersebut dan menjadi nikmat untuk didengar.

Berbagai alunan nada dari alat musik memang bisa diperdengarkan berulang kali. Tetapi, kesan pertama mendengarkan sebuah alunan nada terbaik di sebuah orkestra sesungguhnya hanya dapat dinikmati satu kali saja. Begitu pula dengan MPS A. MPS A mungkin bukanlah tempat terbaik yang pernah kita datangi, tetapi semoga MPS A menjadi satu-satunya tempat di hati kita yang menyajikan alunan nada terbaik untuk diperdengarkan dalam menggapai asa dan cita.

“But of all these friends and lovers, there is no one compares with you”

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

SEKAPUR SIRIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Akademis ... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ... 7

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Knowledge and attitude towards HIV/AIDS among Iranian students oleh Anahita Tavoosi, Azadeh Zaferani, Anahita Enzevaei, Parvin Tajik dan Zahra Ahmadinezhad dari Ilmu Kedokteran Universitas Tehran, Mei 2004 ... 9 2.1.2 HIV/AIDS Knowledge, Attitudes, and Opinions among Adolescents

(10)

State University of New York, Maret 2005 ... 10

2.1.3 Religiousity, Sexual Behaviours, and Sexual Attitudes During Emerging Adulthood oleh Eva S. Letkowitz, Meghan M. Gillen, Cindy L. Shearer, Tanya L. Boone, Mei 2004 ... 11

2.1.4 Faktor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Berisiko Tertular Pada Siswa SLTP oleh Elly Nurachmah, Mustikasari, Desember 2009 ... 13

2.1.5 Pengetahuan HIV dan AIDS pada Remaja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2010) oleh Sudikno, Bona Simanungkalit, Siswanto ... 14

2.2 Kerangka Konseptual ... 21

2.2.1 Variabel Dependen ... 21

2.2.1.1 Definisi Sikap ... 21

2.2.1.2 Definisi Remaja ... 27

2.2.1.3 Penularan HIV dan AIDS ... 28

2.2.1.4 Pencegahan HIV dan AIDS ... 28

2.2.1.5 Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 29

2.2.2 Variabel Independen ... 30

2.2.2.1 Definisi Gaya Hidup ... 30

2.2.2.1.1 Dimensi Aktivitas ... 31

2.2.2.1.2 Dimensi Opini ... 33

2.2.2.1.3 Dimensi Minat ... 34

2.2.2.2 Definisi Religiositas ... 35

2.3 Model Analisis ... 38

2.4 Hipotesis ... 38

2.5 Definisi Operasional ... 38

2.5.1 Variabel Dependen ... 39

2.5.1.1 Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 39

2.5.1.1.1 Dimensi Kognitif ... 39

2.5.1.1.2 Dimensi Afektif ... 42

2.5.1.1.3 Dimensi Perilaku ... 42

2.5.2 Variabel Independen ... 44

2.5.2.1 Gaya Hidup Remaja ... 44

(11)

2.5.2.1.2 Dimensi Opini ... 46

2.5.2.2 Tingkat Religiositas Remaja ... 48

2.5.2.2.1 Dimensi Praktik dalam Beragama ... 49

2.5.2.2.1 Dimensi Kepercayaan dalam Beragama ... 50

2.5.2.2.3 Dimensi Pengalaman/perasaan dalam Beragama ... 51

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 76

3.1 Pendekatan Penelitian ... 76

3.2 Jenis Penelitian ... 77

3.2.1 Berdasarkan Manfaat Penelitian ... 77

3.2.2 Berdasarkan Tujuan Penelitian ... 78

3.2.3 Berdasarkan Waktu Penelitian ... 78

3.2.4 Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data ... 79

3.3 Unit Analisis ... 79

3.4 Populasi dan Sampel ... 80

3.5 Teknik Penarikan Sampel ... 81

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 85

3.6.1 Data Primer ... 85

3.6.2 Data Sekunder ... 85

3.7 Konstruksi Skala pada Penelitian ... 85

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 87

3.9 Teknik Analisis Data ... 89

3.10 Pembatasan dan Keterbatasan ... 90

3.10.1 Pembatasan Penelitian... 90

3.10.2 Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB 4 DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 92

4.1 Potret Desa Lewo Baru ... 92

4.2 Struktur Pemerintahan Demografi Desa Lewo Baru ... 94

4.3 Kondisi Demografi ... 95

4.3.1 Mata Pencaharian ... 97

(12)

4.3.3 Pendidikan ... 99

4.4 Fasilitas Umum ... 101

4.4.1 Sarana Kesehatan ... 102

4.5 Karakteristik Remaja... 103

BAB 5 KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 108

5.1 Karakteristik responden berdasarkan tempat tinggal di tingkat dusun ... 108

5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 109

5.3 Karakteristik responden berdasarkan jenis sekolah ... 109

5.4 Pendidikan Terakhir Orang tua ... 110

5.5 Kegiatan Responden dalam Mengisi Waktu Luang ... 111

5.5.1 Mengisi Waktu luang di Rumah ... 111

5.5.1.1 Mengisi Waktu luang dengan Membaca Buku ... 112

5.5.1.2 Mengisi Waktu Luang dengan Menonton ... 113

5.5.2 Mengisi Waktu Luang dengan Berkumpul dengan Teman ... 115

5.5.3 Mengisi Waktu Luang dengan Menggunakan Internet di Warnet ... 116

5.5.4 Mengisi Waktu Luang dengan Aktivitas Lain ... 117

5.5 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 118

5.6 Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 119

5.7 Variabel Independen ... 123

5.3.1 Gaya Hidup Remaja ... 123

5.3.2 Tingkat Religiositas Remaja ... 126

BAB 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA DALAM MENCEGAH PENULARAN HIV DAN AIDS ... 129

6.1 Hubungan Bivariat ... 129

6.1.1 Hubungan antara Sikap dengan Gaya Hidup ... 129

6.1.2 Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Religiositas ... 134

6.2 Hubungan Multivariat ... 140

(13)

BAB 7 PENUTUP ... 144

7.1 Kesimpulan ... 144

7.2 Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 147

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matriks Studi Literatur Review ... 16

Tabel 2.2 Definisi ABCD ... 29

Tabel 2.3 Operasionalisasi Konsep Sikap ... 54

Tabel 2.4 Operasionalisasi Konsep Gaya Hidup ... 62

Tabel 2.5 Operasionalisasi Konsep Religiositas ... 70

Tabel 3.1 Unit Analisis ... 80

Tabel 3.2 Teknik Analisis Data ... 90

Tabel 4.1 Aksesibilitas Desa Lewo Baru ke Kecamatan Malangbong ... 93

Tabel 4.2 Aksesibilitas Desa Lewo Baru ke Kabupaten/Kota ... 93

Tabel 4.3 Aksesibilitas Desa Lewo Baru ke ibukota Provinsi Jawa Barat ... 94

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Lewo Baru berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 96

Tabel 4.5 Mata Pencaharian Penduduk ... 97

Tabel 4.6 Data Pendidikan Penduduk Desa Lewo Baru ... 99

Tabel 4.7 Data Lembaga Pendidikan di Desa Lewo Baru ... 100

Tabel 4.8 Jumlah Sarana Pendidikan ... 101

Tabel 4.9 Data Fasilitas Umum di Desa Lewo Baru ... 101

Tabel 4.10 Data Sarana Kesehatan... 102

Tabel 6.1 Hubungan antara Gaya Hidup dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 130

Tabel 6.2 Uji d’Somers Sikap dan Gaya Hidup Remaja ... 132

Tabel 6.3 Hubungan antara Aktivitas dengan SikapRemaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 132

Tabel 6.4 Hubungan antara Opini dengan SikapRemaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 133

Tabel 6.5 Hubungan antara Tingkat Religiositas dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 135

Tabel 6.6 Uji d’Somers Sikap dan Tingkat Religiositas Remaja ... 136

(15)

Tabel 6.8 Hubungan antara Kepercayaan Beragama dengan Sikap Remaja

dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS... 138

Tabel 6.9 Hubungan antara Perasaan beragama dan Sikap remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 139

Tabel 6.10 Model Summary Regresi Berganda ... 140

Tabel 6.11 Uji Anova Regresi Berganda ... 141

(16)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2005-2012 ... 2

Grafik 4.1 Struktur Pemerintahan Desa Lewo Baru ... 94

Grafik 4.2 Persentase Jumlah Penduduk Desa Lewo Baru ... 96

Grafik 4.3 Luas Lahan Desa Lewo Baru ... 98

Grafik 5.1 Tempat tinggal responden di Tingkat Dusun... 108

Grafik 5.2 Jenis Kelamin Responden ... 109

Grafik 5.3 Jenis sekolah responden ... 109

Grafik 5.4 Pendidikan terakhir Orang tua Responden ... 110

Grafik 5.5 Mengisi Waktu Luang di Rumah ... 111

Grafik 5.6 Mengisi Waktu Luang dengan Membaca Buku ... 112

Grafik 5.7 Mengisi Waktu Luang dengan Menonton ... 113

Grafik 5.8 Mengisi Waktu Luang dengan Berkumpul dengan Teman ... 114

Grafik 5.9 Mengisi Waktu Luang di Warnet ... 115

Grafik 5.10 Mengisi Waktu Luang dengan Aktivitas Lain ... 117

Grafik 5.11 Pekerjaan Orang Tua Responden... 118

Grafik 5.12 Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS ... 119

Grafik 5.13 Gaya Hidup Remaja ... 123

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Enam Tingkatan Berfikir dalam Kognitif ... 25

Gambar 2.2 Lima Tingkatan Berfikir dalam Afektif ... 26

Gambar 2.3 Model Analisis ... 38

Gambar 3.1 Skema Penarikan Sampel ... 84

Gambar 4.1 Peta Desa Lewo Baru ... 92

Gambar 4.2 Rehabilitasi Situ Cibuyut ... 95

Gambar 4.3 Puskesmas Citeras ... 103

Gambar 4.4 Remaja Laki-laki Lewo Baru Saat Berkumpul di Waktu Luang ... 104

Gambar 4.5 Remaja Perempuan Lewo Baru Saat Berkumpul di Waktu Luang ... 105

Gambar 4.6 Sunset Malangbong ... 106

Gambar 4.7 Warnet yang biasa digunakan oleh remaja Desa Lewobaru ... 107

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 152

Lampiran 2 Rencana Analisis Data ... 164

Lampiran 3 Buku Kode ... 230

Lampiran 4 Uji Statistik Penelitian ... 272

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, virus ini dapat menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah dalam melawan penyakit oportunistik. HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) melalui tahap inkubasi yang berkisar 2 sampai 15 tahun, tergantung dari daya tahan tubuh penderita (WHO, 2012). Pada dasarnya, HIV dapat tertular melalui hubungan intim (vagina, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi. Selain itu, penularan juga dapat terjadi pada ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui. Saat ini AIDS sudah mulai dapat ditangani namun hanya sebatas memperlambat laju perkembangan virusnya saja bukan menyembuhkan penyakit tersebut.

MDG’s (Millennium Development Goals) yang dideklarasikan pada tahun 2000 oleh 189 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, merumuskan “Delapan Tujuan Bersama” dalam rangka pembangunan global yang salah satunya yaitu mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS karena penyakit ini diperkirakan akan menjadi wabah yang mematikan. Di tahun 2011, UNAIDS mencatat sebanyak 15.000 orang meninggal dunia akibat AIDS (Indonesian Business Coalition on AIDS, 2009).

(20)

Gambar 1.1

Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Indonesia Tahun 2005-2012

Sumber: www.spiritia.or.id

Gambar 1.1 di atas menggambarkan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dari tahun 2005-2012. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tren untuk kasus HIV dan AIDS di Indonesia mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Secara kumulatif, untuk kasus HIV dan AIDS di Indonesia hingga bulan Desember 2012 mencapai 143.889 kasus di mana terdapat 98.390 kasus HIV dan 45.499 kasus AIDS. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2012, persentase kasus HIV tertinggi dilaporkan berada pada kelompok usia 25 - 49 tahun (73,7%); diikuti kelompok usia 20-24 tahun (15,0%) dan kelompok usia di atas 50 tahun (4,5%). Sementara itu, persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok usia 20-29 tahun (42,3%); diikuti kelompok usia 30-39 tahun (33,1%); kelompok usia 40 - 49 tahun (11,4%); kelompok usia 15-19 tahun (4%) dan kelompok usia 50-59 tahun (3,3%).

Maraknya kasus HIV dan AIDS di Indonesia, secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingginya prevalensi kasus HIV dan AIDS di pelbagai daerah. Salah satunya di Jawa Barat yang berada di peringkat keempat setelah Papua, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Pada tahun 2012, Departemen Kesehatan mencatat terdapat 7.157 kasus HIV dan 4.098 kasus AIDS di Provinsi Jawa Barat.

0 5000 10000 15000 20000 25000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

KASUS

TAHUN

(21)

Kasus HIV dan AIDS untuk beberapa wilayah di Jawa Barat juga terus meningkat, salah satunya di Kabupaten Garut. Pada tahun yang sama, artikel “Kasus HIV dan AIDS di Garut Tewaskan 109 Orang” menyebutkan terdapat 219 kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang tersebar di sekitar 24 wilayah kecamatan dan menyebabkan 109 penderita meninggal dunia. Dari seluruh penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, sebagian besar didominasi oleh laki-laki berusia 20 hingga 30 tahun yang merupakan usia produktif.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa mayoritas penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Garut adalah orang-orang yang berada di golongan usia produktif, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka yang terinfeksi AIDS telah tertular HIV sejak 5-10 tahun sebelumnya. Hasil survei BKKBN menyebutkan, karakteristik usia penderita yang tertular HIV dan AIDS terbanyak masuk ke dalam kelompok remaja yaitu sebesar 31 persen yang terdiri dari 7 persen remaja berusia di bawah 20 tahun dan 24 persen berusia antara 20-24 tahun. Hasil survei BKKBN ini menunjukkan bahwa remaja adalah kelompok usia yang paling rentan terinfeksi HIV dan AIDS.

Menurut Monks, Knoers, dan Haditono, Remaja sebagai kelompok usia yang paling rentang terinfeksi HIV dan AIDS dapat dibedakan menjadi empat bagian : masa pra remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita, 2006: 192). Masa remaja adalah perpaduan antara perkembangan usia psikologis dan usia biologis sehingga sangat dipengaruhi multifaktor yang terjadi di pelbagai bidang dalam masyarakat. Menurut Erickon yang dikutip oleh Hall, Lindzey, dan Campbell (Jurnal Proviate Volume 2 No.1, 2006:2) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa krisis, karena pada masa ini remaja mengalami masa transisi yang sulit yaitu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

1.2 RUMUSAN MASALAH

(22)

seks sebelum nikah. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa remaja merupakan kelompok usia yang rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV dan AIDS. Selain itu, merujuk pada data-data tersebut, terlihat adanya kemungkinan kenaikan tingkat kerentanan remaja terhadap penyakit HIV dan AIDS. Kerentanan remaja terhadap HIV dan AIDS merupakan situasi yang penting untuk dikaji berkenaan dengan sejauhmana sikap remaja mampu mencegah penularan HIV dan AIDS.

Berdasarkan definisi sikap oleh beberapa ahli, sikap adalah suatu respon evaluasi atau reaksi perasaan yang timbul ketika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual (Azwar, 2005). Menurut Berkowitz dalam Azwar (2005), sikap seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari perasaan mendukung atau positif maupun perasaan tidak mendukung atau negatif terhadap objek tersebut.

Lemahnya sikap remaja dalam mencegah penularan terhadap HIV dan AIDS tidak terlepas dari upaya penanggulangan yang selama ini telah dilakukan. Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kasus HIV dan AIDS selama ini lebih menekankan pada aspek struktural berupa pembuatan Keputusan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Nomor1197/MENKES/SK/XI/2007 mengenai Kelompok Kerja Penanggulangan HIV dan AIDS dan melalui institusi pendidikan diaspek kurikulumnya. Namun, hal tersebut dirasa kurang efektif atau signifikan dalam penanggulangan kasus HIV dan AIDS (Suryoputro, Antono, 2006).

(23)

berdampak pada perubahan gaya hidup mereka. Gaya hidup menurut WHO (1998) didefinisikan sebagai cara hidup yang didasari oleh pola-pola perilaku yang dapat diidentifikasi. Pola-pola perilaku ini dibentuk dari karakteristik individu, interaksi sosial, serta kondisi sosial-ekonomi dan lingkungan hidup mereka.

Sebelum terjadinya perubahan sosial seperti yang diungkapkan di atas, sikap dan gaya hidup remaja masih dijaga secara kuat oleh keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang diyakininya. Namun kini, nilai dan norma tradisional semakin melemah karena adanya modernisasi dan globalisasi yang terjadi secara besar-besaran. Penelitian K. I. Klepp, J. Sundby, dan G. Bjune menjelaskan bahwa globalisasi merupakan salah satu dampak dari adanya budaya universalisasi seksual pada remaja, khususnya remaja perkotaaan di Afrika (Klepp, 2002). Modernisasi yang terjadi dengan adanya revolusi teknologi merupakan bukti adanya keterbukaan budaya pada sebagian masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang (Bandura A, 2001: 1-26). Oleh karena itu, keingintahuan remaja yang begitu besar terhadap hal seksual ditambah dengan modernisasi dan globalisasi akan mengakibatkan perubahan dalam gaya hidup remaja yang dapat mengancaman peningkatan kasus HIV dan AIDS di Indonesia.

Terkait hal tersebut, remaja Indonesia pada saat ini tampaknya lebih toleran terhadap gaya hidup seksual pranikah. Pasalnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pelbagai institusi di Indonesia selama tahun 1993-2002, ditemukan 5-10 persen wanita dan 18-38 persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan seusia mereka (Suryoputro, Antono, 2006). Jika hal ini semakin berkembang, ancaman meningkatnya HIV dan AIDS di Indonesia semakin besar karena salah satu cara penularan HIV dan AIDS adalah melalui hubungan seksual. Oleh karena itu, perlu adanya penurunan angka gaya hidup seksual pranikah khususnya remaja.

(24)

orang dewasa yang lebih religius cenderung memiliki sikap negatif terhadap perilaku seksual (Memoona Hasnain, 2001). Selain itu, dari hasil penelitian Nicholas dan Durrheim (1995) ditemukan indikasi bahwa semakin taat seseorang terhadap agamanya maka semakin rendah kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual dan menunda melakukan hubungan seksual pranikah (Memoona Hasnain, 2001). Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan sikap remaja yang dipengaruhi oleh aspek kultural melalui gaya hidup dan tingkat religiositas remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan di atas, disebutkan bahwa golongan usia remaja merupakan usia yang paling rentan terhadap penularan HIV dan AIDS. Selain itu, upaya yang dilakukan selama ini dalam menanggulangi HIV dan AIDS terfokus pada aspek struktural yang hasilnya masih kurang efektif. Maka, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Berdasarkan pertanyaan di atas, kami mengelaborasi permasalahan secara lebih detail dengan mengajukan pertanyaan dibawah ini:

1.3.1 Sejauh mana gaya hidup remaja memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat?

1.3.2 Sejauh mana tingkat religiositas memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

(25)

mendefinisikan sikap remaja megenai HIV dan AIDS sebagai variabel dependen sedangkan gaya hidup dan tingkat religiositas remaja sebagai variabel independen.

Adapun tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.4.1 Menjelaskan pengaruh gaya hidup remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

1.4.2 Menjelaskan pengaruh tingkat religiositas remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini sebagai bentuk aplikasi mata kuliah Metode Penelitian Sosial I yang diperoleh selama perkuliahan. Pengalaman yang telah didapatkan berupa proses-proses penelitian yang dimulai dari pembuatan desain penelitian, instrument wawancara, turun lapangan, hingga analisis dan penulisan laporan yang dilakukan secara berkelompok. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi peneliti mengenai pengaruh gaya hidup remaja dan tingkat religiositas terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.

1.5.2 Manfaat Praktis

(26)

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi bahan masukan dalam upaya penurunan angka HIV dan AIDS di Indonesia pada institusi pemerintah atau institusi non pemerintah. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi Departemen Kesehatan Pemerintah dalam mengupayakan pencegahan dan penularan HIV dan AIDS, khususnya pada remaja. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Departemen Pendidikan dalam memberikan informasi mengenai HIV dan AIDS melalui program penyuluhan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA).

(27)

BAB 2

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Kasus infeksi HIV dan AIDS kini menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia. Menurut WHO (2000), 58 juta jiwa penduduk dunia telah terinfeksi HIV dan 22 juta jiwa di antaranya meninggal akibat AIDS serta 7.000 jiwa meninggal setiap harinya. Transmisi HIV kini cenderung meningkat, ditunjukkan dengan sekitar 16.000 jiwa terinfeksi setiap hari di pelbagai belahan dunia dengan pelbagai cara. Data dari Voluntary Conseling and Testing (VCT) tahun 2002 menunjukkan lebih dari 50 persen pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik positif terinfeksi HIV. Pada tahun yang sama pula hampir seluruh provinsi di Indonesia melaporkan terdapatnya kasus terinfeksi penyakit HIV. Ditambahkan di tahun 2012 oleh Departemen Kesehatan bahwa tingkat risiko AIDS tertinggi muncul dari hubungan seks tidak aman pada heteroseksual yaitu mencapai 81,9%., dan sisanya berasal dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan faktor keturunan.

Sebelum melakukan penelitian, diperlukan adanya tinjauan pustaka terhadap beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan informasi lebih banyak mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Berikut ini terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan topik penelitian yang akan dilakukan.

2.1.1 Knowledge and attitude towards HIV and AIDS among Iranian students oleh Anahita Tavoosi, Azadeh Zaferani, Anahita Enzevaei, Parvin Tajik dan Zahra Ahmadinezhad dari Ilmu Kedokteran Universitas Tehran, Mei 2004.

(28)

tersebut ditunjukkan pada tahun 2003 tercatat 5.086 penduduknya terinfeksi HIV dan AIDS. Dengan mewawancarai 4.641 pelajar SMA di Tehran, penelitian ini menunjukan pengetahuan serta sikap remaja mengenai HIV dan AIDS belum terlalu baik. Terbukti bahwa hanya sedikit siswa yang dapat menjawab pertanyaan mengenai pengetahuan tentang HIV dan AIDS dengan benar.

Selain itu banyak siswa yang keliru mengenai cara penularan HIV dan AIDS dengan menjawab bahwa penularan HIV dan AIDS dapat terjadi melalui gigitan nyamuk, kolam renang, dan toilet. Disampaikan bahwa 90 persen siswa menginginkan informasi yang lebih banyak mengenai HIV dan AIDS. Di sisi lain, sumber informasi utama mengenai pencegahan, penularan, serta bahaya HIV dan AIDS bagi mereka hanya melalui televisi dan radio. Hasil lain menunjukkan bahwa sikap para siswa terhadap penderita HIV dan AIDS masih dirasa kurang baik karena mereka berpendapat bahwa penderita harus dijauhi karena berbahaya dan memungkinkan adanya penularan.

Penelitian ini memiliki relevansi terhadap penelitian yang akan dilakukan karena melihat pengetahuan sebagai faktor yang memengaruhi sikap pelajar dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Dalam penelitian yang akan dilakukan, pengetahuan menjadi salah satu dimensi dari sikap yang merupakan variabel penelitian. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam penelitian ini tidak diperhatikan berapa rentang usia pelajar SMA tersebut serta status perkawinannya.

2.1.2 HIV and AIDS Knowledge, Attitudes, and Opinions among Adolescents in the River States of Nigeria Oleh Ben E. Wodi, Ph.D., M.S.E.H,

Asosiasi Profesor dan Koordinator Program Kesehatan Internasional, State University of New York, Maret 2005.

(29)

Namun di wilayah ini ditunjukkan pula banyak orang yang melakukan hubungan seks bebas tanpa menggunakan kondom.

Dalam penelitian ini digunakan teknik survei yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 pelajar sekolah menengah pertama yang berusia 12–15 tahun. Salah satu yang menarik dari penelitian ini terdapat pertanyaan mengenai apakah mereka khawatir akan tertular HIV dan AIDS, dan terdapat 45 persen siswa menjawab tidak khawatir. Hal ini berimplikasi terhadap perilaku berisiko para siswa tersebut. Selain itu, hasil temuan lain menunjukan adanya sikap negatif terhadap penularan HIV dan AIDS sebagai akibat dari pemahaman mereka yang keliru mengenai penularan HIV dan AIDS tersebut. Sebanyak 30 persen responden mengatakan bahwa seseorang yang terlihat sehat tidak akan tertular HIV dan AIDS. Sedangkan berdasarkan wilayah, 32 persen responden setuju bahwa gigitan nyamuk dapat menularkan HIV. Hal ini disebabkan pada wilayah tersebut nyamuk merupakan endemik.

Dalam mendiskusikan mengenai HIV dan AIDS, hanya sebagian responden yang pernah berdiskusi tentang HIV dan AIDS dengan teman laki-laki maupun perempuan. Sedangkan 43 persen responden tidak pernah berdiskusi mengenai HIV dan AIDS dengan orang tua atau wali mereka. Jadi, dari penelitian ini disimpulkan bahwa pentingnya upaya peningkatan pengetahuan pada remaja mengenai HIV dan AIDS dalam mengurangi penyebaran HIV dan AIDS.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena penelitian ini menggunakan opini serta pengetahuan remaja untuk melihat sikap renaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Dalam penelitian yang akan dilakukan, opini dan pengetahuan adalah dimensi sikap yang merupakan variabel dependen penelitian Jadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah bahwa variabel independen disini justru menjadi dimensi dari variabel dependen pada penelitian yang akan dilakukan.

2.1.3 Religiousity, Sexual Behaviours, and Sexual Attitudes During Emerging Adulthood oleh Eva S. Letkowitz, Meghan M. Gillen, Cindy L.

(30)

Religiositas dan seksualitas merupakan dua hal yang berkembang secara khusus dan mudah dipengaruhi pada masa menuju kedewasaan (kisaran usia 18-25 tahun dan berbeda dengan masa remaja). Religiositas atau agama secara potensial juga memengaruhi keputusan terkait masalah seks seperti larangan dalam seks, kontrol kelahiran, dan aborsi dengan menggunakan teori referensi grup. Teori referensi grup menjelaskan bahwa agama tertentu akan mendorong individu menghindari perilaku seksual karena ajaran agamanya (Zaleski, 2000). Jika mengacu pada teori referensi grup tersebut, sikap seksualitas tidak hanya dipengaruhi oleh grup keagamaan namun juga grup lainnya seperti keluarga dan teman sepermainan.

Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa aspek-aspek religiositas memiliki keterkaitan dengan sikap dan perilaku seksualitas. Perilaku keagamaan menjadi alat prediksi terkuat dari perilaku seksual, sedangkan aspek-aspek lain diluar perilaku religiositas juga dapat menjadi alat untuk memprediksi yang baik untuk melihat sikap seksualitas. Dari hasil temuan dijelaskan bahwa perubahan seksualitas dan religiositas muncul ketika masa kedewasaan, kemudian hal ini terus berlanjut dan saling terkait dengan hal lainnya selama masa perkembangan Kelemahan dari studi ini sendiri adalah banyaknya variabel yang digunakan.

Aspek-aspek religiositas memiliki keterkaitan dengan sikap dan perilaku seksualitas. Perilaku keagamaan menjadi alat prediksi terkuat dari perilaku seksual, sedangkan aspek-aspek lain diluar perilaku religiositas juga dapat menjadi alat untuk memprediksi yang baik untuk melihat sikap seksualitas. Dari hasil temuan dijelaskan bahwa perubahan seksualitas dan religiositas muncul ketika masa kedewasaan, kemudian hal ini terus berlanjut dan saling terkait dengan hal lainnya selama masa perkembangan.

(31)

2.1.4 Faktor Pencegahan HIV dan AIDS Akibat Perilaku Berisiko Tertular Pada Siswa SLTP oleh Elly Nurachmah, Mustikasari, Desember 2009 Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu negara dengan angka HIV dan AIDS yang tinggi dengan sebagian besar kasusnya dialami oleh kelompok usia produktif. Hal tersebut dikarenakan salah satu kelompok usia produktif yaitu kelompok usia anak sekolah memiliki potensi perilaku berisiko yang cukup tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor pencegahan HIV dan AIDS yang diakibatkan oleh perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP.

Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa edukasi dan promosi yang dilakukan pemerintah maupun pihak lain masih belum merata. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa persepsi mengenai pengetahuan, sikap dan pencegahan berhubungan dengan upaya pencegahan HIV dan AIDS dari perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP. Persepsi tentang informasi dari keluarga dan orang lain, fasilitas yang tersedia, serta pemahaman tentang stigma yang berkembang di masyarakat berhubungan dengan pencegahan HIV dan AIDS dari perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP.

Faktor intrinsik yang meliputi persepsi tentang pemahaman, sikap, dan pencegahan HIV dan AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP. Begitu pula dengan faktor ekstrinsik (informasi dari luar) yang meliputi informasi dari orangtua, fasilitas, informasi dengan orang lain dan stigma masyarakat mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP. Rekomendasi dari penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan melalui komunikasi, informasi dan edukasi mengenai faktor pencegahan HIV dan AIDS melalui perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP. Hal lain memerlukannya peningkatan bimbingan dan konseling dari guru serta pendampingan orang tua kepada anak.

(32)

2.1.5 Pengetahuan HIV dan AIDS pada Remaja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2010) oleh Sudikno, Bona Simanungkalit, Siswanto

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia yang diakibatkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2007, kasus HIV dan AIDS di Indonesia mengalami peningkatan yang tajam ditunjukkan dengan 11.141 orang mengidap AIDS dan 6.066 orang positif terinfeksi HIV. Jumlah ini diperkirakan hanya 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di seluruh Indonesia. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukkan sekitar 34 persen remaja perempuan dan 21 persen remaja laki-laki berumur 15-24 tahun belum pernah mendengar istilah HIV dan AIDS. Selain itu tercatat 55,7 persen remaja yang memiliki perilaku seksual berisiko tertular HIV dan AIDS dan hanya 44,3 persen berperilaku seksual tidak berisiko.

Dari data yang dianalisis terdapat sejumlah 14.355 remaja berusia 15-19 tahun belum menikah tersebar di seluruh daerah Indonesia. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai HIV dan AIDS pada remaja dengan kategori baik adalah sebesar 51,1 persen sedangkan remaja dengan pengetahuan kurang sebesar 48,9 persen, terdapat selisih tipis pada penelitian dilakukan yang pernah sebelumnya. Pengetahuan di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan dan pengetahuan siswa SMP ke atas lebih baik daripada siswa SMP ke bawah. Analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaksana program kesehatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan mengenai HIV dan AIDS pada remaja Indonesia.

(33)

Dari penelitian-penelitian di atas, banyak aspek-aspek penelitian yang memiliki relevansi bagi penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada remaja dengan jenjang pendidikan tertentu, seperti SMP dan SMA. Penelitian ini dilakukan pada remaja dengan kelompok usia 15-19 tahun dan belum menikah. Selain itu, banyak dibahas variabel maupun dimensi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti sikap dan religiositas. Karena penelitian dilakukan secara kuantitatif maka penelitian ini selanjutnya akan mencoba melihat hubungan antara religiositas dan gaya hidup variabel independen dengan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen.

(34)

Tabel 2.1

Matrik Studi Literatur Review

No Judul Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Relevansi

1. Knowledge and attitude towards HIV and AIDS among Iranian students

Oleh:

Anahita Tavoosi, Azadeh Zaferani, Anahita Enzevaei, Parvin Tajik dan Zahra Ahmadinezhad

Mengetahui pengetahuan dan sikap pada siswa sekolah menengah atas mengenai H IV dan AIDS di Iran

Menggunakan teknik c luster-sampling, sampel adalah 4641 siswa SMA dari 52 sekolah tinggi di Tehran dengan memberi kuesioner

A. Hanya sedikit siswa yang menjawab semua

pertanyaan mengenai pengetahuan dengan benar, dan banyak kesalah pahaman

mengenai cara penularan HIV dan AIDS

B. Hampir semua siswa ingin mengetahui lebih jauh mengenai HIV dan AIDS

C. Hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap dan disiplin siswa mengenai HIV dan AIDS

(35)

No Judul Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Relevansi

2. HIV dan AIDS

Knowledge, Attitudes, and Opinions among Adolescents in the River States of Nigeria

Oleh: remaja di Nigeria mengenai HIV dan AIDS

A. Hanya sebagian dari responden yang bisa berdiskusi dengan teman laki-laki maupun

perempuan mereka mengenai HIV dan AIDS B. 43 persen responden

tidak pernah berdiskusi mengenai HIV dan AIDS dengan orang tua atau wali mereka

C. 32 persen responden tidak menggunakan kondom sama sekali

Penelitian ini melihat opini serta pengetahuan remaja untuk melihat sikap renaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan ialah variabel independen dalam penelitian ini justru menjadi dimensi dari variabel dependen pada penelitian yang akan dilakukan.

3. Religiosity, Sexual Behaviors, and Sexual Attitudes During faktor yang paling

kuat.dalam memengaruhi

(36)

No Judul Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Relevansi

emerging Adulthood

oleh Eva S. Letkowitz, Meghan M. Gillen, Cindy L. Shearer, Tanya L. Boone, Mei 2004

remaja di Nigeria Mengenai HIV dan AIDS

berjumlah 205 pelajar

sikap dan perilaku seksual. perilaku seksual pada remaja. Perilaku seksual merupakan salah satu perilaku yang didefinisikan sebagai perilaku yang berisiko tertular HIV dan AIDS. Konsep perilaku adalah dimensi dari variabel sikap pada penelitian yang akan dilakukan.

4 Faktor Pencegahan HIV dan AIDS Akibat Perilaku Berisiko Tertular Pada Siswa SLTP

Oleh Elly Nurachmah,

Mengidentifikasi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik

A. Terdapat hubungan antara persepsi faktor intrinsik meliputi pengetahuan, sikap dan pencegahan dengan pencegahan HIV dan

Variabel perilaku berisiko tertular HIV dan AIDS dikaitkan dengan persepsi mengenai pemahaman serta sikap dalam

(37)

No Judul Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Relevansi

Mustikasari terhadap terjadinya perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP X di Depok.

meliputi editing, coding, entry dan

cleaning. Analisis data yang

dilakukan untuk penelitian ini menggunakan analisis

univariat dengan tampilan data numerik (mean, median,

modus, SD dan 95 persen CI)

AIDS dari perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP

B. Ada hubungan antara persepsi faktor ekstrinsik meliputi informasi dari keluarga, fasilitas yang tersedia, informasi dari orang lain dan

pemahaman tentang stigma yang berkembang di masyarakat dengan pencegahan HIV dan AIDS dari perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP.

Penelitian ini juga

dilakukan pada kelompok usia remaja.

(38)

No Judul Tujuan Penelitian Metode Hasil Penelitian Relevansi

AIDS pada Remaja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2010)

gambaran

pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja Indonesia.

(survei) faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan perilaku berisiko pada remaja di Indonesia tahun 2007 yakni

pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi rumah tangga, akses terhadap informasi, komunikasi dengan orang tua, dan keberadaan teman yang memiliki perilaku berisiko

(39)

2.2 KERANGKA KONSEPTUAL

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil gaya hidup dan tingkat religiositas remaja sebagai variabel independen yang diasumsikan mampu memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.

2.2.1 Variabel Dependen

Dalam penelitian ini peneliti memformulasikan konsep sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang bergantung ataupun dipengaruhi oleh variabel independen (Creswell, 1994, p.165-166).

2.2.1.1Definisi Sikap

Pada dasarnya manusia dapat memiliki pelbagai bentuk sikap dalam memahami kehidupan. William L. Thomas dan Florian Znaniecki dalam bukunya yang berjudul “Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an Immigrant Group” menyebutkan bahwa dalam teori sosial dibutuhkan unsur budaya yang objektif seperti nilai-nilai sosial serta suatu karakter yang subjektif yaitu sikap untuk memahami kehidupan. Terlihat bahwa melalui sikap, seseorang dapat memahami kesadaran dan dapat menentukan tindakan nyata atau yang mungkin akan dilakukannya dalam kehidupan, hal ini dikarenakan sikap dilihat sebagai suatu proses kesadaran yang sifatnya individu atau subjektif dan memiliki kekhasan untuk setiap individunya.

By attitude we understand a process of individual consiousness which etermines real or possible activity of the indivudual in the social world. (Thomas dan Znaniecki, 1918 : 22)

(40)

tersebut. Sedangkan menurut Thurstone sendiri memformulasikan sikap kedalam afek positif atau negatif terhadap suatu objek sikap.

Pemikir kedua yang diwakili oleh Chave, Borgadus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport yang mendefinisikan sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Dalam hal ini kesiapan yang dimaksud ialah kecendrungan bereaksi individu apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendakinya untuk memberikan respon. Kelompok pemikir yang terakhir yaitu kelompok yang berorientasi pada skema tradik (triadic schema) yang melihat sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2007 : 4-5). Sikap secara langsung dapat menjadikan stimulus objek apa saja yang diidentifikasikan di lingkungan sosial, termasuk kelompok manusia (misalnya kelompok etnis), masalah kontroversial (misalnya melegalkan aborsi), dan objek nyata (misalnya pizza).

Sikap dapat didasari oleh kognitif, afektif, dan informasi behavioral. Proses kognitif meliputi sumber informasi atau pengetahuan mengenai objek sikap. Pengetahuan mengenai objek sikap ini dapat bersumber dari pengalaman langsung terhadap objek tersebut atau yang tidak langsung seperti pengetahuan dari orangtua, teman sepermainan dan media. Namun pada dasarnya, sikap yang didasari oleh pengalaman langsung akan lebih kuat dibandingkan sikap yang berasal dari informasi tidak langsung.

Proses afektif merupakan evaluasi individual terhadap objek sikap yang tertuang kedalam emosi atau perasaan. Dalam hal ini, afeksi dan kognisi sering berkorelasi antara satu dengan lain karena dalam prosesnya kedua hal ini akan dapat saling memengaruhi secara bergantian (misalnya pengetahuan dapat memengaruhi perasaan, dan perasaan dapat memandu pikiran). Bagaimanapun, afeksi terhadap objek sikap dapat bersumber dari kepercayaan mengenai objek sikap itu sendiri.

(41)

Sikap atau attitude dalam buku yang dituliskan oleh Sarlito W. Sarwono merupakan sebuah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau biasa-biasa saja terhadap sesuatu atau objek sikap. Sebuah objek sikap dapat berupa benda, kejadian, situasi, kelompok atau seseorang.Sikap dapat dilihat pada 3 komponen yaitu ABC affection (afeksi), behaviour (perilaku), dan kognition

(kognisi).

Afeksi didefinisikan sebagai perasaan yang timbul ketika melihat suatu objek sikap dalam interaksi sosial, yang dapat dinyatakan kedalam perasaan senang dan tidak senang, dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil seluruh dimensi tersebut. Sedangkan, perilaku disini merupakan perilaku yang muncul setelah timbulnya perasaan ketika melihat sebuah objek, dapat berupa tindakan mendekat atau menjauh dari objek sikap yang ada. Kognisi merupakan segala bentuk pemikiran atau ide-ide atau pengetahuan individu yang timbul terhadap objek sikap, yang mana dapat berubah menjadi bagus atau tidak bagus. (Sarlito, 2009)

Dimensi afektif menjadi hal yang sangat penting dalam pembentukkan perilaku seseorang. Dimensi kognitif berkaitan dengan aktivitas otak yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, atau mengevaluasi. Dimensi kognitif ini terdapat tingkatan (Bloom, 1956 : 62-197), yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang dalam mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Pengetahuan merupakan proses berpikir yang paling rendah yang dapat diukur dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya terhadap objek.

(42)

3. Penerapan (application) adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan ide-ide umum, tata cara maupun metode, konsep, prinsip, rumus, teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret. Penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi dibandingkan pemahaman. Kata untuk mengungkapkan hasil penerapan: membedakan, diskriminasi, terpisah, berhubungan, membagi, dan sebagainya.

4. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menganalisis materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih di dalam satu struktur, dan berkaitan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

(43)

Gambar 2.1

Enam Tingkatan Berpikir dalam Kognitif

Dimensi Afeksi mencakup aspek perasaan, minat, emosi dan nilai. Menurut Bloom juga terdapat tingkatan dalam aspek afeksi (Krathwohl, Bloom & Maisa, 1984) ini yaitu :

1. Receiving (menerima) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.

2. Responding (menanggapi) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.

3. Valuing (menilai atau menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding.

4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu

Evaluasi

Synthesis

Analysis

Application

Comprehension

(44)

sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah memengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana.

Gambar 2.2

Lima Tingkatan Berpikir dalam Afektif

Menurut Notoatmodjo suatu sikap belum secara otomotasi terwujud dalam tindakan (overt behavior), diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan agar terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata. Notoatmodjo menyatakan perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dipelajari. Terdapat tingkatan dalam perilaku ini yaitu :

(45)

2. Respon Terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh indikator praktik tingkah laku.

3. Mekanisme (Mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Jadi berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecendrungan individu dalam memahami, merasakan, dan berperilaku individu terhadap suatu objek sebagai hasil dari interaksi komponen kognitf, afektif dan konatif. Dalam hal ini sikap akan dilihat sebagai suatu penilaian positif atau negatif individu terhadap rangsangan atau stimulus tertentu.

2.2.1.2 Definisi Remaja

Remaja, dalam beberapa sumber literatur yang ditemukan oleh peneliti menunjukkan bahwa indikator usia merupakan parameter utama dalam mengkategorikan kelompok masyarakat sebagai kelompok remaja. Menurut BKKBN, remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1979, disebutkan bahwa anak dianggap sudah remaja ketika berusia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Organisasi kesehatan dunia yaitu WHO menyebutkan bahwa remaja adalah ketika anak telah mencapai usia 10-18 tahun.

(46)

mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru. Masa remaja dijelaskan sebagai periode yang penting, karena masa remaja adalah masa dimana akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1999).

Jadi, remaja dalam penelitian ini adalah seseorang yang berumur 15-19 tahun dan belum menikah. Dasar peneliti dalam menentukan kategori belum menikah adalah untuk mendapatkan sampel yang belum pernah berhubungan seksual.

2.2.1.3Penularan HIV dan AIDS

Menurut Panggih Dewi K (2008), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab penularan langsung HIV dan AIDS, antara lain:

1. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV, 2. Transfusi darah yang tercemar HIV,

3. Menggunakan jarum suntik, tindik, tato atau alat lain yang dapat menimbulkan luka yang telah tercemar HIV secara bersama-sama dan tidak disterilkan,

4. Transplansi dengan organ atau jaringan yang terinfeksi, dan

5. Dari ibu ke anaknya sewaktu kehamilan, persalinan, maupun sewaktu menyusui.

2.2.1.4 Pencegahan HIV dan AIDS

(47)

Tabel 2.2 Definisi ABCD

A Singkatan dari Abstinence atau puasa atau menjaga keperawanan, yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, yang berarti bahwa hubungan seksual hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah.

B Singkatan Be Faithful atau setia pada pasangan, yaitu kalaupun sudah menikah, hubungan seksual hanya dilakukan dengan pasangannya saja. C Singkatan dari Condom atau menggunakan kondom, yaitu bagi mereka

yang memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan.

D Singkatan dari Don’t drugs atau tidak menggunakan obat-obatan terlarang. Obat terlarang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat terlarang yang digunakan dengan media jarum suntik seperti heroin.

2.2.1.5 Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS

Penelitian ini melihat sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dalam pencegahan penularan HIV dan AIDS melalui empat cara utama yaitu tidak berhubungan seksual sebelum menikah (Abstinence), setia dengan pasangan (Be Faithful), penggunaan kondom (Condom), dan tidak memakai obat-obatan terlarang (Don't drugs).

(48)

2.2.2 Variabel Independen

Peneliti melihat sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa variabel lain yang disebut sebagai variabel independen. Variabel independen adalah variabel yang (kemungkinan) menyebabkan atau memengaruhi hasil akhir (Creswell, 1994, p.94). Peneliti melihat sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa variabel lain.

Mengingat realitas sosial bukan merupakan single factor, maka peneliti merumuskan dua variabel independen atau variabel yang memengaruhi sikap remaja terhadap pencegahan penularan HIV dan AIDS yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas remaja.

2.2.2.1 Definisi Gaya Hidup

Kotler (1984) menjelaskan bahwa gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi. Dijelaskan menurut WHO (1998), bahwa gaya hidup adalah cara hidup yang didasari oleh pola-pola perilaku yang bisa diidentifikasi. Pola-pola perilaku ini dibentuk dari karakteristik individu, interaksi sosial, dan kondisi sosial-ekonomi dan lingkungan hidupnya. Kotler menambahkan bahwa gaya hidup adalah cara hidup yang diidentifikasi dari bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang mereka anggap penting di lingkungannya (minat), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka dan dunia di sekitar mereka (opini).

(49)

aktivitas dan opini. Dimensi minat tidak diikutsertakan karena peneliti menilai bahwa dimensi minat beririsan dengan aspek saliensi opini dari dimensi opini, dan dimensi minat juga beririsan dengan dimensi afeksi dari variabel dependen penelitian ini, yaitu sikap.

2.2.2.1.1 Dimensi Aktivitas

Aktivitas merupakan dimensi dari gaya hidup yang diartikan sebagai cara seseorang dalam menghabiskan waktunya (Kotler, 1984). Menurut American Heritage Dictionary, pengertian aktivitas adalah tindakan atau gerakan energik. Sedangkan aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008) didefinisikan sebagai keaktifan atau kegiatan. Dalam Oxford Dictionary aktivitas adalah sesuatu yang sedang atau telah dikerjakan oleh seseorang atau kelompok.

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang aktivitas, peneliti memilih untuk menggunakan teori tentang aktivitas belajar untuk mengukur aktivitas remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Oemar Hamalik (2011) menjelaskan bahwa aktivitas belajar seorang siswa dapat dibagi menjadi delapan kategori, yaitu:

a. Aktivitas Visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.

b. Aktivitas Lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi.

c. Aktivitas Mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

d. Aktivitas Menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

(50)

f. Aktivitas Metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

g. Aktivitas Mental, yaitu merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

h. Aktivitas Emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Berangkat dari definisi aktivitas di atas, peneliti kemudian memilih indikator aktivitas yang dinilai relevan dalam membahas aktivitas remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS, serta merumuskan satu jenis indikator baru, indikator-indikator tersebut adalah:

1. Aktivitas visual: Aktivitas remaja berupa melihat dan membaca hal-hal yang terkait dengan aspek pencegahan penularan HIV dan AIDS.

2. Aktivitas lisan: Aktivitas remaja berupa mengajukan pendapat dan pertanyaan mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek pencegahan penularan HIV dan AIDS.

3. Aktivitas mendengarkan: Aktivitas remaja berupa mendengarkan penjelasan atau percakapan melalui diskusi mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek pencegahan penularan HIV dan AIDS.

4. Aktivitas gerak: Merupakan indikator yang dirumuskan oleh peneliti sebagai perwakilan dari aktivitas menggambar dan menulis, dimana menggambar dan menulis merupakan aktivitas yang terkait dengan gerak fisik. Aktivitas gerak adalah aktivitas remaja terkait dengan aktivitas fisik yang rutin dilakukan oleh remaja terkait dengan aspek pencegahan penularan HIV dan AIDS.

(51)

Aktivitas sebagai dimensi dari gaya hidup adalah mengenai bagaimana seseorang menghabiskan waktunya dengan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas remaja yang berhubungan dengan pencegahan penularan HIV dan AIDS, yang dapat bersifat mendukung dan tidak mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Pengukuran yang dilakukan berupa sejauh mana aktivitas remaja dapat mendukung atau tidak mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.

2.2.2.1.2 Dimensi Opini

Opini adalah pandangan seseorang mengenai dirinya dan lingkungan di sekitarnya (Kotler, 1984). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008), opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian. Sedangkan dalam Oxford Dictionary, opini adalah pandangan yang dibentuk terhadap sesuatu yang tidak selalu berdasarkan fakta atau pengetahuan.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai opini, peneliti memilih untuk menggunakan teori opini publik untuk mengukur opini remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Opini memiliki empat indikator yaitu arah opini, intensitas opini, saliensi opini, dan stabilitas opini (Gitelson, Alan. R, dkk, 2012: 132).

Arah opini mengacu pada posisi setuju atau tidak setuju seseorang terkait sebuah isu, intensitas opini mengacu pada seberapa kuat seseorang menyetujui atau tidak menyetujui sebuah isu, saliensi opini mengacu pada persepsi seseorang tentang seberapa penting isu tersebut, dan stabilitas opini mengacu pada terjadi atau tidak terjadinya perubahan dalam opini seseorang terhadap suatu isu dari waktu ke waktu (Steward, John. P, 2013).

Gambar

Gambar 1.1 Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Indonesia
Tabel 2.1 Matrik Studi Literatur Review
Gambar 2.1
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hingga sekarang, terdapat peningkatan dalam kejadian infeksi HIV ini di dunia. Banyak orang yang masih tahu sedikit mengenai HIV/AIDS dan sayangnya masih banyak mitos tentang

Ramasubban (2008) menyebutkan ke- mungkinan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS, antara lain, adalah pantang berhubungan seks dengan orang yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan pengetahuan rendah tentang HIV/AIDS memiliki risiko lebih tinggi untuk menstigma orang yang hidup dengan HIV/AIDS dibandingkan

Salah satu penyebab HIV/AIDS adalah seks bebas, karena memang penyebaran Salah satu penyebab HIV/AIDS adalah seks bebas, karena memang penyebaran virus ini

Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) akan memperburuk epidemi HIV/AIDS. Perlakuan tersebut membuat orang-orang yang

Secara umum, laki-laki homoseksual lebih berisiko tertular HIV/AIDS melalui berganti-ganti pasanagn (memiliki partner seks lebih dari satu), sedangkan

Sasaran bagi pasien HIV/ AIDS dengan mencakup pasien mengalami risiko infeksi Sasaran bagi pasien HIV/ AIDS dengan mencakup pasien mengalami risiko infeksi minimal, pasien tidak

lensi HIV sangat tinggi pada penasun, perilaku seks yang bebas, dan pe- makaian kondom yang masih rendah, risiko terhadap pasangan tetap para penasun terinfeksi HIV/AIDS juga