ABSTRAK
Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif
Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menganggap Paradigma Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa melalui pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun, mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain penelitiannya menggunakan non-equivalent control group design. Teknik analisis datanya menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model PAP tipe I untuk data deskriptif dan data kuantitatif diolah dengan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16 untuk uji normalitas, homogenitas dan uji-t. Data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Pada teknik pengumpulan data, diperoleh dengan melakukan observasi guru dan kelas, pengisian angket, wawancara, dan melakukan tes. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 8.1 dan 8.2 SMP N 8 Yogyakarta. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 60 dari 210 populasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan diskusi. Begitu juga dengan proses pembelajarannya, menekankan pada kegiatan berefleksi untuk membangun kesadarannya. Pemecahan masalah di dalam kelas diatasi dengan adanya cura
personalis. Efektivitas penerapannya dibuktikan dengan nilai signifikasi dalam
ABSTRACT
Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementation of Reflective Pedagogy in Student’s Discussion Grade 8th
at Yogyakarta Junior High School 8. S1 Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Letters, Educational
Department, Sanata Dharma University.
The writer assumed that reflective pedagogy as alternative solution to build good student’s personality toward education without must be opposite or change the goverment policy. For this case, the writer focus on implementation of reflective pedagogy in discussion at the class to practice student’s retoric. Toward respect spoken in formal language, thats means the students have good performance in society. The purpose of this research is to know the efectivity of implementation’s reflective pedagogy in discussion on Bahasa Indonesia subject grade VIII at SMP N 8 Yogyakarta in academic year 2014/2015.
The kind of this research is quasi experiment with non-equivalent control group design. Descriptive quantitative method used to data analyze. PAP type I model to descriptive data and quantitative data use statistic method SPSS 16. The statistic use to test normalitas and homogenity of data also t-test. Based on the result of that test, data in this research are normal distribute and homogen. In the method to collect the data by doing teachers and class observation, fill the quetioner, interview the teacher and do exercise. The subject of this research are students from 8.1 class and 8.2 class in SMP N 8 Yogyakarta. This research use 60 samples of 210 populations.
IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERDISKUSI
SISWA KELAS VIII SMP N 8 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Okti Ika Trisnaningsari 111224068
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
-Q.S Al-Baqarah: 282-
Manusia tidak akan mengetahui kekuatan maksimalnya, sampai ia berada
dalam kondisi di mana ia dipaksa kuat untuk bertahan.
-Marry Riana-
First they ignore you, then they laugh at you. Then they fight you. Then you win.
-Mahatma Gandi-
If you are working on something exiting that you really care about, you don’t
have to be pushed. The vision pulls you.
-Steve Jobs-
Keluargamu adalah alasan bagi kerja kerasmu, maka janganlah sampai engkau
menelantarkan mereka karena kerja kerasmu.
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 September 2015 Penulis,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Okti Ika Trisnaningsari
NIM : 111224068
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERDISKUSI
SISWA KELAS VIII SMP N 8 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
pada tanggal 15 September 2015
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif
Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menganggap Paradigma Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi alternatif untuk membentuk kepribadian siswa melalui pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun, mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain penelitiannya menggunakan non-equivalent control group design. Teknik analisis datanya menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model PAP tipe I untuk data deskriptif dan data kuantitatif diolah dengan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16 untuk uji normalitas, homogenitas dan uji-t. Data dalam penelitian ini berdistribusi normal dan homogen. Pada teknik pengumpulan data, diperoleh dengan melakukan observasi guru dan kelas, pengisian angket, wawancara, dan melakukan tes. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 8.1 dan 8.2 SMP N 8 Yogyakarta. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini sebanyak 60 dari 210 populasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan diskusi. Begitu juga dengan proses pembelajarannya, menekankan pada kegiatan berefleksi untuk membangun kesadarannya. Pemecahan masalah di dalam kelas diatasi dengan adanya cura
personalis. Efektivitas penerapannya dibuktikan dengan nilai signifikasi dalam
viii
ABSTRACT
Trisnaningsari, Okti Ika. 2015. Implementation of Reflective Pedagogy in Student’s Discussion Grade 8th
at Yogyakarta Junior High School 8. S1 Thesis. Yogyakarta: Education of Indonesian Letters, Educational
Department, Sanata Dharma University.
The writer assumed that reflective pedagogy as alternative solution to build good student’s personality toward education without must be opposite or change the goverment policy. For this case, the writer focus on implementation of reflective pedagogy in discussion at the class to practice student’s retoric. Toward respect spoken in formal language, thats means the students have good performance in society. The purpose of this research is to know the efectivity of implementation’s reflective pedagogy in discussion on Bahasa Indonesia subject grade VIII at SMP N 8 Yogyakarta in academic year 2014/2015.
The kind of this research is quasi experiment with non-equivalent control group design. Descriptive quantitative method used to data analyze. PAP type I model to descriptive data and quantitative data use statistic method SPSS 16. The statistic use to test normalitas and homogenity of data also t-test. Based on the result of that test, data in this research are normal distribute and homogen. In the method to collect the data by doing teachers and class observation, fill the quetioner, interview the teacher and do exercise. The subject of this research are students from 8.1 class and 8.2 class in SMP N 8 Yogyakarta. This research use 60 samples of 210 populations.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi ini disusun untuk memperoleh syarat dan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan juga Dosen Pembimbing yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan menjadi fasilitator penulis untuk menyeselesaikan skripsi ini.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen penguji satu yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian penulis.
4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku dosen penguji satu yang telah meluangkan waktu untuk menguji hasil penelitian penulis.
5. H. Suharno, S.Pd., S.Pd.T., M.Pd., selaku Kepala SMP N 8 Yogyakarta yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.
6. Drs. Ishartanto, selaku Guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta dan seluruh jajaran guru serta karyawan di SMP N 8 Yogyakarta yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Siswa-siswa kelas 8.1 dan kelas 8.2 yang telah berkolaborasi dan berpartisipasi aktif serta bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini. 8. Kedua orang tuaku, Bapak Agus Sugiyanto dan Ibu Midiatiningsih yang
x
9. Kakekku terkasih, Subali yang telah memberikan doa dan dukungan dalam segala hal.
10.Adikku tersayang, Yunita Dwi Rahmayani yang telah menemani, memberikan semangat dan doanya.
11.Barasmara Dewa Sugiarto yang telah memberikan semangat dan menemani saat kesulitan.
12.Henricus Agil G.P. yang telah memberikan semangat dan menghibur saat kesulitan.
13. Teman-teman PBSI Amelia tersayang, Maria Budi Asih, Antonia Andari, Erna Niri, dan Maria Handayani Lalong yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi.
14. Teman-teman PBSI 2011 yang telah memberikan semangat dan dukungan serta membatu menyelesaikan kelengkapan skripsi ini.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan masukan, doa, semangat, dan menjadi inspirasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 12 Agustus 2015 Penulis
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... PERNYATAAN KEASLIAN PUBLIKASI ... ABSTRAK ...
BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian ... E. Batasan Istilah ... F. Sistematika Penulisan ...
BAB II LANDASAN TEORI ... A. Penelitian yang Relevan ... B. Landasan Teori
1. Paradigma Pedagogi Reflektif
xii
b. Tujuan Pedagogi Reflektif ... c. Karakteristik Pedagogi Reflektif ... d. Kesetaraan Pedagogi Reflektif dengan Berbagai
Teori Belajar ... e. Prosedur Pembelajaran dalam Pedagogi
Reflektif ... 2. Berbicara Sebagai Ragam Seni dan Ilmu ... 3. Pembelajaran Berbicara ... C. Kerangka Berpikir... D. Hipotesis Penelitian...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian ... B. Langkah-langkah Penelitian ... C. Sumber Data ... D. Variabel Penelitian ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Validitas Instrumen ... G. Uji Instrumen Pembelajaran ... H. Teknik Analisis Data ...
1. Uji Normalitas ... 2. Uji Homogenitas Varians ... 3. Uji-t ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Pelaksanaan Penelitian ... B. Data Penelitian
1. Data Hasil Pengamatan ... 2. Data Hasil Wawancara ... 3. Data Hasil Treatment Penelitian ...
xiii C. Analisis dan Pembahasan
1. Implementasi PPR ...
BAB V PENUTUP ... A. Simpulan ... B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
51
71 71 73
xiv
DAFTAR BAGAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 2 Hasil Aksi Siswa ... Gambar 3 Hasil Evaluasi Siswa ... Gambar 4 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 5 Hasil Refleksi Siswa ... Gambar 6 Hasil Aksi Siswa ... Gambar 7 Hasil Evaluasi Lembar 1 ... Gambar 8 Hasil Evaluasi Lembar 2 ... Gambar 9 Hasil Evaluasi Lembar 3 ... Gambar 10 Hasil Evaluasi Lembar 4 ...
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakter Pedagogi Reflektif ... Tabel 2 Komponen Perlakuan ... Tabel 3 Non-Equivalent Control Group Design ...
Tabel 4 PAP Tipe 1 ... Tabel 5 Uji Normalitas ... Tabel 6 Uji Homogenitas ... Tabel 7 Uji-t Pada Nilai Pre-Test Post-Tes Kelompok
Eksperimen dan Kontrol ... Tabel 8 Uji-t Pada Nilai Post-Tes Kelompok Eksperimen
dan Kontrol ... Tabel 9 Uji-t Perbedaan Nilai Post-Tes Kelompok
Eksperimen dan Kontrol ... Tabel 10 Daftar Nilai Kelas 8.1 dengan PPR ... Tabel 11 Daftar Nilai kelas 8.2 dengan Metode Guru ... 12 30 31 39 41 42
43
44
xvii
DAFTAT LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi ... Lampiran 2 Lembar Wawancara ... Lampiran 3 RPP Pedagogi Reflektif ... Lampiran 4 Rubrik Penilaian ... Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... Lampiran 6 RPP Guru ... Lampiran 7 Angket ... Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... Lampiran 9 Surat Keterangan ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergantian kurikulum adalah masalah dilematik bagi seluruh pendidik di Indonesia. Pada era pendidikan yang lebih maju ini, kurikulum masih saja menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam diskusi-diskusi bertema pendidikan. Pembahasan mendasar tentang kurikulum meliputi tujuan kurikulum, perubahan dan pengembangannya, pendekatan, metode, teknik, hingga media pembelajaran dan evaluasi masih menjadi masalah krusial bagi sebagian guru di sekolah. Kurikulum 2013 bukan saja lemah dari sisi konsep, tetapi juga kesiapan bahan sumber daya dan implementasinya (Kompas, 2 September 2014). Pendistribusian alat pembelajaran di berbagai daerah yang kurang merata merupakan contoh konkret lemahnya implementasi Kurikulum 2013 (Republika, 11 Agustus 2014).
keseimbangan antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Vivanews, 2 Desember 2014).
Mengingat fenomena siswa-siswi di Indonesia yang telah mengalami degradasi moral (Kompas, 15 Desember 2014), peneliti menganggap Paradigma Pedagogi Reflektif ini sebagai solusi untuk membentuk kepribadian siswa melalui pendidikan tanpa harus melawan atau mengubah kebijakan apa pun yang telah ditentukan pemerintah. Maka dari itu, peneliti memfokuskan implementasi PPR ini pada kegiatan berdiskusi dalam pembelajaran untuk melatih keterampilan berbicara siswa. Melalui tuturan yang baik dalam bahasa yang santun mencerminkan bahwa seseorang memiliki tata krama yang baik. Lepas dari dilematik pergantian kurikulum, sekolah yang telah mengimplementasikan Pedagogi Reflektif ini adalah komunitas lembaga pendidikan yang terkenal dengan nama Kolese.
Atas dasar itu, peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang nilai-nilai penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dikembangkan juga di sekolah-sekolah negeri yang notabene sebagai tolok ukur kemajuan pendidikan suatu negara. Penelitian diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi guru dan siswa serta dapat mempengaruhi sikap positif lebih lanjut. Berdasarkan berbagai alasan tersebut, penelitian ini dibuat dan diberi judul Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berdiskusi Siswa Kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
B. Rumusan Masalah
dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam diskusi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk mengembangkan atau mengombinasikan pendekatan dan model pembelajaran yang biasa dipakai dengan model pembelajaran Pedagogi Reflektif.
b. Memudahkan guru untuk mengembangkan karakter siswa.
c. Memudahkan membuat teknik pembelajaran sesuai dengan karakter dan potensi siswa masing-masing.
2. Bagi Siswa
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menimbulkan kepedulian dan kepekaan terhadap sesama dan lingkungan sekitar.
b. Meningkatkan spiritualitas siswa.
3. Bagi Sekolah
a. Hasil penelitian ini diharapkan untuk dijadikan bahan pertimbangan instansi dalam mengembangkan modul atau handout dalam pembelajaran.
4. Bagi Peneliti Lain
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap peneliti lain bahwa Pedagogi Reflektif ini sangat penting dalam pendidikan untuk mengembangkan karakter siswa dalam pembelajaran khususnya dalam keterampilan berbicara menyampaikan pendapat, sehingga peneliti lain dapat melanjutkannya.
E. Batasan Istilah
Istilah yang perlu dibatasi dalam penelitian ini adalah (1) diskusi (2) Pedagogi Reflektif (3) pembelajaran Pedagogi Reflektif.
(1) Diskusi
Diskusi adalah kegiatan berbicara bertukar pendapat membahas topik tertentu.
(2) Paradigma Pedagogi Reflektif
Pembelajaran yang menekankan pada kegiatan berefleksi dengan harapan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Selain itu, memahami maksud dan manfaat bagi dirinya dan sekitarnya.
(3) Pembelajaran Pedagogi Reflektif
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, yakni: (1) pendahuluan (2) landasan teori (3) metode penelitian (4) hasil penelitian dan pembahasan (5) kesimpulan dan saran. Penjelasan dari masing-masing bab, yaitu Bab I yang berisi pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah serta sistematika penulisan. Bab II adalah landasan teori yang menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Isi dari bab II ini meliputi penelitian yang relevan, kajian teori, dan hipotesis. Bab III berkaitan dengan metodologi penelitian yang berisi metode-metode penelitian yang terdiri dari lima hal, yaitu jenis dan metode penelitian, langkah-langkah penelitian, sumber data, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, uji instrumen pembelajaran dan teknik analisis data.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada landasan teori akan disajikan teori-teori yang berhubungan langsung dengan judul dan masalah yang akan diteliti. Ini merupakan pengembangan dari batasan istilah yang telah dibuat oleh peneliti. Selain itu dalam landasan teori ini akan dipaparkan penelitian yang relevan terlebih dahulu.
A. Penelitian yang Relevan
Ada dua penelitian terdahulu yang dapat menunjukkan penelitian yang dilakukan peneliti masih relevan untuk dilaksanakan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Maria Melani Ika Susanti (2013) dan Robertus Prasetya Jati (2012).
Penelitian yang dilakukan Maria Melani Ika Susanti berjudul Analisis
Implementasi Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Di SD
Kanisius Wirobrajan I Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Penelitian kedua oleh Robertus Prasetya Jati dengan judul Penerapan
Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan competence, compassions,
dan conscience siswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan competence,
conscience, dan compassion siswa kelas X-5 SMA Kolese de Britto Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, tes, dan kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi, catatan anekdotal, soal tes, kuesioner, dan lembar refleksi-aksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PPR dalam pembelajaran dapat meningkatkan
competence, conscience, dan compassion siswa kelas X-5 SMA Kolese de Britto
Yogyakarta. Pada akhir siklus I dan siklus II competence, conscience, dan
compassion siswa mengalami peningkatan.
pembelajaran sebelum diterapkan PPR dan setelah diterapkan PPR khususnya pada keterampilan berbicara dalam kegiatan berdiskusi. Kedua penelitan tersebut termasuk kedalam jenis penelitian PTK (Penelitian Tindakan Kelas), sedangkan jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian eksperimen dengan subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta dan objek penelitian berupa proses pembelajaran kegiatan berdiskusi.
Berdasarkan pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII
SMP N 8 Yogyakarta” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan
duplikasi dari penelitian–penelitian yang sebelumnya.
B. Landasan Teori
1. Paradigma Pedagogi Reflektif a. Hakikat Pedagogi Reflektif
Point yang menginspirasi adalah bahwa pendidikan yang memfokuskan pembelajar untuk berefleksi dan diarahkan pada
pembentukan “pemimpin-pemimpin”, yakni orang yang akan memegang
jabatan yang mempunyai tanggungjawab besar membentuk pribadi yang bermutu (Sudiarja, 1999). Dalam mengimplementasikan Paradigma Pedagogi Reflektif ini tidak hanya mengembangkan kognitif seseorang saja, tetapi juga mengembangkan pribadi manusia, menggerakkan dan membentuk orang-orang muda menjadi pemimpin yang berkarakter 3C (Competence, Compassion, dan Conscience). Maksud dari pengembangan pribadi manusia yang seutuhnya itu untuk dan bersama orang lain (Men
and Women- for and with- Others). Jadi, pada hakikatnya kita diajarkan
untuk mengenali realitas diri kita dan realitas lingkungan sekitar kita seperti kebudayaan, masyarakat, kepercayaan, dan lain-lain.
b. Tujuan Pedagogi Reflektif
sendiri (bukan karena patuh akan tradisi dan peraturan). Melalui aksi, siswa berbuat atas dasar kemauannya sendiri bukan karena ikut-ikutan atau takut terhadap sanksi. Pembentukan kepribadian diharapkan dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa akan memiliki komitmen untuk memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih adil, bersaudara, bermartabat, melestarikan lingkungan hidup, dna lebih menjamin kesejahteraan umum.
Pedagogi Reflektif dalam pendidikan, membantu setiap orang untuk mengetahui dan menyadari martabatnya serta dapat bertindak sesuai dengan martabatnya dan demi martabatnya. Harapan dari paradigma ini menjadikan manusia yang cerdas, religius, dan peduli dengan sesama. Penerapan konkret Pedagogi Reflektif adalah cura personalis
(pendampingan personal) sehingga mampu mendampingi siswa berkembang sesuai dengan potensinya (Widharyanto, 2012). Saat pembelajaran, ditanamkan nilai-nilai karakter dengan kebiasaan berefleksi, penelitian suara hati, dan semangat „magis‟. Proses pembelajarannya mengutamakan siswa dengan dinamika tertentu, selalu memberikan ruang untuk berdiskusi untuk menggali dan memperkuat nilai yang ada adalah kebiasaan lain model pembelajaran Pedagogi Reflektif ini.
c. Karakteristik Pedagogi Reflektif
compassion. Tiga hal yang menjadi karakteristik PPR itu disebut karakter
3C, competence yang berarti mempunyai kemampuan akademik yang unggul, conscience memiliki hati nurani yang benar, dan compassion yang berarti berkepedulian sosial. Ketiga ciri di atas perlu diidentifikasikan secara lebih jelas dalam indikator untuk evaluasi dalam pembelajarannya. Berikut tabel tentang karakter Pedagogi Reflektif:
Tabel 1
Karakter Pedagogi Reflektif (Tim P3MP-LPM USD, 2012) Karakter
Compassion Kemauan untuk berbela rasa
pada sesama dan lingkungan
Berdasarkan pada tabel tersebut, tampak jelas bahwa ketiga dari karakteristik PPR itu adalah sebagai sebuah keterpaduan dalam pembelajaran. Nilai-nilai karakter dalam PPR sama dengan ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif (KPA) seperti yang dikemukakan oleh Bloom, Anderson, dan Popham. Akan tetapi, apabila masing-masing dari ketiganya dicermati secara parsial, akan tampak perbedaan pada penekanan-penekanan meskipun tetap beririsan satu sama lain.
Competence sangat kental bermuatan ranah kognitif dan psikomotorik.
Namun demikian, di sana termuat juga sebagian afektif meskipun terbatas dalam kaitannya dengan keilmuan (akademik), misalnya sikap dan minat.
Conscience dan compassion sangat jelas bermuatan ranah afektif . Secara
jelas, pemahaman nilai-nilai (kejujuran, integritas, keadilan, kebebasan) dan moral masuk dalam ranah conscience. Begitu juga dengan nilai-nilai dalam compassion bermuatan ranah afektif dengan sudut pandang yang berbeda yaitu dengan melihat hubungan timbal balik dengan orang lain.
pembelajaran yang berdasar pada PPR itu baik guru maupun siswa dapat belajar sepanjang hayat dan lebih independen.
Apabila ingin mengimplementasikan Pedagogi Reflektif, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu keunggulan dan kelemahan paradigma Pedagogi Reflektif ini dari berbagai pengalaman yang telah mengimplementasikannya. Pedagogi Reflektif ini dapat diterapkan pada semua kurikulum. Paradigma ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada. Seorang siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan manusiawi bukan secara instan dan dalam waktu singkat, namun dengan menerapkan Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran tanda-tanda mereka mulai berkembang ke arah yang diharapkan akan nampak.
Aristoteles belajar merupakan proses self discovery dari berbagai pengalaman yang berlangsung dalam diri pelajar.
Kedua, Pedagogi Reflektif mengandung unsur-unsur dari teori belajar behavioristik. Dalam teori behavioristik proses belajar termanifestasikan dalam bentuk perubahan tingkah laku dengan lingkungan membentuk tingkah laku dan pentingnya penghargaan atas perilaku pelajar. Hal tersebut sejalan dengan tindakan, konteks, dan refleksi dalam Pedagogi Reflektif.
Ketiga, Pedagogi Reflektif mengandung unsur-unsur dari teori belajar kognitif. Dalam prinsip teori belajar kognitif struktur kognitif internal manusia mengalami perkembangan akibat faktor kematangan atau karena interaksinya dengan lingkungan, belajar dapat melalui proses penemuan (discovery learning) dan belajar harus dibedakan antara belajar yang bermakna (meaningful learning) dan belajar hapalan (rote learning). Keempat, Pedagogi Reflektif juga mengandung unsur-unsur dari teori belajar humanistik yang menekankan pentingnya kombinasi kognitif dan afektif dalam belajar dan pembelajaran. Kelima, unsur-unsur teori belajar sosial juga terdapat dalam Pedagogi Reflektif bahwa proses belajar dapat berlangsung dengan mengamati (termasuk dalam imajinasi) tingkah laku orang lain beserta konsekuensinya.
inilah sebagai bekal untuk melakukan pembelajaran lebih lanjut. Dalam Pedagogi Reflektif pengalaman dapat berupa pengalaman langsung dan tidak langsung. Dalam proses pembelajarannya pengalaman ini dikaitkan dengan konteks pada Pedagogi Reflektif.
e. Prosedur Pembelajaran dalam Pedagogi Reflektif
Paradigma Pedagogi Reflektif menekankan dengan sangat khusus pada unsur refleksi. Jadi dalam arti lain pengalaman belajar harus melampaui hafalan untuk sampai pada keterampilan bernalar yang lebih kompleks. Maksud tersebut bersinggungan dengan Bloom (2000) dalam revisi taxonomy nya yaitu, mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Secara jelas langkah tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Konteks
Pemahaman konteks merupakan bentuk konkret perhatian dan kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua hal pokok sebagai awal untuk melangkah. Proses pendidikan itu tidak pernah bergerak dari ruang hampa. Oleh karena itu, pengalaman manusiawi harus menjadi titik tolaknya.
Pertanyaan “Apa yang harus diketahui para guru agar siswa-siswanya dapat belajar dengan baik?” kiranya tepat mengenai inti pengertian konteks dalam pedagogi ini. Tentu saja pertanyaan itu menyangkut di luar pemahaman materi ajar (Subagya, 2008: 41). Pertanyaan tersebut menyangkut pengetahuan guru mengenai karakter
siswa dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa konteks yang perlu dipertimbangkan oleh guru:
a) Konteks kehidupan siswa yang yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, atau yang lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa.
b) Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain.
c) Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi. Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah yang bersifat kondusif. Sekolah seharusnya merupakan tempat orang dipercaya, diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan secara jujur dan adil.
d) Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar. Pengertian dan pemahaman yang mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka merupakan konteks belajar yang harus diperhatikan.
b. Pengalaman
Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin”. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Hal ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus. Pengalaman dalam PPR memuat pemahaman tentang
competence, conscience, dan compassion yang diperoleh secara seimbang
melalui membaca dan mendengarkan. Agar proses belajar menjadi efektif, perlulah adanya usaha menciptakan pengalaman langsung tersebut. Usaha itu misalnya dapat ditempuh melalui role playing, pemakaian audio visual, dan sebagainya (Tim Redaksi Kanisius, 2010: 52)
c. Refleksi
Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam. Dengan refleksi akan lebih dapat memahami pembelajaran, sehingga dapat menemukan maknanya (Subagya, 2008:43).
Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal berikut:
a) Memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan pertanyaan misalnya: “Apakah yang disajikan dalam buku cukup sahih
atau jujur?”
b) Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam
renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari cerpen yang
saya baca ini?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini
dan merasa benci terhadap tokoh yang lain?”
c) Mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi
masyarakat, misalnya: “Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi
d) Mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya, misalnya:
“Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain?”,
“Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa yang sebetulnya saya
butuhkan untuk hidup bahagia?”
e) Memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi
ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya?”
f) Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan untuk menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting guru sudah menanamkan benih kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti akan tumbuh pada saatnya.
d. Tindakan/ Aksi
Paradigma Pedagogi Reflektif tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif. Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang disebut aksi.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak sekedar luapan emosi, terhasut atau ikut-ikutan belaka.
Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin, misalnya setelah berefleksi siswa mempertimbangkan pengalamannya dari sudut pandang pribadi dan manusiawi. Kemauan baru akan tergerak, setelah terjadi pemahaman kognitif mengenai pengalaman tersebut yang disertai perasaan-perasaan afektif (positif atau negatif). Kedua, pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil belajarnya tidak baik atau gagal karena cara belajarnya yang tidak pas, maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegagalan lagi.
e. Evaluasi
menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi orang lain.
Perkembangan pribadi siswa dapat diketahui dengan cara guru mengadakan hubungan dialogal, penyebaran angket, atau melalui pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini guru perlu memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa.
2. Berbicara Sebagai Ragam Seni dan Ilmu
Batasan berbicara dalam penelitian ini adalah keterampilan berbahasa dengan menerapkan prinsip berbicara sebagai ragam seni dan ilmu. Hal ini dimaksudkan karena berbicara di depan publik termasuk dalam kegiatan berbicara sebagai ragam seni dan ilmu. Teori yang memperkuat pernyataan ini adalah:
“Ujaran (speech) merupakan suatu bagian integral dari
keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial dan
pendidikannnya.” (Tarigan, 2008: 15)
Selain itu Tarigan juga membedakan antara ujaran dan berbicara, menurutnya bahwa berbicara itu kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan.” (Tarigan, 2008: 16).
efek komunikasinya terhadap para pendengarnya. Pada dasarnya berbicara sebagai alat sosial memiliki tiga maksud umum yaitu untuk menginformasikan (to inform), menghibur (to entertain), bahkan untuk membujuk, meyakinkan, mengajak, dan mendesak (to persuade).
Berbicara biasanya dibagi menjadi dua bidang umum, yaitu: berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech art), dan pengetahuan berbicara (the speech sciences), dengan kata lain berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan ilmu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan apabila berbicara itu dipandang sebagai suatu seni antara lain pemahaman makna (semantik), debat, argumentasi, diskusi kelompok, penafsiran lisan, dan lain-lain. Sedangkan apabila berbicara dipandang sebagai suatu ilmu yang perlu ditelaah antara lain diftong-diftong, vowel, konsonan, bunyi-bunyi bahasa, dan sebagainya.
3. Pembelajaran Berbicara
dalamnya memiliki situasi dan konteks. Pembelajaran teks membawa siswa sesuai perkembangan mentalnya, menyelesaikan masalah kehidupan nyata, dengan berpikir kritis. Teks laporan perlu diterapkan untuk melaporkan hasil observasi di lingkungan sekitar. Teks arahan atau prosedur perlu dibuat untuk mengetahui tahapan suatu proses. Teks negosiasi perlu dibuat untuk mencari kompromi antar pihak bermasalah dan untuk mengkritik pihak lain pun teks anekdot perlu dihasilkan. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita naratif dengan fungsi sosial yang berbeda. Perbedaan fungsi soisal tentu terdapat dalam setiap jenis teks, baik genre sastra maupun genre non sastra, yaitu genre faktual (teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks transaksional dan teks ekpositori).
Pembelajaran berbicara untuk menyampaikan pendapat dalam diskusi terdapat pada kelas VIII semester genap dengan kompetensi dasar menangkap makna teks diskusi baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, dalam penelitian ini kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa diarahkan pada suatu topik tertentu dengan mengimplementasikan PPR dan memperhatikan kriteria penilaian berdiskusi, sebagai berikut:
1. Intonasi
menyertai suatu tutur, dari awal hingga perhentian yang terakhir (Gorys Keraf, 1991).
2. Diksi
Seorang pembicara yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik. Namun, akan lebih baik ketika mengungkapkannya, ia dapat memilih dan menempatkan kata secara tepat dan sesuai. Dalam KBBI, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yg diharapkan). Berangkat dari pengertian tersebut, pemilihan kata yang tepat ini bukan sekedar memilih kata yang tepat, melainkan kata yang cocok. Dalam arti, sesuai dengan konteks dimana kita berada dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya.
3. Kelancaran
Dalam hal berbicara menyampaikan pendapat, kelancaran bukan semata-mata berbicara dengan cepat. Kelancaran yang dimaksud adalah berbicara dengan tidak tersendat-sendat, tidak terputus-putus sehingga berlangsung dengan baik. Kelancaran dalam berbicara ini menentukan fasih atau tidaknya seseorang dalam berbicara.
4. Ekspresi/ Penampilan
kaki dan badan atau keseluruhan anggota. Dengan kata lain, ekspresi merupakan sifat ungkapan dari berbagai kombinasi bahasa tubuh. Bisa saja dalam keadaan mengantuk, lapar, senang, susah, gembira, bangga, selebrasi, iri, tidak suka, jahat,cinta, baik, nakal, dan sebagainya. Ketika berbicara di depan umum unsur ekspresi inilah yang menjadi penilaian ketertarikan seseorang.
5. Tata Bahasa
Dalam KBBI, tata bahasa didefinisikan kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa yang meliputi kaidah fonologi, morfologi, dan sintaksis.
C. Kerangka Berpikir
menumbuhkan kembali nilai kedisiplinan dan tanggungjawab pada siswa maka peneliti melalui proses pembelajaran yang baik yaitu proses pembelajaran yang memberikan pengalaman pada peserta didik agar mengetahui dan mengalami, yang tidak hanya unggul dalam kemampuan nalar namun juga unggul akan sikap, menggunakan model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif yang baik sebagaisolusi permasalahan. Dengan pola pikir yang menumbuhkembangkan pribadi siswa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan lima langkah yang saling berkesinambungan yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi diharapkan peserta didik dapat mengalami sendiri pembelajaran. Sehingga tidak hanya menerima ilmu dari pendidik competence yaitu kemampuan kognitif atau berpikir berkembang, consiense yaitu kemampuan afeksi meliputi sikap juga semakin menyadari bahwa nilai kedisiplinan penting untuk diwujudkan dan
compassion kepedulian pada sesama dapat berkembang dengan baik serta
menjadikan peserta didik manusia seutuhnya.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori pembelajaran dan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian sebelumnya, rumusan hipotesis peneliti adalah Paradigma Pedagogi Reflektif efektif diterapkan dalam kegiatan diskusi untuk mengubah karakter siswa dengan meningkatkan competence, compassion, dan
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kuantitatif. Menurut Azwar, penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dimaksudkan dalam rangka pengujian suatu hipotesis. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikasi perbedaan kelompok atau signifikasi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar 2007:5). Pendekatan deskriptif yang digunakan yaitu pendekatan yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada dengan menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasikannya (Moleong, 2002).
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan. Penelitian eksperimen semu dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh suatu perlakuan bila dibandingkan dengan pengaruh perlakuan lain yang pengontrolan variabelnya disesuaikan dengan kondisi yang ada (situational).
Penelitian eksperimen semu ini menggunakan desain pretest-posttest kelompok kontrol yang non-ekuivalen (Non-equivalent Pretest- Posttest Control
Group Design). Desain penelitian pretest-posttest kelompok kontrol yang
dengan melibatkan kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, kemudian memilih kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaanya atau kondisinya. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jumlah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibandingkan dengan porsi yang seimbang. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan di dalam kelas dengan mengimplementasikan PPR dan perlakukan metode guru pada kelompok kontrol. Penentuan kelompok control dan kelompok eksperimen adalah berdasarkan pada karakter kelas di SMP N 8 Yogyakarta. Berikut komponen-komponen perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Tabel 2 Komponen Perlakuan
Kelompok
Kontrol Komponen
Kelompok Eksperimen
8.2 Kelas 8.1
30 siswa Jumlah Siswa 30 siswa
Metode Guru Perlakuan Metode Pembelajaran
Paradigma Pedagogi Reflektif
Tabel 3
non-equivalent control group design
Kelompok Pre test Perlakuan Post test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Keterangan:
X = Perlakuan implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif pada keterampilan diskusi siswa
O1 = Keterampilan awal diskusi pada kelompok eksperimen dengan menggunakan PPR
O2 = Keterampilan akhir diskusi pada kelompok eksperimen dengan menggunakan PPR
O3 = Keterampilan awal diskusi pada kelompok kontrol dengan menggunakan metode guru
O4 = Keterampilan akhir diskusi pada kelompok kontrol dengan menggunakan metode guru
pendampingan lebih intensif, sedangkan pembelajaran diskusi pada kelompok eksperimen mengimplementasikan PPR dengan menekankan pada pendampingan personal untuk memecahkan masalah yang menjadi hambatan siswa.
B. Langkah-langkah Penelitian
1. Tahap Pertama, Pre Experiment Measurement
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti terlebih dahulu harus melakukan observasi pada guru yang mengajar di dalam kelas. Mewawancarai guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta, Drs. Ishartanto mengenai model pembelajaran yang biasa diterapkan, karakteristik siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta, dan respon siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara. Peneliti juga mengukur keterampilan awal diskusi siswa dengan pretest baik dari kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.
2. Tahap Kedua, Treatment
3. Tahap Ketiga, Post Experiment Measurement
Langkah ketiga sekaligus langkah terakhir adalah memberikan
posttest berdiskusi pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Bentuk
soal posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah sama. Hasil dari posttest itu berupa data kemampuan akhir siswa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat dari pemberian perlakuan.
C. Sumber Data 1. Populasi
Populasi menurut Arikunto adalah keseluruhan objek penelitian, sedangkan Sudjana memberikan definisi bahwa populasi adalah semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas memiliki karakteristik tertentu yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016 yang terbagi menjadi lima kelas dan sumber data pendukung adalah Drs. Ishartanto selaku guru Bahasa Indonesia kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta. Siswa kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta terdiri dari 210 siswa.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik cluster
sampling, yaitu teknik pengambilan bukan berdasarkan pada individual, tetapi
Atas persetujuan antara penulis dengan guru Bahasa Indonesia, peneliti diizinkan kelas 8.1 dan 8.2 sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan jumlah seluruh sampel adalah 60 siswa. Dalam pengambilan sampel ini populasi diasumsikan berdistribusi normal dan dalam keadaan homogen.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek yang diteliti dan dipelajari kemudian ditarik kesimpulan atau apa yang menjadi titik pusat suatu penelitian (Sugiyono: 38). Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:
a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono: 41). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif pada kemampuan berbicara siswa.
E. Teknik Pengumpulan data 1. Angket
Angket sering disebut juga dengan kuesioner. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang ia ketahui. Tata urut pertanyaan dalam angket bisa bermacam-macam, misalnya tata urut berdasarkan sub pokok permasalahan. Tata urut lain yang juga harus di perhatikan adalah tingkat kesukaran pertanyaan. Penyusunan angket dalam penelitian ini berdasarkan sub pokok permasalahan.
2. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan fenomena-fenomena yang sedang diselidiki. Observasi dapat juga diartikan kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Lembar observasi (pengamatan) dalam menerapkan PPR pada pembelajaran ini berupa lembar observasi guru dan lembar observasi murid (FKIP USD: 2011).
a. Lembar observasi aktivitas guru
b. Lembar observasi aktivitas murid
Lembar observasi ini untuk mengetahui gambaran aktivitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan PPR.
3. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta kelas VIII tentang keterampilan berbicara siswa kelas VIII dalam menyampaikan pendapat baik saat berdiskusi atau saat mengomunikasikan di depan kelas. Wawancara ini dilakukan guna mendukung keakuratan hasil penelitian.
4. Tes
Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dan perkembangan kemampuan berbicara siswa. Jenis tes yang dilakukan berupa
post-test untuk mengetahui keterampilan akhir berbicara siswa menyampaikan
pendapat di depan kelas dengan mengimplementasikan PPR dan tanpa mengimplementasikan PPR, dilakukan sebagai evaluasi hasil belajar setiap pertemuan dan untuk mengetahui tingkat kemampuan berbicara siswa.
F. Validitas Instrumen
Validitas menurut Azwar (2012: 8) berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Akurat dalam hal ini tepat dan cermat sehingga apabila tes yang dihasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran maka dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki validitas rendah. Dalam penelitian ini menggunakan validitas konstruk dan validitas isi.
1. Validitas Konstruk
Validitas konstruk menurut Djaali (2008: 50) adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan guna mengukur variabel konsep, sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, gaya kepemimpinan, motivasi dan prestasi, dan lain-lain.Validitas konstruk dilakukan dengan cara menyebarkan angket tentang model pembelajaran di kelas, yang dibagikan kepada 30 siswa.
2. Validitas Isi
kata lain, tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran. Validitas isi dilakukan dengan cara
expert judgment atau memberikan blueprint dari instrumen penelitian baik
lembar observasi dan angket, kepada seseorang yang lebih ahli. Dalam penelitian ini expert judgement dilakukan oleh dosen untuk menilai ketepatan dari setiap item instrumen.
G. Uji Instrumen Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang telah disusun kemudian oleh peneliti diuji validitas isi dan validitas konstruk oleh beberapa ahli yaitu dosen sebagai validator 1 dan guru sebagai validator 2. Peneliti memilih dosen dan guru karena dianggap memiliki kemampuan yang sesuai dalam bidang dan lingkup objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menunjuk seorang dosen ahli yaitu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. Validitas yang selanjutnya adalah peneliti meminta bantuan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP N 8 Yogyakarta karena beliau salah satu guru yang menurut peneliti dalam bidang pendidikan terutama di sekolah menengah pertama.
H. Teknik Analisis Data
mentabulasi dan menyajikan data tiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Analisis data dilakukan setelah menentukan kriteria perhitungan yang sudah ditetapkan, maka hasilnya akan dihitung dengan menggunakan model Peniltian Acuan Patokan (PAP) tipe I. Peneliti telah menetapkan suatu batas penguasaan bahan pengajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat meluluskan (passing skor) dari kesuluruhan bahan yakni 65% yang diberi nilai cukup. Dengan kata lain passing score hasil kemampuan berbicara siswa yang dituntut sebesar 65% dari total skor yang seharusnya dicapai, lalu diberi nilai cukup. Jadi, passing score terletak pada persentil 65. Tuntutan pada persentil 65 juga sering disebut persentil maksimal. Persentil maksimal yaitu passing score pada persentil 65 dianggap merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang sangat tinggi, yang berarti bahwa tuntutan ketiga syarat dan keadaan belajar siswa termasuk pada tingkat tinggi (Masidjo, 2010).
Tabel 4
PAP tipe I Tingkat Kemampuan Berbicara
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan mahir jika tingkat kemampuan berdiskusi siswa berada pada 65%-100% atau siswa
Tingkatpenguasaan Kompetensi
Nilaihuruf Keterangan
90%-100% A SangatMahir
80%-89% B Mahir
65%-79% C Cukup Mahir
55%-64% D Tidak Mahir
dikatakan mahir kemampuan berbicaranya jika siswa tersebut mendapat skor minimal C atau cukup mahir. Dalam menganalisis data, hal pertama yang dilakukan yaitu data yang dikumpulkan melalui tes dihitung jumlah skor masing-masing siswa, dan dari skor ditentukan nilai siswa. Penghitungan PAP tipe I ini dengan rumus:
Jumlah skor yang diperoleh siswa
Nilai = x 100% Jumlah skor maksimal
Analisis data untuk uji hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan nilai post-test kelas kontrol dan post-test kelas eksperimen menggunakan uji-t pada SPSS 16. Pegujian hipotesis dilakukan dengan teknik uji statistik yang cocok dengan distribusi data yang diperoleh. Proses pengujian hipotesis akan meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians sebagai syarat untuk menggunakan statistik parametrik, dan dengan menggunakan uji-t. Langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini data diasumsikan berdistribusi normal. Perhitungannya dibuktikan menggunakan uji
one-sample Kolmogorov-Sminorv pada program SPSS 16. Langkah-langkah
melakukan uji normalitas dengan menggunakan One-Sample
1) masukkan nama data pada variable view; 2) masukkan data-data yang akan dihitung; 3) klik menu Analyze, pilih Non-parametric test; 4) pilih 1-Sample K-S;
5) setelah itu muncul kotak dialog 1-Sample K-S Test, masukkan variabel nama-nama yang muncul ke kotak Test Variable List, lalu aktifkan normal pada pilihan
Test Distribution;
6) klik ok, maka hasilnya akan muncul pada jendela output. Apabila hasil yang diperoleh pada Asymp. Sig. (2-tailed) > 0, 05 maka data tersebut normal.
Berikut hasil dari perhitungan uji normalitas. Tabel 5 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Nilai Pre test
Normal Parametersa Mean 88.0333 91.3667 83.4333 85.4333
Std. Deviation 5.18940 3.66233 4.38401 4.53099
Most Extreme Differences Absolute .179 .188 .194 .195
Positive .179 .188 .194 .115
Negative -.104 -.139 -.127 -.195
Kolmogorov-Smirnov Z .980 1.028 1.061 1.069
Asymp. Sig. (2-tailed) .292 .241 .210 .203
2. Uji Homogenitas Varians
yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok adalah dengan varian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogen karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05. Hal ini dibuktikan dengan uji homogenitas varians pada SPSS 16.
Tabel 6 Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Nilai Siswa Kelas Eksperimen 3.536 1 58 .065
Nilai Siswa Kelas Kontrol .068 1 58 .795
Nilai Siswa Post Test .079 1 58 .779
3. Uji-t (t-test)
Langkah yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah uji-t setelah normalitas dan homogenitas diketahui. Perhitungan uji-t dilakukan secara statistik menggunakan uji parametrik dengan tipe uji Paired Sample t Test. Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji-t adalah sebagai berikut.
1) masukkan nama data pada variable view;
2) masukkan data-data yang akan dihitung pada data view; 3) klik menu Analyze, pilih Compare Mean;
4) pilih Paired-Samples T-Test; 5) muncul kotak dialog Paired Sample t Test, lalu masukkan nama-nama data yang muncul ke kotak Test Variable;
7) lihat pada tabel df untuk menentukan t tabel;
8) untuk melihat peningkatan tersebut, lihat pada tabel t dan Asymp. Sig.
tailed),peningkatan terjadi apabila t hitung > t tabel dan Asymp. Sig.
(2-tailed)lebih besar dari 0, 05.
Tabel 7
Uji-t pada nilai pre-test post-tes kelompok eksperimen dan kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Nilai Pre test Eksperimen 88.0333 30 5.18940 .94745
Nilai Post Test Eksperimen 91.3667 30 3.66233 .66865
Pair 2 Nilai Pre test Kontrol 83.4333 30 4.38401 .80041
Nilai Post Test Kontrol 85.4333 30 4.53099 .82724
Tabel 8
Uji-t pada nilai post-tes kelompok eksperimen dan kontrol
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Nilai Siswa Post Test Kelas Eksperimen 30 91.3667 3.66233 .66865
Kelas Kontrol 30 85.4333 4.53099 .82724
Tabel 9
Uji-t perbedaan nilai post-tes kelompok eksperimen dan kontrol
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, ada dua hal yang diuraikan peneliti yaitu hasil penelitian yang telah dilakukan beserta pembahasannya. Berikut adalah penjelasan dari hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian ini.
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP N 8 Yogyakarta, Jl. Prof. Dr. Kahar Muzakir No.2, Terban kota Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 8.1 dan kelas 8.2 serta guru Bahasa Indonesia kelas VIII SMP N 8 Yogyakarta yaitu Drs. Ishartanto. Objek dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran berbicara khususnya diskusi dengan menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif di kelas eksperimen. Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2014/2015, yaitu bulan Mei-Juni 2015.
B. Data Penelitian
Data penelitian ini terdiri dari tiga data, yaitu data pengamatan guru mengajar, data wawancara guru Bahasa Indonesia, dan data hasil penerapan PPR oleh peneliti.
1. Data Hasil Pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan sebanyak dua kali. Pengamatan pertama saat guru mengajar keterampilan berbicara siswa di kelas 8.1 kemudian pengamatan kedua saat guru mengajar keterampilan berbicara siswa di kelas 8.2, yaitu:
No.
Materi
Pembelajaran Tanggal Waktu Tempat
1.
atau santai, sering berjalan mengelilingi kelas atau hanya duduk saja, sering memberikan tugas atau hanya ceramah saja dan lain sebagainya.
Fokus kedua yaitu aktivitas guru di kelas dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar seperti kegiatan pra pembelajaran; kegiatan inti pembelajaran yang meliputi penguasaan materi pembelajaran, pendekatan dan teknik yang digunakan, pemanfaatan media pembelajaran, pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa, penggunaan bahasa, penilaian proses dan hasil belajar; kegiatan akhir pembelajaran meliputi refleksi dan rangkuman pembelajaran serta pelaksanaan tindak lanjut. Selanjutnya fokus terakhir pada aktivitas siswa di kelas berupa penyataan YA atau TIDAK dengan melihat kesiapan siswa dalam pembelajaran, perhatian, tanggapan, keaktifan serta tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan.
2. Data Hasil Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia kelas 8.1 dan 8.2 yaitu, Drs Ishartanto.
No. Interviewee Tanggal Waktu Tempat
1.
Guru Bahasa Indonesia kelas 8.1 dan 8.2
Sabtu, 16 Mei
2015 12: 43 WIB
Di depan ruang guru SMP N 8 Yogyakarta
Lihat lampiran 2
mengajarkan Bahasa Indonesia kepada siswa-siswinya sesuai dengan buku paket kurikulum 2013. Pada semester genap ini materi yang diajarkan adalah teks prosedur dam teks diskusi. Pak Ishartanto tidak terfokus pada keterampilan berbahasa apa yang perlu diutamakan, karena menurut beliau semua keterampilan berbahasa itu penting. Dalam menilai keterampilan berbahasa siswa-siswinya, beliau mengamati satu persatu keterampilan berbahasa itu. Apabila vektor menyimak bagus maka diharapkan berbicaranya juga baik, begitu pula apabila membacanya sudah bagus, menulisnya pun harus baik. Alokasi waktu yang digunakan dalam satu kali pertemuan adalah 3 jam mata pelajaran. Maka dari itu, agar siswa-siswinya tidak bosan pak Ishartanto menggunakan teknik gabungan yaitu ceramah, diskusi, dan tanya jawab tentunya sesuai dengan pendekatan scientific pada kurikulum 2013.
Mengenai prestasi belajar siswa-siswi SMP N 8 Yogyakarta tidak ada masalah, semua memuaskan karena income nilai dari SD memang sudah tinggi, jadi kesadaran siswa dalam mengikuti pelajaran kemudian apa yang diarahkan sesuai metode di kurikulum 2013 dapat berjalan. Tanggapan dari siswa-siswi saat pembelajaran berlangsung juga baik dan aktif sehingga memudahkan pak Ishartanto dalam mengelola kelas.
3. Data Hasil Treatment Peneliti
kelas eksperimen yaitu kelas 8.1. Pada kelas 8.1 peneliti mengajar dengan mengimplemantasikan PPR dan pada kelas 8.2 peneliti menerapkan metode dan teknik yang biasa digunakan oleh guru Bahasa Indonesia SMP N 8 Yogyakarta.
No. Materi
Pembelajaran Tanggal Waktu Tempat
1.
C. Analisis dan Pembahasan
1. Implementasi PPR
misalnya teks prosedur menabung di bank. Aktivitas siswa yaitu bermain peran, dalam praktiknya ada siswa yang menjadi nasabah dan ada siswa yang menjadi teller bank. Begitu juga dengan teks diskusi, guru menyediakan teks sesuai dengan tema yang dekat dengan siswanya. Pada pembelajaran diskusi
tema yang diangkat guru adalah “Bolehkah Siswa Membawa Telepon Seluler
ke Sekolah ?”. Tema itu menjadi masalah bagi siswa karena sebenarnya pihak
sekolah melarang untuk membawa telepon seluler sebab akan disalahgunakan sehingga dapat mengganggu pelajaran, tetapi bagi siswa sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang tua saat pelajaran telah berakhir. Maka dari itu, saat pembelajaran diskusi semua siswa aktif, saling bertanya jawab, membahas dan menganalisis ide-ide yang disampaikan dalam kelompok. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai rata-rata diskusi siswa yang tergolong mahir.