CIHERANG DENGAN PEMBENAH KOMPOS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN
SKRIPSI
ADE ARIANTI 140308009
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
PEMBERIAN AIR SECARA TERPUTUS (INTERMITTEN) PADA PERTANAMAN PADI (Oryza Sativa L.) VARIETAS
CIHERANG DENGAN PEMBENAH KOMPOS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HASIL PANEN
SKRIPSI
OLEH : ADE ARIANTI
140308009/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
Panitia Penguji Skripsi Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Dr. Ir. Edi Susanto, M.Si Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP Nazif Ichwan, STP, M.Si
ABSTRAK
ADE ARIANTI : Pemberian Air Secara Terputus (Intermittent) pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang dengan Pembenah Kompos serta Pengaruhnya terhadap Hasil Panen, dibimbing oleh SUMONO.
Cara pemberian air dan penggunaan kompos pada pertanaman padi (Oryza sativa L.) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.)
serta efisiensi pemberian air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian air secara terputus (Intermittent) pada pertanaman padi (Oryza sativa L.) varietas ciherang dengan pembenah kompos serta pengaruhnya terhadap hasil panen.
Penelitian dalam skala rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial, terdiri dari 3 perlakuan, yaitu perlakuan pemberian air dengan tinggi penggenangan 2,5 cm selama 3 hari dan masing-masing dihentikan 2 hari, 3 hari dan 4 hari selama masa pertumbuhan. Parameter yang diamati meliputi bahan organik tanah, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah bulir, bobot kering bulir dan efisiensi pemberian air. Hasil penelitian menunjukkan tanah inceptisol bertekstur lempung liat berpasir dan mengandung bahan organik 4,61%. Hasil panen yang meliputi bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah bulir, bobot kering bulir dengan pemberian air terputus 4 hari menunjukkan nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan pemberian air terputus 2 hari dan 3 hari, berturut-turut nilainya sebesar 123,83 gr, 26,18 gr, 23 gr, 16,56 gr. Perlakuan irigasi terputus 4 hari menunjukkan nilai produktivitas tanaman tertinggi 3,68 ton/ha.
Kata kunci : Padi Ciherang, Bahan Organik, Pemberian Air, Produksi.
ABSTRACT
ADE ARIANTI : Intermittent Water Supply on Rice Cultivation (Oryza sativa L.)Ciherang Varieties with Compost Enhancers and Influence on Yields,
supervised by SUMONO.
Water administer and use of compost in rice plantations (oryza sativa l.) Can affect the growth and production of rice (oryza sativa l) and also efficiency of water supply. This study was aimed to determine the effect of intermittent water supply on rice plantations (oryza sativa l.) Ciherang variet with compost enhancers and their effect on yields. The greenhouse scale study used a completely non-factorial randomized design consisting of 3 treatments, namely treatment water supply with high inundation 2,5 cm for 3 days and each stopped 2 days, 3 days and 4 days for growth period. The parameters observed were soil organic matter, plant wet weight, plant dry weight, grain wet weight, grain dry weight, irrigation efficiency. The results showed that inceptisol soil had sandy clay clay texture and contained 4.61% organic matter. The result showed that the plant wet weight, plant dry weight, grain wet weight, grain dry weight with water supply of interrupted 4 days had highest score and significantly different with water interrupted 2 days and 3 days, consecutive in the amount of 123,83 gr, 26,18 gr, 23 gr, 16,56 gr. The 4 days interrupted irrigation treatment showed the highest plant productivity value of 3.68 tons / ha.
Keywords: ciherang rice, organic matter, water supply, production,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Rejo pada tanggal 24 September 1996 dari Bapak Sarno, A.Ma.Pd dan Ibu Tumini. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.
Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 9 Kualuh Hulu dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan lulus pada pilihan pertama di Program Studi Keteknikan Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Jaringan Irigasi Namu Sira-Sira Kanan, Langkat pada bulan Juli sampai Agustus 2017.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Adapun judul dari skripsi ini yaitu “Pemberian Air Secara Terputus (Intermitten) Pada Pertanaman Padi (Oryza Sativa L.) Varietas Ciherang Dengan pembenah Kompos Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Panen”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta terkhusus kepada ayah dan ibu atas dukungan dan bantuan moril maupun materil. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir., Sumono, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritik berharga kepada penulis. Staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar belakang ... 1
Tujuan penelitian ... 4
Manfaat penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Irigasi padi sawah ... 5
Metode pemberian air ... 6
Metode pemberian air terputus ... 7
Tanah inceptisol ... 9
Tekstur tanah ... 9
Bahan organik ... 11
Kompos ... 13
Pemakaian air ... 15
Tanaman padi sawah varietas ciherang (Oriza sativa L) ... 17
Botani... 18
Syarat tumbuh ... 20
Produksi dan produktivitas ... 22
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian ... 26
Alat dan bahan penelitian ... 26
Metode penelitian ... 27
Prosedur penelitian dan parameter penelitian ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur tanah ... 35
Bahan organik ... 35
Respon pertumbuhan tanaman padi (Oriza sativa L) terhadap pemberian air ... 36
Bobot basah tanaman padi (Oriza sativa L) ... 37
Bobot kering tanaman padi (Oriza sativa L) ... 39
Bobot basah bulir tanaman padi (Oriza sativa L) ... 40
Bobot kering panen bulir tanaman padi (Oriza sativa L) ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Klasifikasi ukuran dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurutUSDA dan
systemInternasinal……….………...10
2. Kriteria nilai kandungan C-organik tanah………...12
3. Standar kualitas kompos. ... 13
4. Hasil pengukuran kompos ... 14
5. Kadar bahan organik tanah sawah di beberapa tempat di Sumatera Utara ... 25
6. Hasil analisa tekstur tanah ... 35
7. Hasil pengukuran bahan organik ... 35
8. Hasil rata-rata respon pertumbuhan tanaman ... 36
9. Uji DMRT pengaruh pemberian air terhadap bobot basah tanaman ... 38
10. Uji DMRT pengaruh pemberian air terhadap bobot kering tanaman ... 39
11. Uji DMRT pengaruh pemberian air terhadap bobot basah bulir ... 41
12. Uji DMRT pengaruh pemberian air terhadap berat kering bulir... 42
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1. Flowchart penelitian...………...49
2. Tekstur tanah berdasarkan segitigas USDA tanah Inceptisol ... 50
3. Hasil analisa tekstur tanah Inceptisol ... 51
4. Hasil analisa bahan organik tanah Inceptisol ... 52
5. Hasil pengukuran suhu harian rumah kaca ... 53
6. Hasil bobot basah tanaman padi ... 56
7. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian air terhadap bobot basah tanaman ... 56
8. Hasil bobot kering tanaman padi ... 57
9. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian air terhadap bobot kering tanaman ... 57
10. Hasil bobot basah bulir tanaman ... 58
11. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian air terhadap bobot basah bulir tanaman ... 58
12. Hasil bobot kering panen bulir tanaman ... 59
13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian air terhadap bobot kering panen bulir tanaman ... 59
14. Hasil produktivitas tanaman padi ... 60
15. Foto dokumentasi penelitian ... 61
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi ekonomis untuk dikembangkan. Padi yang menghasilkan beras merupakan tumpuan utama bagi ketahanan pangan nasional (Deptan, 2008).
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia dengan tingkat produksi maupun konsumsi padi selalu menempati urutan pertama diantara komoditas pangan lainnya, yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Sekitar 90%
penduduk Indonesia menggunakan beras sebagai bahan pangan pokok karena beras dapat menyumbangkan 40-80% kalori dan 45-55% protein. Sumbangan beras dalam mengisi kebutuhan gizi tersebut makin besar pada lapisan penduduk berpenghasilan rendah (Koswara, 2009).
Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Padi umumnya ditanam dilahan sawah yang memerlukan banyak air. Untuk mendapatkan produksi yang maksimal dan efisiensi pemberian air yang tinggi perlu diketahui cara dan jumlah pemberian air yang tepat. Pinem dkk., 2017 mendapatkan hasil penelitian bahwa pemberian air secara terputus memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara penggenangan, terus-menerus dan macak-macak.
Intermitten flow (irigasi terputus) adalah salah satu cara pemberian air ke petak sawah yang didasarkan pada interval waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Irigasi hemat air dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermitten) berdasarkan alternasi antara periode basah (genangan dangkal) dan kering. Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila dibandingkan dengan menggunakan metode irigasi konvensional (tergenang kontinu). Untuk mengurangi jumlah anakan yakni digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan). Pada saat penyiangan, air irgasi diberikan genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Untuk meningkatkan produktivitas padi sawah selain ditentukan menurut cara pemberian air dapat juga digunakan pupuk kompos (Huda dkk., 2012).
Sumono dkk., 2018 telah melakukan kajian sifat fisika dan kimia tanah, masing-masing pada tanah ultisol dan inceptisol dengan perlakuan pemberian kompos. Perlakuan pemakaian kompos diawali dengan tanah mineral tanpa kompos (sebagai kontrol), hingga perbandingan pemakaian tanah mineral 7 kg dan kompos 3 kg. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan porositas, kemampuan tanah menyimpan air dan air tersedia dengan semakin meningkatnya pemakaian kompos, dan masih ada kecenderungan peningkatan terus dengan meningkatnya pemakaian kompos. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa perlakuan pemakaian tanah mineral 7 kg dan kompos 3 kg mempengaruhi porositas, kemampuan tanah menyimpan air dan ketersediaan air yang paling tinggi.
Penggunaan pupuk kompos pada sistem pertanian sangat dianjurkan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pupuk kompos juga dapat memberi pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik. Menurut Raup (2017) bahwa kandungan bahan organik tanah sawah di Sumatera Utara saat ini umumnya kurang dari 2%, sedangkan batas terendah adalah 3%. Untuk itu perlu pemberian kompos pada tanah sawah khususnya di Sumatera Utara.
Tantangan yang dihadapi dalam budidaya pertanian padi sawah disatu sisi kebutuhan air irigasi meningkat, disisi lain air yang tersedia untuk irigasi justru semakin langka, dan kandungan bahan organik yang rendah. Maka jawaban terhadap kelangkaan tersebut adalah peningkatan efisiensi. Untuk meningkatkan efisiensi di butuhkan perbaikan sistem pemberian air irigasi dalam semua level.
Kegiatan pemberian air irigasi kepada areal yang membutuhkan air dapat terlaksana dengan baik jika dibarengi dengan cara atau teknik-teknik tertentu sesuai dengan zamannya, sehingga penggunaan air irigasi dapat lebih efisien (Nursyamsi dkk., 2000).
Jika rata-rata kebutuhan air irigasi sebesar 1 liter/detik/ha dengan umur padi 100 hari dengan hasil panen beras rata-rata 3.000 kg/ha, kebutuhan air irigasi per 1 kg beras sebesar 2.880 liter di lahan sawah. Dari beberapa cara pemberian air yang selama ini dilakukan, maka pilihan untuk memberi air secara terputus- putus (intermitten) merupakan pilihan yang paling bijak dalam menghemat air dan sekaligus meningkatkan produksi.
Pemberian air secara terputus dapat dilakukan dengan berbagai variasi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi padi dan efisiensi pemberian airnya.
Tentunya variasi pemberian terputus juga ditentukan oleh jenis tanaman padinya.
Varietas tanaman padi sawah yang di budidayakan pada umumnya adalah Ciherang, Makongga juga Inpasi dan dari ketiganya, Ciherang merupakan varietas padi unggul yang lebih tahan terhadap bakteri Hawar Daun (HDB) bila dibandingkan dengan varietas lain, memiliki potensi hasil yang tinggi yaitu 8,5 ton/ha dengan kualitas nasi yang pulen. Sehingga varietas Ciherang yang paling banyak digunakan. Untuk mengetahui variasi metode pemberian terputus yang dapat menghasilkan produksi dan efisiensi pemberian air yang tinggi perlu dilakukan penelitian (Suprihatno dkk., 2010).
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian air secara terputus (Intermitten) pada pertanaman padi (Oriza sativa L.) varietas ciherang dengan pembenahan kompos serta pengaruhnya terhadap hasil panen.
Manfaat penelitian
1. Sebagai syarat untuk menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi penulis, petani dan pihak yang membutuhkan dalam pengembangan produksi padi.
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi Padi Sawah
Air merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia ini. Jadi dengan kata lain air merupakan suatu hal yang sangat berharga sekali. Air dapat dimanfaatkan untuk keperluan diberbagai bidang, misalnya untuk keperluan sehari-hari, untuk transportasi air, pembangkit tenaga listrik keperluan irigasi. Dengan kata lain air dapat membawa kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya (Sasrodarsono dan Tekada, 2006).
Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian.
Oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air irigasi harus diberikan dalam jumlah, waktu, dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan terganggu pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian (Sasrodarsono dan Tekada, 2006).
Secara umum irigasi didefinisikan sebagai pemberian air kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman. Pekerjaan irigasi meliputi penampungan dan pengambilan air dari sumbernya, pengambilan air melalui saluran atau pipa ke tanah dan pembuangan air berlebih. Tujuan irigasi adalah memberikan tambahan air terhadap air hujan, dan memberikan air kepada tanaman dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang diperlukan (Arsyad, 2010).
Metode Pemberian Air
Untuk mengoptimalkan penggunaan air khususnya padi sawah, dewasa ini telah banyak dikembangkan metode atau sistem pemberian air irigasi, beberapa metode pemberian air padi sawah yang dapat meningkatkan keberlanjutan produktivitas air diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Konvensional (Traditional irrigation/TRI)
Metode ini paling umum digunakan di Indonesia yaitu sistem pemberian air secara terus-menerus dari saat tanam hingga menjelang panen. Kedalaman air genangannya dipertahankan sampai 30 mm dan ekstra hingga 80 mm untuk menampung air hujan.
2. Metode Modifikasi Tradisional (Modified Traditional Method/MTR)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode konvensional. Sistem pemberian air sama halnya dengan me tode konvensional yaitu secara terus- menerus dari saat tanam hingga menjelang panen (gabah mulai menguning).
Bedanya dengan metode tradisional adalah jumlah bibit dan saat tanam, yaitu setiap titik ditanam 1 bibit pada saat bibit berumur 10 hari semaian.
3. Metode Pergantian Basah dan Kering (Alternatte Wetting and Drying/AWD) Metode ini merupakan sistem pemberian air dengan cara terputus yaitu pada mulai tanam sampai 10 HST (hari setelah tanam) digenangi dengan ketinggian maksimal 20 mm dan minimum 0 mm, setelah 11 hst sampai padi mulai menguning diairi maksimum sedalam 20 mm dan minimum 70% SMC (tanah sudah mulai retak) dan ekstra untuk menampung air hujan sampai 80 mm.
4. Metode Semi Kering (Semi Dry Cultivation/SDC)
Metode ini menggunakan sistem genangan untuk 1-10 HST digenangi sedalam 20 mm dan minimum 0 mm. Selanjutnya pemberian air hanya sebatas permukaan tanah dan diberikan air kembali setelah kondisi tanah 70% SMC.
Untuk menampung air hujan ekstra sedalam 80 mm.
5. Metode Basah (System Of Rice Intensification/SRI)
Metode ini menggunakan sistem genangan untuk 1 HST sampai menjelang panen digenangi terus sedalam 20 mm dan minimun 0 mm dan ekstra untuk menampung air hujan samapi 80 mm (Mao dan Cui, 2001).
Metode Pemberian Air Terputus
Pemberian air pada waktu dengan tinggi tertentu dan dihentikan pada waktu tertentu dan seterusnya. Pemberian air secara terputus dapat dihitung dengan menggunakan rumus : I = 2 1/2 : 3 : 2: 2, artinya tinggi air diberikan 2 ½ cm dalam petakan sawah; diberikan selama 3 hari berturut-turut;
kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut-turut dan air dihentikan sepenuhnya 2 minggu sebelum panen. Selain itu pemberian air terputus-putus dapat juga dilakukan dengan cara : (a). penggenangan air selama 30 hari sebelum tanam, bertujuan membantu proses pelapukan sisa akar, jerami padi atau gulma dan mempermudah dalam proses pengolahan lahan; (b). pengeringan lahan selama 3 sampai 5 hari, bertujuan agar butiran Lumpur dapat melengket satu sama lainnya;
(c). pemberian air selama 2 sampai 3 hari sebelum tanam, bertujuan mempermudah pemberian pupuk dasar dan mempermudah penanaman; (d). tinggi genangan pada fase anakan 2,5 cm; (e). fase primordia tinggi genangan 7 sampai 10, tujuannya pada fase primordia ini kelembaban suhu tanaman perlu dijaga agar
proses pembentukan bakal malai tidak terganggu; (f). fase pengisian malai tinggi genangan 5 cm dan (g). sawah dikeringkan 2 minggu sebelum panen, bertujuan agar pemasakan malai padi merata (Sesbany, 2010).
Intermitten flow adalah salah satu cara pemberian air ke petak sawah yang
didasarkan pada interval waktu tertentu dengan debit dan luas area yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Irigasi hemat air dilakukan dengan memberikan air irigasi secara terputus (intermitten) berdasarkan alternasi antara periode basah (genangan dangkal) dan kering.
Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi hingga 30-100% bila dibandingkan dengan menggunakan metode irigasi konvensional (tergenang kontinu). Untuk mengurangi jumlah anakan yakni digenangi sampai 3 cm selama beberapa hari (disawah tadah hujan). Pada saat penyiangan, air irgasi diberikan genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiangan. Untuk meningkatkan produktivitas padi sawah selain ditentukan menurut cara pemberian air dapat juga digunakan pupuk kompos (Huda dkk., 2012).
Pemberian air secara terputus-putus adalah cara memberikan dengan penggenangan yang diselingi dengan pengeringan (pengaturan) pada jangka waktu tertentu, cara ini disarankan karena dapat meningkatkan produksi dan menghemat penggunaan air. Pemberian air secara terputus-putus dapat dilakukan dengan mengairi lahan sampai 2 cm dan lalu irigasi diberikan kembali saat retak rambut, pola irigasi terputus-putus alternasi genangan 2 cm sampai retak rambut dilakukan pada masa vegetatif, pada masa generatif lahan diberi irigasi dengan tinggi genangan 2-5 cm (Regazzoni dkk., 2013).
Tanah Inceptisol
Inceptisol merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan
ciri-ciri bersolum tebal antara 1,5-10 m di atas bahan induk, bereaksi masam dengan pH 4,5-6,5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi kurang dari 5,0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh solum ini umumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol relatif rendah, akan tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja dkk., 2007).
Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini tergantung tingkat pelapukan bahan induknya. Masalah yang dijumpai karena nilai pH yang sangat rendah, sehingga sulit untuk dibudidayakan. Kesuburan tanahnya rendah. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah- daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif butir-butir fraksi utama di dalam tanah. Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu, dan liat.
Tanah dengan perbandingan pasir, debu, dan liat yang berbeda ditetapkan ke dalam kelas yang berbeda berdasarkan segitiga tekstur USDA. Pengetahuan tentang tekstur tanah sangat penting, sebagai panduan nilai kemampuan lahan dan pengelolaan tanah. Umumnya tanah-tanah pertanian yang paling baik
mengandung persen liat 10-20%, bahan organik 5-10%, dan perbandingan yang sama antara pasir dan debu (Sudirja, 2007).
Tabel 1 Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Separat tanah
Diameter (mm)
Jumlah partikel (g-1)
Luas permukaan (cm2 g-1)
USDA Internasional
Pasirsangat
kasar 2,00-1,00 - 90 11
Pasir kasar 1,00-0,50 - 720 23
Pasir sedang 0,50-0,25 - 5.700 45
Pasir - 2,00-0,20 4.088 29
Pasir halus 0,25-0,10 - 46.000 91
Pasir sangat
halus 0,10-0,05 - 722.000 227
Debu 0,05-0,002 - 5.776.000 454
Debu - 0,020,002 2.334.796 271
Liat <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 (Foth, 1994).
Agregasi tanah menopang kesuburan tanah karena mengurangi erosi dan menengahi aerasi tanah serta infiltrasi air dan penyimpanan. Selanjutnya, agregasi tanah melindungi bahan organik tanah dari mineralisasi karena secara fisik mengurangi aksesibilitas senyawa organik untuk mikroorganisme, ekstraseluler enzim lular, dan oksigen. Distribusi ukuran serta stabilitas tanah agregat berkorelasi dengan bahan organik tanah dan mineral lempung. Sifat-sifat tanah di setiap fraksi ukuran memainkan peran yang berbeda di stabilitas agregat tanah.
Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi Segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1994).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah memberi pengaruh yang dominan dalam fungsi tanah pertanian, terutama pada pertanian organik. Bahan organik tanah dianggap sebagai indikator yang baik dari sistem tanah yang sehat, karena berperan penting dalam berbagai sifat tanah dan proses seperti pemeliharaan struktur tanah, kapasitas retensi air, siklus hara dan stimulasi kegiatan biologis tanah. Penambahan residu
bahan organik untuk tanah meningkatkan unsur hara tanah, memodifikasi sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah, meningkatkan total N pada tanah, dan
penyimpanan C pada tanah. Peran bahan organik tanah dapat menjadi lebih baik dengan pemberian bahan organik secara teratur dan praktek pertanian organik dengan meminimalkan bahan kimia. Peningkatan bahan organik tanah dapat dilakukan dengan aktivitas dan keragaman makro dan mikroorganisme yang penting untuk pengurangan kerentanan tanaman terhadap hama, serta untuk nutrisi tanaman (Sharma dkk., 2016).
Penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan dengan metode
Pembakaran, metode Walkley & Black, dan metode Colorimetri (Walkley & Black Modification). Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-
organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. Rumus yang digunakan adalah:
C organik (%) = 5 x (1- ) x 0,003 x
x
………( )
dimana: T = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan tanah
S = vol.titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N blanko (tanpa) tanah
0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003g C-organik
= metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi BCT = Berat Contoh Tanah
Bahan organik dapat dihitung dengan persamaan:
ahan organik = % Organik x 24 ………(2) (Mukhlis, 2007).
Sifat-sifat tanah dapat dikategorikan berdasarkan nilai C-organik di dalam tanah. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kriteria nilai kandungan C-organik tanah Nilai C-organik tanah (%) Kategori
< 1 Sangat rendah
1 – 2 Rendah
2 – 3 Sedang
3 – 5 Tinggi
> 5 Sangat tinggi
(PPT, 1993).
Kompos
Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari limbah ternak dan manusia, limbah tanaman, pupuk hijau, sampah kota dan pemukiman, limbah agro industri, limbah hasil laut. Dengan demikian pengomposan merupakan sumber bahan organik dan nutrisi tanaman. Kemungkinanan bahan dasar kompos mengandung selulosa 15% - 60%, hemiselulosa 10% - 30%, lignin 5% - 30%, protein 5% - 40%, bahan mineral (abu) 3% - 5%, disamping itu terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2% - 30% protein,1 % - 15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi dibawah kondisi mesofilik dan termofilik (Sutanto, 2002).
Berdasarkan SNI 19-7030-2004, standart kualitas kompos dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Standart kualitas kompos
No Parameter Satuan Min Maks No Parameter Satuan Min Maks
1 Kadar air % - 50 17 Kobal (Co) mg/kg * 34
2 Temperatur °C Suhu air
tanah
18 Kromium (Cd)
mg/kg * 210
3 Warna Kehitaman 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
4 Bau Berbautana
h
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8 5 Ukuranpartikel Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 6 Kemampuanikat
air
% 58 - 22 Timbal (Pb) mg/kg
mg/kg
* 150
7 Ph 6,80 7,49 23 Selenium (Se) mg/kg * 2
8 Bahanasing % 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg * 500
Unsurmakro Unsur lain
9 Bahanorganik % 27 58 25 Kalsium % * 25,5
10 Nitrogen % 0,40 - 26 Magnesium (Mg) % * 0,60
11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % * 2,00
12 Phosfor (P205)
% 0,10 - 28 Aluminium (Al) % * 2,20
13 C/N-rasio 10 20 29 Mangan (Mn) % * 0,10
14 Kalium (K20) % 0,20 *
Unsurmikro Bakteri
15 Arsen mg/kg * 13 30 Fecal coli MPN/g 1000
16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3 31 Salmonelia sp.
MPN/4 g 3
Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum (BSN, 2004).
Dalam penelitian ini menggunakan kompos biotik produk Ipteks Bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (IBLKK) Compost Centre Universitas Sumatera
Utara. Kompos biotik unggul produk IBLKK Compost Centre Universitas Sumatera Utara dihasilkan untuk menjawab beberapa kebutuhan sekaligus yakni kompos yang mampu meningkatkan kesuburan tanah/media tanam, meningkatkan serapan unsur makro dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.
Dalam pembuatan kompos biotik unggul, Compost Centre melakukan proses penelitian untuk menghasilkan dekomposer yaitu DEPETA (Dekomposer Pembenah Tanah).
Keunggulan kompos dinyatakan oleh Uji Laboratorium BPTP (Balai Penelitian ) Sumatera Utara Tahun 2014. Fungsi dari kompos biotik ini
adalah asupan hara bagi tanaman, keseimbangan iklim mikro tanah, penyerapan unsur hara lebih efektif, pengendali penyakit, dan mengembalikan kesuburan tanah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengukuran kompos
Sumber : (BPTP, 2014)
Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kompos berkategori baik karena sesuai dengan persyaratan SNI 19-7030-2004 (Tabel 3) sehingga penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah dapat meningkatkan bahan organik tanah, berperan baik untuk meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman.
Menurut BPBPI (2008) kompos bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah,
Parameter Persen (%)
N-Total 2,10
P2O5 2,96
K2O 4,45
MgO 2,13
Na2O 1,44
C-Organik 22,51
C/N 10,72
akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah.
Penggunaan pupuk kompos pada sistem pertanian sangat dianjurkan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pupuk kompos juga dapat memberi pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik. Menurut Raup (2017) bahwa kandungan bahan organik tanah sawah di Sumatera Utara saat ini umumnya kurang dari 2%, sedangkan batas terendah adalah 3%. Untuk itu perlu pemberian kompos pada tanah sawah khususnya di Sumatera Utara.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek.
Aspek bagi tanah/tanaman yaitu: (1) meningkatkan kesuburan tanah, (2) memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, (3) meningkatkan kapasitas
jerap air tanah, (4) meningkatkan aktivitas mikroba tanah, (5) meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen), (6) menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, (7) menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman dan (8) meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (BPBPI, 2008).
Pemakaian Air
Kebutuhan air bagi tanaman didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenui jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor evaporasi, transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi. Pemberian air secara golongan adalah untuk efisiensi, memperkecil kapasitas saluran pembawa, dan seringkali
untuk menyesuaikan pelayanan irigasi menurut variasi debit yang tersedia pada tempat penangkap air, misalnya bendung pada sungai (Islami dan Utomo, 1995).
Tanaman padi pada umumnya tahan dalam genangan air, namun apabila genangan itu terlalu lama maka tanaman akan mati. Hal ini karna pada saat tanaman terendam air, suplai oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang sehingga mengganggu proses fotosintesis dan respirasi. Efek genangan sangat kompleks dan bervariasi tergantung genotip, status karbohidrat sebelum dan sesudah genangan, tingkat perkembangan tanaman pada saat terjadi genangan, tingkat dan lama, serta derajat turbuditas air genangan. Secara morfologis dan biologis, efek genangan dapat dicirikan dengan klorosis daun, hambatan pertumbuhan, elongasi daun dan batang yang terendam dan kematian keseluruhan jaringan tanaman. Sebagian kultivar padi memperlihatkan pemanjangan batang sebagai tanggapan terhadap penggenangan. Elongasi batang selama penggenangan merupakan strategi penghindaran (ascape strategy) yang memungkinkan tanaman padi untuk melakukan metabolisme secara aerob dan fiksasi CO2 dengan batangnya kepermukaan air. Selain itu, penggenangan juga menginduksi pembentukan akar adventif dengan adanya etilen yang juga memfasilitasi pembentukan aerenkim. Penggenangan meningkatkan jaringan aerenkim pada korteks akar dan helaian daun dan menurunkan jumlah rambut akar per unit panjang akar. Pembentukan aerenkim merupakan salah satu adaptasi morfologi terhadap cekaman hipoksia. Adanya aerenkim berfungsi sebagai sistem udara internal untuk menyediakan oksigen secara difusi ke system perakaran (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).
Cekaman oksigen rendah (hipoksia) juga memicu respon selular tanaman seperti penurunan pH. Peristiwa ini diamati pada kebanyakan organisme dan merupakan faktor penting untuk ketahanan (survival) tanaman pada saat kondisi kekurangan oksigen. Penurunan pH sebagai salah satu tanggapan setelah terjadi hipoksia akar. Perubahan pH selular mengawali kematian sel dan pembentukan aerenkim. Selain itu, perubahan pH juga berhubungan dengan ABA dalam mengatur stomata dan sebagai sinyal selama kekeringan dan cekaman banjir (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).
Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang. Akan tetapi, kondisi genangan yang di atas normal juga akan mempengaruhi kondisi tanaman padi itu sendiri, terutama produksi padi yang dihasilkan. Perbedaan waktu dan lama penggenangan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan padi sawah. Tinggi dan lamanya penggengan secara substansial mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi tinngi genangan
memberikan informasi kondisi tanah aerob dan anaerob (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).
Tanaman Sawah Padi Varietas Ciherang (Oryza sativa L.)
Varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas sampai 50%. Varietas Ciherang dengan umur tanaman 121 hari dapat mencapai hasil 8 ton/ha sementara varietas lokal hanya mampu menghasilkan rata-rata 4 ton/ha. Sehingga hanya dengan mengganti varietas VUB (varietas unggul baru) produksi dapat di tinggikan. Saat ini telah banyak dirilis VUB padi sawah oleh litbang pertanian yang memiliki keunggulan masing-masing sehingga diharapkan para petani mengetahui keunggulan dan
kelemahan masing-masing varietas sebagai bahan dalam mempertimbangkan pemilihan varietas yang sesuai dengan lokasi pengembangan. Hal ini penting agar kerugian hasil dimasa panen dapat ditekan (Polakitan dkk., 2011).
Botani
Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang tergolong dalam famili Gramineae. Secara lengkap, taksonomi tanaman padi sebagai berikut
(Ruminta dkk., 2017) : Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Famili : Gramineae Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Kecambah benih dilakukan dengan cara benih direndam dalam air, bersamaan dengan perendaman ini dilakukan pemilahan antara benih yang hampa dan bernas, benih hampa yang mengapung di atas permukaan air dibuang sedangkan benih bernas yang tenggelam dijadikan untuk kecambah, perendaman dilakukan selama dua hari kemudian setelah dua hari benih diangkat dan diperam sekitar dua hari juga agar berkecambah (Ruminta dkk., 2017).
Akar tanaman padi termasuk golongan serabut. Akar berfungsi sebagai penguat atau penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak, menyerap hara dan air didalam tanah, kemudian diteruskan ke organ lainnya diatas tanah yang membutuhkan (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Batang tanaman padi terdiri atas beberapa ruas dan buku. Ruas batang padi berongga dan bulat, diantara ruas batang padi terdapat buku, pada tiap-tiap buku duduk sehelai daun. Daun dan tunas Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam tanaman sebagai cadangan makanan. Hasil tanaman padi didukung oleh batang tanaman yang kokoh. Jika
batang tanaman tidak kokoh, tanaman akan mudah rebah (Makarim daan Suhartatik, 2009).
Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya yang tumbuh pada dasar batang. Anakan pertama tumbuh pada batang utama (batang pokok), anakan pertama tumbuh di antara dasar batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang anakan pertama membentuk perakaran. Dimana anakan pertama terbentuk setelah tanaman berumur 10 hari setelah tanam, maksimum 50-60 hari dan tergantung varietas. Selanjutnya pada batang bawah anakan pertama tumbuh anakan kedua pada buku pertama dan memiliki perakaran sendiri. Pada buku pertama pada batang anakan ke dua tumbuh anakan ketiga dengan bentuk yang serupa dengan anakan ke dua dan pertama (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Daun merupakan bagian dari tanaman yang berwarna hijau karena mengandung klorofil (zat hijau daun) yang menyebabkan daun tanaman dapat mengelola sinar radiasi surya menjadi karbohidrat atau energi untuk tumbuh kembangnya organ-organ tanaman lainnya. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun, lidah daun (ligule).
Selain daun, juga ada tajuk. Tajuk merupakan kumpulan daun yang tersusun rapi dengan bentuk, orientasi dan besar (dalam jumlah dan bobot) nya teratur antar varietas padi yang beragam. Tajuk menangkap radiasi surya untuk fotosintesis.
Bentuk tajuk dapat dinyatakan dalam nilai menggunakan parameter statistik, skewness yaitu kesimetrisan distribusi luas daun (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah masak kemudian bersatu dengan lemma dan palea. Tanaman padi memiliki gabah yang terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Biji yang telah dikupas akan menjadi beras, beras dikenal juga dengan karyopsis, karyopsis terdiri atas janin (embrio) dan endosperma yang diselimuti oleh lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut perikarp ( Pinem dkk., 2017).
1. Syarat Tumbuh
(Makarim dan Suhartatik, 2009) menyebutkan bahwa ada beberapa syarat tumbuh tanaman padi yaitu sebagai berikut :
1. Iklim
a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.
b. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun.
c. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650m dpl dengan temperatur 22- 27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500m dpl dengan temperatur 19-23 derajat C.
d. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan.
e. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman.
2. Media Tanam
1. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.
2. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0).
3. Ketinggian Tempat
Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi.
Pertumbuhan tamanan padi dibagi kedalam tiga fase : 1) fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia); 2) fase reproduktif (primordia sampai pembungaan); dan 3) fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan perbedaan umur tanaman. Fase reproduktif ditandai dengan : a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; b) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif); c) munculnya daun bendera; d) bunting;
dan e) pembungaan. Inisiasi primodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu, stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas. Didaerah tropik, untuk kebanyakan varietas padi,
lama fase reproduktif umumnya 35 hari. Fase pematangan merupakan fase akhir dari perkembangan pertumbuhan tanaman padi yang ditandai dengan proses : a) gabah matang susu; b) gabah setengah matang (dough grain stage); dan c) gabah matang penuh. Periode pematangan ini memerlukan waktu kira-kira 30 hari dan ditandai dengan penuaan daun. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) hanya ditentukan oleh lamanya fase vegetatif (Makarim dan Suhartatik, 2009).
2. Produksi dan Produktivitas
Peningkatan produktivitas padi dilakukan melalui pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk kegiatan: 1) perakitan, diseminasi dan penerapan paket teknologi tepat guna spesifik penerapan dan pengembangan teknologi; 2) GP3K (Gerakan peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi); 3) perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI; serta 4) penurunan kehilangan hasil dan peningkatan rendemen beras (Nursyamsi dkk, 2000).
Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).
Berdasarkan data survei pada tahun 2005 juga menunjukkan bahwa luas tanam padi Ciherang makin unggul di Jawa Barat yaitu 0,73 juta ha atau 33%
lebih luas dibanding dengan areal tanam IR64. Di Jawa Timur, areal tanam Ciherang juga lebih luas dari IR64, masing-masing 0,65 juta ha dan 0,45 juta ha.
Penggunaan benih padi varietas Ciherang saat ini 30-40% dari total areal tanam 12,8 juta hektar menggusur posisi IR64 yang penggunaannya turun menjadi 15-30%. Hal ini dikarenakan padi Ciherang sangat adaptif dengan iklim Indonesia sehingga produktivitas padinya tinggi dan padi ini lebih tahan terhadap serangan hama daripada padi IR64 yang telah menurun ketahanannya. Varietas padi unggul baru seperti Ciherang dan Sintanur dapat meningkatkan produktivitas hingga 50%
yaitu masing-masing bisa mencapai 8 ton/ha dan 11 ton/ha Selain unggul pada hasil, kedua varietas padi tersebut juga unggul pada mutu dan kualitas berasnya (Ruminta dkk., 2017).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pinem dkk., (2017) berat basah dan berat kering tanaman padi varietas ciherang menunjukkan hasil
produksi tanaman untuk metode terputus lebih besar daripada metode macak-macak dan pada metode penggenangan. Sehingga dapat dilihat bahwa
metode terputus lebih optimal dari pada metode macak-macak dan metode penggenangan.
Berat bulir padi menunjukkan hasil produksi dari masing-masing perlakuan pemberian air. Berat bulir padi untuk metode terputus lebih besar daripada berat bulir padi pada metode macak-macak dan pada metode penggenangan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain:
1. Iklim
Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi. Suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil z at makanan.
Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C (Pasandaran dan Taylor, 1984).
2. Tanah
Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi (Sesbany, 2010).
Berbagai kajian mendapatkan bahwa tanah sawah di Sumatera Utara memiliki kadar bahan organik yang jauh lebih rendah dari kadar bahan organik tanah ideal yang disyaratkan (5%) (Tabel 4). Dari Tabel 4 dapat kita ketahui
bahwa tanah-tanah sawah di beberapa wilayah di Sumatera Utara yang secara intensif digunakan, memiliki kadar bahan organik yang rendah sampai sangat rendah sehingga daya dukung terhadap produksi tanaman juga rendah. Tanah sawah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2% tersebut digolongkan kedalam tanah kritis karena sumber energi atau bahan organiknya sangat rendah.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan rendahnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman yang diemban oleh sifat-sifat tanahnya akan berkurang karna daya sangga dan agregasi lemah, kemampuan menyerap dan memberikan unsur hara tersedia juga rendah (Raup, 2017).
Tabel 5 Kadar bahan organik tanah sawah di beberapa tempat di Sumatera Utara
No Daerah Kadar
C-org (%)
Kadar Bhn- Org(%)
1 Tanjung Pasir, Tanah Jawa Simalungun 0.89 1.53
2 Kuala Sikasim, Sie Balai Batubara 1.14 1.97
3 Silinduk, Dolok Batu Nanggar Simalungun 0.86 1.48
4 Nagabayu, Huta Bayu Raja Simalungun 0.64 1.10
5 Suka Makmur, Kec Binjan Langkat 1.30 2.24
6 Tanjung Maraja, Bah Jambi Simalungun 0.83 1.43
7 Nagajaya, Bandar Haluan Simalungun 0.73 1.26
8 Pematang Kerasaan, Bandar Simalungun 0.82 1.41
9 Bandar Sawah, Bandar Simalungun 0.85 1.47
10 Simpang Kalpin, Bandar Simalungun 0.89 1.53
11 Medan Senembah, Tanjung Morowa Deli Serdang 0.69 1.19
12 Pardamean, Tanjung Morawa Deli Serdang 0.79 1.36
13 Telaga Sari, Tanjung Morawa Deli Serdang 0.62 1.07
14 Araskabu, Beringin Deli Serdang 0.71 1.22
15 Kelapa, Beringin Deli Serdang 0.46 0.79
16 Sidodadi, Beringin Deli Serdang 0.64 1.10
17 Karang Anyer, Beringi Deli Serdang 0.14 0.24
18 Ramunia II, Pantai Labu Deli Serdang 0.35 0.60
19 Kelambir, Pantai Labu Deli Serdang 0.28 0.48
20 Kampung Baru, Batang Kuis Deli Serdang 0.71 1,22
21 Paya Gambir, Batang Kuis Deli Serdang 1.13 1.95
22 Tanjung Sari, Batang Kuis Deli Serdang 0.21 0.36
23 Tumpatan Nibung, Batang Kuis Deli Serdang 0.74 1,28
24 Wonosari, Tanjung Morawa Deli Serdang 0.11 0,19
25 Naga Timbul, Tanjung Morawa Deli Serdang 0.35 0.60
26 Medan Krio, Sunggal Deli Serdang 0.82 1.41
27 Pantai Sejuk, Kutalimbaru Deli Serdang 0.99 1.71
28 Payabakung, Hamparan Perak Deli Serdang 0.74 1.27
29 Paluh Manan, Hamparan Perak Deli Serdang 0.96 1.65
30 Hamparan Perak, Hamparan Perak Deli Serdang 0.87 1.49
31 Siempat Rube, Pakpak Bharat 1.08 1.86
32 Idanogawo, Nias 1.28 2.21
(Sumber: Raup, 2017)
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2018 di Rumah Kaca, di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit padi varietas Ciherang untuk objek yang akan ditanam, air digunakan untuk memantapkan tanah dan menyiram tanaman, kompos digunakan sebagai bahan campuran dengan tanah, tanah jenis inceptisol digunakan untuk menanam padi, polybag ukuran 10 kg sebagai wadah untuk kompos dan tanah.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul yang digunakan untuk menggali tanah, oven untuk mengeringkan bulir padi, timbangan analitik untuk menghitung berat bulir padi, sekop untuk memasukkan tanah kedalam polybag ukuran 10 kg, ayakan tanah ukuran 10 mesh digunakan untuk menyaring tanah dan kompos agar lebih halus, penggaris digunakan untuk mengukur kedalaman air, jaring digunakan sebagai pelindung tanaman dari hama, tali sebagai perekat antar sambungan jaring, thermometer digunakan untuk mengukur suhu harian rumah kaca, pancang kayu sebagai pondasi untuk pembuatan jaring hama, pisau, ember, gembor dan gelas ukur digunakan untuk menyiram tanaman, stopwatch untuk menghitung waktu perkolasi, alat tulis dan kalkulator sebagai media untuk membuat perhitungan data penelitian, kamera digital untuk mendokumentasikan selama penelitian.
Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa Hasil Produksi dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan rancang acak lengkap non faktorial dengan perlakuan Intermittent pemberian air (perlakuan pemberian terputus) : Ulangan pada RAL :
( ) ... (3) di mana:
t = banyaknya perlakuan.
n = banyaknya ulangan.
= derajat bebas galat RAL.
n = 6 ulangan Perlakuan :
1. P1: 2 ½ : 3: 2 :2 = tinggi air diberikan 2 ½ cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 2 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen.
2. P2: 2 ½: 3 :3 :2 = tinggi air diberikan 2 ½ cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 3 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen
3. P3: 2 ½: 3 : 4 : 2 = tinggi air diberikan 2 ½ cm pada polybag, diberikan selama 3 hari berturut – turut kemudian dikeringkan selama 4 hari berturut – turut dan air dihentikan 2 minggu sebelum panen.
Total perlakuan adalah 3 perlakuan metode irigasi terputus dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan.
Dengan persamaan :
ŷij = µ+αi+∑ij... (4) Keterangan:
Yij = hasil pengamatan dari faktor pemberian air terputus pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah sebenarnya
αi = pengaruh faktor pemberian air terputus pada taraf ke-i
∑ij = pengaruh galat pada perlakuan pemberian air terputus padi taraf ke-i dan taraf ulangan ke-j
Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji berat kering dan
berat basah tanaman dan berat bulir padi dan berat basah tanaman serta berat kering tanaman padi.
Prosedur Penelitian dan Parameter Penelitian
1. Mengambil Sampel di Lapangan dan Penelitian di Rumah Kaca
a. Mengambil sampel tanah inceptisol sebanyak ± 300 kg, kemudian dikering anginkan.
b. Mengambil kompos ± 70 kg, lalu dikering anginkan, setelah kering, kompos diayak dengan ayakan 10 mesh.
c. Mengambil masing-masing tanah sebanyak 7 kg dan kompos yang telah diayak, kemudian tanah dan kompos dicampurkan dan diaduk hingga merata.
d. Mengambil polybag ukuran 10 kg, kemudian dituang perlakuan tanah dan kompos kedalam polybag.
e. Mengisi polybag ukuran 10 kg dengan tanah sawah jenis inceptisol yang telah dicampur dengan kompos, kondisi tanah diusahakan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
f. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya, melakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap, kriteria tanah mantap yaitu tidak terjadi lagi penurunan ketebalan tanah dan air yang terdrainase konstan.
g. Menyeleksi benih dengan cara perendaman benih dalam larutan air selama 24 sampai 48 jam.
h. Mengambil benih yang tenggelam, lalu dicuci dan disiapkan untuk disemaikan, sedangkan benih yang mengapung dapat dibuang.
i. Memisahkan benih dan dikering anginkan selama 24 jam.
j. Menanam benih padi yang telah dikeringanginkan ke polybag ukuran 10 kg
k. Menanam padi secara tunggal (1 biji/polybag) agar memperoleh banyak anakan (tunas), dalam kondisi kapasitas lapang.
l. Menanam benih secara dangkal dan tidak tergenang air.
m. Meletakkan semaian padi dengan cara horizontal.
n. Melakukan pemeliharaan tanaman dan memeriksa apakah ada tanaman yang mati (segera diganti dengan tanaman yang baru).
o. Melakukan pemberian air dengan cara terputus/Intermittent pada polybag.
p. Menentukan jumlah pemakaian air. Jadwal pemberian air setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4.
2. Pengujian di laboratorium
a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dan dianalisis dengan menggunakan segitiga USDA. Adapun cara kerjanya sebagi berikut:
1. Menimbang 50 g tanah kering udara yang telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian masukkan ke Erlenmeyer 1 liter.
2. Menambahkan air biasa sampai dengan 250 ml, 10 ml Na4P2O710H2O 1 N, dikocok sampai rata, dibiarkan semalam.
3. Menggoncang selama 15 menit pada alat pengoncang
4. Memindahkan tanah ke dalam silinder 500 cc dan menambahkan aquadest sampai tanda garis.
5. menggoncang selinder sebanyak 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu tambahkan Amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan
6. Memasukan Hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan I setelah 40 detik dari saat penggoncangan.
7. Setelah 2 jam masukan lagi Hydrometer untuk pembacaan II, untuk memperoleh liat.
8. Hitung persentase pasir, liat dan debu
9. Menganalisis hasil (% pasir, debu dan liat) dengan menggunakan segitiga USDA.
b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley & Black
1. Menimbang 0,5 g tanah kering udara, kemudian dimasukan tanah kedalam Erlenmeyer 500 cc.
2. Menambahkan 5 ml K2Cr2O7 N (pergunakan pipet) lalu digoncang dengan tangan.
3. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian digoncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit.
4. Menambahkan 100 ml air suling dan 5 ml H3PO4 85 %, NaF 4 % 2,5 ml, kemudian menambahkan 5 tetes di phenylamine, digoncang sampai larutan berwarna biru tua.
5. Mentitrasikan dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau.
6. Melakukan kerja No. 2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan vol.
titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk blanko.
7. Menghitung persen C-organik menggunakan Persamaan (1) 8. Menghitung persen bahan organik menggunakan Persamaan (2) c. Melakukan Pemberian Air irigasi terputus 2 hari
1. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian genangan 2,5 cm pada hari pertama
2. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5 cm kembali
3. Memberi air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5 cm kembali
4. Melakukan pemberhentian air selama 2 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen
5. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya d. Melakukan pemberian air irigasi terputus 3 hari
1. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian genangan 2,5cm pada hari pertama
2. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5cm kembali
3. Memberi air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5cm kembali
4. Melakukan pemberhentian air selama 3 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen
5. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya e. Melakukan pemberian air irigasi terputus 4 hari
1. Memberikan air pada tanaman sampai ketinggian genangan 2,5cm pada hari pertama
2. Memberikan air pada tanaman yang sudah berkurang pada hari pertama untuk mendapatkan tinggi genangan 2,5cm kembali
3. Memberi air tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5cm kembali
4. Melakukan pemberhentian air selama 4 hari setelah hari ke tiga pemberian air dan kemudian dilanjutkan kembali memberikan air sampai 2 minggu sebelum panen
5. Kemudian 2 minggu sebelum panen air dihentikan seluruhnya f. Mengukur Nilai Kebutuhan Air Tanaman
1. Menentukan tinggi genangan padi untuk setiap perlakuan (2,5 cm) 2. Sampel tanah dan tanaman diberi air sampai mencapai tinggi
genangan yang telah ditentukan
3. Menghitung banyak air yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai tinggi genangan 2,5 cm
g. Menghitung bobot Basah dan bobot Bulir Padi 1. Menimbang berat basah bulir tanaman padi
2. Mengeringkan bulir tanaman padi menggunakan oven dengan suhu 70 0C selama 48 jam
3. Menimbang bobot kering bulir padi
Dilakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5%
dengan hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan bobot kering bulir tanaman dengan 3 cara pemberian air
Ha : Ada perbedaan yang signifikan bobot kering bulir tanaman diantara dengan 3 cara pemberian air
h. Menghitung bobot Kering dan bobot Basah Tanaman
1. Menimbang bobot basah batang, daun dan bulir tanaman padi
2. Mengeringkan tanaman padi menggunakan oven dengan suhu 70
0C selama 48 jam
3. Menimbang bobot kering batang, daun dan bulir padi
Dilakuan hasil pengujian hasil pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5%
dengan hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan bobot kering tanaman dengan 3 cara pemberian air
Ha : Ada perbedaan yang signifikan bobot kering tanaman diantara dengan 3 cara pemberian air
Lalu dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) terhadap hasil uji dari ANOVA, apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari tiga cara pemberian air tersebut, terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman padi serta bobot basah dan bobot kering bulir padi.