• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) BAGI WAJIB PAJAK BADAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) BAGI WAJIB PAJAK BADAN"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) BAGI WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus di CV Arti Bumi Intaran)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Lidwina Mutiara Klau Pardede NIM: 162114146

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2020

(2)

i

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) BAGI WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus di CV Arti Bumi Intaran)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Lidwina Mutiara Klau Pardede NIM: 162114146

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2020

(3)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4:13)

“Kepala yang penuh pengetahuan tidak akan lebih hebat daripada hati yang penuh iman”

(Merry Riana)

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Yang Maha Esa Orang tua tercinta, Petrus Klau (Alm) & Riama Sianipar Kakak, Adik, dan Seluruh Keluarga Besarku Serta semua orang yang terus mendukung dan mendoakanku.

(4)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Sistematika Penulisan ... 5

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pajak Penghasilan ... 7

B. Tarif Pajak Penghasilan ... 25

C. Penyusutan dan Amortisasi ... 27

D. Rekonsiliasi Fiskal ... 29

E. Perencanaan Pajak ... 31

F. Penelitian Terdahulu ... 37

BAB II METODE PENELITIAN ... 39

A. Desain Penelitian ... 39

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

C. Subjek Penelitian ... 40

D. Data Penelitian... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 44

A. Sejarah Perusahaan ... 44

B. Bidang Usaha... 45

C. Struktur Organisasi ... 47

D. Data Umum Perusahaan ... 49

(5)

x

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Deskripsi Data ... 52

B. Analisis Data ... 60

C. Pembahasan ... 80

BAB I PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN ... 89

(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tarif Penyusutan ... 28

Tabel 2 Tarif Amortisasi ... 29

Tabel 3 Laporan Laba Rugi Komersial Tahun 2019 ... 54

Tabel 4 Daftar Aktiva beserta Bulan dan Tahun Diperolehnya ... 57

Tabel 5 Penjelasan Masing-masing Aktiva CV Arti Bumi Intaran ... 59

Tabel 6 Penghitungan PPh Terutang Tahun 2019 ... 61

Tabel 7 Penghitungan PPh Terutang Dengan Prinsip Taxable dan Deductible ... 65

Tabel 8 Penghitungan Penyusutan Jenis Harta Kelompok 1 dengan Metode Garis Lurus ... 67

Tabel 9 Penghitungan Penyusutan Jenis Harta Kelompok 1 dengan Metode Saldo Menurun... 69

Tabel 10 Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang dengan Biaya Penyusutan Menggunakan Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun ... 72

Tabel 11 Penghitungan Penyusutan Aktiva Tetap dengan Metode Garis Lurus menggunakan Present Value ... 75

Tabel 12 Penghitungan Penyusutan Aktiva Tetap dengan Metode Saldo Menurun menggunakan Present Value ... 76

Tabel 13 Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang dengan Biaya PBB ... 79

Tabel 14 Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang dengan menerapkan tax planning ... 81

(7)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Logo Perusahaan ... 45 Gambar 2 Struktur Organisasi ... 47

(8)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ... 89

Lampiran 2 PP 23 Tahun 2018 ... 90

Lampiran 3 Laporan Laba Rugi ... 91

Lampiran 4 Daftar Aktiva Tetap ... 92

Lampiran 5 SPT Tahun 2019 ... 93

Lampiran 6 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan 2019 ... 95

Lampiran 7 Hasil Wawancara ... 96

Lampiran 8 Biodata Penulis ... 98

(9)

xiv ABSTRAK

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) BAGI WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus di CV Arti Bumi Intaran)

Lidwina Mutiara Klau Pardede NIM: 162114146 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan Wajib Pajak Badan dalam rangka meminimalkan pajak penghasilan yang terutang. Wajib Pajak dapat melakukan perencanaan pajak untuk meminimalkan pajak penghasilan yang terutang dalam batas yang tidak melanggar aturan. Dengan sistem pemungutan pajak self assessment memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak dalam mewujudkan keuntungan dalam usahanya namun tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus di CV Arti Bumi Intaran Yogyakarta. Data penelitian diperoleh dengan melakukan dokumentasi dan wawancara. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Teknik analisis data yang dilakukan adalah:

(1) mendeskripsikan seluruh data penelitian, (2) menghitung pajak penghasilan yang terutang, (3) menentukan perencanaan pajak yang sesuai, dan (4) menghitung kembali pajak penghasilan yang terutang dengan menerapkan perencanaan pajak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wajib Pajak dapat melakukan perencanaan pajak yang meliputi: (1) penyesuaian fiskal dengan menggunakan Prinsip Taxable dan Deductible, (2) menambahkan biaya penyusutan dan melakukan pemilihan metode penyusutan, (3) menambahkan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pengurang penghasilan bruto. Penggunaan perencanaan pajak tersebut menghasilkan pajak penghasilan terutang dengan menggunakan tarif Pasal 31E ayat (1) yang semula sebesar Rp9.570.000 turun menjadi Rp7.669.125 sehingga Wajib Pajak dapat menghemat dalam membayar Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp1.900.875.

Kata kunci: Perencanaan Pajak, Biaya, Pajak Penghasilan

(10)

xv ABSTRACT

THE ANALYSIS OF TAX PLANNING FOR CORPORATE TAXPAYER (Case Study at CV Arti Bumi Intaran)

Lidwina Mutiara Klau Pardede NIM: 162114146 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2020

This study aims to find out the tax planning which can be carried out by a Corporate Taxpayer in order to minimalize the income tax payable. A Corporate Taxpayer may carry out a tax planning to minimalize the income tax payable in a limit which does not violate the policy. With self-assessment tax collection system, it gives an opportunity for the Corporate Taxpayer in manifesting its benefit without ignoring the responsibility in paying the tax.

The type of this research is a study case in CV Arti Bumi Intaran Yogyakarta. The data is obtained by conducting a documentation and interview. This research uses a descriptive research design. The data analysis techniques used are: (1) describing the whole data, (2) counting the income tax payable, (3) determining the appropriate tax planning, and (4) recounting the income tax payable by applying tax planning.

The result of the research shows that a Corporate Taxpayer may conduct tax planning which includes: (1) adjusting the fiscal by using Taxable and Deductible Principle, (2) adding the cutback cost and choosing the cutback method, and (3) adding the Property Tax as the reducibility of gross income. The use of the tax planning results the income tax payable using the rate of Article 31E verse (1) of Income Tax Act will be as much as Rp9.570.000 which decreases into Rp7.669.125. Therefore, the Taxpayer can save the Income Tax payable as much as Rp1.900.875.

Keyword: Tax Planning, Cost, Income Tax

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara sehingga dalam pelaksanaannya pemerintah berusaha mendapatkan pajak sebesar mungkin. Sebaliknya Wajib Pajak Badan (WP Badan) akan berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena pajak merupakan beban yang pada akhirnya akan menurunkan laba setelah pajak.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh WP Badan adalah dengan melakukan perencanaan pajak atau tax planning untuk menghasilkan Pajak Penghasilan yang lebih rendah dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak terutang seperti kita ketahui, tergantung pada besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang terutang. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil penghasilan maka semakin kecil pula pajak yang terutang.

Dalam website Pajak (https://www.pajak.go.id/), perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 (reformasi perpajakan Indonesia) membuat Indonesia mengganti sistem pemungutan pajak yang semula official assessment menjadi self assessment yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besaran pajak yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sehingga wajib pajak dapat

(12)

mewujudkan keuntungan dalam usahanya namun tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak.

Wajib Pajak dapat membuat Pajak penghasilan menjadi lebih rendah dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Jika tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan celah pada peraturan yang ada, maka perencanaan pajak di sini sama dengan penghindaran pajak (tax avoidance) dan masih berada dalam bingkai ketentuan perpajakan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menekan serendah mungkin pajak penghasilan terutang yang akan dibayarkan WP Badan kepada pemerintah adalah dengan cara memanfaatkan celah-celah yang terdapat dalam peraturan perpajakan sehingga WP Badan dapat membayar pajak penghasilan menjadi lebih rendah.

Sebagai contoh dalam pemanfaatan celah-celah yang terdapat dalam peraturan perpajakan adalah pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada karyawan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan sehingga tidak dipajaki atas penghasilan tersebut sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (3) huruf d. Dengan begitu Wajib Pajak Badan dapat memberikan natura atau kenikmatan kepada karyawan diubah menjadi tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang sehingga dari sudut pandang WP Badan dapat diakui sebagai objek pajak (Undang-undang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (1) huruf a) yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto WP Badan.

(13)

Menurut Pohan (2011: 11), perencanaan pajak (tax planning) memiliki manfaat dalam mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash flow), karena dengan perencanaan pajak yang baik dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat dan juga menentukan saat pembayaran sehingga WP Badan tidak terlalu awal atau terlambat dalam melakukan pembayaran yang dapat mengakibatkan dikenakannya denda atau sanksi. Selain itu, perencanaan pajak memiliki manfaat lain yaitu dapat menghemat kas keluar karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi.

Batasan masalah dalam penelitian ini terdapat pada perencanaan pajak terkait dengan biaya yang diakui dan tidak diakui oleh pajak juga penggunaan laporan keuangan yaitu laporan laba rugi, daftar aktiva dan penyusutan aktiva tetap, dan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun 2019. Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat bagaimana perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan oleh WP Badan CV Arti Bumi Intaran sehingga WP Badan dapat membayar pajak penghasilan yang lebih rendah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan oleh WP Badan CV Arti Bumi Intaran sehingga WP Badan dapat membayar Pajak Penghasilan yang terutang lebih rendah?

(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan pajak yang dapat dilakukan WP Badan CV Arti Bumi Intaran sehingga WP Badan dapat membayar Pajak Penghasilan yang terutang lebih rendah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Wajib Pajak Badan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai oleh WP Badan dalam membantu membuat perencanaan perpajakan (tax planning) yang akan digunakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bahan bacaan untuk menambah wawasan mengenai perencanaan pajak (tax planning) dan bagi mahasiswa Universitas Sanata Dharma hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan atas penelitian di bidang yang sama.

3. Bagi Penulis

Proses penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk dapat menerapkan teori-teori perpajakan yang telah diperoleh ke dalam praktik yang sesungguhnya, khususnya berkaitan dengan perencanaan pajak penghasilan.

(15)

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini berisikan uraian latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian mengenai berbagai teori yang mendukung penelitian ini yaitu teori mengenai pajak penghasilan, tarif pajak penghasilan wajib pajak badan, penyusutan dan amortisasi, rekonsiliasi fiskal, perencanaan pajak, serta penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisikan uraian mengenai desain penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, data-data yang diperlukan untuk penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab ini berisikan uraian mengenai sejarah perusahaan, bidang usaha, struktur organisasi, data umum perusahaan.

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini berisikan uraian mengenai deskripsi data, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian.

(16)

Bab VI Penutup

Bab ini berisikan uraian mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran atas penelitian yang dilakukan di CV Arti Bumi Intaran.

(17)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Dasar hukum Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Republik Indonesia no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. Kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

1. Subjek Pajak Penghasilan

a. Pengelompokan Subjek Pajak Penghasilan

Pengelompokan subjek pajak menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia no 36 tahun 2008 adalah:

1) Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Orang Pribadi adalah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia ataupun di luar Indonesia tidak melihat batasan umur, jenjang sosial, ekonomi, dan kebangsaan atau kewarganegaraan mereka. Dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak merupakan subjek pajak

(18)

pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

Penunjukan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.

2) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3) Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

(19)

b. Jenis Subjek Pajak Penghasilan

Terdapat 2 jenis subjek pajak menurut Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

1) Subjek Pajak Dalam Negeri

Menurut Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak dalam negeri adalah:

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria yaitu pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

(20)

c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2) Subjek Pajak Luar Negeri

Menurut Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak luar negeri adalah:

a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(21)

c.

Pengecualian Subjek Pajak

Menurut Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah:

1) Kantor perwakilan negara asing;

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat- pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3) Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada poin 3, dengan syarat bukan warga negara

(22)

Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Objek Pajak Penghasilan

a. Pengolompokan Objek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3) Laba usaha;

4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

(23)

b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

(24)

7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14) Premi asuransi;

15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19) Surplus Bank Indonesia.

(25)

b. Objek Pajak yang Bersifat Final

Menurut Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, jenis penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah:

1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2) Penghasilan berupa hadiah undian;

3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

c. Pengecualian Objek Pajak

Menurut Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

(26)

1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

2) Warisan;

3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan

(27)

Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

(28)

9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

11) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

12) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya

(29)

sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

13) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

d. Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Menurut Sormin (2018: 25), yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap adalah:

1) Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;

2) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;

3) Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

3. Biaya yang Boleh Dikurangkan dan Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan

a. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan

(30)

bentuk usaha tetap menurut Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;

2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

5) Kerugian selisih kurs mata uang asing;

(31)

6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

7) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

9) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

10) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

(32)

11) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

12) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

13) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

b. Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap menurut Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah:

1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;

3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk

(33)

usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

(34)

7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

8) Pajak Penghasilan;

9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang- undangan di bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam

(35)

Pasal 11 atau Pasal 11A Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

c. Biaya yang Boleh Dikurangkan Sebesar 50% (Lima Puluh Persen)

Menurut Suandy (2016: 146), biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50% dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak sebagai berikut.

1) Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

2) Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

3) Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

4) Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

B. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

Tarif pajak penghasilan yang dikenakan untuk Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut.

1. Sesuai dengan Pasal 17 Ayat (2a) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak untuk WP Badan yang

(36)

semula 28% (dua puluh delapan persen) diturunkan menjadi paling rendah 25%

(dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

2. Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang- Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

3. Dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

4. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (1), pemerintah telah menurunkan tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang semula 25% menjadi sebesar 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada

(37)

Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021. Kemudian untuk Tahun Pajak 2022 tarif Pajak Penghasilan turun menjadi sebesar 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022.

5. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (2) untuk Wajib Pajak dalam negeri berbentuk Perseroan Terbuka dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen) dan memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020.

C. Penyusutan dan Amortisasi 1. Penyusutan

Sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan,

(38)

menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut.

Tabel 1. Tarif Penyusutan

Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat

Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) Ayat (2) I Bukan Bangunan

Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

II Bangunan

Permanen 20 Tahun 5% -

Tidak Permanen 10 Tahun 10% -

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

2. Amortisasi

Sesuai dengan Pasal 11A Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan

(39)

secara taat asas. Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut.

Tabel 2. Tarif Amortisasi

Kelompok Harta Tidak

Berwujud Masa Manfaat

Tarif Amortisasi berdasarkan metode

Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%

Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%

Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%

Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

D. Rekonsiliasi Fiskal

Menurut Sumarsan (2013: 21), rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau IFRS (International Financial Reporting Standards) dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia yang kemudian menjadi laporan keuangan fiskal.

1. Teknik Rekonsiliasi Fiskal

Menurut Resmi (2019: 396), teknik untuk melakukan rekonsiliasi fiskal adalah sebagai berikut.

a. Jika penghasilan diakui secara akuntansi (komersial) tetapi tidak diakui oleh perpajakan (fiskal) maka, rekonsiliasi yang dilakukan dapat mengurangkan sejumlah penghasilan dari penghasilan menurut akuntansi (komersial) sehingga mengurangi laba menurut perpajakan (fiskal).

(40)

b. Jika penghasilan tidak diakui menurut akuntansi (komersial) tetapi diakui oleh perpajakan (fiskal) maka, rekonsiliasi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan pada penghasilan menurut akuntansi (komersial) sehingga menambah laba menurut perpajakan (fiskal).

c. Jika pengeluaran/biaya diakui menurut akuntansi (komersial) tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto oleh perpajakan (fiskal) maka, rekonsiliasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi sejumlah pengeluaran/biaya dari biaya menurut akuntansi sehingga akan menambah laba menurut perpajakan (fiskal).

d. Jika pengeluaran/biaya tidak diakui menurut akuntansi (komersial) tapi diakui sebagai pengurag penghasilan bruto menurut perpajakan (fiskal) maka, rekonsiliasi dapat dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah pengeluaran/biaya pada biaya menurut akuntansi (komersial) sehingga mengurangi laba menurut perpajakan (fiskal).

2. Jenis-jenis Rekonsiliasi Fiskal

Menurut Resmi (2019: 397), rekonsiliasi fiskal biasanya terdiri dari 2 jenis koreksi, yaitu koreksi fiskal negatif dan koreksi fiskal positif. Istilah positif dan negatif ini tidak merujuk pada pengguaan tanda (-) atau pun tanda (+) tetapi, pada penghasilan kena pajak. Koreksi fiskal positif akan mengakibatkan penghasilan kena pajak meningkat sedangkan, koreksi fiskal negatif akan mengakibatkan penghasilan kena pajak menurun. Perbedaan antara koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif adalah sebagai berikut.

(41)

a. Perbedaan dimasukan sebagai koreksi fiskal positif apabila:

1) Pendapatan menurut perpajakan (fiskal) lebih besar daripada menurut akuntansi (komersial) atau penghasilan tersebut diakui menurut perpajakan (fiskal) tetapi tidak diakui menurut akuntansi (komersial).

2) Pengeluaran/biaya menurut perpajakan (fiskal) lebih kecil daripada menurut akuntansi (komersial) atau pengeluaran/biaya tersebut diakui menurut akuntansi (komersial) tetapi tidak diakui menurut perpajakan (fiskal).

b. Perbedaan dimasukan sebagai koreksi fiskal negatif apabila:

1) Pendapatan menurut perpajakan (fiskal) lebih kecil daripada menurut akuntansi (komersial) atau penghasilan tersebut diakui menurut akuntansi (komersial) tetapi tidak diakui menurut perpajakan (fiskal).

2) Pengeluaran/biaya menurut perpajakan (fiskal) lebih besar daripada menurut akuntansi (komersial) atau pengeluaran/biaya tersebut diakui menurut perpajakan (fiskal) tetapi tidak diakui menurut akuntansi (komersial).

3) Pendapatan yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

E. Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke

(42)

pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak dapat ditoleransi.

1. Strategi Perencanaan Pajak

Menurut Suandy (2016: 135), penghematan pajak menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu

terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan.

Strategi mengefisienkan beban dalam upaya penghematan pajak dari berbagai literatur dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengambil keuntungan dari bentuk badan hukum. Bentuk perseorangan, firma, dan kongsi merupakan bentuk badan hukum yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perseroan terbatas yang pemegang saham perseorangan atau badan kurang dari 25% sehingga pajak atas perseroan dikenakan dua kali. Pengenaan pajak yang dikenakan dua kali terhadap perseroan terjadi pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat perseroan membagikan dividen kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang memiliki saham kurang dari 25%.

b. Mengambil keuntungan sebesar‐besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang‐undang.

(43)

c. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe Benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimum (shift to lower bracket). Karena pada dasarnya pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit) dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya.

d. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian yang dizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata‐rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata‐rata (average) akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi dibanding dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in first out). Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil.

e. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian, aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

(44)

f. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka dapat dipakai metode penyusutan yang dipercepat (saldo menurun) sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan sebaliknya jika diperkirakan pada awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan atau timbul kerugian maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya biaya penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya.

g. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak.

h. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan, untuk ini wajib pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan.

i. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit. Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan penyerahan barang.

(45)

j. Menghindari pemeriksaan pajak, pemeriksaan pajak oleh Direktorat jenderal pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang:

1) SPT lebih bayar 2) SPT rugi

3) Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT 4) Terdapat informasi pelanggaran

5) Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak 6) Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara:

a) Mengajukan pengurangan pembayaran lumpsum (angsuran masa) PPh pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang bersangkutan, apabila diperkirakan dalam tahun pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.

b) Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor.

k. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.

2. Prinsip Taxable dan Deductible

Menurut Zain (2007: 75), prinsip Taxable dan Deductible pada umumnya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang bukan objek pajak dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut. Taxable

(46)

biasanya ditujukan untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh orang atau badan tanpa melihat dari mana penghasilan tersebut diperoleh (sumber penghasilan), sedangkan Deductible merupakan biaya yang diakui oleh pajak, biasanya ditujukan kepada beban/biaya yang menurut ketentuan menjadi pengurang penghasilan Bruto sebagaimana diatur Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 6. Dalam hal ini WP Badan harus mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan, apakah jumlah pajak terutang menjadi lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan jumlah pajak terutang akibat koreksi fiskal apabila tidak dilakukan pengubahan tersebut.

3. Langkah-langkah dalam Perencanaan Pajak

Dalam rangka melakukan perencanaan pajak menurut Sumarsan (2013: 129), langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak Badan untuk menyusun perencanaan pajak bagi perusahaannya.

a. Memahami dan menerapkan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Jenis-jenis peraturan perpajakan adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, Peraturan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak. Dengan mengetahui peraturan dan perundang-undangan perpajakan makan WP Badan dapat mengoptimalkan fasilitas perpajakan yang ada. WP Badan harus dapat mengoptimalkan penerapan kegiatan operasional perusahaan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perpajakan.

(47)

b. Hasil yang ingin dicapai setelah melakukan perencanaan pajak, sebagai berikut.

1) Wajib Pajak melakukan efisiensi pembayaran pajak yang masih dalam ruang lingkup peraturan dan perundang-undangan perpajakan.

2) Wajib Pajak menerapkan seluruh peraturan dan perundang-undangan perpajakan sehingga terhindar dari pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

3) Wajib Pajak yang menggunakan jasa angkut laut atau udara, wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 15.

4) Wajib Pajak dalam membayar gaji karyawan atau penggunaan jasa tenaga ahli (dokter, konsultan atau pengacara), maka harus melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21.

5) Wajib Pajak yang dalam melakukan pembelian, baik pembelian barang jadi atau pembelian bahan baku, harus memotong atau memungut Pajak Penghasilan Pasal 22.

6) Wajib Pajak yang menjalankan kegiatan operasional usahanya harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa yang digunakan perusahaan, seperti jasa iklan, jasa promosi, dan penggunaan aktiva modal (royalti, sewa mobil, peminjaman uang dari nonbank, dan lainnya).

7) Wajib Pajak wajib memotong atau memungut Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) jika perusahaan memberikan hadiah undian kepada

(48)

pemenang, pembayaran kepada pemberi jasa konstruksi, pembayaran sewa tanah dan/atau bangunan dan pembayaran dividen kepada para pemegang saham.

c. Menganalisis komponen-komponen yang berbeda pengakuannya antara komersial dan fiskal. Kemudian menyusun laporan keuangan fiskal yang telah dilakukan koreksi dari laporan keuangan komersial.

d. Menerapkan teknik transformasi, yaitu melakukan transformasi beban yang tidak dapat mengurangi (non-deductible expenses) penghasilan menjadi beban yang dapat mengurangi (deductible expenses).

e. Membayar pajak yang terutang dengan tepat waktu untuk menghindari adanya sanksi keterlambatan dari kantor pajak.

f. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pajak tepat waktu sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku untuk menghindari adanya pemeriksaan pajak.

(49)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif (penggambaran).

Menurut Umar (2013: 81) penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Desain penelitian deskriptif ini berfokus pada penjelasan sistematis terkait fakta yang diperoleh saat melakukan penelitian di CV Arti Bumi Intaran terkait dengan penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan oleh CV Arti Bumi Intaran sehingga WP Badan dapat membayar pajak penghasilan yang terutang menjadi lebih rendah.

Penelitian dengan menggunakan desain penelitian deskriptif ini juga memerlukan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa Laporan Laba Rugi, Daftar Aktiva Tetap beserta tahun dan harga perolehannya, data tambahan yang diperoleh selama penulis melakukan penelitian di CV Arti Bumi Intaran yang berkaitan dengan pembayaran pajak yang dapat dijadikan beban dan dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Data kualitatif berupa hasil wawancara dengan pimpinan perusahaan mengenai sejarah singkat dan struktur organisasi serta bagian keuangan terkait Daftar Aktiva Tetap

(50)

beserta tahun perolehan dan harga perolehan, Laporan Laba Rugi Tahun 2019, dan data tambahan yang dibutuhkan oleh penulis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di CV Arti Bumi Intaran yang berlokasi Mangkuyudan MJ II/216 Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan pada Juni sampai Juli 2020.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu pihak-pihak yang ikut terlibat di dalam penelitian dan sebagai pemberi informasi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pimpinan perusahaan yang bernama bapak Syaptaji Hadi Prawira, S.Pd.I dan bagian keuangan perusahaan yang bernama ibu Endang Murtiningsih, SE.

D. Data Penelitian

1. Gambaran umum WP Badan.

2. Daftar aktiva tetap beserta tahun perolehan dan harga perolehan.

3. Laporan Laba Rugi Tahun 2019.

4. SPT Tahun 2019.

5. Data tambahan seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu cara untuk melengkapi data yang diperlukan dengan cara melihat catatan-catatan yang ada atau dipublikasikan yang menyangkut data- data yang berhubungan dengan Daftar Aktiva Tetap beserta tahun perolehan

(51)

dan harga perolehan, Laporan Laba Rugi Tahun 2019, dan data tambahan yang dapat dijadikan beban dan dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

2. Wawancara

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan dan tanya jawab secara langsung kepada pimpinan perusahaan mengenai sejarah singkat dan struktur organisasi serta bagian keuangan terkait Daftar Aktiva Tetap beserta tahun perolehan dan harga perolehan, Laporan Laba Rugi Tahun 2019, dan data tambahan yang dapat dijadikan beban dan dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan menggunakan deskriptif kuantitatif. Teknik deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data dengan menggunakan penghitungan angka. Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik analisis data ini adalah:

1. Mendeskripsikan Laporan Laba Rugi yang berisikan pendapatan usaha, beban usaha dan laba sebelum pajak dalam satu tahun periode 1 Januari 2019 sampai dengan 30 Desember 2019 yang kemudian dijelaskan berdasarkan pos-pos yang ada dalam Laporan Laba Rugi Tahun 2019.

(52)

2. Mendeskripsikan Daftar Aktiva Tetap yang dimiliki oleh Wajib Pajak sesuai dengan tahun dan harga perolehan, kemudian menggolongkan Aktiva Tetap berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 /PMK.03 /2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.

3. Mendeskripsikan data tambahan yang didapatkan oleh penulis selama melakukan penelitian di CV Arti Bumi Intaran yang berguna untuk membantu dalam perencanaan pajak (tax planning).

4. Melakukan Penghitungan Pajak Terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.

5. Melakukan Evaluasi terhadap penyesuaian fiskal dengan menggunakan Prinsip Taxable dan Deductible dimana Taxable merupakan suatu penghasilan yang

dapat dipajaki bagi yang menerimanya dan atas pengeluaran penghasilan tersebut menjadi biaya yang dapat dibebankan oleh pihak yang mengeluarkan penghasilan tersebut (Deductible).

6. Melakukan serangkaian penghitungan untuk menentukan penggunaan Metode Penyusutan Aktiva Tetap.

a. Menghitung Penyusutan Aktiva Tetap berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 11 dengan menggunakan 2 metode penyusutan yaitu Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun.

b. Menghitung Pajak Penghasilan yang Terutang dengan Biaya Penyusutan menggunakan Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun.

(53)

c. Menghitung Penyusutan Aktiva Tetap dengan Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun menggunakan Present Value.

d. Memilih Metode Penyusutan yang menghasilkan Pajak Penghasilan yang lebih rendah.

7. Melakukan Penghitungan Pajak Penghasilan terutang dengan menggunakan data tambahan yang didapatkan oleh Penulis selama melakukan penelitian di CV Arti Bumi Intaran.

8. Melakukan Penghitungan Pajak terutang keseluruhan dengan menerapkan perencanaan pajak (tax planning) yang meliputi penyesuaian fiskal dengan menggunakan Prinsip Taxable dan Deductible, pemilihan Metode Penyusutan yang menghasilkan Pajak Penghasilan terutang yang paling kecil, dan menambahkan data tambahan yang telah didapatkan penulis selama melakukan penelitian di CV Arti Bumi Intaran.

9. Berdasarkan hasil penghitungan Pajak Penghasilan terutang dengan menerapkan perencanaan pajak (tax planning) kemudian dibandingkan dengan Pajak Penghasilan terutang yang sebelumnya telah dihitung oleh penulis berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, selanjutnya penulis membuat kesimpulan. Kesimpulan dibuat untuk menjawab rumusan masalah bagaimana perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan oleh WP Badan CV Arti Bumi Intaran tanpa melanggar peraturan yang ada.

(54)

44 BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Perusahaan

CV Arti Bumi Intaran merupakan badan usaha berbentuk Perseroan Komanditer (CV) yang berkedudukan di Kota Yogyakarta dan bergerak dalam bidang Penerbitan dan Percetakan. CV Arti Bumi Intaran pada awal berdirinya dikukuhkan dan disahkan di hadapan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Muchammad Agus Hanafi, SH pada tanggal 17 Maret 2003. Kemudian dalam perkembangannya, susunan kepengurusan CV Arti Bumi Intaran mengalami perubahan atau pergantian kepengurusan yang dikukuhkan dan disahkan di hadapan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sri Soewanti Soeweno, SH pada tanggal 17 Oktober 2013.

Untuk mendukung operasional perusahaan, CV Arti Bumi Intaran memiliki identitas perusahaan yang pada praktek dan perkembangannya sebagai Logo dari perusahaan. Dengan berjalannya waktu, perusahaan mengalami perubahan serta perkembangan dari desain Logo yang digunakan sebagai identitas perusahaan.

Perubahan pada Logo seperti gambar dibawah ini:

(55)

Gambar 1. Logo Perusahaan Sumber: CV Arti Bumi Intaran

B. Bidang Usaha

CV Arti Bumi Intaran bergerak dalam bidang Penerbitan dan Percetakan buku.

Alasan dipilihnya bidang usaha ini adalah sebagai berikut.

1. Memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman pada bidang Penerbitan dan Produksi Percetakan

2. Memiliki jaringan pendukung sebagai modal potensial 3. Market yang sudah terbentuk

4. Jaringan bisnis dalam kelompok yang cukup luas dan mencakup banyak bidang jasa rekanan baik di Kantor Instansi Pemerintah maupun Swasta.

Lingkup pekerjaan dalam bidang Penerbitan dan percetakan adalah sebagai berikut.

(56)

1. Penerbitan

Penerbitan adalah awal dari usaha kerja dari CV Arti Bumi Intaran, dimana sampai saat ini terdapat ratusan judul buku yang sudah diterbitkan. Adapun spesifikasi hasil terbitan CV Arti Bumi Intaran dapat digolongkan sebagai berikut.

a. Buku Ilmiah b. Buku Sastra

c. Buku Panduan Pelajaran Anak Sekolah d. Buku Agamis (Bernuansa Islami) e. Buletin, Jurnal, dan Proceeding

Dalam bidang penerbitan buku, CV Arti Bumi Intaran juga memiliki imprint penerbitan diantaranya ARTI BUMI INTARAN, ARTILINE, SAJADAH PRESS, STAR BOOK, dan RIAK. Namun dalam perkembangannya semua penerbitan buku sampai saat ini kebanyakan menggunakan nama ARTI BUMI INTARAN saja.

2. Percetakan

Lingkup pekerjaan yang dijalankan dalam bidang ini terfokus pada jasa percetakan berbagai macam produk cetak sejenis buku, majalah, jurnal, katalog, agenda, dan lain sebagainya. Percetakan meliputi:

a. Cetakan Full Color/Separasi b. Cetakan Monochrome/BW c. Cetakan Blangko Kantor

(57)

d. Cetakan Souvenir dan Accessoris C. Struktur Organisasi

Gambar 2. Struktur Organisasi Sumber: CV Arti Bumi Intaran

Penjabaran tugas dan tanggung jawab dalam struktur organisasi pada CV Arti Bumi Intaran adalah sebagai berikut.

1. Komisaris

a. Bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hidup perusahaan.

Gambar

Gambar 1  Logo Perusahaan ....................................................................................
Tabel 1. Tarif Penyusutan
Tabel 2. Tarif Amortisasi
Gambar 1. Logo Perusahaan  Sumber: CV Arti Bumi Intaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan membaca nyaring siswa kelas 1 SDN 1 Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo, melalui model Round Teble .Penelitian

Ananda dapat menyanyikan lagu dengan intonasi yang benar secara mandiri (BSB) b. Ananda dapat menyanyikan lagu dengan intonasi yang benar

Sebelum masuknya agama di Dairi, orang Pakpak sebagai penduduk asli saat itu masih memeluk agama suku atau animisme (Purba, 1998; 36-37).. Secara historis, penduduk Desa

Anggaran tersebut digunakan untuk pengimplementasian PUG dalam siklus pembangunan di tingkat desa/ kelurahan, sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender,

Melalui model pembelajaran discovery learning, peserta didik dapat Menerima, menghargai, mengenal, menunjukkan dan mengilustrasikan konsep Atma sebagai sumber hidup bagi

Hal tersebut sesuai perjanjian perdagangan (sale’s contract) yang telah disepakati antara eksportir dengan importir. Sedangkan PT Mekar Cargo akan mendapatkan fee atau

Dengan ini diharapkan minyak kepayang yang dihasilkan oleh masyarakat desa di sekitar wilayah KPHP dapat dipasarkan ke masyarakat luas.. PENGELOLAAN BIJI KEPAYANG

Untuk melakukan perbandingan terhadap pendekatan deret maka dilakukan simulasi numerik yang menghasilkan galat pada Runge-Kutta orde empat Kuntzmann lebih baik dari pada Runge