GAMBARAN UMUM EKONOMI SULAWESI TENGGARA
Disusun Oleh
Nama : Muhamad Arzan
NIM : 166602053
Program Studi : Akuntansi
Yasasan Pembina Pendidikan Bumi Enam Enam Kendari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Enam Enam
KATA PENGANTAR
Puji sukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat hidayah dan karunia-Nya karya tulis ini dapat terselesaikan.
Disamping itu, penyelesaian karya tulis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian karya tulis ini.
Penyusun menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya penyusun berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mawasangka, 10 Januari 2018 Penyusun
ttd
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I SEKILAS SULAWESI TENGGARA ... 1
BAB II GAMBARAN UMUM EKONOMI ... 5
BAB III KESIMPULAN ... 20
BAB I
SEKILAS MENGENAI SULAWESI TENGGARA
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Secara astronomis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02°45'-06°15' Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120°45'-24°45' Bujur Timur.
Provinsi Sulawesi Tenggara mencakup daratan Pulau Sulawesi dan kepulauan. Wilayah daratan, mencakup jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan beberapa pulau kecil, seluas 38.067,7 km². Sedangkan wilayah perairan (laut)
Sulawesi Tenggara diperkirakan seluas 110.000 km² (74 persen). Daratan Sulawesi Tenggara umumnya memiliki permukaan tanah yang bergunung, bergelombang berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukit-bukit, terbentang dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Dengan kondisi ini, sebagian besar masyarakat Sulawesi Tenggara bermata pencaharian dari sektor pertanian.
Kabupaten Konawe Selatan menjadi kabupaten/kota terluas di Sulawesi Tenggara, sedangkan Kota Baubau saat ini memiliki luasan terkecil.
Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom Tingkat I berdasarkan Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No.13 Tahun 1964, dengan ibukota Kendari tanggal 27 April 1964. Tahun 2016 Sulawesi Tenggara memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52. Saat ini, Sulawesi Tenggara terdiri dari 15 kabupaten, 2 kota, 220 kecamatan, 1953 desa/UPT, dan 376 kelurahan.
Kabupaten Buton Tengah, Buton Selatan dan Muna Barat merupakan tiga kabupaten termuda di Sulawesi Tenggara. Sampai saat ini, Kabupaten Buton
menjadi kabupaten yang paling sering memekarkan daerah otonomi baru, berjumlah 4 kabupaten dan 1 kota. Selama tiga tahun terakhir, jumlah kecamatan dan jumlah desa/kelurahan tercatat berulangkali mengalami peningkatan akibat pemekaran wilayah. Sampai saat ini, Kabupaten Konawe tercatat memiliki kecamatan terbanyak yaitu 28 kecamatan.
Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara Sulselra dengan Baubau sebagai ibukota kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasarkan Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No.13 Tahun 1964. Selanjutnya dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 1959, Kabupaten Sulawesi Tenggara yang dimekarkan. Sejak awal terbentuknya, Provinsi Sulawesi Tenggara telah mengalami beberapa kali pemekaran. Awalnya hanya terdapat 4 kabupaten, yaitu Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna. Saat ini, sudah menjadi 15 kabupaten dan 2 kota di Sulawesi Tenggara. Kabupaten Buton Tengah, Buton Selatan, dan Kabupaten Muna Barat merupakan tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) termuda di Sulawesi Tenggara saat ini. Untuk
membiayai pembangunan, pemerintah rovinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 menghabiskan anggaran belanja sekitar 2.349 triliun rupiah, seperti yang tercatat dalam realisasi APBD. Jumlah ini lebih kecil dari total pendapatan pada 2015 yang besarnya sekitar 2.471 triliun rupiah. Pada tahun 2015, PAD hanya menyumbang sebesar 667 miliar rupiah (26,99 persen), DAU menyumbang sekitar 1.176 triliun rupiah (47,60 persen) dan DAK sekitar 86 miliar rupiah (3,50 persen). Selama periode 2014-2015 telah terjadi kenaikan PAD, DAU, dan DAK masing-masing sebesar 11,17 persen, 11,58 persen, dan 45,76 persen.
kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sendiri terus bertambah setiap tahunnya, sampai tahun 2016 mencapai sekitar 2,55 juta jiwa. Selama setahun terakhir, penduduk Sulawesi Tenggara diproyeksikan bertambah sekitar 51 ribu jiwa, baik dari kelahiran atau dari migrasi. Dengan jumlah penduduk yang meningkat tersebut, laju pertumbuhan penduduk juga tercatat meningkat dari 2,14 persen pada tahun 2014 menjadi 2,16 persen pada tahun 2016. Jika dirinci menurut kabupaten/kota, laju pertumbuhan penduduk tercepat tercatat di Kota Kendari (3,42 persen) dan paling lambat di Kabupaten Wakatobi (0,24 persen). Dengan luas wilayah sekitar 38.067,7 km2
pada tahun 2016, secara rata-rata setiap km2 wilayah Sulawesi Tenggara ditinggali oleh 67 orang penduduk, dengan rata-rata 4 sampai 5 orang per rumahtangga. Kota Kendari dengan persebaran penduduk sebesar 14,09 persen memiliki tingkat kepadatan yang paling tinggi, mencapai 1.194 jiwa/ km2, diikuti Kota Baubau dengan persebaran penduduk sebesar 6,20 persen dengan kepadatan 716 jiwa/km2. Untuk wilayah kabupaten di Sulawesi Tenggara seperti Wakatobi, Buton Selatan, dan Muna tergolong relatif padat, masing-masing 170 jiwa/km2, 153 jiwa/km2, dan 112 jiwa/km2. Secara umum, jumlah penduduk laki-laki relatif lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukan oleh besaran sex ratio sebesar 101,08. Artinya pada tahun 2016, untuk setiap 100 penduduk perempuan di Sulawesi Tenggara terdapat sekitar 101 laki-laki.
Berdasarkan lapangan pekerjaan utama, sekitar sepertiga penduduk Sulawesi Tenggara tercatat bekerja di sektor pertanian. Persentase yang bekerja di sektor ini menunjukkan tren meningkat lalu menurun jika dihitung sejak tahun 2014 hingga 2016. Pada tahun 2014 yang bekerja di sektor pertanian mencapai 42,62 persen. Selanjutnya di tahun 2015 meningkat menjadi 45,52 persen, lalu
Penduduk Sulawesi Tenggara baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja pada tahun 2016, paling banyak berada pada jenjang usia 35-44 tahun, masing-masing 13,45 persen dan 10,94 persen. Secara umum, laki-laki merupakan penduduk yang paling banyak bekerja untuk semua kelompok umur. Adapun jenjang usia 55 tahun ke atas, baik laki-laki dan perempuan, merupakan penduduk yang paling sedikit bekerja, tepatnya kelompok usia 60-64 tahun, yakni 1,78 persen untuk la Selain menjadi salah satu kebutuhan primer, rumah juga menjadi salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat. Rumah layak huni, sumber air minum yang bersih, serta penerangan listrik adalah indikator utamanya. Pada
tahun 2016, tercatat lebih dari dua per tiga rumahtangga di Sulawesi Tenggara telah menempati bangunan rumah dengan status
BAB II
GAMBARAN UMUM EKONOMI SULAWESI TENGGARA
Secara umum untuk mengetahui gambaran umum ekonomi suatu daerah perlu dilihat dari beberapa aspek penujang, diantaranya aspek pertumbuhan ekonomi, aspek inflasi, tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat dan prospek ekonomi kedepannya.
Gambaran umum ekonomi Sulawesi Tenggara yang akan kami bahas pada karya tulis ini mencakup akan mengurai mengenai diatas. Data yang diambil pada karya tulis ini berasal dari data Bank Indonesia dan badan pusat statistik.
A. ASPEK PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Secara umum ekonomi Sulawesi Tenggara saat ini cukup baik jika dibanding dengan daerah daerah lainnya. Berdasarkan catatan dari Bank Indonesia pada bulan november 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara masih berada diatas pertumbuhan rata rata eknomi nasional. Pada triwulan III tahun 2017 pertumbuhan ekonomi daerah ini tercatat positif yakni dikisaaran 6,05% (yoy), lebih tinggi dibandikan rata rata pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat pada nilai 5,1% (yoy). Namun pertumbuhan ekonomi ini melambat jika dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan sebelumnya yang mencatatkanpertumbuhan positif di nilai 7,0% (yoy). Perlambatan ini diakibatkan beberapa hal yang dapat dilihat pada aspek Permintaan (Demand) dan Penawaran (Supply). Dari sisi permintaan perlambatan ekonomi ini diakibatkan oleh konsumsi rumah tangga yang melambat disertai dengan akselerasi yang terjadi pada impor produk barang dan jasa dari luar negeri. Dari sisi penawaran perlambatan terjadi pada lapangan usaha utama seperti
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha industri pengolahan. Perlambatan dari sisi penawaran ini memiliki peran yang cukup signifikan karena terjadi pada bidang usaha pertanian, yang sebagaimana kita ketahui bahwa hampir sepertiga penduduk Sulawesi Tenggara bekerja sebagai petani.
tumbuh sampai pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy)., meningkat jika dibandingkan tahun 2017 yang berada pada kisaraan 6,9% - 7,3% (yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global. Selain itu perkiraan pertumbuhan ekonomi ini juga ditunjang oleh meningkatnya indeks NTP (Nilai Tukar Petani Sultra) pada desember 2017, yang berdasarkan publikasi BPS Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada nilai 95,47. Beberapa
asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2) peningkatan konsumsi rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya ekspor komoditas utama.
Berdasarkan spasial kawasan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang tercatat tumbuh sebesar 6,5% (yoy) di triwulan III 2017 merupakan pertumbuhan tertinggi ketiga di kawasan. Perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara juga merupakan penyumbang terbesar ketiga dengan sumbangan sebesar 13,6% terhadap perekonomian Kawasan Sulawesi setelah Sulawesi Selatan (48,6%) dan Sulawesi Tengah (15,8%). Namun perlambatan pertumbuhan yang terjadi menyebabkan andil perekonomian di Sulawesi Tenggara menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 13,7%.
Pertumbuhan ekonomi dikawasan sulawesi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Kawasan Triwulan IV
2016
Triwulan I
2017
Triwulan II
2017
Triwulan III
2017
Sulawesi Utara 6,5 6,4 5,8 6,5
Sulawesi Tengah 3,8 3,9 6,6 8,7
Sulawesi Selatan 7,6 7,5 6,6 6,3
Sulawesi Tenggara 7,6 8,1 7,0 6,5
Gorontalo 7,0 7,3 6,6 5,3
Sulawesi Barat 7,5 7,4 4,8 6,9
Sulawesi 6,8 6,8 6,5 6,7
Berikut adalah grafik pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara tahun 2015 2016 dan 2017.
Dari grafik diatas kita dapat melihat bahwa dalam kurun waktu tiga tahun terakhir semenjak tahun 2015 ekonomi Sulawesi Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan laju pertumbuhan diatas rata rata pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, ekonomi sultra tumbuh sebesar 6,5% lebih besar dibandikan rata rata ekonomi nasional yang tercatat pada angka 5,1%.
Dari grafik juga kita dapat melihat bahwa pada triwulan I tahun 2016 pertumbuhan ekonomi sultra mengalami perlambatan. Hal ini diakibatkan oleh perlambatan konsumsi pemerintah dan peningkatan transaksi impor barang luar negeri. Konsumsi pemerintah pada tahun 2016 mengalami perlambatan akibat
adanya penghematan anggaran pemerintah dan penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat. Sementara untuk Peningkatan impor sultra ini didorong adanya impor mesin dan peralatan tambang dalam rangka pembangunan smelter di beberapa lokasi di Sulawesi Tenggara. Namun demikian pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi sultra mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2017 dari sisi permintaan terjadi pada semua komponen, mulai dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi hingga ekspor luar negeri. Meskipun demikian, meningkatnya impor luar negeri yang menjadi pengurang dari PDRB menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi masih terbatas.
Peningkatan tersebut didorong oleh masih berlakunya relaksasi ekspor bijih nikel kadar rendah. Selain itu, mulai berakhirnya pembangunan smelter baik dari sisi bangunan ataupun infrastruktur diperkirakan akan mendorong terjadinya perbaikan dari sisi impor. Masuknya beberapa investasi baru juga diprediksikan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada periode mendatang. Konsumsi baik dari rumah tangga maupun pemerintah diperkirakan akan mengalami perbaikan.
B. ASPEK INFLASI DAERAH
Berdasarkan publikasi BPS Sultra pada bulan november 2017, inflasi daerah sultra tercatat mengalami penurunan pada nilai 3,18% (yoy) jika dibandikan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat pada nilai 5,21% (yoy). Catatn ini pula lebi rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan nilai 3,27%
(yoy).
Dengan kondisi yang telah dipaparkan diatas, inflasi Sulawesi Tenggara mencatatkan capaian yang lebih rendah dibandikan dengan inflasi nasional yang berada pada nilai 3,72% (yoy) dan inflasi sulawesi
yang tercatat pada nilai 3,62% (yoy). Secara spasial infalsi Sulawesi Tenggara merupakan inflasi terendak ketujuh secara nasional dan terendah pertama pada
daerah sulawesi.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, serta kelompok bahan makanan seiring dengan telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari besar keagamaan yang berada pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan berasal dari komoditas bawang merah dan beras. Selain faktor normalisasi harga pasca Lebaran, kedua komoditas tersebut juga mencatatkan kecukupan pasokan seiring dengan masuknya periode panen yang terjadi di beberapa sentra penghasil. Komoditas bawang putih turut mengalami penurunan harga di tengah kebijakan impor bawang putih oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, beberapa komoditas ikan segar, meliputi ikan kembung, ikan cakalang, dan ikan bandeng, menahan penurunan inflasi bahan makanan lebih dalam. Hal ini terjadi karena kondisi cuaca di awal triwulan yang masih mengalami curah hujan tinggi
mencapai 300 mm per hari sementara kondisi perairan Sulawesi Tenggara yang masih mengalami angin timur juga memiliki kondisi gelombang yang tinggi.
Kelompok lainnya yang juga mencatatkan penurunan tekanan inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar. Penurunan inflasi terutama berasal dari komoditas bahan bakar rumah tangga dan komoditas bahan baku bangunan seperti semen dan batu bata. Selain itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau juga mengalami penurunan. Kondisi ini terutama didorong penurunan harga komoditas gula pasir, seiring dengan implementasi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir yang telah ditetapkan semenjak April 2017 serta normalisasi permintaan masyarakat pasca Ramadhan dan Idul Fitri.
Ditinjau dari kota perhitungan inflasi di Sulawesi Tenggara, penurunan inflasi tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh menurunnya harga yang terjadi di dua kota perhitungan inflasi di Sulawesi Tenggara, baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau. Inflasi di Kota Kendari pada triwulan III 2017 menurun menjadi 3,49% (yoy) dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang mencapai
6,17% (yoy). Inflasi di Kota Baubau juga mengalami penurunan dari 2,67% (yoy) menjadi 2,37% (yoy) pada triwulan III 2017.
kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau disumbangkan oleh penurunan harga komoditas gula pasir dan berbagai minuman ringan.
Penurunan inflasi juga terpantau di Kota Baubau. Menurunnya inflasi di kota ini disebabkan oleh penurunan harga pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, seiring dengan normalisasi tarif angkutan udara. Inflasi kelompok ini mencatatkan deflasi lebih dalam, dari sebelumnya deflasi 1,17% (yoy) pada triwulan II 2017, menjadi deflasi 8,62% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan inflasi juga terjadi untuk kelompok bahan makanan, dari sebelumnya inflasi 1,63% (yoy) menjadi 6,62% (yoy), yang disebabkan oleh
penurunan harga beras, bawang merah, buah-buahan terutama pisang dan apel. Penurunan inflasi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau yang disebabkan oleh menurunnya harga gula pasir dan makanan ringan di tengah kembali normalnya permintaan masyarakat.
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan III 2017 difokuskan pada upaya meningkatkan produksi dan pasokan pangan strategis. Upaya yang dilakukan antara lain yaitu mengimplementasikan Urban Farming untuk komoditas sayur-sayuran, rapat koordinasi membahas permasalahan pasokan ikan tangkap, sosialisasi kebijakan HET untuk komoditas beras dan gula pasir, serta upaya penguatan TPID tingkat kabupaten. Langkah-langkah pengendalian inflasi yang ditempuh adalah Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi antar TPID dan Menambah Ketersediaan Pasokan Sayur-Sayuran Melalui Urban Farming
C. ASPEK PERBANKAN
Dalam Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, ketahanan individu saja tidak cukup, perlu juga dilihat interkoneksi yang terjadi antara komponen untuk memitigasi terjadinya risiko sistemik. Di Sulawesi Tenggara, rumah tangga merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian dan sistem keuangan baik dari sisi kontribusi maupun keterkaitannya dengan perbankan, pemerintah, lembaga keuangan lainnya dan korporasi.
oleh rumah tangga digunakan untuk meningkatkan porsi tabungan dan pembayaran cicilan yang masing-masing mencapai 28,3% dan 15,1%.
Secara umum, rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang menjadi responden Survei Konsumen relatif telah memiliki produk-produk perbankan. Sebanyak 90,3% responden telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak 75,3% telah memiliki kartu debit yang merupakan fasilitas standar tabungan perbankan pendamping tabungan. Sementara dari sisi kredit, instrumen yang paling banyak dimanfaatkan oleh rumah tangga adalah kredit kendaraan yang pangsanya mencapai 22,3% dan kartu kredit yang dimiliki oleh 10,7% responden. Selain itu,
dari sisi kepemilikan uang elektronik, hanya sebanyak 1,7% dari responden rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang memilikinya. Rendahnya angka tersebut mendorong perlu adanya upaya terkoordinasi lebih intensif untuk memasyarakatkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
Dalam menentukan pilihan simpanan bank, beberapa faktor mempengaruhi preferensi rumah tangga. Secara agregat, rumah tangga memilih simpanan bank berdasarkan faktor keamanan (26%) seperti adanya jaminan pemerintah atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Faktor kedua adalah kualitas pelayanan berupa keramahan dan kemudahan dalam melakukan transaksi. Faktor ketiga utama adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh dan aksesibilitas
Peran sektor rumah tangga dalam sistem keuangan Sulawesi Tenggara terlihat dari dominasi dana pihak ketiga (DPK) rumah tangga di sektor perbankan. Pangsa DPK perseorangan mencapai 68,1% dari total DPK di Sulawesi Tenggara. Secara nominal, DPK perseorangan mencapai Rp11,6 triliun. Selain pangsa yang besar, DPK perseorangan juga kembali mencatatkan pertumbuhan yang tinggi sebesar 12,5% (yoy) walau angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,20% (yoy).
pada produk giro yang pada saat periode pelaporan hanya sebesar 3,4% dari total DPK perseorangan.
Berdasarkan nominalnya, deposito tercatat tumbuh sebesar 5,3%, (yoy), naik dari periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,5% (yoy). Sementara itu tabungan kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 39,7% (yoy), naik dari 34,6% (yoy) pada periode sebelumnya. Kondisi tersebut sejalan dengan meningkatnya proporsi rumah tangga yang memiliki dana cadangan dengan jumlah lebih besar dari 1 bulan pendapatan. Sebaliknya, giro perseorangan terkontraksi sebesar 12,6% (yoy) dari sebelumnya tumbuh sebesar
72,1% (yoy). Selain kontraksi pertumbuhan, volatilitas pada giro perseorangan perlu menjadi perhatian karena dapat menjadi sumber kerentanan keuangan rumah tangga walaupun secara pangsa masih relatif kecil.
Selain DPK, keterkaitan rumah tangga dengan perbankan juga dapat terlihat dari penyaluran kredit perbankan. Di Sulawesi Tenggara kredit ke rumah tangga mendominasi realisasi penyaluran kredit pada triwulan III 2017. Hal ini terlihat dari pangsa kredit untuk perseorangan yang mencapai 80,1% dari total kredit yang direalisasikan. Dari sisi penggunaannya, sebagian besar kredit perseorangan tersebut masih digunakan untuk konsumsi dengan pangsa sebesar 68,6%. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan periode sebelumnya terdapat peningkatan kredit untuk kegiatan yang produktif. Pangsa kredit produktif modal kerja dan investasi masing-masing mencapai 23,6% dan 7,7% dari total kredit pada triwulan III 2017.
Dari sisi pertumbuhannya, pada triwulan III 2017 kredit konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 11,7% (yoy), sedikit lebih tinggi dari periode sebelumnya dari sebelumnya sebesar 11,4% (yoy). Kenaikan pertumbuhan tersebut selaras dengan
kenaikan pertumbuhan kredit multiguna dan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang masing-masing tumbuh sebesar 13,6% dan 10,4% (yoy). Sementara itu, kredit kendaraan bermotor (KKB) mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 2% (yoy).
kredit yang ditunjukkan dengan persistensi NPL kredit konsumsi rumah tangga. NPL kredit konsumsi rumah tangga pada periode pelaporan tercatat sebesar 1,5% sama dengan posisi triwulan II 2017.
Aset Bank Umum
Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,07 triliun, tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 10,1% (yoy). Penurunan laju
pertumbuhan tersebut disebabkan penurunan aset seluruh kelompok bank terutama kelompok bank pemerintah.
Berdasarkan pangsanya, pada periode laporan bank pemerintah masih mendominasi industri perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi aset mencapai 83,9% dari total aset bank umum, sedangkan pangsa total aset bank swasta nasional hanya sebesar 16,1% dari total aset bank umum di Sulawesi Tenggara.
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017 kembali mencatatkan pertumbuhan positif dan menembus level double digit menjadi 10,6% (yoy). Pertumbuhan DPK tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,7% (yoy). Dengan demikian, total DPK di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2017 mencapai Rp17,07 triliun.
Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank umum di Sulawesi Tenggara ditempatkan pada fasilitas tabungan dengan pangsa 47,8%. Sedangkan untuk giro dan deposito terjadi perubahan besaran pangsa, dimana pada triwulan
III 2017, deposito menempati tempat kedua dengan pangsa pasar sebesar 28,7% dan giro sebesar 23,5%.
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen, pada triwulan III 2017, peningkatan DPK didorong oleh pertumbuhan deposito yang tumbuh sebesar 24,5% (yoy), dua kali lipat lebih dari dibandingkan dengan triwulan II 2017 yang tercatat sebesar 10,6%.
Secara spasial, DPK Sulawesi Tenggara masih terpusat di Kota Kendari baik secara nominal maupun jumlah rekeningnya. Pangsa secara nominal untuk kota tersebut mencapai 49,1% sementara dari jumlah rekening mencapai 36%. Selanjutnya diikuti oleh Kota Bau-Bau dan Kab. Kolaka dengan pangsa masing-masing sebesar 14,6% dan 12,0%. Ketiga daerah tersebut menjadi pusat konsentrasi DPK karena merupakan pusat aktivitas bisnis dan keuangan di Sulawesi Tenggara. Dari sisi pertumbuhan spasial, Kab. Buton mencatatkan tingkat pertumbuhan tertinggi dengan tumbuh 25,2% (yoy), disusul oleh Kab. Kolaka dan Kota Kendari yang masing-masing tumbuh 21,4% dan 14,4% (yoy).
Daerah lainnya mencatatkan pertumbuhan positif kecuali Kab. Bombana. Secara umum, hal ini mengindikasikan perbankan juga sudah aktif menjangkau daerah kabupaten dan kesadaran masyarakat untuk menabung juga semakin meningkat.
Tabungan
Pada triwulan III 2017, penghimpunan dana tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar 5,7% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Secara nominal, total tabungan masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai dengan periode laporan mencapai Rp8,16 triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang rekening tabungan adalah nasabah perseorangan sebesar 96,44%, diikuti oleh korporasi sebesar 3,30% dan sisanya adalah nasabah pemerintah. Preferensi penempatan oleh pemilik dana dari pemerintah pusat dan daerah lebih besar menempatkan dananya di bank pemda
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar penabung di Sulawesi Tenggara memiliki tabungan sampai dengan Rp100 juta yaitu mencapai 99,26%
dari total rekening tabungan. Sementara itu penabung dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit dengan pangsa hanya sebesar 0,02%.
Deposito
triliun. Kenaikan pada deposito tersebut didorong oleh deposan besar (nilai deposito di atas Rp1 miliar) yang sampai dengan triwulan III 2017 memiliki pangsa 59,8% total deposito Sulawesi Tenggara walau secara rekening hanya mencatatkan 2,78% total rekening deposito. Konsentrasi pangsa nominal deposito pada sejumlah rekening tersebut membutuhkan perhatian khusus agar ketahanan dari sisi DPK berupa deposito tetap terjaga.
Dari sisi pemilik rekening, seperti halnya tabungan, perseorangan masih mendominasi pangsa deposito Sulawesi Tenggara untuk dana yang ditempatkan di bank persero, bank swasta maupun bank pemda. Korporasi memiliki pangsa
terbesar kedua diikuti oleh deposito milik pemda. Sementara itu berdasarkan jangka waktu penempatan deposito, secara umum penempatan 1 bulan masih di mendominasi pangsa deposito Sulawesi Tenggara diikuti oleh deposito 1 tahun atau lebih dan 3 bulan. Jangka penempatan deposito yang tidak terkonsentrasi pada salah satu tenor tertentu merupakan salah satu hal yang berguna untuk menjaga ketahanan perbankan, namun diperlukan perhatian khusus agar perbankan terhindar dari mismatch karena lebih dari 50% dana biaya tinggi perbankan (deposito) memiliki tenor yang relatif pendek.
Giro
Pada triwulan III 2017, penempatan dana di giro tumbuh sebesar 6% (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,4% (yoy). Penurunan pertumbuhan giro ini disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan pada giro yang dimiliki oleh perseorangan yang tumbuh sebesar 40,0% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh 6,8% (yoy). Sementara itu dana giro pemerintah menguat terbatas
dengan tumbuh 0,1% (yoy) setelah mengalami kontraksi 10,5% pada triwulan sebelumnya. Dari sisi kepemilikan, pangsa terbesar pemilik giro adalah nasabah pemerintah (76,6%), korporasi (14,5%), dan perseorangan (8,9%).
Penyaluran Kredit
kredit perbankan yang disalurkan sampai dengan triwulan III 2017 mencapai Rp19,9 triliun
D. TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017 diindikasikan belum mengalami perbaikan yang signifikan. Hal ini juga sejalan dengan terjadinya perlambatan ekonomi pada periode tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung pada penawaran lapangan pekerjaan (demand of labor) dan angkatan kerja yang tersedia (supply of labor).
Pada triwulan III 2017, kondisi penawaran tenaga kerja di Sulawesi Tenggara cenderung mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan dari penurunan jumlah angkatan kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Agustus 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Masih belum adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang signifikan pada triwulan III 2017 tercermin dari peningkatan kondisi permintaan tenaga kerja yang masih relatif kecil. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara umum jumlah pelaku usaha yang masih memiliki jumlah tenaga kerja yang tetap mencapai 84%. Sementara itu, terdapat 8% pelaku usaha yang melakukan penambahan namun juga terdapat 8% pelaku usaha yang melakukan pengurangan tenaga kerja.
Penurunan kesejahteraan juga terjadi pada tingkat konsumen yang dicerminkan pada terjadinya penurunan tingkat penghasilan masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara yang menunjukkan penurunan Indeks Penghasilan Konsumen
(IPK) dari 122,7 pada triwulan II 2017 menjadi 119 pada triwulan III 2017. Penurunan ini terus terjadi sejak awal tahun 2017 hingga triwulan III 2017.
E. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2018 adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha utama, (2) peningkatan konsumsi rumah tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan (4) meningkatnya ekspor komoditas utama.
1. Peningkatan kinerja lapangan usaha
Pada tahun 2018 mendatang kinerja lapangan usaha utama yang diperkirakan mengalami peningkatan diantaranya yaitu lapangan usaha industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan besar. Dari sisi lapangan usaha industri pengolahan, peningkatan kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu adanya beberapa perusahaan pengolah nikel (smelter) yang sudah beroperasi penuh di tahun 2018 dan faktor permintaan nikel olahan seperti feronikel dan Nickel Pig Iron (NPI) dunia yang diperkirakan meningkat.
Dari data ESDM, minimal terdapat 2 perusahaan pengolah nikel yang sudah beroperasi penuh dan telah melakukan ekspor pada awal tahun 2018. Bahkan diperkirakan dengan adanya tambahan dana dari penjualan ore nickel low grade, beberapa perusahaan yang sedang membangun smelter dapat lebih cepat menyelesaikan proyek pembangunannya dan dapat segera beroperasi.
Dari lapangan usaha konstruksi, peningkatan yang terjadi didorong oleh adanya proyek-proyek infrastruktur pemerintah pusat yang ada di Sulawesi Tenggara. Beberapa proyek yang masih berlangsung dan porsi pengerjaan konstruksinya lebih banyak di tahun 2018 antara lain pembangunan Bendungan
Ladongi, Jembatan Teluk Kendari, New Port Kendari dan beberapa proyek terkait dengan pembangunan pembangkit listrik. Selain itu, peningkatan konstruksi juga didukung oleh peningkatan investasi PMA/PMDN, terutama untuk membangun smelter pengolahan nikel. Dari data BCI, pada tahun 2018 minimal terdapat pembangunan proyek di Sulawesi Tenggara senilai Rp1,7 triliun baik dari sektor pemerintah maupun sektor swasta.
Dari sisi lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, peningkatan kinerja yang terjadi pada tahun 2018 didorong oleh meningkatnya perdagangan luar negeri dan penghasilan rumah tangga. Perdagangan luar negeri yang meningkat lebih
banyak didorong oleh peningkatan ekspor nikel olahan dan ore nickel. Pada akhir
grade sebesar 4 juta ton untuk 2 perusahaan di Sulawesi Tenggara. Kuota tersebut
berlaku selama 12 bulan ke depan. Dengan demikian, secara total sudah terdapat 9 juta
ton kuota ekspor ore nickel low grade untuk 4 perusahaan pertambangan dan smelter
yang ada di Sulawesi Tenggara.
2. Peningkatan konsumsi rumah tangga
Peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha di Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diperkirakan dapat meningkatkan tingkat penghasilan rumah tangga. Selain itu, pada tahun tersebut terjadi peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,71%, lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 8,25%. UMP Sulawesi Tenggara mencapai Rp2.177.053 pada tahun 2018, lebih tinggi dari UMP tahun 2017 yang hanya sebesar Rp2.002.625.
Selain itu, jumlah penduduk usia produktif (antara 15 s.d 65 tahun) juga diperkirakan akan meningkat di tahun 2018 sebesar 2,26%. Selain itu, persentase penduduk yang masuk dalam usia produktif juga semakin meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diperkirakan dapat mendorong peningkatan jumlah masyarakat berpenghasilan menengah (middle income group) yang menopang konsumsi domestik.
3. Peningkatan investasi
Pada tahun 2018 mendatang terdapat peningkatan investasi terutama dari PMA/PMDN. Informasi dari Dinas Penanaman Modal Sulawesi Tenggara, target realisasi investasi pada tahun mendatang meningkat dari Rp10 triliun menjadi Rp27 triliun. Peningkatan tersebut sebagian besar terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan khususnya yang berkaitan dengan industri pengolahan nikel. Selain itu, terdapat pula beberapa minat investasi pada lapangan usaha perkebunan, tambak ikan budidaya dan industri gula. Selain dari sektor swasta, proyek-proyek pemerintah yang bersumber dari APBN diperkirakan masih tetap berlangsung dan meningkat pada tahun 2018.
4. Peningkatan ekspor luar negeri
maupun negara Asia lainya seperti Jepang dan Korea Selatan. Selain itu, dengan adanya tambahan kuota ekspor ore nickel low grade, ekspor komoditas tersebut diperkirakan akan meningkat.
Namun dari hal hal diatas masih ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi sultra, yakni sektor ekonomi digital dan sektor ekonomi leisure/hiburan yang saat ini cenderung banyak digandrungi. Ekonomi digital saat ini telah banyak mengisi berbagai sendi sendi kehidupan masyarakat sultra. Pada bidang transportasi udara misalnya, kehadiran jasa
pemesanan pesawat online berpengaruh terhadap jasa jasa penjualan tiket konvensional. Perkembangan ekonomi digital di sultra salah satunya ditandai oleh masuknya moda transportasi online di daeah ini. Masuknya taxi/ojek online di Kendari sedikit banyak berpengaruh terhadap pendapatan taxi non online/konvensional. Kedepan diduga segmen yang akan disasar akan bertambah. Sebenarnya jauh sebelum masuknya taxi online, masyarakat Sultra sudah memanfaatkan ekonomi digital. Belanja via online atau online shop bahkan sudah dilakukan penduduk beberapa tahun yang lalu. Untuk membeli peralatan elektronik atau pakaian, pembeli tinggal memesan secara online. Kemudian barang pesanan pun akan tiba di rumah, tanpa perlu repot-repot ke mall atau pusat perbelanjaan.
Sektor leisure atau hiburan juga menjadi primadona dan potensial saat ini. Sebut saja pariwisata yang kedepan diharapkan menjadi core ekonomi Indonesia. Menteri Pariwisata, Arif Yahya menyebut sektor pariwisata diharapkan mampu menyumbang sekitar 15% terhadap perekonomian Indonesia.
Untuk mendukung program pariwisata tersebut, kini kementrian pariwisata
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum ekonomi Sulawesi Tenggara saat ini cukup baik jika dibanding dengan daerah daerah lainnya. Berdasarkan catatan dari Bank Indonesia pada bulan november 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara masih berada diatas pertumbuhan rata rata eknomi nasional. Pada triwulan III tahun 2017 pertumbuhan ekonomi daerah ini tercatat positif yakni dikisaaran 6,05% (yoy), lebih tinggi dibandikan rata rata pertumbuhan ekonomi nasional yang
tercatat pada nilai 5,1% (yoy). Namun pertumbuhan ekonomi ini melambat jika dibanding dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan sebelumnya yang mencatatkanpertumbuhan positif di nilai 7,0% (yoy).
Ditinjau dari sisi inflasi pada bulan november 2017, inflasi daerah sultra tercatat mengalami penurunan pada nilai 3,18% (yoy) jika dibandikan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat pada nilai 5,21% (yoy). Catatn ini pula lebi rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan nilai 3,27% (yoy).
Dengan kondisi yang telah dipaparkan diatas, inflasi Sulawesi Tenggara mencatatkan capaian yang lebih rendah dibandikan dengan inflasi nasional yang berada pada nilai 3,72% (yoy) dan inflasi sulawesi yang tercatat pada nilai 3,62% (yoy). Secara spasial infalsi Sulawesi Tenggara merupakan inflasi terendak ketujuh secara nasional dan terendah pertama pada daerah sulawesi.
Sumber utama penurunan inflasi tersebut berasal dari kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, serta kelompok bahan makanan seiring dengan telah kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari besar
keagamaan yang berada pada triwulan sebelumnya.
Ditinjau dari aspek perbankan, aset bank umum yang berada di Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2017 mencapai Rp24,07 triliun, tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 10,1% (yoy). Penurunan laju pertumbuhan tersebut disebabkan penurunan aset seluruh kelompok bank terutama kelompok bank pemerintah.
tersebut. Kondisi ketenagakerjaan di suatu daerah tergantung pada penawaran lapangan pekerjaan (demand of labor) dan angkatan kerja yang tersedia (supply of labor).
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada tahun 2018 diprakirakan berada pada kisaran 7,1% - 7,5% (yoy) mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode 2017 yang diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,9% - 7,3% (yoy). Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut searah dengan prakiraan perekonomian Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan mengalami
peningkatan. Kinerja lapangan usaha pertanian, pertambangan dan industri pengolahan yang masih mendominasi perekonomian Sultra secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
RUJUKAN
1. Bank Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Periode November 2017.
2. Bank Indonesia. Laporan Nusantara November 2017. 3. BPS. Statistik Daerah Sulawesi Tenggara Tahun 2017. 4. BPS. Provinsi Sulawesi Tenggara Dalam Angka Tahun 2017.