• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL

DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU

YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Santa Viany Cahya Paneri NIM: 031124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv Skripsi ini saya persembahkan kepada :

¾ Keluarga Muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta ¾ Romo Paroki dan Dewan Paroki Santo Antonius Kotabaru ¾ Bapak dan Ibu serta seluruh keluarga

¾ Tante Lusi dan Oom Gerard Steeman

(5)

v

MOTTO

Setialah dalam perkara-perkara kecil....

(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap keluarga muda katolik di Paroki Santo Antonius Kotabaru yang berada dalam situasi jaman modern yang penuh perubahan. Dalam hal ini Gereja perlu melindungi dengan memberikan perhatian khusus terhadap mereka, karena dari merekalah akan lahir penerus-penerus Gereja dan juga masyarakat.

Menanggapi persoalan yang terungkap dalam latar belakang tersebut, ada dua langkah penting yang dilakukan oleh penulis. Pertama, penulis melakukan studi pustaka dan refleksi tentang kehidupan beriman keluarga-keluarga muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Kedua, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keluarga-keluarga muda tersebut telah membangun keluarganya sebagai Gereja Rumah Tangga yang di dalamnya terkandung komponen-komponen formatif hidup beriman keluarga. Adapun hasil penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner terhadap responden.

Dari pengolahan hasil kuesioner diketahui, bahwa keluarga-keluarga muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru sudah membangun komponen-komponen formatif yang terkandung di dalam keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga. Walaupun demikian masih diperlukan adanya pendampingan dan pembinaan bagi mereka sebagai keluarga muda. Mereka juga mengungkapkan harapan mereka untuk mendapatkan pembinaan dari Gereja dalam semua bidang pembinaan keluarga seperti komunikasi di dalam keluarga, pendidikan anak, ekonomi keluarga dan seks.

(8)

viii

ABSTRACT

This study is entitled “INTEGRAL FORMATIONS FOR YOUNG CATHOLIC FAMILIES IN SANTO ANTONIUS PARISH, KOTABARU, YOGYAKARTA”. The background of this study is concern to catholic young married couples in Santo Antonius Parish Kotabaru who staying in modern-day situation which is the full of change. In this case Church require to protecting by giving special attention to them, because from they will bear routers of Church as well as society.

In face of the problems inherent in that background, the author took two important steps: first, she did a study on the pertinent litteratures; secondly, she conducted a survey, in the form of questionnaire distributed among the respondents in the aforementioned parish, to inquiry how far the young married couples had tried to build their family as a domestic church, something which includes many formative elements of the faith-life.

The survey yielded a result which, among other things, shows that the young families in Santo Antonius Parish have, to a certain extent, attempted to build up formative elements in their family life. However, they are still in need of assistance and formation from the part of the church in various aspects of family life such as communication in the family, education of children, economic management of the family and the role of sexual life in the family.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah Bapa Yang Maha Baik, sebab berkat rahmat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik, dari awal sampai terselesaikannya. Meskipun dalam proses banyak kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai, namun kesulitan itu dapat diatasi.

Skripsi berjudul “PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA”

mencoba mengetengahkan persoalan yang berhubungan dengan peran keluarga-keluarga muda yang membangun keluarga-keluarganya sebagai Gereja Rumah Tangga.

Melalui skripsi ini, penulis bermaksud untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi keluarga-keluarga muda dan katekis di paroki Santo Antonius Kotabru Yogyakarta, suapaya dapat mendampingi keluarga-keluarga muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan harapan Gereja. Alasan penulis memberikan perhatian khusus kepada keluarga muda, karena keluarga merupakan basis kesejatian hidup beriman umat dan dari merekalah akan lahir orang-orang yang akan membangun Gereja menjadi sebuah komunitas cinta kasih.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

(10)

x

2. Dr. M. Purwatma, Pr., selaku dosen pembimbing utama dan penguji I, yang telah dengan sabar bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di tengah-tengah kesibukannya untuk membimbing penulis mulai dari penyusunan hingga pertanggungjawaban skripsi ini.

3. Dra. Y. Supriyati, M.Pd., selaku dosen penguji III, yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam persiapan, pelaksanaan dan pengolahan hasil penelitian serta dalam pertanggungjawaban skripsi ini.

4. Segenap keluarga besar IPPAK yang telah membekali penulis dengan pengetahuan dan pengalaman serta menyediakan fasilitas pendukung untuk memperlancar studi penulis.

5. Bapak-Ibu dan seluruh keluarga yang telah memacu semangat penulis dengan memberikan dukungan moral, material dan spiritual selama studi penulis di IPPAK 6. Rm. M. Sriyanto, S.J., selaku mantan Romo Paroki Kotabaru, yang telah

memberikan bantuannya bail moril maupun materil selama penulis studi dan mendukung penulis dengan semangat dan dorongan agar segera menyelesaikan studi penulis dengan baik.

7. Rm. R. M. Wisnumurti, SJ, selaku Romo Paroki Santo Antonius Kotabaru, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan survey terhadap keluarga muda di paroki Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta.

8. Rm. J. Darminta, S.J., yang telah memberikan fasilitas perpustakaan selama penulis berada di Pusat Spiritualitas Giri Sonta.

(11)

xi

10.Para Ketua-ketua lingkungan di paroki Santo Antonius Kotabaru, yang telah memberikan kesempatan dan membantu penulis dalam mengumpulkan pasutri-pasutri muda dalam penyebaran kuesioner di lingkungannya..

11.Keluarga-keluarga muda katolik di Paroki Santo Antonius Kotabaru, atas kesediaan dan kerelaannya menjadi responden dan mendukung penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

12.Danang Wibisono,. S.H., yang dengan penuh kesabaran dan kasih telah memberikan perhatian dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Rekan-rekan mahasiswa khususnya angkatan 2003 serta teman-teman kost yang terkasih: Mother Mila, Usi Yvonne, Usi Tini, Inke, Nina dan Mbak Sylvia yang telah turut berperan dalam proses pendewasaan pribadi penulis dalam menghidupi panggilannya sebagai guru agama.

14.Rekan-rekan lektor Santo Antonius Kotabaru: PJ, Flo, Nia, Tata, Ter Gogon, Sahat, Fero, Anny, atas pengertian dan dukungannya kepada penulis untuk tidak terlibat di komunitas selama proses penyelesaian skripsi ini.

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu, yang telah berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaiaan skripsi ini.

(12)

xii

keluarga agar dapat meningkatkan usaha pembinaan keluarga yang sesuai dengan harapan Gereja.

Yogyakarta, 29 Mei 2007

(13)

xiii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR SINGKATAN DAN SEBUTAN ... BAB I. PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penulisan ... D. Manfaat Penulisan ... E. Kajian Pustaka ... F. Metode Penulisan ... G. Sistematika Penulisan... BAB II. PANDANGAN GEREJA TENTANG KELUARGA

KELUARGA KATOLIK ... A. Pengertian Keluarga ... 1. Pengertian Keluarga Secara Umum ... 2. Pengertian Keluarga Katolik ... 3. Keluarga Muda Katolik ... B. Keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga ... 1. Pengertian Gereja ... 2. Pengertian Gereja Rumah Tangga ...

(14)

xiv

3. Keluarga sebagai Komunitas Cinta Kasih ... C. Komponen-komponen Formatif di dalam Keluarga Katolik ...

1. Komunikasi ... a. Komunikasi di dalam Keluraga ... b. Komunikasi sebagai Sarana Rekonsiliasi di dalam

Keluarga ... c. Keluarga Berkomunikasi dengan Masyarakat ... 2. Keluarga Merupakan Tempat Pendidikan Anak yang Pertama

dan Utama ... a. Keluarga Merupakan Tempat Pendidikan yang Pertama... b. Keluarga Merupakan Tempat Pendidikan yang Utama... c. Keluarga Merupakan Seminari Dasar bgi Anak-anaknya ... d. Menyiapkan Anak menjadi Kader Masyarakat ... e. Pendidikan Iman Katolik pada Tahap Awal di dalam

Keluarga ... 3. Keluarga Ikut Ambil Bagian dalam Tugas Perutusan Gereja ... D. Kesimpulan ... BAB III. KEHIDUPAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI

SANTO ANTONIUS KOTABARU... A. Gambaran Umum Kehidupan Umat di Paroki Santo Antonius

Kotabaru Yogyakarta ... 1. Sejarah Paroki Santo Antonius Kotabaru ... 2. Letak Geografis ... 3. Situasi Sosial Ekonomi ... 4. Kegiatan Pengembangan Umat ... B. Gambaran Keluarga Muda Katolik di Paroki Santo Antonius Kotabaru ...

C. Keluarga-Keluarga Muda Membangun Unsur-unsur Pembentuk Gereja Rumah Tangga... 1. Tujuan Penelitian ... 2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 3. Instrumen Pengumpulan Data ... 4. Responden Penelitian ... 5. Variabel Penelitian ... D. Hasil Penelitian ... 1. Analisis Deskriptif ...

(15)

xv

2. Pembahasan Hasil Penelitian ... a. Komunikasi di dalam Keluarga ... b. Pendidikan Anak di dalam Keluarga ... c. Keluarga Turut Serta dalam Tugas Perutusan Gereja ... d. Harapan-harapan Keluarga Muda terhadap Gereja ... 3. Keterbatasan Penelitian ... BAB IV. REFLEKSI DAN USULAN PROGRAM ...

A. Pokok Refleksi: Keluarga Muda Membangun Unsur-unsur Formatif di dalam Keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga... 1. Komunikasi di dalam Keluarga ... 2. Pendidikan Anak di dalam Keluarga ... 3. Keluarga Turut Serta dalam Tugas Perutusan Gereja ... 4. Harapan-harapan Keluarga Muda terhadap Gereja ... B. Usulan Program ... 1. Makna dan Tujuan Katekese ... 2. Model Katekese Yang Digunakan ... 3. Tujuan Usulan Program ... 4. Peserta ... 5. Matriks Usulan Program Rekoleksi Keluarga Muda ... 6. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi Keluarga Muda ... BAB V. PENUTUP... ... Lampiran 2: Tabel Jawaban Responden Terhadap Kuesioner... Lampiran 3: Tabel Skor Dari Jawaban Kuesioner ... Lampiran 4: Tabel Rerata ... Lampiran 5: Kumpulan Sarana ...

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bobot Skor ... Tabel 2. Variabel Penelitian ... Tabel 3. Kisi-kisi Kuesioner ... Tabel 4. Usia Pernikahan Responden... Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden (Istri) ... Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden (Suami) ... Tabel 7. Jenis Pekerjaan Responden (Istri) ... Tabel 8. Jenis Pekerjaan Responden (Suami) ... Tabel 9. Komunikasi di dalam Keluarga ... Tabel 10. Pendidikan Anak di dalam Keluarga ... Tabel 11. Keluarga Turut serta dalam Tugas Perutusan Gereja ... Tabel 12. Cara Pendampingan ... Tabel 13. Bentuk Pembinaan ... Tabel 14. Bidang Pembinaan ...

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab suci

Seluruh singkatan Kitab suci dalam skripsi ini diambil dari Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) tahun 1992, yang diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

B. Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang pewartaan Injil dalam dunia Modern, 1975

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, imam-imam dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang peranan keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981

GE : Gravissimum Educationis, Dokumen Konsili Vatikan II, tentang Pendidikan Kristen, 1965

(18)

xviii KGK : Katekismus Gereja Katolik

LG : Lumen Gentium, Konstitusi dogmatik Konsili Vatikan II tentag Gereja, 21 November 1964

C. Singkatan Lain

KAS : Keuskupan Agung Semarang KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia Pasutri : Pasangan Suami-Istri

PIA : Pembinaan Iman Anak

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PT : Perguruan Tinggi

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gereja adalah perwujudan Kerajaan Allah di dunia, begitupun dengan keluarga sebagai gereja mini diharapkan bisa mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Ia di ibaratkan sebuah cermin yang memantulkan cahaya kemuliaan Tuhan di bumi. Keluarga juga dipakai oleh Allah sebagai mitra kerja-Nya, itulah sebabnya Allah menciptakan manusia untuk menikah dan membangun keluarga sebagai gambaranNya. Keluarga yang dibentuk melalui pernikahan adalah kehendak Allah sendiri yang dimulai sejak penciptaan. Keluarga adalah institusi yang sangat penting dalam perwujudan Kerajaan Allah karena hubungan suami-istri dalam keluarga juga melambangkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya.

(20)

2

mengalami kebimbangan dan keraguan akan makna terdalam mengenai kehidupan suami istri dan juga keluarga.

Dalam rumah tangga, bukan tidak mungkin muncul berbagai masalah. Oleh sebab itu diperlukan adanya komuniksi antara suami-istri. Komunikasi yang dilakukan hendaknya tidak hanya mencakup hubungan suami istri itu sendiri, tetapi juga mencakup tentang seks, keuangan keluarga dan pendidikan anak. Selain kemunikasi juga diperlukan adanya keterbukaan dalam penerimaan satu sama lain agar dapat saling mencintai dengan tulus.

Menurut Purwa Hadiwardoyo (1994: 10), sejak kecil, anak-anak dididik oleh orang tua dan kakak-kakaknya di rumah. Lewat pendidikan itu, mereka menumbuhkan berbagai keutamaan, yang kelak juga amat bermanfaat untuk hidup sebagai suami/istri, misalnya: keterbukaan dalam komunikasi, keakraban dan kemampuan mencintai serta dicintai. Pendidikan iman yang pernah diperoleh oleh pasangan sebelum menikah sangatlah penting, karena diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi segala macam tantangan yang dihadapi, entah itu yang didapatkan di dalam keluarga, sekolah maupun di lingkungan. Hal itu dikarenakan bahwa pendidikan khususnya pendidikan iman tidak hanya bertujuan untuk pendewasaan pribadi manusia melainkan supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, semakin menyadari kurnia iman yang telah diterima, sehingga dengan demikian mereka mendapat kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (GE, 8). Jika demikian apa yang diharapkan dari pendidikan juga dapat mendukung harapan dalam pembinaan keluarga Kristen.

(21)

3

rumah tangganya entah dalam hal iman, hidup doa dalam keluarga maupun dalam pendidikan anak karena “....orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama” (GE, 3) walaupun diperlukan adanya dukungan dari sekolah dan lingkungan. Keluarga menerima perutusan dari Allah sendiri untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Perutusan itu akan dilaksanakan melalui cinta kasih timbal balik dari anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah (AA, 11).

Keluarga-keluarga pada saat ini sudah melaksanakan tugasnya sebagai tempat pendidikan iman yang pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan iman di dalam keluarga tidak hanya cukup dalam hal sikap iman dan moral saja, tetapi juga menyangkut persiapan bagi anak tersebut untuk dapat membangun keluarganya sendiri sesuai dengan imannya. Keadaan ini menuntut Gereja untuk mulai memberikan perhatian kepada para keluarga-keluarga khususnya para keluarga muda. Karena dari merekalah akan lahir penerus-penerus Gereja yang akan membangun dan mengembangkan Gereja. Dengan demikian perlu ada pembinaan bagi para pasutri secara integral dalam hal penghayatan hidup berkeluarga secara katolik dan yang mengarah kepada kesuburan formatif bagi anak-anaknya.

(22)

4

mereka. Pola hidup yang semacam ini dapat menjadi ancaman bagi mereka dalam membina keluarga jika mereka tidak mempunyai keyakinan untuk mengatasi keraguan akan makna terdalam dari hidup suami istri dan juga keluarga kristiani. Padahal berdasarkan penilitian yang dilakukan penulis, para keluarga muda tersebut sangat mengharapkan adanya pembinaan dari pihak Gereja, baik yang dilakukan secara perorangan maupun berkelompok. Sedangkan hal materi, mereka mengharapkan materi yang mereka butuhkan pada awal-awal tahun pernikahan yaitu tentang komunikasi suami istri, seks, ekonomi keluarga dan pendidikan anak.

Suatu keprihatinan bagi keluarga muda karena mereka harus bergulat dengan keadaan di lingkungan sekitarnya dan juga dengan iman mereka. Untuk mengatasi keprihatinan ini tentu saja tidak bisa diserahkan kepada mereka sendiri melainkan perlu adanya pendampingan yang sesuai dengan keadaan mereka. Dalam hal ini peran gereja mutlak diperlukan. Maka Gereja wajib berusaha memahami berbagai situasi penghayatan pernikahan dan berkeluarga jaman sekarang, untuk menunaikan tugas pengabdiannya (FC, 4) sehingga mampu memenuhi harapan-harapan mereka untuk di dampingi dan dibina. Bertitik tolak dari apa yang dikemukakan di atas, maka penulis mengambil judul “UPAYA MENGEMBANGKAN KOMPONEN-KOMPONEN FORMATIF MELALUI PEMBINAAN KELUARGA MUDA KATOLIK SECARA INTEGRAL DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja komponen formatif dari kehidupan iman keluarga?

2. Bagaimanakah komponen-komponen itu dapat digambarkan dalam suatu proses

(23)

5

3. Bagaimanakah gambaran dalam bentuk proses tersebut dapat dijabarkan secara praktis dalam sebuah matriks?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui komponen formatif apa saja yang ada di dalam kehidupan iman keluarga

2. Mengetahui gambaran komponen-komponen formatif itu dalam sebuah proses formatif bagi anak-anaknya, terutama dalam hal:

a. Komunikasi di dalam Keluarga b. Pendidikan Anak di dalam Keluarga

c. Turutserta Keluarga dalam Tugas Perutuasn Gereja, sebagai nabi, imam dan raja 3. Tersedianya matriks dari proses formatif tersebut yang disajikan secara praktis 4. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana

Strata Satu pada Program Studi dan Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Memberikan masukan bagi para pendamping keluarga supaya semakin membuka wawasan yang berguna bagi usaha pembinaan iman bagi keluarga muda.

2. Membangun rasa tanggung jawab kepada seluruh umat kristiani akan kewajiban dan panggilan untuk membina iman keluarga muda serta tanggung jawab dalam membina dan menyiapkan Keluarga Nazaret masa kini.

(24)

6

E. KAJIAN PUSTAKA

1. Kehidupan Iman di dalam Keluarga

Dengan menciptakan pria dan wanita, Allah telah merencanakan bangsa manusia untuk menjadi umat; basis dari umat ini adalah keluarga yang diberiNya kaidah dasar. Anggota-anggotanya adalah pribadi-pribadi yang martabatnya sama. Demi kesejahteraan umum anggota-anggota keluarga dan masyarakat, keluarga memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban.

Keluarga Kristen adalah persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda dan citra persekutuan Bapa dan Putra dalam Roh Kudus. Di dalam kelahiran dan pendidikan anak-anak tercerminlah kembali karya penciptaan Bapa. Keluarga dipanggil, supaya mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Doa harian dan bacaan Kitab Suci meneguhkan mereka dalam cinta kasih. Keluarga Kristen mempunyai suatu tugas mewartakan dan memperluaskan Injil (KGK, art. 2205).

2. Pendidikan iman dalam keluarga

(25)

7

masa depan anak dan kematangan iman anak pun tidak bisa dilepaskan dari peran serta anggota keluarga.

3. Mengajarkan Tentang Allah sejak Dini

Pendidikan Iman anak di dalam keluarga hendaknya dilakukan sedini mungkin, bahkan ketika anak bayi. Anak-anak hidup di dalam dunianya sendiri yang penuh misteri, anak juga hidup dalam kebiasaan-kebiasaan serta sikap-sikap yang dia lihat dan alami di sekitarnya, sehingga untuk menolong anak dan menyelamatkan mereka dari pengaruh luar, orangtua haruslah mengajarkan mereka tentang Tuhan yang juga misteri.

Orangtua dapat mengajarkan tentang Tuhan kepada anak-anaknya dari banyak aspek. Untuk menggambarkannya, orangtua dapat mengambilnya dari dunia mereka sendiri. Pada awalnya mereka memang tidak mengerti tetapi dalam perjalanan waktu mereka akan mencari dan terus mencari. Oleh sebab itu, peran orang tua sangatlah penting, bukan hanya mengajarkan secara langsung, tetapi juga turut memberi teladan. Pada awal pembelajarannya, anak akan melihat, mendengar dan mengamati sampai akhirnya dia dapat menirunya. Contohnya ketika anak mendengar orang tuanya berbicara, pada awalnya dia tidak mengerti, tetapi dia melihat, mendengar dan akhirnya dia pun berbicara dengan bahasa yang non formal.

(26)

8

4. Pendidikan Nilai di dalam Keluarga

Menurut Harsono (2007), keluarga adalah tempat awal dimana manusia dibentuk dalam hal nilai, baik nilai moral maupun spiritual. Pendidikan nilai yang dilakukan di dalam keluarga hendaknya tidak hanya dilakukan dengan nasihat atau teguran, karena nasihat dan teguran itu tidak akan berarti apa-apa jika tanpa disertai dengan teladan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Tidak cukup hanya keteladanan, tetapi juga orang tua hendaknya senantiasa menciptakan kerukunan anatar anggota keluarga agar setiap anggotanya dapat merasa nyaman tinggal di rumahnya. Pendidikan nilai di dalam keluarga juga hendaknya dilakukan sejak dini, ketika anak berada dalam masa pembentukan agar kelak dapat selalu tertanam di dalam diri mereka sampai kelak mereka dewasa. Dengan penanaman nilai yang baik di dalam keluarga, diharapkan akan terbentuk manusia yang berkualitas baik dalam segi moral maupun spiritual.

F. METODE PENULISAN

(27)

9

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Uraian dan gagasan skripsi ini dibagi dalam lima bab. Bab I Pendahuluan yang berisi pemaparan latar belakang penulisan [Di sini tercakup pula hasil penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Iman di dalam Keluarga terhadap Pembangunan Keluarga Katolik], rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sitematika penulisan.

Bab II dari skripsi ini berisi tentang pemaparan tentang pandangan Gereja tentang keluarga-keluarga Katolik. Hal tersebut diketengahkan untuk melihat harapan-harapan Gereja terhadap keluarga-keluarga Katolik, khususnya keluarga-keluarga muda Katolik. Pembahasan bab II dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, pemahaman tentang keluarga, baik secara umum dan khusus. Kedua, harapan-harapan Gereja terhadap keluarga-keluarga Katolik. Ketiga, komponen-komponen formatif yang ditemukan di dalam keluarga.

Pada bab III, penulis menyajikan hasil penelitian dalam mencari gambaran dan komponen-komponen formatif yang ditemukan di dalam keluarga-keluarga muda katolik di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Sehubungan dengan penelitian itu hal-hal yang dibahas dalam bab III adalah: tujuan penelitian, instrumen pengumpul data, responden penelitian, variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian serta laporan dan pembahasan penelitian.

(28)

10

(29)

BAB II

PANDANGAN GEREJA TENTANG KELUARGA-KELUARGA

KATOLIK

Keluarga Katolik merupakan bagian dari Gereja universal yang mengemban tanggung jawab untuk menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat. Keluarga Katolik disebut pengemban tanggung jawab karena melalui kesaksian merekalah nilai-nilai Kerajaan Allah yang diperjuangkan oleh Yesus baik hidup dan karya-Nya dapat diwujudnyatakan.

Oleh karena itu Gereja memberikan perhatian kepada keluarga-keluarga. Perhatian itu secara konkret diwujudkan dengan diterbitkannya dokumen-dokumen Gereja, yang di dalamnya dimuat tentang pandangan dan harapan Gereja terhadap keluarga-keluarga Katolik. Dokumen-dokumen tersebut misalnya, Konstitusi tentang Gereja: Lumen Gentium; Konstitusi pastoral tentang Gereja dalam dunia modern: Gaudium et Spes; Pernyataan tentang pendidikan Kristen:

(30)

12

A. Pengertian Keluarga

1. Pengertian Keluarga Secara Umum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 413), keluarga adalah “ibu- bapak dan anak-anaknya”. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Heuken (1992: 269):

keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dan anak-anak mereka; dalam arti luas seluruh sanak-anak saudara ( famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan/ atau rohani, yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah dan ibu.

Dari ungkapan di atas dikatakan bahwa keluarga merupakan kesatuan sosial yang artinya ikatan yang terjalin antara suami-istri, orangtua dan anak-anak sangat erat. Begitu eratnya hubungan ini sehingga antara suami-istri tidak dapat dipisahkan. Mereka tidak dapat hidup sendirian, setiap anggota keluarga membutuhkan orang lain. Selain itu, dikatakan juga bahwa keluarga sebagai dasar pembentukan anggota masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa keluarga merupakan unsur terkecil dalam masyarakat dan sebagai benteng pertahanan pertama dan utama untuk kelangsungan hidup suatu masyarakat.

2. Pengertian Keluarga Katolik

(31)

13

berlandaskan ikatan sakramental suami-istri. Sakramen Perkawinan merupakan sumber rahmat kekuatan yang tetap untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tak terhindarkan dalam menjalani hidup berkeluarga.

Dalam amanat apostolisnya, Yohanes Paulus II juga mengungkapkan bahwa: “Keluarga, yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pribadi-pribadi: suami, istri, orang tua dan anak-anak, sanak saudara…” (FC, 18). Jelas sekali dikatakan oleh Yohanes Paulus II, bahwa cinta kasihlah yang membentuk keluarga, dan cinta kasih pula yang telah menghidupi keluarga dimana setiap anggota keluarga bertumbuh bersama di dalam cinta kasih. Dengan cinta kasih juga mereka akan mendidik anak-anak mereka.

Perkawinan yang dilakukan oleh pria dan wanita, bukan semata-mata kehendak dari manusia, namun Allah sendiri yang menyatukan mereka untuk menikah dan membentuk keluarga. Dengan menciptakan pria dan wanita, Allah telah merencanakan bangsa manusia untuk menjadi umat; basis dari umat ini adalah keluarga yang diberiNya kaidah dasar. Anggota-anggotanya adalah pribadi-pribadi yang martabatnya sama. Demi kesejahteraan umum anggota-anggota keluarga dan masyarakat, keluarga memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban (GS, 48).

(32)

14

panggilannya untuk hidup sebagai biarawan dan biarawati dan mengikat janji sehidup semati dengan Tuhan.

3. Keluarga Muda Katolik

Telah dikatakan bahwa keluarga adalah lembaga yang terkecil di dalam masyarakat yang terbentuk dari perkawinan yang sah, antara seorang pria dan seorang wanita. Kata muda di sini mau menunjukan bahwa keluarga tersebut dari segi usia belumlah lama. Dilihat dari segi pengalaman, para pasutri belum memiliki pengalaman dalam mengarungi hidup berumah tangga dan biasanya memerlukan bantuan dan pendampingan. Sedangkan kata katolik menunjukan bahwa keluarga tersebut telah dibangun atas dasar iman kepercayaan katolik dan diteguhkan secara gerejani serta kehidupan mereka di dalam keluarga diwarnai oleh iman katolik.

Munculnya istilah keluarga muda dimaksudkan untuk membedakan dari keluarga yang sudah berumur lama sekaligus untuk membentuk suatu kelompok keluarga yang usia pernikahannya relatif masih muda, keluarga yang belum mempunyai pengalaman dalam hidup berkeluarga sehingga masih memerlukan bantuan dan pendampingan agar kelak mereka dapat mantap dalam hidup berumah tangga.

(33)

15

juga tidak lepas dari pendampingan dan pembinaan orang-orang telah berpengalaman dalam hal membangun keluarga yang kristiani ataupun yang telah berpengalaman dalam hal pendampingan dan pembinaan keluarga-keluarga.

B. Keluarga Sebagai Gereja Rumah Tangga

Keluarga Katolik tidak hanya merupakan kumpulan beberapa orang yang se-agama, melainkan juga sebagai paguyuban, yang bersatu berdasarkan iman dan kasih. Suami-istri sebagai pemimpin keluarga dipanggil untuk membangun keluarga mereka menjadi sebuah Gereja kecil, sebuah kelompok yang guyub dan seiman (Dewan Karya Pastoral KAS, 200: 48).

1. Pengertian Gereja

Gereja dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Portugis ‘igreja’ yang berarti perkumpulan atau pertemuan, sedangkan dalam bahasa Yunani adalah ‘ekklesia’ yang berarti mereka yang dipanggil, kaum, golongan (Heuken, 199: 314). Kata ekklesia ini juga biasa digunakan pada jaman para rasul (1 Kor 1:17-22), Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus berbicara mengenai jemaat berkumpul untuk merayakan Ekaristi. Mereka berkumpul karena iman akan Yesus Kristus. Kata “gereja” digunakan baik untuk gedung-gedung ibadat maupun untuk umat Kristen.

(34)

16

beriman mengenai hakekat dan dan perutusannya bagi semua orang untuk memperoleh keselamatan dan bukan hanya kepada orang Kristen saja (LG, 1).

Keselamatan yang diberikan Allah kepada umatNya telah terwujud di dalam Gereja. Dari pihak lain, Gereja akan mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di surga yang tergenapi dalam diri Yesus Kristus, dan dengan dipenuhi oleh Roh Kudus, Kristus berkarya di dalam Gereja secara terus menerus.

2. Pengertian Gereja Rumah Tangga

Keluarga Katolik merupakan unsur pembentuk Gereja. Melalui keluarga, Gereja memasuki generasi-generasi berikutnya. Keluarga terbentuk dengan adanya perkawinan. Perkawinan ini disebut Sakramen karena membentuk tanda dalam Gereja. Tanda ini tampak dalam relasi timbal balik antara suami-istri yang menunjukan timbal balik antara Kristus dengan GerejaNya. Sakramen juga merupakan kehadiran Kristus di tengah-tengah pasangan suami-istri yang telah mengungkapkan janji nikah dihadapan Tuhan.

Keluarga Katolik bukanlah hanya sekedar organisasi, melainkan persekutuan anggota berdasarkan persaudaraan dan iman. Imanlah yang menentukan warna Gereja. Maka dalam keluarga Katolik, yang pertama harus ada adalah iman untuk dapat memberikan semangat kristiani di dalam keluarga tersebut. Iman disini bukan hanya terletak pada pengetahuan agama, tetapi lebih kepada sikap atau penghayatan agama yang diwujudkan dalam usaha yang terus-menerus.

(35)

17

pertama bagi anak-anak mereka; orangtua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing secara istimewa panggilan rohani” (LG, 11), kemudian dalam Dekrit Tentang Kerasulan Awam juga ditegaskan,

Keluarga sendiri menerima perutusan dari Allah untuk menjadi penerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Perutusan itu akan dilaksanakannya bila melalui cinta kasih timbale balik para anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah, keluarga membawakan diri bagaikan ruang ibadat Gereja di Rumah; bila segenap keluarga ikut serta dalam ibadat liturgis Gereja; akhirnya bila keluarga secara nyata menunjukan kerelaannya untuk menjamu dan memajukan keadilan dan amal-perbuatan baik lainnya untuk melayani semua saudara yang sedang menderita kekurangan (AA, 11).

Dalam suatu lingkup yang lebih kecil, Konsili Vatikan II menyebut Gereja sebagai Gereja Domestik, kelompok umat beriman atau orang-orang beriman yang hidup serumah. Sebagai Gereja domestik, kelompok umat seperti itu sudah mulai bertumbuh sejak abad-abad pertama. Mereka selalau berkumpul di rumah-rumah dan menyebut dirinya “Jemaat Baru” (Rm 16:5; 1 Kor 16:19)

(36)

18

• Yoh 2:1-11: Pesta nikah di Kana

Ketika Yesus sedang menghadiri pesta nikah di Kana, Yesus menunjukkan kemulian-Nya yang merubah air menjadi anggur untuk menyelamatkan pesta tersebut, dengan didampingi oleh Bunda Maria sebagai Ibu-Nya yang mempunyai kedekatan dengan-Nya. Kemuliaan Yesus juga nampak di dalam keluarga ketika keluarga-keluarga mau menyerahkan keluarganya kepada penyelenggaraan Allah dengan saling mengasihi di dalam keluarganya dan membiarkan Allah berkarya di dalam keluarganya.

• Flp 3:3-33: Kebenaran sejati

Paulus menggambarkan Yesus sebagai orang Kristen yang sejati, dan hidup dalam kebenaran sejati. Keluarga katolik hendaknya mencerminkan Yesus sebagai orang Kristen yang sejati, dimana pembenaran sejati dari Allah, datang melalui Kristus, dan iman kepada Kristuslah yang menyelamatkan. Keselamatan yang dimaksud adalah dengan menjadi seperti Yesus yang ikut ambil bagian dalam kebangkitan dan penderitaan-Nya. Keluarga-keluarga hendaknya juga yakin bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan dan selalu menyertai keluarga-keluarga yang menyatukan dirinya dengan Kristus.

• 1 Kor 13:1-13: Kasih

(37)

19

Kasih adalah karunia yang hakiki dan tidak akan pernah hilang. Keluarga akan tetap utuh, damai dan sejahtera jika selalu ada kasih di dalamnya.

• Ef 5:1-21,33: Hidup dalam terang

Dalam kewajiban rumah tangga diungkapkan bahwa Kristus adalah kepala Gereja, demikian suami adalah kepala dari istrinya, dan seperti tubuhnya, Gereja adalah taat kepada Kristus, demikian juga istri hendaknya taat sepenuhnya kepada suami mereka. Keluarga katolik hendaknya senantiasa hidup dalam terang, karena yang dihasilkan oleh hidup dalam terang adalah kebaikan, kebenaran, dan kenyataan, memperhatikan apa yang berkenan kepada Tuhan.

• Kol 3:5-17: Hidup yang lama dan yang baru

Keluarga-keluarga katolik hendaknya mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan hidup yang lama dan menggantinya dengan kebiasaan-kebiasaan hidup yang baru. Dengan demikian diharapkan keluarga-keluarga itu mengenakan pakaian kebajikan dan dapat menebarkan kebaikan kepada sesama, selain itu keluarga juga hendaknya selalu mengucap syukur dan membiarkan Kristus di tengah keluarga mereka.

(38)

20

Allah di dunia. Dengan demikian menjadi tugas suami-istri untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dalam rumah mereka. Mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang cinta kasih, mengikuti perayaan Ekaristi, mengajarkan kepada mereka bagaiman Allah berkarya di dalam keluarga, menunjukan kesucian perkawinan mereka yang tak terceraikan, dan dengan melaksanakan tugas tersebut, keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga.

3. Keluarga sebagai Komunitas Cinta Kasih

Sebagai Gereja, paguyuban orang yang percaya kepada Kristus, keluarga hendaknya menjadi komunitas cinta. Menurut Bagiyowinadi (2006: 26), komunitas berarti ada proses menjadi satu, dalam arti mau saling mengerti sehingga merasa senasib dan sepenanggungan. Untuk mewujudkan hal ini, komunikasi dan kebersamaan manjadi kuncinya.

Komunitas yang dibentuk dalam keluarga harus dilandasi cinta dan di warnai kasih (1 Kor 13:4-7). Tanpa kesabaran, kemurahhatian, pengorbanan dan pengampunan, komunitas dalam keluarga belum bisa disebut sebagai komunitas Kristiani. Sebab menurut Yesus, “Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35). Secara konkret perwujudan cinta tersebut pertama-tama ditujukan kepada sesama anggota keluarga.

(39)

21

suatu komunitas, yang membuat pria dan wanita menjadi suami-istri, dan pada umumnya anak yang lahir merupakan buah cinta kasih mereka.

Selain suami-istri, setiap anggota keluarga juga dipanggil dan diutus untuk mengasihi Allah melebihi segala sesuatu dan mengasihi dirinya sendiri. Selain itu semua anggota keluarga juga dipanggil untuk saling mengasihi dengan kemesraan, dan diutus untuk mengasihi dengan ketulusan semua orang lain, terutama mereka yang lemah, miskin dan tersingkir atau terlantar.

C. Komponen-komponen Formatif di dalam Keluarga Sebagai Gereja

Rumah Tangga

1. Komunikasi

Menurut Gilarso (1996: 44), komunikasi adalah suatu proses timbal balik antara dua orang. Yang seorang memberi informasi/isyarat dan yang lain menerima informasi kalau yang lain menangkap dan mengerti informasi tersebut, sehingga ia mempunyai suatu persamaan pengertian, maka dikatakan sebagai berkomunkiasi. Sebab, mereka telah menjadi satu dalam pengertian. Sebaliknya, bila pihak lain tidak menangkap pengertian dari informasi yang disampaikan, maka belum terjadi komunikasi.

a. Komunikasi di dalam Keluarga

(40)

22

dengan cara berkelahi walau kemudian berujung pada saling mendiamkan. Komunikasi verbal atau dialog menembus perasaan-perasaan negatif. Dialog merupakan jawaban ketika terasa ada tembok yang memisahkan satu sama lain (Tim Publikasi Pastoral Redemptoris, 2001: 28).

Menurut Hart (1988:33), komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam membangun keluarga, komunikasi juga merupakan landasan utama, syarat yang harus ada dalam ikatan perkawinan. Komunikasi adalah kunci untuk menyelesaikan perselisihan. Komunikasi adalah jalan satu-satunya untuk dapat terus berkembang bersama, atau hidup bersama dalam perkawinan. Hart (1988: 44) juga mengungkapkan,

Komunikasi merupakan keterampilan dasar dan kunci segala macam unsur yang membentuk hidup perkawinan. Komunikasi dapat dipelajari sepanjang waktu. Komunikasi yang dilakukan tidak hanya sekedar basa-basi atau menyelesaikan konflik dan perselisihan saja tetapi juga menyangkut tentang kelangsungan hidup berkeluarga baik itu tentang sex, pendidikan anak ataupun ekonomi keluarga.

Pada tahun-tahun awal perkawinan, komunikasi yang dilakukan lebih kepada hubungan suami istri, tetapi dalam perjalanan waktu, komunikasi tersebut berkembang karena kehadiran anak, pendidikan anak, ekonomi keluarga, dan seterusnya. Komunikasi di dalam keluarga khususnya suami-istri berlangsung seumur hidup.

b. Komunikasi sebagai Sarana Rekonsiliasi di dalam Keluarga

(41)

23

dalam keluarga bukan merupakan Sakramen Tobat, dan bukan untuk menggantikan sakramen tersebut. Tetapi keduanya dapat berjalan bersama dengan indahnya. Di dalam tindakan saling mengampuni di dalam keluarga, kita mengalami kasih Kristus, penyembuhan oleh tubuh-Nya dan mengalami keluarga sebagai Gereja (Tim Publikasi Pastoral Redemptoris, 2001:71).

Dalam hal ini Paus Yohanes Paulus II juga menghimbau bahwa, Perayaan Sakramen Tobat memeperoleh makna yang istimewa bagi kehidupan keluarga. Dalam iman suami-istri serta anggota-anggota sekeluarga lainnya menemukan, bahwa dosa melanggar tidak hanya perjanjian dengan Allah, melainkan juga perjanjian antara suami dan istri serta persekutuan keluarga (FC, 58).

Komunitas keluarga hanya dapat dilindungi dan disempurnakan dengan semangat pengorbanan yang besar. Ini menuntut keterbukaan satu sama lain dan saling pengertian, ketekunan, maaf dan pengampunan. Tidak ada keluarga yang tidak tahu betapa egoisme, perselisihan, ketegangan dan konflik benar-benar menyerang dan melukai keluarga. Akan tetapi keluarga juga dipanggil Allah Sumber Damai untuk mengalami rekonsiliasi dan persekutuan kembali. Dengan berpartisipasi dalam sakramen rekonsiliasi dan dalam perkjamuan Ekaristi, keluarga Kristen mendapat rahmat untuk mengatasi segala perpecahan dan berjuang untuk mewujudkan kesatuan keluarga sebagaimana yang dikehendaki Allah (Bala Pito Duan, 2003: 63-64).

c. Keluarga Berkomunikasi dengan Masyarakat

(42)

24

hidup. Namun komunikasi yang dilakukan tidak hanya berhenti di dalam keluarga saja, tetapi juga di masyarakat. Telah dikatakan juga bahwa keluarga merupakan sel terkecil dalam masyarakat, dan hidup di tengah masyarakat. oleh sebab itu hendaknya keluarga juga membangun komunikasi dan relasi yang baik dengan masyarakat sekitarnya, seperti yang diungkapkan oleh Dewan Karya Pastoral KAS (2007: 28) bahwa, keluarga katolik tinggal di tengah masyarakat. Oleh karena itu, keluarga katolik diharapkan tetap hidup terintegrasi dengan masyarakat sekitar. Hal itu misalnya, dapat diwujudkan dengan memelihara relasi dan komunikasi yang baik dengan para tetangga, teman-teman kerja dan teman-teman bergaul. Hal tersebut tidak dapat dihalangi oleh bedanya agama, suku ataupun ras.

Dalam menjalin relasi antara keluarga katolik dengan masyarakat, Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran apostoliknya menghimbau, bahwa keluarga sebagai sel pertama dan vital bagi masyarakat serta mempunyai ikatan vital dan organis dengan masyarakat. Keluarga-keluarga katolik hendaknya tidak terkungkung dalam dirinya melainkan menurut hakekat serta panggilannya terbuka bagi keluarga-keluarga lain dan bagi masyarakat, serta menjalankan peranan sosialnya (FC, 42).

2. Keluarga Menjadi Tempat Pendidikan Anak yang Pertama dan Utama

(43)

25

itu menjadi nyata bila keluarga menjadi tempat pendidikan yang pertama dan utama.

a Keluarga Merupakan Tempat Pendidikan Anak yang Pertama

Dikatakan oleh Eminyan (2001: 152), bahwa proses ‘menurunkan anak‘ sama sekali tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus melalui kehidupan putra-putrinya, atau bahkan anak telah mencapai kedewasaannya. Yang berakhir pada saat kelahiran anak adalah penerusan kehidupan jasmaniah, walaupun seorang anak tetap tergantung pada ayah-ibunya dalam banyak aspek, akan tetapi pada saat kelahiran mulailah suatu proses yang lain yaitu penurunan nilai-nilai yang secara bertahap akan memperkembangkan dan memperkaya kehidupan Roh (jiwa), membimbing anak kepada kematangan psikologis dan rohani.

Hak dan kewajiban orangtua untuk mendidik anak-anaknya di rumah merupakan kelanjutan dan konsekuensi dari hak dan kewajiban untuk melahirkan, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka, dan tidak ada seorangpun yang boleh mengingkari hak dan kewajiban itu (Dewan Karya Pastoral KAS, 2007). Para orangtua harus selalu mengusahakan pendidikan anak-anaknya baik dalam hal iman maupun moral.

b Keluarga Merupakan Tempat Pendidikan Anak yang Utama

(44)

26

sebagai pendidik pertama dan utama. Pendidikan yang didapatkan di luar rumah hanya sebagai pelengkap saja (Dewan Karya Pastoral KAS, 2007: 30).

Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa sehingga bila mereka sudah dewasa mereka mampu dan penuh tanggungjawab mengikuti panggilan mereka juga panggilan religius, serta memilih status hidup mereka. Selain itu jika mereka mengikatkan diri di dalam pernikahan, mereka mampu membangun keluarga mereka sendiri dalam kondisi yang penuh dengan permasalahan baik moril, sosial maupun ekonomi. Merupakan kewajiban orangtua untuk membimbing mereka dalam membentuk keluarga baik dengan nasihat maupun teladan.

c Keluarga Merupakan Seminari Dasar bagi Anak-anaknya

Purwa Hadiwardoyo (2006: 48-49) mengungkapkan, bahwa setiap keluarga katolik diharapkan menjadi sebuah seminari dasar. Artinya, menjadi tempat bertumbuhnya iman sedemikian rupa sehingga anak Katolik yang diasuh dan dididik dalam keluarga tersebut mampu menyadari panggilan Tuhan atas dirinya.

Pertama, setiap anak Katolik dipanggil untuk hidup secara manusiawi, artinya, hidup sesuai dengan martabat dan kemampuannya yang khas sebagai manusia. Ia diharapkan mau dan mampu hidup dengan menggunakan perasaannya, pikirannya, hatinuraninya dan kehendak bebasnya.

(45)

27

diharapkan mau dan mampu hidup dengan mengimani, mengandalkan dan mengasihi Kristus.

Ketiga, setiap anak Katolik dipanggil untuk hidup secara Katolik. Artinya, hidup sesuai dengan martabat dan kemampuannya yang khas sebagai seorang Katolik. Ia diharapkan mau dan mampu hidup dengan berpegang pada Kitab Suci dan tradisi Katolik.

Hal serupa juga diserukan oleh Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang (2007, 30-31), bahwa sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama keluarga diharap menjadi tempat pembenihan dan pengembangan panggilan hidup. Dalam kaitan dengan hal itu, keluarga diharap menjadi tempat berkembangnya kepribadian semua anak, sehingga kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang benar-benar manusiawi sekaligus benar-benar katolik. Di sana, setiap anak dibantu dalam mencari dan menemukan panggilan Allah atas dirinya, entah untuk menjadi iman, untuk hidup membiara, atau untuk berkeluarga.

d Menyiapkan Anak menjadi Kader Masyarakat

Keluarga menjadi sel utama pembentukan masyarakat. Dengan demikian diperlukan manusia-manusia yang dibentuk dengan baik di dalam keluarganya. Anak-anak di dalam keluarga perlu diajarkan untuk saling berbagi dan saling melayani. Dalam hal ini, Bagiyowinadi (2006: 86) mengatakan bahwa mereka juga mesti dididik dan dilatih bersikap menghormati, menaruh keadilan dan cinta pada yang lain, sehingga kelak mereka siap untuk terjun ke masyarakat.

(46)

28

bagi anak untuk mengenal lingkungannya. Setelah melihat, memperhatikan dan mengalami, maka anak akan menemukan sesuatu yang dapat menumbuhkan dia dan berfikir kritis tentang lingkungannya tersebut, walaupun tentu saja dengan pendampingan dari orangtua.

e Pendidikan Iman Katolik pada Tahap Awal di dalam Keluarga

Gabriella dan Suban Tukan (1991) mengatakan bahwa Keluarga adalah wadah pertama dimana anak yang dilahirkan ke dunia hidup dan belajar mengenal Allah dalam perkembangannya menjadi anak manusia yang utuh. Di dalam keluarga, begitu anak dilahirkan, seluruh keluarga manjadi pendidik iman, entah mereka mau atau tidak.

Merekalah orang-orang pertama yang mengajarkan si anak sejumlah pola tingkah laku supaya bayi itu dapat mulai berkontak dan berelasi dengan mereka dan dunia sekitar. Merekalah penyaksi iman yang pertama bagi anak. Iman akan Allah, pengalaman iman akan Allah, menjadi satu dalam seluruh penghayatan iman dalam keluarga baik dalam hal visi dan pandangan kristiani pun dalam hal pilihan nilai.

(47)

29

Proses pertama pendidikan anak, dimulai dengan mentransfer nilai, dan menyesuaikan diri anak dengan adaptasi dan kebiasaan hidup keluarga dan masyarakat sekitar. Sama juga untuk bidang iman . dalam hal ini bukan bukan soal berbicara tetapi perbuatan iman yang disaksikan itulah yang penting, yang perlu bukanlah pemasukan iman dari luar, atau mengajarkan iman kita sendiri, tetapi mendampingi anak dalam mengkaji nilai iman dari cerita Kitab Suci atau peristiwa gerejani. Kalau anggota keluarga tidak beriman, merekapun tidak menyaksikan sesuatu dari imannya karena mereka sedang mengajar bagaimana hidup tanpa iman.

Keluarga dimana ada iman tentang Kristus, tidak hanya hal itu menimbulkan iman di dalam diri anak, tetapi juga tertanam cara hidup sebagai pengikut Kristus. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa tahap ini merupakan evangelisasi pertama. Seluruh keluarga memberi kesaksian mengenai kabar gembira yang membebaskan, yang telah terjadi dalam hidup ini, dan mulai dialami oleh sang anak.

(48)

30

3. Keluarga Ikut Ambil Bagian dalam Tugas Perutusan Gereja

Menurut Eminyan (2001: 176), sebagai Gereja Rumah Tangga, keluarga dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam perutusan Gereja mewartakan Injil, baik ke dalam maupun keluar dirinya sendiri. Dengan keluarga sebagai sakramen, keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga dan keluarga sebagai penginjil, diharapkan keluarga juga bisa menjadi komunitas keselamatan.

Dalam anjuran apostolisnya, Paus Yohanes Paulus II juga menyebut salah satu peran keluarga Kristiani di jaman modern ini adalah turut serta dalam hidup dan perutusan Gereja. Peran ini diwujudkan dengan ambil bagian dalam Tritugas Kristus, yakni:

a. Nabi : Keluarga Kristen sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil (FC, 51-54), dalam hal ini keluarga-keluarga hendaknya ikut mewartakan sabda Allah di dalam keluarganya. Hal ini juga ditegaskan dalam anjuran apostolis Paus Paulus VI bahwa pewartaan Injil juga hendaknya dilakukan oleh kaum awam, terlebih lagi keluarga yang disebut sebagai Gereja keluarga. Orangtua tidak hanya menjadi penyalur Injil bagi anak-anaknya, melainkan dari anak-anakpun mereka sendiri dapat menerima Injil sebagaiman mereka hayati secara mendalam. Selain menjadi pewarta Injil bagi keluarganya, keluarga juga dapat menjadi pewarta Injil bagi keluarga lainnya (EN, 71).

(49)

31

sakramen perkawinan juga merupakan tindakan liturgis memuliakan Allah dalam Kristus dan di dalam Gereja, dengan demikian mereka semakin maju menuju kesempurnaan hidup iman yang saling menguduskan dan bersama-sama berperan serta demi kemuliaan Allah.

c. Raja : Keluarga Kristen sebagai persekutuan yang melayani manusia (FC, 63-64), keluarga katolik hendaknya menemukan makna otentik partisipasinya dalam martabat raja Tuhannya dengan berbagi semangatnya serta pelaksanaan pengabdiannya kepada sesama, seperti Kristus, raja yang datang melayani manusia (Mat 25:40).

Bagaimana secara konkret keluarga Kristen dapat menjadikan dirinya sebagai persekutuan yang berdialog dengan Allah? Menurut Bagiyowinadi (2006: 29), melalui Sakramen Perkawinan keluarga Kristen dipanggil menjadi persekutuan yang berdialog dengan Allah melalui sakramen-sakramen, pengorbanan diri dan doa (FC, 55). Secara konkret dialog itu bisa dilakukan dengan merayakan sakramen bersama keluarga, pemberkatan rumah, korban rohani seluruh keluarga dan doa bersama keluarga.

D. Kesimpulan

(50)

32

dapat menghasilkan anggota Gereja dan masyarakat yang berkualitas, yang tidak saja berkembang dalam hal intelektual tetapi juga iman dan moral.

Oleh karena itu, Gereja mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap mereka, pembinaan yang dilakukan tentu saja bukan hanya menyangkut hubungan suami-istrinya sendiri, tetapi juga yang mengarah kepada pendidikan anak yang bercorak formatif, agar kelak anak tersebut dapat “menurunkan” apa yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarganya ketika membangun keluarganya sendiri. Namun sebelumnya perlu dilihat juga apakah unsur-unsur yang disebut di atas sudah dibentuk oleh keluarga-keluarga muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Oleh karena itu diperlukan sebuah penelitian untuk melihat sejauh mana para keluarga muda telah membangun unsur-unsur tersebut. Hasil survey yang dilakukan dapat memberikan arah pada pendampingan dan pembinaan yang akan dilakukan, yang sesuai dengan keadaan keluarga-keluarga muda itu sendiri.

Usia perkawinan di bawah lima tahun memang belum mengarah kepada pendidikan anak karena anak masih sangat kecil, atau mungkin ada keluarga yang belum mempunyai anak. Terlebih lagi, keluarga usia muda tersebut belum berfikir untuk mempersiapkan anaknya untuk membina rumah tangga. Tetapi sebenarnya persiapan tersebut hendaknya dipersiapkan sejauh mungkin, pada awal kehidupan anak seperti yang diungkapkan oleh Eminyan (2001: 163) bahwa,

(51)

33

(52)

BAB III

KEHIDUPAN KELUARGA MUDA KATOLIK

DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU

Paroki Santo Antonius Kotabaru merupakan paroki kota dan berada di pusat Kota Yogyakarta. Paroki ini digembalakan oleh seorang Iman Jesuit yang baru mengabdi kurang lebih selama lima bulan menggantikan Romo paroki sebelumnya yang telah mengabdi selama hampir 4 tahun. Paroki Santo Antonius Kotabaru ini mendapat sebutan sebagai “Gereja Kaum Muda”, karena umat di paroki tersebut memang didominasi oleh kaum muda yang datang dari luar Paroki.

Pelayanan pastoral Paroki Santo Antonius Kotabaru ditata menurut struktur teritorial (lingkungan) dan kategorial (kelompok-kelompok). Keanggotaannya terdiri dari komunitas-komunitas atau kelompok-kelompok pelayanan yang ada di Paroki ini misalnya: komunitas koor, komunitas organis, komunitas lektor, komunitas gamelan, komunitas putra altar dll. Sedangkan untuk pelayanan secara teritorial meliputi daerah-daerah yang secara geografis menjadi cakupan Paroki Santo Antonius Kotabaru.

Mereka yang terlibat di dalam komunitas kategorial tersebut tidak hanya umat paroki Santo Antonius Kotabaru saja, tetapi juga dari luar paroki. Selain itu, Paroki Santo Antonius Kotabaru sendiri juga memang terbuka terhadap keterlibatan komunitas-komunitas tertentu di luar paroki, seperti penjagaan parkir, Ekaristi Kaum muda dan penggalangan dana sebagainya.

(53)

35

A. Gambaran Umum Kehidupan Umat di Paroki Santo Antonius Kotabaru

Yogyakarta

1. Sejarah Paroki Santo Antonius Kotabaru

Pada awalnya Gereja Santo Antonius Kotabaru masih di bawah binaan Paroki Kidul Loji, karena masih merupakan stasi. Gedung Gereja merupakan kapel yang dikelola oleh Kolsani, kapel ini sering digunakan oleh para Frater Jesuit. Seiring perkembangan misi, umat di Kotabaru bertambah banyak, dan kapelpun dibuka untuk umum. Perkembangan umat dari tahun ketahun semakin meningkat bersamaan dengan peresmian Gereja pada tanggal 26 September 1926. Pada tanggal 1 Januari 1934, Gereja Santo Antonius Kotabaru bukan lagi Stasi dari Paroki Kidul Loji, melainkan menjadi Paroki yang berdiri sendiri (Buku Ulang Tahun Gereja St. Antonius ke-75)

2. Letak Geografis

Berdasarkan letak geografisnya, Paroki Santo Antonius Kotabaru termasuk wilayah Keuskupan Agung Semarang. Paroki ini terletak di tengah Kota Yogyakarta, yang jaraknya berdekatan dengan paroki lain. Sebelah selatan berbatasan dengan Paroki Bintaran dan Paroki Kidul Loji; sebelah utara berbatasan dengan Paroki Banteng; sebelah barat berbatasan dengan Paroki Kumetiran dan Paroki Jetis; sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Paroki Baciro.

(54)

36

daerah Bulak Sumur, Kampung Sendowo dan Perumahan UGM; sebelah selatan dengan Kampung Bausasran dan Gayam.

Gedung Gereja berdiri kokoh dengan artistik Belanda.Letak gedung Gereja sangat strategis karena bisa dijangkau dari mana saja dan dilewati oleh kendaraan umum dari berbagai jurusan. Oleh sebab itu banyak umat dari paroki-paroki tetangga lebih memilih melaksanakan Misa di Paroki tersebut karena lebih mudah dijangkau.

Paroki Santo Antonius Kotabaru memiliki Gedung pertemuan (GKS Widyamandala) dan gedung pastoral dengan aula pertemuan. Gedung pertemuan ini digunakan untuk tempat pendampingan dan pertemuan-pertemuan umat. Selain gedung pertemuan paroki ini juga terdapat biara-biara (Kolsani, ADM, CSA, MTB dan CB), Pusat Kateketik dan Pusat Pastoral yang letaknya berdekatan dengan pusat paroki.

Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2006, Paroki Santo Antonius Kotabaru terdiri dari 23 lingkungan. Diantaranya adalah: Lingkungan Bernadetta; Thomas Aquino; Matius; Paulus; Yosef Benediktus; Elisabeth; Veronika; Yosephus; Petrus; Ignasius; Yacobus; Maria Assumpta; Maria Immaculata; Theresia; Agustinus; Yohanes; Servasius; Yohanes Paulus; Yusup; Aloysius; Pankrasius; Stefanus; dan lingkungan Gregorius. Pada tahun 2007 telah direncanakan adanya penambahan satu lingkungan yaitu Theresia Avilla.

3. Situasi Sosial Ekonomi

(55)

37

berdasarkan tempat tinggal mereka. Umat yang tinggal di lingkungan Bulak Sumur dan Kotabaru dapat digolongkan ke dalam kelas ekonomi menengah ke atas, karena mereka tinggal di kawasan yang cukup elit.

Sedangkan umat yang tinggal di sepanjang Sungai Code digolongkan ke dalam kelas ekonomi menengah ke bawah, karena umat yang tinggal di lingkungan tersebut banyak yang tinggal di pemukiman yang kumuh, dan lingkungan-lingkungan lainnya dalam hal sosial ekonomi adalah campuran dari menengah atas dan menengah bawah. Namun penggolongan tersebut tidak mempengaruhi keselarasan antar umat di paroki ini, karena mereka tetap bisa bekerjasama dan berkoordinasi dengan baik.

4. Kegiatan Pengembangan Umat

Kegiatan-kegiatan pengembangan umat yang dilakukan oleh Paroki Santo Antonius Kotabaru dilaksanakan dengan koordinasi Dewan Paroki yang bekerjasama dengan seluruh umat yang dibagi per bidang (Laporan, Ultah Gereja Santo antonius Kotabaru ke-80, 2006). Bidang-bidang tersebut di antaranya:

Bidang I, atau yang disebut Diakonia, menjalankan kegiatannya dengan melakukan pembinaan. Pembinaan dan pendampingan yang dilakukan tersebut mulai dari anak-anak, remaja, kaum muda dan juga orang dewasa. Selain itu, bidang ini juga mengelolaan perpustakaan, pemeliharaan gedung Gereja dan termasuk juga mengelola kunjungan Romo paroki ke lingkungan-lingkungan.

(56)

38

kaum muda untuk semakin memantapkan iman mereka, salah satunya dengan mengadakan pembinaan iman dan sharing KItab Suci bagi mereka.

Bidang III, atau yang disebut dengan Liturgi, menjalankan kegiatannya dengan menyediakan teks Ekaristi dengan dibantu oleh lingkungan-lingkungan dan komunitas-komunitas kategorial yang ada di paroki tersebut; pembinaan bagi prodiakon; pembinaan bagi para lektor; mengkoordinir tugas koor dan organis; serta pembinaan bagi putra altar. Selain itu, bidang ini juga bertanggung jawab dalam penyediaan subsidi untuk bunga sebagai penghias altar untuk menyelenggarakan Ekaristi.

Bidang IV, atau yang disebut dengan Koinonia, menjalankan kegiatannya dengan bergerak bersama seksi sosial paroki. Yang dilakukan oleh seksi sosial ini adalah mengelola pangrutilaya dengan menyediakan peti jenazah dan santunan kematia; pemberian beasiswa bagi umat yang kurang mampu (SD, SMP, SMA); subsidi bantuan untuk perbaikan rumah dan membentuk petugas keamanan gereja.

B. Gambaran Keluarga Muda Katolik di Paroki Santo Antonius Kotabaru

(57)

39

setelah menikah, sebagian besar pasangan tidak tinggal di wilayah paroki Santo Antonius lagi.

Oleh sebab itu pendataan keluarga muda dilakukan bukan berdasarkan pernikahan yang dilakukan di Gereja Santo Antonius Kotabaru, melainkan pasangan katolik yang tinggal di 23 lingkungan yang masuk dalam cakupan Paroki Santo Antonius Kotabaru. Jumlah keluarga muda di paroki Paroki Santo Antonius Kotabaru berjumlah sekitar 50 pasutri (2006). Jumlah yang tidak pasti ini karena ada banyak pasutri yang tidak selalu menetap di lingkungan tersebut.

Pasangan muda ini banyak yang bekerja di luar rumah walaupun tidak sedikit juga para istri yang menjadi ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Kebanyakan dari suami-istri yang bekerja adalah sebagai karyawan, namun tidak sedikit juga yang bekerja sebagai PNS dan wiraswasta. Pekerjaan yang dilakukan oleh para pasutri tersebut membuat mereka sibuk dan menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja.

Dalam hal pendidikan para pasutri muda inipun rata-rata adalah lulusan SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan ini pula menentukan jenis pekerjaan mereka yang mempengaruhi tingkat ekonomi keluarga mereka. Namun dalam hal pengelolaan belum bisa dipastikan apakah mereka dapat mengelola dengan baik atau tidak, sehingga perlu dilihat lagi.

C. Keluarga-Keluarga Muda Membangun Unsur-unsur Pembentuk Gereja

Rumah Tangga

(58)

40

Rumah Tangga sebagai arah pembinaan secara formatif bagi anak-anaknya, maka dilakukan penelitian sederhana. Adapun metode penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui sejauhmana keluarga muda sudah melaksanakan komunikasi yang baik di dalam keluarganya.

b. Melihat bagaimana para orangtua muda melaksanakan pendidikan bagi anak di dalam keluarganya

c. Mengetahui apakah keluarga-keluarga muda tersebut sudah turutserta dalam tugas perutusan Gereja yaitu sebagai nabi, imam dan raja

d. Menggali harapan-harapan keluarga-keluarga muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru terhadap Gereja

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Paroki Santo Antonius Kotabaru. Hal ini berdasarkan keprihatinan dari Romo Paroki yang mengatakan bahwa keluarga-keluarga muda di paroki tersebut kurang diperhatikan dan keterlibatannya dalam hidup menggereja sangat kurang. Selain itu, pendekatan terhadap merekapun sulit dilakukan karena selain kesibukan mereka, mereka juga cenderung untuk menutup diri terhadap “perhatian” yang diberikan oleh pihak Gereja. Adapun penelitian ini akan dilakukan selama bulan Maret 2007.

(59)

41

diteruskan kepada keluarga-keluarga muda yang dijadikan responden. Selain itu penulis juga mengunjungi para pasutri sendiri untuk diminta mengisi kuesioner secara langsung.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, instrument pengumpul data yang dipakai adalah dengan menyebarkan kuesioner, mengingat para responden tersebar secara geografis (Wasito, 1992: 74). Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup, sedangkan untuk menggali harapan-harapan dari mereka digunakan kuesioner yang semi terbuka dimana para responden dimungkinkan untuk menambah jawab yang telah disediakan. Penyebaran kuesioner dilakukan pada awal bulan Maret 2007.

Jenis kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup sedangkan model kuesioner yang digunakan adalah model skala likert, dengan tiga dan lima kategori jawaban untuk setiap pilihan dalam suatu item diberi bobot skor sebagai berikut:

Tabel 1. Bobot Skor

Lima Kategoro Jawaban Tiga Kategori Jawaban Selalu = 4

Sering = 3 Kadang-kadang = 2 Tidak pernah = 1

Ya = 3 Ragu-ragu = 2 Tidak = 1

(60)

42

4. Responden Penelitian

Responden penelitian dipilih dengan kriteria tertentu (Purposive Sampling) hanya sekitar dua puluh tiga (23) pasutri dari populasi sekitar lima puluh (50) pasutri. Ini dipilih berdasarkan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja, dan mempunyai waktu banyak untuk tinggal di rumah bersama keluarga. Selain itu, keluarga yang dipilih juga berdasarkan rekomendasi dari Romo paroki dan ketua-ketua lingkungan setempat.

5. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti melalui instrument kuesioner dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Variabel Penelitian

Variabel No. Item Jml

1 2 3

1. Identitas Responden 1,2,3 3 2. Komunikasi di dalam Keluarga 4,5,6, 7,8 ,9,10,11,31 9 3. Pendidikan Anak di dalam Keluarga 12,13,14,15,16,

17,18,19, 20,21,22,23 5. Harapan-harapan keluarga muda

terhadap Gereja

B1,B2, B3 3

Jumlah total item 36

Untuk mempermudah penyusunan daftar pertanyaan dengan skala Likert pada kuesioner, disusunlah kisi-kisi final sebagai berikut:

Tabel 3. Kisi-kisi Kuesioner

Variabel Sub Variabel Deskriptor Jml

Item No. Item

1 2 3 4 5

(61)

43

Responden 2)Pendidikan

3)Pekerjaan

2. Komunikasi di dalam Keluarga

1) Saling mengampuni

2) Cara menyelesaikan

konflik

1) Menjalin relasi

dengan masyarakat sekitar

2) Ikut ambil bagian

dalam kegiatan

3. Pendidikan anak di dalam Keluarga.

2) Orang tua sadar akan

tugas dan

a.Sebagai Nabi Keluarga mewartakan

Injil

3 24,25

(62)

44

D. Hasil Penelitian

1. Analisis Deskriptif

Dari 23 kuesioner yang disebarkan kepada keluarga-keluarga muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru, semua berhasil dikumpulkan. Data tersebut diperoleh melalui kuesioner yang disusun oleh peneliti.

Berikut ini adalah 23 responden (pasutri) berdasarkan usia pernikahan mereka:

Tabel 4. Usia Pernikahan Responden (N=23)

Usia Perkawinan Jumlah responden Persentase %

1 2 3

(63)

45

Responden penlitian yang mengisi lembar kuesioner juga dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan. Untuk mengisi bagian ini, suami dan istri dibedakan kerena memang suami-istri yang mengisi lembar kuesioner mempunyai tingkat pendidikan terakhir yang berbeda. Adapun data berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden Istri (N=23)

Pendidikan Jumlah Persentase %

1 2 3

Perguruan Tinggi 13 57

SMA/SMK 9 39

SMP 1 4

SD - -

Jumlah 23 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir responden (istri) yang terbanyak adalah Perguruan Tinggi (57%). Dari sini dapat dikatakan bahwa para istri muda di paroki Santo Antonius Kotabaru ini sangat berpendidikan, sebab tingkat pendidikan yang paling rendah adalah SMP (4%).

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Suami (N=23)

Pendidikan Jumlah Persentase %

1 2 3

Perguruan Tinggi 12 53

SMA/SMK 10 43

SMP 1 4

SD - -

Jumlah 23 100

(64)

46

berpendidikan, sebab tingkat pendidikan yang paling rendah adalah SMP (4%) saja.

Seperti halnya tingkat pendidikan, untuk jenis pekerjaan juga dibedakan antara suami dan istri, karena baik suami atau istri mempunyai perbedaan dalam hal jenis pekerjaan. Informasi mengenai jenis pekerjaan responden dapat diamati dalam tabel di bawah ini:

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Responden (istri) (N=23)

Pekerjaan Jumlah Persentase %

1 2 3

PNS 3 13

Karyawan 7 31

Wiraswasta 3 13

Ibu rumah tangga 10 43

Jumlah 23 100

Dari tabel tersebut dapat diketahui jumlah responden (istri) terbanyak adalah sebagai ibu rumah tangga ( tidak bekerja) (43%). Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa ternyata sebagian besar para istri (57%) mengahabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di luar rumah dari pagi hingga petang.

Tabel 8. Jenis Pekerjaan Responden (suami) (N=23)

Pekerjaan Jumlah Persentase %

1 2 3

PNS 3 13

Karyawan 9 39

Wiraswasta 7 31

Lainnya….(tidak tetap) 4 17

Jumlah 23 100

(65)

47

suami muda tersebut sudah mempunyai pekerjaan tetap, karena hanya 4 responden saja yang tidak mempunyai pekerjaan tetap (17 %). Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa ternyata sebagaian besar para suami juga menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di luar rumah dari pagi hingga petang.

Selanjutnya akan dipaparkan tentang frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti. Pemaparan selengkapnya disajikan dalam tabel-tabel berikut:

a. Frekuensi Komunikasi di dalam Keluarga

Berdasarkan data yang diperoleh mengenai komunikasi di dalam keluarga, ditemukan skor tertinggi 29 dan skor terendah sebasar 24. adapun frekuensinya dapat diamati sebagai berikut:

Tabel 9. Komunikasi di dalam keluarga (N=23)

Kelas interval Frekuensi absolut Frekuensi relatif

(%)

1 2 3

27-29 8 35

24-26 11 48

21-23 4 17

Jumlah 23 100

b. Frekuensi Pendidikan Anak

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai pendidikan anak di dalam keluarga, ditemukan skor tertinggi sebesar 41 dan skor terendah sebesar 30. adapun frekuensinya dapat diamati dalam tabel berikut :

Tabel 10. Pendidikan Anak di dalam Keluarga (N=23)

Kelas interval Frekuensi absolut Frekuensi relatif (%)

1 2 3

38-41 6 26

34-37 9 39

(66)

48

1 2 3

Jumlah 23 100

c. Frekuensi Keluarga Turut Serta dalam Tugas Perutusan Gereja

Berdasarkan data yang diperoleh mengenai keluarga turut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja, ditemukan skor tertinggi sebesar 30 dan skor terendah sebesar 22. adapun frekuensinya dapat diamati dalam tabel berikut:

Tabel 11. Keluarga Turut Serta dalam Tugas Perutusan Gereja

(N=23)

Kelas interval Frekuensi absolut Frekuensi relatif (%)

1 2 3

28-30 5 22

25-27 12 52

22-24 6 26

Jumlah 23 100

d. Harapan Keluarga Muda terhadap Gereja

Dari jawaban terhadap pertanyaan, responden cukup terbuka dalam menanggapi dan menjawab pertanyaan. Namun demikian ada beberapa responden yang mengisi lembar kuesioner itu dengan asal-asalan saja. Hal ini mungkin karena responden merasa hal tersebut tidak penting dan hanya formalitas saja (yang penting diisi).

(67)

49

Cara Pendampingan

Tabel 12. Cara Pendampingan

Cara Pendampingan Jumlah

Responden

Persentase %

1 2 3

a). Berkelompok/massal 6 26,08

b). Pribadi 15 65,21

c). Keduanya 2 8,69

Dari tabel di datas dapat dilihat, bahwa 15 responden (65,21%) mengharapkan pendampingan secara pribadi terhadap mereka. Namun 2 orang responden (8,69%) tidak mempermasalahkan cara pendampingan yang akan dilakukan terhadap mereka, baik secara pribadi ataupun kelompok.

Bentuk Pembinaan

Tabel 13. Bentuk pembinaan yang Diharapkan

Bentuk Pembinaan Jumlah

Responden

Persentase %

1 2 3

a). Konferensi 3 13,04

b). Rekoleksi 11 47,82

c). Retret 6 26,08

d). Konsultasi 3 13,04

Gambar

Tabel 1. Bobot Skor
Tabel 2. Variabel Penelitian
Tabel 4. Usia Pernikahan Responden (N=23)
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Responden Istri (N=23)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam cerita tadi, gadis tersebut setia kepada sang raja, walaupun telah bertahun-tahun raja meninggalkan dia sendirian, karena dia percaya bahwa raja itu suatu saat akan

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki

Tema : Bimbingan Orang tua terhadap Perkembangan iman anak dalam keluarga katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Tujuan : Membantu orang tua Kristiani meningkatkan kesadaran

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah seberapa besar peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja dan usaha apa yang dapat dilakukan

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki

Sakramen inisiasi memperlihatkan bahwa karya penyelamatan yang secara bulat nampak dalam perayaan Ekaristi atau perjamuan Tuhan yang pelakunya ialah jemaat sebagai jemaat