BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia, sangat luhur dalam meningkatkan kualitas manusia, sehingga segala
usaha yang mengarah pada keberhasilan pendidikan merupakan sebuah
keharusan. Pada era globalisasi, masyarakat sudah sadar akan pentingnya
pendidikan. Pendidikan akan membawa manusia pada kehidupan yang lebih
baik dan lebih bermartabat. Hal ini senada dengan makna pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, Aqidah Akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, No. 20, 2003: 3).
Keberhasilan dalam bidang pendidikan melalui proses pembelajaran
di sekolah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu guru,
peserta didik, kurikulum, tenaga pendidik, biaya, sarana dan prasarana serta
faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi, sudah tentu
akan memperlancar proses pembelajaran. Keberhasilan dalam bidang
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka perlu adanya proses
pembelajaran yang bermutu dan berkualitas. Baik bermutu pada prosesnya
maupun hasil akhir pembelajaran yaitu prestasi belajar. Prestasi belajar
merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberprestasian belajar
siswa. Siswa yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah
berprestasi dalam pembelajaran, dan sebaliknya siswa yang prestasi belajarnya
rendah dapat dikatakan belum berprestasi dalam pembelajaran.
Belajar sebagai suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap
dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya dan aspek lainnya yang ada pada individu (Sudjana, 2002:
280). Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat
pengetahuan dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri
seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah
lakunya.
Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah
metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah,
karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan
antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran,.
Sehingga kadang kala metode konvensional menimbulkan kejenuhan dalam
Proses pembelajaran yang didominasi dengan tuntutan untuk
menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin untuk menghadapi
ujian, dimana peserta didik harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkannya.
Kondisi ini sangat bertentangan dengan kondisi psikologis peserta didik
dimana proses transfer pengetahuan bakal efektif jika melalui “gaya belajar”
peserta didik sendiri. Oleh karena itu, gaya mengajar pendidik harus
disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik tersebut.
Hal ini pun sejalan dengan pendapat Sudjana (2005: 40), bahwa
peserta didik adalah insan yang aktif serta perlu diperdayakan untuk
berpartisipasi penuh dalam penentuan dan pembentukan cara belajarnya.
Tetapi kenyataannya, dalam pembelajaran di kelas justru sebaliknya, peserta
didik harus susah payah menyesuaikan dengan gaya mengajar pendidik.
Akibatnya peserta didik cenderung tertekan dan belajar dalam kondisi yang
tidak menyenangkan.
Hasil observasi awal peneliti di SMK Gajah Mada Purwodadi, bahwa
mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang membosankan dan
kurang menarik bagi siswa, hal ini disebabkan siswa harus menghafal dan
mengingat materi PKn. Selain itu proses pembelajaran PKn yang berlangsung
masih berorientasi pada guru yang menyampaikan materi dengan tidak
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sedangkan siswa hanya berperan
sebagai penerima informasi saja. Hal ini mengakibatkan keterlibatan siswa
Belum nampaknya keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn itu
terlihat dari masih banyaknya siswa yang kurang aktif dalam memberikan
pendapat atau memberi gagasannya, mengajukan pertanyaan ataupun dalam
mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Padahal jika proses
pembelajaran berorientasi pada siswa dimana siswa mencari tahu sendiri
mengenai materi yang dipelajari dengan dikaitkan pada suatu fenomena atau
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mampu
memahami pelajaran dengan baik.
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan
beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa
dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil
menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa
kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang
diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang
didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar
pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas
permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Sebagaimana yang penulis tahu bahwa materi PKn syarat dengan
nilai. Nilai-nilai yang akan mendukung untuk membentuk siswa menjadi
warga negara yang baik, warga negara yang cinta pada tanah air, yang rela
tinggi. Selain contoh nilai-nilai di atas masih banyak lagi nilai-nilai yang
diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
Berdasarkan realita di atas, maka peranan guru sangat diperlukan
dalam keberhasilan pembelajaran. Guru dikatakan berhasil dalam mengajar
jika tujuan-tujuan pembelajaran sudah tercapai. Kreativitas guru dalam
memilih metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan. Siswa tidak
hanya berperan sebagai obyek pembelajaran, tetapi juga sebagai subyek
pembelajaran. Alur proses pembelajaran tidak hanya dari guru ke siswa, tetapi
juga dari siswa ke guru bahkan siswa bisa juga belajar bersama peserta didik
lain dan bekerjasama.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan
dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan teori
dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Pembelajaran yang pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik, perlu
untuk ditingkatkan. Karena pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum
yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru
harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika
peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan
pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu
pembelajaran yang lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran,
itulah guru mencoba mengembangkan pendekatan contextual teaching and
learning (CTL) pada pembelajaran PKn. Wina Sanjaya (2006: 255),
menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Lebih lanjut
Syaiful Sagala (2005: 88), menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Bertitik tolak dari masalah-masalah di atas, maka guru mata pelajaran
PKn harus selalu berupaya mencari solusi untuk memperbaiki proses
pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi siswa, salah satunya yaitu
dengan penerapan model pembelajaran kontekstual. Metode kontekstual ini
diasumsikan memiliki peranan yang cukup kuat dalam memberikan
pemahaman kepada siswa atas teori materi yang bersifat abstrak agar bisa
dipahami secara konkrit. Siswa menjadi lebih mudah memahami materi
pelajaran dari segi proses pembelajaran dengan mengaitkan antara materi dan
lingkungan sekitar.
Hal tersebut sebagaimana hasil observasi sementara peneliti di SMK
dan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran PKn secara maksimal.
Mengingat pembelajaran PKn merupakan materi pelajaran yang banyak
bersifat moral dan afektif yang memerlukan pemahaman yang bersifat praktis
secara komprehensif.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud mengadakan
penelitian di SMK Gajah Mada Purwodadi dengan judul “ Pembelajaran PKn
dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning, di SMK Gajah Mada
Purwodadi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas fokus penelitian ini adalah
“Bagaimana Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Contexstual Teaching
Learning (CTL) di SMK Gajah Mada Purwodadi”. Fokus tersebut dijabarkan menjadi empat sub fokus sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning diSMK Gajah Mada Purwodadi ?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning diSMK Gajah Mada Purwodadi ?
3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam pembelajaran
PKn dengan Pendekatan Contexstual Teaching Learning (CTL) di
SMK Gajah Mada Purwodadi ?
4. Bagaimana evaluasai dalam pembelajaran PKn dengan pendekatan
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendiskripsikan:
1. Perencanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching
and Learning diSMK Gajah Mada Purwodadi.
2. pelaksanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching
and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi.
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran PKn dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada
Purwodadi.
4. Evaluasi pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning diSMK Gajah Mada Purwodadi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi baik secara teoritis
maupun praktis terhadap pengembangan program pendidikan. Secara teoritis
penelitian ini dapat memberi masukan, berupa pengembangan model
pembelajaran kontekstual terutama dalam pembelajaran PKn.
Secara praktis, metode pembelajaran CTL diharapkan dapat
bermanfaat:
1) Bagi guru
a. Memberikan pengalaman untuk guru dalam merancang model
b. Mengembangkan potensi guru sebagai pengembang kurikulum
(curriculum development), perencana, pelaksana serta sebagai motivator,
serta sebagai bahan masukan dalam meningkatkan efektivitas
mengembangkan kemampuan profesional untuk mengadakan perubahan,
perbaikan dalam pembelajaran PKn di SMK.
2) Bagi siswa
a. Menumbuhkan motivasi, meningkatkan aktivitas, memupuk kreativitas
serta penuh inisiatif siswa dalam pembelajaran PKn.
b. Melatih keberanian, keterampilan dan rasa percaya diri pada saat
melaksanakan pembelajaran PKn dan menumbuhkan kreatifitas siswa
dalam melaksanakan pembelajaran PKn dengan menggunakan berbagai
model diantaranya model pembelajaran CTL.
3) Bagi sekolah
a. Meningkatkan kualitas pengelolaan pembelajaran dalam rangka
mencapai tujuan mata pelajaran PKn.
b. Hasil perbaikan ini menjadi masukan bagi sekolah untuk menerapkan
pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn di SMK.
4) Bagi penulis
a. Memberi pengalaman bagi peneliti dan menambah khazanah keilmuan
sebagai bekal menjadi guru yang profesional kelak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat
pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan
tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan
maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi
(Djamarah, 2002: 11). Kegiatan belajar mengajar seperti
mengorganisasikan pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar
mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk
dalam cakupan tanggung jawab guru.
Belajar dapat diartikan sebagai proses berfikir. Belajar berfikir
menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan
melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam
pembelajaran berfikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya
menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi
yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh
pengetahuannnya sendiri (Sanjaya, 2006: 107).
Pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun meliputi
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Hamalik, 2008: 55). Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan
dampak logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan mengharuskan
penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara terus
menerus. Di samping itu diperlukan pemutakhiran pilihan atas
berbagai konsep-konsep pembelajaran serta alternatif inovasi
pendidikan yang berkembang semakin beragam. Harus selalu
diupayakan adanya usaha perbaikan dan peningkatan kualitas isi,
efisiensi dan efektivitas pembelajaran, proses dan hasil pembelajaran.
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng dalam (Uno ,
2008:2) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Sebagaimana
diungkapkan (Dexzrek,2008:1) bahwa Pembelajaran ialah
membelajarkan siswa menggunakan jasa pendidikan maupun teori
belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Sehingga
Secara impilisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode, untuk mencapai hasil
pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan
metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada.
b. Ciri-ciri Pembelajaran
Pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi antar manusia
yang disebut sebagai interaksi. Menurut Hamalik ( 2011: 23 ) ada tiga
1)Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana
khusus.
2)Saling ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur
bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya
kepad sistem pembelajaran.
3)Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang
hendaka dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara dasar
perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang
alami (natural).
c. Unsur-unsur pembelajaran
Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem
pembelajaran adalah seorang warga belajar, suatu tujuan dan suatu
prosedur kerja untuk mencapai tujuan, dalam hal ini, tutor tidak
termasuk sebagai unsur sistem pembelajaran, fungsinya dapat
digantikan atau dialihkan kepada media sebagai pengganti, seperti :
buku, slide atau teks diprogram dan sebagainya.
Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada tutor:
1) Motivasi membelajarkan warga belajar.
2) Kondisi guru/tutor siap membelajarkan siswa/peserta didik.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Sumadi Suryabrata (2004: 249-250), belajar sebagai proses atau
aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor yaitu
sebagai berikut :
1) Faktor yang berasal dari luar diri warga belajar di golongkan
menjadi yaitu : Faktor non sosial dan Faktor sosial.
2) Faktor yang berasal dari dalam diri warga belajar, Faktor fisiologis,
jasmani, fungsi fungsional tertentu, dan Faktor psikologis
mendorong aktivitas belajar.
2. Pembelajaran Berdasarkan Konsep Siswa
Konsep siswa memandang belajar sebagai proses aktif dan
interaktif sebagai proses interpretasi dan interaksi diri terhadap realitas dan
sensori-sensori baru yang melibatkan konstruksi - konstruksi inter dan
intra individu. Dengan konsep siswa, siswa dapat mencipta makna-makna
melalui interaksi atau pengaitan diri antara pengetahuan yang telah ada
dalam struktur kognitifnya dengan pengetahuan baru. Sentralitas dari
setiap peristiwa pembelajaran terletak pada “suksesnya siswa
mengorganisasi pengalaman belajarnya, bukan pada kebenaran siswa
dalam melakukan replikasi atas apa yang dikerjakan guru”(Bodner dalam
Sadia, 1996). Pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa
memandang siswa bukan sebagai kertas kosong akan tetapi siswa
dipandang sebagai pihak yang telah memiliki pengetahuan awal yang
peristiwa yang dialaminya sehari-hari. Sehingga dalam tahapan awal dari
penerapan pembelajaran dengan konsep siswa, guru harus dapat menggali
pengetahuan-pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa (Rodjikin,
2012: 116).
Pengembangan pembelajaran berdasarkan konsep siswa dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa
ada beberapa tahapan dalam pelaksanaannya :
a. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan guru membuat rencana pembelajaran
sesuai dengan pokok bahasan yang akan dibahas. Selain itu tugas-tugas
yang akan diberikan kepada siswa juga sudah disiapkan sesuai dengan
b. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan konsep siswa guru
hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator saja, materi yang
disampaikan oleh guru kepada siswa dikaitkan dengan kondisi aktual
sehari-hari yang dialami oleh siswa. Sehingga konsep – konsep yang
ada dalam pokok bahasan yang sedang dibahas merupakan
konsep-konsep yang memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
c. Evaluasi
Pada tahapan ini dilakukan evaluasi sejauhmana penguasaan
siswa terhadap pokok bahasan yang dipelajari. Dari hasil evaluasi ini,
kita akan mengetahui sejauhmana efektifitas dari pembelajaran dengan
menggunakan konsep siswa.
d. Refleksi
Tahapan akhir yaitu refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Hasil dari refleksi merupakan masukan untuk perbaikan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran berikutnya.
3. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
a. Pengertian pembelajaran CTL
Elaine B. Johnson (Riwayat, 2008), mengatakan pembelajaran
kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine
pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna
dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah
usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri
tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari
konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa
pembelajaran kontekstual adalah suatu usaha yang dilakukan peserta
didik untuk menghasilkan pengetahuan dengan menghubungkan muatan
akademis dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan
bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak
hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan
pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar
pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Dengan
demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi
atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep ini
membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dengan model Gordom yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas
pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan social. Ia
juga menekankan bahwa ide-ide yang bermakna dapat ditingkatkan
melalui aktivitas kreatif untuk memperkaya pemikiran ( Mulyasa,
2008:163 ).
Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of
Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna
belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana
mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang
mereka pelajari berguna sebagai bekal dalam hidupnya nanti. Sehingga,
akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang
memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan
siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan para siswa dalam
aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran
akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi.
Beberapa pendapat tentang pembelajaran Kontekstual adalah sebagai
berikut :
1) Nanang Hanafiah (2009 : 67), menyatakan bahwa Contextual
Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan
pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran
holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam
memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang
dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan
lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural.
Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu
konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
2) Wina Sanjaya (2006: 255), menyatakan bahwa Contextual Teaching
and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
3) Syaiful Sagala (2005 : 88), menyatakan bahwa Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.
4) Rusman (2009: 240), mengatakan pendekatan Kontekstual adalah
keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan
nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain
karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait
dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian
ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya
yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan
terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan
demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan
dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang
dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran Kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang
memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah,
dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkrit (terkait
dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam
mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian,
pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, tetapi yang
terpenting adalah proses.
b. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran CTL
Pembelajaran kontekstual lebih dikenal dengan istilah
Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan pendekatan
sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL berusaha
melibatkan para siswa untuk mencari makna “konteks” itu sendiri.
Dalam pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan mengerti apa makna
dari belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana
mencapainya, dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka
pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, tugas guru adalah
membantu siswa. Guru akan lebih banyak berurusan dengan strategi
dari pada memberi informasi materi pelajaran. Guru hanya mengelola
kelas dan menciptakan situasi atau kondisi agar siswa dapat belajar
untuk mencapai tujuannya.
CTL sebagai suatu model pembelajaran memiliki tujuh komponen.
Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Menurut Wina
Sanjaya (2006: 264-269), ada tujuh komponen pendekatan CTL
sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:
1) Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman (Wina Sanjaya, 2006: 264). Kontuktivisme merupakan
landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan
melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus membangun pengetahuan ini memberi makna
melalui pengalaman yang nyata.
2) Menemukan (inquiry)
Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (Wina Sanjaya,
2006:265). Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui
upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain
yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3)Bertanya (Questioning)
Unsur lain yang menjadi karekteristik utama CTL, adalah
kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang
dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu,
bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur
bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa
untuk bertanya atau kemampuan dalam menggunakan pertanyaan
yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan
produktivitas pembelajaran.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari
teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning
community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui
sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima,
sifat ketergantungan yang positif dalam learning community
dikembangkan.
5) Pemodelan (Modelling)
Modelling yang dimaksudkan adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa (Wina Sanjaya, 2006: 267). Modelling merupakan komponen
yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui
modelling siswa dapat terhindar dari pmbelajaran yang teoritis –
abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru
saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang
tentang apa yang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai stuktur
pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
kesempatan untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya.
7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan
penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran
memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan
informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan
CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan
informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap
pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan
informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan
penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru
terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
c. Keunggulan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kelebihan dari model
pembelajaran dengan pendekatan CTL yaitu:
1) Siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
2) Siswa dapat saling bertanggung jawab atas kemampuan teman
dalam kelompoknya.
3) Siswa dapat belajar dari teman ( menjadi tutor sebaya ).
4) Siswa dapat belajar melalui pengalaman sendiri.
d. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
Depdiknas (Trianto, 2008: 25-26) secara garis besar
langkah-langkah Contextual Teaching and Learning adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya.
4) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok).
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
4. Pembelajaran PKn
a. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) berubah menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) dan dalam Kurikulum 2004 disebut sebagai
mata pelajaran Kewarganegaraan (Citizenship) (Depdiknas, 2003: 2).
Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi
agama, sosial kultur, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi
warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Fungsinya adalah sebagai
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2003: 2).
b. Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan;
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri
berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia, agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain; dan
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan atau
tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikas (Depdiknas, 2003: 2).
Mata pelajaran PKn terdiri dari dimensi pengetahuan
Kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik,
hukum, dan moral. Dimensi ketrampilan Kewarganegaraan (civics skill)
meliputi ketrampilan, partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dimensi nilai-nilai Kewarganegaraan (civics values)
mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai
religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi,
kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan
berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas. Mata
pelajaran Kewarganegaraan merupakan bidang kajian Interdisipliner
disiplin ilmu antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara,
hukum sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat (Depdiknas, 2003: 2).
c. Visi dan Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Dengan memperhatikan visi dan misi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu membentuk warga negara yang baik, maka
selain mencakup dimensi pengetahuan, karakteristik mata pelajaran
Kewarganegaraan ditandai dengan memberi penekanan pada dimensi
sikap dan keterampilan civics. Jadi, pertama-tama seorang warga
negara perlu memahami dan menguasai pengetahuan yang lengkap
tentang konsep dan prinsip-prinsip politik, hukum, dan moral civics.
Setelah menguasai pengetahuan, selanjutnya seorang warga negara
diharapkan memiliki sikap dan karakter sebagai warga negara yang
baik serta memiliki keterampilan Kewarganegaraan dalam bentuk
keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
keterampilan menentukan posisi diri, serta kecakapan hidup (life skills)
(Depdiknas, 2003: 4).
d. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Ruang lingkup mata pelajaran Kewarganegaraan
dikelompokkan ke dalam komponen rumpun bahan pelajaran dan sub
komponen rumpun bahan pelajaran. Aspek sistem berbangsa dan
bernegara yang meliputi: Persatuan bangsa dan Negara, Nilai dan
norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum), Hak Asasi Manusia,
demokrasi, Pancasila dan Konstitusi Negara, dan globalisasi
(Depdiknas, 2003: 5).
5. Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL.
a. Perencanaan Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses dan cara berfikir
mengenai sesuatu hal yang akan dilakukan dengan tujuan agar diri
seseorang dapat berubah. Perubahan tersebut mencakup aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik (Suwardi, 2007: 30). Pembelajaran dengan
pendekatan CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks
ke permasalahan/konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar
dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
Perencanaan dalam sebuah pembelajaran sangatlah penting
dipersiapkan oleh guru di awal, supaya pembelajaran benar-benar
terencana dan terprogram dengan baik. Guru mata pelajaran PKn
program tahunan (prota), program semester (promes), silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pemilihan metode
pembelajaran juga menjadi prioritas awal yang harus dicermati oleh
guru supaya pembelajaran bisa berjalan dengan baik, lancar serta tepat
sasaran.
Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di
kelas. Bagi guru, rencana pengajaran ini berfungsi sebagai acuan untuk
melaksanakan proses belajar mengajar di kelas agar lebih efisien dan
efektif (Uzer Usman, 2008: 61). Berdasarkan RPP inilah seorang guru
(baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan
bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP
harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa
perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai
secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar
kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Sebagaimana rencana
pembelajaran pada umumnya, rencana pembelajaran berbasis
kompetensi melalui pendekatan kontekstual dirancang oleh guru yang
akan melaksanakan pembelajaran di kelas¬yang berisi skenario tentang
apa yang akan dilakukan siswanya sehubungan topik yang akan
dipelajarinya. Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup
komponen-komponen berikut:
1) Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian
hasil belajar.
2) Tujuan pembelajaran.
3) Materi pembelajaran.
4) Pendekatan dan metode pembelajaran.
5) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
6) Alat dan sumber belajar.
7) Evaluasi pembelajaran.
Berbeda dengan rencana pembelajaran yang dikembangkan oleh
paham objektivis yang menekankan rincian dan kejelasan tujuan,
rencana pembelajaran kontekstual -yang dikembangkan oleh paham
konstruktivis- menekankan pada tahap-tahap kegiatan (yang
mencerminkan proses pembelajaran) siswa dan media atau sumber
pembelajaran yang dipakai. Dengan demikian, rumusan tujuan yang
spesifik bukan menjadi prioritas dalam penyusunan rencana
pembelajaran kontekstual karena yang akan dicapai lebih pada
kemajuan proses belajarnya.
Persiapan pembelajaran ini dikenal dengan perencanaan,
perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat utuk
membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai
langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno,
mengajar dan bagaimana siswa belajar. Kegiatan pembelajaran ini
merupakan kegiatan yang disadari dan direncanakan. Perencanaan
pembelajaran ini berkaitan dengan program pembelajaran berupa suatu
program yang isinya mengenai bagaimana mengajarkan materi PKn
yang sudah dirumuskan dalam kurikulum. Perencanaan pembelajaran
ini harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang
dianut dalam kurikulum (Syaodikh dan Ibrahim, 2003: 51).
Uno (2008: 3) menyatakan bahwa upaya perencanaan
pembelajaran dilakukan dengan asumsi:
1) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan
perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.
2) Untuk merancang suatu pembelajaran perlu dilakukan pendekatan
sistem.
3) Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana
seseoarang belajar.
4) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada
siswa secara perorangan.
5) Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah
mudahnya siswa untuk belajar.
b. Pelaksanaan Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) dapat
diterapkan dalam aneka ragam kurikulum dan bidang studi, demikian
juga pada kelas yang bagaimanapun keadaannya. Strategi pembelajaran
kontekstual mata pelajaran PKn di SMK Gajah Mada Purwodadi sudah
beberapa kali diterapkan dalam rangka mengembangkan pendekatan
meskipun belum maksimal, sehingga perlu adanya penerapan kembali
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini.
Penerapan model pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh
guru di kelas, memiliki langkah-langkah pembelajaran. Sebagaimana
yang dijabarkan oleh Depdiknas (Trianto, 2008: 25-26) secara garis
besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Hal ini juga dikemukakan oleh Prayudi (2007: 1), Proses
pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa
untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar
pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta
pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan
berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran
adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri.
Proses pembelajaran PKn dapat dilakukan dengan
memperhatikan langkah-langkah pembelajaran. Langkah atau cara
menuju kreatif adalah suatu cara yang dapat dilakukan seseorang
langkah tersebut menurut Utami Munandar (2005: 79-81) sebagai
berikut:
1) Mendefinisikan kembali problem yang dihadapi. Secara esensi cara
ini bisa dimaknai sebagai pelepasan seseorang dari belenggu pikirannya. Proses ini adalah bagian dari sintetis berpikir kreatif.
2) Bertanya dan menganalisa asumsi. Orang kreatif mempertanyakan
asumsi dan cepat menggerakkan orang lain melakukan hal yang sama. Mempertanyakan asumsi adalah bagian dari kreativitas berpikir analisis.
3) Menjual ide. Murid-murid dilatih bagaimana mempengaruhi orang
lain melalui gagasan-gagasan mereka. Menjual gagasan adalah bagian dari aspek praktikal berpikir kreatif.
4) Mendorong menghasilkan ide. Orang kreatif mampu
mendemonstrasikan gaya berpikir seorang legislatif. Seorang legislatif suka menghasilkan ide. Siswa butuh banyak pengetahuan agar ide yang muncul lebih baik. Guru dan murid harus bersama-sama mengidentifikasi dan mengenali aspek kreatif dari ide yang dihadirkan.
5) Mengenali dua arah perolehan pengetahuan. Murid-murid
dikenalkan pada proses belajar dua arah, berpusat pada guru dan belajar dari diri mereka sendiri. Proses belajar mengajar diciptakan sedemikian rupa,agar terjadi interaksi dua arah (guru-siswa), sehingga guru bukan hanya sebagai penceramah, akan tetapi siswa.
6) Mendorong siswa mengidentifikasi rintangan dan mengatasinya.
Interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar perlu diciptakan suasana yang nyaman. Guru dalam proses belajar mengajar harus dapat merangsang pikiran siswa untuk berpikir menemukan masalah dan cara memecahkannya. Siswa perlu tahu bahwa proses kreativitas berlangsung lama, agar nilai atau ide kreatif bisa dikenal dan dihargai.
7) Mendorong berpikir sehat dan berani mengambil resiko. Apakah
kesulitan, rintangan dan resiko harus dihindari? Tidak. Pertanyaan dan jawaban ini harus ditanamkan secara kuat pada jiwa murid, agar sadar tentang semua resiko yang akan dihadapi dari setiap pengambilan keputusan. Inilah bentuk berpikir sehat, sehingga hal tesebut merupakan harga kerja kreatif.
8) Mendorong toleransi ambigu. Menyadari adanya kodrat hitam dan
putih demikian pula, pemikiran dan perbuatan mempunyai dua dimensi, baik-buruk. Guru sebagai pendidik perlu untuk melatih daya pikir siswa terhadap hal-hak yang bersifat ambigu.
9) Membantu siswa membangun keyakinan meraih sukses (
self-efficacy). Semua siswa pada dasarnya mempunyai kemampuan berkreasi atas pengalaman-pengalamannya. Berada di kelompok
yang menyenangkan, misalnya, mendorong siswa mampu memunculkan sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, cara pertama adalah memberi suasana kondusif pada siswa untuk bisa kreatif.
10) Membantu siswa menemukan cinta pada perbuatannya. Siswa
disadarkan pentingnya mencintai apa yang sedang dikerjakan. Hal ini mendorong siswa menampilkan kerja yang bagus, fokus dan penuh dedikasi.
11) Mengajarkan siswa pentingnya menunda kepuasaan. Siswa harus
ditanam kesadaran pentingnya kita mengerjakan suatu proyek dalam jangka waktu lama, tanpa berharap cepat-cepat mendapatkan hasil
12) Memelihara lingkungan agar tetap kreatif. Suasana kelas
hendaknya dikondisikan untuk tetap terjaga kreativitasnya. Dengan demikian siswa akan terdorong untuk selalu kreatif.
c. Evaluasi Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL
Evaluasi merupakan komponen dalam sistem pengajaran,
sedangkan pengajaran merupakan implementasi dari kurikulum.
Fungsi utama evaluasi dalam kelas adalah untuk menentukan
hasil-hasil urutan pengajaran. Tujuan evaluasi untuk memperbaiki
pengajaran dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas (Oemar
Hamalik, 2011: 145-146). Evaluasi merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan
bagaimana tujuan pendidikan dapat tercapai. Pembelajaran yang terjadi
di sekolah atau khususnya di kelas, guru adalah pihak yang
bertanggung jawab atas hasil belajar siswa. Dengan demikian, guru
patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung
tugasnya, yakni mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru
bertugas mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang
dirumuskan (Arikunto, 2006: 3-4).
Ada tiga langkah pokok yang dilakukan dalam evaluasi
keseluruhan program pengajaran, terkait dengan pembelajaran PKn
yang masuk dalam kurikulum KTSP, yaitu sebagai berikut:
1) Evaluasi awal
Evaluasi awal atau pre test dilakukan sebelum pelajaran
diberikan. Tujuan dan fungsinya adalah untuk mengetahui
kemampuan awal siswa mengenai pembelajaran yang
bersangkutan. Dengan mengetahui kegiatan awal siswa, guru akan
dapat menentukan cara-cara penyampaian yang akan ditempuh
nanti. Untuk bahan-bahan yang telah dikuasai siswa, misalnya guru
tidak akan memberikan penjelasan yang banyak lagi, disamping itu
dengan adanya evaluasi awal guru akan dapat melihat hasil yang
betul-betul dicapai melalui program yang dilaksanakannya, setelah
membandingkannya dengan hasil evaluasi akhir (Syaodikh dan
Ibrahim, 2003: 88).
2) Pelaksanaan Pengajaran
Langkah berikutnya adalah melakukan pengajaran sesuai
dengan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang sudah
direncanakan. Selama langkah ini berlangsung, kegiatan evaluasi
yang dilakukan oleh guru antara lain dalam bentuk kuis,
tugas-tugas, observasi dan bertanya langsung kepada siswa tentang
evaluasi ini, guru dapat mengetahui bagian-bagian mana dari
materi yang belum begitu dipahami oleh siswa, dan bagian mana
dari kegiatan belajar mengajar yang tampaknya kurang efektif atau
sulit dilaksanakan dengan baik (Suwardi, 2007: 98).
3) Evaluasi akhir
Evaluasi akhir atau post test berfungsi untuk memperoleh
gambaran tentang kemampuan yang dicapai siswa pada akhir
pengajaran. Jika hasil evaluasi akhir kita bandingkan dengan
evaluasi awal, maka dapat diketahui seberapa jauh efek atau
pengaruh dari pengajaran yang telah kita berikan, disamping
sekaligus dapat pula diketahui bagian-bagian mana dari bahan
pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa
(Uno, 2008: 95).
Evaluasi pembelajaran dilaksanakan untuk mengetahui
kompetensi dan hasil belajar siswa mengenai materi tertentu.
Pelaksanaan evaluasi pada sebuah pembelajaran pada prinsipnya juga
sama antara metode yang satu dengan yang lain. Beberapa tahapan
evaluasi pembelajaran PKn ini dilakukan baik pada setiap akhir bab,
tengah semester maupun akhir semester. Hasil belajar siswa bisa
terlihat pada setiap tahapannya, baik yang jangka pendek maupun
jangka panjang. Pada jangka panjang, hasil evaluasi pada beberapa
Pada umumnya bentuk evaluasi tersebut bisa dilaksanakan
secara tertulis dan lisan, namun pada pembelajaran PKn ini, bentuk
evaluasi seringa dilakukan dalam bentuk praktik. Karena mengingat
bahwa pembelajaran PKn ini lebih mengedepankan sikap (afektif)
siswa dari pada aspek kognitif saja. Namun demikian, secara formal
akademik juga dilaksanakan evaluasi dalam bentuk tertulis.
Dalam pendekatan kontekstual hal-hal yang biasa digunakan
sebagai dasar menilai hasil belajar siswa adalah proyek
kegiatan/laporan, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan
siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tertulis, karya tulis.
Dengan penilaian sebenarnya siswa dinilai kemampuannya dengan
berbagai cara, salah satunya adalah tes tertulis sebagai sumber data
untuk meihat kemampuan/prestasi siswa (Trianto,2008:25-26).
B. Penelitian yang Relevan
Wayne Melville dan Bevis Yaxley (2009) dalam jurnal yang
berjudul Contextual Opportunities for Teacher Professional Learning: The
Experience of One Science Department. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa ada tiga poin penting yang timbul dari data analisis.
Yang pertama adalah dampak diabaikan oleh salah satu kebijakan sekolah
pada karya para guru di departemen. Yang kedua adalah kemauan guru
untuk memanfaatkan keahlian yang tepat, terlepas dari sumber keahlian
itu. Yang ketiga adalah cara dimana guru telah mengembangkan sebuah
dapat dibahas dan dikritik. Implikasi yang jelas dari poin ini adalah bahwa
guru, bekerja dalam departemen dan masyarakat pendidikan ilmu
pengetahuan yang lebih luas, yang membuat perubahan konseptual dari
pengembangan profesional untuk belajar profesional.
Persamaan dengan penelitian ini adalah peran guru diperlukan
dalam menyukseskan pencapaian belajar siswa yaitu dengan pendekatan
kontekstual sedangkan perbedaannya adalah lingkup yang diteliti bahwa di
penelitian ini tentang sekolah dan hasil belajar siswanya tetapi dalam
penelitian Wayne Melville dan Bevis Yaxley yaitu guru disebuah
departemen ilmu pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Misbachun Nisya’ dan Muchlis.
2013. Berjudul Penerapan pendekatan contextual teaching and learning
(CTL) Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam Untuk Meningkatkan
Karakter Menghargai Bagi Siswa Kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter menghargai dan
hasil belajar siswa setelah penerapan pendekatan Contxtual Teaching
and Learning (CTL) pada materi pokok hidrolisis garam. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan
empat siklus yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan,
dan 4) refleksi. Hasil penelitianmenunjukkan karakter menghargai siswa
pada putaran I sebesar 62,5% dengan kategori baik,pada putaran II
81,2%dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar siswa
pada putaran I sebesar 62,5%,pada putaran II sebesar 87,5%, pada
putaran III sebesar 87,5%. Berdasarkan data tersebut selama penerapan
pendekatan CTL karakter menghargai siswa mengalami peningkatan
dan ketuntasan hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan klasikal pada
putaran II dan III..
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahu ini
dengan penelitian ini yaitu persamaannya menggunakan sebuah metode
CTL dalam mengukur hasil belajar siswa, Sedangkan perbedaannya pada
penelitian terdahulu ini menggunakan metode CTL untuk mengetahui
karakter menghargai dan hasil belajar siswa setelah penerapan , dan
menggunakan bebrapa siklus untuk mengetahuinya sedangkan pada
penelitian ini dengan deskriptif kualitatif tentang pelaksanaan hingga
evaluasi serta faktor pendukung dan penghambatnya.
Penelitian yang dilakukan oleh I Pt. Agus Putra Adnyana1, Ni Kt.
Suarni2, I Wyn. Koyan. 2014. Berjudul Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Kontekstual Berbasis Diskusi Kelompok Debat Terhadap
Kemampuan Berpikir Analitik Mata Pelajaran PPKn Ditinjau dari Sikap
Sosial Siswa X MM SMK PGRI 2 Badung. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kontekstual berbasis
debat terhadap kemampuan berpikir analitik PKn ditinjau dari sikap sosial
Only Control Group Design. Sampel penelitian ini berjumlah 54
siswa dengan sistem random sampling terhadap kelas. Pengambilan
data dilakukan dengan kuisioner dan tes. Data diolah dengan
Anakova satu jalur. Hasil penelitiannya adalah: (1) kemampuan
berpikir analitik PKn siswa yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual berbasis debat lebih baik dari siswa yang
belajar dengan model konvensional sebelum kovariabel sikap sosial
dikendalikan (Fhitung=15,696;P<0,05); (2) setelah kovariabel sikap
sosial dikendalikan, siswa yang belajar dengan model pembelajaran
kontekstual berbasis debat memiliki kemampuan berpikir analitik PKn
yang lebih baik dari siswa yang belajar model konvensional
(Fhitung=9,748;P<0,05); (3) sikap sosial memberikan kontribusi positif
terhadap kemampuan berpikir analitik PKn, dengan kontribusi sebesar
16,4%. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual
berbasis debat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitik PKn
ditinjau dari sikap sosial siswa
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas maka terdapat persamaan
dengan penelitian ini yaitu menggunakan sebuah metode kooperatif CTL
dalam mengukur keberhasilan anak dalam pembelajaran PKn, salah
satunya dengan menggunakan metode debat pada pembelajaran ini.
Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu ini mengukur
anak sedangkan penelitian ini tidak ada sebuah pengukuran tetapi
deskriptif tentang pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan
CTL hingga sebuah evaluasinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ifraj Shamsid-Deen and Bettye P.
Smith. (2006). yang berjudul “Contextual Teaching And Learning
Practices in The Family and Consumer Sciences curriculum”. Hasil dari
penelitian ini menyatakan bahwa para guru yang berada di daerah
pedesaan mempunyai kesempatan lebih banyak dalam melakukan kegiatan
pembelajaran kontekstual bila dibandingkan dengan sekolah didaerah
perkotaan.
Meurut penelitian yang dilakukan oleh ISfraj bahwa bahwa para
guru yang berada di daerah pedesaan mempunyai kesempatan lebih
banyak dalam melakukan kegiatan pembelajaran kontekstual bila
dibandingkan dengan sekolah didaerah perkotaan. Hal ini berbanding
terbalik dengan penelitian ini karena lokasi penelitian ini dikota dan
menghasilkan prestasi belajar anak yang lebih baik dibandingkan dengan
yang dipelosok. Persamaannya adalah metode yang digunakan dengan
deskriptif kualitatif dengan survey lapangan, dokumen dan diperkuat
adanya wawancara.
Agung Yulianto dan Arief Yulianto. (2007). dalam Peningkatan
Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Ekonomi melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pada SMA
Negeri 11 Semarang. Hasil penelitian adalah mencoba menerapkan
konsep belajar yang mendorong guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas, dalam hal ini konsep-konsep ekonomi yang secara
realitas terjadi di dunia ekonomi dan memberikan rangsangan kepada
siswa untuk mengembangan kemampuan kritisnya untuk
menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Persamaan antara penelitian Agung Yulianto dengan penelitian kali
ini adalah sama-sama mengkaitkan proses pembelajaran dengan dunia
nyata yang ada dilingkungan sekitar. Perbedaannya bahwa jenis penelitian
Agung Yulianto penggunaan pendekatan kontekstual dilakukan secara
eksperimen, sedangkan jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Dian Ismail. 2013. Penggunaan Pendekatan Kontekstual dalam
Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi di kelas V SDN 6 Tibawa
kabupaten Gorontalo. Hasil pelaksanaan siklus I kemampuan siswa
kelas V SDN 6 Tibawa dalam menulis puisi masih rendah. Hal ini
berdasarkan hasil penilaian pada siklus I bahwa dari 25 orang siswa
terdapat 15 orang siswa atau 60% yang mampu menulis puisi. Dan
dari hasil pelaksanaan tindakan pada siklus II telah mencapai indikator
yang ditetapkan yaitu dari 25 orang siswa terdapat 20 orang atau 80%
tuntas secara klasikal 80%. Dengan demikian pelaksanaan tindakan
tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Berdasarkan data hasil
siswa dalam menulis puisi melalui penggunaan pendekatan kontekstual
dapat meningkat.
Persamaan antara penelitian Dian Ismail dengan penelitian kali ini
adalah bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa guru menggunakan
pendekatan kontekstual. Perbedaanya, penelitian Dian Ismail
menggunakan pendekatan PTK sementara penelitian kali ini berjenis
deskriptif kualitatif.
C. Kerangka Pikir
Dengan pembelajaran Contexstual Teaching Learning (CTL)
diharapkan sekolah memiliki keunggulan dalam bidang mata pelajaran PKn ,
karena tujuan dari PKn tidak hanya pengetahuan secara teoritis yang harus
dikembangkan tetapi lebih dari itu baik yang berhubungan dengan sikap
pribadi maupun sebagai warga negara yang baik, kesemuanya itu tidak lepas
dari tuntunan dari mata pelajaran PKn, hal ini memerlukan peran guru di
sekolah agar benar – benar mengkaji dan menerapkan model ini secara
maksimal baik mulai dari perencanaan, proses ( pelaksanaan KBM) sampai
pada pemberian evaluasi, dan adanya umpan balik, namun tidak hanya
pelajaran di kelas yang harus di berikan kepada siswa tetapi keteladanan
guru setiap hari juga merupakan hal yang utama. Di sisi lain siswa nantinya
juga akan menemukan sendiri manfaat ilmu yang di dapat baik dari
pengetahuan teoritis, maupun pembiasaan di sekolah, dan di masyarakat.
cerdas , dan berakhlak mulia sehingga dapat hidup di masyarakat secara
damai dan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab sesuai
dengan tujuan nasional.
Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Pembelajaran PKn rendah
Pembelajaran PKn optimal Perencanaan
pendekatan CTL
Pelaksanaan pendekatan CTL
Faktor pendukung
Faktor Penghambat
Evaluasi pendekatan CTL
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didasari oleh
konsep konstruktivisme yang memiliki pandangan bahwa realita bersifat
jamak, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisah-pisahkan. Dimana realita bersifat terbuka, kontekstual, secara sosial meliputi
persepsi dan pandangan-pandangan individu dan kolektif, diteliti dengan
menggunakan manusia sebagai instrumen ( Sutama, 2012: 32 ).
Penelitian diperoleh melalui pengamatan partisipatif dalam
kehidupan orang yang menjadi partisipan ( Sutama, 2012: 32 ). Penelitian
kualitatif juga dikenal sebagai penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan suatu keadaan atau
fenomena-fenomena apa adanya, tidak ada manipulasi atau perlakuan
tertentu terhadap objek penelitian ( Sutama, 2012: 38 ).
Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif karena
permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut terjaring dengan
metode penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner,
secara mendalam dan menemukan pola. Menurut Harsono ( 2008: 155 )
penelitian kualitatif disebut juga dengan penelitian naturalistik. Dengan
penelitian narulatistik, maka situasi lapangan akan tetap bersifat natural,
alami, wajar, dan tidak ada tindakan manipulasi, pengaturan, ataupun
eksperimen.
Penelitian kualitatif memiliki karakteritik antara lain (1) dilakukan
pada latar alami, karena yang merupakan alat penting adalah data langsung
dan perisetnya, (2) data yang dihimpun berbentuk kata-kata atau gambar
bukan dalam bentuk angka-angka, (3) lebih memperhatikan proses dan
mempedulikan produknya dari pada hasil, (4) data yang diperoleh dianalisis
dengan cara induktif tidak dalam rumusan hipotesa, (5) lebih
memperhatikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ( Sutama, 2012: 64 ).
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial
dan masalah manusia (Harsono, 2011: 19). Dalam penelitian kualitatif,
peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan,
terinci dari pandangan responeden, dan melakukan studi situasi yang alami.
Dengan penelitian naturalistik, maka situasi lapangan akan tetap bersifat
natural, alami, wajar, dan tidak ada tindakan manipulasi, pengaturan,
ataupun eksperimen (Harsono, 2008: 155).
2. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang
merupakan hasil tahapan rencana penelitian. Desain itu kemudian
diimplementasikan di dalam kegiatan penelitian. Selanjutnya, data yang
telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan
penelitian (Mantja, 2008: 2). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
desain penelitian etnografi. Penelitian kualitatif menggunakan kajian
etnografis sebagai ciri khasnya dimana dalam penelitian kualitatif hal-hal
subjektif ( subjektivitas murni ) termasuk yang diperhitungkan dalam
pengumpulan dan analisis data ( Sutama, 2012:33 ).
Penelitian etnografi dilaksanakan di lapangan dalam waktu yang
cukup lama, berbentuk observasi dan wawancara secara alamiah dengan
para partisipan dalam berbagai bentuk kesempatan kegiatan serta
mengumpulkan dokumen-dokumen. Menurut Jensen dan Jankowski (dalam
Harsono, 2011: 13) diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data tetatpi
sebuah cara untuk mendekati data dalam meneliti fenomena komunikasi.
Etnografi memiliki ciri unik yang membedakannya dengan metode
penelitian kualitatif lainnya yaitu observatory participant sebagai teknik
pengumpulan data (Harsono, 2011: 14). Jangka penelitian relatif lama,
berada dalam setting tertentu, wawancara yang mendalam dan tak
terstruktur serta mengikutsertakan interpretasi penelitinya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Gajah Mada Purwodadi. Pemilihan
lokasi ini karena beberapa alasan diantaranya adalah (1) SMK Gajah Mada
Purwodadi ini merupakan sekolah yang mengalami perkembangan pesat ,
terutama dalam prestasi siswa dan kelengkapan sarana dan prasarana
pendidikan (2) Guru memanfaatkan sumber belajar multimedia sehingga
kegiatan pembelajaran terlihat interaktif. (3) Untuk pembelajaran PKn materi
diberikan tidak hanya di dalam kelas saja, namun juga diberikan di luar kelas
dengan menggunakan berbagai metode. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
ini secara keseluruhan diprogramkan bisa terlaksana selama kurun waktu
5 (lima) bulan, terhitung mulai bulan Maret s/d Juli 2014 dengan rincian waktu