EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM ONE STOP SERVICE DALAM PELAYANAN PENGURUSAN PASPOR
KEPADA MASYARAKAT
(Studi Kasus di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh:
DIAN PERMANA PUTRA SITOHANG 120903046
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016
i ABSTRAK
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM ONE STOP SERVICE DALAM PELAYANAN PENGURUSAN PASPOR KEPADA
MASYARAKAT
(Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan) Nama : Dian Permana Putra Sitohang Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Universitas Sumatera Utara (USU) Dosen Pembinbing : Dr. Beti Nasution, M.SP
Pemerintah daerah telah menerapkan salah satu pola pelayanan prima yakni pelayanan terpadu satu pintu (One Stop Service), yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis pelayanan yang mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu.
Pola pelayanan terpadu satu pintu, ditujukan untuk memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan layanan, dan tidak perlu mendatangi ke dinas atau instansi pemberi izin yang lokasinya tersebar.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer berupa wawancara dan observasi dilapangan, dan pengumpulan data sekunder berupa dokumentasi dan studi kepustakaan. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diperoleh kesimpulan bahwa sesuai dengan alat analisis dari indikator efektivitas yaitu, pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata umumnya sudah tercapai namun dalam pemahaman program diharapkan agar pelaksana dapat lebih informatif dalam memberikan informasi mengenai konsep pelayanan One Stop Service (pelayanan terpadu satu pintu).
Kata kunci: Efektivitas, One Stop Service, Pelayanan Paspor.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa membimbing dan menyertai penulis selama proses pengerjaan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan).”
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua tersayang Drs. R.S. Sitohang dan E br. Sihombing, S.Kep yang dengan tulus, sabar, dan penuh kasih sayang telah membesarkan, mendidik, membimbing, dan memberikan dukungan yang terbaik baik moril dan material serta yang selalu mendoakan penulis hingga sampai saat ini. Begitu juga dengan adik penulis, Grace Beatrix Sitohang, dan Astrid Genius Natalia Sitohang terima kasih untuk dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.
2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
iii
3. Ibu Dr. Beti Nasution, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Kepada dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Kepada Bapak Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan Bapak Drs.
Lilik Bambang Lestari yang memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi dan meluangkan waktu dalam melaksanakan wawancara dengan peneliti
6. Kepada Bapak Kepala Seksi Perizinan Keimigrasian yang telah memberikan informasi terkait penelitian yang penulis lakukan
7. Kepada Kepala Sub Bagian Bapak Elfaiz Lubis dan Kepala Seksi Sarana Informasi Kantor Imigrasi Bapak Taufiq Hidayat yang telah membantu memberikan informasi dan data-data yang menyangkut penelitian ini.
8. Kepada semua pegawai Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan.
9. Kepada informan saya, Bang Ahmad Fadli, SE, Bang Afron Marbun SH, Bang M.Shofi, Pak J.Ginting dan Ibu Sri yang sangat baik memberikan waktunya untuk keperluan penelitian ini. Juga terhadap informan masyarakat yang tidak saya masukkan kedalam penulisan skripsi ini yang memberikan ide-ide, masukan, dan saling berdiskusi terhadap penelitian yang penulis lakukan.
iv
10. Untuk kak Dian Siregar yang baik dan kak Mega Sihaloho yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan.
11. Untuk keluarga penulis “Sitohang Family” yakni, Opung Dian Doli dan Opung Dian Boru, Uda Revana, Uda Kezia, Uda Ephraim, Bou Andre, Almarhum Bou Putri, Bou Angel yang memberikan dukungan materil dan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Untuk Kak Ratna Nababan yang baik hati dengan ikhlas mendukung dan memotivasi saya untuk menjadi orang yang sukses.
13. Terima kasih buat kawan main “Danga-Danga’, Andro, Erwin, Jonatan, Rio, Roberto, Wahyu baik dalam permainan nyata maupun permainan maya. Terimakasih atas keseruan yang telah diberikan
14. Terima kasih untuk kawan-kawan kelompok magang, Roberto, Anugrah, Erwin, Leo, Iren, Debi, dan Dwi
15. Terima kasih untuk teman-teman Administrasi Negara 2012 untuk setiap dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan baik isi maupun bahasanya. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih
Medan, 25 Oktober 2016 Penulis Dian Permana Putra Sitohang
v DAFTAR ISI
ABSTRAK .... ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI . ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Fokus Penelitian ... 7
1.3 Rumusan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Kerangka Teori... 8
1.6.1 Efektivitas ... 8
1.6.1.1 Pengertian Efektivitas ... 8
1.6.1.2 Ukuran Efektivitas ... 10
1.6.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas ... 15
1.6.1.4 PendekatanEfektivitas ... 17
1.6.1.5 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas ... 20
1.6.2 Pelaksanaan Program ... 23
1.6.2.1 Pengertian Pelaksanaan ... 23
1.6.2.2 Pengertian Program ... 24
1.6.2.3 Pengertian Pelaksanaan Program ... 27
1.6.3 One Stop Service ... 29
1.6.3.1 Pengertian One Stop Service ... 29
1.6.3.2 Tujuan dan Sasaran One Stop Service ... 31
1.6.3.3 Strategi Pelayanan Prima Pola One Stop Service ... 31
1.6.4 Pelayanan Publik ... 35
1.6.4.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 35
1.6.4.2 Unsur-unsur Pokok Pelayanan Publik ... 38
1.6.4.3 Jenis-jenis Pelayanan Publik ... 39
1.6.4.4 Prinsip-prinsip Pelayanan Publik ... 40
1.6.4.5 Asas-asas Pelayanan Publik ... 41
1.6.4.6 Standar Pelayanan Publik ... 43
1.6.4.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan ... 44
1.6.5 Paspor ... 47
1.6.5.1 Pengertian Paspor ... 47
1.6.5.2 Macam-macam Paspor ... 49
1.7 Defenisi Konsep ... 50
1.8 Sistematika Penulisan ... 51
BAB II METODE PENELITIAN ... 52
2.1 Bentuk Penelitian ... 52
2.2 Lokasi Penelitian ... 52
vi
2.3 Informan Penelitian ... 53
2.4 Data dan Metode Pengumpulan Data ... 53
2.5 Teknik Analisis Data ... 55
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 57
3.1 Sejarah Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 57
3.2 Visi Misi, Janji Layanan, Motto, dan Tata Nilai ... 59
3.3 Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas1 Khusus Medan ... 60
3.4 Struktur Organisasi ... 60
3.5 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi ... 65
3.6 Kepegawaian ... 70
3.7 Logo ... 72
3.8 Standar Operasional Prosedur ... 73
BAB IV ANALISA DATA ... 104
4.1 Pelaksanaan Wawancara ... 104
4.2 Identitas Informan ... 105
4.2.1 Identitas Informan berdasarkan Jenis Kelamin ... 105
4.2.2 Identitas Informan berdasarkan Usia ... 106
4.2.3 Identitas Informan berdasarkan Jenjang Pendidikan... 106
4.2.4 Identitas Informan berdasarkan Pekerjaan ... 107
4.3 Hasil Wawancara ... 108
4.3.1 Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service dalam Pelayanan Pengurusan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 108
4.4 Faktor Yang Mempengaruhi pelaksanaan program One Stop Service ... 124
BAB V PENYAJIAN DATA ... 132
5.1 Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service dalam Pelayanan Pengurusan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 133
5.1.1 Pemahaman Informan mengenai Program One Stop Service ... 134
5.1.2 Tepat Sasaran ... 134
5.1.3 Tepat Waktu ... 135
5.1.4 Tercapainya Tujuan ... 137
5.1.5 Perubahan Nyata ... 138
5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan OSS dalam pelayanan pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 146
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 146
6.2 Saran ... 147
DAFTAR PUSTAKA ... 149
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Karakteristik Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70
Tabel 3.2 Karakteristik Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 71
Tabel 3.3 Karakteristik Pegawai Berdasarkan Pendidikan ... 71
Tabel 3.4 Identifikasi SOP Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Walk-In dan Online dalam Sistem Pelayanan Paspor Terpadu (SPPT) Berdasarkan Tugas dan Fungsi Kantor Imigrasi ... 75
Tabel 3.5 Lembar Kerja Identifikasi Aktivitas atau Kegiatan Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Walk-In dan Online ... 76
Tabel 3.6 Lembar Kerja Identifikasi Aktivitas atau Kegiatan Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Online ... 77
Tabel 3.7 Lembar Kerja Identifikasi Aktivitas atau Kegiatan Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Walk-In ... 77
Tabel 3.8 Identifikasi Langkah Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Online ... 78
Tabel 3.9 Identifikasi Langkah Penerbitan Paspor Baru 24/48 Halaman Walk-In ... 82
Tabel 3.10 Identifikasi Kegiatan Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Walk-In ... 86
Tabel 3.11 Identifikasi Kegiatan Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Online ... 87
Tabel 3.12 Identifikasi Langkah Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Walk-In ... 88
Tabel 3.13 Identifikasi Langkah Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Online ... 92
Tabel 3.14 Identifikasi Kegiatan Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Hilang/Rusak masih dan habis berlaku ... 95
Tabel 3.15 Identifikasi Langkah Penerbitan Paspor Penggantian 24/48 Halaman Hilang/Rusak masih dan habis berlaku ... 96
Tabel 3.16 Identifikasi Kegiatan Perubahan Data Paspor dalam Sistem Pelayanan Paspor Terpadu (SPPT) ... 101
Tabel 3.17 Identifikasi Langkah Perubahan Data Paspor dalam Sistem Pelayanan Paspor Terpadu (SPPT) ... 101
Tabel 4.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 105
Tabel 4.2 Identitas Informan Berdasarkan Usia ... 105
Tabel 4.3 Identitas Informan Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 107
Tabel 4.4 Identitas Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 107
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Sejarah Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 57
Gambar 3.2 Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 60
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan ... 64
Gambar 3.4 Logo ... 72
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan publik saat ini menjadi salah satu isu penting dan terus berkembang serta penuh kritik dalam perkembangannya di masyarakat.
Pelayanan memiliki tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur yakni sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang meliputi empat aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, seperti melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, karena salah satu fungsi pemerintahan yang kini semakin disorot masyarakat adalah pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan instansi pemerintahan kini semakin mengemuka, bahkan menjadi tuntutan masyarakat. Di negara-negara berkembang dapat kita lihat mutu pelayanan publik adalah masalah yang sering muncul, karena pada negara berkembang umumnya permintaan akan
2
pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk memenuhinya sehingga persoalan yang sering dikritisi masyarakat atau para penerima layanan adalah persepsi terhadap “kualitas” yang melekat pada seluruh aspek pelayanan. Karena itu pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Tugas pelayanan masyarakat (public service) lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan publik, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan kepada publik. Dalam situasi sekarang ini, urgensi pelayanan publik semakin meningkat.
Masyarakat telah mengalami peningkatan dalam berbagai aspek kehidupannya, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah membuka akses informasi kepada segenap lapisan masyarakat (information society), dimana rakyat telah dapat membandingkan pelayanan publik antar berbagai negara dan sebagai konsekuensinya tuntutan pelayanan publik yang semakin berkualitas tidak dapat dihindari lagi. Demikian halnya melalui pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam era globalisasi akan membentuk konsumen individual dimana hal ini harus direspon dengan peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pelayanan publik akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik.
Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik harus senantiasa meningkatkan kualitasnya.
Pelayanan publik sering disebut sebagai pelayanan konstitusional.
Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul konstitusi semua negara yang
3
menyebutkan bahwa negara harus memberikan berbagai fasilitas kepada warga negara. Oleh karena itu peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial dalam studi manajemen, baik dalam lingkup manajemen sektor publik maupun manajemen sektor privat. Hal ini terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar. Sementara itu praktik penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti. Untuk itu sangat diharapkan adanya perbaikan di dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik yang belum terlaksana dengan baik menyebabkan buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah yang memiliki fungsi sebagai penyelenggara pelayanan publik, sudah menjadi suatu keharusan pemerintah dalam melakukan perbaikan pelayanan publik tersebut.
Perbaikan pelayanan publik menjadi salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang belum terselesaikan. Pelayanan publik merupakan isu yang sangat srategis karena menjadi arena interaksi antara pemerintah dan warganya.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup tiga aspek, yaitu penyelenggaraan pelayanan publik dalam bentuk barang, jasa dan pelayanan administratif merupakan kewajiban pemerintah dalam penyelenggaraannya. Saat ini kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi mengalami degradasi yang semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-aparat pemerintahan atau birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan
4
oleh penyelenggara pelayanan publik. Surijadi dalam Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi (2012:7), mengatakan meskipun upaya tersebut telah dilakukan oleh pemerintah, namun realitas pelayanan publik belum juga menunjukkan perubahan yang signifikan. Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik sangat rendah. Pengaduan dan keluhan tentang prosedur pelayanan yang berbelit, tidak adanya kepastian dan jangka waktu penyelesaian, biaya yang sangat mahal, persyaratan yang tidak transparan, dan sikap petugas pelayanan yang kurang responsif sering ditemui dan hampir merata dalam semua bidang pelayanan pemerintah saat ini.
Pemerintah daerah telah menerapkan salah satu pola pelayanan prima yakni pelayanan terpadu satu pintu (One Stop Service), yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis pelayanan yang mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu. Pola pelayanan terpadu satu pintu, ditujukan untuk memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan layanan, dan tidak perlu mendatangi ke dinas atau instansi pemberi izin yang lokasinya tersebar. Hal diatas tentunya menarik untuk diteliti dan dianalisis secara mendalam khususnya di Kantor Imigrasi Kota Medan dalam memberikan pelayanan paspor seperti yang kita ketahui berada langsung dibawah Direktorat Jenderal Imigrasi, keberadaan Kantor Imigrasi di Kota Medan dengan jelas memiliki suatu peran yang sangat penting. Terlebih dalam hal pelayanan masyarakat publik dalam pengurusan hal-hal seperti dokumen perjalanan, visa dan fasilitas, ijin tinggal dan status, intelijen, penyidikan, dan penindakan, lintas batas,
5
dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam hal ini penulis akan melihat dan lebih fokus membahas tentang efektivitas pelaksanaan program One Stop Service dalam pelayanan pengurusan Paspor atau Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Pentingnya meneliti pelayanan paspor ini dapat kita lihat dari banyaknya permintaan pengurusan paspor dari masyarakat ditiap bulannya. Hal ini menandakan bahwa mobilitas masyarakat semakin tinggi yang akan berpengaruh pada kebutuhan masyarakat akan paspor dan diharapkan pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Melihat pentingnya pelayanan yang berkualitas agar masyarakat yang dilayani merasa puas, maka diharapkan prosedur yang sederhana dan kemampuan pegawai dalam suatu instansi terutama instansi pemerintahan dapat mewujudkan kualitas pelayanan yang maksimal, efektif, dan efisien.
Dalam Kepmempan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan tentang prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu meliputi: kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta kenyamanan.Hal ini pun juga diperjelas di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan kepada masyarakat sekurang- kurangnya memenuhi standar yaitu: dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme, prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang
6
memberikan kepastian waktu, jaminan keamanan dan keselamatan, serta evaluasi kinerja pelaksana. Atas standar pelayanan inipun pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan belum dapat dipastikan apakah sudah sesuai atau belum dengan standar diatas.
Berbicara mengenai pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan ternyata juga tidak jauh dari sorotan publik (masyarakat). Baik dari sisi pengawasan dan pertanggung jawaban kinerja pegawai/petugas yang tidak maksimal yang kemudian melahirkan stigma dari masyarakat bahwa adanya pengawasan yang kurang baik. Belakangan ini telah diketahui bahwa kondisi tersebut disebabkan sering adanya keterlibatan calo pembuat paspor, dan juga tidak ada ketegasan dari pegawai/petugas, terkadang karena faktor keluarga yang datang untuk mengurus paspor sehingga datanya sering didahulukan dalam pengurusan tidak sesuai dengan proses yang telah diatur dan bahkan pula ada yang tidak ikut mengantri dalam pengurusan paspor karena faktor keluarga/kerabat dan disinilah faktor lemah petugas dalam pengawasan.
Menyikapi fenomena-fenomena tersebut, sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah konkrit agar pelayanan pengurusan paspor dapat terimplementasi dengan baik dan berhasil memenuhi kepuasan publik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan telah meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelayanan selaku aparatur pemerintahan.
Selain itu, bila aparatur pemerintah di Kantor Imigrasi Medan telah menerapkan kualitas pelayanan yang baik dalam pelayanan khususnya pengurusan paspor, maka hal ini dapat menjadi tolak ukur sekaligus sebagai motivasi guna menjawab
7
tantangan perubahan ke arah perbaikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat judul
“Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan).”
1.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis dan mendeskripsikan Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan).
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis menentukan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)?’’
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan program One Stop Service dalam pelayanan pengurusan paspor kepada masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi kelas 1 khusus Medan).
8 1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi bagi akademisi/pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai kualitas pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
2. Secara praktis dalam penelitian ini, dapat memberikan evaluasi pada pihak- pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan kualitas pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
1.6 Kerangka teori
Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Teori ini menjadi landasan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh. Adapun yang menjadi kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1 Efektivitas
1.6.1.1 Pengertian Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris, yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah
9
ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat, (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan:
“Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan.”
Selanjutnya Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.
Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik (2005:109), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:
“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.
10
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini, efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana, serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.
1.6.1.2 Ukuran Efektivitas
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau
11
hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat dapat menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978:77), yaitu:
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan
12
prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Selanjutnya Steers dalam Tangkilisan (2005:141), mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: produktivitas, kemampuan adaptasi kerja, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya.
Sedangkan Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) dalam bukunya
“Efektivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu dan sasaran yang merupakan target konkrit.
2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan
13
berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.
Pada penelitian ini, peneliti dalam mengukur efektivitas program menggunakan ukuran efektivitas program menurut Sutrisno (2007:125-126) yang terdiri dari:
1. Pemahaman Program
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana masyarakat dapat memahami program One Stop Service. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan.
Dengan memperhatikan kelompok sasaran maka suatu program dapat dikatakan efektif atau tidak.
2. Tepat Sasaran
Yaitu bagaimana kesesuaian program-program One Stop Service yang dirancang oleh pejabat atau pengelola kepada kelompok sasaran. Dalam indikator ini peneliti mencoba untuk mengukur sejauhmana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas program One Stop Service ini adalah masyarakat. Dengan demikian, indikator ini mencoba untuk mengukur bagaimana kesesuaian program-program yang telah dibuat kepada kelompok sasaran.
14 3. Tepat Waktu
Yaitu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui penggunaan waktu dalam pelaksanaan progam One Stop Service, apakah sesuai dengan jadwal yang sudah dirancang atau tidak. Dengan waktu yang tepat maka program tersebut akan lebih efektif.
4. Tercapainya Tujuan
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah tujuan dari dibentuknya program One Stop Service sudah tercapai atau belum mengingat program One Stop Service di Kantor Imigrasi kelas 1 khusus Medan tersebut sudah terbentuk sejak tahun 2014. Pencapaian tujuan juga dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target. Sehingga suatu program dapat dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Perubahan Nyata
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apa saja dan bagaimana bentuk perubahan nyata (khususnya mengenai pelayanan pengurusan paspor) sebelum dan sesudah adanya program One Stop Service. Sehingga dapat diukur melalui sejauhmana program One Stop Service tersebut memberikan suatu efek atau dampak serta perubahan nyata bagi masyarakat.
1.6.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
15
Agar pencapaian efektivitas itu dapat terwujud, maka perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi.
Richard M. Steers (1985:8) mengungkapkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, yaitu:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan mencakup dua aspek. Aspek yang pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam hal pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek yang kedua adalah lingkungan intern, yaitu lingkungan yang secara keseluruhan berada dalam lingkungan organisasi.
3. Karakteristik Pekerja
16
Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, kesadaran dari perbedaan setiap orang itulah yang merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan. Jika suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.
4. Karakteristik Manajemen
Karakteristik manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
1.6.1.4 Pendekatan Efektivitas
17
Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987:55), yakni:
1. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input.
Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non-fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.
3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.
Sedangkan menurut Gibson (1984:38), mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu:
1. Pendekatan Tujuan.
Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan
18 tujuan ini adalah pendekatan teori sistem.
2. Pendekatan Teori Sistem.
Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses- pengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok, atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan:
a. Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan–proses- keluaran,bukan keluaran yang sederhana, dan
b. Kriteria efektivitas harus mencerminkanhubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasiitu berada. Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen.
c. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya.
3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan
19
pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini juga memungkinkan mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi.
Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi:
1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang popular digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan, dan lain sebagainya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dikenal dengan Management By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pendekatan sistem.
Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya.
Mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
3. Pendekatan konstituensi-strategis.
Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam
20
lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
4. Pendekatan nilai-nilai bersaing.
Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing- masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.
1.6.1.5 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.
Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
1. Masalah kesahihan susunan
Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari yang konkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.
2. Masalah stabilitas kriteria
Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan, dan tekanan-tekanan ekstern.
21 3. Masalah perspektif waktu
Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu.
4. Masalah kriteria ganda
Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.
5. Masalah ketelitian pengukuran
Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang menyesatkan dalam proses analisis.
22 6. Masalah kemungkinan generalisasi
Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi, pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.
7. Masalah relevansi teoritis
Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita dalam memahami proses, struktur, dan tingkah laku organisasi, maka mereka kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.
8. Masalah tingkat analisis
Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).
Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan
23
sejauh mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan.
Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.
1.6.2 Pelaksanaan Program 1.6.2.1 Pengertian Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan.
Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002) mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai, dan bagaimana carayang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,
24
langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang.
Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku. Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain.
1.6.2.2 Pengertian Program
Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi.
Program akan menunjang implementasi, karena dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain:
a. Adanya tujuan yang ingin dicapai
b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan itu c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan
e. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Manila, 1996: 43)
25
Selanjutnya Jones (1991: 35), menyebutkan: Apakah program efektif atau tidak, maka stándar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi, interpretasi, penerapan. Ketiga standar penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Organisasi
Maksudnya disini ialah organisasi pelaksanaan program. Selanjutnya organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alat- alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Stuktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas- tugasnya. Aparatur dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program. Tugas aparat pelaksana program yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana program dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap aparatur dituntut memiliki kemampuan yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Interpretasi
Maksudnya disini agar program dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwewenang.
a. Sesuai Dengan Peraturan
26
Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten.
b. Sesuai Dengan Petunjuk Pelaksana
Sesuai dengan petunjuk pelaksana berarti pelaksanaan kebijaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktifitas pelaksanaan program.
c. Sesuai Petunjuk Teknis
Sesuai dengan petunjuk teknis berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan dalam bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan efektif, rasional, dan realistis.
3. Penerapan
Maksudnya disini peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang disiplin.
a. Prosedur kerja yang jelas
Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.
27 b. Program kerja
Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.
c. Jadwal kegiatan
Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhirinya suatu program agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.
1.6.2.3 Pengertian Pelaksanaan Program
Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu program di implementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif). Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksanaan baik itu organisasi maupun perorangan bertanggungjawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi program ádalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya,
28
melalui adanya organisasi, interpretasi, dan penerapan. Guna mencapai tujuan impementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi kebijakan (Wibawa, 1994:4). Untuk mengoperasionalkan implementasi program agar tercapainya suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksanaannya.
Model efektifitas implementasi program yang ditawarkan oleh Edward III (1980:17), menyebutkan empat faktor dalam melaksanakan suatu kebijakan, yakni:
komunikasi, sumberdaya, disposisi atau kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi.
Dalam penerapan program, harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang disiplin.
a. Prosedur kerja yang jelas
Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak tejadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.
b. Program kerja
Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.
c. Jadwal kegiatan
Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhiri.
29
Sehingga suatu program mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan yakni, adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.
1.6.3 One Stop Service
1.6.3.1 Pengertian One Stop Service
Sebagaimana telah diuraikan bahwa dewasa ini muncul tuntutan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya pemikiran tentang perlunya model organisasi baru untuk memberikan pelayanan publik yang didasarkan pada sudut pandang pelanggan baik sebagai masyarakat atau kalangan dunia usaha.
Dalam situasi ekonomi dewasa ini, menurut Kubicek dan Hagen (2001) makin membutuhkan sistem pelayanan yang komprehensif. Diibaratkan sebagai supermarket yang menyediakan berbagai barang kebutuhan masyarakat, begitu pula halnya tuntutan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Masyarakat atau dunia usaha saat ini mengharapkan dapat terpenuhinya kebutuhan pelayanan terutama pelayanan administratif dari pemerintah dalam satu lokasi. Struktur pemerintah yang bersifat hirarkis dan fungsional sering menjadi penghambat masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berhubungan dengan berbagai instansi pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu menurut Trochidis (2008) perlu dikembangkan model kelembagaan pelayanan publik yang dapat memudahkan masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berurusan dengan pemerintah. Salah satu konsep yang
30
dikembangkan adalah model pelayanan yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan pemerintah di satu lokasi. Model pelayanan publik seperti ini memiliki berbagai istilah seperti one-stop government, integrated service delivery, seamlessgovernment, joined up government, single access point, one-stop shop, one-stop services (dalam Trochidis, 2008; Kubicek dan Hagen, 2001).
Menurut Trochidis (2008) istilah-istilah tersebut merupakan salah satu praktek yang dominan dilakukan dewasa ini khususnya di negara maju yang mengintegrasikan pelayanan publik dari berbagai institusi pemerintah berdasarkan sudut kepentingan stakeholder. Dengan model pelayanan seperti itu pelayanan kepada masyarakat akan lebih nyaman, mudah diakses, dan bersifat personal.
Bahkan menurut Trochidis (2008) sistem pelayanan publik terintegrasi menjanjikan pemberian pelayanan yang mulus dari berbagai organisasi pemerintah, menciptakan efisiensi dan pengalaman pelayanan yang lebih baik bagi penyedia layanan serta pengguna layanan itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan model one stop service atau pun one-stop government adalah pengintegrasian pelayanan publik dari sudut pandang dan kepentingan masyarakat atau pelanggan (dalam Trochidis, 2008; Kubicek dan Hagen, 2001). Dengan model pelayanan publik, semua urusan masyarakat atau pelanggan dapat dipenuhi di dalam satu kontak, baik secara tatap muka maupun menggunakan media lainnya seperti telepon atau internet. Model pelayanan seperti ini terutama dibutuhkan untuk memberikan jenis-jenis pelayanan administratif.
1.6.3.2 Tujuan dan Sasaran One Stop Service
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang
31
Pedoman Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu, tujuan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah:
a. Meningkatkan kualitas layanan publik;
b. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik.
Sedangkan Sasaran Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah:
a. Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau;
b. Meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
1.6.3.3 Strategi Pelayanan Prima Pola One Stop Service
Pelayanan prima merupakan terjemahan dari excellent service yang artinya pelayanan terbaik. Pelayanan prima sebagai strategi adalah suatu pendekatan organisasi total yang menjadikan kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai penggerak utama pencapaian tujuan organisasi (Lovelock, 1992). Arti pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pengguna layanan. Penanganan layanan secara profesional menjadi kunci keberhasilan. Oleh sebab itu, perlu SDM aparaturyang memiliki kompetensi yang relevan dengan bidang-bidang layanan yang dikelola.
Hal tersebut agaknya tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dinas/instansi di daerah dalam kurun waktu yang pendek. Karena sistem penerimaan pegawai (PNS) yang masih kental nuansa KKN, selain dari pada itu pola pengembangan pegawai yang cenderung lebih menekankan pada aspek struktural dari pada aspek
32
fungsional. Akibatnya, SDM aparatur di daerah dalam meniti kariernya cenderung untuk menggapai jabatan, bukan untuk berprestasi pada fungsi-fungsi tertentu.
Dengan demikian jika dinas/instansi daerah ingin menerapkan layanan prima, maka yang paling mendasar harus dilakukan adalah mengupayakan peningkatan kompetensi SDM aparatur yang ada di lini depan, karena pada banyak organisasi kualitas layanan sangat dipengaruhi secara signifikan oleh SDM yang ada di lini depan. Semakin tinggi relevansi kompetensi SDM aparatur dengan bidang-bidang yang dikelola, maka akan semakin tinggi pula efektivitas layanan. Namun perlu dukungan ketersediaan fasilitas dan peralatan fisik yang memadai serta sistem insentif dan program yang dirancang berdasarkan evaluasi dan kajian terhadap dinamika faktor internal dan eksternal, termasuk keluhan masyarakat pengguna layanan. Hal ini penting diupayakan karena pelayanan prima juga harus ditopang terbentuknya budaya kualitas sebagai bagian dari etos kerja dan sistem kualitas untuk kinerja yang hendak dicapai oleh organisasi. Jika hal tersebut dapat diwujudkan, maka aparat di semua lini mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, secara operasional mereka melakukan empati, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, bekerja secara tim, dan mampu mencapai kinerja sesuai dengan tugas yang diberikan.
Strategi pelayanan prima pola layanan One Stop Service atau sering disebut sebagai layanan terpadu satu atap pada suatu tempat oleh beberapa instansi daerah yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing, sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru, strategi ini telah berhasil diterapkan pada layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang
33
melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dispenda, Kepolisian, dan Jasa Raharja. Penerapan layanan One Stop Service atau satu atap pada dasarnya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui peminimalan jarak geografis antar fungsi terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk proses layanan, pengguna jasa layanan juga menjadi lebih mudah untuk memperoleh layanan. Yang senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola layanan One Stop Service atau layanan satu atap adalah koordinasi diantara beberapa instansi yang terkait.
Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan layanan terpadu pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP, KK, akta kelahiran, dan perizinan yang dulunya dilakukan pada tempat yang terpisah kemudian disatu-atapkan di satu tempat. Persoalan yang muncul dalam hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai bentuk layanan yang berbeda proses penanganannya.
Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatu-atapkan perlu dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan layanan satu atap bagi bidang-bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan lini pertama, yaitu tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya untuk penyelesaiannya tetap pada instansi masing-masing. Penempatan personal yang handal sangat menentukan efektifitas penyelenggaraan. Selain petugas lini depan, maka perlu ditempatkan seorang kurir untuk masing-masing instansi guna memperlancar alur layanan dan penyelesaian pekerjaan layanan. Kemudian, untuk
34
mempermudah masyarakat pengguna layanan memperoleh layanan, maka desain layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.
Fasilitas kerja dan sarana penunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan layanan perlu disediakan pada tingkat yang memadai. Oleh sebab itu, analisis terhadap kebutuhan fasilitas kerja dan pendukung perlu dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana.
Menurut Fernandes (2002), ada dua hal yang penting untuk dicermati dalam kaitannya dengan layanan publik, yaitu: dimensi pemberi layanan dan masyarakat pengguna layanan.
Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja yang meliputi layanan yang adil, kesiapan petugas dan mekanisme kerja, harga terjangkau, prosedur sederhana, dan waktu penyelesaian yang dapat dipastikan.
Sedangkan dari dimensi masyarakat pengguna layanan publik harus memiliki pemahaman dan reaktif terhadap penyimpangan yang muncul dalam praktek penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan masyarakat terutama stakeholder representatif baik dalam mengawasi dan menyampaikan aspirasi atau keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting sebagai umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Pemberian layanan publik dengan pola layanan One Stop Service yang memenuhi standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi bagian yang perlu dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas layanan
35
minimum masih belum memenuhi harapan sebagian besar masyarakat pengguna layanan. Yang lebih memprihatinkan lagi sebagian besar masyarakat pengguna layanan publik belum memahami secara pasti tentang standar layanan yang seharusnya diterima dan sesuai dengan prosedur layanan yang dibakukan.
Masyarakat pun enggan mengadukan jika menerima layanan yang kurang berkualitas. (Priyono, 2006: 4-6)
1.6.4 Pelayanan Publik
1.6.4.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, dan mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang, artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan kelompok organisasi (Sianipar, 1998), sedangkan publik dapat diartikan sebagai masyarakat atau rakyat (Ahmad, Ainur Rohman 2010:25).
Moenir (2000) mengemukakan bahwa pelayanan itu adalah:
1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan yakni pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan.
2. Memperoleh pelayanan secara wajar, yaitu pelayanan tanpa disertai kata-kata yang bernada meminta sesuatu kepada pihak yang dilayani dengan alasan apapun.
3. Memperoleh perlakuan yang sama dalam pelayanan, yaitu tanpa pilih kasih dimana aturan dan prosedur diterapkan sama.
4. Memperoleh perlakuan yang jujur dan terus terang. Ini menyangkut keterbukaan pihak yang melayani, seperti jika ada masalah yang dihadapi
36
dalam pemberian pelayanan sebaiknya dikemukakan terus terang.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Sedangkan Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik.
Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas–fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya (Ahmad, Ainur Rohman, dkk 2010:3).
Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atau suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi