• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIVAIDS SUATU STUDI KASUS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIVAIDS SUATU STUDI KASUS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Martina Rosa Annovita 031114046

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ senantiasa mengucap syukur kepada Allahku atas kasih karunia Allah yang dianugerahkanNya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal; dalam segala perkataan dan segala macam pengetahuan..”

(5)
(6)
(7)

vi ABSTRAK

KEBERMAKNAAN HIDUP PENDERITA HIV/AIDS SUATU STUDI KASUS

MARTINA ROSA ANNOVITA, 2009

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang menyebabkan seorang yang menderita HIV/AIDS dapat menemukan makna hidupnya dan dapat membantunya untuk tetap dapat memaknai hidupnya di tengah penderitaannya saat ini.

Responden penelitian ini adalah dua orang pria, yang pertama bernama Doni (nama samaran) berusia 29 tahun positif HIV sejak 2004 dan Agus 33 tahun, keduanya mengalami depresi sewaktu dinyatakan positif HIV dan mengalami krisis kebermaknaan hidup sewaktu dinyatakan positif HIV. Tetapi setelah bergabung di LSM Rumah Cemara, saat ini hidup keduanya telah berubah menjadi lebih bermakna.

Skripsi ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode studi kasus, dimana penelitian ini diawali dengan keadaan atau fakta yang ada di masyarakat tentang seorang yang menderita penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan seringkali mengalami depresi yang bila tidak ditangani berujung pada bunuh diri. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti mencoba menganalisa melalui dua orang penderita HIV/AIDS.

(8)

vii ABSTRACT

THE LIFE MEANING OF HIV/AIDS SUFFERER A CASE STUDY

MARTINA ROSA ANNOVITA, 2009

The aim of this research was to gain information about reasons that caused the HIV/AIDS sufferers able to find their life significance, and help them to survive and keep their faith during those hard moments.

There were two respondents in this research. The first was Doni (pseudonym), 29 years old, who suffered from HIV since 2004. The second was Agus, 33 years old, who suffered from HIV since nine years ago. Both of them were very depressed and they lost their life significance when they were proven as the HIV positivists. However, since they joined a non-governmental organization, Rumah Cemara, their life became better and more meaningful.

This thesis used a descriptive research with a study case method. This research started with a fact or general idea of a society that consider people who is chronically suffered from incurable disease is often get an acute depression which lead to a suicide. Based on that idea, the researcher tried to make an analysis on those two respondents.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena pertolongan dan kasihNya yang besar, penulis berhasil menyusun skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhsil disusun berkat adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan dan kritikan yang berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph. D. selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si, selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah mmeberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis skripsi dengan jenis penelitian studi kasus.

3. Drs. T. A. Prapancha Harry, M. Si, selaku pembimbing utama dalam penulisan skripsi ini atas masukan dan sumbangan pemikiran serta koreksi atas skripsi ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Semua dosen yang mengampu di Program Studi Bimbingan dan Konseling

yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan banyak pelajaran nilai yang berharga yang berguna buat penulis.

(10)

ix

6. Doni dan Agus (nama samaran) yang telah bersedia menjadi subyek peneliatian ini. Semoga kalian tetap bisa memaknai hidup kalian sampai ujung usia kalian. Sukses terus buat kalian tetap menjadi inspirasi buat semua orang 7. My beloved Aries Setiawan and my little angel Malikha Angelina Putri

Mercya kalian berdua bisa mengubah hidup penulis menjadi lebih baik.

8. Kedua kakak penulis Rika dan Roy, adik penulis Rayhand yang telah menjadi pemacu penulis untuk cepat menyelesaikan kuliah.

9. Teman-teman di kos Pringgodani Piet, Prita, Noy, Gek Ulan, Mirza n all the friends. Teman-teman di kos Surya Wicha, Iin, Reta, Sr. Nono kita berkembang bersama dan lanjutkan perjuangan kalian.

10.Teman-teman Bk ’03 love u all…tetap jalin pershabatan sampai kapan pun dimanapun kalian berada we all the family..

11.Teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tanpa kalian penulis bukan apa-apa.

Yogyakarta, Agustus 2009

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………v

ABSTRAK………vi

ABSTRACT………vii

KATA PENGANTAR………viii

DAFTAR ISI………x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Rumusan Masalah………2

C. Definisi Operasioanal………2

D. Manfaat Penelitian………3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Makna Hidup 1. Teori Makna Hidup………5

2. Landasan Filosofis Logoterapi……… 6

3. Sumber-sumber Makna Hidup………7

4. Penghayatan Hidup Bermakna……… 9

B. HIV/AIDS 1. Sejarah HIV/AIDS………10

2. Pengertian HIV/AIDS………11

3. Penularan HIV/AIDS………11

4. Tes untuk Mengetahui virus HIV………13

5. Tahapan dari Infeksi HIV sampai menjadi AIDS………14

6. Upaya pencegahan HIV/AIDS………15

C. Pendekatan Konseling yang Relevan dengan Kasus Kebermaknaan Hidup 1. Teori Konseling………16

2. Tehknik Konseling yang Relevan digunakan………17

3. Konseling dan Tes HIV………18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian………21

B. Sumber Data………23

(12)

xi

D. Analisis (langkah-langkah Studi kasus)………25 E. Pedoman Wawancara………27 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pengumpulan Data………30 B. Hasil Penelitian………30

C. Pembahasan………55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan………56

B. Saran……… 57

DAFTAR PUSTAKA………58 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Setiap manusia dalam hidupnya mendambakan kehidupan yang bahagia, tetapi bila dihadapkan pada satu kenyataan dirinya divonis menderita suatu penyakit yang parah bahkan obat penyembuhannya pun belum ada, seperti penyakit HIV/AIDS, seringkali membuat manusia menjadi putus asa, sedih, depresi berat dan bisa sampai kehilangan makna hidupnya dam pada akhirnya mencari jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam dunia dan khususnya Indonesia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS memperkirakan jumlah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,94 juta orang sedangkan di Indonesia sendiri sampai tahun 2002 Departemen Kesehatan RI memperkirakan ada sekitar 130.000 orang yang telah terinfeksi HIV (Harian Republika, 2003).

(14)

kebahagiaan ditengah kesedihan mereka. Ilmu konseling yang didapat di kuliah dapat diterapkan untuk menangani jiwa mereka supaya mereka dapat menerima keadaannya dan dapat memaknai hidupnya secara positif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus kepada dua orang responden penelitian. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah orang yang benar terinfeksi HIV, jenis kelamin laki-laki, rentang usia 29-33 tahun, mampu berkomunikasi dengan baik (secara fisik tidak mengalami gangguan berkomunikasi) serta bersedia untuk diwawancarai dan bekerjasama dalam penelitian ini.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimanakah seseorang penderita HIV/AIDS memaknai hidupnya?”

C. Definisi operasional

1. Kebermaknaan hidup: keadaan untuk memliki hidup yang penuh arti baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain

2. Penderita: Orang yang dikenai suatu keadaan yang tidak enak atau penyakit

(15)

4. AIDS (Acquired Immune deficiency Syndrome ) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan manfaat, antara lain:

1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan Bimbingan dan Konseling, khususnya menyangkut kebermaknaan hidup seorang penderita HIV/AIDS

2. Manfaat praktis a. Bagi keluarga

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan tentang pentingnya pemenuhan makna hidup bagi mereka yang ada anggota keluarganya positif menderita HIV/AIDS, agar dapat memberikan dukungan moril dan materiil kepada si penderita. b. Bagi masyarakat

(16)

si penderita, sebaiknya dapat mendampingi mereka untuk menerima dan menghadapi kenyataan hidupnya.

c. Bagi konselor

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para konselor supaya dapat memahami kondisi psikologis orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan kemudian dapat membantunya menemukan makna hidupnya.

d. Bagi penulis:

1) Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya keterampilan penulis dalam memberikan layanan konseling, dengan memasukkan unsur-unsur penemuan akan makna hidup pada konseli yang dilayani.

(17)

5 BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Makna Hidup

1. Teori Makna hidup

Teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah teori makna hidup Victor Frankl. Frankl (Koeswara, 1992 ) berpendapat bahwa kehidupan ini mempunyai makna dan kehidupan ini adalah suatu tugas yang harus dijalani. Menurut Frankl (Bastaman, 2007: 43) hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna. Apabila hasrat itu dapat dipenuhi, kehidupan akan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningful). Sebaliknya apabila tidak terpenuhi kehidupan dirasakan tak bermakna (meaningless).

(18)

2. Landasan Filosofis Logoterapi

Setiap aliran dalam psikologi memiliki landasan filsafat kemanusiaan yang mendasari seluruh ajaran, teori dan penerapannya. Dalam hal ini logoterapi pun memiliki filasafat manusia yang merangkum dan melandasi asas-asas, ajaran dan tujuan logoterapi, yaitu “the freedom of will, the will to meaning dan the maeaning of life” (Koeswara, 1992:45-71).

a. The Free of Will (Kebebasan Berkehendak)

Kebebasan yang dimaksud disini sifatnya bukan tak terbatas, karena manusia adalah mahluk serba terbatas. Kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan dari bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan

maupun kondisi diri sendiri. Selain itu manusia dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Sedangkan kebebasan itu sendiri harus disertai tanggungjawab agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.

b. The Will to Meaning (Hasrat untuk hidup bermakna)

(19)

akan diperjuangkan dengan penuh semangat, sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Keinginan tersebut menggambarkan hasrat yang penting mendasar dari setiap manusia yaitu hasrat untuk hidup bermakna.

c. The Meaning of Life (Makna Hidup)

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi setiap orang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Apabila makna hidup ini berhasil dipenuhi oleh setiap orang, maka orang tersebut akan merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Makna hidup ada dalam setiap keadaan yang menyenangkan maupun keadaan yang tidak menyenangkan, keadaan bahagia maupun penderitaan.

Akhirnya logoterapi hanyalah memainkan peran sebagai katalisator yaitu sebagai media atau sarana untuk membuka pikiran si pasien yang memungkinkan para pasien menemukan sendiri makna hidupnya.

3. Sumber-sumber Makna Hidup

(20)

Frankl (Bastaman, 2007:46) ketiga nilai (value) ini adalah creative values, experiental values dan attitudinal values

a. Creative values (nilai-nilai kreatif) diwujudkan dalam aktivitas yang

kreatif dan produktif (Schultz, 1991:155). Biasanya hal ini berkenaan dengan kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

b. Experiental values (nilai-nilai pengalaman) dapat diwujudkan dengan cara memperoleh pengalaman tentang sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita. Hal ini berkenaan dengan keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan hidup seseorang berarti. Cinta kasih juga dapat menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.

(21)

4. Penghayatan Hidup Bermakna

Mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh dengan semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan hidup baik jangka pendek maupun jangka panjang jelas bagi mereka. Dengan demikian kegiatan merekapun menjadi lebih terarah serta mereka sendiri dapat merasakan kemajuan-kemajuan yang telah mereka capai. Kalaupun mereka pada suatu saat berada dalam situasi yang tak menyenangkan, mereka akan menghadapinya dengan sikap sabar dan tabah serta sadar bahwa senantiasa ada “hikmah” di balik penderitaannya. Mereka benar-benar menghargai hidup dan kehidupan, karena mereka sadar bahwa hidup dan kehidupan itu senantiasa menawarkan makna yang harus mereka penuhi. Selain itu mereka mampu untuk mencintai dan menerima cinta kasih orang lain serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup ini bermakna (Bastaman, 2007: 55-87).

Kebahagiaan

Hidup bermakna

Terpenuhi

Hasrat hidup bermakna

Tak terpenuhi

Hidup tak bermakna

(22)

B. HIV/AIDS

1. Sejarah HIV/AIDS

Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian dari beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS, dimana para peneliti Amerika itu mendiagnosa dua belas kasus infeksi yang berasal dari infeksi opurtunistik pada kaum homoseksual (Djoerban, dkk, 2006). Dalam kasus-kasus ini mereka mengobservasi jika bakteri, virus, fungi dan protozoa yang biasanya tidak merugikan manusia tetapi disini dapat menimbulkan infeksi berat seperti radang paru, radang selaput otak dan radang lambung yang cukup fatal. Setelah diteliti, infeksi itu sebagai suatu manifestasi dari suatu defisiensi pada sistem kekebalan tubuh yakni kerapuhan defensi tubuh. Maka disebutlah fenomena itu AIDS (Pasuhuk, 1996:15).

(23)

2. Pengertian HIV/AIDS

AIDS singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah suatu jenis penyakit yang menyerang kekabalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Samsuridzal dan Djoerban, 2006:182).

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada dasarnya, HIV adalah jenis parasit obligat

yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu (tempointeraktif.com, 2004).

3. Penularan HIV/AIDS

AIDS adalah penyakit yang berkaitan dengan pola hidup, siapa saja bisa mengidap AIDS tetapi ada beberapa orang yang beresiko besar terkena terjangkit virus HIV. Kelompok-kelompok tersebut antara lain:

(24)

Kaum homoseksual dalam hal ini adalah pasangan sejenis laki-laki dengan laki, melakukan aktivitas seksualnya secara anal oleh karena itu resiko mengalami luka sangat besar dan jika ada bagian yang luka,jika salah satu pasangan ada yang terinfeksi virus HIV maka virus HIV akan mudah masuk kedalam tubuh pasangan yang satunya.

b. Pemakai obat terlarang melalui suntikan

Jika jarum suntik tersebut habis digunakan oleh seorang yang sudah terjangkit virus HIV, kemudian jarum suntik tersebut digunakan oleh orang lain lagi maka orang lain tersebut sangat beresiko tertular HIV. c. Pengidap hemofilia atau gangguan koagulasi lainnya

Hemofilia yaitu penyakit yang berhubungan dengan darah, sehingga penderitanya harus sering mendapat transfusi darah. Jika darah yang ditransfusi tersebut sudah terdapat virus HIV maka akan sangat mudah penularannya ke penderita hemofila tersebut.

d. Kontak heteroseksual dengan penderita AIDS, atau dalam resiko AIDS Jika homoseksual aktivitas seksualnya dengan sejenis maka dalam heteroseksual hubungan seksualnya dengan laki-laki dan . Bila salah satu pasangan sudah ada yang tertular, maka virus akan mudah masuk ke tubuh pasangan yang lainnya melalui cairan yang ada di alat kelaminnya.

e. Orang yang pernah ditransfusi darah dan darah tersebut positif HIV

(25)

f. Bayi yang lahir dari ibu yang telah terinfeksi HIV

Penularannya melalui ASI yang diberikan oleh ibu ke bayi, karena ASI itu sebenarnya adalah darah. Oleh karena itu ibu yang HIV positif disarankan tidak memberikan ASI kepada bayinya.

4. Tes untuk mengetahui virus HIV

Kini hanya ada satu tes virus HIV yang tersedia secara komersil, dan pada umumnya jenis tes ini cukup mahal dan memerlukan bantuan laboratorium dan untuk memastikan ketepatan, dilakukan dua tes yang berbeda diantaranya:

a. Tes yang pertama adalah tes yang lebih peka digunakan untuk mendeteksi adanya virus antibodi terhadap HIV yang berarti ada HIV di dalam tubuh . Tes ini biasa disebut ELISA dan dilakukan sebanyak dua kali.

b. Tes yang kedua adalah tes yang mengkukuhkan atau menguatkan bila hasil yang pertama hasilnya positif untuk menghilangkan kemungkinan adanya hasil yang keliru. Tes ini biasa disebut Western Blot.

(26)

tepat jika disebut penyakit. Definisi yang benar adalah sindrom atau kumpulan gejala penyakit. (health.detik.com, 2009)

Diagnosa AIDS tergantung pada kehadiran penyakit-penyakit opurtunistik yang menunjukkan hilangnya kekebalan tubuh. Tes yang menunjukkan kerusakan berbagai berbagai bagian dari sistem kekebalan tubuh seperti sel darah putih, memperkuat diagnosisnya. Sebagian besar individu yang terjangkit virus AIDS tidak menunjukkan gejala malah cenderung merasa sehat. Jika timbul gejala badan lelah, demam, hilang selera makan, timbangan badan merosot, diare, kelenjar membengkak biasanya di sekitar leher, ketiak dan selangkang (Pasuhuk: 20, 1996).

5. Tahapan dari Infeksi Virus HIV sampai AIDS

Menurut UNAIDS (Lembaga di bawah PBB yang mengurusi masalah HIV/AIDS) dalam sebuah situsnya menyebutkan ada beberapa tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS: a. Tahap 1: Periode Jendela

(27)

b. Tahap 2: HIV positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5 – 10 tahun

HIV berkembang biak dalam tubuh; tidak ada tanda-tanda khusus penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat; tes HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang karena telah terbentuk antibodi terhadap HIV; umumnya tetap tampak sehat selama 5 – 10 tahun tergantung daya tahan tubuhnya.

c. Tahap 3: HIV positif (muncul gejala).

Sistem kekebalan tubuh semakin turun; muncul gejala infeksi opurtunistik seperti pembengkakan kelenjar limfa, diare, flu, dll; umumnya berlangsung selama lebih 1 bulan tergantung daya tahan tubuhnya.

d. Tahap 4: AIDS

Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah; berbagai penyakit lain (infeksi opurtunistik) semakin parah.

5. Upaya pencegahan HIV /AIDS

(28)

Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS antara lain:

a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda

b. Program penyuluhan sebaya (peer group education) untuk berbagai kelompok sasaran

c. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik dalam memberikan penyuluhan

d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkoba, termasuk pengadaan jarum suntik steril

e. Program pendidikan agama f. Pelatihan keterampilan hidup

g. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling.

Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda perlu dipikirkan strategi penerapannya di sekolah, akademi dan universitas dan untuk remaja yang ada di luar sekolah supaya tepat sasarannya (Samsurizal dan Djoerban, 2006).

C.Pendekatan Konseling yang Relevan pada Kasus Kebermaknaan Hidup 1. Teori Konseling

(29)

berpikir tentang bagaimana proses konseling berlangsung. Proses konseling menunjuk pada rangkaian perubahan yang terjadi pada konseli yang berinteraksi dengan seorang konselor selama jangka waktu tertentu; pada dasarnya layanan konseling bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada kosneli dalam cara berpikir, cara berperasaan dan berperilaku.

Suatu teori konseling merupakan suatu refleksi atas fakta yang diobservasi selama proses konseling berlangsung dan kemudian data hasil penelitian dihubungkan satu sama lain sehingga mulai bermakna dan dapat menjelaskan mengapa proses konseling berlangsung demikian. Oleh karena itu, setiap teori konseling (aspek refleksi teoritis) menggunakan pendekatan tertentu pula (aspek penerapan praktis), yang meliputi prosedur, metode dan tehnik-tehnik yang akan digunakan dalam memberikan layanan konseling. Ada beberapa teori konseling dengan kekhasan masing-masing: Clien-Centered Counseling, Trait Faktor Counseling, Behavioral Counseling,

Rational-Emotive Therapy dan Konseling Ekletik.

(30)

konseling lebih dari satu teori, hal demikian tergantung pada kebutuhan dan jenis permasalahan konseli serta keahlian konselor.

Proses konseling sebagai upaya pendampingan terhadap responden, penulis menerapkan lebih dari satu jenis teori konseling yang digunakan, yaitu: teori konseling eklektik yaitu perpaduan antara teori konseling RET (Rational-Emotive Therapy) dan konseling dengan teori konseling IA (Interview of Adjusment). Alasan pemilihan teori ini sebagai upaya membimbing responden untuk merubah pikiran irasionalnya yang menyebabkan depresi sehingga kehilangan makna hidupnya. Dengan menerapkan pendekatan RET, diharapkan responden dapat berpikir rasional tentang penyakitnya dan tidak menyalahkan siapapun atas penyakitnya tersebut. Pendekatan IA dilakukan supaya setelah responden dapat berpikir rasional, diharapkan responden mulai dapat menerima dirinya sekarang dan dapat menyesuaikan diri untuk melakukan hal-hal yang berguna bagi hidupnya dan orang lain.

3. Konseling dan Tes HIV/AIDS

Menurut Ma’shum dan Catarina (Kompas, 18 Febuari 2005), tes HIV dianjurkan antara lain jika:

(31)

b. Kita memakai jarum suntik, tato, tindik bersama orang yang mungkin atau diketahui terinfeksi HIV.

c. Kita didiagnosis infeksi menular seksual (IMS) seperti kencing nanah, sifilis atau didiagnosis hepatitis B dan C.

d. Kita terpajan darah pada waktu bekerja, misalnya perawat kesehatan tertusuk jarum suntik bekas pakai. Pajanan adalah peristiwa yang menimbulkan resiko penularan

e. Kita menjadi sample survey perkiraan resiko HIV atau IMS dan hasilnya mengesankan bahwa kita mungkin terinfeksi HIV dan IMS

f. Dokter mengatakan kita bahwa kita mempunyai gejala yang mengesankan adanya HIV/AIDS

Jadi apabila kita berada diantara kondisi tersebut, baiknya segera melakukan tes HIV di tempat-tempat yang menyediakan pelayanan tersebut. Tes tidak dapat dilakukan secara sembarang, karena sebenarnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan tersebut menurut Ma’shum dan Catarina adalah:

a. Konseling pra-test

(32)

b. Keputusan tes.

Konselor akan memberikan waktu yang cukup untuk memutuskan apakah akan dilakukan tes segera setelah konseling atau menunda dulu untuk jangka waktu tertentu.

c. Menandatangani lembar persetujuan

Jika telah diputuskan untuk melakukan tes, maka sebelum tes harus menandatangani lembar persetujuan sebagai tanda bahwa telah mengerti dan setuju melakukan tes.

d. Pengambilan darah tes

Bila tetap pada keputusan untuk tes, maka akan diambil contoh darah kita untuk keperluan tes di laboratorium.

e. Konseling pasca-test

Selambat-lambatnya tiga minggu setelah tes, maka klien diminta datang dan bertemu dengan konselor untuk mendapatkan hasil tes. Ada tiga kemungkinan hasil tes tersebut, yaitu; positif, negatif dan meragukan. Konselor akan memberikan penjelasan tentang hasil tes tersebut. Hasil tes ini akan dirahasiakan.

f. Konseling tindak lanjut.

(33)

tersebut. Jika hasil tes positif, misalnya maka konselor merujuk klien ke pusat pelayanan kesehatan yang memadai.

Terdapat beberapa hal yang perlu untuk dilakukan apbila hasil tes HIV positif. Hal-hal tersebut menurut Ma’shum & Catarina antara lain:

a. Berusaha sekuatnya untuk menerima hasil tes. Lebih penting lagi tidak kemudian menjadi putus asa. Tentu ini tidak mudah, dengan HIV positif yang ada dalam diri klien, klien harus sadar bahwa tidak ada bedanya antara Odha dengan orang lain untuk memenuhi hak-hak dasar, misalnya sekolah atau kuliah, bekerja, bekeluarga dan lain-lain.

b. Menentukan orang dekat yang bisa dipercaya untuk tahu hasil tes HIV yang dilakukan agar klien mendapatkan dukungan.

c. Mencari informasi yang seluas-luasnya tentang HIV/AIDS, mencari lembaga yang diharapkan dapat memberikan dukungan untuk klien.

d. Hidup tidak berakhir dengan hasil tes HIV positif. Odha dapat tetap produktif dan bahkan bermanfaat bagi orang lain.

(34)

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus mengupayakan penyelidikan terhadap individu atau suatu unit sosial secara mendlaam (Furchan, 1982). Penelitian diawali dengan adanya fakta di lapangan atau adanya suatu fenomena yang ditemukan oleh peneliti. Fakta yang ditemukan bahwa seseorang yang mengalami penyakit kronis atau yang sulit dan bahkan tidak dapat disembuhkan seperti HIV/AIDS, sangat rentan mengalami depresi, tidak punya harapan bahkan kehilangan makna hidupnya.

Menurut Muhadjir (2000), studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat disebut studi longitudinal, yang diperlawankan dengan studi cross sectional. Studi longitudinal berupaya mengobservasi objek dalam jangka waktu

lama dan terus menerus, sedangkan studi cross sectional berupaya mempersigkat waktu observasi pada beberapa tahap atau tingkat perkembangan tertentu.

(35)

digunakan untuk perkiraan-perkiraan masa depan. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini termasuk studi kasus prospektif karena subyek penelitian ini sudah menemukan makna hidup sebelum dilakukan wawancara, penelitian yang dilakukan hanya mencoba menganalisa dan mengambil kesimpulan yang berguna untuk membantu subyek dalam menentukan masa depannya.

Berdasarkan fakta itu, peneliti mencoba menganalisa dengan teori tertentu. Teori yang dipilih dan digunakan oleh peneliti adalah teori kebermaknaan hidup yang dikemukakan oleh Victor Frankl. Dengan demikian penelitian yang dilakukan yang paling tepat adalah penelitian kualitatif, tujuannya adalah agar dapat diketahui sesuatu yang tersembunyi dibalik fakta dan mendapat penjelasan terperinci.

Menurut Moleong (1989) penelitian kualitatif memiliki beberapa karakter antara lain:

1. Latar Alamiah, maksudnya adalah latar penelitian tidak dibuat-buat tetapi berdasarkan kenyataan yang ada sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.

2. Manusia sebagai alat (instrument) kunci, karena jika menggunakan alat yang bukan manusia serta terlebih dahulu disiapkan seperti halnya penelitian kuantitatif, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

(36)

ada kenyataan ganda; menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; metode ini dapat memberikan pemahaman lebih tentang pola-pola nilai yang dihadapi, dalam hal ini makna perilaku responden.

4. Analisis data secara induktif, maksudnya analisis data berdasarkan dari fakta-fakta yang ditemukan kemudian dikaji serta dilihat hubungan yang ada kemudian ditarik kesimpulan. Alasan menggunakan analisis data secara induktif antara lain: analisis induktif lebih banyak menemukan kenyataan ganda dari data yang dikumpulkan; hubungan peneliti dengan responden menjadi lebih eksplisit, dapat dikenal dan dapat diandalkan; dan dapat mempertajam hubungan-hubungan.

5. Teori dari dasar (grounded theory), penelitian lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtansif yang berasal dari data yang terkumpul, dengan kata lain dari fakta-fakta yang ada dilihat sehingga peneliti berusaha bersikap netral; teori-teori dari dasar dapat lebih responsif terhadap nilai-nilai kontektual.

B. Sumber data

Sumber data dan informasi dalam penelitian ini adalah: 1. Responden sendiri

(37)

Keluarga tidak dimasukkan, karena menurut responden yang pertama orang tuanya sangat tertutup dalam hal ini dan sangat hati-hati sekali, tidak mau orang lain tahu. Pada responden kedua, keluarga responden berada di luar kota sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan wawancara.

C. Metode Pengumpulan Data

Agar penulis semakin memahami gambaran diri responden, maka penulis menerapkan beberapa metode pengumpulan data sehingga diperoleh data dan informasi yang lengkap serta mendalam mengenai responden penelitian. Menurut Winkel dan Sri Hastuti, (2004) beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian antara lain:

1. Observasi.

Observasi merupakan salah satu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis observasi non partisipasi, yaitu penulis hanya bertindak sebagai pengamat (tidak turut mengambil bagian dalam kegiatan responden) dan berusaha menciptakan hubungan yang erat dengan responden.

(38)

responden. Penulis mengupayakan informasi yang alami dan tanpa dibuat-buat. Penulis memilih mengamati responden secara diam-diam tanpa sepengetahuan responden.

2. Wawancara Informasi

Wawancara informasi merupakan alat pengumpulan data guna memperoleh data atau informasi dari responden atau individu secara lisan. Wawancara informasi digunakan sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang komprehensif dan mendalam mengenai responden penelitian.

Pada penelitian ini, wawancara informasi dilakukan terhadap responden sendiri dan teman responden di LSM. Adapun materi dari wawancara informasi tersebut meliputi: Identitas umum responden, latar belakang secara kronologis riwayat kesehatan responden, perkembangan sosial responden dan status sosial responden sekarang ini, dan menggali berbagai informasi yang relevan dengan kasus responden.

(39)

D. Analisis (Langkah-langkah Studi Kasus)

Untuk setiap cara pengumpulan data dalam studi kasus dapat dijelaskan prosedur-prosedurnya, seperti yang dikemukakan oleh Nisbeth dan Watt (Wilardjo, 1994):

1. Wawancara

Wawancara studi kasus jauh lebih longgar susunannya, wawancara itu harus memberi kesempatan kepada setiap responden untuk memberikan tanggapannya dengan caranya sendiri yang unik. Karena itu biarkan responden menetapkan laju wawancara itu dan memilih arahnya sesuai dengan topik yang ingin diteliti.

2. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan disini adalah pengamatan langsung karena pengamatan langsung lebih dapat diandalkan daripada apa yang dikatakan dalam wawancara, tetapi akan lebih baik jika pengamatan dan wawancara digabungkan. Mengamati adalah suatu tugas yang memerlukan suatu sistem pemilahan jadi tidak mungkin untuk mengamati dan mencatat semua hal yang terjadi.

3. Dokumen

(40)

4. Pemeriksaan silang

Untuk menjaga supaya tidak terjadi kesesatan dalam wawancara atau oleh dokumen, maka harus mengecek informan yang satu dengan yang lain dan menguji apa yang mereka katakan dan membandingkan dengan isi dokumen, wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan. Proses ini disebut triangulasi

5. Kerangka konseptual

Bila tiba waktunya untuk menganalisis data, semua informasi yang sudah ada kemudian dijadikan satu menjadi suatu gambaran atau cerita yang padu dan runut.

E. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada pedoman wawancara Sullivan. Melalui pedoman wawancara ini, penulis ingin mengumpulkan data secara lebih mendalam berkaitan dengan latar belakang responden sebagai Odha (Orang yang hidup dengan HIV/AIDS) dalam menjalani hari-harinya (hasil wawancara lebih lanjut terdapat di lampiran1). 1. Hereditas dan masa muda

a. Bagaimana status responden di keluarga dan bagiamana perlakuan orang tua terhadap responden?

(41)

d. Siapa yang paling berperan dalam mendidik responden? e. Bagaimana pola pengasuhan orang tua di keluarga? f. Bagaimana keadaan ekonomi keluarga?

g. Bagaimana dengan penghayatan agama dalam keluarga?

h. Apakah responden mempunyai banyak teman dimasa kecilnya? 2. Sifat responden

a. Apakah responden seorang yang aktif atau pasif? b. Bagaimana reaksi responden pada saat kecewa?

c. Apakah responden suka melamun, takut-takut, malu-malu?

d. Apakah responden seorang yang kejam, keras kepala, agresif, cepat marah?

e. Apakah responden mempunyai keterikatan emosional yang kuat dengan anggota keluarga yang lain?

f. Bagaimana sikap responden terhadap anggota yang lain?

g. Apakah responden merasa lain dengan anak-anak seusianya? Dalam hal apa?

h. Apakah ada perasaan irihati terhadap anak lain? i. Apakah hobi responden?

3. Waktu sekolah

(42)

d. Bagaimana prestasi akademik responden?

e. Mata pelajaran apa yang paling disukai responden? 4. Perkembangan sosial

a. Bagaimana sikap responden terhadap keluarganya? b. Bagaimana sikap responden terhadap teman sebayanya? c. Teman-teman responden kebanyakan laki-laki atau ?

d. Apakah responden termasuk orang yang mudah bergaul, ramah bersahabat dan hangat?

e. Bagaimana dengan pengalaman kriminal responden? f. Apakah responden seorang yang dikagumi, dihormati? g. Apakah responden merasa aman, percaya pada diri sendiri?

h. Apakah responden memiliki hubungan yang serius dengan lawan jenis? 5. Sifat dan Karakter

a. Apakah responden seorang yang emosional atau stabil?

b. Apakah responden seorang yang optimis, gembira, sedih, cepat merasa susah , masa bodoh, berani atau penakut?

c. Apakah responden seorang yang berani atau tergantung pada orang lain? d. Apakah responden selalu mencari pertolongan, persetujuan atau

berkumpul dengan banyak orang?

(43)
(44)

32 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pengumpulan Data

1. Proses pengumpulan data pada responden pertama dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2008 dimulai pukul 11.00-15.00. Lokasi pengumpulan data dilakukan di tempat kerja responden di sebuah distro di Bandung dan di LSM di Bandung tempat responden tinggal. Berhubung lokasi tempat tinggal responden dan penulis berada di luar kota sehingga tidak memungkinkan sering dilakukan observasi secara langsung, tetapi wawancara tetap dilakukan lewat online internet.

2. Pada responden yang kedua, proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2008 dimulai pukul 15.00-17.30. Lokasi pengumpulan data dilakukan di LSM di Bandung tempat responden kerja dan tinggal. Sama seperti halnya responden yang pertama, responden yang kedua ini pun bertempat tinggal di Bandung sehingga tidak memungkinkan untuk sering-sering observasi secara langsung dan wawancara seterusnya dilakukan lewat online internet.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini meliputi:

(45)

Lokasi/ Tempat : Halaman belakang LSM Rumah Cemara Bandung

Status Responden : HIV positif sejak Desember 2004 a. Pengantar

Kepada Doni, penulis pertama-tama mengucapkan terima kasih atas kesediaannya menjadi responden dalam penelitian penulis dan juga telah meluangkan waktu untuk berbincang dengan penulis. Penulis kembali mengungkapkan maksud perbincangan yang akan dilakukan. Penulis mengungkapkan bahwa perbincangan ini untuk mengetahui pengalaman hidup responden sebagai Odha dalam situasi masyarakat yang belum sepenuhnya bisa menerima Odha dan apakah responden menemukan makna hidup dengan keadaannya yang mengidap HIV/ AIDS dimana penyakit ini sangat mematikan dan belum ada obatnya sampai saat ini.

b. Identitas Responden

Nama : Doni

Tempat/tanggal lahir : Bandung/ 14 Mei 1979 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bandung

Pendidikan : D III

Agama : Islam

(46)

Penampilan : Rapi, trendi, menarik, santai Tinggi/berat badan : 171/52 kg

Nama Ayah : Sy

Pendidikan : DIII

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Fd

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Wiraswasta

c. Latar Belakang Kehidupan Keluarga

Doni merupakan anak pertama dan kembar dari empat bersaudara, dimana adik-adiknya satu laki-laki dan dua yang sudah menikah.

1) Adik pertama kembar dengan diri responden bernama Sf, usia 29 tahun; Jenis kelamin laki-laki; pendidikan SMA.

2) Adik ke dua bernama Ft, usia 26 tahun; Jenis kelamin 3) Adik ke tiga bernama Fn, usia 22 tahun; Jenis kelamin . d. Status Sosial Keluarga dalam Masyarakat

(47)

Tetapi yang hubungannya dekat dengan tetangga sekitar hanya orang tua responden, responden sendiri hubungannya tidak terlalu dekat dengan warga bahkan bisa dikatakan jarang bergaul dengan tetangga sekitar karena responden lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah.

e. Taraf Pendidikan

Semua orang tua dimanapun itu tentu sangat mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya sebisa mungkin anak-anaknya sekolah lebih tinggi dari orang tuanya. Dalam keluarga responden, semua anak melanjutkan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Adik-adik responden semua melanjutkan sekolah minimal diploma, hanya responden saja yang pada akhirnya tidak menamatkan gelar sarjananya hanya sampai pada diploma III. Padahal untuk meraih gelar sarjananya responden harus tiga kali pindah universitas dan jurusan namun tidak satupun yang mampu diselesaikan.

f. Lingkungan Fisik, Sosial dan Kultural

(48)

mayoritas penduduknya merupakan orang asli yaitu suku sunda, mereka menempati daerah tersebut sudah turun temurun.

g. Perkembangan Jasmani dan Kesehatan

Perkembangan kesehatan responden dari kecil sampai dewasa tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Pernah dirawat di rumah sakit sekali karena sakit typhus, selanjutnya responden tumbuh layak anak-anak normal lainnya. Sampai pada tahun 2004 setelah divonis menderita HIV positif, kesehatan responden sempat menurun akibat dari efek obat ARV(antiretroviral) obat yang harus diminum setiap hari untuk menghambat laju pertumbuhan virus HIV.

h. Perkembangan Kognitif

(49)

tidak terlalu berprestasi, responden hanya menyukai pelajaran olahraga walaupun pada saat itu responden mengambil jurusan A1 pada saat itu A1 adalah jurusan IPA (fisika).

Setelah selesai SMA responden kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dengan mengambil jurusan matematika di salah satu PTN di Bandung namun tidak selesai, kemudian pindah lagi tahun 2004 mengambil jurusan desain visual di salah satu PTS di Bandung sampai akhirnya tidak selesai juga karena dinyatakan positif HIV akhhirnya responden menjadi depresi, dan tidak semangat lagi untuk melakukan hal apapun.

i. Perkembangan Sosial

Lahir dan besar di kota besar, membuat segala macam hal dengan mudah dapat diperoleh. Ditambah lagi dengan didikan dan aturan dari keluarga yang tidak terlalu keras karena kedua-duanya sibuk bekerja walaupun bekerja di rumah tapi semua waktunya digunakan untuk bekerja sehingga kontrol kepada anak sangat sedikit. Responden sendiri merupakan anak yang gampang bergaul dengan siapa saja temannya tidak hanya yang seumuran dengan responden, tetapi banyak juga yang lebih tua jauh dari responden. Teman-teman responden lebih banyak berasal dari luar lingkungan rumahnya.

(50)

responden duduk di bangku SMP awalnya karena penasaran ingin tahu. Sewaktu ada yang nawarin responden tidak menolak, rasa ingin tahu yang besar tersebut yang membuat responden ingin mencoba. Narkoba pertama yang dicoba adalah minuman keras dan ganja, sampai kemudian SMA dosisnya lebih tinggi dan responden mulai mencoba putaw tarafnya sudah sampai kecanduan sampai tahun 2002, kemudian sempat makai lagi tahun 2006 dan 2007 akhirnya berhenti sampai sekarang.

Kesulitan responden untuk melepaskan diri dari narkoba, karena hampir sebagian besar teman-temannya juga pemakai dan responden susah untuk melepaskan diri dari teman-temannya itu. Untuk mendapatkan narkoba tersebut responden terpaksa bekerja tapi pernah juga sampai harus mencuri uang orang tuanya. Awalnya orang tua responden tidak mengetahui tentang peringai anaknya tersebut, sampai pada suatu ketika di tahun 1998 responden sempat di tahan oleh pihak kepolisian karena membawa narkoba dan sejak itulah orang tua responden mulai mengetahui tentang perilaku anaknya dan siapun itu orang tuanya pasti sangat terpukul dan kecewa karena sebelumnya responden tidak pernah bermasalah dengan orang tuanya.

(51)

lingkungannya sampai akhirnya terjerumus ke dunia narkoba. Sampai masuk usia dewasa kebiasaan mengkomsumsi narkoba masih saja dilakukan. Sewaktu responden dari awal memakai narkoba sudah harus siap menanggung segala akibat dari penggunaan seperti ditangkap polisi maupun menderita suatu penyakit, seperti yang dialami responden akibat dari pemakaian narkoba dengan jarum suntik, responden akhirnya tertular virus HIV entah siapa yang menularkannya, yang jelas pada tahun 2004 responden dinyatakan menderita HIV positif (Hasil tes yang menyatakan responden positif HIV memang tidak ditunjukkan kepada penulis karena memang hal itu bersifat rahasia, jadi penulis mengetahui hal tersebut melalui sumber yang menyatakan bahwa responden benar terjangkit virus HIV melalui responden sendiri dan teman-teman responden di LSM tersebut). Responden tergerak untuk mengikuti tes setelah mengikuti penyuluhan oleh salah satu LSM yang ada di Bandung dan teman-temannya yang pemakai juga mengikuti tes tersebut.

(52)

perempuan yang akan berpikir ulang untuk mau menikah dengan responden. Hal tersebut yang membuat responden menjadi depresi. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena banyak teman yang mau berbagi dengan responden. Karena banyak dari teman-teman responden yang bernasib sama dengan responden.

j. Ciri-ciri Kepribadian

Responden adalah orang yang mudah untuk terbuka dengan orang lain, sehingga responden mudah untuk berteman dengan siapa saja, responden juga merupakan pribadi yang menyenangkan karena sifatnya yang ceria dan selalu banyak bercandanya (seperti pada saat wawancara, sering diselingi dengan canda sehingga wawancara tidak terkesan kaku). dan dari penampilan, responden selalu terlihat santai tidak terkesan formal tetapi rapi.

(53)

sewaktu depresi tersebut kurang lebih 3 bulan, responden sempat memakai narkoba lagi karena sudah merasa putus asa hidupnya tidak ada arti. Saat itu yang ada di pikiran responden adalah dengan pakai atau tidak pakai narkoba hidupnya juga tetap akan mati cepat.

Sampai suatu ketika, responden dikenalkan oleh temannya yang juga seorang penghidap HIV positif pada sebuah LSM Rumah Cemara di kota Bandung. LSM tersebut memang khusus menangani para penderita HIV/AIDS (visi dan misi LSM Rumah Cemara terdapat di lampiran 2), supaya mereka tersebut mendapat informasi dan pendampingan yang tepat. di LSM ini juga, akhirnya responden seperti menemukan kembali arti hidupnya setelah sekian bulan merasa ketidakbermaknaan. Selain akitf sebagai anggota LSM tersebut, responden juga bertindak sebagai fasilitator dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan di daerah-daerah.

(54)

mencegah penyebaran penyakit ini dan menyadarkan masyarakat untuk tidak mengucilkan para Odha

k. Wawancara Informasi dengan Rekan Kerja di LSM

Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan data yang dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang telah diperoleh melalui wawancara dengan responden. Wawancara dilakukan dengan beberapa rekan kerja yang hampir setiap hari bersama dengan responden. Wawancara ini sekedar untuk mengetahui bagaiamana responden kesehariannya dan dalam kegiatan di LSM menurut rekannya tersebut. Wawancara dilakukan dengan beberapa rekan kerja responden yang hampir setiap hari bersama dengan responden. Wawancara ini sekedar untuk mengetahui bagaimana responden kesehariannya dan dalam kegiatan di LSM menurut rekannya tersebut.

(55)

baik dalam hal disiplin waktu, responden masih sering kali begadang sehingga besok paginya sering bangun telat. Selain disiplin waktu juga disiplin untuk menjaga kesehatan. Karena seperti diketahui sampai saat ini, responden belum bisa berhenti merokok padahal seperti diketahui rokok merupakan awal dari mulai memakai narkoba. masih banyak hal-hal lain lagi yang responden belum bisa untuk disiplin.

Dalam segi emosi, responden sedikit agak temperamental jika emosinya sedang tidak stabil, sering nampak dalam perilakunya. Bila mengerjakan sesuatu harus berdasarkan situasi hatinya, jika suasana hatinya sedang tidak enak maka responden malas untuk melakukan hal apapun. Tetapi dalam kreativitas responden termasuk orang yang cerdas, pandai menggambar dan sering menulis seperti puisi. Saat ini responden juga dipercaya sebagai salah satu staf bagian koordinator lapangan bersama Witadi LSM Rumah Cemara tugasnya yaitu memberikan penyuluhan kepada masyarakat selain itu juga membantu memberikan penguatan kepada para Odha yang baru.

l. Penutup

(56)

Selama wawancara berlangsung responden tampak santai dan sangat membuka diri, sehingga penulis tidak segan untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi sekalipun. Hal ini membuat penulis berkesimpulan bahwa responden memang pribadi yang terbuka, ramah dan meyenangkan buat siapapun yang berada di dekatnya (hal ini tampak ketika berjalan dengan responden, di sepanjang jalan sering kali responden bertegur sapa dengan temannya yang berasal dari kalangan mana saja). Selain teman-teman yang banyak memberi support terhadap responden, keluarga juga mempunyai peranan penting saat ini. Berkat dukungan dari keluarga juga yang membuat responden bisa menghadapi kehidupannya sekarang.

2. Responden kedua bernama Agus (nama samaran) Tanggal : 13 Oktober 2008

Lokasi/tempat wawancara : halaman belakang rumah cemara Status Responden : HIV positif sejak Juni 2000 a. Pengantar

(57)

pengalaman hidup responden sebagai Odha dalam situasi masyarakat yang belum sepenuhnya menerima Odha, dan bagaimana responden sendiri menemukan makna hidupnya setelah dinyatakan sebagai Odha. b. Identitas Responden

Nama : Agus

Tempat/tanggal lahir : Pemantang Siantar/ 28 Juni 1976 Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bandung

Pendidikan Terakhir : Kuliah di salah satu PTS Jakarta (tidak selesai)

Agama : Kristen

Suku : Batak Karo

Penampilan : Santai, apa adanya (bertato) Nama Ayah : Smbg

Pendidikan : STM

Pekerjaan : Pensiunan peg. BUMN Nama Ibu : Hbr (alm)

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga c. Latar Belakang Kehidupan Keluarga

Responden merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara antara lain: 1. Tms, 36 tahun; jenis kelamin perempuan; pendidikan D3; pekerjaan

(58)

2. Ys, 34 tahun; jenis kelamin laki-laki; pendidikan S1; pekerjaan pekerja social; status belum menikah

3. Es, 28 tahun; jenis kelamin prempuan ; pendidikan D3; pekerjaan pegawai swasta; status belum menikah.

d. Status Sosial Keluarga dalam Masyarakat

Keluarga responden tinggal di daerah yang masih kuat adat istiadatnya dan kedudukan keluarganya termasuk keluarga yang disegani di lingkungan tempat tinggalnya, karena strata sosial yang menurut adat di wilayahnya merupakan strata yang cukup terpandang.

e. Taraf Pendidikan

Keluarga termasuk yang menomorsatukan pendidikan, orang tua responden tidak pernah segan sampai harus menjual harta benda supaya anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang yang tertinggi. Di keluarga semua adik kakak responden bergelar sarjana, hanya responden yang tidak sampai menyelesaikan kuliahnya.

f. Lingkungan Fisik, Sosial Ekonomi dan Sosial Kultural

(59)

dengan keadaan ini, karena bila ada sesuatu yang tidak lazim maka satu kampung akan mengetahui dan dipergunjingkan.

Status sosial ekonomi di tempat tinggalnya mayoritas pada tingkatan ekonomi menengah, pekerjaan yang digelutipun bervariasi mulai dari pedagang sampai PNS. Untuk sosial kulturalnya mayoritas mereka berasal dari satu suku yang sama yaitu Batak karo.

g. Perkembangan Jasmani dan Kesehatan

Sejak kecil, responden tumbuh sebagai anak yang sehat, tidak pernah mengalami sakit yang serius. Hingga pada tahun 2000 responden didiagnosis HIV positif, yang disebabkan karena penggunaan narkoba suntik dan jarum tato. Tetapi sampai saat inipun responden belum pernah menderita penyakit yang serius.

h. Perkembangan kognitif

Pendidikan responden tidak melewati masa taman kanak-kanak langsung masuk SD pada tahun 1983-1989 di kota Siantar. prestasi pada waktu SD tidak ada yang istimewa, kemudian dilanjutkan masuk SMP pada tahun 1990 di kota yang sama. Selanjutnya di tahun 1991 sampai tamat SMP responden pindah ke kota Medan mengikuti tugas orangtuanya. Kemudian dilanjutkan masuk SMA tahun 1992-1996 di Medan dan pernah sekali tidak naik kelas.

(60)

akademis juga tidak ada yang terlalu menonjol. Responden lebih menonjol kegiatan di luar akademis seperti olahraga basket dan mulai aktif ngeband. Sampai pada tahun 1996 responden mulai kuliah di Jakarta mengambil jurusan TI tidak selesai, kemudian kuliah lagi tahun 1998-1999 jurusan arsitektur di Medan tidak selesai juga dan yang terakhir tahun 1999-2000 kuliah di Malang mengambil jurusan Manajemen Informatika tidak ada yang selesai pula.

i. Perkembangan Sosial

Karena sering pindah-pindah kota mengikuti orang tua, akhirnya responden tidak merasa dekat dengan orang-orang di lingkungan rumahnya. Teman-temannya kebanyakan berasal dari teman satu sekolah. Pada kelas tiga SMP, responden mulai mengenal dan mencoba narkoba karena pengaruh dari teman-temannya dan rasa ingin tahu yang besar.

Hal tersebut terus terjadi sampai SMA dan kuliah sampai akhirnya menjadi kecanduan akibatnya kuliahnya menjadi terlantar karena duit kiriman yang seharusnya buat bayar kuliah tetapi digunakan untuk membeli narkoba bahkan responden sempat menjadi bandar narkoba dan jika tidak ada duit untuk membeli narkoba responden tidak segan untuk mencuri duit orangtuanya.

(61)

rehabilitasi tersebut responden diperiksa darahnya dan dinyatakan HIV positif dan sewaktu divonis HIV positif tersebut dokter mengatakan bahwa usia hidupnya tidak lebih dari dua tahun. Setelah mengetahui kenyataan tersebut responden sempat depresi dan lebih banyak mengurung diri tidak tahu harus berbagi dengan siapa, di tempat rehabilitasi juga tidak banyak membantu dirinya keluar dari depresi. j. Ciri-ciri Kepribadian

Responden sebenarnya bukan pribadi yang percaya diri tetapi kadang untuk menutupinya responden cenderung menampakkan dirinya seolah-olah dia adalah pribadi yang penuh percaya diri. responden juga bukan orang yang mudah terbuka dengan orang lain apalagi jika orang itu yang baru dikenal. Hubungan dengan orangtua kurang harmonis karena ibu yang bersikap terlalu otoriter. di depan orangtua terlihat sebagai anak yang penurut, padahal di luar berontak dan pelampiasannya ke hal-hal yang negatif seperti narkoba karena merasa bisa keluar dari masalah yang ada. Bahkan sewaktu divonis menghidap HIV positif, keluarga sempat tidak ada yang mengetahui hal tersebut selama satu tahun

(62)

akhirnya responden keluar karena merasa dirinya belum bisa sepenuhnya berkecimpung dalam hal-hal religi.

Sewaktu di Medan, responden sempat masuk ke rehabilitasi untuk para pecandu narkoba tetapi responden tidak merasa puas dengan metode yang diterpaka dipanti rehabilitasi tersebut, karena menurut responden panti tersebut lebih menekankan tentang pencegahannya saja, sedang saat itu responden sudah menghidap HIV positif. Sehingga responden tetap merasa depresi dan lebih banyak mengurung diri dan memilih untuk tetpa tinggal di panti rehabilitasi daripada pulang ke rumah.

Responden bersama beberapa teman yang memiliki nasib dan keinginan yang sama akhirnya membentuk suatu komunitas kecil bagi para penghidap HIV positif, disini mereka mencari informasi yang tepat tentang penyakit tersebut walaupun tidak bisa sembuh sepenuhnya, setidaknya mereka mencari pengobatan untuk dapat memperpanjang usia mereka.

(63)

Akhirnya timbul keinginan kuat dalam diri responden untuk merubah hidupnya dan memutuskan untuk bergabung dengan LSM yang ada di Bandung tersebut dan tahun 2005 responden resmi pindah ke Bandung. Sampai saat ini responden tetap mengabdikan dirinya untuk memberi semangat dan penyuluhan kepada para Odha di seluruh Indonesia seperti cita-citanya yang ingin keliling Indonesia.

k. Wawancara Informasi dengan Rekan Kerja di LSM

(64)

yang mulai melemah akibat virus ini. Tetapi teman-temannya di LSM sangat perhatian seperti mengigatkan untuk tetap menjaga kesehatan dan rajin periksa ke dokter kepada responden mengingat responden tinggal seorang diri di Bandung.

l. Penutup

Sebagai penutup, penulis mengucapkan terima kasih atas sharing yang telah diberikan dan atas kesediannya memberikan waktu dan membuka diri seingga wawancara ini dapat berjalan dengan lancar. Selama wawancara berlangsung, responden tampak santai, walaupun baru kali itu kita kenal dan bertemu tetapi tidak tampak canggung karena responden juga mampu mencairkan suasana.

C. Pembahasan

(65)

1. Responden Doni

a. Creative Values (nilai-nilai kreatif)

Nilai ini dapat diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif. Pada Doni dia memiliki bakat dalam hal mendesain dan bakat tersebut akhirnya disalurkan dengan mendesain kaos dan hasil desainnya tersebut kemudian dijual ke distro-distro dari hasil penjualannya tersebut Doni mendapat keuntungan. Selain bakat desain, Doni juga mendapat posisi di LSM yang sekarang dia bergabung yaitu sebagai manajemen kasus dimana Doni banyak diminta bantuan untuk mendampingi Odha yang mengalami depresi berat bahkan Doni sekarang sering dipanggil-panggil ke daerah untuk memberikan penyuluhan dari hasil karyanya tersebut dia merasa dirinya berguna buat diri dia sendiri karena dia mendapat pengahasilan tetapi selain itu yang terpenting dirinya berguna buat orang lain.

b. Experiental Values (nilai-nilai pengalaman)

(66)

menjalin lebih serius lagi karena statusnya yang Odha. Untuk masalah keimanan Doni sekarang sudah mulai banyak belajar tentang agamannya dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

c. Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap)

(67)

Derita

Divonis positif HIV pada tahun 2004

Hidup tanpa makna

Merasa depresi, putus asa, dan sempat menggunakan narkoba

Mengubah sikap

Bergabung di LSM Rumah Cemara

Menemukan makna

Setelah mengikuti kegiatan di LSM Rumah Cemara

Hidup bermakna

Dapat merealisasikan nilai creatif, nilai pengalaman dan nilai sikap ke dalam kehidupannya sehari-hari

Bahagia

(68)

2. Responden Agus

a. Creative Values (nilai-nilai kreatif)

Nilai ini dapat diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif dan produktif. Pada responden yang kedua yaitu Agus, aktivitasnya saat ini diisi dengan bergabung di LSM seperti Doni juga, Agus juga sering diundang untuk memberikan penyuluhan tentang HIV/AIDS. Selain itu Agus juga bergabung di sebuah band untuk menyalurkan bakat musiknya. dan dia berperan sebagai vokalis. Sewaktu masih di panti rehabilitasi ketergantungan narkoba Agus bersama-sama teman Odha membikin komunitas kecil antar mereka yang fungsinya dapat saling memberikan duikungan dan kekuatan satu sama lainnya.

b. Experiental Values (nilai-nilai pengalaman)

(69)

c. Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap)

Pada Agus, sama saperti Doni awalnya dia sempat frustrasi karena sempat divonis dokter usianya tidak lebih hanya tinggal 2 tahun lagi, hal itu yang membuat Agus sampai mengurung diri terus, tidak mau bergaul dengan orang lain karena merasa orang lain tidak akan banyak membantu dirinya. Bahkan Agus menyembunyikan keadaannya dari keluarga sampai hampir setahun lebih. Sampai pada suatu ketika Agus berbagi pengalaman dengan Odha perempuan. Odha perempuan tersebut yang banyak memberikan dorongan untuk bisa bangkit dan merasa hidup tidak akan kiamat sampai hari ini saja karena sebagai Odha pun kita masih punya masa depan dan akhirnya Agus mulai dapat menerima keadaannya dan mau bergabung di LSM yang sekarang ini.

Skema Proses Penemuan Makna Hidup dari Agus Derita

Divonis positif HIV pada tahun 2000

Hidup tanpa makna

Merasa depresi, putus asa, lebih banyak mengurung diri, tidak mau bersosialisasi dengan orang lain

Mengubah sikap

(70)

Menemukan makna

Setelah bergabung dan mengikuti kegiatan di LSM Rumah Cemara

Hidup bermakna

Dapat merealisasikan nilai creatif, nilai pengalaman dan nilai sikap ke dalam kehidupannya sehari-hari

Bahagia

Merasakan kebahagiaan walaupun di tengah penderitaannya sebagai Odha

(71)

59 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dicantumkan pada bab IV, dapat ditarik kesimpulan bahwa penderita HIV ternyata dapat menemukan makna hidupnya walaupun virus ini belum ada obat penyembuhannya dan tentu saja siapapun yang menghidap virus ini harus sudah siap kemungkinan terburuknya akan lebih cepat meninggal dibanding dengan orang yang tidak terkena virus ini. Mereka dapat dikatakan memiliki makna hidup setelah mereka dapat merealisasikan nilai-nilai kreaativitas, nilai pengalaman dan nilai sikap dalam hidup mereka.

1. Nilai kreatif yang ditemukan pada mereka berdua ternyata hidup mereka setelah menjadi Odha lebih berguna setelah mereka bergabung di LSM yang sama, karena disini mereka dapat bebas untuk berkreasi dan menyalurkan ide-ide mereka. Selain hal itu berguna buat perkembangan diri mereka sendiri tetapi juga di LSM ini keberadaan mereka dapat berguna buat orang banyak berkat penyuluhan-penyuluhan yang mereka lakukan kepada masyrakat baik yang sudah tertular maupun sebagai pencegahan.

(72)

cinta yang berikan keluarga, kedua responden ini juga memberikan cinta kepada keluarga dengan menjalin hubungan yang baik dengan keluarga yang dulu sempat tidak harmonis.

3. Nilai sikap, yang merupakan nilai tertinggi. Kondisi sebagai penderita HIV/AIDS merupakan kondisi yang tidak dapat dirubah. Sikap yang tampak pada kedua responden awalnya memang menolak, bahkan sampai depresi. Tetapi setelah berbagi pengalaman dengan para Odha-Odha yang lain yang bisa tabah dalam menerima kenyataan dirinya, selain itu juga kedua responden ini mendapat bimbingan di LSM yang mereka gabung sekarang ini, akhirnya lama kelamaan mengubah pola pikir dan pandangan mereka tentang HIV/AIDS. Sekarang ini mereka sudah dapat menerima keadaannya dengan penuh ketabahan, kesababaran dan kekuatan diri. Dengan demikian beban hidupnya menjadi berkurang dan kedua responden ini bisa lebih fokus mengurus kesehatannya dan buktinya di tahun mereka yang lebih 5 tahun menghidap HIV, mereka berdua belum memasuki tahapan AIDS ini berarti akibat kebermaknaan hidup yang mereka miliki, mempengaruhi pola hidup yang dapat memperpanjang usia mereka.

B. Saran

1. Saran untuk orang tua

(73)

orang tua lebih memahami keadaan psikologis anak dan memahami kebutuhan mereka.

b. Memberikan dukungan dan kepercayaan kepada anak-anak untuk melakukan kegiatan yang kreatif dan positif (terutama bila anak-anak tersebut positif HIV)

c. Memberikan suasana keagamaan dalam keluarga seperti beribadah bersama- sama

d. Mengenali perubahan yang terjadi pada diri anak-anaknya, sehingga apabila ditemukan perilaku yang agak mencurigakan dapat segera diambil tindakan. Seperti suka menyendiri, suka berbohong.

e. Memberikan pendidikan seks yang tepat dan sesuai dengan usia anak kepada anak sejak dini, terutama juga mengenai bahaya narkoba sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS.

2. Bagi masyarakat

a. Memberikan dukungan bagi para Odha dalam melakukan kegiatan yang positif di lingkungan mereka.

(74)

3. Bagi konselor

Memberikan bimbingan dan bantuan psikis kepada para Odha dan mengubah pola pandang mereka yang keliru terhadap HIV/AIDS. Diharapkan para Odha tersebut dapat menemukan sendiri makna dari hidupnya.

4. Bagi peneliti lain

a. Penelitian ini dikhususkan untuk mengetahui kebermaknaan hidup penderita HIV/AIDS, maka untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui secara mendalam tentang sindroma ketidakbermaknaan pada penderita HIV/AIDS.

b. Kedua responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan responden untuk mengetahui perbedaan penemuan makna hidup antara laki-laki dan prepmpuan.

5. Bagi responden sendiri

Makna hidup yang telah dimiliki oleh responden, diharapkan tetap dijaga karena jika tidak bukan tidak mungkin responden akan mengalami keterpurukan lagi. Hal-hal yang dapat dilakukan supaya makna hidup tersebut tetap dimiliki oleh responden antara lain:

a. Lebih mendekatkan diri dengan Tuhan sesuai dengan keyakinannya sehingga selalu mendapatkan penguatan dalam hidup.

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Bastaman, H.D., 2007. Logoterapi (Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna). Jakarta : Raja Grafindo Persada.

D, Samsuridjal dan Z. Djurban., 2006. Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Furchan, A. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial: Suatu Pengantar. Bandung: Eressco

Koeswara, E. 1992. Logoterapi : Psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta : Kanisius.

Konseling dan Tes HIV Sukarela. (2005, 18 Febuari). Kompas.

Moleong, L.J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Remaja Karya.

Muhadjir, N. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasini.

Nisbet, J., Watt. J., Studi Kasus Sebuah Panduan Praktis. L.Wilardjo (pen.). 1994. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Oktavina, Cecilia K. 2005. Kebermaknaan Hidup Penderita HIV/AIDS: Suatu studi kasus pada dua orang penderita HIV/AIDS. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pasuhuk, F.W. 1996. AIDS. Jakarta: Indonesia Publishing House.

Pengertian HIV/AIDS. 2004. tempointeraktif.com

Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. (2004). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

(76)

Tes yang dilakukan untuk mengetahui virus HIV dalam tubuh. 2009. health.detik.com

Tujuh orang penderita AIDS meninggal dalam kurun waktu Febuari-November 2002. 2003, 15 Mei. Harian Republika.

Winkel, W.S. dan M.M. Sri Hastuti, 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi.

(77)
(78)

Pedoman wawancara yang akan digunakan dalam penulisan ini berdasarkan pada Pedoman Wawancara Sullivan. Melalui pedoman wawancara ini, penulis ingin mengumpulkan data secara lebih mendalam berkaitan dengan latar belakang responden. Adapun jalannya wawancara sebagai berikut: Wawancara terlaksana setelah terjadi kesepakatan pertemuan dengan responden, wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2008 pukul 11.00-15.00 di kantor LSM tempat responden bekerja. Selama proses wawancara suasana akrab menyelimuti pembicaraan antara penulis dan responden

P (penulis) : hai apa kabar, udah lama juga ya kita ga ketemu udah hampir dua tahun kalo ga salah

R (responden) : iya benar, terakhir waktu kamu ke Bandung sama temanmu itu kan P : begini seperti yang udah aku bilang beberapa waktu lalu, kita mulai aja ya

wawancaranya

R : boleh..boleh mulai darimana kita duduk dibawah aja kali ya biar lebih santai, kamu mau minum apa aku ambilin dulu

P : apa aja boleh

(responden tampak sangat ramah dan terbuka dalam menerima penulis, sehingga hubungan baik antara penulis dengan responden dapat terjalin dengan baik, hal ini sangat bagus dalam proses awal)

R : ok..mulai dari mana nih?

(79)

R : aku lahir di Bandung 14 Mei 1979, tinggal sekarang di Bandung, pendidikan terakhir DIII, agama Islam, orang tuaku asalnya dari Sunda-Padang, tinggiku sekarang 172 berat 52 kg

P : sekarang data tentang orang tua, ayah dulu nama ayah, pendidikan, pekerjaan

R : nama ayah Sy, pendidikan terakhirnya DIII, pekerjaan sekarang wiraswasta P : kalau ibu?

R : nama ibu Fd, pendidikan SMK, pekerjaan sama kaya ayah wiraswasta aja P : sekarang tentang latar belakang kehidupan keluarga, kamu berapa

bersaudara?

R : aku anak pertama dan kembar laki-laki adikku dua perempuan P : lalu data tentang adik-adikmu, perlu tau juga

R : adik ku yang pertama saudara kembarku namanya Sf umur nya sama 29, pendidikan SMA sekarang kerja di Kalimantan, terus adikku yang kedua namanya Ft umur 26 dan yang bungsu namanya FN umurnya 22 dua-duanya itu udah pada menikah.

P : sekarang tentang status sosial keluarga kamu di masyarakat tempat kamu tinggal terutama, tempat kamu tinggal itu mayoritas status sosialnya apa? R : kebanyakan yang tinggal di daerah tempat tinggalku itu pekerjaan mereka

(80)

R : hubungan kekerabatan antar warga sangat dekat

P :keluargamu sendiri hubungan kekerabatan dengan masyarkat sekitar bagaiamana?

R : cukup dekat tapi itu orang tuaku kalu aku sendiri sih ga begitu dekat hanya kenal aja tapi jarang ngobrol dengan tetangga apalagi bergabung dengan kegiatan di kampung, karena aku sendiri dari dulu jarang ada di rumah.

P : bagaiamana orang tuamu memandang pendidikan anak-anaknya?

R : tentu orang tua dimana aja pengen anaknya lebih tinggi pendidikannya daripada mereka. Di keluargaku sendiri semua anak-anaknya melanjutkan sampai ke perguruan tinggi walaupun ada yang tidak selesai tapi minimal diploma, aku sendiri ga tamat sarjana padahal udah tiga kali pindah universitas tapi lumayan sampai diploma juga.

P : balik ke tempat dimana kamu dan keluarga tinggal, bagaimana lingkungan fisik disana mayoritas yang tinggal disana kebanyakan darimana?

R : kalo rumahku sendiri sih berada di pinggir jalan besar karena rumah sekalian tempat usaha, terus mayoritas yang tinggal disana orang Sunda itu sendiri P : mengenai perkembangan jasmani dan kesehatan, pernah ada masalah

kesehatan ga dari kecil?

(81)

P : emang efek dari obat itu apa?

R : kalo pertama kali minum reaksi obat terhadap tubuh macem-macem tergantung daya tahan tubuh kita juga, kalo aku kemaren mual, demam tapi cuman beberapa hari doing sekarang sih tubuh udah bisa menerima obat itu. P : emang obat itu untuk apa kegunaannya?

R : bukan untuk menyembuhkan dan mematikan virus HIV itu, tetapi lebih kepada menghambat laju pertumbuhan virus itu supaya tidak bertambah banyak

P : tapi sampai sejuah ini kamu sehat-sehat aja kan?

R : ya beginilah tergantung bagaimana pola hidup kita aja sehari-hari

P : sekarang balik ke masa lalu, terutama soal kognitif kamu bisa jelasin ga riwa

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu diharapkan orang tua dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana orang tua diharapkan melakukan diskusi dengan anak, memberikan kasih sayang dan kehangatan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat kecenderungan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi

Seluruh guru BK SMA di Sleman sudah sepakat menggunakan Panduan Operasional Pelaksanaan BK (POP BK) sebagai arah penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan loyalitas pada teman sebaya akan sangat berperan penting jika tidak seimbang dengan kontrol diri yang baik maka dari itu untuk

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat memberi pendekatan dan ruang yang lebih kepada mahasiswa untuk menjaga serta

Efikasi diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri dalam konteks belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa SMP kelas IX dan yang

Pernyataan “Dalam berkomunikasi, saya termasuk orang yang sulit dalam merangkai kata” menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal mahasiswa Bimbingan dan