• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional Mengawal Pelaksanaan SDGs Seri A Subtema 123

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional Mengawal Pelaksanaan SDGs Seri A Subtema 123"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|1

AKTUALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM

TRADISI WIWITAN DI DESA JIPANG

Ulfatun Nafi’ah

Universitas Negeri Malang, Email: ulfatun.nafi’ah.fis@um.ac.id, 081333000210

Abstrak

Desa Jipang adalah daerah yang terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini memiliki dua dukuh yaitu Dukuh Njudan dan Dukuh Jipang. Jipang terletak di dekat aliran sungai Bengawan Solo sehingga belum terjangkau oleh kendaraan umum. Namun Desa Jipang kaya akan budaya lokal yang belum banyak dikaji. Salah satunya adalah tradisi wiwitan. Tradisi wiwitan di Desa Jipang dilakukan setiap akan memulai menanam padi tujuannya agar selama tanaman itu tumbuh sampai dengan sebelum dipanen hasilnya akan melimpah, terhindar dari hama dan wereng. Wiwitan selanjutnya dilakukan pada saat padi akan di panen, tujuannya agar padi yang dihasilkan menjadi berkah bagi masyarakat sehingga mereka terhindar dari marabahaya dan wabah penyakit. Berbeda dengan tradisi wiwitan di daerah lain. Di Desa Jipang proses wiwitan masih lengkap seperti yang diajarkan nenek moyangnya. Mereka meyakini jika ada proses yang mereka tinggalkan akan menimbulkan bencana bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskrptif. Tulisan ini akan membahas tentang tradisi wiwitan dalam masyarakat Jipang dari cara pandang Marcel Mauss tentang teori pemberian. Penulis akan berupaya mengambil nilai-nilai pendidikan karakter wiwitan dan strategi aktualisasinya. Penulis juga berharap tulisan ini akan menjadi pondasi awal pemberdayaan masyarakat Jipang.

Kata Kunci: Bengawan Solo, pemberdayaan masyarakat, pendidikan.

PENDAHULUAN

(2)

2|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

berpendapat lain, menurutnya tujuan pendidikan tidak hanya mencerdaskan bangsa melainkan juga penting untuk mendidik karakter.

Nampaknya pendidikan karakter tidak lagi menjadi kajian tersendiri dalam mata pelajaran di sekolah. Pendidikan karakter dianggap sudah terwakili dalam mata pelajaran PPkN dan Agama. Karakter generasi muda tergerus seiring dengan pekembangan globalisasi sejak abad XXI, globalisasi juga melahirkan Revolusi yang 3 T (Transportasi, telekomunikasi, dan tourisme) terpusat pada perkembangan informasi yang begitu pesat (Friedman, 2006). Implikasi dari perembangan teknologi informasi yang begitu cepat berpengaruh pada sikap hidup seserang terhadap kehidupan, baik sebagai individu maupun warga negara. Hariono (2014) menungkapkan bahwa masyarakat Indonesia seringkali memaknai informasi sebagai sarana kebebasan yang kurang memperhatinkan resiko. Sehingga masyarakat larut dalam kebebasan yang cukup memprihatinkan.

Jika kita cermati lebih jauh, terdapat kelompok masyarakat yang tergila-gila dengan serial drama korea dan merasa gengsi ketika menikmati pagelaran wayang, ketoprak dan tari-tari tradisional, atau hasil budaya dari daerahnya masing-masing. Anak-anak kecil yang lahir saat ini sangat paham akan cerita doraemon, ipin-upin namun tak banyak yang paham tentang tradisi lahiran, tradisi manganan, cerita gagak rimang, cerita Arya Penangsang dan tradisi wiwitan yang ada di masyarakat. Eksistensi budaya lokal sebagai tonggak budaya bangsa yang kuat akan semakin tergerus apabila tidak dilestarikan dan ditanamkan pada generasi penerusnya. Endraswara (2006:1) mengemukakan bahwa budaya adalah sesuatu yang hidup, nyata, berkembang, dan berwujud. Termasuk juga tradisi-tradisi budaya yang masih berlangsung di daerah-daerah sebagai ciri khas tradisi-tradisi dari kekhasan budaya daerah itu sendiri.

(3)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|3

bagi Ki Hajar Dewantara merupakan proses mengintegrasi pendidikan karakter, budaya, moral guna membangun fisik, mental dan spiritual. Dengan demikian, pendidikan seharusnya dapat mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam tradisi wiwitan di Desa Jipang guna membangun masyarakat agar memiliki karakter yang baik.

Desa Jipang yang terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini memiliki dua dukuh yaitu Dukuh Njudan dan Dukuh Jipang. Desa ini terletak di dekat aliran Sungai Bengawan Solo. Bengawan Solo menjadi penting pengairan di Desa Jipang. Oleh karena itu, masyarakat Desa Jipang di daerah aliran Sungai Bengawan Solo mengandalkan pertanian. Ada tradisi yang menarik dan belum banyak dikaji nilai-nilai penididikan karakter di dalamanya adalah tradisi wiwitan. Berbeda dengan daerah lain. Tradisi wiwitan di Desa Jipang dilakukan sebelum menanam padi, tujuannya agar tanaman padi yang ditanam tidak diserang hama, dan hasilnya melimpah. Selanjutnya, ada tradisi wiwitan sebelum memanen padi tujuannya agar hasil panen membawa keberkahan bagi masyarakat. Proses yang dilakukan masih sampai saat ini masih sama persis. Sedangkan daerah lain seperti di Desa Payaman, tradisi wiwitan hanya dilakukan sebelum memanen padi, bahan yang digunakanpun sudah tidak lengkap.

Kuntowijoyo (2006:3) menjelaskan bahwa kreativitas simbolik adalah usaha manusia dalam menciptakan makna yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Dengan kata lain apa yang mereka harapkan serta cita-citakan bagi kehidupan mendatang tergambar melalui tradisi wiwitan. Tujuan penyusunan artikel ini adalah untuk mengkaji lebih dalam tentang nilai-nilai tradisi wiwitan dalam pandangan Marcel Mauss. Penulis juga akan berupaya mengambil nilai-nilai pendidikan karakter wiwitan dan strategi aktualisasi yang dapat digunakan.

METODE

(4)

4|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mendalam mengenai proses mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi (Sutopo, 2006:227). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Peneliti memilih informan yang tinggal di Desa Jipang Kecamatan Cepu Kabupaten Blora dan dianggap memiliki informasi berkaitan dengan tradisi wiwitan di daerah tersebut.

Desa Jipang dipilih sebagai lokasi penelitian karena berpijak pada fakta bahwa daerah ini pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Djipang salah satu vassal dari kerajaan Demak pada abad ke XVI. Di desa ini juga masih terdapat beberapa sisa-sisa peninggalan Kerajaan dan belum pernah diteliti secara tuntas, seperti makam tua, Gedong Ageng dan Santri Sembilan Walisongo. Alasan lainnya masih banyak tradisi yang sampai saat ini ada di Desa tersebut diantaranya manganan (sedekah bumi), berbeda dengan daerah lainnya, di Desa Jipang Wiwitan dilakukan tradisi wiwitan yang dilakukan pada saat akan menanam padi dan sebelum memanen padi. Didaerah lain, misalnya di Desa Payaman tradisi ini sudah mulai ditinggalkan.

Teknik pengumpulan data meggunakan observasi, wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat dan tetua di Desa Jipang yaitu Bapak Sukar, Kepala Desa Jipang Bapak Ngadi, Sekretaris Desa Jipang Bapak Suryadi, Kepala Dusun Jipang yaitu Bapak Bapak Yono, Mudin Desa Jipang yaitu Bapak Eko, dan Juru Kunci Makam Arya Penangsang yaitu Mbah Ujud.

(5)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|5

PEMBAHASAN

Perspektif Marcel Mauss dalam Tradisi Wiwitan di Desa Jipang

Marcel Mauss memiliki gagasan tentang pemberian. Menurut Mauss (1992) pada dasarnya tidak ada pemberian yang gratis. Segala bentuk pemberian selalu diikuti oleh suatu imbalan. Kebiasaan saling tukar-menukar pemberian itu adalah sebuah proses sosial yang dinamik yang melibatkan keseluruhan anggota masyarakat sebagai sistem yang menyeluruh. Saling memberi juga menjadi penanda persaingan kedudukan antar si pemberi dan yang menerima, dan hal ini terjadi secara terus-menerus. Proses demikian berbeda jika dalam masyarakat sudah mengenal perdagangan. Ada tujuan ekonomi dalam proses pertukaran antara uang, benda dan jasa. Tidak lagi antar struktur masyarakat antar kelompok, melainkan terjadi antar individu. Tujuan utama pemberian ini adalah untuk mengikat sistem sosial.

Menurut Mauss (1992) pemberian hadiah dalam hal ini pelaksanaan wiwitan. Diikuti dengan pertukaran ketimbang penawaran sepihak. Pemberian

hadiah bukan seperti transaksi-transaksi pasar yang bercorak seketika dan tanpa nama, hadiah ini dilihat sebagai modus pertukaran yang berimplikasi pada interaksi-interaksi berjangka waktu lama dan menyajikan ikatan-ikatan kewajiban. Seseorang yang mendapat hadiah dari orang lain memiliki kewajiban untuk memberi balasan kepada orang yang telah memberinya hadiah. Setidaknya terdapat tiga kewajiban yang harus dilakukan partisipan dalam pertukaran hadiah, yakni memberi, menerima, dan membalas. Setiap orang yang diberi hadiah tidak dapat menolak pemberian tersebut, jika melakukan penolakan maka si penerima dianggap tidak sanggup mengembalikan dan itu berarti takut untuk mengembalikan merupakan sebuah kegagalan. Kegagalan untuk memberi atau menerima sama halnya kehilangan harga diri dan kehormatannya (Mauss, 1992: 58-59). Teori tersebut relevan untuk mengkaji tradisi wiwitan di Desa Jipang.

(6)

6|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

menunjang hidup. Wilayah desa ini seluas 191.061 km2. Desa ini berbatasan dengan Desa Kapuan & Desa Getas di sebelah utara, Sungai Solo di sebelah selatan dan timur serta Desa Ngloram & Desa Kapuan di sebelah Barat. Tipologi desa ini tegolong persawahan. Jarak desa Jipang ini dengan pusat pemerintahan kecamatan sejauh 11 km sedangkan jarak desa ini dengan pemerintah Kota sejauh 44 km, dan dengan kabupaten sejauh 42 km. Jumlah penduduk desa berdasarkan monografi pada medio Desember 2014 sebanyak 2.078 jiwa dengan 66 Kepala Keluarga.

Ekonomi masyarakat desa Jipang tergolong tercukupi berkat adanya sungai Bengawan Solo. Desa Jipang yang berada di dekat sungai Bengawan Solo ini menjadikan penduduknya mengandalkan mata pencaharian berbasis agraris. Pertanian menjadi mayoritas Mata pencaharian penduduk mayoritas adalah pertanian sebanyak 608 orang, buruh tani 384 orang, peternak 232 orang, karyawan swasta 178 orang, pedagang 56 orang, pensiunan 26 orang, tukang 21 orang, jasa 17 orang, nelayan 16 orang, PNS 8 orang, pekerja seni 6 orang dan pengrajin 1 orang. Jumlah penduduk miskin desa ini sebanyak 591 jiwa, 197 KK.

Koentjaraningrat (2002:248) menjelaskan bahwa akulturasi merupakan suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan Indonesia yang beragam serta perjalanan sejarah Indonesia yang panjang menyebabkan ada beberapa kebudayaan yang mengalami akulturasi. Akulturasi kebudayaan di desa Jipang terjadi antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam. Hal tersebut dapat dilihat pada acara tradisi wiwitan yang ada di Desa Jipang.

(7)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|7

artinya memulai) menanam padi dan memanen padi. Tidak semua warga yang memiliki sawah yang ada di Desa Jipang melakukan tradisi tersebut. Hanya sawah yang memiliki Pundhung (gundukan tanah) yang melakukan wiwitan. Sebagai contoh sawah yang di “wiwit” adalah sawah bengkok (tanah ganjaran). Tanah bengkok menjadi hak kepala desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji

yang tidak mereka terima. Menurut Ibu Wasini ada beberapa tanah bengkok yang memiliki Pundhung.

“..Pundhung itu yang diwiwiti terletak dipojokkan sawah. Jumlahnya di bengkok (lurah itu ada 8 pundung namanya pun berbeda-beda. Ada Cinde, Babarlayar, Jegong tapi di Jegong tidak pake wiwitan ya itu ada namanya tapi gak diwiwiti, Panjang, Lingi Etan, Lingi kulon, Cabuk, Kembar. Kembar itu dua makanya disitu ada 7 nama tapi jumlahnya jadi 8 pundhung.

Ada delapan tempat yang digunakan untuk tradisi wiwitan. Tanah milik Kepala Desa. Sebelum tradisi dimulai, ada beberapa hal yang harus disiapkan diantaranya: pisang raja setangkep, jenang, jaddah, ayam, sayur gethik, jajan pasar seperti: nogosari, mendut dan tape diletakkan dalam di atas “Tempeh” dilapisi daun pisang.

Selain itu juga terdapat takir dengan jumlah wolu (delapan) diisi Bunga cok bakal, Sego klangkrang yaitu Nasi, kelapa yang dipotong-potong kecil dan ditaburi gula merah yang telah dipotong kecil-kecil. Nasi bucu: Nasi pincuk diberi bawang merah 1 siung, bawang putih 1 siung, telur ayam kampung, cabe rawit 1 buah (jika wiwit waktu tanam), cabe merah 1 buah (jika wiwit waktu panen), kemiri utuh 1 buah, teri pethek 1 buah, kancang panjang, menyan dan Kembang Pari berisi beras dicuci dan kelapa parut. Selain itu juga terdapat arak.

(8)

8|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Jika teori Mauss tentang pemberian diaplikasikan dalam melihat tradisi wiwitan, maka pemberian makanan dan hasil bumi (padi) Kepala Desa kepada

masyarakat Jipang mengandung dua tujuan. Pertama, pemberian makanan yang digunakan dalam tradisi wiwitan seperti nasi, lauk-pauk dan jajanan untuk para tetangga dan orang yang terlibat dalam proses menanam padi dan memanen padi merupakan pola pengikatan sosial. Pemimpin Desa dalam hal ini Lurah, bukan hanya bertindak sebagai individu. Namun, dia mewakili kelompok pejabat desa Jipang yang ingin mendapatkan imbalan berupa ikatan sosial. Hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat Desa Jipang. Kepala Desa saat ini menggantikan Kepala Desa yang lama karena terlibat korupsi. Kedua, pemberian yang dilakukan oleh kepala Desa bertujuan untuk bersedekah, dan dalam pandangan Mauss Lurah sebagai orang yang memeberi hadiah tidak mengharapkan akan datangnya imbalan dari masyarakat di Desa Jipang. Pemberian dimaksudkan untuk memberikan sebagian hasil pertanian tanah bengkok untuk warga Jipang dengan tujuan bersedekah. Ada keyakinan yang

terbangun bahwa dengan bersedekah maka akan diganti oleh Tuhan dengan rizki yang lebih melimpah, begitu pula sebaliknya jika hal ini tidak dilakukan maka ada keyakinan akan menghadirkan bencana.

Nilai-nilai Pendidikan karakter dalam Tradisi Wiwitan

Karakter tidak bisa muncul dengan sendirinya pada diri seseorang. Karakter terbentuk dalam diri seseorang jika ada proses internalisasi terahadp unsur-unsur moral. Dalam pandangan Lickona (1992:84) setidaknya terdapat tiga komponen karakter yang baik, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perbuatan yang bermoral ( moral action).

(9)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|9

niali-nilai dalam tradisi wiwitan. Nilai-nilai tersebut antara lain: (1) Relegius; Wiwitan yang dilakukan memiliki makna untuk rasa syukur kepada Tuhan atas

berkah yang diberikan dan berharap agar mendapatkan keselamatan bagi masyarakat di Desa Jipang. (2) Peduli Lingkungan; Masyarakat Desa Jipang adalah masyarakat yang peduli untuk menjaga kelangsungan dan keharmonisan dengan alam. Hal ini diwujudkan dengan kepatuhan masyarakat dari generasi ke generasi untuk menjaga kelestarian alam, salah satunya dengan tradisi wiwitan yang dilakukan di sawah. Mereka percaya dengan wiwitan maka proses tanam sampai panen akan mendapat perlindungan dari Tuhan, dewi Sri agar tananamn yang mereka tanam terhindar dari hama, wereng dan penyakit tanaman. (3) Gotong Royong; Dalam mewujudkan kegiatan wiwitan, masyarakat tidak melakukkannya secara individu. Mereka melakukan dengan gotong-royong dan saling membantu, tidak hanya untuk wiwitan, dalam kegiatan lainnya masyarakat juga saling bekerja sama seperti membuat takir, membuat tarub, membuat berbagai jenis ketupat untuk kegiatan wiwtan, manganan dan kegiatan lainnya. (4) Kejujuran; Jika datang ke Jipang memiliki niat kurang baik maka dan tidak jujur maka akan timbul malapetaka dan kesurupan Kejujuran menjadi hal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat di Desa Jipang. Jika mereka jujur maka keberkahan dalam hidup akan mereka dapatkan. (5) Tanggung Jawab; Nilai pendidikan karakter dalam tradisi wiwtan tanggung jawab juga bagian dari kearifan masyarakat Jipang. Contohnya Pak Lurah Ngadi ketika akan melakukan wiwitan dia bertanggung jawab untuk memenuhi dan memberikan contoh bagi

(10)

10|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

penerusnya untuk selalu hidup dengan keserhanaan meskipun sudah era modern seperti sekarang. (7) Hidup bersosial dengan saling memberi; Hidup bersosial dan saling memberi juga bagian dari filosofi wiwitan. Beberapa makanan mislanya Sayur yang dibuat hanya pada saat masa tertentu “wiwitan” sebelum musim tanam. Merupakan makanan khusus yang hanya dinikmati pada masa tertentu. Makanan dibagikan kepada 70 tentangganya dan orang-orang yang membantu menanam di sawah. Saling memberi dan menerima sayur dan makanan tersebut. (8) Kesabaran; Masayarakat diajarkan untuk tetap mengingat ajaran filosofi dari Arya Penangsang untuk bersabar, menunggu selesai makan dan baru membicarakan segala permasalahan dengan musyawarah dan dengan jalan diplomasi.

Aktualisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam tradisi Wiwitan

Aktualisasi nilai-nilai pendidikan karakter wiwitan dapat dilakukan dengan melibatkan peserta didik dalam proses memperoleh pengetahuan mereka. Jika mereka terlibat secara langsung ke dalam proses akan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Apabila seseorang sudah memahami nilai-nilai karakter yang baik maka mereka akan mencintai segala sesuatu yang baik. Selanjutnya akan menjadi pola kebiasaan yang dilakukan seseorang. Aktualisasi nilai dan karakter harus dipahami sebagai proses merekontruksi pengalaman secara terus-menerus sejalan dengan tujuan yang akan dicapai.

Aktualisasi nilai dapat ditanamkan dengan model Experiential Learning Theory (ELT). Model inimerupakan dasar dari pengembangan model experiential learning. Konsep ini lahir dari pemikiran Kolb yang terinspirasi dari teori belajar

Dewey yang mementingkan proses dari pada hasil belajar siswa. Dewey (1897: 79) mengatakan.

(11)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|11

Sejalan dengan pendapat dari Dewey, David Kolb berupaya untuk mengembangkan model pembelajaran yang berupaya untuk melibatkan pengalaman siswa di dalam proses belajar agar siswa dapat terlibat langsung untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran Experiential Learning ini dikembangkan oleh David Kolb. Dalam experiential learning menempatkan pengalaman sebagai titik sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah “experiential learning” disini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung

menekankan pada kemampuan kognisi daripada afektif, dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subyektif dalam proses belajar (Kolb, 1984).

Model pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang mereka pelajari. Peserta didik belajar tidak hanya belajar tentang konsep materi, melainkan terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran agar pengetahuan yang diperoleh lebih bermakna. Hasil dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan yang tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.

Berdasarkan konsep Dawey di atas maka David A. Kolb (1984) mengembangkan experiential learning. "the process whereby knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge results from the

combination of grasping and transforming experience" (Kolb, 1984: 4). Menurut

Kolb belajar merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dan didasarkan pada pengalaman. Belajar merupakan proses untuk mengonstruksi dan mentransformasikan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik menjadi sebuah pengetahuan.

Experiential learning dibangun di atas gagasan bahwa pemahaman bukan

(12)

12|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

learning juga merupakan proses yang berkesinambungan dan digambarkan

sebagai siklus serta berdasarkan kepada pengalaman, menyiratkan bahwa kita digiring untuk mempelajari situasi tentang ide-ide dan keyakinan kita sendiri pada tingkat yang berbeda dalam sebuah proses elaborasi. Model siklus pembelajaran yang kemudiadikenal dengan Kolb Leraning cycle membutuhkan empat jenis kemampuan agar pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik, diantaranya: (1) Concrete Experience (CE); Pengetahuan harus ditemukan anda sendiri agar memiliki arti atau dapat membuat perbedaan pada perilaku hal ini dilakukan dengan menggali pemahaman peserta didik melalui pengalaman yang mereka dapatkan sebelumnya, pengetahuan tentang wiwitan bagi masyarakat di Desa Jipang tentunya sudah sering dilihat namun belum tentu mereka maknai niklai-nilainya. (2) Reflection Observation (RO); Peserta didik melakukan observasi dengan mencari literatur terkait dengan tradisi wiwitan. Proses pencarian literatur dapat dijembatani guru dengan memberikan berbagai alternatif sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Selanjutnya peserta didik merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi. (3) Abstract Conceptualization (AC); Peserta didik belajar secara berkelompok. Mereka mencoba memecahkan permasalahan terkait dengan tradisi wiwitan, dengan menggunakan sumber literatur yang relevan. Guru dapat menyusun tugas yang digunakan untuk diskusi dengan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) terkait dengan tradisi wiwitan. (4) Active Experimentation (AE); Pada tahap ini peserta didik melakukan analisis permasalahan dengan menggunakan teori untuk dan mengambil keputusan. Misalnya terdapat berbagai nilai yang dapat ditemukan oleh peserta didik terkait dengan permasalahan kemudian mereka diminta merefleksikan nilai-nilai dalam tradisi wiwitan.

SIMPULAN

(13)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|13

hidup bersosial dengan saing memberi, (8) kesabaran. Pendidikan karakter dapat diupayakan jika seseorang memiliki pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perbuatan yang bermoral ( moral action). Proses aktulisasi nilai pendidikan karakter tradisi wiwitan dapat dilakukan

dengan menggunakan model Kolb’s Experiential Learning dengan tahapan Concrete Experience (CE), Reflection Observation (RO), Abstract Conceptualization (AC), dan Active Experimentation (AE). Dengan melibatkan pengalaman langsung peserta didik untuk memperoleh pengetahuan maka, pengetahuan yang dihasilkan bisa lebih bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Daradjati. 2014. MR. Sartono Pejuang Demokrasi dan Bapak Parlemen Indonesia. Jakarta: Kompas.

Dewey, J. 1897: 79. 1897. My Pedagogic Creed. The School Journal. LIV (3):7-8. Endraswara, S. 2009. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: UGM Press. Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa

Friedman. T.L. 2006. The World is Flat; Sejarah Ringkas Abad ke 21. Terjemahan. P. Buntaran dkk. Jakarta: Dian Rakyat.

Hariyono. 2014. Kekuasaan dalam Proses Pembelajaran Sejarah: Membangun Kuasa Diri dan harapan dalam Dunia yang Terus Berubah. Makalah Disampaikan dalam Seminar “ Pembelajaran Sejarah: Tantangan dan Harapan” , yang diadakan oleh Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang pada tanggal 27-28 September 2014.

Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Kolb, D. A. 1984. Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and devolepment. Englewood Chiffs. N.J: Prentice-Hall.

Lickona, T. 2012. Educating For Character. Terjemahan oleh Juma Abdu Wamaungo. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(14)

14|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Sukmadinata, N. S. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

(15)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|15

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI SARANA

PENINGKATAN PENDIDIKAN DI DAERAH (PENELITIAN PEMETAAN SOSIAL DI WILAYAH PANTA DEWA, KABUPATEN PENUKAL ABAB

LEMATANG ILIR (PALI)

Nanda Harda P.M.

Universitas Negeri Malang, nandameiji@gmail.com, 085729004565)

Abstrak

Pendidikan menjadi salah satu bagian dari 17 wacana global peningkatan kemakmuran yang ditargetkan oleh setiap negara. Tidak luput pula dengan Indonesia dimana pendidikan masih menjadi permasalahan laten. Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak tidak hanya masyarakat dan pemerintah untuk mengentaskan masalah di bidang pendidikan. Salah satu agen yang juga memiliki peran adalah perusahaan dimana memiliki peluang untuk meningkatkan aspek-aspek dalam bidang pendidikan melalui dana pemberdayaan yang dikelola CSR. PALI sebagai salah satu Kabupaten baru hasil pemekaran di wilayah Provinsi Sumatera Selatan juga memiliki keterbatasan dalam peningkatan kualitas pendidikan di daerahnya. Salah satu perusahaan yang setiap tahun berupaya memberikan dana pemberdayaan adalah pihak Pertamina PALI. Salah satu wilayah yang menjadi ranah dalam peningkatan pendidikan adalah Desa Panta Dewa. Dalam melakukan penelitian pemetaan sosial digunakan pendekatan kualitatif di masyarakat Panta Dewa. Sebagai salah satu wilayah dimana anak-anak mudanya berusaha untuk memaksimalkan pendidikannya justru terkadang kerap mengalami putus sekolah di tengah proses pembelajaran. Hasilnya melalui program CSR Pertamina didirikan sebuah perpustakaan yang diharapkan mampu meningkatkan minat anak-anak muda dalam hal pendidikan.

Kata Kunci:Pendidikan, CSR, Pemberdayaan

PENDAHULUAN

(16)

16|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Permasalahan pembangunan yang semakin kompleks tersebut tentunya tidak hanya diserahkan keseluruhan pada negara (pemerintah). Diperlukan kerjasama yang saling terkait antara pemerintah dan masyarakat. Dalam era modern seperti saat ini, salah satu agen dalam kehidupan yang juga diperlukan kerjasamanya adalah perusahaan. Kerjasama antar ketiganya tentunya menjadi salah satu alternatif dalam peningkatan pelaksanaan SDGs di Indonesia. Hal tersebut mengingat banyaknya perusahaan yang kini mulai sadar serta memiliki kewajiban tanggung jawab sosial pada lingkungannya melalui CSR.

Pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) memang masih menjadi sebuah perdebatan di ranah global. Perdebatan yang muncul terutama mengenai sejauh mana tingkat kesadaran perusahaan dalam membantu proses pembangunan dan pemberdayaan di masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan terkadang masih berpikir bahwa program bantuan pemberdayaan kepada masyarakat adalah sebuah kewajiban sebagaimana diatur oleh UU nomor 40 tahun 2007 pasal 74, utamanya mereka yang bergerak di bidang sumber daya alam (SDA). Oleh sebab itu Pertamina sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang SDA memiliki kewajiban serta tanggung jawab sosial pada masyarakat di sekitar wilayahnya. Salah satu cabang wilayah Pertamina terletak di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan yang merupakan salah satu wilayah hasil pemekaran dari wilayah Pengabuan.

(17)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|17

Sebelum melakukan program CSR pada wilayah Panta Dewa diperlukan penelitian Pemetaan sosial yang gunanya untuk mendapatkan data umum serta kebutuhan masyarakat. Pemetaan sosial juga menjadi salah satu cara untuk melihat dampak perusahaan (Pertamina) pada masyarakat. Melalui pemetaan sosial diharapkan dapat memberikan rekomendasi program pada pertamina untuk memenuhi kebutuhan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat Panta Dewa. Hal tersebut karena terkadang masyarakat juga masih kebingungan antara keinginan serta apa yang dibutuhkan. Jadi kajian yang dilakukan diharapkan memberikan program dalam jangka menengah ataupun panjang bukan sekedar program asal jadi sebagaimana pada program-program sebelumnya.

METODE

Dalam melakukan penelitian pemetaan sosial di wilayah PALI, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif guna mendapatkan data yang berkualitas. Peneliti juga memberikan beberapa batasan yang gunanya untuk merangkai data yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan tidak bias menjangkau masalah-masalah lainnya (Miles & Huberman, 1992). Pada praktek pengumpulan informan digunakan teknik snowball (bola salju) untuk mendapatkan informan serta data yang akurat. Melalui teknik pengumpulan informan tersebut, didapatkan beberapa informan kunci yang menjelaskan dan menjabarkan permasalah di wilayah Desa Panta Dewa. Dalam proses pengumpulan data terkait hubungan antar manusia (Suyanto & Sutinah, 2004) digunakan beberapa cara yakni observasi, studi literatur, wawacara, serta Focus Group Discussion (FGD).

PEMBAHASAN

Salah satu basis berlangsungnya CSR adalah konsep triple bottom line dimana terdapat 3 konsep penting dalam bisnis di era abad ke 21 yakni (planet, people, and profit) (Elkington, 2010). Ketiganya merupakan satu bagian kesatuan

(18)

18|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

lingkungan. Hal serupa juga dijelaskan oleh Dody Prayogo bahwa setidaknya terdapat beberapa hal bahwa CSR merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk meningkatkan tanggung jawab sosialnya pada stakeholder dan lingkungan (2011).Oleh sebab itu, pada era saat ini CSR memiliki peranan yang cukup signifikan dalam proses pembangunan dan pemberdayaan berkelanjutan.

Pertamina memiliki concern terhadap proses pemberdayaan masyarakat terutama di beberapa wilayah dimana mereka mengksplorasi SDA, seperti halnya yang terletak di PALI. Salah satu wilayah yang menjadi lokasi pemberdayaan adalah desa Panta Dewa. Wilayah Desa Panta Dewa terletak sekitar 38 Km dari kota Kecamatan (Pendopo). Terletak di jalur utama yakni Jalan Lintas Sekayu yang merupakan salah satu jalan Provinsi. Hal tersebut cukup mempermudah akses warga di wilayah Desa Panta Dewa karena akses jalan yang telah beraspal dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Sebagian besar penduduk di wilayah Panta Dewa sebagian besar bekerja sebagai petani karet. Selain itu juga beberapa di antara mereka bekerja di perkebunan kelapa sawit milik salah satu perusahaan swasta yang ada di daerah tersebut. Maka tak heran apabila sekitar 85% wilayah Panta Dewa merupakan lahan perkebunan karet dan kelapa sawit. Hal tersebut membuat warga cukup bergantung dari hasil perkebunan. Tidak heran apabila karet menjadi komoditas dagang utama di wilayah Panta Dewa. Jadi secara ekonomi, masyarakat di wilayah Panta Dewa mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti pangan, papan, dan sandang. Bahkan untuk pemenuhan alat transportasi roda dua dan juga komunikasi seperti telepon genggam. Namun sayangnya masyarakat masih menganggap remeh peran pendidikan bagi para generasi muda.

(19)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|19

kesempatan para orangtua juga mengutarakan bahwa alih-alih membantu bekerja “memantang” (mengambil hasil) karet, mereka lebih memilih untuk berkumpul bersama dengan teman-teman sebayanya. Hal ini pula yang akhirnya memunculkan tingkat pernikahan usia dini meningkat karena banyaknya waktu luang anak-anak tersebut dihabiskan untuk menjalin kasih dengan teman lawan jenis.

Hal tersebut menjadi siklus karena kekurangpahaman warga terhadap pentingnya pendidikan, bukan hanya yang sifatnya formal namun juga pendidikan informal edukatif yang mengajarkan ilmu dan moral pada para generasi muda. Apabila permasalahan pemenuhan kebutuhan pendidikan tidak dapat dipenuhi dengan baik, maka tentunya akan berakibat pula secara langsung maupun tidak langsung pada kehidupan anak-anak muda tersebut sebagai salah satu generasi penerus di wilayah Panta Dewa. Peneliti juga mencoba membandingkan anak-anak muda yang melanjutkan studinya hingga masa SMA/SMK lebih sukses secara ekonomi dibandingkan teman mereka yang putus atau tidak melanjutkan studinya. Hal tersebut karena bagi mereka yang telah lulus mampu untuk mengembangkan perkebunan karet milik keluarganya. Selain itu beberapa dari mereka juga dipekerjakan oleh pihak pertamina ataupun perkebunan kelapa sawit sebagai seorang staf. Dibandingkan dengan anak-anak muda yang putus sekolah dimana mereka tidak mampu mengembangkan dirinya secara finansial. Bahkan beberapa anak muda yang merantau dan mampu melanjutkan masa studinya hingga ke jenjang perguruan tinggi di Kota Palembang mampu untuk bekerja di beberapa perusahaan di kota tersebut.

(20)

20|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pembukaan UUD 1945 sebagai proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang seiring dengan program pelaksanaan MDGs dan berlanjut pada SDGs.

Oleh sebab itu kemudian dari hasil kajian penelitian pemetaan sosial yang dilakukan, peneliti memberikan salah satu rekomendasi utama yakni perihal peningkatan minat pendidikan terutama usia dini. Mengapa usia dini yang dipilih? Hal ini karena dari generasi muda seperti ini pembentukan karakter dan minat serta kesempatan untuk belajar jauh lebih besar. Selain itu anak-anak muda di usia dini juga menjadi landasan atau fondasi masa depan bagi generasi selanjutnya. Karena itu dalam peningkatan minat terhadap pendidikan, rekomendasi program bagi Pertamina adalah pembangunan perpustakaan mini yang mampu diakses oleh anak-anak dan juga para remaja yang tertarik untuk membaca bacaan atau buku yang ada di dalamnya. Setidaknya kesadaran pentingnya pendidikan dimulai dari hal yang kecil dan sederhana. Karena dibutuhkan waktu yang cukup panjang hingga masyarakat mampu menerima dan memahami pentingnya pendidikan bagi diri mereka, terlebih generasi muda di wilayah Panta Dewa. Selain itu juga rekomendasi pemberian beasiswa bagi anak-anak muda yang berprestasi secara akademik untuk meningkatkan keinginan mereka tetap melanjutkan studi hingga jenjang yang lebih tinggi. Diharapkan melalui kedua rekomendasi utama dalam bidang pendidikan tersebut, mulai memunculkan kesadaran dan pemahaman bagi warga dan juga anak-anak usia sekolah untuk tetap melanjutkan studi pendidikannya.

(21)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|21

SIMPULAN

Pendidikan menjadi salah satu bagian penting baik pada MDGs maupun SDGs. Sebagaimana disebutkan dalam SDGs bahwa dibutuhkan pendidikan yang sifatnya inklusif dan setara sebagai sarana peningkatan kehidupan dan kesempatan di dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama antara berbagai pihak dalam proses mengawal dan pelaksaanaan program tersebut. Di Indonesia dengan dimunculkannya undang-undang dan peraturan terkait tanggung jawab sosial perusahaan menjadi salah satu cara atau bagian guna meningkatkan kualitas pendidikan. Hal tersebut sebagaimana juga dijelaskan oleh Ife & Tesoriero bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat dibutuhkan kerjasama yang erat antara bukan hanya instansi atau institusi formal, namun juga perlunya keterlibatan masyarakat melalui stakeholder (2008). Pemerintah tidak hanya bekerja sendiri namun juga dapat saling bekerjasama dengan korporasi serta masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesa, terutama wilayah pelosok yang memang memerlukan perhatian lebih, agar tidak terpusat.

(22)

22|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

perpustakaan tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap generasi muda agar tetap melanjutkan studinya dan memiliki pemahaman pentingnya pendidikan. Karena melalui generasi muda inilah, kehidupan selanjutnya akan berjalan. Bak sebuah siklus kehidupan dimana yang muda menjadi para orangtua dimana akhirnya memiliki mindset lebih peka pada pentingnya pendidikan. Apabila hal tersebut berhasil tentunya, peningkatan kualitas dan juga kapasitas pendidikan warga negara seperti yang dihimbau dan dirujuk dalam SDGs bukan menjadi sebuah wacana belaka.

DAFTAR PUSTAKA

Elkington, John. (2010). Canibals With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Capstone Publishing Lt. Oxford.

Ife, Jim dan Frank Tesoriero. (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi: Community Development. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Meiji, Nanda H.P. et al. (2014). Laporan Penelitian Pemetaan Sosial dan Analisis

Kebutuhan di Desa Panta Dewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI, Sumatera Selatan. Yogyakarta: Omah Cipta

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Prayoga, Dody. (2011). Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan Migas. UI-Press. Jakarta.

Rudito, Bambang dan Melia Famiola. (2013). Social Mapping: Metode Pemetaan Sosial (Teknik memahami Suatu Masyarakat atau komuniti edisi revisi). Rekayasa Sains: Bandung.

---,. (2013). CSR (Corporate Social Responsibility). Rekayasa Sains: Bandung. Susetiawan (Editor), et.al (2012). Corporate Social Responsibility, Komitmen

untuk Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Azzagrafika

Suharto, Edi. (2007). Pekerjaan Sosial Dunia Industri: Memperkuat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Refika Aditama: Bandung

---. (2014).Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial). Refika Aditama: Bandung

Suyanto, Bagong dan Sutinah. (2005). Metodologi PenelitianSosial (Berbagai Altenatif Pendekatan). Jakarta: Prenada Media

(23)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|23

GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN MINAT BACA ANAK-ANAK DI DESA SLEROK KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER

Muhammad Masruro, Fajwatul Khoiriyah, Nikmatul Jazilah, Widiyatus Zuniarti P. Dewi

Universitas Negeri Malang, fajwaria@gmail.com, Telepon: 083852118633

Abtrak

Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dalam rangka mengembangkan kepribadian serta kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah dan bersifat seumur hidup. Untuk mewujudkan program pencerdasan bangsa di Indonesia maka di dunia pendidikan diperlukan adanya kesadaran pereserta didik akan pentingnya membaca. Membaca merupakan candela dunia, dengan membaca siswa dapat memperoleh pengetahuan serta informasi yang lebih luas dari apa yang ada di kelas. Namun pada kenyataannya, minat baca masyarakat terutama siswa sangatlah memprihatinkan. Pemecahan masalah ini salah satunya dengan program Gubug Pustaka Siswa Pintar di SDN Slateng 02 Desa Slerok, Kecamatan Ledokombo di Kabupaten Jember dengan melibatkan seluruh masyarakat desa, siswa SDN Slateng 2, serta perangkat sekolah dan perangkat desa.Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca demi kelasungan masa depan pendidikan anak-anaknya, selain itu diharapkan program ini dapat memberikan manfaat dalam menciptakan suasana yang diminati oleh siswa siswi sehingga mereka merasa senang dan nyaman berada di ruangan perpustakaan yang asri,indah dan lengkap dengan buku-buku pengetahuan.

Kata kunci: SDN Slateng 02, Gupustar, Jember

PENDAHULUAN

(24)

24|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Indonesia. Pendidikan yang layak dan merata merupakan salah satu kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi dan diberikan kepada seluruh warga negaranya tanpa terkecuali. Dalam meningkatkan pendidikan dan mencerdaskan Bangsa maka diperlukan kesadaran masyarakat dalam pentingnya membaca. Menurut (Tarigan,1984;7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis,dengan membaca kita dapat memperoleh berbagai hal pengetahuan yang baru serta informasi tentang berbagai hal.

Dalam dunia pendidikan membaca memiliki fungsi yang sangat penting untuk menujang Prestasi yang cermelang. Namun di Indonesia saat ini minat baca dikalangan masyarakat terutama siswa sangatlah memperhatinkan. Mereka lebih suka menonton televise (TV), mendengarkan radio serta bergelut pada dunia maya atau social media. Hal ini dapat juga disebabkan karena kurangnya fasilitas perpustakaan yang ada disekolah yang kurang menarik minat para siswa,mereka cenderung beranggapan bahwa perpustakaan disekolah merupakan tempat yang membosankan.

(25)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|25

pembelajaran. Sedangkan manfaat yang didapat (1) Bagi Penulis; Menambah wawasan mengenai menumbuhkan rasa minat baca bagi adik-adik yang berada di Desa Slerok, serta dapat menciptakan semangat baru dalam berkompetisi yang sehat. Dan menambah pengalaman baru untuk langsung ke ruang lingkup masyarakat; (2) Bagi Masyarakat/ Siswa; Meningkatkan rasa yang peduli akan pentingnya membaca. masyarakat dapat memberikan motivasi atau dorongan krpada anak-anaknya agar belajar lebih giat lagi dan tidak menurunkan semangat membaca. Siswa juga dapat mengetahui informasi pengetahuan melalui perpustakaan yang telah disediakan; (3) Bagi Pemerintah; Memberikan sumbangan ide berupa rangkaian program ini. Yang dapat menumbuhkan rasa semangat membaca bagi generasi penerus bangsa. Agar generasi penerus bangsa yang berada di Desa tersebut tidak lagi ketinggalan informasi mengenai ilmu pengetahuan.

METODE

Program Gubuk Pustaka Siswa Pintar ini menggunakan metode awal Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA adalah suatu metode pendekatan

untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. (Chambers, 1995)

(26)

26|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.

Sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah: (a) Cakupan : Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau prosesproyek pembangunan, (b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan

dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak, (c) Transparansi:Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog, (d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership): Berbagai pihak yang terlibat harus dapat

menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi, (e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility): Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya, (f) Pemberdayaan (Empowerment): Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain, (g) Kerjasama: Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.

(27)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|27

pendidikan serta menumbuhkan minat baca dalam diri anak-anak untuk menunjang nilai akademik mereka. Sosialisasi dilakukan pertahap dalam waktu yang telah disepakati oleh ketua RT/RW dalam memberikan pengetahuan kepada warga sekitar tentang pentingya pendidikan serta sarana prasarana pendidikan serta pentingya membaca bagi anak-anak. Sosialisasi dilakaukan kepada siswa-siswi disekolah SDN Slateng 02 tentang manfaat membaca bagi mereka serta memberikan motivasi agar mereka memiliki minat membaca serta anstusias pergi keperpustakaan untuk menambah wawasan mereka tentang ilmu pengetahuan serta informasi yang ada di luar sana dengan membaca. Kerja samapun dibuat dengan penjual material pembangunan untuk memasok segala kebutuhan yang diperlukan dalam pembangunan Gubug Pustaka ini.

Proses sosialisasi kepada masyarakat dimulai dengan pemasangan banner serta pemberian brosur tentang pentingnya membaca dalam menunjang nilai akademik para siswa. Tahadap selanjutnya memberikan gambaran kepada siswa tentangbagimana caranya membaca yang efektif sehingga membaca dapat dijadikan sebagai hobi yang menarik.

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

DesaSlerok terletak kurang lebihnya 10 kilometer dari pemerintahan Kecamatan Ledokombo.Sebuah desa kecil yang tidak begitu padat penduduk, danberada di kaki gunungRaung.Desainisulit di jangkau karena jalannya yang bebatuan dan menanjak, dan hal ini menyebabkan sulitnya mencari jangkauan signal.Desa ini melewati hutan yang sangat panjang.Hal ini menyebabkan sulitnya akses pendidikan.

Penduduk desa Slerok memiliki mata pencaharian yang mayoritas petani.Kebanyakan para petani ini jika mengelolah sawahharus turun dari desa tersebut. Karena letak sawah berada di bawah desa tersebut. Ada juga yang bekerja di sekitar hutan sana, ada pula yang beternak domba.

(28)

28|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

2. Sedangkan kelas 3 sampai kelas6berada di lokasi yang berbeda, untuk menyampai sekolah ini mereka harus berjalan menyusuri hutan, dan mereka berjalan kurang lebih 6 kilometer. Mereka berangkat saat hari masih gelap tanpa ada cahaya yang menyinari sepanjang jalan yang mereka lewati. Desa Slerok menyediakan sekolah yang hanya untuk siswa kelas 1 dan kelas 2 dengan pertimbangan, anak seumuran tersebut masih terlalu dini untuk menyusuri jalan sejauh itu.

Sulitnya jangkauan desa tersebut membuat fasilitas sekolah yang hanya satu-satunya di desa tersebut tidak memadai. Padahal mereka sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Keterbatasan fasilitas tersebut sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Terdapat seorang guru di sekolah tersebut. Dahulu di sekolah tersebut terdapat kelas sampai jenjang selanjutnya. Tetapi karena pengajar di sana sudah pensiun, maka terpaksa untuk kelas yang lebih tinggi harus turun dari desa untuk menambah ilmu.

Pembelajaran di sekolah tersebut hanya berlangsung 4 hari dalam seminggu. Mulai hari Senin sampai Kamis. Guru pengajar juga bukan asli dari desa tersebut. Jumlah siswa untuk kelas 1 sebanyak 7 anak, karena sudah banyak yang melanjutkan ke jenjang berikutnya. Fasilitas yang ada hanya bangku sekolah dan papan tulis. Fasilitas penunjang lainnya tidak ada. Hal ini menyulitkan siswa untuk menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang diajarkan. Siswa hanya dapat memperoleh informasi pembelajaran melalui pembimbing siwa tersebut.

Desa ini memiliki permasalahan yang cukup komplek terntang sulitnya jangkauan dari tangan pemerintah. Yang menyebabkan banyak aspek dirugikan, terutama tentang aspek pendidikan yang sangat minim sekali. Fasilitas yang jauh dari kata cukup, yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang maksimal karena tidak ada penunjang untuk membantu proses pembelajaran ini.

B.Masyarakat Mitra

(29)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|29

yang bisa untuk ditanami tumbuhan dan pepohonan, akan tetapi penduduk hanya boleh mengambil buah dari tanaman tersebut. Masyarakat Desa tersebut mayoritas pendatang dari berbagai daerah, hanya sebagian kecil penduduk asli di Desa Slerok. Penduduk asli daerah tersebut yang terlahir di sana, orangtua mereka pendatang dari daerah lain juga. Penduduk yang telah berpuluh-puluh tahun menempati daerah tersebut.

Masyarakat di sana berupaya untuk memperbaiki pendidikan yang ada di Desa tersebut, hal tersebut terbukti dengan didirikannya kelas untuk siswa yang menduduki kelas 1 dan 2 SD. Pendirian kelas di Desa tersebut bekerjasama dengan pihak perhutani. Hal ini dikarenakan usia siswa kelas 1 dan 2 yang masih terlalu dini untuk menelusuri jalanan yang terjal dan jauh kurang lebih 6 kilometer untuk menuju sekolah induk. Usia siswa yang terlalu dini membutuhkan pengawasan dari orangtua siswa, dikarenakan keadaan pendidikan di sana masih tertinggal. Hal ini terbukti dengan tidak adanya Taman Kanak-kanak (TK) sehingga anak yang berusia dini yaitu sekitar 4 sampai 5 tahun sudah menduduki bangku SD.

C. Identifikasi dan Alternatif Pemecahan Permasalahan

Berdasarkan permasalahan kurangnya minat baca anak-anak di Desa Slerok penulis mengusulkan alternatif pembuatan perpustakaan di Sekolah Dasar Slerok tepatnya di SDN Slateng 02 ini dengan tujuan meningkatkan minat baca bagi anak-anak. Dalam pembuatan perpustaan ini juga diharapakan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membaca bagi anak-anak agar dapat mendapatkan ilmu tambahan yang tidak didapatkan pada waktu di kelas. Sehingga program pemerintah dalam upaya mencerdaskan Bangsa dapat terwujud dengan baik.

(30)

30|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

baik dibandingkan dengan anak-anak desa yang lain, dimana pada desa ini pada usia dini sudah dapat membaca dan berhitung.

SIMPULAN

Pendidikan yang layak dan merata merupakan salah satu kewajiban pemerintah yang harus dipenuhi dan diberikan kepada seluruh warga negaranya tanpa terkecuali. Dalam meningkatkan pendidikan dan mencerdaskan Bangsa maka diperlukan kesadaran masyarakat dalam pentingnya membaca.

Dalam dunia pendidikan membaca memiliki fungsi yang sangat penting untuk menujang Prestasi yang cermelang. Namun di Indonesia saat ini minat baca dikalangan masyarakat terutama siswa sangatlah memperhatinkan. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya fasilitas perpustakaan yang ada disekolah yang kurang menarik minat para siswa,mereka cenderung beranggapan bahwa perpustakaan disekolah merupakan tempat yang membosankan.

Permasalahan tersebutlah yang kini telah terjadi disalah satu wilayah Indonesia di daerah jember khususnya di desa ledok ombo. Dimana fasilitas perpustakaan yang kurang lengkaptidak serta kurang menarik perhatian para siswa. Sehingga menyebabkan minat baca siswa disana sangatlah minim.

Program Gubuk Pustaka Siswa Pintar ini menggunakan metode awal Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA adalah suatu metode pendekatan

untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. (Chambers, 1995)

DAFTAR PUSTAKA

Chambers, R. 1996. Memahami Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius.

Kajian Pustaka.Pengertian dan Hakikat Membaca (Online) (http:

//www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-dan-hakikat-membaca.html)diakses tanggal 24 September 2015, pukul 08.45 WIB

Wikipedia.Partisipasi. (Online) (https://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi) diakses tanggal

(31)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|31

Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengukur kualitas hidup manusia, demikian juga untuk mengukur kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. UNICEF (1998) menyebutkan bahwa tanpa pendidikan, manusia tidak mampu berkarya secara produktif, menjaga kesehatannya, mempertahankan dan melindungi diri serta keluarganya, ataupun menjalani kehidupan yang berbudaya. Pentingnya pendidikan bagi semua (Education for All) telah menjadi komitmen global sebagaimana tertuang dalam hasil kesepakatan negara-negara anggota UNESCO di Dakar Sinegal. Secara lebih tegas telah disepakati pula bahwa pendidikan tidak boleh bersifat diskriminatif termasuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, sosial ekonomi sebagaimana tertuang dalam Konvensi Anti Diskriminasi dalam Pendidikan yang merupakan hasil Sidang Umum UNESCO tahun 1958. Dalam kontek Indonesia problem pelayanan pendidikan sangat komplek utamanya di daerah tertinggal antara lain keterbatasan sarana prasarana, infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk itu perlu adanya suatu gerakan untuk bersama meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah tertinggal melalui kinerja kemitraan antara pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat agar problem pelayanan pendidikan berkualitas bagi daerah tertinggal dapat diselesaikan, sehingga berimplikasi meningkatnya sumber daya manusia(SDM) yang penting bagi pelaksaan pembangunan bangsa. Makalah sederhana ini mencoba menjawab permasalahan (1) Problematika pendidikan di daerah tertinggal,(2) kebijakan strategis di bidang pendidikan bagi daerah teringgal. (3) bentuk kemitraan pemerintah,perguruan tinggi dan masyarakat dalam pelayanan pendidikan di daerah tertinggal.

Kata kunci: kemitraan, pelayanan, pendidikan, daerah tertinggal

PENDAHULUAN

(32)

32|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas.2007).

UU No 20/2003 tentang Sisdiknas utamanya pasal 11 ayat 1 mengamanahkan agar Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan berkualitas bagi warga negara tanpa diskriminasi. Konsekuensi atas substansi pasal tersebut akan memunculkan tuntutan terhadap pemerintah dan pemerintah daerah, sebagaimana tersurat dalam ayat (2) yang menyatakan bahwa baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah berkewajiban menyediakan dana demi terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun. Berdasarkan aturan yang demikian, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 34 ayat 2). Pertanyaan yang muncul apakah pemerataan pendidikan utamanya wajib belajar 9 tahun telah dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat? apakah pendidikan telah menjangkau daerah 3 T ?.

(33)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|33

METODE

Penulisan ini memerlukan data yang diperoleh melalui studi literatur yakni dengan mencari data dengan membaca buku, artikel, skripsi atau desertasi, jurnal yang relevan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Disamping itu juga melalui wawancara dengan informan yakni para alumnus SM3T angkatan IV yang sekarang sedang menempuh PPG di Universitas Negeri Malang.

Adapun struktur penulisan mengikuti tamplate dari penyelenggara seminar nasional meliputi: judul makalah, abstrak, pendahuluan, metode, pembahasan dan simpulan serta daftar pustaka.

PEMBAHASAN

1. Problematika pendidikan di daerah tertinggal

Penyediaan pelayanan pendidikan secara kuantitas terlebih secara kualitas dihadapi oleh banyak negara di dunia utamanya negara-negara sedang berkembang. Masalah anggaran yang relatif kurang, sumber daya manusia yakni kecukupan guru dan tenaga kependidikan, kurangnya sarana prasarana dan tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan yang rendah sampai pada hal-hal yang bersifat akademik seperti kurikulum, ketersediaan buku, kesempatan bersekolah bagi wanita dan sebagainya meupakan problem yang dihadapi negara sedang berkembang ( Sedisa, 2008, Ndandiko.2009).

(34)

34|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dan wilayah timur, pedesaan dan perkotaan dan daerah terpencil, terpencar dan termiskin serta terluar. (Untari.2014).

Potretpendidikan di Indonesia pada umumnya, yang sekaligus sebagai perwujudan persoalan pendidikan yang dihadapi di daerah tiga T dapat dilihat dari empat komponen utama: fasilitas sekolah, siswa, tenaga pendidik dan kurikulum. Secara umum, dengan merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS 2015), terdapat 71 ribu desa yang memiliki fasilitas sekolah dasar, sedangkan di seluruh Indonesia terdapat lebih dari 80 ribu kelurahan/desa, jadi konkritnya ada 10.895 desa yang belum memiliki sekolah dasar. Hal ini menunjukkan suatu indikasi bahwa masih banyak masyarakat di desa yang belum mendapat kemudahan dalam mengakses atau mengenyam pendidikan dasar. Angka partisipasi sekolah nasional untuk anak umur 7-12 tahun pada tahun 2014 boleh dibanggakan.

Menurut BPS, persentase anak umur 7-12 tahun yang belum pernah sekolah hanya 0,87 persen dan persentase anak putus sekolah pada umur tersebut adalah 0,21 persen. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sepertinya sudah tertanam dengan baik. Meskipun demikian berdasarkan data di lapangan, masih dijumpai jutaan anak yang belum dapat merasakan nikmatnya pendidikan. Hal tersebut sangatlah bertentangan dengan target SDGs untuk memberikan kesempatan kepada seluruh anak merasakan pendidikan dasar. Jumlah tenaga pendidik di Indonesia sebenarnya sudah sangat mencukupi. Pada tahun 2014, rasio guru dan siswa mencapai 1:20 yang berarti satu guru hanya harus mengurus kurang dari 20 siswa tingkat sekolah dasar (BPS.2015).

(35)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|35

rekruitmen guru juga peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan dan (4) kurikulum, dilakukan penyempurnaan, perubahan seiring dengan tuntutan jaman. meskipun demkian berlakukan kurikulum yangtidak seragam dimana ada daerah/sekolah yang menggunakan Kurikulum Tingkat satuan pendidikan (KTSP) , Kurikulum 13, Kurikulum 13 perubahan. menambah semakin carut marutnya wajah pendidikan di tanah air. Sekalipun angka partisipasi sekolah nasional untuk anak umur 7-12 tahun pada tahun 2014 boleh dibanggakan, tidak berarti banyak bagi penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sepertinya masih perlu terus ditanamkan dengan baik, sehingga layanan pendidikan di daerah 3 T dapat berkembang seiring dengan daerah lain di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara para alumnus SM3T , data di lapangan menunjukkan pembenahan empat komponen utama pendidikan belumlah memadai, masih dijumpai anak yang belum dapat merasakan nikmatnya pendidikan. Jumlah tenaga pendidik di daerah 3 T sangat kurang, tidak heran terdapat kelas yang berbeda dirangkap oleh guru yang ada.

(36)

36|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

bak sawah. Bahkan banyak di kecamatan Sulawesi Utara, Lampung, Papua, NTT, murid sekolah dasar pada kelas yang berbeda harus masuk pada kelas yang sama karena terbagi hanya 3 atau 4 kelas sebab mereka tidak memiliki cukup guru, atau bahkan satu kelas dipergunakan untuk 2 kelas yang berbeda tingkatnya (kelas rangkap).(Untari.2014)

Berdasarkan kondisi sebagaimana dijelaskan di atas, menunjukkan betapa potret pendidikan di daerah 3T memiliki masalah yang lebih kompleks. Berbagai keterbatasan yang dialami oleh sekolah, murid, guru dan kurikulum di daerah tersebut. Daerah 3T, yang mayoritas berada di luar pulau Jawa, belum merasakan pemerataan pembangunan.Hasil wawancara dengan informan yakni peserta PPG FIS UM tahun 2016 menjelaskan tentang sekolah-sekolah di pedalaman yang ambruk saat terjadi bencana alam seperti banjir atau puting beliung. Akses menuju sekolah pun terkadang terbatas karena jarak yang jauh atau rute yang tidak aman karena harus menyeberangi sungai, menaiki sampan sederhana yang pada saat arus deras sangat berbahaya. Menurut Ahmad (2009) fakta-fakta lapangan yang demikian tentunya bertentangan dengan upaya untuk melaksanakan pendidikan untuk semua sekaligus bertentangan dengan salah satu target dari tujuan pendidikan SDGs adalah memberikan keamanan peserta didik dari rumah mereka menuju sekolah.

2. Kebijakan strategis di bidang pendidikan bagi daerah tertinggal.

Pembahasan terkait dengan kebijakan strategis bagi daerah tertinggal di bidang pendidikan sangat penting mengingat wilayah Indonesia yang sedemikian luas ke depan membutuhkan sumber daya manusia yang “ mumpuni” untuk dapat berkompetisi dan berkolaborasi dengan bangsa lain di dunia.

(37)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|37

kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan biaya pendidikan. Persoalannya pengaalokasian anggaran pendidikan 20% hingga saat ini masih belum direalisasikan serentak sehingga belum dapat mengatasi permasalahan. (Priyono.2010).Pada aspek biaya hakekatnya pengelolaan APBN maupun APBD yang transparan, akuntabel, tanpa korupsi akan mampu menjadi faktor yang dapat mensukseskan pengelolaan pendidikan nasional.(2)aspek kurikulum, dilaksanakan dengan menetapkan kurikulum yang berlaku nasional, bukan kurikulum yang terkesan tarik ulur seperti saat ini ada Kurikulum KTSP. Kurikulum 13 dan kurikulum 13 perubahan yang justru membingungkan guru-guru di lapangan. Untuk itu penting bagi Kementerian Pendidikan dan kebudayaan menetapkan suatu kurikulum yang baku untuk semua tingkat pendidikan. pelaksanaanya perlu kontrol oleh para ahli pendidikan, psikolog, tokoh masyarakat dan pemuka agama agar materi yang diajarkan, selain berisi nilai-nilai akademis, juga mengandung pembentukan karakter, penanaman budaya dan nilai-nilai religius. (3). aspek pendidik. problem pemerataan pendidikan tenaga pengajar dilaksanakan melalui

kebijakan pemerintah dengan mutasi guru-guru berprestasi ke daerah-daerah untuk mengajar di sana. Guru-guru berprestasi tersebut diharapkan dapat memberikan nafas baru pendidikan daerah 3T. Bagi guru-guru yang sudah lebih dulu mengajar, baik PNS maupun honorer, di daerah 3T, dilakukanpembinaan dengan pendidikan dan pelatihan dan peningkatan kesejahteraannya berupa tunjangan khusus bagi guru-guru yang bertugas di daerah terpencil.

3. Bentuk kemitraan pemerintah,perguruan tinggi dan masyarakat dalam

pelayanan pendidikan di daerah tertinggal.

(38)

38|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Paradigma Good GovernancePelaksanaan program pembangunan di daerah tertinggal menjadi program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 tidak mungkin ditangani sendiri oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diperlukan aktor lain untuk bersama mengatasi permasalahan pendidikan di daerah tertinggal.( Muluk.2009). Pelibatan aktor yang dapat dijadikan mitra pemerintah adalah perguruan tinggi.

Pentingnya kemitraan telah menjadi sangat jelas terutama dekade terakhir, dengan baik atas prakarsa nasional maupun internasional dalam mengembangkan pendidikan menyangkut kemitraan dalam keuangan dan ketetapan pendidikan di sekolah sebagai metoda untuk memastikan akses bidang pendidikan dan mutu di dalam sistem pendidikan.

Kemitraan antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan masyarakat dipandang suatu model pembangunan pendidikan di daerah tertinggal yang tepat. Pemerintah dengan kebijakan dan pembiayaan pendidikan, sedangkan perguruan tinggi dengan Tridarmanya dapat melakukan pengiriman tenaga pendidik seperti SM3T, Indonesia Mengajar, juga melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata atas biaya bersama, sementara masyarakat dapatmenyediakan anggaran, bahan, pemikiran ataupun tempat tinggal bagi tenaga pendidik yang ditugaskan. PT juga dapat melaksanakan penelitian dan pengabdian pada yang dibutuhkan daerah terpencil hasilnya menjadi input dalam penyusunan kebijakan pemerintah terkait dengan upaya meningkatkan kualitas layanan pendidikan di daerah tertinggal.Bentuk kemitraan yang lain adalah pemberian beasiswa oleh pemerintah bagi mahasiswa yang berasal dari daerah tertinggal yang nanti setelah lulus bersedia untuk diangkat sebagai guru di daerah asalnya. Dengan demikian kebutuhan tenaga pendidik akan tercukupi di masa mendatang.

SIMPULAN

(39)

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|39

yang secara umum masih kurang memadai, sehingga berakibat kurangnya kualitas pelayanan pendidikan di daerah tertinggal (3 T).

Kebijakan strategis bagi daerah tertinggal di bidang pendidikan sangat penting yang akan dan telah dilakukan mecakup aspek pembiayaan, aspek kurikulum dan aspek pendidik perlu terus dikawal dalam pelaksanaannya agar benar-benar dapat mengatasi permasalahan pendidikan di daerah tertinggal

Kemitraan pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat menjadi suatu pendekatan yang dapat mempercepat penyelesaian masalah layanan pendidikan di daerah tertinggal dalam bentuk pembagian peran Pemerintah (pusat dan daerah) sebagai penyandang dana, fasilitator dan pembuat regulasi. Perguruan tinggi melalui tri dharmanya dapat untuk mendukung program peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di daerah tertinggal, seperti SM3T, Indonesia mengajar. sedangkan masyarakat dapat menyedia fasilitas tempat tinggal, filantropi dapat menyediakan beasiswa, vocer pendidikan, dan fasiliatas pendidikan lainnya. Kinerja kemitraan akan menciptakan sinergi dan harmonisasi komponen bangsa dalam memikirkan, melakukan, dan mengembangkan pendidikan di daerah tertinggal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 1999. Analisis Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasi” PT Danar Wijaya UNIBRAW Malang

Afkari. Rafiuddin.2011.Peranan, Strategi dan Pola Pengembangan Pendidikan Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Inhil yang Berwawasan Maju dan Gemilang 2025. diakses 12 juli 2016

Ahmad, Masyudi, 2009. Pencapaian Educational For All Melalui Islamics Schools.Nazamia, Volume 12, Nomor 1, tahun 2009

Badan Pusat Statistik. 2015. Katalog BPS . Statistik Indonesia 2015 Statistical Yearbook of Indonesia 2015. Jakarta

Depdiknas.2009. Rencana Strategis Departemen Pendidikan nasional 2009-2014. Muluk,M.R.Khairul,2009. Peta Konsep Desentralisasi dan PemerintahanDaerah.

Surabaya,ITS Press bekerjasama dengan Lembaga Penerbitan

(40)

40|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Uganda. International Public Prourenment Conference Proceedings. Pp 693-710.

Priyono.Edy.2010. Pembiayaan Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Masalah

dan Prospek.

http://www.akademika.or.id/arsip/Pembiayaan%20Pendidikan-Edy%20Priyono.pdf

Sedisa, Kitso Nkaiwa, 2008. Public-Private Partnerships In The Provision OfSecondary Education In The Gaborone City Area Of Botswana. Tesis ……….Kebijakan Strategis untuk Pemerataan Pendidikan di Daerah 3T.

http://www.kompasiana.com/iftikar/wacana-kebijakan-strategis-untuk-pemerataan-pendidikan-di-daerah-3t_5715f6dd139373541f8d043f diakses 12 juli 2016

Gambar

Tabel 1 ( Hasil Nilai Pedagogik & Nilai Profesional)
Gambar 1. Tahapan Kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan
Tabel 1. Kesadaran Produsen Kripik terhadap Merk Dagang (N=35)
Gambar 1. Diagram Batang Kesadaran Produsen Kripik terhadap “Merk Dagang”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

Lemma 2.3 Jika P adalah bukti pada LBB ' I n∼1 dari sebuah sequent S yang mengandung sebuah aturan multi-cut* yang muncul sebagai aturan inferensi paling bawah pada P, maka S

Merendam sampel ayam broiler dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) varietas putih yang telah diencerkan dengan aquades selama 30 menit..

Dalam membina hubungan baik antar perusahaan dan konsumen, salah satunya adalah melalui layanan, sehingga penting untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap layanan yang

Tidak pernah menjadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah atau menduduki jabatan 1 tingkat dibawah Direksi pada perusahaan Asuransi yang

Persyaratan peserta adalah: (a) PNS yang telah bekerja sekurang-kurangnya 4 tahun, (b) bekerja pada unit kerja perencanaan di pusat dan daerah, (b) pendidikan minimal S1, (c)

Dari munculnya radiasi tipe II yang tampil dalam panjang gelombang radio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-4, bisa dipastikan bahwa peristiwa flare ini

Selain program pelatihan tersebut, realisasi dari Batam yang dicanangkan untuk menjadi jembatan ekonomi digital antara Indonesia dan Singapura dibuktikan dengan dibangun