• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fact Finding (Penemuan Masalah)

BADAK LNG DI KOTA BONTANG Miftah Faridl Widhagdha

1. Fact Finding (Penemuan Masalah)

Penemuan masalah (Fact Finding) yang menjadi dasar pelaksanaan CSR Badak LNG merupakan hasil dari usulan masyarakat, kajian pihak ketiga melalui Pemetaan Sosial (Social Mapping) dan Koordinasi dengan pemerintah daerah selaku stakeholders perusahaan. Penemuan masalah melalui usulan masyarakat dilakukan melalui metode Participatory Rural Appraisal, yang melibatkan masyarakat dalam menentukan masalah apa yang sedang mereka hadapi. Chamber (1994) menyebutkan, Participatory Rural Apprasisal adalah pendekatan dan metode untuk mempelajari tentang kehidupan masyarakat dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri. Sedangkan Wiwik (2007) menjelaskan Participatory Rural Appraisal adalah suatu pendekatan dalam proses pemberdayaan dan peningkatan

128|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa partisipasi masyarakat, yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan.

Komunikasi yang terjalin antara Badak LNG dengan masyarakat dalam menemukan masalah ini sesuai dengan pendekatan PRA yang melibatkan masyarakat dalam memberikan penilaian dan pendapat tentang masalah yang dihadapi dan cara menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kebisaan masyarakat. Berdasarkan pendekatan PRA, identifikasi masalah yang ditemukan antara lain (1) Nelayan sebagai profesi mayoritas masyarakat di daerah pesisir secara turun temurun, (2) Tingkat Pendidikan dan Ekonomi masyarakat yang rendah, (3) Penggunaan Bahan Peledak untuk mencari ikan sebagai cara masyarakat mendapatkan ikan dengan jumlah banyak.

2. Planning (Perencanaan)

Perencanaan Program CSR Konservasi Kawasan Laut merupakan bentuk dari Program Pemberdayaan Masyarakat (Society Empowerment) yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui berbagai usaha mandiri, sementara perusahaan terlibat dalam memberikan bantuan yang bersifat partisipatoris berdasarkan kebutuhan masyarakat (Badak LNG, 2014). Maka untuk itu dalam tahap perencanaan ditemukan beberapa temuan yang berpengaruh pada tahap perencanaan program antara lain (1) Komitmen Perusahaan, (2) Pemetaan Sosial, (3) Usulan Masyarakat, (4) Usulan Pemerintah Daerah (Forum CSR).

Selain itu juga ditemukan tahap perencanaan program yang digambarkan dalam bagan berikut :

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|129

Gambar 1.3 : Tahap Perencanaan Program CSR Badak LNG

3. Communicating (Pelaksanaan Komunikasi)

Strategi Komunikasi dilakukan oleh Tim CSR untuk mengelola komunikasi dengan masyarakat dalam melaksakanan Program CSR terutama kelompok masyarakat yang menjadi mitra binaan Badak LNG. Melalui Strategi Komunikasi yang dibangun, perusahaan melakukan aktifitas komunikasinya kepada kelompok sasaran dalam tahapan Sosialisasi Program, yang merupakan tahapan untuk membangun hubungan dan berkomunikasi dengan stakeholders terkait, seperti Instansi Pemerintah, Perusahaan, LSM dan masyarakat sekitar. Pada Tahap Sosialisasi Program ini, Badak LNG juga aktif terlibat dalam forum – forum yang diselenggarakan masyarakat untuk lebih dekat dengan masyarakat sehingga aspirasi dan masukan – masukan untuk program bisa terserap dengan baik sesuai dengan prinsip Participatory Rural Apprasial.

Aktifitas Sosialisasi Program oleh Badak LNG juga sesuai dengan penjelasan Schramm mengenai peran penting Lingkungan Sosial (frame of reference) dan Konteks Hubungan (context of relationship) sebagai dua aspek yang perlu dijaga agar komunikasi berjalan efektif. Badak LNG mencoba untuk menyamakan pemahaman atas permasalahan yang dihadapi masyarakat dan harapan yang ada di masyarakat dengan cara berada sedekat mungkin dengan

130|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa masyarakat. Kedekatan yang dibangun Badak LNG pada akhirnya menimbulkan modal sosial yang kuat untuk menjalankan program CSR dengan terciptanya two ways communications yang berkesinambungan. Modal Sosial seperti dikatakan Field (2011) adalah utamanya soal hubungan. Dengan membangun hubungan dengan masyarakat dan menjaganya untuk terus berlangsung, seseorang atau organisasi bisa mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sendirian (Field, 2011). Lebih lanjut, Putnam dalam Field (2011) mengatakan bahwa dalam hubungannya dengan ekonomi, modal sosial mendorong kinerja ekonomi secara keseluruhan lebih baik dalam masyarakat yang terkait erat daripada masyarakat yang tidak banyak menjalin hubungan.

Keterlibatan Badak LNG dalam forum – forum masyarakat menjadi kunci untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat untuk memetakan kebutuhan masyarakat secara bersama - sama. Membangun kedekatan dan hubungan baik ini menurut Miller & Steinber dalam Tubbs & Moss (2010) dinyatakan sebagai hubungan antarpersona yang berkualitas tinggi, sehingga informasi yang bersifat psikologis lebih penting dibandingkan informasi yang bersifat kultural maupun sosiologis. Pada praktiknya, tim CSR perusahaan lebih banyak menggali faktor – faktor psikologis, selain tentunya faktor kultural dan sosiologis untuk dapat mengetahui permasalahan yang berkembang dimasyarakat. Hubungan baik dengan masyarakat inilah yang pada akhirnya menimbulkan hubungan timbal balik antara masyarakat dan perusahaan. Apabila hubungan timbal balik itu tercipta, harapannya adalah keamanan opersaional perusahaan akan terjaga terutama untuk meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga perusahaan dapat meningkatkan citra perusahaan selain tentunya untuk membantu dan mengembangkan masyarakat sekitar.

4. Evaluating (Evaluasi)

Evaluasi Program CSR Konservasi Kawasan Laut menghasilkan beberapa pencapaian, yang terbagi dalam tiga aspek utama, antara lain (1) Dampak Lingkungan : direhabilitasnya lahan perairan seluas 0,5 hektar melalui program penanaman terumbu karang buatan, berkurangnya aktifitas pengeboman ikan. (2) Dampak Ekonomi : munculnya unit usaha baru yang dikelola oleh masyarakat,

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|131

meningkatnya variasi jenis ikan budidaya, meningkatnya jumlah ikan yang dibudidayakan, meningkatnya omzet kelompok melalui usaha pembuatan terumbu karang buatan dari tahun 2012 sebesar 195%, terjadi peningkatan pendapatan di antara anggota sebesar 227%. (3) Dampak Sosial : meningkatnya kebisaan dan kapasitas masyarakat dalam mengelola unit usaha bersama, meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengolah batok kelapa menjadi terumbu karang buatan yang bernilai ekonomis, menguatnya ikatan antar anggota, meningkatnya lembaga swadaya masyarakat yang terlibat dalam program ini, meningkatknya peran pemerintahan yang terlibat dalam program ini.

Meskipun pelaksanaan strategi komunikasi program CSR sudah dilaksanakan sesuai kaidah yang berlaku dan telah mencapai tujuan pelaksanaan program, namun pada praktiknya tetap dijumpai hambatan - hambatan yang terjadi dilapangan baik dikarenakan faktor teknis dan non-teknis. Beberapa hambatan komunikasi yang terjadi antara lain (1) Lemahnya peran ketua kelompok sebagai Opinion Leader, (2) Lemahnya keterlibatan anggota dalam pemecahan masalah.

SIMPULAN

Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa aspek perencanaan strategi komunikasi telah dilakukan Badak LNG melalui pendekatan Participatory Rural Appraisal yang menjadi kunci untuk mengetahui dengan baik permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan bersama-sama merumuskan solusi yang dekat dengan kebiasaan masyarakat. Kemampuan Badak LNG untuk melaksanakan tahapan komunikasi merupakan apresiasi tersendiri di tengah minimnya praktik- praktik komunikasi pembangunan yang melibatkan masyarakat dan berhasil mencapai kebermanfaatan yang dapat dirasakan oleh banyak pihak.

Namun peneliti ingin memberikan saran kepada Badak LNG dalam pelaksanaan Program CSR Konservasi Kawasan Laut agar lebih optimal, antara lain (1) Penguatan peran ketua kelompok sebagai tokoh kunci (Opinion Leader) dalam masyarakat sebagai fasilitator program CSR, (2) Perusahaan perlu mendorong keterlibatan anggota dalam pemecahan masalah di kelompok karena

132|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa peneliti menemukan temuan bahwa kebanyakan anggota bersikap pasif terhadap pesan – pesan komunikasi yang disampaikan kepada mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Arni, K. (2004). Kajian Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Bontang Kuala dan Alternatif Penanggulangannya. Semarang: Universitas Diponegoro.

Badak LNG, C. C. (2014). Community Development Badak LNG. Bontang: Badak LNG.

BPS. (2014). Bontang Dalam Angka 2013. Bontang: BPS.

Chamber, R. (1994). The Origin and Practice of Participatory Rural Appraisal. Journal of World Development, Vol.22, No.7, 953-969.

CSR Indonesia. (2013, March 3). Tantangan dan Peluang Perkembangan CSR di Indonesia. Retrieved from A+ CSR Indonesia: http://csrindonesia.com/tantangan-peluang-perkembangan-csr-indonesia/ David, C., & Aras, G. (2008). Corporate Social Responsibility. Ebook: Ventus

Publishing.

Dohang, U. (2013, November 13). Regional Kalimantan. Retrieved from Tribun News: http://www.tribunnews.com/regional/2013/11/13/1402-hektare- terumbu-karang-di-laut-bontang-rusak

Field, J. (2011). Modal Sosial. Bantul: Kreasi Wacana.

Jefkins, F. (1992). Public Relations Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Menatalallah, D., & El-Bassiouny, N. (2013). An Introspect into the Islamic Roots of CSR in the Middle East: the Case of Savola Group in Egypt. Social Responsibility Journal, Vol.9, No.3, 365.

Morrisan. (2008). Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemanto, B. (2007). Sustainable Corporation: Implementasi Hubungan Harmonis antara Perusahaan dan Masyarakat. Gresik: PT Semen Gresik. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV

Alfabeta.

Susanto, A. (2009). Reputation-Driven Corporate Social Responsibility. Jakarta: Erlangga.

Susanto, P. A. (1989). Komunikasi dalam Teori dan Praktik Jilid III: Hubungan Masyarakat dan Periklanan. Bandung: Bina Cipta.

Uchjana, E. O. (2014). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wiwik, P. D. (2007). Participatory Rural Appraisal. Bandung.

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|133

MEWUJUDKAN EKOWISATA BERBASIS NELAYAN TANGKAP

Heri Saputro

Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (Pupuk) Surabaya.

Email: heri.saputro@pupuk.or.id. HP: 085645432960 Abstract:

Coorporate Social Responsibility (CSR) translated on ISO26000 as the responsibility of an organization for the impact of decisions and activities on society and the environment. PGN SAKA as oil and gas exploration company operating in Ujungpangkah block in cooperation with the Association for advancement of Small Businesses ( PUPUK ) Surabaya to run one of its CSR program Ecotourism.The location of the program, namely : Rural Pangkahwetan, Pangkahkulon, Banyuurip and NgembohUjungpangkah District of Gresik. The purpose of this program is to preserve and utilize the biological wealth is located in the coastal region. One approach is to run this program, are : Supply and demand side approach.Various programs have been conducted in 2014-2016 to support CSR program is the first ecotourism, establishment and institutional strengthening, including: youth, fishermen, fisherman's wife and the PKK. Second, the establishment of Mangrove and Environmental Concern Group Banyuurip( KPMLB ). Third, the construction of nurseries of mangrove and cypress shrimp. Fourth, Reforestation ecotourism locations is currently around 2 hectares. Fifth, construction of facilities to support ecotourism.Sixth, Developmen UKM Center.Seventh, the formation of regulatory documents on ecotourism village.Eight, involvement of a third party for the promotion of ecotourism.Nine, preparation of the strategic plan of ecotourism.Ten, construction of infrastructure and learning facilities for all parties mangrove.

Key Word: CSR PGN SAKA , Ecotourism and community empowerment

PENDAHULUAN

Coorporate Social Responsibility (CSR) atau tanggungjawab sosial diterjemahkan pada ISO26000 sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Salah satu isu dalam tujuh subyek inti dalam ISO26000 adalah Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat atau Community Involvement and Development (CID/CSR) yang meliputi pelibatan masyarakat, pendidikan dan kebudayaan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan keterampilan, pengembangan dan akses atas teknologi, kesejahteraan dan peningkatan pendapatan, kesehatan dan investasi sosial.

Perencanaan program CID/CSR dapat mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs)dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Di dalam konteks RPJMN, setidaknya ada tiga norma yang dinilai penting dalam SDGs.

134|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa Pertama, perencanaan pembangunan ditujukan untuk manusia dan masyarakat. Kedua, peningkatan kesejahteraan dan produktivitas manusia tanpa menciptakan ketimpangan yang cukup besar. Ketiga, pembangunan tidak boleh merusak dan mengurangi daya dukung lingkungan.

Salah satu program CSR PGN SAKA bidang lingkungan adalah program ekowisata. Program ini diharapkan bisa memperbaiki kondisi lingkungan alam Ujungpangkah saat ini sedang mengalami kritis. Berdasarkan catatan Balai Besar KSDA JawaTimur, pada tahun 70-an kawasanini merupakan belantara mangrove yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, hal ini terbukti dengan digunakannya daerah ini sebagai daerah persinggahan burung pengembara (migran) yang berasal dari benua Eropa menuju Australia.

Akan tetapi, padabeberapa tahun terakhir luas hutan mangrove di Kecamatan Ujungpangkah menurun. Salah satu penyebabnya adalah akibat aktivitas masyarakat seperti: penebangan pohon, reklamasi pantai untuk perluasan pemukiman, industri galangan kapal dan perluasan tambak untuk budidaya ikan. Berdasarkan data DinasPerikanan dan Kelautan Jawa Timur tahun 2009, lahan mangrove di pantai Ujungpangkah seluas 84,1 ha rusak akibat ditebangi oleh nelayan. Kayu mangrove digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan maupun kayu bakar sebagai pengganti minyak tanah.

Kerusakan mangrove salah satunya juga dipengaruhi oleh adanya aktivitas perluasan lahan tambak. Diketahui dari data BPS 2015, empat desa yang mendapatkan bantuan CSR PGN SAKA merupakan desa yang memilikitambak yang cukup luas. Berdasarkan data diperoleh, Ngembohtanahtambaknya seluas 6,75 Ha, Banyuurip 77,35 Ha, Pangkahkulon 1550,22 Ha dan Pangkahwetan seluas 2003,03 Ha. Pada Desa Ngemboh puluhan hektar lahan mangrove rusak karena adanya reklamasi pantai untuk perluasan industri galangan kapal (Berita Metro, 18/07/2016).

Dari berbagai permasalahan tersebut, PGN SAKA selaku perusahaan eksplorasi migas yang beroperasi di blok Ujungpangkah bekerjasama dengan Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Surabaya untuk menjalankan salah satu program CSR-nya, yaitu: Ekowisata. Dengan adanya

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|135

ekowisata ini diharapkan akan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan dari program ini adalah melestarikan dan memanfaatkan kekayaan hayati yang terletak di wilayah pesisir. Manfaat program ekowisata ini adalah pertama, munculnya partisipasi aktif masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkan kekayaan hayati di wilayah pesisir. Kedua, menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbasis pesisir.Ketiga, sebagai referensi bagi stakeholder yang akan mengembangkan ekowisata mangrove.

METODE

Program ini akan dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan; (1) Supply and demand side approach.Program ini akan dilakukan dengan memperhatikan dua komponen penting sebagai pendekatan utama yaitu: melibatkan pemerintah baik ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa untuk menyediakan kerangka kebijakan, program dan layanan yang sinergi (Supply side) untuk memperkuat pengembangan ekonomi komunitas dan memperkuat peran atau keterlibatan masyarakat dan khususnya masyarakat sekitar pesisir dan pendukung Busines Development Services (BDS) sebagai pengelola ekowisata / UMKM untuk mendorong kebijakan, program dan layanan pemerintah yang merespon kebutuhan masyarakat (demand side); (2) Memperkuat keterlibatan masyarakat dan kelompok perempuan; (3) Kampanye media termasuk media sosial; (4) Keberlanjutan dan Replikasi.Pola keberlanjutan yang bisa didorong selain melalui kebijakan yang ada baik ditingkat kabupaten maupun desa, juga mendorong upaya pemerintah daerah untuk mendanai kegiatan lanjutan pengembangan ekowisata. Selain itu, akan mengembangkan pendekatan dengan mendorong replikasi di daerah-daerah lainnya yang tidak terkena dampak proyek.

Lokasi program terletak di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, meliputi desa sebagai berikut: Pangkahwetan, Pangkahkulon, Banyuurip, dan Ngemboh.

136|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Konsep Program

Konsep yang digunakan dalam melakukan program ini menggunakan teori perubahan. Teori perubahan pada dasarnya menjelaskan bagaimana sebuah komunitas akan mewujudkan suatu sasaran jangka panjang. Dengan adanya teori perubahan ini maka kita dapat melihat gambaran bagaimana berbagai faktor- faktor berinteraksi dalam mencapai suatu tujuan. Berikut adalah gambaran teori perubahan untuk program Ekowisata Mangrove:

Strategi Implementasi Program

Beberapa aspek kunci dalam implementasi ekowisata berbasis nelayan tangkap adalah: (1) Kelompok nelayan dan elemen masyarakat membentuk lembaga

Setrategi

- Bibit mangrove dan cemara udang di Desa Banyuurip Kecamatan Ujungpangkah dengan kapasitas 60.000 bibit.

- Terdapat kelompok lingkungan Pokmaswas Pangkahkulon dan Kelompok Peduli Mangrove dan Lingkungan Banyuurip (KPMLB)

- Anggota Rukun Nelayan, Persatuan Istri Nelayan (PIN), Karang Taruna dan kelompok petambak (Pokdakan) yang ikut terlibat dalam pengembangan usaha ekowisata.

Masalah Community Needs/Aset Hasil Faktor yang Berpengaruh Asumsi

- Mangrove belum difungsikan secara maksimal

- Adanya perilaku penebangan Mangrove secara ilegal

- Komunitas mangrove hanya berkutat pada penanaman belum pada pengelolaan hasil - Kesadaran masyarakat yang masih kurang

terhadap pemanfaatan dan pelestarian mangrove

- Goal: melestarikan dan memanfaatkan kekayaan hayati yang terletak di pesisir - Out Come: pengembangan ekowisata mangrove - Output: 1. Model ekowisata mangrove 2. Meningkatnya kemampuan SDM, Organisasi dan kelembagaan dalam mengembangkan rantai usaha ekowisata 3. Meningkatnya keragaman hayati dan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan atraksi ekowisata - Peraturan desa untuk melarang penebangan mangrove - Dukungan jaringan dari mangrove center Tuban dan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya - Ketertarikan DKP Provinsi untuk membuat pusat

Community-Based Ecotourism: Pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelola usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh.

- Terjadi pergantian kepala desa dan ketua Rukun Nelayan yang berdampak pada perubahan kebijakan yang mempengaruhi jalannya program

- Force majeur, apabila terjadi kerusakan alam diluar prediksi

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|137

untuk pengelolaan ekowisata, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat lain(nilai partisipasi masyarakat dan edukasi), (2) Prinsip local ownership, diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana, prasarana dan kawasan ekowisata (nilai partisipasi masyarakat), (3) Homestay menjadi pilihan untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi), (4) Pemandu wisata adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat), (5) Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan objek wisata menjadi tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata).

Exit Setrategy

Salah satu peran penting dalam program ini adalah bagaimana implementasi program ekowisata selama kegiatan berjalan dengan baik serta muncul kemandirian dan keberlanjutan (sustainability) sesuai dengan konteks yang ada di daerah. Pada konteks implementasi program melalui pengembangan ekowisata mangrove berbasisnelayan tangkap di Ujungpangkah, PUPUK Surabaya berprinsip minimal menjalankantiga poin utama,sehingga ekowisata tetap berjalan dengan baik dan berkelanjutan, yaitu: pertama, penumbuhan dan memperkuat organisasi operator ekowisata.Kedua, penumbuhan dan memperkuat lembaga- lembaga (industri atau lembaga pendukung) dan ketiga, memperkuat lingkungan usaha (enabling busines environment) di wilayah sasaran dan sekitarnya dalam konteks regionalisasi.

PEMBAHASAN

Program ekowisata ini merupakan program CSR PGN SAKA Indonesia Pangkah limited. Program ini dimulai pada tahun anggaran 2014.Ekowisata mangrove berbasis nelayan tangkap adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan melibatkan peran aktif dari masyarakat setempat khususnya kelompok nelayan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan usaha ekowisata serta segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata ini menitik beratkan peran aktif komunitas, khususnya kelompok nelayan setempat. Selain itu, lokasi wisata ini berada di kawasan aktifitas nelayan tangkap dan petambak.

Pada dasarnya masyarakat lokal memiliki pengetahuan tentang kondisi alam, budaya serta sejarah yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik

138|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa wisata, sehingga pelibatan komunitas masyarakat menjadi hal yang mutlak.Pola pengembangan ekowisata inimerupakan hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata dikawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola.

Dengan adanya ekowisata mangrove ini, salah satu harapannya adalah: adanya tambahan penghasilan diluar tangkapan hasil laut dari kegiatan ekowisata, memunculkan tumbuhnya sentra UMKM dan memunculkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk turut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan. Melalui pelestarian lingkungan maka diharapkan hasil tangkapan laut juga akan meningkat.Masyarakat lokal dapat memanfaatkan penghasilan dari sektor ekowisata, seperti:fee pemandu wisata, ongkos transportasi,penjualanhasil produk lokal, dll.

Saat ini, desa yang menjadi pilot project ekowisata adalah Desa Banyuurip, lokasinya berada dikawasan nelayan atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan desa-desa yang ada di sekitar Banyuurip sebagai daerah pendukung ekowisata. Langkah selanjutnya untuk desain program ekowisata kedepan adalah menjadikan 4 desa (Pangkahwetan, Pangkahkulon, Banyuurip dan Ngemboh) sebagai satu kesatuan ekowisata berbasis nelayan tangkap.

Saat ini salah satu kelompok yang berperan aktif dalam perintisan dan pengelolaan ekowisata di Desa Banyuurip adalah kelompok Rukun Nelayan Tirta Buana Desa Banyuurip. Akan tetapi, dalam mengembangkan ekowisata ini juga melibatkan beberapa pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah.

Dengan adanya kerjasama antar berbagai pihak tersebut diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.Oleh karena itu, pembentukan Stakeholder Engagement yaitu pelibatan banyak pihak (multistakeholder) sangat penting untuk dibentuk, agar program berjalan dengan baik dan keberlanjutan. Berikut ini adalah beberapa stakeholder yang dilibatkan dan peran yang dijalankannya, adalah sebagai berikut:

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

|139

Tabel 1: Pelibatan Peran Stakeholder Engagement

Stakeholder Peran

Rukun Nelayan Mobilisasi para nelayan, pemandu wisata, operator, membangun dan dan memelihara aset ekowisata Persatuan Istri Nelayan (PIN) Menghasilkan produk UMKM

unggulan

Kelompok Petambak (Pokdakan) Mobilisasi kelompokpetambak dan memelihara kawasan mangrove yang ada di lokasi tambak

Kelompok Pemuda / Karang Taruna

Mobilisasi kelompok pemuda dan kampanye media online / offline Pemerintah desa Kebijakan, teknis dan monitoring Dinas Pariwisata Kebijakan, teknis dan monitoring

DKP Kebijakan, teknis dan monitoring

Masyarakat Seluruh aspek masyarakat

Setelah stakeholder dan peran-perannya sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah: penguatan organisasi dan peningkatan kapasitas SDM kelompok yang terlibat dalam pengembangan ekowisata, meliputi: Rukun Nelayan, istri nelayan, perangkat desa, PKK, Karang Taruna. Dengan adanya pelatihan ini juga muncul sebuah keinginan untuk saling bekerjasama untuk mewujudkan program. Kerjasama antar desa juga dapat dibentuk dengan adanya pelatihan dan kunjungan kerja bersama. Dengan adanya kegiatan bersama itu masing-masing kelompok atau desa mengetahui kekurangan dan kelebihan akan potensi SDM dan SDA yang dimiliki sehingga saling tukar informasi dan memunculkan sikap saling kerjasama.

Melalui program ekowisata juga dapat mengubah perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya pesisir. Saat ini masyarakat khususnya kelompok nelayan sudah membentuk kelompok yang mau menanam dan memelihara kelestarian mangrove.

140|

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa