• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (10)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (10)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan Utama

Mewujudkan Sekolah yang Bersih dan Nyaman 3

Lebih Jelas Tentang Sekolah Hijau 5

Wawancara

DR Dewi Utama Faizah, Penyebar Inspirasi Hidup Sehat 7 Peraturan

Permendagri No. 23 Tahun 2006 8

Wawasan

Sekolah Hijau (Green School) dan Soal

Kesadaran Lingkungan Hidup 10

Bencana Ekologi dan Gagalnya Model Pembangunan Kota 12

Pengaturan Aliran Air Ala Barugaya 13

Kontribusi Sistem Penyediaan Air Minum 15

Reportase

Kelangkaan Air di Perumahan Mustika 17

Purbalingga Kekeringan 18

Cermin

Belajar Sanitasi dari India 19

Kelurahan Jambangan, Hijau Sepanjang Tahun 22

Festival Anak Kali Surabaya 2007 23

Inspirasi

Sang Pawang Air 24

Tamu Kita

Endang Wardiningsih, Gigih Ajari Siswa Peduli Lingkungan 26 Seputar ISSDP

Potret Bersih di Tengah Kota 28

Tak Cukup Menutup Pabrik, Perlu Komitmen Semua Pihak 29

Ketika Diare 'Menjemput' Noviana 31

Pembentukan Inisiatif Kemitraan Pemerintah-Swasta untuk CTPS 32

Seputar WASPOLA 33

Seputar AMPL 38

Program

SMK Negeri 1 Surabaya, Menuju Sekolah Berbasis Lingkungan 44

Klinik IATPI 47

Info Buku 48

Info Situs 49

Info CD 50

Pustaka AMPL 51

Agenda 52

Glossary Diterbitkan oleh:

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL)

Penasihat/Pelindung:

Direktur Jenderal Cipta Karya DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Penanggung Jawab:

Direktur Permukiman dan Perumahan, BAPPENAS

Direktur Penyehatan Lingkungan, DEPKES

Direktur Pengembangan Air Minum, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Pengembangan Penyehatan

Lingkungan Permukiman, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

Pemimpin Redaksi:

Oswar Mungkasa

Dewan Redaksi:

Zaenal Nampira, Indar Parawansa, Bambang Purwanto

Redaktur Pelaksana:

Maraita Listyasari, Rheidda Pramudhy, Raymond Marpaung, Bowo Leksono

Desain/Ilustrasi:

Rudi Kosasih

Produksi:

Machrudin

Sirkulasi/Distribusi:

Agus Syuhada

Alamat Redaksi:

Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat. Telp./Faks.: (021) 31904113

http://www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id oswar@bappenas.go.id

Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum dan penyehatan lingkungan

dan belum pernah dipublikasikan. Panjang naskah tak dibatasi.

(3)

„

DA R I R E DA K S I

„

P

ada kenyataannya Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) tak pernah lepas dari kehidupan. Seolah menjadi persoalan yang tak segera terselesaikan, justru terus bertambah persoalan seirama perkembangan pen-duduk, sosial dan ekonomi.

Dibutuhkan identifikasi dan penyele-saian masalah sesegera mungkin. Me-nyuarakan secara berkesinambungan upaya pembangunan AMPL kepada masyarakat luas dirasa sangat penting. Penerbitan majalah ini adalah salah sa-tunya.

Pada terbitan edisi 19 ini ditampilkan sekolah yang menerapkan konsep "Sekolah Hijau" atau Green School. Pembahasan Sekolah Hijau ini dijadikan materi laporan utama. Mengapa? Karena

memang belum banyak sekolah yang peduli terhadap lingkungannya.

Ini penting, menanamkan kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat sejak di usia sekolah. Bagaimana pun warga lingkungan sekolah sangatlah beragam, mereka datang dari berbagai lingkungan. Diharapkan ketika berada di luar ling-kungan sekolah, mampu menerapkan hidup bersih dan sehat seperti saat di sekolahnya.

Lingkungan sekolah yang kondusif sangat diperlukan dalam menghasilkan tamatan yang cakap melalui proses bela-jar mengabela-jar berbasis sistem pendidikan yang bermutu. Tidak itu saja, lingkungan sekolah yang kondusif juga akan ikut mendorong terwujudnya pola hidup bermutu yang pada saat ini sangat

diper-lukan dalam meningkatkan daya saing bangsa dimata dunia sekaligus me-lestarikan kekayaan sumber daya alam hayati Indonesia.

Perwujudan sekolah hijau adalah sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan pro-gram-program untuk menginternalisasi-kan nilai-nilai lingkungan dalam seluruh aktivitas sekolah. Sekolah dengan visi, misi, tujuan dan kebijakan yang mengacu pada mutu sekolah, sangat berkepen-tingan mewujudkan pola hidup bermutu melalui program Green School.

Sebenarnya tidaklah mudah mewu-judkan kesejatian sekolah hijau karena tidak sekedar lingkungan fisik bersih yang terlihat, namun lebih pada terba-ngunnya kesadaran lingkungan warga sekolah yang tercermin dalam perilaku keseharian sebagai tuntutan peningkatan mutu hidup.

Perwujudan Sekolah Hijau tidak ter-lepas dari peran swasta, LSM dan peme-rintah. Dan yang paling penting adalah peran warga sekolah itu sendiri. Seluruh siswa, guru dan karyawan. Diperlukan guru atau beberapa guru untuk menjadi pelopor dan contoh bagi siswanya.

Kita bersama-sama menyapa Tamu Kita, salah satu guru di SMU Negeri 34 Jakarta, Endang Wardiningsih yang dengan tekun dan berbekal sedikit pengalaman pelatihan lingkungan yang diadakan Unesco, menularkan pada anak didik.

Hasilnya? Materi lingkungan hidup tak hanya masuk ekstrakulikuler namun menembus mata pelajaran berupa muatan lokal (mulok) bernama Pendi-dikan Lingkungan Hidup, artinya semua siswa wajib mengikuti pelajaran ini.

Sebagai pemanasan, sedikit diulas menjelang Konferensi Sanitasi Nasional (KSN) 2007. Seperti kegiatan Talkshow di TVRI dan kunjungan ke Kelurahan Petojo, daerah percontohan sanitasi di jantung Kota Jakarta.

Semoga semua yang dihadirkan

(4)

Cara Langganan

Percik

Saya sebagai salah satu staf penga-jar di jurusan Teknik Lingkungan Uni-versitas Trisakti, ingin informasi bagaimana cara berlangganan majalah tersebut.

Atas perhatiannya, banyak terima kasih.

Hormat saya, Pramiati

Ibu Pramiati yang terhormat, Kirim saja alamat lengkap ke email: redaksipercik@yahoo.com. Kami akan kirim majalah setiap kali terbit tanpa dipungut biaya.

Demikian terima kasih.

Berlangganan Majalah

Percik

Salam lestari,

Bersama ini kami mengajukan ber-langganan Majalah Percikmulai edisi Januari 2007.

Perlu kami informasikan, bahwa lembaga kami "Human Resource Development and Applied Technology (CREATE) Jawa Timur II" sedang melakukan kegiatan-kegiatan rehabili-tasi di lokasi bekas Banjir dan Tanah Longsor Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur, sangat memer-lukan tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk itu, kami mengajukan berlangganan majalah ini, dan kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Apabila dikabulkan, mohon majalah dapat dialamatkan ke:

Ir. H.R. Soedradjad, M.Sc. Pimpinan CREATE Jatim II Jl. Semeru VII / M-8 JEMBER 68121

Salam, R. Soedradjad Jember

Dengan senang hati hendak kami

kirim majalah Percik mulai Januari 2007 lalu.

Terima Kasih dan

Pindah Alamat

Terima kasih kami ucapkan atas kiriman majalah Percik secara berkala ke PT Arutmin Indonesia.

Dengan ini kami informasikan bahwa efektif 21 Mei 2007 lalu, PT Arutmin Indonesia pindah alamat dari Gedung Mid Plaza 2 Lt 9 ke alamat baru sbb:

Wisma Bakrie 2 lantai 10 Jl. HR Rasuna Said Kav. B-2 Jakarta Selatan 12920

Salam Delma Azrin

Pelurusan Artikel

Percik

Edisi Juli 2007

Artikel saya berjudul Teknologi Jamban Yang Tepat Bagi Masya-rakat, di muat di Percik edisi Juli 2007. Terima kasih saya ucapkan kepada redaksi atas pemuatannya.

Secara keseluruhan tidak ada masalah dengan editing artikel saya. Hanya saja ada yang cukup menggang-gu ketika mengedit bagian "kasus di beberapa desa". Di bagian ini antara lain disampaikan sbb: "…..Bahkan para pemilik kolam di sebuah desa di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, rela membayar orang yang mau BAB di jamban kolam milik mere-ka". Jelas uraian tersebut mengandung arti bahwa di Banjarnegara ada pemi-lik kolam yang membayar orang yang BAB di kolamnya. Padahal yang saya maksudkan dalam artikel saya (sebelum diedit) tidak demikian.

Artikel saya (versi asli) sbb: ada pemilik kolam yang ketika ditanya mengapa buangan jambannya masuk ke kolam, maka diperoleh jawaban:

"…saya mau membayar orang yang mau BAB di jamban saya". Jawaban itu sama sekali tidak menjelaskan bahwa di Banjarnegara ada pemilik kolam yang membayar orang yang BAB di kolamnya, tetapi lebih merupakan reaksi atas pertanyaan yang dinilai menyudutkannya, pertanyaan yang menilai negatif BAB di kolam ikan, dsb. Jawaban tersebut lebih meru-pakan respon pembelaan diri atas peri-lakunya, respon atas ketersinggungan terharap pertanyaan tsb.

Jadi, di Banjarnegara tidak ada sumber pendapatan tambahan dengan BAB di kolam orang. Terima Kasih atas pemuatan pelurusan artikel saya terse-but

Alma Arief

Terima kasih kembali atas ko-reksinya.

Perubahan Alamat

Saya mengucapkan terima kasih atas kebaikan Dewan Redaksi Percik

yang berkenan mengirimkan ma-jalah/jurnal Percikkepada saya seti-ap bulannya. Melihat kemanfaatannya, saya berharap masih dapat menerima MajalahPercikedisi berikutnya.

Izinkan saya menyampaikan kepin-dahan alamat saya yang baru yaitu :

Jl. Cipinang Asem RT 02 RW 012 No. 5 Kelurahan Kebon Pala Jakarta Timur 13650

alamat ke: FPPB UBB

Jl. Diponegoro No. 16 Sungai Liat Bangka.

Saya berharap, Dewan Redaksi

Percik berkenan melanjutkan ker-jasama yang telah terjalin. Atas perha-tiannya saya ucapkan terima kasih.

(5)

„

L A P O R A N U TA M A

„

S

ekolah adalah bagian lingkungan yang penting bagi perkembangan anak. Dari sinilah mental dan kecerdasan anak dididik dan diuji, selain lingkungan rumah dan di luar rumah atau lingkungan pergaulan.

Karena itu, suasana nyaman dan asri sangat dibutuhkan bagi proses penyerapan dan penerapan ilmu pengetahuan. Tentu dengan kesadaran dan tanggung jawab seluruh warga sekolah.

Lingkungan sekolah yang hijau dan asri, sebenarnya bukan hanya dalam pengertian sempit seperti penanaman pohon dan lingkungan bersih atau sebatas pembuatan kompos dan daur ulang.

Lebih dari itu, wawasan lingkungan lebih tepatnya, yang diperkenalkan dan diwujudkan ke

dalam seluruh aktivitas sekolah. Dan semua itu butuh keterlibatan berbagai pihak, guru, siswa, karyawan, dan pihak di luar seko-lah.

Peran guru sebagai pengajar sangat dibutuhkan keteladanan-nya. Tumbuhnya kecintaan ter-hadap sesuatu sedikit banyak diil-hami pengajar yang mengajar dengan hati dan memberi inspi-rasi serta teladan.

Sekolah Hijau

Masalah lingkungan hidup adalah masalah bersama. Dengan kepedulian dan upaya bersama, maka lingkungan bisa disela-matkan. Dan sekolah diharapkan dapat menjalankan peran kunci untuk membangkitkan kepedu-lian lingkungan pada generasi muda sebagai calon pengambil keputusan dimasa mendatang.

Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah setingkat SMU dan SMP, menerapkan program "Sekolah Hijau" atau dikenal juga "Go Green School". Program ini

tidak terlepas dari peran berbagai pihak; pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Pada 4 Agustus 2007 lalu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mencanangkan Sekolah Bersih dan Hijau saat kegiatan Jambore UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) Tingkat Nasional dan Gelar Prestasi Bela Negara Siswa SMK di GOR Ken Arok, Malang. Pencanangan sekolah bersih dan sehat ini diha-rapkan mampu membangkitkan kesadaran berperilaku sehat sejak dini.

"Sekolah hijau" yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh

aktifitas sekolah.

Untuk memancing semangat dan keberlanjutan pelaksanaan Sekolah Hijau, beberapa pihak swasta seperti Coca-Cola Fo-undation(CCFI) Indonesia dan Toyota yang bekerja sama de-ngan lembaga swadaya ma-syarakat menggelar berbagai kompetisi sekolah hijau. Kom-petisi dinilai sangat efektif un-tuk menumbuhkembangkan ke-sadaran dan keberlanjutan pro-gram sekolah hijau.

ProgramGo Green School

Untuk mendukung upaya sekolah di Indonesia menuju Sekolah Hijau dan mendorong perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai dari sekolah, maka digulirkan program Go Green School(GGS). Program ini ditu-jukan bagi sekolah di perkotaan dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan masyarakat perkotaan sangat pesat.

Program GGS digulirkanThe Centre for The Betterment of

(6)

Education(CBE), Yayasan KEHATI, dan Coca-Cola Foundation Indonesia(CCFI) pada tahun 2005 dengan dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Pendidikan Nasional untuk memotivasi sekolah, khususnya sekolah menengah tingkat atas menjadi sekolah hijau.

Deputy Chief Executive Operating Committee CCFI Triyono Prijosoesilo kepadaPercikmengatakan GGS adalah gerakan mendorong terwujudnya sekolah berwawasan lingkungan khususnya di tingkat Sekolah Menengah Umum di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. "Melalui program ini diharapkan lahir konsep dan model Sekolah Hijau yang cocok untuk SMU, terutama di perkotaan Indonesia," tuturnya.

Sekolah Hijau, menurut Tri-yono, adalah sekolah yang war-ganya memiliki kesadaran ling-kungan dan terwujud melalui peri-laku dan pola pengelolaan sekolah yang ramah lingkungan untuk meningkatkan mutu hidup. "Diha-rapkan, sekolah yang telah mera-sakan program ini mampu mem-pertahankan dan menjadi inspirasi sekolah-sekolah lainnya," katanya.

Program ini dilatarbelakangi kepedulian Yayasan KEHATI dan CCFI terhadap sekolah sebagai basis pendidikan dan institusi yang memiliki potensi untuk

men-dukung upaya-upaya peningkatan kuali-tas lingkungan. Dengan segala sumber-daya dan cakupannya, sekolah mempu-nyai peran penting dalam penerapan pendidikan lingkungan bagi generasi muda di Indonesia.

Masuk Muatan Lokal (Mulok) Sekolah-sekolah yang mendapat juara dan bimbingan dari program GGS, telah memasukan materi lingkungan hidup dalam pelajaran sekolah. SMA Wikrama Bogor, SMA Negeri 13 Jakarta Utara, SMA Negeri 69 Kepulauan Seribu, SMK Al-Muslim Bekasi, SMA 34 Jakarta Selatan, dan beberapa sekolah lainnya.

Materi ini dikenal dengan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang

materi-nya disusun oleh Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) bekerjasama dengan Yayasan KEHATI. Kedua lembaga ini memberikan bantuan konsultasi berupa penyediaan materi-materi PLH (buku panduaan, CD, SDM dan pelatihan), training guru untuk penyusunan metode pembelajaran dan silabus PLH, kompetisi implementasi PLH bagi siswa melalui lomba riset dan reportase ekosistem, serta studi banding ke sekolah yang telah menerapkan PLH.

Selama ini, PLH masih diartikan ter-batas hanya pada kegiatan menanam pohon, mengecat hijau tembok sekolah, mengepel lantai dan membersihkan kaca. Sebenarnya pendidikan lingkungan hidup bisa menumbuhkan kesadaran kri-tis peserta didik untuk memanfaatkan secara arif sumberdaya alam yang ada dibumi. PLH juga menekankan metode belajar dengan prinsip belajar dari alam dengan melakukan eksplorasi fakta-fakta lingkungan hidup disekitar kita, lebih menekankan pada aktivitas indera anak.

Dalam satu kesempatan, Mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim meng-ungkapkan, keberlanjutan kegiatan kompetisi GGS mendatangkan harapan akan lingkungan sebagai arus utama kebijakan dimasa datang dan keterli-batan siswa sangat penting untuk itu. "Pada tahun 2025, merekalah yang akan duduk sebagai para pengambil kebijakan di negeri ini. Jadi, sekaranglah saat yang tepat untuk menumbuhkan kecintaan terhadap lingkung-an," katanya.

Program Sekolah Hijau secara nyata telah mem-berikan kesempatan bagi selu-ruh warga sekolah baik siswa dan manajemen untuk terlibat langsung dalam menciptakan suasana belajar-mengajar yang nyaman. Lingkungan hidup yang sehat dan baik adalah dambaan setiap manu-sia. Kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan hidup harus di pupuk semenjak dini.

zBowo Leksono Sudah semestinya sekolah membudayakan siswa dalam pemilahan sampah

Foto: Bowo Leksono

(7)

Pengertian

S

ekolah Hijau merupakan terjemahan dari Green School yang dimaksudkan sebagai sekolah yang berwawasan lingkungan dan warganya memiliki kesadaran lingkung-an serta mewujudklingkung-annya melalui perilaku ylingkung-ang ramah ling-kungan untuk meningkatkan mutu hidup. Lebih jelasnya seko-lah hijau adaseko-lah sekola yang memiliki komitmen dan secara sis-tematis mengembangkan program untuk menginternalisasikan nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah.

Nilai Dasar

Konsep dan kegiatan yang dikembangkan bertumpu pada nilai-nilai luhur kehidupan seperti kemanusiaan, keseti-akawanan, kejujuran, keadilan, dan keseimbangan alam.

Prinsip Dasar

Partisipatif. Semua warga sekolah dan masyarakat berhak memperoleh informasi yang memadai dan terlibat dalam keseluruhan proses (perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan kontrol) sesuai tanggungjawab dan perannya.

Berkelanjutan. Seluruh kegiatan memiliki manfaat dalam jangka panjang

Menyeluruh. Seluruh warga sekolah selalu mempertim-bangkan seluas-luasnya aspek kehidupan dalam proses peren-canaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga dapat memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi lingkungan.

Wujud

Sekolah Hijau setidaknya memenuhi persyaratan (i) memi-liki kurikulum yang berwawasan lingkungan; (ii) mempunyai rancang bangun, penggunaan bahan dan pemeliharaan pra-sarana dan pra-sarana berdasarkan prinsip ramah lingkungan; (iii) memiliki manajemen sekolah yang berwawasan lingkungan; (iv) program sekolah didukung oleh komunitas di luar sekolah; (v) warga sekolah memiliki perilaku peduli lingkungan

Program

Terdapat 5 (lima) bentuk program sekolah hijau yaitu (i) pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan; (ii) pening-katan kualitas kawasan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Ini merupakan bagian dari upaya mendorong warga sekolah dan komunitas sekitar untuk secara aktif melakukan upaya meningkatkan kualitas lingkungan, (iii) pengembangan pendi-dikan berbasis komunitas. Sekolah tidak terlepas dari kehidup-an nyata sehingga sekolah dkehidup-an komunitas merupakkehidup-an satu

kesatuan yang saling membutuhkan. (iv) pengembangan sistem pendukung yang ramah lingkungan. Program ini yang banyak terkait dengan aspek AMPL seperti penghematan air, bangan sistem sanitasi dan pengelolaan sampah, (v) pengem-bangan manajemen sekolah berwawasan lingkungan. Manaje-men sekolah diharapkan dapat membangun filosofi dan budaya sekolah yang berwawasan lingkungan dan ditunjang oleh sum-ber daya manusia yang mumpuni.

Manfaat

Beragam manfaat yang dapat diperoleh diantaranya (i) warga sekolah memiliki pemahaman terpadu mengenai ling-kungan hidup; (ii) sekolah menjadi tempat belajar warga seko-lah mengenai lingkungan secara menarik dan mudah; (iii) metode pembelajaran menjadi lebih dinamis; (iv) potensi diri siswa, kapasitas guru dan staf dalam aspek lingkungan

„

L A P O R A N U TA M A

„

Lebih Jelas Tentang

Sekolah Hijau

(8)

meningkat; (v) sekolah memiliki jaringan yang luas dan didukung oleh komunitas di luar sekolah.

Penerapan Konsep Sekolah Hijau di Indonesia

Secara umum, masih belum banyak sekolah yang menerapkan konsep sekolah hijau di Indonesia. Diantara segelintir seko-lah yang teseko-lah menerapkan adaseko-lah SMA Negeri 13 Jakarta Utara, SMK Al Muslim, Tambun Bekasi, SMK Wikrama, Bogor.

Faktor Pendukung

Keberhasilan penerapan konsep seko-lah hijau tidak terlepas dari kepedulian warga sekolah baik murid sekolah, guru, maupun orang tua yang kemudian bersinergi dengan ketersediaan dana dari pihak luar.

Kendala

Disadari bahwa walaupun konsep sekolah hijau telah berhasil dilaksanakan namun beberapa kendala masih

dira-sakan cukup menghambat terutama berupa terbatasnya kemampuan dan jumlah guru.

Keterkaitan dengan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Ling-kungan (AMPL)

Pembangunan air minum dan penye-hatan lingkungan sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, khususnya terkait dengan penanganan sanitasi dan persampahan. Ditengarai bahwa faktor utama yang menjadi kendala adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang belum menjadi anutan sebagian besar masyarakat. Sehingga disadari sepenuh-nya bahwa perubahan perilaku menjadi syarat utama keberhasilan pembangunan AMPL.

Dilain pihak, perubahan perilaku akan terlaksana dengan lebih baik ketika dilakukan pada usia muda. Untuk itu, sekolah menjadi tempat yang tepat bagi terlaksananya proses perubahan peri-laku. Pengalaman penerapan konsep sekolah hijau di Indonesia membuktikan-nya. Paling tidak hal tersebut terlihat di SMA N 13 Jakarta Utara dengan keber-hasilan mereka dalam melakukan kam-panye daur ulang sampah, di SMK Al Muslim Bekasi dan SMK Wikrama Bogor dengan keberhasilan mereka merubah sampah menjadi produk siap pakai seper-ti gantungan kunci, tas, dompet. zOM Tema

Tujuan

Program

Pengelolaan lingkungan ter-padu warga sekolah dan masyarakat melalui 3 R.

Terbangunnya kepedulian lingkungan, terbangunnya sistem pengelolaan sam-pah terpadu, meningkat-nya peran dan keberadaan sekolah bagi masyarakat dalam menangani ling-kungan.

Penguatan kelompok

Green School, penge-lolaan sampah sekolah, pembudidayaan tanaman obat, pemaduan isu ling-kungan kedalam kegiatan pembelajaran, kampanye lingkungan.

Pembelajaran berbasis alam dan lingkungan.

Warga sekolah menerapkan perilaku ramah lingkungan, tersedianya kurikulum mu-atan lokal berbasis ling-kungan.

Pemberdayaan tim relawan

Green Education, kampanye hemat energi dan air, pe-ngelolaan sampah, pema-duan isu lingkungan ke-dalam kegiatan pembela-jaran, open house dan lomba pidato lingkungan, manajemen sekolah berba-sis lingkungan

Hidup bermutu dengan Se-kolah Hijau.

Terbangunnya kepedulian siswa terhadap masalah lingkungan sehingga terben-tuk budaya 'hidup hijau', terciptanya lingkungan hi-dup yang bermutu, ber-jalannya sistem pengen-dalian lingkungan berbasis sekolah.

Pengermbangan kurikulum berbasis lingkungan, pe-ngembangan jejaring ker-jasama, pemberdayaan gu-gus siswa berbasis ling-kungan, aplikasi teknologi informasi dalam penge-lolaan lingkungan, pramuka cinta lingkungan, penge-lolaan sampah, budaya hi-dup sehat.

7

1. Membentuk Kelompok Hijau. Kelompok hijau merupa-kan penggerak dari penerapan konsep sekolah hijau. Terdiri dari pemangku kepentingan (pelajar, guru, pesu-ruh, orang tua, dan komite sekolah). Bersifat terbuka dan dijalankan oleh murid. Tugas utamanya melakukan koordinasi seluruh kegiatan, memberikan rekomendasi, dan memfasilitasi komunikasi diantara seluruh komuni-tas sekolah.

2. Menetapkan Visi. Visi sebaiknya dipasang di tempat umum, dan dapat juga didukung melalui suatu pernya-taan sikap dari komite sekolah, maupun persatuan orang tua.

3. Melaksanakan Survei Lingkungan Sekolah. Survei dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan,

kemudi-an hasilnya menjadi masukkemudi-an bagi penentukemudi-an kegiatkemudi-an prioritas. Survei sebaiknya menyenangkan.

4. Menyusun Rencana Aksi Sekolah Hijau. Sebagai langkah awal, rencana aksi harus realistis dan dapat dicapai de-ngan mudah. Kemudian selanjutnya dapat dilanjutkan dengan penyusunan rencana jangka panjang yang lebih menantang.

5. Memantau dan mengevaluasi kemajuan. Kelompok hijau bersama warga sekolah lainnya secara bersama me-lakukan evaluasi. Hasilnya dipergunakan untuk memas-tikan keberhasilan program.

6. Memasukkan kegiatan lingkungan kedalam kurikulum. 7. Melibatkan semua pihak dan tidak perlu sungkan

menye-barluaskan keberhasilan. z

TUJUH LANGKAH MENGHIJAUKAN SEKOLAH

(diadopsi dari Eco-Schools International, www.eco-schools.org)

SMA N 13 JAKARTA UTARA SMK AL MUSLIM BEKASI SMK WIKRAMA BOGOR

(9)

B

agaimana kondisi pendidikan (perilaku) hidup sehat/bersih anak-anak Indonesia saat ini?

Sangat menyedihkan! Oleh karena guru-guru kita yang ada di sekolah saat ini adalah "guru kurikulum". Mereka hanya asik dengan kurikulum dan buku teks, melupakan harkat para belia murid-muridnya sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.

Bagaimana seharusnya pendi-dikan perilaku bagi anak-anak In-donesia?

Berbicara perilaku tidak semudah mentransfer isi buku ke dalam otak murid. Membentuk perilaku hidup sehat merupakan serangkaian panjang proses kemanusiaan, dimulai sejak bangun tidur hingga tertidur lagi. Di rumah dan di se-kolah merupakan arena bagi anak me-latih diri untuk membentuk perilaku yang sehat dan baik. Mereka membutuh-kan lingkungan sosial sebagai sarananya.

Terus dengan metode atau cara apa untuk merubah perilaku hidup sehat tersebut?

Berbuat dan membiasakan! Di mana saja anak berada. Di samping dibutuhkan keteladanan guru dan orang dewasa untuk mendampingi mereka agar dapat menerap-kan disiplin dan pembiasaan secara terus-menerus. Jika anak dicelupkan dalam kon-disi ini, maka akan tumbuh "perasaan yang melekat" untuk senantiasa berperilaku sehat. Perasaan sehat terkait erat dengan emosi, sementara emosi merupakan energi yang akan senantiasa menyala mengobar-kan keinginan anak untuk senantiasa mem-bangun hidup sehat.

Sudah di mana saja program ter-sebut dilaksanakan?

Saya tidak punya program khusus untuk itu. Tapi saya berusaha mengasah kepekaanhumanbeingsaya di mana saja saya berada. Saya selalu mengajak para guru untuk meringankan tangannya

untuk dapat membantu murid-muridnya bisa keluar dari masalah kekumuhan. diri. Dan itu di mulai dari hal yang seder-hana. Misalnya mengatasi pilek dan ingus yang hampir merata di wilayah NTT juga di NTB. Waktu saya bergabung dengan Tim Monev pada program Kemitraan AusAid di Flores pada tahun 2002 lalu, saya heran kok guru bisa mengajar de-ngan kondisi murid-murid yang amat kotor, hidung memerah dan berlendir hijau, krah baju dan lengan yang hijau menghitam karena digunakan untuk melapingus hijau anak-anak.

Ada kendala?

Saya tidak mengalami kendala. Oleh karena budaya hidup bersih merupakan kebutuhan setiap manusia. Hanya saja sekolah kita bahkan orang tua kerap mengabaikan dan merasa itu tidak perlu dipelajari seperti mempelajari pelajaran matematika dan IPA. Siapa yang tidak senang memiliki murid-murid yang sehat dan jika mereka pulang ke rumah badannya wangi, rambutnya bersih bergelombang, dan tersenyum dengan gigi-giginya yang putih.

Ada pesan khusus?

Ayo kita tularkan virus hidup sehat kepada semua anak-anak Indonesia. Hidup sehat berawal di tangan mereka, tapi hidup tidak sehat juga berawal di tangan mereka. Tinggal kita koneksikan saja antara head, heart, hand, healthy dalam proses pembelajaran di seluruh Indonesia tercinta ini.

Pihak mana saja yang diharap-kan kelak membantu/terlibat?

Saya harapkan guru, masyarakat luas dan stakeholder AMPL dapat membantu program ini ke depan. Ok? Saya tunggu aksinya.zBowo Leksono

„

WAWA N CA R A

„

DR Dewi Utama Faizah

Penyebar

Inspirasi

Hidup

Sehat

Dewi Utama Faizah bekerja di Direktorat Pembinaan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Departemen Pendidikan Nasional sejak 24 tahun yang lalu. Dewi, sapaan akrab pe-rempuan berkerudung ini aktif me-ngembangkan kurikulum agar dapat menjadi inspirasi bagi guru di lapang-an. Dewi juga membantu banyak pro-gram kerjasama antara pemerintah dengan berbagai negara donor beru-paMonevdan diklat untuk guru-guru, terutama guru TK dan SD.

Sejak tahun 2000, perempuan yang menyukai warna hitam ini

(10)

K

erugian yang diderita PDAM dalam menjalankan per-annya menyediakan air bagi masyarakat sudah seperti berita sehari-hari. Tingginya biaya operasional ditam-bah tingginya persentase kehilangan air semakin menyurutkan aliran pendapatan.

Di lain pihak PDAM seperti berada pada posisi yang sulit untuk menaikkan tarifnya. Protes dari masyarakat termasuk anggota dewan sering menjadi batu sandungan. Padahal penda-patan yang berasal dari tarif tersebut sangat

penting untuk menutup biaya operasional sehari-hari.

Selain itu, sebagian dari pendapatan tersebut harus digunakan untuk biaya inves-tasi dalam bentuk perluasan jaringan dis-tribusi yang masih sangat diperlukan untuk sebagian masyarakat. Hingga 2006, ca-kupan layanan air perpipaan di Indonesia masih sekitar 18 persen. Sedangkan masih banyak PDAM yang memiliki tarif kurang dari Rp 500,-/m3 di bawah tarif rata-rata nasional (Rp 1000,-/m3).

Melakukan pinjaman kepada pihak luar menjadi pilihan terakhir yang diambil seba-gian besar PDAM di Indonesia. Namun,

pin-jaman tersebut malah menambah beban. PDAM tidak dapat mengembalikan pinjaman, kalaupun ada yang dikembalikan baru bunga pinjamannya saja.

Akhirnya banyak PDAM yang terlilit utang. Dari 318 PDAM (2006), hanya 18 persen saja yang dikategorikan sehat, yaitu mampu berkembang, mampu mengelola pinjaman, mampu melakukan penggantian aset, beroperasi dengan efisien, dan meraih keuntungan.

Kehilangan air dipertimbangkan dalam penentuan biaya dasar

Melihat kondisi ini, pemerintah berupaya membantu PDAM dengan menetapkan Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM. Peraturan ini untuk menggantikan Permendagri No. 2 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum

pada PDAM yang dianggap kurang sesuai dengan keadaan PDAM sekarang ini. Saat ini tarif PDAM tidak mencerminkan prinsipfull cost recovery.Dalam peraturan yang baru, terjadi beberapa perubahan dalam pertimbangan dan penentuan tarif PDAM.

Biaya dasar berdasarkan peraturan yang baru memiliki kom-ponen baru baik dalam biaya usaha maupun volume air yang diproduksi dan yang hilang. Biaya dasar merupakan biaya usaha dibagi volume air terproduksi setelah diku-rangi volume kehilangan air standar. Biaya usaha ini merupakan total biaya untuk menghasilkan air minum yang mencakup biaya sumber air, biaya pengolahan air, biaya transmisi dan distribusi, biaya kemi-traan, dan biaya umum dan administrasi. Bandingkan dengan biaya dasar lama yang hanya ditentukan berdasarkan biaya tunai yang terdiri dari biaya operasi, biaya pemeli-haraan, biaya administrasi, biaya bunga pin-jaman serta pokok pinpin-jaman.

Dalam biaya dasar yang baru ini, sudah dipertimbangkan adanya kehilangan air. Sedangkan dalam peraturan yang lama kehi-langan air ini hanya dihitung sebagai keru-gian yang harus ditanggung PDAM. Selain itu, biaya sumber air merupakan komponen yang baru yang membantu beberapa PDAM yang harus mengeluarkan biaya untuk pembelian sum-ber air baku.

Hal ini sangat wajar mengingat ada PDAM yang mengalami peningkatan biaya air baku hingga 10 kali lipat dari tahun 2000 hingga 2007. Peraturan yang baru juga telah memperjelas biaya operasi dan pemeliharaan dalam peraturan lama menjadi biaya pengolahan air dan biaya transmisi serta distribusi.

Mutu pelayanan, akuntabilitas, dan perlindungan air baku sebagai bagian dalam penetapan tarif

Dasar kebijakan penetapan tarif juga mengalami perubahan. Untuk menyempurnakan dasar penetapan yang lama, peraturan yang baru mengarahkan dasar penetapan tarif agar turut mem-pertimbangkan adanya keadilan, perbaikan mutu pelayanan,

Permendagri No. 23 Tahun 2006

tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara

Pengaturan Tarif Air Minum

pada PDAM

Dalam biaya dasar

yang baru, sudah

dipertimbangkan

adanya kehilangan air.

Sedangkan dalam

peraturan yang lama

kehilangan air ini hanya

dihitung sebagai

kerugian yang harus

(11)

akuntabilitas, dan perlindungan air baku. Dalam peraturan yang baru, tarif PDAM diarahkan untuk membantu perlidungan dan pelestarian sumber air dalam jangka panjang. Adanya tarif progresif antara lain bertujuan untuk perlindungan air baku.

Berdasarkan peraturan yang baru, proses perhitungan dan penetapan tarif harus menggunakan landasan perhitung-an yperhitung-ang mudah dipahami dperhitung-an dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan. Setiap rupiah yang akan dikelola PDAM harus transparan dan bisa dipertanggung-jawabkan terutama kepada masyarakat. Jika tidak, sulit bagi PDAM untuk menaikkan tarif air minum mereka.

Efisiensi pemakaian air masih menja-di bagian dasar penetapan tarif. Efisiensi dicapai melalui penerapan tarfi progresif yang dikenakan pada pelanggan yang konsumsinya melebihi standar kebu-tuhan pokok air minum. Diharapkan dengan adanya tarif ini pelanggan jadi lebih berhemat sehingga perlindungan air baku bisa tercapai.

Prinsip pemulihan biaya merupakan dasar utama penetapan tarif air minum bagi PDAM. Peraturan yang baru merubah perhitungan pada pemulihan biaya ini. Untuk sekarang, pemulihan biaya penuh (full cost recovery) dicapai saat tarif rata-rata minimal sama dengan biaya dasar.

Namun jika akan melakukan pengem-bangan pelayanan, tarif rata-rata tadi harus direncanakan untuk menutup biaya dasar yang ditambah dengan tingkat keuntungan yang wajar. Keuntungan yang wajar ini dicapai jika rasio laba terhadap aktiva produktif sebe-sar 10 persen.

Namun penetapan tarif juga tetap mengedepankan keterjangkauan dan keadilan. Tarif standar kebutuhan air minum harus terjangkau oleh masyarakat pelanggan dengan penghasilan sama dengan upah minimum provinsi. Tarif dikatakan terjangkau jika besarnya tidak melebihi 4 persen pendapatan masya-rakat pelanggan. Untuk keadilan dalam penerapan tarif, dilakukan melalui tarif

diferensiasi dengan subsidi silang antar kelompok pelanggan.

Mutu pelayanan merupakan pertim-bangan yang baru sebagai dasar penetap-an tarif. Mutu pelaypenetap-anpenetap-an masih menjadi permasalahan bagi PDAM. Sudah sering tertulis dalam media cetak sebuah PDAM sangat sulit menaikkan tarif akibat pelayanan yang buruk. Di lain kasus, PDAM menaikkan tarif namun pelayanan tetap buruk. Adanya pertimbangan mutu pelayanan dalam dasar penetapan tarif akan memaksa sebuah PDAM mening-katkan mutu pelayanannya.

Fleksibilitas dalam pembagian blok konsumsi dan kelompok pelanggan Untuk mempermudah perhitungan tarif, blok konsumsi dan kelompok pelanggan pada peraturan yang baru dibuat lebih fleksibel. Blok konsumsi diubah dari tiga menjadi hanya dua blok, yaitu blok konsumsi air minum yang masih dalam batas standar kebutuhan pokok dan blok konsumsi di atas standar kebutuhan pokok.

Sedangkan kelompok pelanggan men-jadi empat kelompok dari sebelumnya lima kelompok. Untuk peraturan baru, tiap kelompok ditentukan berdasarkan kategori tarif yang dibayarkan. Kelompok

I dengan tarif rendah, kelompok II de-ngan tarif dasar, kelompok III dede-ngan tarif penuh, dan kelompok khusus ber-dasarkan tarif kesepakatan.

Di sini PDAM diberikan keleluasaan menentukan kebijakan jenis-jenis pe-langgan untuk tiap-tiap kelompok ber-dasarkan kondisi obyektif dan karakteris-tik pelanggan di daerah masing-masing. Yang penting, PDAM tidak mengubah jumlah kelompok pelanggan yang sudah ditetapkan dalam permendagri yang baru ini.

Yang paling penting dalam peraturan baru ini, mekanisme penetapan tarif air minum di sebuah PDAM didasarkan pada keseimbangan kepentingan terhadap ma-syarakat yang menjadi pelanggan, PDAM selaku badan usaha dan penyelenggara pelayanan air minum kepada masya-rakat, dan pemerintah daerah yang ber-kepentingan sebagai pemilik PDAM itu sendiri.

Dengan demikian, penetapan tarif harus mengarah pada perbaikan mutu pelayanan kepada pelanggan, pencapaian target pemulihan biaya penuh, dan hasil positif seperti keuntungan yang juga dapat digunakan kembali dalam pengem-bangan pelayanan.zAfif Nu'man

„

P E R AT U R A N

„

(12)

A

khir-akhir ini muncul gerakan lingkungan yang cukup menggembirakan dari para siswa sekolah, terutama SMU. Siswa-siswa SMU itu tidak melulu digambarkan sebagai anak baru gede (ABG) yang penuh kemanjaan dan sedang semangat mencari identitas terhadap lawan jenisnya. Sebagian anak-anak SMU itu telah mengubah pandangan umum dengan mencanangkan berbagai kegiatan yang selama ini hanya mereka yang berkutat di organisasi-organisasi terten-tu yang terkait dengan lingkungan hidup.

Apa yang menarik dari kegiatan yang berorientasi lingkung-an hidup ini adalah siswa-siswi SMU sudah menyadari berbagai akibat negatif dari eksploitasi sumber daya alam dan pecemaran lingkung hidup yang terjadi saat ini. Kegiatan tersebut targetnya tentu bukan mengubah lingkungan yang tercemar secara dramatis menjadi lingkungan yang bersih dan layak huni.

Sasaran utama dari kesadaran lingkungan hidup pada usia SMU tersebut tak lain meletakkan kesadaran lingkungan sedini mungkin sehingga kelak mereka akan menjadi orang yang per-tama untuk menjaga lingkungan di mana mereka tinggal. Jika ini terjadi, tentu program ini akan menjadi pondasi pertama bagi setiap kampanye atas pentingnya lingkungan hidup. Sebab ketika kesadaran terhadap lingkungan telah ada sejak muda, tentu ini akan mempermudah terbentuknya perilaku sadar lingkungan dan tentu lebih mengakar dalam hidup keseharian.

Ambil contoh siswa-siswi SMUN 1 Wringinanon, Gresik, Jawa Timur. Sekolah ini bisa dibilang salah satu yang terdepan untuk usia segenerasinya dalam hal kesadaran lingkungan hidup. Selain mempraktikkan lingkungan bersih dan hijau de-ngan menanam berbagai tanaman di lingkude-ngan sekolah, mere-ka juga aktif mengikuti berbagai kegiatan bermere-kait dengan lingkungan di luar sekolah.

Siswa-siswa ini aktif mengikuti berbagai workshoptentang lingkungan hidup dan yang menarik bersama SMU lain di Jawa Timur melakukan penelitian terhadap Kali Brantas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebersihan Kali Brantas atas berbagai tindak pencemaran di berbagai kota yang dilalui

kali ini. Hasilnya bermacam-macam. Ada yang berkesimpulan Kali Brantas yang melewati kota Mojokerto masih belum terlalu tercemar sebagaimana ditunjukkan oleh siswa bernama Yogi dari SMUN 1 Wringinanom. Ada juga yang menyatakan sudah demikian tercemar sebagaimana ditunjukan siswa dengan meneliti Kali Brantas yang melewati kota Surabaya (Tempo, 16 April 2007).

Pihak sekolah sendiri tak mau tinggal diam dengan kian suramnya masa depan lingkungan hidup ini. Berbagai sekolah telah memasukkan kurikulum berbasis lingkungan ini ke dalam mata pelajaran ini. Jika dalam rencana SMUN 1 Wringinanom kurikulum ini menjadi mata pelajaran tersendiri dengan cara memberikan 1 jam pelajaran setiap minggunya, maka ada seko-lah yang secara kreatif tidak memberikan 1 jam pelajaran yang terpisah tetapi justru terintegrasi dalam satu rangkaian pela-jaran. Ini dilakukan oleh SMK Wikrama Bogor. SMK ini mema-sukkan materi lingkungan hidup ke dalam mata pelajaran PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Fisika. Berikut uraiannya:

1. Pendidikan Agama Islam: Kompetensi Kerusakan Alam dan Lingkungan. Disajikan minggu ke 18-21

2. Pendidikan Kewarganegaraan: Kompetensi Sumber Daya

Sekolah Hijau

(Green School)

dan Soal Kesadaran

Lingkungan Hidup

Oleh: Imam M.*

(13)

Alam. Disajikan minggu ke 61-73 3. Bahasa Indonesia: Kompetensi level

membaca dan menulis mengguna-kan topik lingkungan alam. Disaji-kan minggu ke 5-25.

4. Bahasa Inggris: Kompetensi level Noviceuntuk membaca dan menulis menggunakan topik lingkungan alam dan sekitarnya. Disajikan minggu ke 21-40

5. Matematika: Kompetensi menerap-kan konsep bilangan real. Disajimenerap-kan minggu ke 1-13

6. Fisika: (a) Menghitung kalor, (b) Me-nerapkan konsep usaha, daya dan energi, (c) Menerapkan konsep Fluida, (d) Thermodinamika, (e) Optik, (f) Konsep Listrik, (g) Produktif RPL1. Dasar-dasar Pemrograman, (h) Tek-nik Komputer dan Jaringan 1. Ins-talasi PC. Disajikan pada minggu ke 1-10

Konsep yang dijalankan SMK Wi-krama ini tidak mengganggu jalannya mata pelajaran lantaran tidak menambah beban siswa karena terintegrasi dalam satu mata pelajaran. Karena itu, keber-adaan konsep tersebut justru mendukung mata pelajaran itu sendiri dan pada saat yang sama telah memicu kesadaran akan lingkungan hidup.

SMK Wikrama Bogor ini bisa di-katakan telah melakukan satu terobosan yang cukup bagus dengan secara sistema-tis menjawab isu krisis lingkungan hidup saat ini ke dalam ranah pendidikan mere-ka. Selain mengintegrasikan sistem ku-rikulum, mereka juga mengintegrasikan dalam perilaku sehari-hari di sekolah. Masalah penggunaan air dan listrik mere-ka manfaatmere-kan dengan sistem otomati-sasi sehingga dapat melakukan penghe-matan energi secara efektif.

Sementara masalah sampah disediakan pemisahan tong sampah untuk yang organik dan yang non-organik. Ini akan mempermudah tahap pengolahan akhir sampah dengan membuat kompos dari sampah organik. Selain itu, kesadaran lingkung hidup di SMK Wikrama ini tercermin dari berbagai tanaman keras yang tumbuh

di berbagai sudut halamannya. Sekolah ini bukan hanya tampak bersih dari dalam tetapi menjadi hijau dari luar serta nyaman dihuni dan akhirnya tempat yang layak untuk menyemaikan benih-benih kepintaran.

Berbagai Dukungan

Kesadaran lingkungan ini juga terlihat di SMK Al Muslim Bekasi. Sekolah ini pada 2005 menerima Hadiah Oksigen dari PT Coca-Cola yang bekerjasama dengan pihak Yayasan KEHATI. Hadiah ini bertujuan menyemaikan benih-benih yang tumbuh dalam diri siswa-siswi agar mendapat per-wujudannya dalam wilayah sosial. Pihak penyelenggara memberikan uang tunai se-jumlah 25 juta dan 1 tahun pendampingan. Namun, sebagaimana dikatakan ke-pala sekolah SMK Al Muslim, Dra. Elis Setiawati, "Yang terpenting justru tahap pasca bantuan ini. Memang program Go Green School secara nyata telah mem-berikan kesempatan bagi seluruh warga sekolah baik siswa dan manajemen untuk terlibat langsung dalam perkembangan program Green Education yang telah kami gagas sejak tahun 1986. Keterli-batan kami dalam perencanaan, im-plementasi, monitoring, laporan dan penyusunan rencana tindak lanjut juga memperluas wawasan kami untuk men-jalankan dua prinsip utama Program Go Green School yakni menyeluruh dan

berkelanjutan. Dan yang terpenting adalah mandiri dalam menjalankan pro-gram ini ke depan nantinya".

Sifat dukungan dari berbagai orga-nisasi terhadap kegiatan sekolah berori-entasi lingkungan hidup ini pada intinya memberi motivasi sekaligus memberi ruang untuk mewujudkan kesadaran lingkungan tersebut. SMAN 1 Wringin-anom sendiri telah lama bekerjasama dengan lembaga pemerintahan kabupa-ten Gresik maupun pemerintahan Jawa Timur, juga Ecoton dan KEHATI.

Namun, sifat bantuan itu sendiri bersifat sementara dengan asumsi ikut menebarkan benih-benih kesadaran lingkungan hidup yang kelak di kemudi-an harinya akkemudi-an berguna. Hal ini sesuai sifat dari pendidikan sekolah sendiri yang sifatnya memberi bekal untuk mempersi-apkan diri sebelum peserta didik terjun menjadi bagian dari masyarakat.

Dan terkait dengan lingkungan hidup yang semakin hari kian menunjukkan keadaan yang memprihatinkan, bekal itu sangat penting. Sebab sehebat apa pun opini tentang kesadaran lingkungan hidup hendak dibangun tidak banyak gunanya apabila tidak ada kesadaran dalam diri setiap individunya. Saya kira di sini arti pentingnya program sekolah hijau (green school).z

* Pengamat ekologi

„

WAWA SA N

„

(14)

K

ota Jakarta berkembang begitu pesat sehingga menjadikannya lebih maju dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan berhasilnya kota ini meraih pen-dapatan per jiwa tertinggi. Pesatnya pem-bangunan di Jakarta juga menyebabkan kota ini menjadi pusat perdagangan barang dan jasa selain sebagai pusat pemerintahan.

Untuk mencapai tingkat pertum-buhan ekonomi yang lebih tinggi diban-dingkan kota lainnya, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta pun 'mengarahkan' strategi pembangunan pada upaya mena-rik sebanyak mungkin investor untuk berinvestasi di kota ini.

Strategi pembangunan yang bertum-pu pada mekanisme pasar bertum-pun menjadi paradigma dominan di kota ini. Hal itu semakin nampak dari naiknya laju per-tumbuhan kawasan komersial dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 yang lalu mi-salnya, di Jakarta lebih dari 30

perto-koan, apartemen, dan perkantoran skala besar telah dibangun. Sementara pada periode 2007 hingga 2008 sekitar 80 pusat perbelanjaan, apartemen dan per-kantoran baru segera dibangun di Ja-karta (Kompas, 10 Februari 2006).

Mekanisme pasar dan banjir di Jakarta

Intensifnya pembangunan pusat-pusat komersial di kota Jakarta juga telah mengakibatkan kota ini semakin tidak nyaman bahkan membahayakan para penghuninya baik secara sosial maupun lingkungan hidup. Hal itu nampak dari terjadinya bencana ekologi berupa banjir besar pada tahun 2002 dan 2007 yang menimbulkan banyak korban jiwa dan harta warga Jakarta.

Banjir yang terjadi di Jakarta bukan-lah sebuah fenomena alam biasa namun akibat kebijakan Pemda DKI Jakarta yang telah menyerahkan strategi pem-bangunan kota sepenuhnya pada

meka-nisme pasar. Bagaimana kaitannya banjir Jakarta tahun 2002 dan 2007 dengan kebijakan pembangunan yang 'mende-wakan' mekanisme pasar?

Intensifnya pembangunan kawasan komersial di Jakarta telah menggusur banyak daerah resapan air baik berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH) maupun situ/waduk. Hal itu terlihat jelas dari semakin menurunnya luasan RTH di Jakarta dari tahun ke tahun.

Pada Master Plan Jakarta tahun 1965-1985 menargetkan luas RTH seluas 18.000 Ha. Pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta tahun 1985-2005 target RTH turun menjadi 16.908 Ha, sementara pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2000-2010 turun lagi menjadi hanya 9.560 Ha.

Menurunnya luasan RTH tersebut mengakibatkan meningkatnya air larian (run off) saat terjadi hujan sehingga mengakibatkan banjir di Jakarta. Data terbaru dari BPLHD DKI Jakarta pada tahun 2005 menyebutkan bahwa hanya 26,6 persen air hujan yang dapat diserap tanah, sementara 73,4 persen menjadi run off. Fakta tersebut dapat menjelaskan mengapa banjir pada tahun 2007 yang lalu lebih besar dibandingkan tahun 2002.

Mekanisme pasar dan biaya sosial Diserahkannya pembangunan kota sepenuhnya pada mekanisme pasar me-mang telah terbukti mampu mening-katkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Jakarta. Namun jika biaya sosial aki-bat dari bencana lingkungan diperhi-tungkan juga maka besarnya PAD yang diperoleh kota ini pun akan terkoreksi secara signifikan. Menurut perkiraan Bappenas, Bencana Banjir Jabodetabek tahun 2007 mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat dan pemerintah sebesar Rp 5,2 T. Sementara kerugian ekonomi tidak langsung menca-pai Rp 3,6 T. Ironisnya, biaya sosial seperti di atas tidak "tertangkap" pasar. z

* Pelaksana Harian Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta

Bencana Ekologi dan

Gagalnya Model

Pembangunan Kota

Oleh : Firdaus Cahyadi *

(15)

B

agaimanakah cara membagi secara adil tanggung jawab pembayaran rekening listrik untuk pompa air yang digunakan secara bersama? Jawaban saya adalah mem-bagi biaya secara proporsional di antara pengguna. Bisa berdasarkan pemakaian air atau jumlah anggota keluarga. Kalau berdasarkan pemakaian air, berarti tiap pengguna harus dilengkapi alat ukur yang disepakati, yang paling praktis water meter(meteran air) tentu saja. Kalau ini dianggap tidak praktis dan menjadi mahal, gunakan saja ukuran jumlah pengguna se-tiap keluarga. Harusnya seperti itu menurut saya.

Tetapi tidak demikian menurut warga Dusun Barugaya, Desa Bonto Kadatto yang berjarak satu jam perjalanan kendaraan dari Ibu Kota Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Pikiran saya tersebut menurut mereka terlalu rumit, walaupun gagasannya sederhana, tetapi pelaksanaannya memerlukan pengaturan-pengaturan yang rumit.

Katakan saja kalau menggunakan water meter, siapa yang akan membacanya, kemudian siapa yang akan mengumpulkan iuran, bagaimana kalau ada yang tidak membayar. Kalau tidak menggu-nakan meter, tetapi dengan ukuran keluarga, tidak ada jaminan ke-luarga kecil menggunakan air lebih sedikit dari keke-luarga besar.

Persoalan ini muncul karena sumber air yang dapat digu-nakan air minum terbatas. Hanya sumur-sumur tertentu yang dapat digunakan. Dan untuk mengalirkan air diperlukan pompa dengan memerlukan tenaga listrik.

Menghemat air

Untunglah ada Bassere Daeng Ta'le (45 tahun), anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan kelistrikan. Untuk mengatasi persoalan pembagian pembayaran listrik, ditetapkan masing-masing rumah harus menggunakan listrik sendiri. Sehingga tidak perlu ada perselisihan dalam menentukan besarnya biaya listrik. Pengaturan penggunaan dilakukan sendiri, mau menggunakan banyak air artinya membayar listrik lebih besar.

Bila hendak menghemat, gunakan air secukupnya. Jalan keluar ini diterima kelompok pengguna air secara aklamasi. Sistem yang dirintis Daeng Ta'le ini sudah dikembangkan sela-ma tiga tahun oleh Daeng Nai (43 tahun). Hal ini terungkap dari

praktek lapangan program orientasi MPA-PHAST yang dise-lenggarakan di Dusun Barugaya, Desa Bonto Kadatto, Kabupaten Takalar. Acara ini diselenggarakan pada Juni 2007 oleh Pokja AMPL Nasional bekerja sama dengan Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri.

Cara kerja

Bagaimanakah cara kerja sistem yang sudah melayani tiga lingkungan ini? Pada prinsipnya setiap rumah memiliki sam-bungan listrik yang terhubung dengan kabel utama menuju pompa yang diletakkan di sumur. Setiap rumah dilengkapi de-ngan stop kontak untuk memutuskan atau menyambungkan

„

WAWA SA N

„

Pengatur Aliran Air

Ala Barugaya

(

Local Genius

Dusun Barugaya, Desa Bonto Kadatto, Kabupaten Takalar)

Oleh : Sofyan Iskandar*

(16)

aliran listrik ke kabel utama. Untuk mengatur giliran penggunaan, setiap rumah dilengkapi lampu indikator yang menyala saat ada rumah yang menggu-nakan pompa.

Aturannya adalah hanya menyalakan pompa (dengan menekan stop kontak) ketika lampu indikator mati. Setelah se-lesai menggunakan pompa, listrik di-matikan dan kran harus ditutup. Skema instalasi listrik dapat dilihat pada dia-gram. Apakah tidak terjadi arus pendek? Hal ini juga sudah diperhitungkan, kare-na penyambungan diatur pada fase listrik yang sama.

Sistem ini digunakan secara kelom-pok mulai dari 3 rumah sampai dengan 12 rumah. Jarak terjauh sumur atau pompa dengan rumah adalah 100 meter. Biaya konstruksi, instalasi pipa dan lis-trik serta pengadaan pompa ditanggung secara swadaya pengguna.

Saya terpaksa harus menyingkirkan analisa kritis saya dulu terhadap sistem ini karena nyatanya sistem ini dapat be-kerja, digunakan dengan baik, bertahan sampai tiga tahun, dan dibiayai sendiri lagi. Misalnya tentang lampu indikator yang menyala pada seluruh rumah ketika satu rumah menyalakan pompa, kalau pengguna sampai 13 rumah, artinya 13x5 watt atau 65 watt.

Apabila ditambah dengan daya

pompa 200 watt, setiap rumah menang-gung beban daya 265 watt. Untuk meng-hitung biayanya tinggal dikalikan saja de-ngan waktu yang digunakan. Mungkin lampu 5 watt ini bisa diganti dengan lam-pu indikator yang lebih kecil.

Pada saat pengguna paling ujung menyalakan pompa, pada dasarnya ru-mah-rumah lain yang dapat membuka kran untuk memperoleh air. Tetapi kare-na penggukare-na berdekatan, kontrol masih

dapat dilakukan, karena aliran air akan ke rumah terjauh menjadi lebih kecil. Apabila ada keperluan air mendesak, komunikasi langsung kerap dilakukan dengan meminta yang lain untuk mema-tikan aliran listrik.

Sistem yang berkelanjutan

Menilik waktu pengembangan yang sudah tiga tahun dan sekarang kondisinya berfungsi dengan baik dan terus digu-nakan, menunjukkan bahwa sarana yang dibangun keberlanjutan. Hal ini semakin memperkukuh keyakinan saya bahwa masyarakat memiliki kemampuan dalam menyelesaikan persoalan sendiri, bahkan dalam menemukan teknologi tepat guna.

Bahwa pilihan teknologi perlu dibuka dan didiskusikan untung ruginya meru-pakan syarat keberlanjutan. Bahwa kepu-tusan oleh masyarakat menjadi kunci dalam keberlanjutan sarana yang diba-ngun. Bahwa pihak luar tidak harus datang dengan bantuan fisik, terjadi di Barugaya. Bahwa saya harus lebih banyak belajar, itu suatu kenyataan, apabila saya mau memberikan sumbangsih dalam mengusung keberlanjutan pembangunan air minum di negeri ini. z

*Konsultan WASPOLA Bak penampungan air bersih di depan rumah warga.

Foto: Bowo Leksono

(17)

P

enyediaan infrastruktur yang handal merupakan salah satu tonggak dalam penyelenggaraan pembangunan bangsa. Infrastruktur yang dibangun harus juga selalu ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Berbagai parameter dia-jukan untuk meninjau tingkat keman-faatan pembangunan infrastruktur pada kesejahteraan masyarakat.

Salah satu parameter uji yang cukup handal untuk dinilai, adalah tingkat pem-bukaan lapangan kerja akibat pemba-ngunan infrastruktur tersebut. Berapa jumlah lapangan kerja yang dapat dibuka akibat penyediaan infrastruktur tersebut, yang akan berpengaruh pada angka per-tumbuhan ekonomi nasional, merupakan

tolok ukur tingkat kemanfaatan infra-struktur.

Salah satu infrastruktur yang men-dukung pembangunan nasional adalah Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Sejauh mana infrastruktur SPAM mampu berkontribusi dalam pembukaan la-pangan kerja, serta sejauh mana kon-tribusinya dalam satuan persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, seper-tinya menjadi hal yang patut dicermati.

Metodologi perhitungan

Pembukaan lapangan kerja dinilai sebagai suatu parameter uji yang cukup handal untuk melihat aspek kemanfaatan infrastruktur. Dengan pembukaan la-pangan kerja, maka begitu banyak efek

berantai (trickling down effect) yang memberikan kemanfaatan dan kese-jahteraan bagi masyarakat. Berawal dari pembukaan lapangan kerja, menjadikan sejumlah kuantitas sumber daya manusia yang terlatih dan mempunyai kesem-patan dalam mengaplikasikan ilmunya.

Selain itu, dengan lapangan kerja yang tersedia, maka tingkat ekonomi masyarakat akan meningkat, yang diser-tai peningkatan kesadaran akan pen-didikan, kesehatan, dan lain-lain. Dampak akhirnya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan suatu aset nasional yang tak akan tergantikan.

Penyediaan infrastruktur SPAM akan berpengaruh pada pembukaan lapangan kerja, yang bersifat menyeluruh semen-jak dari survei untuk penyediaan infra-struktur tersebut, hingga ke pengawas lapangan yang bertugas mencatat meter air di tiap sambungan rumah. Berapa jumlah tenaga sarjana S1 yang dibu-tuhkan, berapa jumlah tenaga kerja D3 yang dibutuhkan, berapa jumlah tenaga kerja STM yag dibutuhkan, berapa jum-lah buruh yang bertugas membangun sis-tem Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan sistem distribusinya, berapa jumlah man-dor yang dibutuhkan untuk mengawasi buruh, berapa jumlah pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang dibutuhkan, berapa jumlah tenaga untuk pembangunan IPA PAKET yang siap dipasang di lokasi yang dituju, bera-pa jumlah tenaga pengawas sistem jaringan distribusi yang dibutuhkan, dan lain-lain, yang berdampak kepada total jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dihitung berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap penyediaan 1 liter/detik SPAM. Selain

„

WAWA SA N

„

Kontribusi Sistem Penyediaan Air Minum

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

(Tahun Anggaran 2006)

oleh : Sandhi Eko Bramono, S.T., MEnvEngSc.*

(18)

itu, biaya investasi yang dibutuhkan juga dapat dihitung, untuk dapat membuka lapangan kerja sejumlah tersebut. Dengan membandingkan biaya investasi yang telah ditanamkan setiap tahun anggaran, maka dapat dihitung pula kontribusi pem-bukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional setiap tahunnya dari sektor SPAM.

SPAM di Indonesia

Menurut data dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, setiap pembukaan 500 ribu lapang-an kerja, aklapang-an meningkatklapang-an pertumbuhlapang-an ekonomi nasional sebesar 1 persen. Data dari United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2006, di New Delhi (India), akan tercipta 1,72 lapangan kerja/liter/detik SPAM.

Karena ketiadaan data mengenai angka tersebut untuk Indonesia, diasumsikan kondisi di India sama dengan di Indonesia (sebagai sesama negara berkembang). Pada tahun anggaran 2006, investasi yang ditanamkan oleh Direktorat Pengembangan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, sejumlah Rp 1,4 triliun berupa investasi infrastruktur SPAM.

Dengan asumsi kebutuhan air minum di Indonesia menca-pai 200 liter/kapita/hari dan biaya investasi infrastruktur SPAM yang dibutuhkan mencapai Rp 270 ribu/kapita (terma-suk sistem produksi dan distribusi SPAM), maka dapat dihitung sebagai biaya pelayanan sekitar 5,18 juta jiwa penduduk Indonesia atau setara dengan 12 m3/detik SPAM.

Dengan jumlah tersebut, maka lapangan kerja baru yang dapat terbuka mencapai 20.640 tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan angka 1 persen pertumbuhan ekonomi disokong dengan pembukaan 500 ribu lapangan kerja baru, maka SPAM di Indonesia telah berkontribusi sebanyak 0.041 pesen pada tahun anggaran 2006. Sebagai perbandingan, nilai pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2006 sebesar 5,6 persen, dimana 0,041 persennya berasal dari sektor SPAM.

Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan SPAM

Metodologi yang tersebut di atas, dapat dikatakan sebagai metodologi yang cukup jitu dan terukur untuk melihat keman-faatan infrastruktur SPAM dalam kacamata ekonomi nasional. Masih diperlukan lagi pendalaman dan verifikasi data yang lebih akurat, untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail mengenai kontribusi infrastruktur SPAM dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Melihat perhitungan di atas, adalah memungkinkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi lewat penyediaan infrastruktur SPAM. Parameter yang dapat didorong di antaranya, upaya menurunkan biaya investasi/liter/detik infrastruktur SPAM. Dengan begitu, setiap investasi yang ditanamkan akan meningkatkan cakupan pelayanan air minum, dan akan dikuti dengan peningkatan lapangan kerja yang tercipta (karena semakin tingginya kapasitas pelayanan yang mampu

dise-diakan).

Selain itu, dibutuhkan pula pembukaan lapangan kerja yang lebih luas, agar setiap liter/detik infrastruktur SPAM yang dise-diakan, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya (misalnya dengan pendirian berbagai kontraktor yang mampu merancang IPA PAKET atau perluasan penyerapan tenaga kerja yang mampu merencana dan merancang infrastruktur SPAM), yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tanpa disadari, anjuran pemerintah untuk hemat air, ikut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan berkurangnya konsumsi air karena anjuran pemerintah tersebut, maka biaya investasi/kapita dapat diturunkan, yang berakibat pada semakin tingginya cakupan pelayanan air minum/liter/detik, dengan menggunakan biaya investasi yang sama besarnya. Hal ini menjadikan semakin tingginya cakupan pelayanan infrastruktur SPAM, dengan harga yang lebih murah, namun mampu membuka lapangan kerja yang lebih banyak, dan meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi nasional.

Tantangan ke depan

Tenaga perencana dan perancang infrastruktur SPAM ditun-tut untuk mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional, melalui penyediaan sektor tersebut. Modifikasi seperti yang tersebutkan di atas, merupakan suatu metode untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dengan harga yang lebih rendah (atau sama), namun mampu menjangkau masyarakat dengan jumlah yang lebih luas, mampu membuka lapangan kerja yang lebih banyak, serta mendongkrak perekonomian nasional lebih tinggi.

Kombinasi kemampuan teknik-ekonomi-sosial-budaya merupakan hal yang mutlak, sehingga dapat mengembangkan metometode yang lebih kreatif untuk mewujudkannya, de-ngan mede-ngandalkan keterbatasan anggaran yang ada.

Bukanlah tidak mungkin bahwa sektor infrastruktur SPAM dapat memberikan porsi persentase yang lebih besar dalam kon-tribusi terhadap angka pertumbuhan ekonomi nasional. Selain memberikan hajat hidup orang banyak berupa air minum, namun juga mampu memberikan dampak berantai yang lebih menguntungkan untuk kesejahteraan masyarakat, bahkan di luar sektor air minum itu sendiri.

Dengan kata lain, penyediaan infrastruktur SPAM yang han-dal, mampu memberikan kontribusi yang nyata sebagai dampak ikutan yang positif dari pembukaan lapangan kerja yang seluas-luasnya di Indonesia. Juga merupakan hal yang sangat me-mungkinkan, dengan pembukaan lapangan kerja pada sektor ini, akan mendongkrak pertumbuhan sektor lain, yang akhirnya juga akan membuka lapangan-lapangan kerja baru, sebagai dampak ikutannya. z

(19)

S

ebagai kebutuhan dasar manusia, tidak heran bila air kerap menjadi pemicu pertengkaran antarwarga. Bahkan perebutan akses air bersih ini bisa memunculkan pertikaian yang ber-akibat fatal.

Seperti yang terjadi di Perumahan Mus-tika Tigaraksa, Desa Pasirnangka, Keca-matan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Di komplek perumahan yang dibangun sejak 2001 ini sudah sejak awal mengalami kelangkaan air bersih.

Dimusim kekeringan ini, sempat ter-jadi pertikaian antarwarga hingga salah satu warga luka terkena bacokan warga lain. Tentu siapapun tidak menginginkan peristiwa berdarah ini terjadi. Semes-tinya, musibah kekurangan air bisa di-jadikan peristiwa yang semakin menya-tukan warga yang merasa senasib.

Perum Mustika terdiri dari delapan RW (rukun warga). Empat RW masuk Desa Pasirnangka dan empat RW lagi masuk Desa Mantagara dengan lebih dari 3600 kepala keluarga. Struktur tanah di perumahan tipe sederhana itu memang sangat kurang debit airnya.

KepadaPercik, Ketua RW 08 Perum Mustika Tigaraksa, Desa Pasirnangka Kusdianto, mengatakan pihak pengem-bang perumahan hanya memfasilitasi sumur pompa atau pantek bagi tiap rumah. "Sudah sejak awal banyak sumur pompa sedalam 18 sampai 24 meter yang tidak berfungsi. Apalagi dimusim kema-rau, sama sekali tidak keluar air. Kami sudah mengusulkan kepada pengembang agar ada jalan keluarnya, tapi tampaknya belum ditanggapi," ujarnya. Sebagian warga mengambil jalan pintas dengan memotong pipa saluran air di depan ru-mah mereka.

Akhirnya, warga berinisiatif memba-ngun satelit atau sumur-sumur bor

hing-ga kedalaman 80 meter. Satu sumur bor dimiliki sekitar 7 hingga 10 kepala keluar-ga. Inisiatif ini pun tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Dimusim kema-rau, tetap saja kesulitan air.

Inisiatif lain seperti yang dilakukan Ade Rohayati (31). Ibu rumah tangga ini mem-beli air dari truk tangki seharga Rp 135 ribu untuk setiap 6 ribu liter. "Air akan habis selama seminggu atau 10 hari," katanya. Selama menempati perumahan, Ety, pang-gilan akrab Ade Rohayati, sudah empat kali membuat sumur bor yang sama sekali tidak keluar air.

Santosa, mewakili suara warga, menginginkan jaringan PDAM (Per-usahaan Daerah Air Minum) masuk ke Perumahan Mustika Tigaraksa. "Jaringan PDAM terdekat berjarak sekitar satu kilo-meter," ujarnya.

Memanfaatkan Danau Buatan Di tengah-tengah Perumahan

Mus-tika Tigaraksa, terdapat sebuah danau buatan yang sudah ada sebelum pemba-ngunan perumahan tersebut. Dimusim kemarau, danau buatan tersebut sangat berharga bagi warga perumahan.

Di danau tersebut, beberapa pompa air tertancap dengan puluhan pipa yang dialirkan jauh ke rumah-rumah warga. Satu alat pompa air dimiliki sepuluh atau lebih kepala keluarga. Mereka memanfaatkan air danau buatan secara bersama.

Setiap pagi dan sore hari, warga berbondong-bondong memanfaatkan air danau seluas 100 meter x 60 meter. Un-tuk mandi, mencuci, dan kebutuhan air di rumah mereka. Namun saat kemarau mencapai titik puncaknya, air danau itu pun menyusut dan kering sama sekali. Rasanya, warga Perumahan Mustika Tigaraksa semakin tersiksa dengan kelangkaan air yang terjadi sepanjang tahun.zBowo Leksono

„

R E P O RTA S E

„

Kelangkaan Air

di Perumahan Mustika

(20)

S

umarto (65) sembari memikul dua ember besar diikuti cucu laki-lakinya, berjalan sepanjang pe-matang sawah menuju kali Laban. Di sana, puluhan orang, laki-laki perem-puan, anak-anak hingga orang dewasa telah menunggu sambil beraktifitas. Mencuci pakaian dan mandi.

Dua kali dalam sehari, pagi dan sore, Sumarto dan puluhan warga Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, berjalan bolak-balik sepanjang dua kilo-meter ke kali.

Sumarto, seperti halnya beberapa warga lain, membuat kubangan di pinggiran kali Laban untuk mendapatkan air bersih. "Air sumur di rumah mesti diirit-irit karena sebentar lagi pasti akan kering," ujarnya. Praktis bila air sumur warga sudah kering kerontang, sungai lah yang menjadi andalan warga dalam memenuhi kebutuhan air bersih.

Sudah sejak bulan Juli lalu,

keke-ringan melanda Purbalingga dan bebera-pa daerah di Jawa Tengah. Musim kema-rau tahun ini membuat 56 desa di 13 kecamatan di Purbalingga mengalami kekeringan dan krisis air bersih.

Daerah-daerah yang kekurangan air rata-rata karena terletak di dataran tinggi dan tidak tersentuh jaringan PDAM.

Puluhan desa itu tersebar di Kecamatan Bukateja (satu desa), Kemangkon (empat desa), Pengadegan (lima desa), Karanganyar (delapan desa), Bobotsari (empat desa), Karangreja (tiga desa), Bojongsari (satu desa), Rembang (satu desa), Kejobong (sem-bilan desa), Karangmoncol (enam desa), Kaligondang (11 desa), Kutasari (satu desa), dan Kertanegara (dua desa).

Setiap tahun daerah-daerah tersebut selalu mengalami kekeringan dan biasa-nya puncakbiasa-nya terjadi di bulan Oktober . "Desa kami belum mendapatkan jatah air bersih dari pemerintah," keluh Sukarli (41), warga Desa Wanalaya, Kecamatan Karanganyar.

Wakil Bupati Purbalingga Drs Heru Sudjatmoko, M.Si kepada Percik me-ngatakan, Pemkab mengantisipasi bencana tahunan ini dengan memberi bantuan air bersih ke desa-desa. "Me-mang belum semua desa mendapatkan bantuan air bersih karena belum parah," ujarnya. zBowo Leksono

PURBALINGGA

KEKERINGAN

S

udah sebulan sejak akhir Juli, telaga (danau) Slumpit debit airnya mulai menyusut. Tidak lama lagi, telaga yang menjadi sumber kebutuhan air bersih warga Dusun Nglumpit, Desa Kenteng, Ke-camatan Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta itu akan kering sama sekali.

"Di rumah, kami tidak punya sumur. Andalannya ya telaga ini," ucap Surahmiati (42). Pagi-pagi buta, perempuan dua anak ini telah berada di telaga seluas setengah hektar. Mencuci, mandi, dan mengambil air. Aktifitas yang sama dilakukan kembali di sore hari.

Bila telaga telah benar-benar kering, Surahmiati dan warga dusun lainnya, membeli air tangki dengan cara memesan. Air itu ditampung di bak penampung-an di samping rumah. "Satu tpenampung-angki untuk ukurpenampung-an 5 ribu liter harganya Rp 120 ribu. Itu untuk kebutuhan dua

sampai tiga minggu," tuturnya.

Prasetyo (27) mewakili keluarga, setiap hari bolak-balik membawa dua tempat air dengan cara dipikul. Air dari telaga dipergunakan untuk memasak dan air minum. "Di rumah ada sumur, tapi sudah ke-ring," katanya.

Gunung Kidul, secara geografis diliputi perbuki-tan kapur berakibat sumber air sulit didapat di daerah ini. Sementara jaringan PDAM belum menjangkau wilayah rawan kekeringan.

Kemarau panjang yang terjadi tiap tahun mulai menyapa sebagian besar warga Gunung Kidul. Tahun ini, warga kembali disibukkan dengan kelangkaan air. Telaga Slumpit yang menjadi satu-satunya andalan war-ga kondisinya semakin memprihatinkan. Tak lama lagi tidak ada air setetes pun di telaga itu. zBowo Leksono

Telaga Slumpit Menyusut

(21)

P

endekatan Community-Led Total Sanitation (CLTS) telah mulai menunjukkan hasil di Indonesia sejak diperkenalkan pada Nopember 2004. Data terakhir me-nunjukkan CLTS telah dilaksanakan pada 20 provinsi, 58 kabu-paten, dan sebanyak paling tidak 150 desa telah mencapai tahap bebas buang air besar (BAB) sembarangan dalam waktu 1,5 tahun. Walaupun demikian masih dibutuhkan langkah per-cepatan agar jumlah desa yang bebas BAB sembarangan (open defecation free/ODF) mencapai jumlah yang signifikan. Masih puluhan ribu desa yang belum bebas BAB sembarangan.

Melihat dampaknya yang signifikan terhadap perubahan perilaku, percepatan CLTS di Indonesia kemudian menjadi suatu obsesi. Untuk mencapai obsesi tersebut dibutuhkan input baru dalam bentuk pembelajaran dari negara lain. India menja-di pilihan tepat. Mereka telah lebih dahulu mengadopsi pen-dekatan CLTS dengan melakukan beberapa penyesuaian sehing-ga namanya pun berubah menjadi Total Sanitation Campaign (TSC).

Kunjungan tim pemerhati sanitasi dari India, Pakistan dan Bangladesh ke Indonesia pada awal Agustus 2007 untuk melihat hasil penerapan CLTS membuka peluang pertukaran pengalam-an. WSP EAP kemudian memfasilitasi Pemerintah Indonesia untuk melakukan kunjungan balasan ke India pada 27-31 Agustus 2007. Daerah yang dikunjungi adalah District of Jalna, Maharastra. Delegasi Indonesia berasal dari berbagai instansi yaitu dr. Wan Alkadri, Zainal Nampira (Depkes), Oswar Mungkasa (Bappenas), Emah Sujimah (PU), dan dr. Budi Rahaju (Dinkes Propinsi Jawa Timur).

Tulisan berikut akan menjelaskan pembelajaran pemba-ngunan sanitasi di India yang diperoleh selama kunjungan ter-sebut.

Total Sanitation Campaign (TSC)

Pada dasarnya pendekatan TSC tidak berbeda mendasar dengan pendekatan CLTS, yaitu fokus pada meniadakan kebi-asaan buang air besar sembarangan dan bukan membangun jamban, mendorong peningkatan kebutuhan layanan sanitasi pada tingkat komunitas dan bukan pada tingkat individu, men-dorong kesadaran dari dalam diri sendiri dan bukan penyadaran melalui penyediaan subsidi. Perbedaannya adalah TSC mem-bolehkan penyediaan pilihan teknologi jamban, penyediaan

insentif bagi komunitas yang telah bebas BAB sembarangan, dan kemungkinan penyediaan kredit mikro.

Pencapaian TSC di Maharastra

Pencapaian pembangunan sanitasi di Maharastra dalam dua dekade terakhir sangat rendah. Pembangunan sanitasi pada periode 1997-2000 menggunakan pendekatan masif berupa

„

C E R M I N

„

Belajar Sanitasi

dari India

Gambar

TABEL 1.  PRAKTEK SANITASI INDIVIDU MEMPENGARUHI KESELURUHAN KOMUNITAS

Referensi

Dokumen terkait

Kepala TK yang melakukan semua perencanaan ini harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta memiliki kesepakatan dan kerjasama dengan yayasan, agar bisa

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

In case of the problematic students, negative emotions often affect students’ thoughts. Negative emotions can stimulate students’ cognitive ability. For example, when a

[r]

Kanak­kanak  lebih  mudah  mempelajari  bahasa  asing  berbanding  mereka  yang

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 2 telah dilaksanakan praktikan di SMK Masehi PSAK Ambarawa yang terletak di Jalan Pemuda No. Banyak kegiatan yang telah dilakukan

Dalam penelitian Diponegoro (2009), mengenai pengaruh dukungan suami terhadap lamanya proses persalinan kala II didapatkan hasil bahwa ibu yang mendapat dukungan