• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Provinsi Di Sumatera Utara"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini Indonesia ditenggarai sebagai salah satu negara yang mengalami laju kerusakan hutan tercepat di dunia. Kerusakan itu disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kebakaran hutan dan lahan yang yang terjadi setiap tahun. Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia telah menarik perhatian masyarakat internasional karena dampak terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Kebakaran hutan dan lahan berdampak negatif terhadap pembangunan daerah dan nasional, juga berpengaruh langsung terhadap kondisi kesehatan lingkungan dan masyarakat, hilangnya kanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah, dan mata pencaharian. Dampak negatif juga dapat menggangu sektor transportasi dan industri.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 1981/1982 yang hebat terjadi di Kalimantan Timur yang mencapai luas 3,6 juta Ha (Suratmo et al., 2003). Dalam kurun waktu tahun 1985-1990, menurut PHPA-JICA (1998) dalam

(2)

1997/1998 kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diperkirakan mencapai luas 2 - 5 juta Ha.

Data statistik kehutanan yang bersumber dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan tahun 2011, menyebutkan berdasarkan data hotspot yang terjadi diperoleh informasi bahwa provinsi yang paling rawan kebakaran di Indonesia

mulai tahun 2000 sampai 2010 disajikan sebagai berikut :

Tabel 1.1. Jumlah titik panas (hotspot) di Indonesia dan provinsi paling rawan kebakaran hutan dan lahan periode 2000-2010 (Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan,2011)

Daerah Jumlah Titik Panas (Hotspot) – Tahun Rerata

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indonesia 11.586 21.137 69.765 44.262 69.693 40.197 146.264 37.909 30.463 39.463 9.880 51.089

Kalteng 1.179 5.487 20.504 9.562 16.659 3.147 40.897 4.806 1.24 4.46 831 10.812

Kalbar 2.586 4.383 7.061 8.646 10.311 3.022 32.222 7.561 5.528 10.144 1.785 9.146

Riau 3.903 2.155 18.786 6.022 8.077 22.63 11.526 4.169 3.943 7.756 1.707 8.897

Sumsel 835 659 9.539 4.257 9.632 1.182 21.734 5.182 3.055 3.891 1.481 5.997

Kaltim 232 1.865 3.62 1.156 4.111 714 6.603 2.082 2.231 2.307 974 2.492

(3)

Dari data Tabel 1.1, Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam 10 besar peringkat wilayah yang paling rawan kebakaran. Meskipun dari jumlah titik panas paling banyak ditemukan di pulau Kalimantan, namun dari segi luasan lahan yang terbakar tertinggi terdapat di pulau Sumatera. Luas kebakaran hutan dan lahan periode tahun 2000 sampai 2010, Provinsi Sumatera Utara menempati urutan pertama dengan luas rata-rata 3.987,47 Ha disusul Provinsi Riau rata-rata seluas 2.462,18 Ha, kemudian Provinsi Jambi seluas 1.583,29 Ha.

Sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010, pihak Kementerian Kehutanan menargetkan penurunan luas kebakaran hutan mencapai 10 persen setiap tahun. Dalam Rencana Strategis Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan 2010-2014, target penurunan hotspot hingga 20% pertahun dari rerata tahun

2004-2009 dan penurunan luasan kebakaran hutan sebanyak 50% dari rerata periode yang

sama menjadi indikator kinerja keberhasilan pengendalian kebakaran hutan di

Indonesia.

Target penurunan luas kebakaran hutan sebesar 10 persen per tahun pada 2010 menurun menjadi 6.113,77 Ha disusul penurunan pada 2011 menjadi 5.434,46 Ha. Selanjutnya tahun 2012 ditargetkan penurunan menjadi 4.755,16 Ha kemudian tahun 2013 menjadi 4.075,85 Ha dan hingga akhir tahun 2014 penurunan luas kebakaran hutan menjadi 3.396,54 Ha.

Diperlukan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan untuk menghidari berbagai dampak negatif yang telah diketahui menimbulkan kerugian yang sangat besar baik dalam bidang sosial, ekonomi dan Kalsel 116 1.353 3.276 2.891 2.574 758 6.469 928 199 1.27 111 1.883

Sumut 1.498 931 1883 1.138 2.236 3.83 3.581 936 871 1.172 530 1.808

(4)

ekologi melalui pendekatan berbagai faktor penyebab dan pendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Tindakan pencegahan merupakan komponen terpenting dari seluruh sistem penanggulangan bencana termasuk kebakaran. Pencegahan kebakaran diarahkan untuk meminimalkan atau menghilangkan sumber api di lapangan. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan yaitu pembuatan peta rawan kebakaran (Purbowaseso,2004).

1.2 Perumusan Masalah

Usaha pencegahan kebakaran hutan merupakan langkah pertama dalam pengurangan kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Salah satu usaha untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan diantaranya adalah melalui sistem peringatan dini. Sistem peringatan dini yang dapat digunakan salah satunya adalah peta tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan. Pengetahuan tentang tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan suatu wilayah sangat penting bagi keberhasilan kegiatan pencegahan kebakaran hutan.

(5)

Kebakaran hutan dan lahan akan terjadi jika 3 kondisi sebagai syarat terjadinya kebakaran tersedia yaitu bahan bakar (biomass), dryness (kekeringan) dan faktor pemicunya. Bahan bakar berasal dari vegetasi yang menutupi permukaan lahan atau terkait dengan tipe tutupan lahan dan tipe tanahnya seperti tanah gambut, sementara itu kekeringan dipengaruhi oleh keadaan cuaca yakni curah hujan dan suhu. Baik bahan bakar maupun kondisi kekeringan merupakan faktro alami/biofisik. Selain faktor alami kejadian kebakaran juga disebabkan oleh faktor pemicu dari aktifitas manusia seperti prilaku membuang puntung rokok, alokasi tata guna lahan, pembuatan jaringan infrastruktur, adanya permukiman, dan kegiatan pembukaan hutan dan lahan. Oleh karenanya pemahaman perilaku kebakaran sangat diperlukan dalam rangka menyusun rencana dan usaha pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kebakaran hutan di Indonesia diduga lebih banyak disebabkan oleh aktifitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh kejadian alam. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk menjawab permasalahan antara lain:

1) Faktor-faktor apa saja yang menjadi faktor utama yang memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan ?

2) Bagaimana model spasial kerawanan kebakaran hutan dan lahan dan bentuk penyebaran tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah:

(6)

2. Mendapatkan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan

3. Mengidentifikasi tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan dan memetakannya

4. Memperoleh jenis penggunaan lahan dan tipe penutupan lahan yang tinggi tingkat kerawanan kebakarannya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh melalui identifikasi dan penemuan faktor-faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah penelitian antara lain :

1) Bahan masukan dalam upaya penyusunan manajemen pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Utara

2) Menambah informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan

1.5. Kerangka Konsep Penelitian

(7)

faktor manusia. Faktor biofisik yang dapat mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan antara lain tipe tutupan lahan, tipe sistem lahan, dan tipe tanah; sedangkan faktor manusia yang mempengaruhi adalah aktifitas masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya jaringan jalan, pusat pemukiman dan lahan-lahan budidaya.

Identifikasi dan analisis dilakukan terhadap faktor-faktor tersebut, sehingga dapat ditemukan faktor-faktor mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Faktor-faktor ini akan digunakan untuk menyusun model penduga tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan yang dapat digunakan dalam sistem peringatan dini.

(8)

Faktor

Gambar

Tabel 1.1. Jumlah titik panas (hotspot) di Indonesia dan provinsi paling rawan kebakaran hutan dan lahan periode 2000-2010 (Sumber: Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan,2011)
Gambar 1.1 Kerangka konsep penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan konversi lahan hutan tinggi mempunyai luasan 662,13 Ha atau 11,42 % yang menyebar pada semua kecamatan di DAS Deli,

5 Faktor manusia Kebakaran Hutan Data Spasial Cara pencegahan/ peringatan dinin Kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan Prediksi kebakaran/ pemodelan Faktor paling

Pada daerah tersebut, faktor yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yaitu tutupan lahan, curah hujan, suhu udara dan kecepatan angin sehingga menyebabkan luas

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara kepadatan hotspot dan faktor pemicu kebakaran hutan serta mendapatkan model spasial sebaran tingkat kerawanan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara kepadatan hotspot dan faktor pemicu kebakaran hutan serta mendapatkan model spasial sebaran tingkat kerawanan

Klasifikasi Tingkat Rawan Kebakaran Hutan Berdasarkan Bahan Bakar Hasil penelitian Saharjo dan Watanabe (1997), menunjukkan bahwa pakis dan alang-alang merupakan bahan bakaran

1) Skenario bencana kebakaran lahan dan hutan disebabkan terjadinya penyebaran dari titik panas (hot spot) yang mulai muncul dari Juni di provinsi Sumatera

Kegiatan Patroli Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan target sasaran 731 desa di Indonesia di enam provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan yaitu di provinsi