• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KONSEP DIRI MAHASISWA YANG MEROKOK DAN MAHASISWA YANG TIDAK MEROKOK DI LINGKUNGAN KAMPUS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN KONSEP DIRI MAHASISWA YANG MEROKOK DAN MAHASISWA YANG TIDAK MEROKOK DI LINGKUNGAN KAMPUS SKRIPSI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI LINGKUNGAN KAMPUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Charles Meyer Sihombing

NIM : 989114087

NIRM : 980051121705120087

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Berdukacit alah dalam Pengharapan

Sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa

(Roma 12:12)

Hidup adalah suatu

Tantangan yang harus dihadapi Kegembiraan yang harus digali Cinta yang harus disertakan Tugas yang harus dilaksanakan Resiko yang harus diambil

Anugrah yang harus dipergunakan Impian yang harus diwujudkan Janji yang harus ditepati

Kesempatan yang harus dipakai Kesulitan yang harus dikalahkan Rachmat yang harus dipelihara

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Karunianya dengan cinta kasih

Yang berlimpah

(5)

v

K epada keluarga besar Sihombing di Jakarta,

Alm. Bapak

Jeffri Bonar Sihombing

kharisma dan kepemimpinan dalam keluarga menjadi panutan

dalam diriku

M ama tercinta

L edyana Sitompul

,

K asih sayang yang diberikan tidak pernah habis

K akak – kakak tersayang,

Sendo sekeluarga kak M elda dan si

kecil Joshua, Kak Butet, Edward, Patardo

K it a akan berkumpul lagi…

Adek tersayang

Tiwi Kumoro I smartono

, cinta dan kasih

(6)

vi

Saya meyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, Februari 2007 Penulis

(7)

vii

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan konsep diri yang dimiliki oleh mahasiswa perokok dengan konsep diri yang dimiliki oleh mahasiswa yang tidak merokok. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Subyek penelitian sebanyak 50 pada kelompok mahasiswa perokok, dan 50 pada kelompok mahasiswa yang tidak merokok. Kedua kelompok tersebut adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang berusia 18-21 tahun, berjenis kelamin laki- laki.

Alat ukur penelitian ini adalah skala konsep diri, yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek – aspek yang terdapat dalam konsep diri yaitu aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral. Skala konsep diri diberikan telah diuji validitas dan reabilitasnya, dan ditemukan analisis reliabilitas dari Cronbach dan reliabilitas pada kelompok perokok sebesar 0,8916 dan pada kelompok mahasiswa tidak merokok 0,9082, denga n daya diskriminasi keseluhruhan kelompok tersebut berkisar antara -0,3390 sampai dengan 0,6192.

(8)

viii

This research aim to see there is not it difference of self- concept owned by smoker student with the self-concept owned by student which do not smoke. This research type is descriptive research. Subject research as much 50 at group of smoker student, and 50 at student group which do not smoke. Both the group is university student of Sanata Dharma which have age to 18-21 year have, gender to men.

Measuring instrument of Research is scale of self concept, by using data analysis that is Uji-t, where its result is 1,019 with the level signifikansi 5%.

(9)

ix

atas terselesainya skripsi ini. Begitu panjang perjalanan dalam menempuh perkuliahan yang penulis lalui. Jatuh bangun dan suka duka yang mewarnai perjalanan skripsi ini banyak memberi pelajaran penting bagi penulis. Banyak waktu, tenaga dan biaya yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini. Di atas semuanya, doa dan dukungan dari banyak pihak yang membuat penulis untuk terus bertahan. Oleh karena itu dengan penuh kerendahaan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya terutama kepada: 1. Juru Selamat Yesus Kristus, yang penyertaannya selalu di dalam kehidupanku,

di kesepianku dan mujizat – mujizat yang selalu Dia berikan, karena aku yakin dan percaya padaNya

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk mempercepat terselesaikannya tugas ini.

(10)

x

Tiwi Kumoro Ismartono selalu mendampingi, adik – adik tersayang, Daru dan Estu, dukungannya selalu.

5. Teman – teman seperjuangan angkatan ’98 yang bareng nyelesaikan skripsi, Dharmono, Anton, Nova, Dwiyana, Anggun, Dewi, Danang, maju terus, jalan kita belum selesai, ini baru awal.

6. Teman – teman satu kos dan tetangga komunitas Pangeran Pugeran; Bapak dan Ibu kos, Jhon, Anser, Anton, Ian, Val- liant, Bayu, Primus, Irman, Om Jack, Bento, Ipink, Adi, Andika, Medi, Sigit gundoel, Jaka, Reno, Sulis, Henri (Bos Kecil), Beni, Donan, Gusman, Rio, Rio salah 3, Jenggot, Tus, Adit, Ibu Tuwuh sekeluarga, Pak Raharjdo sekeluarga, Anak – anak kontrakan 3 generasi, burjo se- DIY dan yang tidak tersebutkan, terima kasih atas persahabatan yang diberikan, yang selalu menemani aku di Yogya ini, kita selalu berjuang terus tidak ada kata menyerah bersama – sama dari awal lagi, tentuin waktu reuni.

7. Anak – anak Musik, My Band “Arrchery”, Yusuf (my lead guitar), Anton gemboel (My Bassist), Vanya (My Lovely Vocalst) harus jadi artis.

(11)

xi

Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna dan besar harapan penulis untuk memperoleh saran dan masukan dari segenap pembaca. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang tertuang dalam skripsi ini memberi manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis

(12)

xii

Hal Judul ...i

Hal Persetujuan ...ii

Hal Pengesahan ...iii

Hal Moto ...iv

Hal Persembahan ...v

Pernyataan Keaslian Karya ...vi

Abstrak ...vii

Abstract ...viii

Kata Pengantar ...ix

Daftar Isi ...xii

Daftar Tabel ...xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian ...6

1. Teoritis ...6

2. Praktis ...6

BAB II LANDASAN TEORI...7

(13)

xiii

3. Aspek konsep diri ...10

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ...11

B. Mahasiswa ...15

C. Perilaku Merokok ...16

1. Definisi perilaku merokok ...16

2. Faktor-faktor penyebab perilaku merokok ...17

3. Perilaku merokok mahasiswa ...20

4. Dinamika antar variabel perbedaan konsep diri antara mahasiswa perokok dan mahasiswa tidak merokok ...22

D. Hipotesis ...24

BAB III METODE PENELITIAN ...25

A. Identifikasi Variabel Penelitian ...25

B. Definisi Operasional ...25

C. Subyek Penelitian ...26

D. Metode Pengumpulan Data ...26

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ...30

1. Uji validitas ...30

2. Reliabilitas ...30

F. Analisis Data ...30

(14)

xiv

1. Subyek penelitian ...31

2. Persiapan alat ukur ...31

B. Pelaksanaan Penelitian ...34

C. Hasil Penelitian ...34

1. Deskripsi data penelitian ...34

2. Analisis data ...37

a. Uji asumsi ...37

1. Uji Normalitas ...37

2. Uji Homogenitas ...37

b. Uji hipotesis ...39

D. Pembahasan ...39

BAB V PENUTUP ...44

A. Kesimpulan ...44

B. Saran ...44

(15)

xv

Tabel 1 : Blue Print Skala Konsep Diri ...29

Tabel 2 : Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri menurut aspek dan sifat Favorabel / Unfavorabel ...29

Tabel 3 : Skala Konsep Diri sesudah Uji Coba ...33

Tabel 4 : Kategori Konsep Diri mahasiswa perokok ...36

Tabel 5 : Kategorisasi Konsep diri Mahasiswa tidak Merokok ...36

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merokok merupakan suatu perilaku seseorang pribadi yang sudah sering kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari – hari, dan merupakan suatu perilaku yang sangat umum kita dapat temukan di setiap aktivitas seseorang. Berbagai jenis rokok telah beredar tanpa memperhatikan baik dan buruknya efek dari rokok tersebut terhadap kesehatan manusia yang mengkonsuminya. Selain jenisnya yang bermacam – macam, kadar nikotinnya pun berbeda – beda, dari kadar nikotinnya yang rendah hingga yang kadar nikotinnya tinggi, dari yang menggunakan filter sebagai penyaring, hingga yang tanpa filter, dari produk dalam negeri hingga produk luar negeri beredar secara bebas di Indonesia.

Pengkonsumsi rokok saat ini sudah mencapai ribuan orang di seluruh dunia, baik di kalangan anak muda, orang tua, lelaki, ataupun perempuan. Suatu studi di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa 41% pria dan 39% wanita yang berumur diatas 12 tahun adalah perokok regular (Majalah Medika, 1999). Pada umumnya, mereka mengetahui bahwa merokok dapat merusak kesehatan dan dapat menyebabkan penyakit berbahaya. Namun, mereka tidak peduli dan menganggap merokok adalah urusan pribadi (Husenful, 1971).

(17)

merokok berarti ia pemberani). Berdasarkan penelitian di tiga universitas di kota besar Amerika Serikat, 90% responden mengatakan bahwa rokok dapat meningkatkan stamina, 85% merasa sehat, 67% mengurangi berat badan, 60% meningkatkan penampilan kerja, dan 45% untuk rekreasi (Christen & Cooper, 1979).

Kita ketahui secara umum bahwa perilaku merokok sangat tidak baik akibatnya, seperti yang sering kita lihat pada peringatan – peringatan yang tercantum pada tiap – tiap bungkus rokok, antara lain dapat menyebabkan kanker, penyakit paru-paru (pernafasan) dan impotensi. Menurut Fuhrmann, 1990 beberapa penyakit berat yang sering ditimbulkan dari perilaku merokok antara lain penyakit jantung, kanker paru-paru, asma, dan penyakit pernafasan lainnya yang menyebabkan semakin berkurangnya umur seseorang. Selain itu rokok juga dapat mengakibatkan seseorang kehilangan pendengaran dan juga kebutaan (Majalah Rumah Tangga & Kesehatan, 1999).

(18)

dari orang tua yang menuntut untuk cepat lulus. Ada juga yang mengatakan bahwa rokok dapat meningkatkan percaya diri, dapat membuat dia berpikiran lebih kreatif, dapat juga membuat dirinya berani dalam melakukan sesuatu. Ada juga yang mengatakan bahwa ia merokok untuk menambah daya tarik pada dirinya untuk memikat lawan jenisnya, pendapat mereka, jika kita merokok di depan umum atau di keramaian kampus akan menambah daya tariknya pada wanita, yang dimaksud adalah wanita akan mempersepsinya laki- laki jantan (macho) yang dewasa dan mapan. Hal ini dapat dikatakan merokok juga merupakan fasion untuk laki- laki dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mc Kennel & Brynner (dalam Grinder, 1978), menemukan bahwa perilaku merokok dilakukan adalah untuk mencari “status” di mata teman – temannya. Dengan merokok dapat terlihat “jantan” dan “seksi”. “Jantan” berarti hebat olah raga, hebat dalam berkelahi, kuat dan memiliki banyak teman, sedangkan “seksi” berarti mampu menarik lawan jenis.

Menurut Hurlock (dalam Mappiare, 1982) usia 18 tahun masuk dalam rentang usia remaja, yaitu kriteria usia 13 – 21 tahun. Dalam hal ini mahasiswa termasuk dalam golongan usia remaja. Di dalam masa remaja terjadinya masa peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa. Dalam masa peralihan ini, remaja mengalami perubahan – perubahan, antara perubahan jasmani, kepribadian, intelek dan peranan di dalam maupun di luar lingkungan yang mempengaruhi juga tingkah laku remaja (Gunarsa & Gunarsa, 1984).

(19)

Di dalam pembentukan identitasnya, banyak tuntutan yang harus dipersiapkan oleh individu untuk menghadapi masa dewasa, tuntutan tersebut bisa dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya seperti dari lingkungan teman-teman sebayanya, dan orang – orang lain di sekitarnya.(Gunarsa & Gunarsa, 1984)

Dengan adanya banyak perubahan pada diri individu, sangat membutuhkan peranan dari orang tua, orang – orang dewasa di sekitarnya, dan teman – teman sebayanya. Hal ini sangat berpengaruh dalam pemahaman remaja yang sedang berada dalam proses mencari identitasnya. Adanya pengertian dan penerimaan orang tua, dan sosialnya akan sangat membantu individu menerima perubahaan – perubahaan di dalam dirinya, sehingga akan membantu mereka untuk semakin mengenal dan memahami dirinya sendiri. Penglihatan tentang diri kita bisa sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan diri kita yang sebenarnya, sering kali kita berusaha menyembunyikan atau menutupi segi – segi tertentu diri kita di mata orang lain atau masyarakat di lingkungan kita untuk menciptakan keadaan yang lebih baik (Centi, 1993).

(20)

seseorang dapat memiliki pandangan yang baik atau positif tentang dirinya tentu akan menumbuhkan perasaan puas terhadap keadaan diri yang kemudian akan memunculkan adanya sikap positif terhadap diri sendiri. Dengan tidak merokok, individu tidak terpengaruh sesuatu yang negatif dari lingkungan sosialnya, seperti ajakan untuk merokok, ia mengerti dampak dari merokok, dan dia menerima dirinya apa adanya dengan mengembangkan konsep dirinya secara positif dan sehat.

Pada saat sekarang ini perilaku merokok adalah suatu cara yang digunakan dalam berinteraksi dengan teman – teman di lingkungan sosialnya. Suatu cara agar dia dapat diterima dalam kelompok – kelompok tertentu. Pendapat Levitt dan Edward dalam Grinder (1978) yaitu individu memperlihatkan rasa setia kawannya dengan merokok pada saat pesta di kelompok kecil.

(21)

yang diterimanya, contohnya merusak kesehatan tubuh jika melakukannya dan di kucilkan dari kelompok teman – temannya, sehingga menciptakan konsep diri yang rendah (negatif). Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan konsep dirinya dengan lebih baik di dalam kehidupan bermasyarakat .

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat konsep diri antara mahasiswa perokok dengan mahasiswa yang tidak merokok.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan konsep diri antara perokok dan tidak merokok.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Untuk me nambah kajian teoritis dalam dunia pasikologi tentang ada atau tidaknya perbedaan konsep diri mahasiswa yang merokok dan yang ntidak merokok.

2. Praktis :

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Diri 1. Definisi konsep diri

Konsep diri seseorang terbentuk dari dalam hubungan keluarga (Glassner, 1961). Dalam perjalanan waktu seseorang tersebut semakin banyak berhubungan dengan teman – teman sebayanya, baik di lingkungan tetangga, di lingkungan pra-sekolah atau di pusat perawatan anak. Sikap dan cara teman – teman memperlakukannya membawa pengaruh dalam konsep diri, pengaruh mana dapat mendorong atau melawan dan bertentangan dengan pengaruh – pengaruh dari keluarga (Gecas, Calonico and Thomas, 1974).

Hurlock (1992), menyatakan bahwa konsep diri merupakan pengertian, harapan dan penilaian seseorang mengenai bagaimana diri yang dicita – citakan dan dirinya dalam realita yang sesungguhnya secara fisik maupun psikologis. Pengertian atau pengetahuan tentang diri individu sendiri seperti usia, jenis kela min, suku atau pekerjaan.

(23)

Rais (dalam Gunarsa, 1986) memberi pengertian bahwa konsep diri dengan kepribadian terbentuk berdasarkan pengelihatan orang lain terhadap seseorang. Pendapat Rahmat (1985) yang menyebutkan bahwa konsep diri memiliki pengaruh dalam hubungan interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Keberhasilan seseorang di dalam hidup baik relasinya dengan orang lain maupun kematangan pribadinya dipengaruhi oleh kualitas konsep dirinya.

Dari paparan di atas dapat dirumuskan bahwa konsep diri individu terbentuk dari lingkungan sekitar individu tersebut dari interaksi dengan orang yang ada di sekitar individu, atau dapat dikatakan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dari interaksi dengan sekitarnya dijadikan cermin bagi individu tersebut untuk menilai dan memandang dirinya sendiri, sehingga individu mendapat pengetahuan tentang diri, harapan dan evaluasi tentang dirinya, maka pada akhirnya membentuk kepribadian dari individu tersebut. Jika konsep diri individu sesuai dengan kenyataan atau realita yang ada, individu akan berhasil membentuk kepribadiannya yang baik, akan tetapi sebaliknya jika individu tersebut tidak berhasil atau terdapat kesenjangan antara konsep diri dengan kenyataan (realita), maka akan merusak hubungan atau relasi individu dengan lingkungannya dan membentuk kepribadian yang tidak sehat dari individu itu sendiri.

2. Penggolongan konsep diri

(24)

Setiap jenis konsep diri mempunyai tanda – tanda yang khas. Brooks & Emmert (dalam Rakhmat, 1985) memberi tanda – tanda pada kepribadian dan perilaku seseorang yang mempunyai konsep diri positif dan negatif.

Sedang Sinurat (1984) menjelaskan jenis – jenis konsep diri sebagai berikut: a. Konsep diri tinggi (positif)

Merupakan keyakinan atau pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang baik dan menyenangkan. Oleh karena itu, konsep diri tinggi selalu dianggap sinonim dengan gambaran diri yang menyenangkan, konsep diri yang baik atau harga diri yang tinggi (Bruno, dalam Sinurat, 1984)

b. Konsep diri rendah (negatif)

Merupakan gambaran yang tidak menyenangkan, harga diri yang rendah (Derlaga & Fitts dalam Sinurat, 1984).

Alder dan kawan – kawan (dalam Trefina, 1990) menyebutkan beberapa elemen konsep diri yang positif sebagai berikut:

a. Rasa aman, yaitu bentuk kepercayaan yang kuat akan suatu kebenaran perbuatan dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang, kepercayaan ini berhubungan dengan kepercayaan yang relatif kebal terhadap penilaian orang lain.

(25)

c. Harga diri tinggi, orang yang harga dirinya tinggi biasanya mempunyai popularitas, tidak nervous, tidak inferior dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat.

Selanjutnya Alder dan kawan – kawan (dalam Trefina, 1990) juga menyebutkan beberapa elemen konsep diri yang negatif, yang pada dasarnya merupakan kebalikan dari elemen konsep diri yang positif, yaitu:

a. Adanya perasaan tidak aman karena tidak adanya rasa percaya diri, sehingga selalu mengkhawatirkan penilaian orang lain terhadap dirinya.

b. Kurangnya penerimaan diri, seseorang yang tidak dapat menerima segala sesuatu yang ada pada dirinya, pada umumnya bersikap kaku dan tertutup c. Rendahnya harga diri, orang yang harga dirinya rendah biasanya tidak

popular, nervous, inferior, dan tidak percaya diri.

3. Aspek konsep diri

Sedangkan Berzonsky (1981) membagi konsep diri ke dalam 4 aspek, yaitu:

a. Aspek fisik: Diri secara fisik, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, seperti tubuh, pakaian atau benda – benda miliknya yang lain. Misalnya: saya senang dengan bentuk tubuh saya.

(26)

c. Aspek sosial: Diri secara sosial, yaitu bagaimana peran sosial yang dimainkan individu dan penilaian individu terhadap peranan tersebut. Misalnya: saya sering membantu teman – teman dalam mengerjakan tugas.

d. Aspek moral: Diri secara moral, yaitu nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang. Misalnya menegakan kebenaran dan keadilan adalah kewajiban setiap orang.

Aspek ini merupakan kategori yang digunakan peneliti dalam pembuatan pertanyaan – pertanyaan dalam angket.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri

Dalam perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh empat faktor menurut M.Argyle (dalam Hardy & Heyes, 1988), yaitu:

a. Reaksi orang lain

(27)

b. Perbandingan dengan orang lain

Konsep diri kita sangat tergantung kepada cara bagaimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita biasanya lebih suka membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain yang hampir serupa dengan kita. Bagian – bagian dari konsep diri dapat berubah cukup cepat di dalam suasana sosial.

c. Peran seseorang

Harapan – harapan dan pengalaman – pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. d. Identifikasi terhadap orang lain

Anak – anak mencoba menjadi pengikut orang dewasa dengan cara: mencari beberapa nilai, keyakinan, dan perbua tan. Proses identifikasi ini menyebabkan memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi tapi tidak bertahan lama.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri yang dimiliki seseorang. Pengaruh – pengaruh itu dapat berasal dari dalam diri orang yang bersangkutan (internal) dan juga dapat berasal dari luar diri orang yang bersangkutan (eksternal) (Murdoko, 1994).

Pudjijogyanti (1985) menyatakan bahwa ada empat hal yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang yaitu:

(28)

b. Jenis kelamin: Penetapan apakah individu digolongkan sebagai laki – laki atau perempuan dilakukan melalui penentuan jenis kelamin berdasarkan fakta – fakta biologisnya. Perbedaan peran kedua jenis kelamin tersebut, menimbulkan adanya perbedaan dalam memberi perlakuan.

c. Perilaku orang tua: Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam membentuk konsep diri anak karena lingkungan keluarga pertama kali menanggapi perilaku individu. Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik anak seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal serta kebutuhan psikologis, seperti kasih sayang, rasa aman, penerimaan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Pengalaman anak dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain.

d. Faktor sosial konsep diri dapat dipengaruhi oleh adanya interaksi individu dengan orang lain di sekitarnya. Konsep diri yang dipengaruhi oleh persepsi orang lain terhadap individu maka dapat dikatakan, individu yang berstatus sosial tinggi akan memiliki konsep diri yang positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah. Konsep diri juga dipengaruhi oleh ras. Ada asumsi bahwa konsep diri negatif akan dialami oleh kelompok minoritas. Hal ini disebabkan oleh adanya prasangka sosial dalam masyarakat, yang menganggap kelompok minoritas sebagai kelompok individu dengan kemampuan rendah. (Rosenberg dalam Pudjijogyanti, 1985)

(29)

konsep diri terbentuk melalui pengalaman dengan lingkungan, interaksi dengan orang – orang yang mempunyai arti, dan atribusi perilaku seseorang. Organisasi konsep diri dipandang dalam berbagai hal dan bertingkat – tingkat. Persepsi bermula dari gambaran mengenai diri seseorang dalam beberapa hal (misalnya konsep diri dalam bidang akademik), ke hal yang lebih luas lagi (misalnya konsep diri dalam bidang akademik dan non akademik), pada akhirnya menuju ke konsep diri yang umum. Persepsi ini dibentuk secara luas melalui kerangka gambaran dari pengalaman dan secara luas melalui kerangka gambaran dari pengalaman dan secara khusus melalui orang – orang yang mempunyai arti penting dalam kehidupan seseorang. Konsep diri yang dimiliki seseorang dipakai sebagai bukti atau dasar dalam melakukan tindakan (Grinder dalam Murdoko, 1994).

(30)

sendiri maupun sosialnya itu negatif maka akan dapat membentuk perkembangan konsep diri ke arah negatif terhadap diri sendiri.

B. Mahasiswa

Mahasiswa dilihat dari aspek jalur pendidikan formal merupakan fase terakhir bagi individu dalam mengikuti aktivitas dan proses pembelajaran. Mahasiswa adalah lulusan SMU atau SMK yang kuliah di kampus perguruan tinggi (Budi 2004). Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989), mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, mahasiswa adalah siswa yang maha. Secara sosiologis pun mahasiswa merupakan kelas lanjutan dari kelompok masyarakat tersekolahkan dari alumni SMU, SMK, atau MA. Sebaga i kelas atau kelompok yang terhormat ini, di samping sarat dengan prestise dan kebanggaan, mahasiswa juga (disadari atau tidak) penuh dengan beban moral dan tanggung jawab sosial (Bachtiar, 2002).

(31)

Sedangkan oleh menteri P dan K, dalam Mohammad Ali, Minan Sukarnan dan Cece Rakhmat, 1984 (Puspitasari, 2001) mahasiswa adalah kelompok manusia penganalisa yang mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan penalaran individual. Mahasiswa sebagai kaum intelektual berbeda dengan pelajar. Mahasiswa dituntut untuk memperluas wawasannya secara mandiri, tidak tergantung pada bahan yang diberikan di kelas. Mahasiswa juga dituntut untuk mampu menganalisa dan menilai secara kritis ilmu yang didapatkannya, tidak hanya menerima pengetahuan begitu saja.

C. Perilaku Merokok

1. Definisi perilaku merokok

Swartz (dalam Gunawan, 1992) mengatakan bahwa perilaku merupakan kesatuan peristiwa yang kompleks, dalam kesatuan peristiwa itu terdapat tiga variabel yang berpengaruh yaitu:

a. Variabel organisme atau si pelaku

b. Variabel stimulus obyek dari tindakan pelaku

c. Variabel situasi kondisi (setting) sekeliling tempat aksi berlangsung

Dalam Kamus Psikologi (Chaplin, 1975) disebutkan bahwa perilaku mempunyai beberapa arti, yaitu:

a. Beberapa respon yang dilakukan oleh organisme

b. Sebagai salah satu respon spesifik dari seluruh pola respon c. Suatu kegiatan atau aktifitas

(32)

untuk melakukan tingkah laku itu. Cara seseorang berperilaku pada suatu obyek berhubungan erat pula dengan kepercayaan, perasaan dan intensitasnya terhadap obyek tersebut (Fieshbein & Azen, 1975).

Sitepoe (1997) membedakan tingkatan merokok menjadi beberapa tingkatan yaitu perokok ringan (1-10 batang / hari), perokok sedang (11-20 batang / hari), perokok berat (> 20 batang / hari). Hal ini banyak terjadi pada remaja pria usia 19 tahun.

Merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan manusia, yang pada hakekatnya berwujud suatu proses pembakaran massal yang menimbulkan polusi udara yang padat dan terkonsentrasi, yang langsung dan secara sadar dihirup dan diserap oleh tubuh manusia dan dapat menyebabkan cedera bagi tubuh manusia itu sendiri (Surjorahardjo, 1985).

Dari berbagai macam pengertian diatas maka perilaku merokok dapat disimpulkan sebagai reaksi seseorang dengan cara mengisap atau menghirup asap rokok dengan frekwensi tingkatan tertentu dalam mengkonsumsinya (perokok berat atau perokok ringan), sehingga dapat diukur dan diamati tinggi atau rendahnya konsep diri yang dimiliki seorang perokok.

2. Faktor – faktor penyebab perilaku merokok

Alasan mengapa anak – anak mulai merokok telah dicari melalui survei yang meliputi 1.307 anak – anak sekolah di Hertfordshire Inggris, beberapa tahun yang lalu (dalam Surjorahardjo,1985). Survei itu mengungkapkan anak – anak mulai merokok:

(33)

b. Karena meniru orang dewasa (221 orang) c. Karena ingin pamer (215 orang)

d. Biar kelihatan dewasa (198)

e. Karena kawan – kawan juga melakukan (124) f. Meniru orang tua (104 orang)

Anak laki – laki dan perempuan ingin seperti “orang dewasa”. Mereka ingin seperti “mami” dan “papi”. Mereka ingin merasa “besar” dan “penting”. Itulah alasan – alasan pokok mengapa anak – anak mulai merokok, semuanya berkisar atas sifat suka dipuji – puji, suatu hasrat untuk meninggikan dan membesarkan diri sendiri, membuat diri sendiri lebih penting.

Castro (1987) mengemukakan bahwa lingkungan sosial merupakan pengaruh utama (eksternal mediator) terhadap munculnya perilaku merokok yaitu mencakup peran model orang tua, teman sebaya (peer) dan iklan rokok baik di media massa atau elektronik. Remaja dari keluarga dengan orang tua dan saudara merokok cenderung untuk menerima kebiasaan tersebut.

(34)

dihentikan. 40% dari perokok – perokok adalah perokok berat (Heavy smokers), mereka seolah – olah dipaksa untuk terus merokok.

Bringham (1991) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi remaja merokok, yaitu:

a. Sikap dan kepercaya an terhadap rokok;

b. Pengaruh proses sosial, seperti pengaruh kebiasaan orang tua atau kelompok;

c. Proses konsep diri, contohnya adanya keinginan untuk menampilkan diri. Laventhal dan Cleary (1980) mengatakan bahwa seseorang akan merokok karena sebelumnya ia telah memiliki anggapan tertentu mengenai merokok.

Traquet (1992) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok yaitu:

a. Sosiokultural, meliputi penerimaan sosial, pengaruh orang tua, teman sebaya.

b. Personal, meliputi self image, self esteem, disposable income

c. Lingkungan, meliputi promosi iklan dan penjualan rokok, pengembangan dan pemasaran produk, mudah didapat, harga terjangkau serta lingkungan bebas rokok.

(35)

Senada dengan pendapat di atas, Chapman (dalam Bringham, 1991) menyatakan bahwa iklan rokok memberi citra diri yang berbeda antara perokok dan bukan perokok, serta memberi identitas diri bagi konsumennya yaitu bahwa perokok menunjukkan kejantanan seseorang.

3. Perilaku merokok mahasiswa

Diperkirakan 70 juta orang di Amerika Serikat merokok, dengan bermacam – macam cara ada ± 2 juta anak remaja telah mulai merokok tiap tahunnya. Ada kira – kira 5 juta orang yang merokok 2 pak sehari, sekitar 4 % dari jumlah penduduk dewasa (Ditama, 1997).

Mahasiswa masuk dalam kriteria remaja di antara umur 13 – 21 tahun oleh Hurlock (dalam Mappiare, 1982). Menurut keterangan yang nyata, anak – anak di bawah umur 12 tahun sedikit yang mulai merokok, kurang dari 5% di antara anak laki – laki dan 1% dari anak perempuan. Tetapi mulai umur 12 tahun anak – anak yang mulai merokok makin bertambah. Ternyata anak – anak umur 12 tahunan ini yang merokok ada 40% sampai 55% di antara semua anak – anak. Pada umur 25 tahun yang merokok naik menjadi 60% di antara laki – laki dan 36% di antara perempuan (Smoking and Health,1997).

(36)

Suatu survei di Ford Wayne Indiana, menunjukan bahwa satu dari setiap 10 murid dari kelas 6 sampai kelas 9 hampir semua merokok. Survei itu meliputi 12.000 pelajar (U.P.I.1966 dalam Aditama, 1997). “Di seluruh negara, tiap hari sepanjang tahun ada 4.500 muda – mudi yang berumur 12 – 17 tahun merokok”, kata seseorang pejabat dari Departemen Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan.

Statistik menunjukan bahwa 1 dari 5 anak laki – laki di Amerika Serikat mulai merokok pada tingkat ke sembilan, dan di antara anak – anak tingkat senior di sekolah tinggi ada 44 persen anak laki – laki yang merokok. Jumlah seluruhnya, sepertiga dari muda – mudi di perguruan tinggi adalah perokok – perokok yang sudah biasa.mengapa?

Dr. Daniel Horn menjawab: “anak – anak merokok karena orang tuanya merokok”. Kemungkinan seorang pemuda atau pemudi mulai merokok di perguruan tinggi dua kali lebih besar jika kedua orang tuanya merokok dari pada yang kedua orang tuanya tidak merokok.

(37)

jam terakhir sebanyak 5,6%. Menurut kebiasaan merokok sekitar 92% perokok biasa merokok di rumah, dan menurut umur mulai merokok sebagian besar pada usia 15-19 tahun yaitu sebesar 59,06% (Badan Pusat Statistik, 2001). Konsumsi rokok di Indonesia menurut data World Health Organization Report 1998 meningkat terus mulai tahun 1995 sampai 1998 berturut – turut yaitu: ± 156,7 juta batang, ± 185 juta batang, ± 192 juta batang, dan ± 198 juta batang (WHO Report

1998).

Kondisi Indonesia sebagai Negara berkembang semakin rawan terhadap rokok, karena negara maju yang membatasi penggunaan rokok, membuat produk industri rokok dibuang ke Negara berkembang (Kompas, 27 Agustus).

4. Dinamika Antar Variabel Perbedaan Konsep Diri antara Mahasiswa Perokok dan Mahasiswa Tidak Merokok

Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang individu menciptakan bertambah luasnya lingkungan hidup individu tersebut, tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja, akan tetapi lingkungannya meluas pada lingkungan sekolah, teman dan masyarakat sosial. Semakin luas lingkungan pada individu tersebut semakin banyak pula pengaruh yang akan diterima individu, dari pengaruh baik sampai pengaruh yang paling buruk. Dari pengaruh – pengaruh yang diterima individu, dapat mengubah atau membentuk kepribadian individu tersebut dalam berperilaku atau berinteraksi dengan individu – individu lain yang ada di sekitarnya.

(38)

konsep diri yang tinggi pada dirinya sebagai seorang perokok. Akan tetapi hal tersebut tidak konsisten, individu tersebut mudah terpengaruh dari sosialnya. Konsep diri yang dimilikinya akan selalu berubah – ubah, dan individu tidak dapat mengevaluasi tindakan atau perilaku yang mempengaruhi dirinya. Individu tidak mengenal dirinya dengan baik, yaitu kelebihan dan kelemahannya. Sehingga individu tidak dapat menerima realita pada dirinya dan akan membentuk konsep diri kearah yang negatif.

Sebaliknya mahasiswa yang tidak merokok, mereka menolak pengaruh – pengaruh dari sosialnya. Yang terjadi individu akan terkucilkan, dan tidak diterima dalam kelompok teman sepergaulannya, akan tetapi dalam hal ini individu tersebut dapat memandang dan menilai pengaruh – pengaruh tersebut. Dan individu tidak mudah terpengaruh dan tampil secara bebas karena mengenal dan menerima dirinya dengan baik, termasuk kelebihan dan kelemahannya, sehingga dapat bersikap realistis, maka individu tersebut akan dapat membentuk konsep diri yang lebih tinggi.

D. Hipotesis

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (Independent)

a. Merokok b. Tidak merokok

2. Variabel terikat (Dependent) Konsep diri

B. Definisi Operasional

1.a.Merokok: suatu perilaku yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya di lingkungan sosialnya (teman sepergaulan) dan untuk kebutuhan tubuh, yaitu untuk kepuasan tubuh individu sendiri (jika sudah candu).

b.Tidak merokok : Suatu perilaku yang tidak dilakukan individu, individu tidak terpengaruh lingkungan sekitar dan mengerti dampak yang tidak baik dari perilaku tersebut, dengan kata lain individu tidak melakukan perilaku merokok.

(40)

dapat membentuk individu itu sendiri dalam bersikap dan berperilaku. Diukur menggunakan skala konsep diri.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 usia 18 – 21 tahun, berjenis kelamin laki- laki yang melakukan perilaku merokok di lingkungan kampus.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan cara memberikan angket kepada subyek penelitian. Hal ini dimaksudkan karena dengan angket dapat mengungkapkan data yang bersifat faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subyek. Di mana pernyataan – pernyataan dalam angket berupa pernyataan – pernyataan langsung yang terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Sedangkan data yang dimaksud berupa fakta atau opini yang menyangkut diri responden. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan angket, yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri (Azwar, 1999).

Dalam penelitian ini prosedur pengambilan data menggunakan langkah – langkah sebagai berikut:

1. Tahap Uji Coba (Try out)

(41)

yang disusun berdasarkan indikator pada bab 2 yang terdiri dari aitem – aitem favorable dan aitem – aitem unfavorable.

Skala konsep diri ini digunakan untuk mengungkapkan tinggi rendahnya konsep diri yang dimiliki subyek. Secara keseluruhan aitem pool skala konsep diri terdiri dari 64 aitem, yang terbagi menjadi 32 aitem favorable dan 32 aitem unfavorable. Dengan demikian aitem yang digunakan untuk try out adalah 64 item.

2. Tahap Penelitian

Setelah mengadakan seleksi aitem berdasarkan blue print dan indikator perilaku yang hendak diungkap, selanjutnya dilakukan prosedur seleksi aitem

berdasarkan data empiris, yaitu data hasil uji coba aitem pada kelompok subyek yang hendak dikenai skala dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter – parameter aitem. Pemeriksaan data uji coba aitem secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan perhitungan statistik. Perhitungan statistik tersebut menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS 13.0 for windows. Perhitungan statistik tersebut bertujuan untuk seleksi aitem. Dengan melakukan proses seleksi aitem maka akan diperoleh aitem yang memiliki kua litas tinggi dan rendah. Kualitas yang dimaksud adalah keselarasan atau juga disebut konsistensi

aitem total (Azwar, 2000).

(42)

Pengumpulan data tersebut disusun sendiri oleh peneliti yang dimodifikasi meniadakan jawaban tengah (jawaban ragu – ragu) sehingga hanya memberikan empat alternatif jawaban. Jawaban tengah (jawaban ragu – ragu) ditiadakan dengan alasan untuk menghindari jawaban ragu – ragu yang diartikan bahwa responden belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban (yang bisa diartikan netral) dan efek kecenderungan untuk jawab ke tengah (central tendency effect) yang akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat diperoleh dari responden (Hadi, 1991).

Dari angket ini, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan responden tersebut. Alternatif jawaban yang tersedia dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu:

• SS : Sangat Setuju, berarti pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri subyek.

• S : Setuju, berarti penyataan tersebut sesuai dengan diri subyek • TS : Tidak Setuju, berarti pernyataan tersebut tidak sesuai

dengan diri subyek

• STS : Sangat Tidak Setuju, berarti pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan diri subyek

(43)

Sedangkan untuk pernyataan unfavorable, maka skoringnya adalah: SS = 1, S = 2, TS = 3, STS, 4

Tabel 1

Blue Print Skala Konsep Diri

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Fisik 8 aitem 8 aitem 16 aitem

2. Psikis 8 aitem 8 aitem 16 aitem

3. Sosial 8 aitem 8 aitem 16 aitem

4. Moral 8 aitem 8 aitem 16 aitem

Total 32 aitem 32 aitem 64 aitem

Angket atau kuesioner penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti di mana butir – butir pernyataan di dalamnya merupakan uraian dari aspek – aspek dalam konsep diri.

Banyaknya butir dalam angket ini berjumlah 64 butir. Berikut ini adalah tabel blue print dari skala konsep diri (tabel 1) serta tabel distribusi aitem pra uji coba skala konsep diri (tabel 2) menurut aspek dan sifat favorable dan

(44)

Tabel 2

Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Konsep Diri Menurut Aspek dan Sifat Favorable / Unfavorable

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Fisik 1, 2, 17, 18, 19, 41,

E. Uji Validitas dan Reabilitas 2. Uji Validitas

Suatu alat pengukur dalam suatu penelitian harus memenuhi validitas (kesahihan) dan reliabilitas (kehandalan) agar alat ukur dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Validitas berkaitan dengan permasalahan apakah alat untuk mengukur tersebut dapat mengukur secara tepat apa yang akan diukur (Nugiantoro, Gunawan & Marzuki, 2002:319).

(45)

2. Reliabilitas

Yang diutamakan dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dip ercaya (Azwar, 1994). Reliabilitas skala konsep diri diukur dengan teknik konsistensi internal yang perhitungannya dilakukan dengan teknik

koefisien Alpha Cronbach dalam program SPSS for windows versi 13.0.

F. Analisis Data

Pengujian Hipotesis Penelitian

(46)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini ada dua kelompok, yaitu kelompok perokok dan kelompok yang tidak merokok. Kedua kelompok ini diamb il dari mahasiswa – mahasiswa yang terdapat di lingkungan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang terdaftar dari bermacam – macam fakultas. Subyek kedua kelompok ini berusia di antara 18 – 21 tahun.

2. Persiapan Alat Ukur a. Validitas dan Realibilitas

1. Validitas

(47)

atau lewat Profesional Judgement, untuk melihat sejauh mana isi tes mencerminkan atribut yang hendak diukur, sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari batas tujuan ukur (Azwar, 1992).

Setelah aitem diperiksa dengan analisis rasional, kemudian dilanjutkan pengujian untuk analisis aitem, sehingga menghasilkan indeks daya diskriminasi aitem. Aitem yang dipilih adalah aitem yang memiliki daya diskriminasi = 0,25 (Azwar, 2002).

2. Reliabilitas

Kriteria alat ukur yang baik mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya. Kriteria tersebut antara lain reliabel dan valid. Hal ini dapat dilihat dari tingginya reliabilitas dan validitas hasil tes alat ukur tersebut (Azwar, 1997).

Uji coba skala konsep diri dilakukan dengan menyebarkan angket konsep diri pada mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD), dengan responden yang didapat sebanyak 50 orang pada kelompok mahasiswa perokok dan 50 orang pada kelompok mahasiswa yang bukan perokok, sehingga totalnya 100 orang mahasiswa.setelah skala diuji cobakan secara empirik kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputer melalui Reliability Analysis-Scale Alpha dari SPSS for windows versi10.0, dengan analisis reliabilitas dari Cronbach dan reliabilitas yang ditemukan pada kelompok mahasiswa perokok sebesar 0,8916 dan pada kelompok mahasiswa tidak merokok sebesar 0,9082. Daya diskriminasi aitem

(48)

0,6192. aitem yang memiliki daya kurang dari r table ( < 0,187 ) dianggap gugur, sehingga jumlah aitem yang sahih sebanyak 54 butir dan yang gugur sebanyak 10 butir.

Tabel 3

Skala Konsep Diri Sesudah Uji Coba

No Komponen Konsep Diri Butir Sahih Butir gugur 1 Fisik 1, 2, 17, 18, 19, 41, 42, 43,

9, 10, 29, 30, 53, 54, 55

31

2 Psikis 3, 4, 20, 21, 22, 44, 46, 11, 12, 33, 34, 56, 57

32, 58

3 Sosial 5, 6, 23, 24, 25, 48, 49, 13, 14, 35, 36, 37, 61

47, 59, 60

4 Moral 7, 26, 27, 28, 50, 51, 15, 16, 38, 39, 40, 62, 63

8, 52, 64

TOTAL 54 10

(49)

B. Pelaksanaan Penelitian

Setelah penyelesaian analisis aitem uji coba peneliti pelanjutkan dengan penelitian dengan menggunakan data hasil uji coba tanpa menggunakan butir – butir yang gugur, dengan arahan dari dosen pembimbing peneliti di sini menggunakan metode uji coba terpakai, jadi dalam hal ini peneliti tidak melakukan pengambilan data untuk kedua kalinya, tetapi menggunakan data yang ada (hasil uji coba) tanpa menggunakan butir yang gugur.

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian

(50)

Kriteria berdasarkan kategorisasi konsep diri

(51)

Tabel 4

Kategorisasi Konsep Diri Mahasiswa Perokok

Alat Ukur Rentang Nilai Kategori

Jumlah

Dari table tersebut diatas dapat dilihat bahwa subyek perokok yang memiliki konsep diri “tinggi” sebanyak 18 orang, dan yang sedang sebanyak 32 orang dari total subyek perokok sebanyak 50 orang. Maka dengan demikian mayoritas subyek perokok dengan persentase 64% memiliki konsep diri sedang.

Tabel 5

Kategorisasi Konsep Diri Mahasiswa Tidak Merokok

Alat Ukur Rentang Nilai Kategori

Jumlah

(52)

2 Analisis Data a. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas

Statistik parametik bekerja dengan asumsi bahwa data setiap variabel penelitian yang akan dianalisis membentuk distribusi normal. Untuk itu sebelumnya peneliti dengan menggunakan teknik statistik parametik mengujikan kenormalan data (Sugiyono, 2002). Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05, maka sebaran skor dinyatakan normal, dan jik a p < 0,05, maka sebaran skor dinyatakan tidak normal. Data ini diolah dengan menggunakan program komputer SPSS versi 13.0 for windows (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test). Untuk skor konsep diri diperoleh p sebesar 0,566 untuk kelompok subyek perokok, dan p sebesar 0,428 untuk kelompok subyek yang tidak merokok. Jika p > 0,05 maka distribusi skor konsep diri subyek perokok dan subyek yang tidak merokok dikatakan normal. Keseluruhan data tersebut menunjukan bahwa variabel tersebut adalah normal dan dapat digunakan, sehingga salah satu asumsi uji-t telah dipenuhi.

2. Uji Homogenitas

(53)

Dari data uji-t didapat nilai t hitung adalah 1,019. Karena nilai p > 0,05, maka dapat diartikan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri mahasiswa yang merokok dan mahasiswa yang bukan merokok walaupun dapat dilihat pula konsep diri perokok agak lebih besar (positif) dibandingkan yang tidak merokok. Hal tersebut terlihat dari mean-nya, pada perokok sebesar 158,60, sedangkan pada yang tidak merokok mean-nya sebesar 155,18.

Tabel 6

Ringkasan Uji -t

Perbedaan Konsep Diri antara Mahasiswa Perokok dan Mahasiswa Tidak Merokok

SD : Besarnya standar deviasi

t : Hasil perhitungan uji-t

p : Probabilitas

(54)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ ada perbedaan konsep diri antara mahasiswa perokok dan mahasiswa yang tidak merokok”, akan tetapi hasil dari penelitian tidak signifikan (p > 0,05), atau dapat dikatakan tidak adanya perbedaan yang besar antara konsep diri kedua kelompok tersebut. Kedua kelompok tersebut lebih condong ke kategori konsep diri yang sedang, walau dapat kita lihat ada beberapa konsep diri yang tinggi lebih banyak di kelompok subyek perokok bila dibandingkan dengan kelompok subyek tidak merokok, yaitu antara 18 dari perokok dibanding 14 orang dari yang tidak merokok memiliki konsep diri yang tinggi.pengujian ini dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 13.0 for windows.

D Pembahasan

Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa hipotesis tidak terbukti adanya perbedaan konsep diri yang signifikan antara mahasiswa perokok dan mahasiswa yang tidak merokok, karena dari kedua kelompok tersebut cenderung ke dalam kategori tingkatan yang sedang pada hasil skornya, walaupun dalam data dapat ditemukan perbedaan yang kecil dari mean uji- t. Konsep diri kelompok subyek perokok sebesar 158,60, dan mean kelompok subyek yang tidak merokok sebesar 155,18. Data tersebut tidak dapat membuktikan bahwa kelompok subyek perokok konsep dirinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok subyek yang tidak merokok, karena data yang didapat p > 0,05, nilai p yang didapat 0,311 yang berarti tidak signifikan.

(55)

perokok, subyek yang memperoleh skor lebih besar dari 108 sampai dengan 162 termasuk kategori “sedang” sebanyak 32 subyek, sedangkan yang memperoleh skor lebih besar dari 162 sampai dengan 216 termasuk kategori “tinggi” sebanyak 18 subyek. Tidak didapat satu subyek pun dari kelompok perokok yang memperoleh skor kategori “rendah” dan “sangat rendah”.

Untuk kelompok subyek yang tidak merokok, juga didapat tidak seorang pun yang memiliki kategori konsep diri “sangat rendah” dan “rendah”. Sebanyak 36 subyek yang memiliki konsep diri “sedang” yaitu skor lebih besar dari 108 sampai dengan 162, dan subyek yang memiliki konsep diri “tinggi” sebanyak 14 subyek yaitu skor lebih besar dari 162 sampai dengan 216. Dengan demikian mayoritas subyek perokok memiliki konsep diri “sedang” (64%), sama dengan mayoritas pada kelompok subyek yang tidak merokok memiliki konsep diri “sedang“ (72%). Dapat juga dikatakan antara kedua kelompok tersebut mempunyai kecenderungan pada kategori konsep diri “sedang”.

(56)

tersebut, lebih mementingkan kepuasan pribadinya, dalam hal inilah yang membuat kesenjangan dari masyarakat yang merokok dan yang tidak merokok.

Rasa percaya diri seorang perokok dalam melakukan perilaku merokok di lingkunga n umum membentuk atau mempengaruhi konsep dirinya sehingga menjadi kuat, yaitu keseluruhan pandangan individu terhadap keadaan fisik, sosial, dan psikologis yang diperoleh dari pengalamannya berinteraksi dengan orang lain menjadi positif, contohnya sebaga i seorang perokok menganggap dirinya gagah, jantan atau sudah dewasa. Keadaan tersebut yang membuat seorang perokok menjadi kuat dalam mempertahankan perilaku merokok sehingga menyebabkan seorang perokok menjadi ketergantungan terhadap rokok disebabkan zat – zat kimiawi yang terkandung dalam asap rokok tersebut. Ketergantungan terhadap rokok akan menyebabkan orang tersebut tidak dapat lepas lagi dengan rokok, seseorang yang terus menerus merokok akan timbul perasaan positif terhadap rokok. Perokok akan merasa senang jika merokok dan gelisah jika tidak merokok (Lichtenstein, 1982).

(57)

dari kelompok subyek perokok (158,60) lebih besar dibandingkan mean dari kelompok subyek yang tidak merokok (155,18), dan lebih besar dari mean hipotetik (135). Dapat dilihat juga jumlah subyek yang terkategorikan konsep diri tinggi pada kelompok subyek perokok (18 orang) lebih besar dibandingkan dari kelompok subyek yang tidak merokok (14 orang). Sehingga dapat katakan juga kuatnya seorang perokok dalam membentuk konsep dirinya menjadi tinggi, akan tetapi belum tentu baik untuk dirinya.

Faktor yang mempengaruhi konsep diri subyek dalam penelitian ini sehingga memiliki konsep diri yang positif yaitu penerimaan dari lingkungan sosial dari subyek itu sendiri, dalam pergaulannya dengan teman sendiri, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak adanya larangan terhadap perilaku subyek membuat subyek dengan bebas melakukan perilaku merokok tersebut, sehingga membentuk suatu gambaran pikiran yang positif terhadap perilaku yang dilakukannya. Suatu penelitian tentang konsep diri dan masalah – masalah penyesuaian menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan landasan yang kuat bagi pembentukan konsep diri yang positif (Johnson dan Medinnus, 1974). Subyek merasa menjadi bagian dari kelompok, merasa diterima, dapat semakin mengenali dirinya, dan hal ini menjadi modal yang baik bagi pembentukan konsep dirinya ke arah yang lebih positif (tinggi). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hay (dalam Sancilio dkk, 1989), bahwa konsep diri terbentuk dan dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya.

(58)
(59)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukan tidak adanya perbedaan konsep diri yang signifikan antara mahasiswa perokok dan mahasiswa yang tidak merokok. Ini dapat dilihat dari analisis data yang telah dilakukan, walaupun terdapat perbedaan kecil dari mean kedua kelompok, pada mean kelompok subyek perokok lebih besar dibandingkan mean kelompok subyek yang tidak merokok yaitu subyek perokok sebesar 158,60 dan subyek yang tidak merokok sebesar 155,18. yang menentikan tidak signifikannya hasil dari data terdapat pada hasil t-hitung (1,019) < t tabel (1,984) dan juga didapat dari hasil nilai p (0,311) > 0,05, dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini ditolak.

Berdasarkan hasil interpretasi pada kategori “tinggi“, persentase subyek perokok lebih banyak dibanding persentase subyek yang tidak merokok (36% : 28%), sebaliknya pada kategori konsep diri sedang subyek yang tidak merokok lebih tinggi persentasenya dibandingkan subyek merokok (72% : 64%).

B. Sara n

(60)

1. Bagi mahasiswa yang merokok

Penerimaan subyek terhadap diri apa adanya sudah tinggi (positif), akan tetapi subyek tidak memikirkan baik buruk dari perilaku merokok terhadap dirinya, maka dalam hal ini peneliti menyarankan agar subyek lebih memahami lagi baik-buruk dari perilakunya, sehingga dapat membentuk konsep diri bagi subyek yang tinggi (positif) dan sehat.

2. Bagi mahasiswa yang bukan perokok

Dalam penelitian ini bagi konsep diri yang mayoritas “sedang“, agar meningkatkan lagi penerimaan pada diri apa adanya, aga r supaya membentuk konsep diri yang positif dalam perkembangan kepribadian yang baik di masa akan datang.

3. Bagi keluarga (orang tua)

Diharapkan peran keluarga dalam hal ini yang terutama orang tua dalam menciptakan hubungan yang baik dengan anak, dapat memberikan pendidikan dan pengawasan dalam pergaulan anak sedini mungkin, supaya tidak terjadi pembentukan kepribadian anak yang tidak baik, dan agar dapat membentuk pergaulan anak dengan teman sebayanya yang sehat.

4. Bagi lembaga kemasyarakatan

(61)

5. Bagi peneliti lain

(62)

Daftar Pustaka

Aditama, T.Y. (1997). Rokok dan Kesehatan. Jakarta: Arcon.

Ancok, D. (1995). Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Azwar, S. (1997) Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bachtiar, A.P. (2002). Menjadi Mahasiswa Indonesia. Kedaulatan Rakyat, 14

September 2002 Tahun VII no. 340.

Berzonsky, M.D. (1981). Adolescent Development. New York: Mcmillan Publishing.

Bringham, J.C. (1991). Social Psychology. 2nd ed. New York: Herper Collins Publisher. Inc.

Burns, R.B. (1982). Self Concept Development And Education. London: Holt, Rinehart & Witson.

Burns, R.B. (1993). Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan Dan Perilaku. (Editor: Surya Setyanegara). Jakarta: Arcan.

Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian Dan Hubungan Kemanusiaan (Terjemahan). Semarang: IKIP Semarang Press.

Castro, G.F., Madahian, E., New Comb, D.M., & Bentter, P.M. (1997). A Multivatiate Model Of Determinant Of Cigarette Smoking Among Adolescents. Journal Of Health And Social behavior. Vol 28. 273-289.

Centi, P.J. (1993). Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Chaplin, C.P. (1995) Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(63)

Diantini, S. (1996). Intensitas Merokok Dengan Cenderung Tipe Kepribadian. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Fishbein and Azen I (1975). Belief Attitude, Interaction and Behavior. An

Introduction to Theory and Research. Sydney: Addison Wisley Publishing Company.

Grinder, R.E. (1978). Adolescence. New York: John Wiley & Sons.

Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Ny.Y. (1984). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hall, C.S. & Lindzey. (1993). Psikologi Kepribadian I: Teori – teori Psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hardy, M & Heyes, S. (1988). Pengantar Psikologi edisi ke-2. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Terpanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Levinthal, C.F (1996). Drugs, Behavior and Modern Society. Massachusetts. A Simon and Schuster Company.

Lichtenstein, B. (1982). The Smoking Problem. A Behavioral Perspective. Journal Of Consulting And Clinical Psychology. Vol 50 (6). 804-819. Mangunnegoro, H. (19 ). Merokok dan Kanker Paru-paru. Indra.

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Indonesia.

Prabandari, Y.S. (1994). Pendidikan Kesehatan Melalui Seminar Dan Diskusi Kelompok Sebagai Alternatif Penanggulangan Perilaku Merokok Pada Remaja SLTA di Kodya. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Pudjijogyanti, C.R. (1985). Konsep Diri Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian Unika Atma Jaya.

Puspitasari, V.I. (2001). Hubungan Antara Keterlibatan Konsumen Dengan Resiko yang Disadari Terhadap Produk Pakaian Pada Manusia. Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi USD.

Rahmat, J. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.

(64)

Sitepoe, M. (1997). Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: Gramedia. Surjorahardjo, S. (1985). Anda Dapat Berhenti Merokok. Andi Offset.

(65)

Isilah angket ini sesuai dengan keadan diri anda sendiri. Tidak ada jawaban benar atau salah di dalam angket ini. Jadi apapun jawaban yang anda berikan di dalam angket ini semuanya merupakan jawaban yang sesuai dengan keadaan diri anda sebenarnya.

Baca dan pahamilah setiap pernyataan tersebut, kemudian pilihlah salah satu alternative jawaban yang telah tersedia dengan memberi tanda centang (V) pada kolom yang telah disediakan:

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

(66)

Usia : Perilaku : merokok / tidak merokok

Saya merasa puas dengan bentuk badan yang saya miliki

Saya merasa percaya diri memiliki wajah yang menarik

Saya merasa mampu menyelesaikan masalah – masalah dalam hidup saya

Saya bangga menjadi orang yang tegar dalam menghadapi masalah

Saya aktif mengikuti kegiatan di masyarakat Saya selalu bersikap baik dan hormat kepada orang tua

Saya selalu bersikap baik dengan semua orang Saya selalu menghormati orang yang lebih tua Saya merasa minder memiliki tubuh yang terlalu kurus / terlalu gemuk

Wajah saya yang berjerawat membuat saya menjadi tidak percaya diri

Saya merasa bahwa saya orangnya minder Saya malu dengan sifat saya yang mudah tersinggung

Saya merasa dikucilkan ketika berkumpul dengan keluarga

(67)

17

Saya menerima kekurangan dalam bentuk wajah saya

Saya bisa menerima besar tubuh saya (kurus atau gemuk)

Saya selalu merasa percaya diri dengan pakaian yang saya kenakan

Saya bangga memiliki sifat yang rendah hati terhadap orang lain

Bagi saya kegagalan adalah pelajaran yang berharga

Selama ini saya percaya pada diri saya sendiri Saya merasa nyaman dalam bergaul dengan orang lain

Teman – teman saya senang bersahabat dengan saya

Sebagai mahasiswa, saya merasa bangga dengan prestasi yang saya raih

Saya selalu tepat waktu dalam menjalankan kegiatan saya

Saya selalu berusaha menjadi orang yang baik Saya selalu bisa memaafkan kesalahan orang lain

Saya menjadi tidak percaya diri memiliki rambut yang kusam

Saya benci dengan diri saya saat ini Bentuk badan saya kurang memuaskan

Saya mudah lelah bila melakukan suatu aktivitas Saya kurang dapat menghadapi kegagalan

(68)

36

Saya mudah tersinggung dengan pendapat orang lain tentang diri saya

Saya sulit dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain

Saya kadang bersikap tidak baik semua orang Saya kurang dapat mengakui kesalahan saya Tingkah laku saya kurang sesuai dengan norma dimasyarakat

Dengan berpakaian apa pun ke kampus saya tetap menarik

Penampilan saya secara keseluruhan cukup baik Saya merasa serasi dan pantas menggunakan pakaian – pakaian yang saya kenakan

Saya merasa dapat berpikir jernih dalam memutuskan sesuatu

Saya selalu berpikir optimis dalam mengerjakan pekerjaan

Walaupun sedang marah saya mampu mengendalikan diri

Saya senang dalam membantu teman

Saya membuka diri dengan kritikan orang lain Saya bisa menjadi contoh yang baik bagi saudara – saudara saya

Dalam bertingkah laku saya memperhatikan norma – norma di masyarakat

Sebagai anak, saya berusaha menyenangkan hati orang tua

(69)

54

Saya merasa malu dengan kelemahan yang saya miliki

Saya kurang percaya diri dengan pakaian yang saya kenakan

Saya sedih dengan sifat saya yang mudah terpengaruh

Kegagalan membuat saya pesimis

Saya sering kurang optimis jika melakukan sesuatu

Saya merasa tidak diterima oleh teman – teman saya

Saya tidak membutuhkan bantuan orang lain Terkadang saya merasa tidak pantas bergabung dengan teman saya

Saya sering tidak bertanggung jawab terhadap tindakan saya

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 Skala Konsep Diri Sesudah Uji Coba
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri anak usia remaja yang mengalami fraktur termasuk dalam kategori konsep diri negatif sebanyak 17 orang (53,1%)dan konsep diri

Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama. Pembentukan ini tidak dapatdiartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasanya dari seseorang akan dapat mengubah konsep

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan penyesuaian sosial mahasiswa Papua yang kuliah di

Hipotesis pada penelitian ini bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan dan remaja yang tinggal bersama orang tua, konsep diri

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulan bahwa penelitian ini terdapat hubungan signfikan antara konsep diri dan dukungan sosial terhadap

Orang yang memilki konsep diri yang positif lebih mampu menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik, karena ia memiliki kepercayaan diri, tidak khawatir terhadap

Dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua yaitu konsep diri positif merupakan lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggan yang besar tentang diri,

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa siswa lebih banyak memiliki konsep diri yang positif yaitu mayoritas siswa perempuan konsep diri remajanya dengan kategori positif