• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Mikhael Ricky Afianto

089114127

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Mikhael Ricky Afianto

089114127

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Memang baik jadi orang penting, tapi lebih penting jadi orang baik.

Pilihan yang kita ambil di masa lalu menentukan keadaan kita saat ini, pilihan yang kita ambil saat ini menentukan keadaan kita

di masa depan.

Tak seorang pun bisa mengubah masa lalu, namun kita bisa mengubah masa depan bila kita mau berusaha.

Hidup ini adalah 20% dari apa yang terjadi, dan 80% dari cara kita bereaksi terhadap kejadian tersebut.

Orang lain melihat raksasa Goliat terlampau besar untuk dilawan, Daud melihat raksasa Goliat terlampau besar untuk bisa luput dari

ketapelnya.

Ada dua penyebab kegagalan, yaitu berpikir tanpa bertindak dan bertindak tanpa berpikir.

Ukuran tubuh kurang penting, ukuran otak lebih penting, ukuran hati paling penting.

Kerjakan apa yang kita sukai dan sukai apa yang kita kerjakan.

Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada

Papa dan Mama

Mbak Lya dan Gaby

(6)

v

(7)

vi

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO

Mikhael Ricky Afianto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja pada pramuniaga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keadilan organisasi dengan kinerja pramuniaga. Subjek dalam penelitian ini adalah 105 orang pramuniaga toko yang telah lolos masa uji coba dan menjadi karyawan tetap. Reliabilitas skala keadilan organisasi diuji menggunakan teknik Alpha dari Cronbach. Skala keadilan prosedural memiliki koefisien Alpha sebesar 0.826, skala keadilan distributif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.902, dan skala keadilan interaksional memiliki koefisien Alpha sebesar 0.885. Sedangkan reliabilitas skala kinerja diuji dengan melihat konsistensi antar penilai. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien Alpha sebesar 0.649. berdasarkan hasil uji normalitas, data keadilan prosedural dan kinerja termasuk dalam distribusi normal. Sedangkan data keadilan distributif dan keadilan interaksional tidak termasuk dalam distribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa keadilan prosedural memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Sedangkan keadilan distributif dan keadilan interaksional tidak memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan uji korelasi product-moment dari Pearson. Hasil korelasi antara keadilan prosedural dengan kinerja sebesar 0.217 dengan p = 0.013 (p < 0.05), yang berarti terdapat hubungan positif dan signifikan antara keadilan prosedural dengan kinerja.

(8)

vii

THE CORRELATION BETWEEN ORGANISATIONAL JUSTICE AND JOB PERFORMANCE OF THE SALESGIRLS

Mikhael Ricky Afianto

ABSTRACT

The purpose of this Research was to understand the correlation between the organizational justice and the job performance of the salesgirls. The hypothesis proposed in this research was the positive correlation between organizational justice and job performance of the salesgirls. For this research, the subject was 105 salesgirls that has passed the training period and has been confirmed to be permanent employee in the organization. The Reliability of organizational justice scale was tested using Alpha technique by Cronbach. Alpha coefficient for procedural justice scale was 0.826, Alpha coefficient for distributive justice was 0.902, Alpha coefficient for interactional was 0.885. The reliability of job performance scale was tested by considering the consistency of the tester. Result shows that the Alpha coefficient was 0.649. However, based on normality test, the procedural justice data and the job performance data was normal. Whereas the distributive justice data and the interactional justice data was not normal. Furthermore, in the linearity test, the result shown that the procedural justice and job performance have a linear correlation while distributive justice and interactional justice do not have a linear correlation with performance. The data was analysed using the Pearson product-moment correlation technique. Based on this correlation test, the result shows that the correlation between procedural justice and job performance was 0.217 with p = 0.013 (p<0.05), which means there are positive and significant correlation between procedural justice and job performance.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat, penyertaan dan pertolonganNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

3. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.A. (Mbak Etta) selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, mengarahkan, mendukung

dan menyemangati penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M.A. atas segala masukan tentang statistiknya.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala

dukungan dan perhatiannya selama penulis belajar di Universitas Sanata

(11)

x

7. Mas Gandung, Pak Gie, Bu nanik, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan,

kesabaran, keramahan, dan senyumannya.

8. Ibu Prapti, Ibu Ana, Ibu Eni, Ibu Bekti, Ibu Narti, Ibu Ika, Ibu Wina, dan Ibu

Rhima selaku manajer toko yang telah membantu dan memberi kesempatan

kepada peneliti untuk melakukan penelitian di masing-masing toko yang Ibu

pimpin.

9. Mamaku yang sudah melahirkan aku, membesarkan aku, berkorban untuk

aku, dan selalu menyayangi aku walaupun aku sering mengecewakanmu.

Tanpa dukungan, kasih sayang, dan doamu aku ga mungkin bisa nyelesain

skripsi ini Mam.

10. Papaku yang selalu menyayangiku, mendukungku, menguatkan, dan

mengajarkan banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan. Hidup berprinsip yang

kumiliki saat ini tak lepas dari didikanmu Pah.

11. Kakakku Mbak Lya dan Adikku Gaby yang selalu berbagi dan menguatkanku

di saat aku lemah.

12. Pitwal yang selalu menemaniku dan membantuku selama proses pengambilan

data, bahkan samapai ke luar kota. Dan yang lebih penting atas kebersamaan

selama ini dalam berbagi suka duka.

13. Ata, Wijen, Cipto, Dheny, Andit, dan Wendor. Kita memang sahabat

bagaikan kepompong. Aku sahabatnya, kalian kepompongnya ya..

14. Seluruh teman-teman di Psikologi Sanata Dharma yang tidak bisa aku

(12)

xi

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca untuk memperbaiki karya penulis ini. Penulis juga berharap penelitian

ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima Kasih.

Yogyakarta, Juli 2012

Penulis

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

(14)

xiii

2. Pengertian Kinerja Pramuniaga ... 8

3. Aspek-aspek Kinerja ... 9

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 11

5. Penilaian Kinerja ... 12

6. Metode Penilaian Kinerja ... 14

B. Keadilan Organisasi ... 18

1. Pengertian Keadilan Organisasi ... 18

2. Jenis-jenis Keadilan Organisasi ... 19

a. Keadilan Prosedural ... 19

b. Keadilan Distributif ... 20

c. Keadilan Interaksional ... 22

3. Aspek dan Indikator Keadilan Organisasi ... 23

a. Aspek Keadilan Prosedural ... 23

b. Indikator Keadilan Distributif ... 24

c. Aspek Keadilan Interaksional ... 25

4. Dampak dari Keadilan Organisasi ... 26

C. Hubungan antara Keadilan Organisasi dengan Kinerja ... 27

D. Hipotesis ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33

C. Definisi Operasional... 33

(15)

xiv

2. Keadilan Organisasi ... 34

a. Keadilan Prosedural ... 34

b. Keadilan Distributif ... 34

c. Keadilan Interaksional ... 35

D. Subjek Penelitian ... 35

E. Metode Pengumpulan Data ... 36

1. Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga ... 36

2. Skala Keadilan Organisasi ... 37

a. Skala Keadilan Prosedural ... 37

b. Skala Keadilan Distributif ... 38

c. Skala Keadilan Interaksional... 39

F. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 40

1. Validitas ... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

(16)

xv

C. Deskripsi Data Penelitian ... 46

D. Hasil Penelitian ... 48

1. Uji Asumsi ... 48

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Linearitas ... 49

2. Uji Hipotesis ... 51

E. Pembahasan ... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Keterbatasan ... 58

C. Saran ... 58

1. Untuk Subjek Penelitian (Pramuniaga) ... 58

2. Untuk Toko ... 59

3. Untuk Peneliti Selanjutnya ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga ... 37

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi ... 40

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi (Setelah Seleksi Aitem) . 42 Tabel 4. Deskripsi Subjek ... 46

Tabel 5. Deskripsi Data Skala Keadilan Organisasi ... 48

Tabel 6. One Sample Kolmogorov-Smirnov Z Test ... 49

Tabel 7. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Prosedural ... 50

Tabel 8. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Distributif... 50

Tabel 9. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Interaksional ... 51

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Keadilan Organisasi ... 66

Lampiran 2. Skala Kinerja Pramuniaga ... 69

Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Keadilan Organisasi ... 71

Lampiran 4. Reliabilitas Skala Penelitian ... 74

Lampiran 5. Hasil Uji t antara Mean Empiris dengan Mean Teoretis ... 77

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 80

Lampiran 7. Hasil Uji Linearitas ... 82

Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis ... 86

(20)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelayanan merupakan hal yang menentukan kemajuan sebuah usaha

berupa toko. Pelayanan yang baik membuat pembeli yang datang berbelanja

merasa puas, kemudian menjadi pelanggan yang akan terus berbelanja lagi di

toko tersebut. Bertambah banyaknya pelanggan membuat omset penjualan

terus meningkat sehingga toko tersebut dapat meraih keuntungan. Sedangkan

pelayanan yang buruk membuat pembeli merasa kecewa, kemudian tidak

bersedia lagi berbelanja di toko tersebut. Hal ini mengakibatkan omset

penjualan terus menurun dan mengakibatkan kerugian besar bagi toko.

Baik buruknya pelayanan toko ditentukan oleh kinerja pramuniaganya.

Pramuniaga adalah karyawan perusahaan yang bertugas melayani pembeli

(Chulsum & Novia, 2006). Pramuniaga merupakan wakil perusahaan yang

bertemu pembeli secara langsung. Pramuniaga dengan kinerja yang baik

membuat pembeli merasa puas, sedangkan pramuniaga dengan kinerja buruk

mengakibatkan kekecewaan pada pembeli (Hartzler, 1973). Dengan kata lain,

kinerja pramuniaga memegang peranan penting bagi kemajuan sebuah toko.

Saat ini, masih sering ditemukan pembeli yang mengalami

kekecewaan ketika berbelanja di sebuah toko. Hal ini dapat terlihat dari

banyaknya keluhan pembeli yang dimuat di media. Terdapat pembeli yang

(21)

(suarapembaca.detik.com, 29 Januari 2011). Terdapat juga pembeli yang

kecewa karena pramuniaga memberikan informasi yang salah mengenai

promo atau mengenai garansi produk, padahal kedua pembeli tersebut sudah

terlanjur melakukan transaksi pembelian dan melakukan pembayaran

(suarapembaca.detik.com, 28 Juni 2011 dan 29 Juni 2011). Pernah juga

terjadi salah tangkap pencuri yang dilakukan oleh pramuniaga terhadap

pembeli (goecities.ws/darikonsumen). Pembeli lain merasa dirugikan karena

pramuniaga salah menghitung diskon (suarapembaca.detik.com, 3 Mei 2010)

atau tidak mengirim barang tepat waktu (kompas.com, 17 Juli 2011). Selain

itu terdapat pula pembeli yang sakit hati karena pramuniaga melayani dengan

sikap yang tidak ramah (yudhistira31.wordpress.com, 20 Januari 2009), atau

menelantarkan pembeli (suarapembaca.detik.com, 25 April 2011).

Berdasarkan beberapa keluhan tersebut, dapat diketahui bahwa sumber

masalah yang mengakibatkan kekecewaan pembeli terletak pada kinerja

pramuniaga yang buruk.

Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja seseorang baik secara

kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan

kepadanya selama periode waktu tertentu (Mangkunegara & Prabu, 2007).

Selain itu, kinerja juga dapat dideskripsikan sebagai penampilan seseorang

ketika melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dalam suatu pekerjaan

tertentu. (Ivancevich dalam Amelia, 2008). Dengan demikian, kinerja adalah

(22)

dengan tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya selama periode

waktu tertentu.

Baik buruknya kinerja tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja seseorang, antara lain upaya, keahlian, tanggung jawab,

dan kondisi kerja (Muchinsky, 2006). Upaya berkaitan dengan besarnya

usaha dan perjuangan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Tanggung jawab yang dimaksud yaitu kesadaran untuk melakukan pekerjaan

sebaik-baiknya dan bersedia menanggung seluruh akibat yang timbul dari

pekerjaan yang dilakukan. Keahlian mengarah pada ketrampilan dan

kecakapan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan kondisi kerja

dapat berupa hubungan dengan rekan kerja, fasilitas yang diperoleh dalam

bekerja, iklim organisasi, keadilan organisasi, dan sebagainya.

Salah satu kondisi kerja yang berpengaruh terhadap kinerja adalah

keadilan organisasi. Keadilan organisasi menjadi suatu hal yang penting

karena keadilan merupakan penentu yang kuat dari perilaku seseorang dalam

organisasi (Harder dalam Sabatti, 2009). Jika karyawan merasa diperlakukan

secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara, sehingga kinerja mereka

menjadi stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan secara tidak

adil, mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan

berbagai cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain

itu, keadilan organisasi secara psikologis dapat menumbuhkan rasa aman

dalam diri karyawan (Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut

(23)

tersebut akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan

(Muchinsky, 2006).

Penelitian Zhang dan Agarwal (2009) menunjukkan bahwa semakin

tinggi keadilan organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula

Organizational citizenship behavior (OCB) karyawan tersebut. OCB yang

tinggi tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).

Penelitian lain menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara keadilan

organisasi dengan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan

Suhariadi, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap

organisasinya, akan memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).

Keadilan organisasi berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan

yang diterima oleh karyawan dalam pekerjaan mereka (Moorman, 1991).

Terdapat tiga jenis keadilan yaitu : keadilan prosedural, keadilan distributif,

dan keadilan interaksional (Muchinsky, 2006; Faturochman, 2002). Keadilan

prosedural mengarah pada adil atau tidaknya prosedur dan peraturan yang

digunakan untuk mengambil keputusan. Keadilan distributif berkaitan dengan

adil atau tidaknya hasil yang diterima karyawan (Muchinsky, 2006).

Sedangkan keadilan interaksional berkenaan dengan adil atau tidaknya

perlakuan interpersonal yang diterima karyawan (Bies & Moag dalam

Colquitt, Conlon, Wesson, Porter, & Yee Ng, 2001)

Penelitian Dasalaku (2011) membuktikan adanya hubungan positif

antara keadilan organisasi dengan kinerja karyawan. Namun, dalam penelitian

(24)

digunakan hanya berasal dari 1 lembaga sehingga hasil penelitian tersebut

kurang dapat digeneralisasikan secara luas. Keterbatasan lainnya yaitu

penilaian kinerja subjek hanya dilakukan oleh 1 orang saja. Sedangkan Riggio

(2009) menyatakan bahwa hasil penilaian kinerja akan lebih reliabel bila

penilaian dilakukan oleh beberapa penilai.

Berdasarkan keterbatasan tersebut, peneliti ingin mengkaji kembali

hubungan keadilan organisasi dalam perusahaan dengan kinerja pramuniaga.

Peneliti akan berusaha meningkatkan mutu hasil penelitian dengan

memperbaiki keterbatasan yang terdapat dalam penelitian sebelumnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut,

maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah

terdapat hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja pada

pramuniaga toko.”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

keadilan organisasi dengan kinerja pada pramuniaga toko.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

(25)

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini bermanfaat menambah wawasan dan

memberi informasi dalam bidang psikologi industri dan organisasi

khususnya tentang kinerja dan keadilan organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian (Pramuniaga)

Penelitian ini bermanfaat bagi pramuniaga sebagai

evaluasi kerja yang dapat memberikan informasi mengenai

kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam pelaksanaan

tugas sebagai pramuniaga.

b. Bagi Toko

Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan toko sebagai

bahan evaluasi berkaitan dengan kinerja pramuniaganya,

dengan memperhatikan keadilan organisasi yang dirasakan

(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KINERJA

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang berdasarkan

ukuran yang berlaku untuk pekerjaan bersangkutan (As’ad, 2003).

Menurut Prawirosentono (dalam Syukrianto, Kaho, dan Lay, 2003),

kinerja merupakan hasil kerja seseorang sesuai dengan

tanggung-jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak

melanggar hukum, serta sesuai dengan moral dan etika. Bernardin (2003)

menambahkan bahwa kinerja mengacu pada seluruh hasil dari fungsi

kerja atau aktivitas tertentu selama periode waktu yang telah ditentukan.

Senada dengan Bernardin (2003), Mangkunegara dan Prabu (2007)

menjelaskan kinerja sebagai hasil kerja seseorang baik secara kualitas

maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan

kepadanya selama periode waktu tertentu.

Kinerja dapat juga diartikan sebagai keberhasilan seseorang dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan (Cascio, 1995). Pendapat ini

diperkuat oleh Simamora (2006) yang menyatakan bahwa kinerja

merupakan kadar pencapaian tugas-tugas dalam pekerjaan sehingga

mencerminkan seberapa baik seseorang dapat memenuhi persyaratan

(27)

Pendapat lain dikemukakan oleh Syukrianto et al. (2003) yang

menyebutkan bahwa kinerja memiliki penekanan pada kemampuan dan

kemauan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Ivancevich (dalam

Amelia, 2008) mengartikan kinerja sebagai penampilan seseorang ketika

melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dalam suatu pekerjaan

tertentu. Pendapat serupa disampaikan oleh Whitmore (2009) yang

menjelaskan secara lebih rinci bahwa kinerja adalah suatu perbuatan,

prestasi, dan ketrampilan dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang

dituntut dari seseorang.

Berdasarkan beberapa pengertian kinerja yang telah diuraikan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja dan perilaku

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan

tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya selama periode waktu tertentu.

2. Pengertian Kinerja Pramuniaga

Pramuniaga merupakan jenis pekerjaan jasa (Tjiptono & Chandra,

2011). Pramuniaga dapat diartikan sebagai karyawan perusahaan yang

bertugas melayani pembeli (Chulsum & Novia, 2006). Dengan demikian,

kinerja pramuniaga merupakan hasil kerja dan perilaku pramuniaga

(28)

3. Aspek-aspek Kinerja

Aspek-aspek kinerja terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek

kualitatif (Mangkunegara & Prabu, 2007). Aspek kuantitatif meliputi :

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan.

b. Waktu yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan.

c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.

d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

Sedangkan aspek kualitatif meliputi :

a. Ketepatan kerja dan kualitas pelayanan.

b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.

c. Kemampuan menganalisis data atau informasi.

d. Kemampuan mengevaluasi keluhan konsumen.

Pendapat lain diungkapkan oleh Timple (1992) yang merumuskan

3 aspek performansi kerja, antara lain :

a. Tingkat ketrampilan yang meliputi kemampuan, kecakaan

interpersonal, dan kecakapan teknis.

b. Tingkat upaya yang berkaitan dengan motivasi untuk menyelesaikan

pekerjaan.

c. Kondisi eksternal yang mendukung dalam bekerja.

Sedangkan Gomes (2003) menyatakan bahwa evaluasi kinerja

karyawan didasarkan pada deskripsi perilaku yang spesifik, antara lain :

a. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan selama periode waktu

(29)

b. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

c. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

ketrampilannya.

d. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyesesaikan persoalan yang timbul.

e. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain.

f. Dependability, dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian kerja.

g. Initiative, semangat untuk melakukan tugas-tugas baru dalam

memperbesar tanggungjawabnya.

h. Personal qualities, kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan,

dan integritas pribadi.

Dalam penelitian ini, aspek-aspek kinerja yang akan digunakan

adalah aspek-aspek kinerja menurut Gomes (2003) aspek b hingga aspek

h yaitu quality of work, job knowledge, creativeness, cooperation,

dependability, initiative, dan personal qualities. Sedangkan aspek a

menurut Gomes (2003), yaitu quantity of work tidak digunakan karena

pramuniaga bertugas melayani pembeli di toko dan jenis pekerjaannya

merupakan pekerjaan jasa (Tjiptono & Chandra, 2011). Pada jenis

(30)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Mangkunegara dan Prabu (2007) mengungkapkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari 2 faktor-faktor, yaitu faktor-faktor

internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat seseorang,

sedangkan faktor eksternal mengacu pada lingkungan kerja seperti

perilaku rekan kerja, fasilitas yang tersedia, iklim organisasi, keadilan

organisasi, dan sebagainya.

Muchinsky (2006) merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja secara lebih rinci, antara lain : upaya, keahlian, tanggung jawab,

dan kondisi kerja. Upaya berkaitan dengan besarnya usaha yang

dilakukan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tanggung

jawab mengacu pada kesadaran untuk melakukan pekerjaan

sebaik-baiknya dan bersedia menanggung seluruh akibat yang timbul dari

pekerjaan yang dilakukan. Keahlian mengarah pada ketrampilan dan

kecakapan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan kondisi

kerja dapat berupa hubungan dengan rekan kerja, fasilitas yang diperoleh

dalam bekerja, iklim organisasi, keadilan organisasi, dan sebagainya.

Faktor upaya, keahlian, dan tanggung jawab tersebut berkaitan dengan

faktor internal dari Mangkunegara dan Prabu (2007). Sedangkan faktor

kondisi kerja berkaitan dengan faktor eksternal yang dikemukakan oleh

Mangkunegara dan Prabu (2007).

Hampir sama dengan pendapat tersebut, Mathis dan John (2006)

(31)

kemampuan individual, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan

organisasi. Kemampuan individual meliputi bakat, minat, dan

kepribadian. Faktor ini berkaitan dengan faktor keahlian dari Muchinsky

(2006) dan merupakan faktor internal dari Mangkunegara dan Prabu

(2007). Kemudian tingkat usaha yang dicurahkan mengacu pada motivasi,

etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas. Faktor ini berkaitan dengan

faktor upaya dari Muchinsky (2006) dan merupakan faktor internal dari

Mangkunegara dan Prabu (2007). Sedangkan dukungan organisasi dapat

berupa pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar

kinerja, perilaku rekan kerja, keadilan organisasi, dan lain-lain. Faktor ini

berkaitan dengan faktor kondisi kerja dari Muchinsky (2006) dan

merupakan faktor eksternal dari Mangkunegara dan Prabu (2007).

5. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah penilaian secara

sistematis untuk mengetahui hasil kerja karyawan (Mangkunegara &

Prabu, 2007) Penilaian kinerja juga dilakukan untuk mengukur kontribusi

karyawan terhadap perusahaan (Bernardin, 2003). Riggio (2008)

menambahkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses

pengukuran kinerja karyawan dibandingkan dengan standar yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

(32)

perusahaan untuk mengukur kinerja karyawan dibandingkan dengan

standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan penilainya, penilaian kinerja karyawan dapat

dilakukan oleh atasan, diri sendiri, rekan setingkat, bawahan, maupun

pelanggan. Dalam penelitian ini, kinerja pramuniaga akan dinilai oleh

atasan karena penilaian kinerja oleh atasan memiliki reliabilitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian oleh penilai lainnya (Conway

& Huffcutt; Viswesvaran, Ones, & Schmidt dalam Riggio, 2009).

Berdasarkan jumlah penilai, penilaian kinerja karyawan dapat

dilakukan oleh seorang penilai maupun beberapa orang penilai (Riggio,

2009). Riggio (2009) menambahkan bahwa penilaian kinerja yang

dilakukan oleh beberapa penilai akan lebih reliabel dibandingkan dengan

penilaian kinerja yang hanya dilakukan oleh satu orang penilai saja.

Selain itu, penilaian kinerja yang hanya dilakukan oleh satu orang penilai

memiliki kemungkinan terjadi bias, seperti penilai terlalu murah hati

sehingga selalu memberi nilai yang tinggi atau sebaliknya, penilai

memberi nilai yang tinggi pada sifat-sifat atau hal-hal yang mirip dengan

dirinya sendiri, penilai memberi nilai tinggi pada orang yang disukai dan

memberi nilai buruk pada orang yang tidak disukai, serta penilai dapat

memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kepentingan politik tertentu

(Robbins, 2005).

Dalam penelitian ini, penilaian kinerja pramuniaga akan dilakukan

(33)

6. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Handoko (2001), metode penilaian kinerja dapat

dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu penilaian kinerja berorientasi

masa lalu dan penilaian kinerja berorientasi masa depan.

Penilaian kinerja berorientasi masa lalu terdiri dari beberapa

metode, antara lain :

a. Rating scale

Penilaian kinerja karyawan dilakukan menggunakan skala

tertentu dengan rentang bobot nilai dari sangat tinggi hingga sangat

rendah. Skala tersebut biasanya diisi oleh atasan.

b. Checklist

Penilaian didasarkan pada standar kinerja yang sudah

dideskripsikan terlebih dahulu. Penilai tinggal memilih

kalimat-kalimat yang menggambarkan kinerja karyawan yang dinilai. Lembar

checklist tersebut juga diisi oleh atasan.

c. Metode peristiwa kritis

Penilaian didasarkan pada catatan perilaku khusus yang

dilakukan selama bekerja. Perilaku yang dicatat dapat berupa perilaku

baik maupun perilaku buruk. Penilaian biasanya dilakukan dengan

cara observasi langsung di tempat kerja.

(34)

Wakil ahli departemen personalia terjun ke lapangan untuk

membantu para penilai dalam melakukan penilaian kinerja.

e. Tes dan observasi prestasi kerja

Penilaian kinerja dilakukan melalui tes dan observasi di

lapangan. Tes dapat meliputi tes pengetahuan dan tes keterampilan

kerja.

f. Metode evaluasi kelompok

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan seorang

karyawan dengan karyawan yang lain. Perbandingan dapat dilakukan

dengan beberapa cara, antara lain:

1. Ranking

Cara ini dilakukan dengan menempatkan setiap karyawan

dalam urutan dari yang terbaik hingga terburuk.

2. Grading

Cara ini dilakukan dengan memisah-misahkan karyawan

dalam berbagai kategori yang berbeda. Misalnya 25% baik, 50%

menengah, dan 25% buruk.

3. Point Allocation

Penilai diberi sejumlah poin total untuk dialokasikan di

antara karyawan yang dinilai. Karyawan dengan kinerja lebih baik

(35)

Sedangkan penilaian berorientasi masa depan terdiri dari :

a. Penilaian diri sendiri

Atasan mengemukakan harapan-harapan terhadap karyawan dan

tujuan organisasi. Kemudian karyawan mengidentifikasi aspek-aspek

perilaku yang perlu diperbaiki untuk masa datang.

b. Penilaian psikologis

Penilaian ini dilakukan oleh para ahli psikologi untuk

mengetahui potensi karyawan seperti kemampuan intelektual,

motivasi, dan sebagainya. Penilaian biasanya dilakukan menggunakan

serangkaian asesmen psikologi.

c. Management By Objective (MBO)

Karyawan bersama-sama dengan atasan menetapkan

sasaran-sasaran pelaksanaan kerja yang akan dicapai di masa datang.

Kemudian penilaian kinerja dilakukan secara bersama pula

berdasarkan sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

d. Assessment Center.

Penilaian dilakukan oleh beberapa penilai untuk mengetahui

potensi karyawan dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.

Pelaksanaannya dapat melalui wawancara mendalam, tes psikologi,

pemeriksaan latar belakang, diskusi kelompok, penilaian rekan kerja,

dan lain-lain.

Sedangkan Riggio (2009) mengelompokkan metode penilaian

(36)

Comparative Methods terdiri dari dari beberapa metode, antara

lain :

a. Rankings

Penilaian dilakukan dengan cara mengurutkan karyawan mulai

dari karyawan yang memiliki kinerja terbaik hingga yang terburuk.

b. Paired Comparison

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan seorang

karyawan dengan karyawan lain di dalam grup, kemudian ditentukan

karyawan mana yang memiliki kinerja lebih baik.

c. Forced Distributions

Penilaian dilakukan dengan cara menetapkan deretan kategori

mulai dari kinerja paling baik hingga paling buruk, kemudian

mendistribusikan setiap karyawan ke salah satu kategori yang ada

dengan membatasi jumlah karyawan pada masing-masing kategori.

Sedangkan Individual Methods terdiri dari :

a. Graphic Rating Scale

Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala tertentu untuk

menilai karyawan dengan rentang nilai yang sudah ditetapkan.

b. Behaviorally Anchored Rating Scale

Penilaian dilakukan dengan menilai karyawan dengan rentang

(37)

c. Behavioral Obsevation Scale

Penilaian dilakukan dengan melihat seberapa sering kata kunci

perilaku kerja karyawan muncul selama diobservasi.

d. Checklists

Penilaian didasarkan pada pernyataan-pernyataan tentang

kinerja yang sudah disusun terlebih dahulu. Kemudian penilai

memilih pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kinerja

karyawan yang dinilai.

e. Narratives

Penilaian dilakukan dengan membuat keterangan tertulis yang

tak terbatas mengenai kinerja karyawan.

Dalam penelitian ini, metode penilaian kinerja yang digunakan

adalah metode graphic rating scale dari Riggio (2009), yaitu penilaian

kinerja karyawan akan dilakukan menggunakan skala tertentu dengan

rentang bobot nilai yang sudah ditetapkan.

B. KEADILAN ORGANISASI

1. Pengertian Keadilan Organisasi

Keadilan organisasi berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan

yang diterima oleh karyawan dalam pekerjaan mereka (Moorman, 1991).

Hal serupa juga disampaikan oleh Muchinsky (2006) yang menyatakan

bahwa keadilan organisasi berkenaan dengan perlakuan adil terhadap

(38)

Greenberg (1990) menjelaskan bahwa keadilan organisasi

merupakan persepsi karyawan terhadap keadilan di dalam perusahaan.

Senada dengan pendapat Greenberg (1990), pakar lain mendeskripsikan

keadilan organisasi sebagai persepsi seseorang atau sebuah kelompok

terhadap keadilan perlakuan yang mereka terima dari organisasi. (Lam,

Schaubroeck, dan Aryee, 2002). Definisi yang lebih sederhada

diungkapkan oleh Wiyono (2004) yang menyatakan bahwa keadilan

organisasi mengarah pada sejauh mana karyawan menilai perlakuan

organisasi sebagai hal yang adil.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

keadilan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai adil atau

tidaknya perlakuan perusahaan terhadap mereka.

2. Jenis-jenis Keadilan Organisasi

Muchinsky (2006) dan Faturochman (2002) merumuskan keadilan

organisasi menjadi 3 jenis yaitu : keadilan prosedural, keadilan distributif,

dan keadilan interaksional.

a. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan selama proses

pengambilan keputusan (Colquitt, 2001). Pendapat tersebut diperluas

oleh Muchinsky (2006) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural

mengarah pada cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai

(39)

peraturan yang berlaku di dalam organisasi. Sedangkan Leventhal

(dalam Colquitt et al., 2001) mendefinisikan keadilan prosedural

sebagai persepsi keadilan terhadap prosedur dalam menentukan

sesuatu, misalnya adil atau tidaknya prosedur yang dipakai untuk

menentukan besarnya gaji. Pendapat Leventhal (dalam Colquitt et al.,

2001) tersebut diperkuat oleh Wiyono (2004) yang mengartikan

keadilan prosedural sebagai persepsi seseorang terhadap keadilan

prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengambil keputusan

dalam organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut, keadilan prosedural adalah

persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya prosedur dan

peraturan yang digunakan oleh perusahaan untuk mengambil

keputusan.

b. Keadilan Distributif

Terdapat pendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan

keadilan distributif hingga saat ini (Faturochman, 2002). Greenberg

dan Baron (2007) merumuskan keadilan distributif sebagai keadilan

hasil yang diterima oleh anggota sebagai akibat dari keputusan yang

diambil organisasi. Sedangkan Deutsch (Faturochman, 2002)

menyatakan bahwa keadilan distributif secara konseptual berkaitan

dengan distribusi barang yang berpengaruh terhadap kesejahteraan

(40)

Dari berbagai pendapat mengenai definisi keadilan distributif

yang ada, definisi yang paling sering digunakan adalah definisi

berdasarkan teori equity (Colquitt, 2001). Menurut teori tersebut,

keadilan distributif merupakan keseimbangan antara outcome yang

diterima seseorang dengan input yang orang tersebut berikan

(Deutsch dalam Colquitt,2001). Outcome adalah seluruh hal yang

yang diterima karyawan dari perusahaan, seperti imbalan, hadiah,

fasilitas, dan sebagainya. Sedangkan input adalah seluruh hal yang

diberikan karyawan kepada perusahaan, seperti kontribusi kerja,

usaha, ketrampilan, dan lain-lain.

Definisi keadilan distributif berdasarkan teori equity tersebut

didukung oleh beberapa pakar lain yang menyatakan pendapat

serupa. Price dan Mueller (dalam Moorman, 1991) menyatakan

bahwa keadilan distributif adalah tingkat kepercayaan karyawan

mengenai apakah penghargaan yang diterimanya sudah seimbang

dengan kinerjanya, tingkat pendidikannya, pengaruhnya, dan

sebagainya. Penghargaan tersebut berkaitan dengan outcome

sedangkan kinerja, tingkat pendidikan, dan pengaruh berkaitan

dengan input dalam teori equity. Kemudian Wiyono (2004)

menjelaskan keadilan distributif sebagai persepsi terhadap keadilan

mengenai hasil yang diterima oleh karyawan dari perusahaan tempat

mereka bekerja. Hasil yang diterima tersebut berkaitan dengan

(41)

menyatakan bahwa keadilan distributif berkaitan dengan adil atau

tidaknya keluaran dan hasil yang diterima oleh anggota organisasi.

Keluaran berkaitan dengan input sedangkan hasil yang diterima

berkaitan dengan outcome dalam teori equity.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai

keseimbangan antara seluruh hal yang diterima karyawan dari

perusahaan (outcome) dibandingkan dengan seluruh hal yang

diberikan karyawan kepada perusahaan (input).

c. Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional berkaitan dengan adil atau tidaknya

perlakuan interpersonal yang diterima karyawan selama

melaksanakan pekerjaannya (Bies & Moag dalam Colquitt et al.,

2001). Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh Wiyono (2004)

yang menyatakan bahwa keadilan interaksional adalah persepsi

karyawan mengenai keadilan interaksi antara atasan dan seorang

karyawan dibandingkan dengan interaksi atasan tersebut dengan

karyawan lainnya.

Terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa keadilan

interaksional terdiri dari 2 jenis, yaitu keadilan interpersonal dan

keadilan informasional (Muchinsky, 2006; Colquitt, 2001). Keadilan

interpersonal mengarah pada perlakuan sopan dan hormat oleh

(42)

menekankan pada pemberian informasi kepada karyawan mengenai

alasan penggunaan suatu prosedur dan ketentuan dalam distribusi.

Cremer, Knippenberg, Dijke, dan Bos (2004) menyampaikan

bahwa keadilan interaksional dapat dipengaruhi oleh tinggi

rendahnya self-esteem seseorang. Dalam penelitiannya, Cremer et al.

(2004) menemukan bahwa karyawan akan bereaksi terhadap

keadilan interaksional hanya jika mereka memiliki self-esteem yang

rendah. Sebaliknya, karyawan yang memiliki self-esteem tinggi tidak

akan bereaksi terhadap keadilan interaksional. Hal ini disebabkan

karena tinggi rendahnya self-esteem seseorang dapat mencerminkan

kualitas interaksinya dengan orang lain (Leary & Baumeister dalam

Cremer et al., 2004).

3. Aspek dan Indikator Keadilan Organisasi

a. Aspek Keadilan Prosedural

Leventhal (dalam Colquitt, 2001 dan Faturochman, 2002)

merumuskan enam aturan pokok dalam keadilan prosedural. Bila

keenam aturan tersebut terpenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan

adil. Aturan-aturan tersebut antara lain :

1) Konsistensi. Prosedur harus konsisten baik dari satu orang

dengan orang lain maupun dari waktu ke waktu.

2) Minimalisasi bias. Prosedur harus menghindari bias baik dalam

(43)

3) Informasi yang akurat. Prosedur harus didasarkan pada

informasi yang akurat, yaitu mengacu pada fakta.

4) Dapat diperbaiki. Prosedur harus mengandung aturan untuk

memperbaiki kesalahan pada prosedur yang ada, yaitu melalui

kritik dan saran.

5) Representatif. Prosedur harus mengupayakan seluruh pihak yang

bersangkutan turut terlibat sejak awal.

6) Etis. Prosedur harus didasari dengan standar etika dan moral.

Aspek-aspek keadilan prosedural yang akan dipakai dalam

penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan prosedural menurut

Leventhal (dalam Colquitt, 2001 dan Faturochman, 2002), yaitu

konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat

diperbaiki, representatif, dan etis.

b. Indikator Keadilan Distributif

Keadilan distributif paling sering didefinisikan berdasarkan

teori equity (Colquitt, 2001). Menurut teori tersebut, keadilan

distributif merupakan keseimbangan antara outcome yang diterima

seseorang dengan input yang orang tersebut berikan (Deutsch dalam

Colquitt, 2001). Outcome adalah seluruh hal yang yang diterima

karyawan dari perusahaan seperti imbalan, hadiah, fasilitas, dan

sebagainya. Sedangkan input adalah seluruh hal yang diberikan

karyawan kepada perusahaan, yang akan diwakili oleh beberapa

(44)

pegalaman dan usaha yang dicurahkan. Keadilan distributif akan

tercapai bila outcome seimbang dengan input.

Indikator keadilan distributif yang akan dipakai dalam

penelitian ini didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh

Colquitt (2001). Outcome meliputi gaji, imbalan, dan fasilitas yang

diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Sedangkan input

diwakili oleh beberapa indikator, antara lain: kontribusi,

ketrampilan, pendidikan, pegalaman dan usaha.

c. Aspek Keadilan Interaksional

Tyler (dalam Faturochman, 2002) merumuskan tiga aspek

keadilan interaksional, antara lain :

1) Penghargaan. Penghargaan terhadap status seseorang yang

tercermin dalam perlakuan atasan terhadap bawahan. Semakin

baik perlakuan yang diberikan, maka interaksinya dinilai

semakin adil. Penghargaan tersebut dapat diberikan dalam

bentuk kata-kata, sikap, ataupun tindakan.

2) Netralitas. Netralitas dapat tercapai ketika pengambilan

keputusan didasarkan pada fakta, dilakukan secara objektif, dan

validitasnya tinggi. Selain itu, dalam melakukan relasi sosial

tidak terdapat perlakuan yang berbeda antara satu pihak dengan

pihak lain.

3) Kepercayaan. Kepercayaan meliputi keyakinan, harapan, dan

(45)

dalam melakukan hubungan sosial dan mengandung resiko yang

berasosiasi dengan harapan tersebut. Jika seseorang

mempercayai orang lain namun hal tersebut tidak terbukti, orang

itu akan menerima resiko seperti merasa dikhianati, kecewa, dan

marah.

Aspek-aspek keadilan interaksional yang akan dipakai dalam

penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan interaksional menurut

Tyler (dalam Faturochman, 2002), yaitu penghargaan, netralitas, dan

kepercayaan.

4. Dampak dari Keadilan Organisasi

Keadilan organisasi dapat memberikan efek positif bagi karyawan.

Secara psikologis, keadilan yang dirasakan karyawan baik prosedural,

distributif, maupun interaksional akan menumbuhkan rasa aman dalam

diri mereka (Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut

merupakan kondisi kerja yang baik.

Jika karyawan merasa diperlakukan secara adil, motivasi kerja

mereka akan terpelihara, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih

stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan secara tidak adil,

mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan

(46)

C. HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN

KINERJA

Keadilan organisasi merupakan persepsi karyawan mengenai adil atau

tidaknya perlakuan perusahaan terhadap mereka. Secara psikologis, semua

jenis keadilan tersebut dapat menumbuhkan rasa aman dalam diri karyawan

(Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi

kerja yang baik bagi karyawan. Kondisi kerja yang baik akan memberikan

pengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Muchinsky, 2006).

Riggio (2009) menambahkan bahwa jika karyawan merasa

diperlakukan secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara sehingga

mereka dapat bekerja dengan lebih stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa

diperlakukan secara tidak adil, mereka akan berusaha meminimalkan

ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara sehingga beresiko menurunkan

kinerjanya.

Penelitian Zhang dan Agarwal (2009) menunjukkan bahwa semakin

tinggi keadilan organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula

Organizational citizenship behavior (OCB) karyawan tersebut. OCB yang

tinggi tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).

Penelitian lain menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara

keadilan organisasi dengan komitmen karyawan terhadap organisasi

(Damayanti dan Suhariadi, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi

(47)

Terdapat tiga jenis keadilan organisasi, yaitu keadilan prosedural,

keadilan distributif, dan keadilan interaksional (Muchinsky, 2006;

Faturochman, 2002). Keadilan prosedural berkaitan dengan adil atau tidaknya

prosedur dan peraturan yang digunakan perusahaan untuk mengambil

keputusan. Keadilan prosedural sebagai salah satu jenis keadilan organisasi

akan menumbuhkan rasa aman dalam bekerja (Faturochman, 2002). Rasa

aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi

kerja yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja

pramuniaga (Muchinsky, 2006). Keadilan prosedural juga membuat motivasi

kerja pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih

stabil. Sebaliknya, jika pramuniaga tidak merasakan keadilan prosedural,

mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai

cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu,

semakin tinggi keadilan prosedural sebagai salah satu jenis keadilan

organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang

dan Agarwal, 2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti

dan Suhariadi, 2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan

(Coole, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap

organisasinya, akan memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).

Keadilan distributif berkaitan dengan adil atau tidaknya hasil yang

diterima karyawan (Muchinsky, 2006). Sama seperti keadilan prosedural,

keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasi juga akan

(48)

dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja

yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pramuniaga

(Muchinsky, 2006). Keadilan distributif juga membuat motivasi kerja

pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil.

Sebaliknya, jika pramuniaga tidak merasakan keadilan distributif, mereka

akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara

sehingga beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu, semakin

tinggi keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang

dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang dan Agarwal,

2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan Suhariadi,

2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).

Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasinya, akan

memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).

Sedangkan keadilan interaksional berkaitan dengan adil atau tidaknya

perlakuan interpersonal yang diterima karyawan (Bies & Moag dalam

Colquitt et al, 2001). seperti keadilan prosedural dan keadilan distributif,

keadiloan interaksional sebagai salah satu jenis keadilan organisasi juga akan

menumbuhkan rasa aman dalam bekerja (Faturochman, 2002). Rasa aman

dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja

yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pramuniaga

(Muchinsky, 2006). Keadilan interaksional juga membuat motivasi kerja

pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil.

(49)

akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara

sehingga beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu, semakin

tinggi keadilan interaksional sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang

dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang dan Agarwal,

2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan Suhariadi,

2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).

Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasinya, akan

memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).

Kinerja adalah hasil kerja dan perilaku seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas sesuai dengan tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya

selama periode waktu tertentu. Karyawan yang merasa diperlakukan adil

secara prosedural, distributif, dan interaksional oleh perusahaan akan merasa

aman, termotivasi, dan bekerja dengan stabil. Dengan kata lain, karyawan

yang merasa diperlakukan adil oleh perusahaan akan memiliki kinerja yang

(50)
(51)

D. HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan positif antara keadilan prosedural dengan kinerja

pramuniaga. Semakin tinggi keadilan prosedural, maka semakin baik

pula kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan

prosedural, semakin buruk pula kinerja pramuniaga.

2. Terdapat hubungan positif antara keadilan distributif dengan kinerja

pramuniaga. Semakin tinggi keadilan distributif, maka semakin baik pula

kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif,

semakin buruk pula kinerja pramuniaga.

3. Terdapat hubungan positif antara keadilan interaksional dengan kinerja

pramuniaga. Semakin tinggi keadilan interaksional, maka semakin baik

pula kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan

(52)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional.

Penelitian korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi pada satu

variabel berhubungan dengan variasi pada variabel lainnya, berdasarkan

koefisien korelasi (Azwar, 2003). Dalam penelitian ini, korelasi yang

dimaksud adalah hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara

lain :

1. Variabel Bebas : Keadilan Organisasi (Keadilan prosedural,

keadilan distributif, keadilan interaksional)

2. Variabel Tergantung : Kinerja Pramuniaga

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kinerja Pramuniaga

Kinerja pramuniaga adalah hasil kerja dan perilaku pramuniaga

dalam melayani pembeli selama periode waktu tertentu. Kinerja

pramuniaga akan diukur menggunakan skala penilaian kinerja pramuniaga.

(53)

penilaian tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka kinerja

pramuniaga semakin baik. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang

diperoleh, maka semakin buruk pula kinerja pramuniaga tersebut.

2. Keadilan Organisasi

a. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi karyawan mengenai adil

atau tidaknya prosedur dan peraturan yang digunakan oleh perusahaan

untuk mengambil keputusan. Data mengenai keadilan prosedural

diperoleh dengan cara menyebarkan skala keadilan prosedural kepada

pramuniaga. Skor total pada skala keadilan prosedural menunjukkan

tinggi rendahnya keadilan prosedural. Semakin tinggi skor total yang

diperoleh pada skala keadilan prosedural, maka semakin tinggi

keadilan prosedural yang dirasakan pramuniaga. Sebaliknya, semakin

rendah skor total yang diperoleh pada skala keadilan prosedural, maka

semakin rendah pula keadilan prosedural yang dirasakan pramuniaga.

b. Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai

keseimbangan antara seluruh hal yang yang diterima karyawan dari

perusahaan (outcome) dibandingkan dengan seluruh hal yang

diberikan karyawan kepada perusahaan (input). Data mengenai

keadilan distributif diperoleh dengan cara menyebarkan skala keadilan

(54)

distributif menunjukkan tinggi rendahnya keadilan distributif.

Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala keadilan

distributif, maka semakin tinggi keadilan distributif yang dirasakan

pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh

pada skala keadilan distributif, maka semakin rendah pula keadilan

distributif yang dirasakan pramuniaga.

c. Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional adalah persepsi karyawan mengenai

keadilan interaksi antara atasan dan seorang karyawan dibandingkan

dengan interaksi atasan tersebut dengan karyawan lainnya. Data

mengenai keadilan interaksional diperoleh dengan cara menyebarkan

skala keadilan interaksional kepada pramuniaga. Skor total pada skala

keadilan interaksional menunjukkan tinggi rendahnya keadilan

interaksional. Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala

keadilan interaksional, maka semakin tinggi keadilan interaksional

yang dirasakan pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah skor total

yang diperoleh pada skala keadilan interaksional, maka semakin

rendah pula keadilan interaksional yang dirasakan pramuniaga.

D. SUBJEK PENELITIAN

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik Convenience

Sampling, yaitu mengambil sampel berdasarkan kemudahan memperoleh

(55)

digunakan adalah semua pramuniaga toko dari beberapa toko yang bersedia

dijadikan lokasi penelitian. Subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu

pramuniaga toko yang telah lolos masa uji coba dan menjadi karyawan tetap

dengan masa kerja minimal satu tahun. Subjek dengan kriteria tersebut

dianggap sudah mengenal perusahaan tempat bekerjanya sehingga mampu

memberikan penilaian terhadap keadilan organisasi.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan 2 alat, yaitu :

1. Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga

Skala ini digunakan untuk menilai kinerja pramuniaga yang

menjadi subjek penelitian. Skala penilaian kinerja pramuniaga yang

digunakan disusun oleh peneliti dan manajer toko bersangkutan. Skala

penilaian kinerja tersebut disusun dengan menyesuaikan tugas pramuniaga

di toko bersangkutan dengan aspek-aspek kinerja menurut Gomes (2003)

poin ke dua hingga poin terakhir, yaitu quality of work, job knowledge,

creativeness, cooperation, dependability, initiative, dan personal qualities.

Skala penilaian kinerja pramuniaga tersebut terdiri dari 10 aitem.

Penskoran dalam skala penilaian tersebut menggunakan metode graphic

rating scale dari Riggio (2009) dengan rentang nilai 1 sampai 5. Nilai 1

untuk nilai terendah dan nilai 5 untuk nilai tertinggi.

Skala penilaian kinerja pramuniaga tersebut akan diisi oleh tiga

(56)

Penilaian kinerja dilakukan oleh tiga orang atasan karena penilaian kinerja

yang dilakukan oleh atasan memiliki reliabilitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh penilai lainnya

(Conway & Huffcutt; Viswesvaran, Ones, & Schmidt dalam Riggio, 2009).

Selain itu, penilaian kinerja yang dilakukan oleh beberapa penilai akan

lebih reliabel dibandingkan dengan penilaian kinerja yang hanya dilakukan

oleh satu orang penilai saja (Riggio, 2009).

Tabel 1

Distribusi Aitem Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga Aspek-aspek Kinerja Sebaran Aitem

Quality of work 1, 2

Keadilan prosedural diukur menggunakan skala keadilan

prosedural yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan prosedural

terdiri dari 12 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 6 aitem

favourable dan 6 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam

skala keadilan prosedural tersebut adalah aspek-aspek keadilan

prosedural menurut Leventhal dalam Colquitt (2001) dan dalam

Faturochman (2002), yaitu konsistensi, minimalisasi bias, informasi

(57)

Setiap aitem pada skala keadilan prosedural menggunakan

skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai

4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk

Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1

untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak

Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Skala Keadilan Distributif

Keadilan distributif diukur menggunakan skala keadilan

distributif yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan distributif terdiri

dari 10 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 5 aitem

favourable dan 5 aitem unfavourable. Masing-masing aitem dalam

skala ini mengukur keseimbangan antara outcome dengan input yang

didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh Colquitt (2001).

Outcome meliputi gaji, imbalan, dan fasilitas yang diberikan oleh

perusahaan kepada karyawan. Sedangkan input diwakili oleh 5

indikator, antara lain : kontribusi, ketrampilan, pendidikan,

pegalaman dan usaha.

Setiap aitem pada skala keadilan distributif menggunakan

skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju

(58)

Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai

4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk

Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1

untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak

Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

c. Skala Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional diukur menggunakan skala keadilan

interaksional yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan interaksional

terdiri dari 12 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 6 aitem

favourable dan 6 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam

skala keadilan interaksional tersebut adalah aspek-aspek keadilan

interaksional menurut Tyler dalam Faturochman (2002), yaitu

penghargaan, netralitas, dan kepercayaan.

Setiap aitem pada skala keadilan interaksional menggunakan

skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai

4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk

Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1

untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak

(59)

Tabel 2

Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi Jenis

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan

memiliki validitas tinggi bila akat ukur tersebut memberi hasil yang sesuai

dengan tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2003).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi dengan pengujian

terhadap isi tes dengan cara analisis rasional atau profesional judgement.

Profesional judgement dilakukan oleh orang yang lebih ahli dalam bidang

tersebut, dalam hal ini yaitu dosen pembimbing. Suatu skala dikatakan

memenuhi validitas isi bila skala tersebut hanya memuat isi yang relevan

(60)

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

aitem-aitem yang valid sehingga layak digunakan untuk penelitian. Seleksi aitem-aitem

didasarkan pada daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem mampu

membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki

atribut yang diukur (Azwar, 2009).

Penghitungan daya diskriminasi aitem dilakukan dengan cara

mengkorelasikan skor aitem dengan skor aitem total sehingga didapatkan

koefisien korelasi aitem total (rix) yang disebut juga indeks daya beda

aitem. Aitem yang dengan koefisien korelasi aitem total minimal 0,30

memiliki daya diskriminasi yang baik (Azwar, 2009). Maka dari itu,

Kriteria pemilihan aitem dalam penelitian ini menggunakan batasan rix

0,30. Perhitungan ini dilakukan menggunakan program SPSS versi 17.0.

Uji coba skala dilakukan di 4 toko yang berada di kota Magelang

dan Semarang. Tanggal 28 April 2012 hingga tanggal 1 Mei 2012 uji coba

skala dilakukan di kota Magelang, yaitu di Toko HJ dan Toko HA.

Kemudian tanggal 2 Mei 2012 hingga tanggal 4 Mei 2012 di Toko SS dan

Toko RP yang terletak di kota Semarang. Peneliti menyebar skala kepada

seluruh pramuniaga yang telah lolos masa uji coba menjadi karyawan tetap

pada masing-masing toko. Terdapat 22 orang pramuniaga yang mengisi

skala dari Toko HJ, 11 orang dari Toko HA, 28 orang dari Toko SS, dan

18 orang dari Toko RP. Dengan demikian total skala yang kembali

(61)

Dari 12 aitem skala keadilan prosedural, 10 aitem dinyatakan sahih,

dan 2 aitem lainnya harus digugurkan karena memiliki rix < 0,30. Pada

skala keadilan distributif, terdapat 10 aitem yang seluruhnya dinyatakan

sahih karena memiliki rix 0,30. Sedangkan pada 12 aitem keadilan

interaksional terdapat 11 aitem sahih, dan 1 aitem harus digugurkan.

Tabel 3

Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi (Setelah Seleksi Aitem) Jenis Keadilan

Reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil suatu pengukuran

dapat dipercaya, konsisten, dan memiliki kecermatan (Azwar, 2003). Pada

penelitian ini, reliabilitas skala keadilan organisasi diukur menggunakan

koefisien Alpha dari Cronbach. Pendekatan ini memiliki nilai praktis

karena cukup dikenakan sekali saja pada kelompok subjek (Azwar, 2009).

Gambar

Tabel 1 Distribusi Aitem Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga
Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi
Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi (Setelah Seleksi Aitem)
Tabel 4 Deskripsi Subjek
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Identifikasi organisasi dimaksudkan bahwa karyawan bersedia menerima tujuan organisasi yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk mewujudkan komitmen organisasi.

Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pada dirinya dan dapat menempatkan dirinya pada waktu dan situasi yang tepat, mampu

Dari penelitian tersebut dapat diperoleh data bahwa kepuasan kerja dan sikap terhadap profesi keguruan mempengaruhi seseorang yang bekerja di bidang pelayanan

Berdasarkan paparan sebelumnya definisi bullying dalam penelitian ini adalah fenomena pemaparan aksi-aksi negatif berupa aksi-aksi fisik, verbal atau aksi tidak

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri berhubungan secara negatif dan signifikan dengan frekuensi merokok pada remaja.. Subyek dalam penelitian ini adalah

Hal ini dapat diberi pengertian bahwa karyawan yang melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan organisasi atau tidak menyesaikan tugas dan tanggung jawab yang diembannya

Penelitian ini menggunakan teori coping yang dikembangkan oleh Compas (2001) karena model coping tersebut banyak digunakan dalam penelitian coping remaja dan respon

Subjek Penelitian ini adalah kelas VII A SMP Pangudi Luhur St. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah