HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Mikhael Ricky Afianto
089114127
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Mikhael Ricky Afianto
089114127
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Memang baik jadi orang penting, tapi lebih penting jadi orang baik.
Pilihan yang kita ambil di masa lalu menentukan keadaan kita saat ini, pilihan yang kita ambil saat ini menentukan keadaan kita
di masa depan.
Tak seorang pun bisa mengubah masa lalu, namun kita bisa mengubah masa depan bila kita mau berusaha.
Hidup ini adalah 20% dari apa yang terjadi, dan 80% dari cara kita bereaksi terhadap kejadian tersebut.
Orang lain melihat raksasa Goliat terlampau besar untuk dilawan, Daud melihat raksasa Goliat terlampau besar untuk bisa luput dari
ketapelnya.
Ada dua penyebab kegagalan, yaitu berpikir tanpa bertindak dan bertindak tanpa berpikir.
Ukuran tubuh kurang penting, ukuran otak lebih penting, ukuran hati paling penting.
Kerjakan apa yang kita sukai dan sukai apa yang kita kerjakan.
Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada
Papa dan Mama
Mbak Lya dan Gaby
v
vi
HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN KINERJA PADA PRAMUNIAGA TOKO
Mikhael Ricky Afianto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja pada pramuniaga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keadilan organisasi dengan kinerja pramuniaga. Subjek dalam penelitian ini adalah 105 orang pramuniaga toko yang telah lolos masa uji coba dan menjadi karyawan tetap. Reliabilitas skala keadilan organisasi diuji menggunakan teknik Alpha dari Cronbach. Skala keadilan prosedural memiliki koefisien Alpha sebesar 0.826, skala keadilan distributif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.902, dan skala keadilan interaksional memiliki koefisien Alpha sebesar 0.885. Sedangkan reliabilitas skala kinerja diuji dengan melihat konsistensi antar penilai. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien Alpha sebesar 0.649. berdasarkan hasil uji normalitas, data keadilan prosedural dan kinerja termasuk dalam distribusi normal. Sedangkan data keadilan distributif dan keadilan interaksional tidak termasuk dalam distribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa keadilan prosedural memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Sedangkan keadilan distributif dan keadilan interaksional tidak memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan uji korelasi product-moment dari Pearson. Hasil korelasi antara keadilan prosedural dengan kinerja sebesar 0.217 dengan p = 0.013 (p < 0.05), yang berarti terdapat hubungan positif dan signifikan antara keadilan prosedural dengan kinerja.
vii
THE CORRELATION BETWEEN ORGANISATIONAL JUSTICE AND JOB PERFORMANCE OF THE SALESGIRLS
Mikhael Ricky Afianto
ABSTRACT
The purpose of this Research was to understand the correlation between the organizational justice and the job performance of the salesgirls. The hypothesis proposed in this research was the positive correlation between organizational justice and job performance of the salesgirls. For this research, the subject was 105 salesgirls that has passed the training period and has been confirmed to be permanent employee in the organization. The Reliability of organizational justice scale was tested using Alpha technique by Cronbach. Alpha coefficient for procedural justice scale was 0.826, Alpha coefficient for distributive justice was 0.902, Alpha coefficient for interactional was 0.885. The reliability of job performance scale was tested by considering the consistency of the tester. Result shows that the Alpha coefficient was 0.649. However, based on normality test, the procedural justice data and the job performance data was normal. Whereas the distributive justice data and the interactional justice data was not normal. Furthermore, in the linearity test, the result shown that the procedural justice and job performance have a linear correlation while distributive justice and interactional justice do not have a linear correlation with performance. The data was analysed using the Pearson product-moment correlation technique. Based on this correlation test, the result shows that the correlation between procedural justice and job performance was 0.217 with p = 0.013 (p<0.05), which means there are positive and significant correlation between procedural justice and job performance.
ix
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat, penyertaan dan pertolonganNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
3. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.A. (Mbak Etta) selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, mengarahkan, mendukung
dan menyemangati penulis selama menyusun skripsi ini.
5. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M.A. atas segala masukan tentang statistiknya.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala
dukungan dan perhatiannya selama penulis belajar di Universitas Sanata
x
7. Mas Gandung, Pak Gie, Bu nanik, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan,
kesabaran, keramahan, dan senyumannya.
8. Ibu Prapti, Ibu Ana, Ibu Eni, Ibu Bekti, Ibu Narti, Ibu Ika, Ibu Wina, dan Ibu
Rhima selaku manajer toko yang telah membantu dan memberi kesempatan
kepada peneliti untuk melakukan penelitian di masing-masing toko yang Ibu
pimpin.
9. Mamaku yang sudah melahirkan aku, membesarkan aku, berkorban untuk
aku, dan selalu menyayangi aku walaupun aku sering mengecewakanmu.
Tanpa dukungan, kasih sayang, dan doamu aku ga mungkin bisa nyelesain
skripsi ini Mam.
10. Papaku yang selalu menyayangiku, mendukungku, menguatkan, dan
mengajarkan banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan. Hidup berprinsip yang
kumiliki saat ini tak lepas dari didikanmu Pah.
11. Kakakku Mbak Lya dan Adikku Gaby yang selalu berbagi dan menguatkanku
di saat aku lemah.
12. Pitwal yang selalu menemaniku dan membantuku selama proses pengambilan
data, bahkan samapai ke luar kota. Dan yang lebih penting atas kebersamaan
selama ini dalam berbagi suka duka.
13. Ata, Wijen, Cipto, Dheny, Andit, dan Wendor. Kita memang sahabat
bagaikan kepompong. Aku sahabatnya, kalian kepompongnya ya..
14. Seluruh teman-teman di Psikologi Sanata Dharma yang tidak bisa aku
xi
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki karya penulis ini. Penulis juga berharap penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima Kasih.
Yogyakarta, Juli 2012
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
xiii
2. Pengertian Kinerja Pramuniaga ... 8
3. Aspek-aspek Kinerja ... 9
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 11
5. Penilaian Kinerja ... 12
6. Metode Penilaian Kinerja ... 14
B. Keadilan Organisasi ... 18
1. Pengertian Keadilan Organisasi ... 18
2. Jenis-jenis Keadilan Organisasi ... 19
a. Keadilan Prosedural ... 19
b. Keadilan Distributif ... 20
c. Keadilan Interaksional ... 22
3. Aspek dan Indikator Keadilan Organisasi ... 23
a. Aspek Keadilan Prosedural ... 23
b. Indikator Keadilan Distributif ... 24
c. Aspek Keadilan Interaksional ... 25
4. Dampak dari Keadilan Organisasi ... 26
C. Hubungan antara Keadilan Organisasi dengan Kinerja ... 27
D. Hipotesis ... 32
BAB III. METODE PENELITIAN... 33
A. Jenis Penelitian ... 33
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33
C. Definisi Operasional... 33
xiv
2. Keadilan Organisasi ... 34
a. Keadilan Prosedural ... 34
b. Keadilan Distributif ... 34
c. Keadilan Interaksional ... 35
D. Subjek Penelitian ... 35
E. Metode Pengumpulan Data ... 36
1. Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga ... 36
2. Skala Keadilan Organisasi ... 37
a. Skala Keadilan Prosedural ... 37
b. Skala Keadilan Distributif ... 38
c. Skala Keadilan Interaksional... 39
F. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 40
1. Validitas ... 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Pelaksanaan Penelitian ... 45
xv
C. Deskripsi Data Penelitian ... 46
D. Hasil Penelitian ... 48
1. Uji Asumsi ... 48
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Linearitas ... 49
2. Uji Hipotesis ... 51
E. Pembahasan ... 52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Keterbatasan ... 58
C. Saran ... 58
1. Untuk Subjek Penelitian (Pramuniaga) ... 58
2. Untuk Toko ... 59
3. Untuk Peneliti Selanjutnya ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga ... 37
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi ... 40
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi (Setelah Seleksi Aitem) . 42 Tabel 4. Deskripsi Subjek ... 46
Tabel 5. Deskripsi Data Skala Keadilan Organisasi ... 48
Tabel 6. One Sample Kolmogorov-Smirnov Z Test ... 49
Tabel 7. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Prosedural ... 50
Tabel 8. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Distributif... 50
Tabel 9. Test for Linearity Kinerja*Keadilan Interaksional ... 51
xvii
DAFTAR BAGAN
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Keadilan Organisasi ... 66
Lampiran 2. Skala Kinerja Pramuniaga ... 69
Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Keadilan Organisasi ... 71
Lampiran 4. Reliabilitas Skala Penelitian ... 74
Lampiran 5. Hasil Uji t antara Mean Empiris dengan Mean Teoretis ... 77
Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 80
Lampiran 7. Hasil Uji Linearitas ... 82
Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis ... 86
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pelayanan merupakan hal yang menentukan kemajuan sebuah usaha
berupa toko. Pelayanan yang baik membuat pembeli yang datang berbelanja
merasa puas, kemudian menjadi pelanggan yang akan terus berbelanja lagi di
toko tersebut. Bertambah banyaknya pelanggan membuat omset penjualan
terus meningkat sehingga toko tersebut dapat meraih keuntungan. Sedangkan
pelayanan yang buruk membuat pembeli merasa kecewa, kemudian tidak
bersedia lagi berbelanja di toko tersebut. Hal ini mengakibatkan omset
penjualan terus menurun dan mengakibatkan kerugian besar bagi toko.
Baik buruknya pelayanan toko ditentukan oleh kinerja pramuniaganya.
Pramuniaga adalah karyawan perusahaan yang bertugas melayani pembeli
(Chulsum & Novia, 2006). Pramuniaga merupakan wakil perusahaan yang
bertemu pembeli secara langsung. Pramuniaga dengan kinerja yang baik
membuat pembeli merasa puas, sedangkan pramuniaga dengan kinerja buruk
mengakibatkan kekecewaan pada pembeli (Hartzler, 1973). Dengan kata lain,
kinerja pramuniaga memegang peranan penting bagi kemajuan sebuah toko.
Saat ini, masih sering ditemukan pembeli yang mengalami
kekecewaan ketika berbelanja di sebuah toko. Hal ini dapat terlihat dari
banyaknya keluhan pembeli yang dimuat di media. Terdapat pembeli yang
(suarapembaca.detik.com, 29 Januari 2011). Terdapat juga pembeli yang
kecewa karena pramuniaga memberikan informasi yang salah mengenai
promo atau mengenai garansi produk, padahal kedua pembeli tersebut sudah
terlanjur melakukan transaksi pembelian dan melakukan pembayaran
(suarapembaca.detik.com, 28 Juni 2011 dan 29 Juni 2011). Pernah juga
terjadi salah tangkap pencuri yang dilakukan oleh pramuniaga terhadap
pembeli (goecities.ws/darikonsumen). Pembeli lain merasa dirugikan karena
pramuniaga salah menghitung diskon (suarapembaca.detik.com, 3 Mei 2010)
atau tidak mengirim barang tepat waktu (kompas.com, 17 Juli 2011). Selain
itu terdapat pula pembeli yang sakit hati karena pramuniaga melayani dengan
sikap yang tidak ramah (yudhistira31.wordpress.com, 20 Januari 2009), atau
menelantarkan pembeli (suarapembaca.detik.com, 25 April 2011).
Berdasarkan beberapa keluhan tersebut, dapat diketahui bahwa sumber
masalah yang mengakibatkan kekecewaan pembeli terletak pada kinerja
pramuniaga yang buruk.
Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja seseorang baik secara
kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya selama periode waktu tertentu (Mangkunegara & Prabu, 2007).
Selain itu, kinerja juga dapat dideskripsikan sebagai penampilan seseorang
ketika melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dalam suatu pekerjaan
tertentu. (Ivancevich dalam Amelia, 2008). Dengan demikian, kinerja adalah
dengan tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya selama periode
waktu tertentu.
Baik buruknya kinerja tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja seseorang, antara lain upaya, keahlian, tanggung jawab,
dan kondisi kerja (Muchinsky, 2006). Upaya berkaitan dengan besarnya
usaha dan perjuangan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Tanggung jawab yang dimaksud yaitu kesadaran untuk melakukan pekerjaan
sebaik-baiknya dan bersedia menanggung seluruh akibat yang timbul dari
pekerjaan yang dilakukan. Keahlian mengarah pada ketrampilan dan
kecakapan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan kondisi kerja
dapat berupa hubungan dengan rekan kerja, fasilitas yang diperoleh dalam
bekerja, iklim organisasi, keadilan organisasi, dan sebagainya.
Salah satu kondisi kerja yang berpengaruh terhadap kinerja adalah
keadilan organisasi. Keadilan organisasi menjadi suatu hal yang penting
karena keadilan merupakan penentu yang kuat dari perilaku seseorang dalam
organisasi (Harder dalam Sabatti, 2009). Jika karyawan merasa diperlakukan
secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara, sehingga kinerja mereka
menjadi stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan secara tidak
adil, mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan
berbagai cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain
itu, keadilan organisasi secara psikologis dapat menumbuhkan rasa aman
dalam diri karyawan (Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut
tersebut akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan
(Muchinsky, 2006).
Penelitian Zhang dan Agarwal (2009) menunjukkan bahwa semakin
tinggi keadilan organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula
Organizational citizenship behavior (OCB) karyawan tersebut. OCB yang
tinggi tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).
Penelitian lain menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara keadilan
organisasi dengan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan
Suhariadi, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap
organisasinya, akan memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).
Keadilan organisasi berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan
yang diterima oleh karyawan dalam pekerjaan mereka (Moorman, 1991).
Terdapat tiga jenis keadilan yaitu : keadilan prosedural, keadilan distributif,
dan keadilan interaksional (Muchinsky, 2006; Faturochman, 2002). Keadilan
prosedural mengarah pada adil atau tidaknya prosedur dan peraturan yang
digunakan untuk mengambil keputusan. Keadilan distributif berkaitan dengan
adil atau tidaknya hasil yang diterima karyawan (Muchinsky, 2006).
Sedangkan keadilan interaksional berkenaan dengan adil atau tidaknya
perlakuan interpersonal yang diterima karyawan (Bies & Moag dalam
Colquitt, Conlon, Wesson, Porter, & Yee Ng, 2001)
Penelitian Dasalaku (2011) membuktikan adanya hubungan positif
antara keadilan organisasi dengan kinerja karyawan. Namun, dalam penelitian
digunakan hanya berasal dari 1 lembaga sehingga hasil penelitian tersebut
kurang dapat digeneralisasikan secara luas. Keterbatasan lainnya yaitu
penilaian kinerja subjek hanya dilakukan oleh 1 orang saja. Sedangkan Riggio
(2009) menyatakan bahwa hasil penilaian kinerja akan lebih reliabel bila
penilaian dilakukan oleh beberapa penilai.
Berdasarkan keterbatasan tersebut, peneliti ingin mengkaji kembali
hubungan keadilan organisasi dalam perusahaan dengan kinerja pramuniaga.
Peneliti akan berusaha meningkatkan mutu hasil penelitian dengan
memperbaiki keterbatasan yang terdapat dalam penelitian sebelumnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut,
maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah
terdapat hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja pada
pramuniaga toko.”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
keadilan organisasi dengan kinerja pada pramuniaga toko.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini bermanfaat menambah wawasan dan
memberi informasi dalam bidang psikologi industri dan organisasi
khususnya tentang kinerja dan keadilan organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subjek Penelitian (Pramuniaga)
Penelitian ini bermanfaat bagi pramuniaga sebagai
evaluasi kerja yang dapat memberikan informasi mengenai
kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam pelaksanaan
tugas sebagai pramuniaga.
b. Bagi Toko
Penelitian ini bermanfaat bagi perusahaan toko sebagai
bahan evaluasi berkaitan dengan kinerja pramuniaganya,
dengan memperhatikan keadilan organisasi yang dirasakan
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KINERJA
1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang berdasarkan
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan bersangkutan (As’ad, 2003).
Menurut Prawirosentono (dalam Syukrianto, Kaho, dan Lay, 2003),
kinerja merupakan hasil kerja seseorang sesuai dengan
tanggung-jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak
melanggar hukum, serta sesuai dengan moral dan etika. Bernardin (2003)
menambahkan bahwa kinerja mengacu pada seluruh hasil dari fungsi
kerja atau aktivitas tertentu selama periode waktu yang telah ditentukan.
Senada dengan Bernardin (2003), Mangkunegara dan Prabu (2007)
menjelaskan kinerja sebagai hasil kerja seseorang baik secara kualitas
maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya selama periode waktu tertentu.
Kinerja dapat juga diartikan sebagai keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan (Cascio, 1995). Pendapat ini
diperkuat oleh Simamora (2006) yang menyatakan bahwa kinerja
merupakan kadar pencapaian tugas-tugas dalam pekerjaan sehingga
mencerminkan seberapa baik seseorang dapat memenuhi persyaratan
Pendapat lain dikemukakan oleh Syukrianto et al. (2003) yang
menyebutkan bahwa kinerja memiliki penekanan pada kemampuan dan
kemauan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Ivancevich (dalam
Amelia, 2008) mengartikan kinerja sebagai penampilan seseorang ketika
melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya dalam suatu pekerjaan
tertentu. Pendapat serupa disampaikan oleh Whitmore (2009) yang
menjelaskan secara lebih rinci bahwa kinerja adalah suatu perbuatan,
prestasi, dan ketrampilan dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut dari seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian kinerja yang telah diuraikan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja dan perilaku
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan
tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya selama periode waktu tertentu.
2. Pengertian Kinerja Pramuniaga
Pramuniaga merupakan jenis pekerjaan jasa (Tjiptono & Chandra,
2011). Pramuniaga dapat diartikan sebagai karyawan perusahaan yang
bertugas melayani pembeli (Chulsum & Novia, 2006). Dengan demikian,
kinerja pramuniaga merupakan hasil kerja dan perilaku pramuniaga
3. Aspek-aspek Kinerja
Aspek-aspek kinerja terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif (Mangkunegara & Prabu, 2007). Aspek kuantitatif meliputi :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
b. Waktu yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan.
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pelayanan.
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.
c. Kemampuan menganalisis data atau informasi.
d. Kemampuan mengevaluasi keluhan konsumen.
Pendapat lain diungkapkan oleh Timple (1992) yang merumuskan
3 aspek performansi kerja, antara lain :
a. Tingkat ketrampilan yang meliputi kemampuan, kecakaan
interpersonal, dan kecakapan teknis.
b. Tingkat upaya yang berkaitan dengan motivasi untuk menyelesaikan
pekerjaan.
c. Kondisi eksternal yang mendukung dalam bekerja.
Sedangkan Gomes (2003) menyatakan bahwa evaluasi kinerja
karyawan didasarkan pada deskripsi perilaku yang spesifik, antara lain :
a. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan selama periode waktu
b. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan
syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
c. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
ketrampilannya.
d. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyesesaikan persoalan yang timbul.
e. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain.
f. Dependability, dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja.
g. Initiative, semangat untuk melakukan tugas-tugas baru dalam
memperbesar tanggungjawabnya.
h. Personal qualities, kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan,
dan integritas pribadi.
Dalam penelitian ini, aspek-aspek kinerja yang akan digunakan
adalah aspek-aspek kinerja menurut Gomes (2003) aspek b hingga aspek
h yaitu quality of work, job knowledge, creativeness, cooperation,
dependability, initiative, dan personal qualities. Sedangkan aspek a
menurut Gomes (2003), yaitu quantity of work tidak digunakan karena
pramuniaga bertugas melayani pembeli di toko dan jenis pekerjaannya
merupakan pekerjaan jasa (Tjiptono & Chandra, 2011). Pada jenis
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Mangkunegara dan Prabu (2007) mengungkapkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri dari 2 faktor-faktor, yaitu faktor-faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat seseorang,
sedangkan faktor eksternal mengacu pada lingkungan kerja seperti
perilaku rekan kerja, fasilitas yang tersedia, iklim organisasi, keadilan
organisasi, dan sebagainya.
Muchinsky (2006) merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja secara lebih rinci, antara lain : upaya, keahlian, tanggung jawab,
dan kondisi kerja. Upaya berkaitan dengan besarnya usaha yang
dilakukan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tanggung
jawab mengacu pada kesadaran untuk melakukan pekerjaan
sebaik-baiknya dan bersedia menanggung seluruh akibat yang timbul dari
pekerjaan yang dilakukan. Keahlian mengarah pada ketrampilan dan
kecakapan seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan kondisi
kerja dapat berupa hubungan dengan rekan kerja, fasilitas yang diperoleh
dalam bekerja, iklim organisasi, keadilan organisasi, dan sebagainya.
Faktor upaya, keahlian, dan tanggung jawab tersebut berkaitan dengan
faktor internal dari Mangkunegara dan Prabu (2007). Sedangkan faktor
kondisi kerja berkaitan dengan faktor eksternal yang dikemukakan oleh
Mangkunegara dan Prabu (2007).
Hampir sama dengan pendapat tersebut, Mathis dan John (2006)
kemampuan individual, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan
organisasi. Kemampuan individual meliputi bakat, minat, dan
kepribadian. Faktor ini berkaitan dengan faktor keahlian dari Muchinsky
(2006) dan merupakan faktor internal dari Mangkunegara dan Prabu
(2007). Kemudian tingkat usaha yang dicurahkan mengacu pada motivasi,
etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas. Faktor ini berkaitan dengan
faktor upaya dari Muchinsky (2006) dan merupakan faktor internal dari
Mangkunegara dan Prabu (2007). Sedangkan dukungan organisasi dapat
berupa pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar
kinerja, perilaku rekan kerja, keadilan organisasi, dan lain-lain. Faktor ini
berkaitan dengan faktor kondisi kerja dari Muchinsky (2006) dan
merupakan faktor eksternal dari Mangkunegara dan Prabu (2007).
5. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah penilaian secara
sistematis untuk mengetahui hasil kerja karyawan (Mangkunegara &
Prabu, 2007) Penilaian kinerja juga dilakukan untuk mengukur kontribusi
karyawan terhadap perusahaan (Bernardin, 2003). Riggio (2008)
menambahkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses
pengukuran kinerja karyawan dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perusahaan untuk mengukur kinerja karyawan dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penilainya, penilaian kinerja karyawan dapat
dilakukan oleh atasan, diri sendiri, rekan setingkat, bawahan, maupun
pelanggan. Dalam penelitian ini, kinerja pramuniaga akan dinilai oleh
atasan karena penilaian kinerja oleh atasan memiliki reliabilitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian oleh penilai lainnya (Conway
& Huffcutt; Viswesvaran, Ones, & Schmidt dalam Riggio, 2009).
Berdasarkan jumlah penilai, penilaian kinerja karyawan dapat
dilakukan oleh seorang penilai maupun beberapa orang penilai (Riggio,
2009). Riggio (2009) menambahkan bahwa penilaian kinerja yang
dilakukan oleh beberapa penilai akan lebih reliabel dibandingkan dengan
penilaian kinerja yang hanya dilakukan oleh satu orang penilai saja.
Selain itu, penilaian kinerja yang hanya dilakukan oleh satu orang penilai
memiliki kemungkinan terjadi bias, seperti penilai terlalu murah hati
sehingga selalu memberi nilai yang tinggi atau sebaliknya, penilai
memberi nilai yang tinggi pada sifat-sifat atau hal-hal yang mirip dengan
dirinya sendiri, penilai memberi nilai tinggi pada orang yang disukai dan
memberi nilai buruk pada orang yang tidak disukai, serta penilai dapat
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kepentingan politik tertentu
(Robbins, 2005).
Dalam penelitian ini, penilaian kinerja pramuniaga akan dilakukan
6. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Handoko (2001), metode penilaian kinerja dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu penilaian kinerja berorientasi
masa lalu dan penilaian kinerja berorientasi masa depan.
Penilaian kinerja berorientasi masa lalu terdiri dari beberapa
metode, antara lain :
a. Rating scale
Penilaian kinerja karyawan dilakukan menggunakan skala
tertentu dengan rentang bobot nilai dari sangat tinggi hingga sangat
rendah. Skala tersebut biasanya diisi oleh atasan.
b. Checklist
Penilaian didasarkan pada standar kinerja yang sudah
dideskripsikan terlebih dahulu. Penilai tinggal memilih
kalimat-kalimat yang menggambarkan kinerja karyawan yang dinilai. Lembar
checklist tersebut juga diisi oleh atasan.
c. Metode peristiwa kritis
Penilaian didasarkan pada catatan perilaku khusus yang
dilakukan selama bekerja. Perilaku yang dicatat dapat berupa perilaku
baik maupun perilaku buruk. Penilaian biasanya dilakukan dengan
cara observasi langsung di tempat kerja.
Wakil ahli departemen personalia terjun ke lapangan untuk
membantu para penilai dalam melakukan penilaian kinerja.
e. Tes dan observasi prestasi kerja
Penilaian kinerja dilakukan melalui tes dan observasi di
lapangan. Tes dapat meliputi tes pengetahuan dan tes keterampilan
kerja.
f. Metode evaluasi kelompok
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan seorang
karyawan dengan karyawan yang lain. Perbandingan dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Ranking
Cara ini dilakukan dengan menempatkan setiap karyawan
dalam urutan dari yang terbaik hingga terburuk.
2. Grading
Cara ini dilakukan dengan memisah-misahkan karyawan
dalam berbagai kategori yang berbeda. Misalnya 25% baik, 50%
menengah, dan 25% buruk.
3. Point Allocation
Penilai diberi sejumlah poin total untuk dialokasikan di
antara karyawan yang dinilai. Karyawan dengan kinerja lebih baik
Sedangkan penilaian berorientasi masa depan terdiri dari :
a. Penilaian diri sendiri
Atasan mengemukakan harapan-harapan terhadap karyawan dan
tujuan organisasi. Kemudian karyawan mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku yang perlu diperbaiki untuk masa datang.
b. Penilaian psikologis
Penilaian ini dilakukan oleh para ahli psikologi untuk
mengetahui potensi karyawan seperti kemampuan intelektual,
motivasi, dan sebagainya. Penilaian biasanya dilakukan menggunakan
serangkaian asesmen psikologi.
c. Management By Objective (MBO)
Karyawan bersama-sama dengan atasan menetapkan
sasaran-sasaran pelaksanaan kerja yang akan dicapai di masa datang.
Kemudian penilaian kinerja dilakukan secara bersama pula
berdasarkan sasaran-sasaran yang telah ditentukan.
d. Assessment Center.
Penilaian dilakukan oleh beberapa penilai untuk mengetahui
potensi karyawan dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
Pelaksanaannya dapat melalui wawancara mendalam, tes psikologi,
pemeriksaan latar belakang, diskusi kelompok, penilaian rekan kerja,
dan lain-lain.
Sedangkan Riggio (2009) mengelompokkan metode penilaian
Comparative Methods terdiri dari dari beberapa metode, antara
lain :
a. Rankings
Penilaian dilakukan dengan cara mengurutkan karyawan mulai
dari karyawan yang memiliki kinerja terbaik hingga yang terburuk.
b. Paired Comparison
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan seorang
karyawan dengan karyawan lain di dalam grup, kemudian ditentukan
karyawan mana yang memiliki kinerja lebih baik.
c. Forced Distributions
Penilaian dilakukan dengan cara menetapkan deretan kategori
mulai dari kinerja paling baik hingga paling buruk, kemudian
mendistribusikan setiap karyawan ke salah satu kategori yang ada
dengan membatasi jumlah karyawan pada masing-masing kategori.
Sedangkan Individual Methods terdiri dari :
a. Graphic Rating Scale
Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala tertentu untuk
menilai karyawan dengan rentang nilai yang sudah ditetapkan.
b. Behaviorally Anchored Rating Scale
Penilaian dilakukan dengan menilai karyawan dengan rentang
c. Behavioral Obsevation Scale
Penilaian dilakukan dengan melihat seberapa sering kata kunci
perilaku kerja karyawan muncul selama diobservasi.
d. Checklists
Penilaian didasarkan pada pernyataan-pernyataan tentang
kinerja yang sudah disusun terlebih dahulu. Kemudian penilai
memilih pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kinerja
karyawan yang dinilai.
e. Narratives
Penilaian dilakukan dengan membuat keterangan tertulis yang
tak terbatas mengenai kinerja karyawan.
Dalam penelitian ini, metode penilaian kinerja yang digunakan
adalah metode graphic rating scale dari Riggio (2009), yaitu penilaian
kinerja karyawan akan dilakukan menggunakan skala tertentu dengan
rentang bobot nilai yang sudah ditetapkan.
B. KEADILAN ORGANISASI
1. Pengertian Keadilan Organisasi
Keadilan organisasi berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan
yang diterima oleh karyawan dalam pekerjaan mereka (Moorman, 1991).
Hal serupa juga disampaikan oleh Muchinsky (2006) yang menyatakan
bahwa keadilan organisasi berkenaan dengan perlakuan adil terhadap
Greenberg (1990) menjelaskan bahwa keadilan organisasi
merupakan persepsi karyawan terhadap keadilan di dalam perusahaan.
Senada dengan pendapat Greenberg (1990), pakar lain mendeskripsikan
keadilan organisasi sebagai persepsi seseorang atau sebuah kelompok
terhadap keadilan perlakuan yang mereka terima dari organisasi. (Lam,
Schaubroeck, dan Aryee, 2002). Definisi yang lebih sederhada
diungkapkan oleh Wiyono (2004) yang menyatakan bahwa keadilan
organisasi mengarah pada sejauh mana karyawan menilai perlakuan
organisasi sebagai hal yang adil.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keadilan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai adil atau
tidaknya perlakuan perusahaan terhadap mereka.
2. Jenis-jenis Keadilan Organisasi
Muchinsky (2006) dan Faturochman (2002) merumuskan keadilan
organisasi menjadi 3 jenis yaitu : keadilan prosedural, keadilan distributif,
dan keadilan interaksional.
a. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan selama proses
pengambilan keputusan (Colquitt, 2001). Pendapat tersebut diperluas
oleh Muchinsky (2006) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural
mengarah pada cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai
peraturan yang berlaku di dalam organisasi. Sedangkan Leventhal
(dalam Colquitt et al., 2001) mendefinisikan keadilan prosedural
sebagai persepsi keadilan terhadap prosedur dalam menentukan
sesuatu, misalnya adil atau tidaknya prosedur yang dipakai untuk
menentukan besarnya gaji. Pendapat Leventhal (dalam Colquitt et al.,
2001) tersebut diperkuat oleh Wiyono (2004) yang mengartikan
keadilan prosedural sebagai persepsi seseorang terhadap keadilan
prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengambil keputusan
dalam organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, keadilan prosedural adalah
persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya prosedur dan
peraturan yang digunakan oleh perusahaan untuk mengambil
keputusan.
b. Keadilan Distributif
Terdapat pendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan
keadilan distributif hingga saat ini (Faturochman, 2002). Greenberg
dan Baron (2007) merumuskan keadilan distributif sebagai keadilan
hasil yang diterima oleh anggota sebagai akibat dari keputusan yang
diambil organisasi. Sedangkan Deutsch (Faturochman, 2002)
menyatakan bahwa keadilan distributif secara konseptual berkaitan
dengan distribusi barang yang berpengaruh terhadap kesejahteraan
Dari berbagai pendapat mengenai definisi keadilan distributif
yang ada, definisi yang paling sering digunakan adalah definisi
berdasarkan teori equity (Colquitt, 2001). Menurut teori tersebut,
keadilan distributif merupakan keseimbangan antara outcome yang
diterima seseorang dengan input yang orang tersebut berikan
(Deutsch dalam Colquitt,2001). Outcome adalah seluruh hal yang
yang diterima karyawan dari perusahaan, seperti imbalan, hadiah,
fasilitas, dan sebagainya. Sedangkan input adalah seluruh hal yang
diberikan karyawan kepada perusahaan, seperti kontribusi kerja,
usaha, ketrampilan, dan lain-lain.
Definisi keadilan distributif berdasarkan teori equity tersebut
didukung oleh beberapa pakar lain yang menyatakan pendapat
serupa. Price dan Mueller (dalam Moorman, 1991) menyatakan
bahwa keadilan distributif adalah tingkat kepercayaan karyawan
mengenai apakah penghargaan yang diterimanya sudah seimbang
dengan kinerjanya, tingkat pendidikannya, pengaruhnya, dan
sebagainya. Penghargaan tersebut berkaitan dengan outcome
sedangkan kinerja, tingkat pendidikan, dan pengaruh berkaitan
dengan input dalam teori equity. Kemudian Wiyono (2004)
menjelaskan keadilan distributif sebagai persepsi terhadap keadilan
mengenai hasil yang diterima oleh karyawan dari perusahaan tempat
mereka bekerja. Hasil yang diterima tersebut berkaitan dengan
menyatakan bahwa keadilan distributif berkaitan dengan adil atau
tidaknya keluaran dan hasil yang diterima oleh anggota organisasi.
Keluaran berkaitan dengan input sedangkan hasil yang diterima
berkaitan dengan outcome dalam teori equity.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai
keseimbangan antara seluruh hal yang diterima karyawan dari
perusahaan (outcome) dibandingkan dengan seluruh hal yang
diberikan karyawan kepada perusahaan (input).
c. Keadilan Interaksional
Keadilan interaksional berkaitan dengan adil atau tidaknya
perlakuan interpersonal yang diterima karyawan selama
melaksanakan pekerjaannya (Bies & Moag dalam Colquitt et al.,
2001). Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh Wiyono (2004)
yang menyatakan bahwa keadilan interaksional adalah persepsi
karyawan mengenai keadilan interaksi antara atasan dan seorang
karyawan dibandingkan dengan interaksi atasan tersebut dengan
karyawan lainnya.
Terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa keadilan
interaksional terdiri dari 2 jenis, yaitu keadilan interpersonal dan
keadilan informasional (Muchinsky, 2006; Colquitt, 2001). Keadilan
interpersonal mengarah pada perlakuan sopan dan hormat oleh
menekankan pada pemberian informasi kepada karyawan mengenai
alasan penggunaan suatu prosedur dan ketentuan dalam distribusi.
Cremer, Knippenberg, Dijke, dan Bos (2004) menyampaikan
bahwa keadilan interaksional dapat dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya self-esteem seseorang. Dalam penelitiannya, Cremer et al.
(2004) menemukan bahwa karyawan akan bereaksi terhadap
keadilan interaksional hanya jika mereka memiliki self-esteem yang
rendah. Sebaliknya, karyawan yang memiliki self-esteem tinggi tidak
akan bereaksi terhadap keadilan interaksional. Hal ini disebabkan
karena tinggi rendahnya self-esteem seseorang dapat mencerminkan
kualitas interaksinya dengan orang lain (Leary & Baumeister dalam
Cremer et al., 2004).
3. Aspek dan Indikator Keadilan Organisasi
a. Aspek Keadilan Prosedural
Leventhal (dalam Colquitt, 2001 dan Faturochman, 2002)
merumuskan enam aturan pokok dalam keadilan prosedural. Bila
keenam aturan tersebut terpenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan
adil. Aturan-aturan tersebut antara lain :
1) Konsistensi. Prosedur harus konsisten baik dari satu orang
dengan orang lain maupun dari waktu ke waktu.
2) Minimalisasi bias. Prosedur harus menghindari bias baik dalam
3) Informasi yang akurat. Prosedur harus didasarkan pada
informasi yang akurat, yaitu mengacu pada fakta.
4) Dapat diperbaiki. Prosedur harus mengandung aturan untuk
memperbaiki kesalahan pada prosedur yang ada, yaitu melalui
kritik dan saran.
5) Representatif. Prosedur harus mengupayakan seluruh pihak yang
bersangkutan turut terlibat sejak awal.
6) Etis. Prosedur harus didasari dengan standar etika dan moral.
Aspek-aspek keadilan prosedural yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan prosedural menurut
Leventhal (dalam Colquitt, 2001 dan Faturochman, 2002), yaitu
konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat
diperbaiki, representatif, dan etis.
b. Indikator Keadilan Distributif
Keadilan distributif paling sering didefinisikan berdasarkan
teori equity (Colquitt, 2001). Menurut teori tersebut, keadilan
distributif merupakan keseimbangan antara outcome yang diterima
seseorang dengan input yang orang tersebut berikan (Deutsch dalam
Colquitt, 2001). Outcome adalah seluruh hal yang yang diterima
karyawan dari perusahaan seperti imbalan, hadiah, fasilitas, dan
sebagainya. Sedangkan input adalah seluruh hal yang diberikan
karyawan kepada perusahaan, yang akan diwakili oleh beberapa
pegalaman dan usaha yang dicurahkan. Keadilan distributif akan
tercapai bila outcome seimbang dengan input.
Indikator keadilan distributif yang akan dipakai dalam
penelitian ini didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh
Colquitt (2001). Outcome meliputi gaji, imbalan, dan fasilitas yang
diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Sedangkan input
diwakili oleh beberapa indikator, antara lain: kontribusi,
ketrampilan, pendidikan, pegalaman dan usaha.
c. Aspek Keadilan Interaksional
Tyler (dalam Faturochman, 2002) merumuskan tiga aspek
keadilan interaksional, antara lain :
1) Penghargaan. Penghargaan terhadap status seseorang yang
tercermin dalam perlakuan atasan terhadap bawahan. Semakin
baik perlakuan yang diberikan, maka interaksinya dinilai
semakin adil. Penghargaan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk kata-kata, sikap, ataupun tindakan.
2) Netralitas. Netralitas dapat tercapai ketika pengambilan
keputusan didasarkan pada fakta, dilakukan secara objektif, dan
validitasnya tinggi. Selain itu, dalam melakukan relasi sosial
tidak terdapat perlakuan yang berbeda antara satu pihak dengan
pihak lain.
3) Kepercayaan. Kepercayaan meliputi keyakinan, harapan, dan
dalam melakukan hubungan sosial dan mengandung resiko yang
berasosiasi dengan harapan tersebut. Jika seseorang
mempercayai orang lain namun hal tersebut tidak terbukti, orang
itu akan menerima resiko seperti merasa dikhianati, kecewa, dan
marah.
Aspek-aspek keadilan interaksional yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan interaksional menurut
Tyler (dalam Faturochman, 2002), yaitu penghargaan, netralitas, dan
kepercayaan.
4. Dampak dari Keadilan Organisasi
Keadilan organisasi dapat memberikan efek positif bagi karyawan.
Secara psikologis, keadilan yang dirasakan karyawan baik prosedural,
distributif, maupun interaksional akan menumbuhkan rasa aman dalam
diri mereka (Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut
merupakan kondisi kerja yang baik.
Jika karyawan merasa diperlakukan secara adil, motivasi kerja
mereka akan terpelihara, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih
stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan secara tidak adil,
mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan
C. HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI DENGAN
KINERJA
Keadilan organisasi merupakan persepsi karyawan mengenai adil atau
tidaknya perlakuan perusahaan terhadap mereka. Secara psikologis, semua
jenis keadilan tersebut dapat menumbuhkan rasa aman dalam diri karyawan
(Faturochman, 2002). Rasa aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi
kerja yang baik bagi karyawan. Kondisi kerja yang baik akan memberikan
pengaruh positif terhadap kinerja karyawan (Muchinsky, 2006).
Riggio (2009) menambahkan bahwa jika karyawan merasa
diperlakukan secara adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara sehingga
mereka dapat bekerja dengan lebih stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa
diperlakukan secara tidak adil, mereka akan berusaha meminimalkan
ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara sehingga beresiko menurunkan
kinerjanya.
Penelitian Zhang dan Agarwal (2009) menunjukkan bahwa semakin
tinggi keadilan organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula
Organizational citizenship behavior (OCB) karyawan tersebut. OCB yang
tinggi tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).
Penelitian lain menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
keadilan organisasi dengan komitmen karyawan terhadap organisasi
(Damayanti dan Suhariadi, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi
Terdapat tiga jenis keadilan organisasi, yaitu keadilan prosedural,
keadilan distributif, dan keadilan interaksional (Muchinsky, 2006;
Faturochman, 2002). Keadilan prosedural berkaitan dengan adil atau tidaknya
prosedur dan peraturan yang digunakan perusahaan untuk mengambil
keputusan. Keadilan prosedural sebagai salah satu jenis keadilan organisasi
akan menumbuhkan rasa aman dalam bekerja (Faturochman, 2002). Rasa
aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi
kerja yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
pramuniaga (Muchinsky, 2006). Keadilan prosedural juga membuat motivasi
kerja pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih
stabil. Sebaliknya, jika pramuniaga tidak merasakan keadilan prosedural,
mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai
cara yang beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu,
semakin tinggi keadilan prosedural sebagai salah satu jenis keadilan
organisasi yang dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang
dan Agarwal, 2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti
dan Suhariadi, 2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan
(Coole, 2003). Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap
organisasinya, akan memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).
Keadilan distributif berkaitan dengan adil atau tidaknya hasil yang
diterima karyawan (Muchinsky, 2006). Sama seperti keadilan prosedural,
keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasi juga akan
dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja
yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pramuniaga
(Muchinsky, 2006). Keadilan distributif juga membuat motivasi kerja
pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil.
Sebaliknya, jika pramuniaga tidak merasakan keadilan distributif, mereka
akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara
sehingga beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu, semakin
tinggi keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang
dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang dan Agarwal,
2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan Suhariadi,
2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).
Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasinya, akan
memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).
Sedangkan keadilan interaksional berkaitan dengan adil atau tidaknya
perlakuan interpersonal yang diterima karyawan (Bies & Moag dalam
Colquitt et al, 2001). seperti keadilan prosedural dan keadilan distributif,
keadiloan interaksional sebagai salah satu jenis keadilan organisasi juga akan
menumbuhkan rasa aman dalam bekerja (Faturochman, 2002). Rasa aman
dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja
yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pramuniaga
(Muchinsky, 2006). Keadilan interaksional juga membuat motivasi kerja
pramuniaga terpelihara sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil.
akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai cara
sehingga beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009). Selain itu, semakin
tinggi keadilan interaksional sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang
dirasakan karyawan, akan semakin tinggi pula OCB (Zhang dan Agarwal,
2009) dan komitmen karyawan terhadap organisasi (Damayanti dan Suhariadi,
2003). OCB yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan (Coole, 2003).
Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasinya, akan
memiliki kinerja yang lebih baik (Putra, 2010).
Kinerja adalah hasil kerja dan perilaku seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas sesuai dengan tanggung-jawab yang telah diberikan kepadanya
selama periode waktu tertentu. Karyawan yang merasa diperlakukan adil
secara prosedural, distributif, dan interaksional oleh perusahaan akan merasa
aman, termotivasi, dan bekerja dengan stabil. Dengan kata lain, karyawan
yang merasa diperlakukan adil oleh perusahaan akan memiliki kinerja yang
D. HIPOTESIS
1. Terdapat hubungan positif antara keadilan prosedural dengan kinerja
pramuniaga. Semakin tinggi keadilan prosedural, maka semakin baik
pula kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan
prosedural, semakin buruk pula kinerja pramuniaga.
2. Terdapat hubungan positif antara keadilan distributif dengan kinerja
pramuniaga. Semakin tinggi keadilan distributif, maka semakin baik pula
kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif,
semakin buruk pula kinerja pramuniaga.
3. Terdapat hubungan positif antara keadilan interaksional dengan kinerja
pramuniaga. Semakin tinggi keadilan interaksional, maka semakin baik
pula kinerja pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah keadilan
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional.
Penelitian korelasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variasi pada satu
variabel berhubungan dengan variasi pada variabel lainnya, berdasarkan
koefisien korelasi (Azwar, 2003). Dalam penelitian ini, korelasi yang
dimaksud adalah hubungan antara keadilan organisasi dengan kinerja.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain :
1. Variabel Bebas : Keadilan Organisasi (Keadilan prosedural,
keadilan distributif, keadilan interaksional)
2. Variabel Tergantung : Kinerja Pramuniaga
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Kinerja Pramuniaga
Kinerja pramuniaga adalah hasil kerja dan perilaku pramuniaga
dalam melayani pembeli selama periode waktu tertentu. Kinerja
pramuniaga akan diukur menggunakan skala penilaian kinerja pramuniaga.
penilaian tersebut. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka kinerja
pramuniaga semakin baik. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang
diperoleh, maka semakin buruk pula kinerja pramuniaga tersebut.
2. Keadilan Organisasi
a. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural adalah persepsi karyawan mengenai adil
atau tidaknya prosedur dan peraturan yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengambil keputusan. Data mengenai keadilan prosedural
diperoleh dengan cara menyebarkan skala keadilan prosedural kepada
pramuniaga. Skor total pada skala keadilan prosedural menunjukkan
tinggi rendahnya keadilan prosedural. Semakin tinggi skor total yang
diperoleh pada skala keadilan prosedural, maka semakin tinggi
keadilan prosedural yang dirasakan pramuniaga. Sebaliknya, semakin
rendah skor total yang diperoleh pada skala keadilan prosedural, maka
semakin rendah pula keadilan prosedural yang dirasakan pramuniaga.
b. Keadilan Distributif
Keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai
keseimbangan antara seluruh hal yang yang diterima karyawan dari
perusahaan (outcome) dibandingkan dengan seluruh hal yang
diberikan karyawan kepada perusahaan (input). Data mengenai
keadilan distributif diperoleh dengan cara menyebarkan skala keadilan
distributif menunjukkan tinggi rendahnya keadilan distributif.
Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala keadilan
distributif, maka semakin tinggi keadilan distributif yang dirasakan
pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh
pada skala keadilan distributif, maka semakin rendah pula keadilan
distributif yang dirasakan pramuniaga.
c. Keadilan Interaksional
Keadilan interaksional adalah persepsi karyawan mengenai
keadilan interaksi antara atasan dan seorang karyawan dibandingkan
dengan interaksi atasan tersebut dengan karyawan lainnya. Data
mengenai keadilan interaksional diperoleh dengan cara menyebarkan
skala keadilan interaksional kepada pramuniaga. Skor total pada skala
keadilan interaksional menunjukkan tinggi rendahnya keadilan
interaksional. Semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala
keadilan interaksional, maka semakin tinggi keadilan interaksional
yang dirasakan pramuniaga. Sebaliknya, semakin rendah skor total
yang diperoleh pada skala keadilan interaksional, maka semakin
rendah pula keadilan interaksional yang dirasakan pramuniaga.
D. SUBJEK PENELITIAN
Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik Convenience
Sampling, yaitu mengambil sampel berdasarkan kemudahan memperoleh
digunakan adalah semua pramuniaga toko dari beberapa toko yang bersedia
dijadikan lokasi penelitian. Subjek dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu
pramuniaga toko yang telah lolos masa uji coba dan menjadi karyawan tetap
dengan masa kerja minimal satu tahun. Subjek dengan kriteria tersebut
dianggap sudah mengenal perusahaan tempat bekerjanya sehingga mampu
memberikan penilaian terhadap keadilan organisasi.
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan 2 alat, yaitu :
1. Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga
Skala ini digunakan untuk menilai kinerja pramuniaga yang
menjadi subjek penelitian. Skala penilaian kinerja pramuniaga yang
digunakan disusun oleh peneliti dan manajer toko bersangkutan. Skala
penilaian kinerja tersebut disusun dengan menyesuaikan tugas pramuniaga
di toko bersangkutan dengan aspek-aspek kinerja menurut Gomes (2003)
poin ke dua hingga poin terakhir, yaitu quality of work, job knowledge,
creativeness, cooperation, dependability, initiative, dan personal qualities.
Skala penilaian kinerja pramuniaga tersebut terdiri dari 10 aitem.
Penskoran dalam skala penilaian tersebut menggunakan metode graphic
rating scale dari Riggio (2009) dengan rentang nilai 1 sampai 5. Nilai 1
untuk nilai terendah dan nilai 5 untuk nilai tertinggi.
Skala penilaian kinerja pramuniaga tersebut akan diisi oleh tiga
Penilaian kinerja dilakukan oleh tiga orang atasan karena penilaian kinerja
yang dilakukan oleh atasan memiliki reliabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh penilai lainnya
(Conway & Huffcutt; Viswesvaran, Ones, & Schmidt dalam Riggio, 2009).
Selain itu, penilaian kinerja yang dilakukan oleh beberapa penilai akan
lebih reliabel dibandingkan dengan penilaian kinerja yang hanya dilakukan
oleh satu orang penilai saja (Riggio, 2009).
Tabel 1
Distribusi Aitem Skala Penilaian Kinerja Pramuniaga Aspek-aspek Kinerja Sebaran Aitem
Quality of work 1, 2
Keadilan prosedural diukur menggunakan skala keadilan
prosedural yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan prosedural
terdiri dari 12 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 6 aitem
favourable dan 6 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam
skala keadilan prosedural tersebut adalah aspek-aspek keadilan
prosedural menurut Leventhal dalam Colquitt (2001) dan dalam
Faturochman (2002), yaitu konsistensi, minimalisasi bias, informasi
Setiap aitem pada skala keadilan prosedural menggunakan
skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai
4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk
Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1
untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak
Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Skala Keadilan Distributif
Keadilan distributif diukur menggunakan skala keadilan
distributif yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan distributif terdiri
dari 10 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 5 aitem
favourable dan 5 aitem unfavourable. Masing-masing aitem dalam
skala ini mengukur keseimbangan antara outcome dengan input yang
didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh Colquitt (2001).
Outcome meliputi gaji, imbalan, dan fasilitas yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan. Sedangkan input diwakili oleh 5
indikator, antara lain : kontribusi, ketrampilan, pendidikan,
pegalaman dan usaha.
Setiap aitem pada skala keadilan distributif menggunakan
skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju
Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai
4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk
Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1
untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak
Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
c. Skala Keadilan Interaksional
Keadilan interaksional diukur menggunakan skala keadilan
interaksional yang disusun oleh peneliti. Skala keadilan interaksional
terdiri dari 12 aitem yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu 6 aitem
favourable dan 6 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam
skala keadilan interaksional tersebut adalah aspek-aspek keadilan
interaksional menurut Tyler dalam Faturochman (2002), yaitu
penghargaan, netralitas, dan kepercayaan.
Setiap aitem pada skala keadilan interaksional menggunakan
skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain : Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai
4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk
Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1
untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak
Tabel 2
Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi Jenis
F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA
1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan
memiliki validitas tinggi bila akat ukur tersebut memberi hasil yang sesuai
dengan tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2003).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi dengan pengujian
terhadap isi tes dengan cara analisis rasional atau profesional judgement.
Profesional judgement dilakukan oleh orang yang lebih ahli dalam bidang
tersebut, dalam hal ini yaitu dosen pembimbing. Suatu skala dikatakan
memenuhi validitas isi bila skala tersebut hanya memuat isi yang relevan
2. Seleksi Aitem
Seleksi aitem dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
aitem-aitem yang valid sehingga layak digunakan untuk penelitian. Seleksi aitem-aitem
didasarkan pada daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem mampu
membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki
atribut yang diukur (Azwar, 2009).
Penghitungan daya diskriminasi aitem dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor aitem dengan skor aitem total sehingga didapatkan
koefisien korelasi aitem total (rix) yang disebut juga indeks daya beda
aitem. Aitem yang dengan koefisien korelasi aitem total minimal 0,30
memiliki daya diskriminasi yang baik (Azwar, 2009). Maka dari itu,
Kriteria pemilihan aitem dalam penelitian ini menggunakan batasan rix
0,30. Perhitungan ini dilakukan menggunakan program SPSS versi 17.0.
Uji coba skala dilakukan di 4 toko yang berada di kota Magelang
dan Semarang. Tanggal 28 April 2012 hingga tanggal 1 Mei 2012 uji coba
skala dilakukan di kota Magelang, yaitu di Toko HJ dan Toko HA.
Kemudian tanggal 2 Mei 2012 hingga tanggal 4 Mei 2012 di Toko SS dan
Toko RP yang terletak di kota Semarang. Peneliti menyebar skala kepada
seluruh pramuniaga yang telah lolos masa uji coba menjadi karyawan tetap
pada masing-masing toko. Terdapat 22 orang pramuniaga yang mengisi
skala dari Toko HJ, 11 orang dari Toko HA, 28 orang dari Toko SS, dan
18 orang dari Toko RP. Dengan demikian total skala yang kembali
Dari 12 aitem skala keadilan prosedural, 10 aitem dinyatakan sahih,
dan 2 aitem lainnya harus digugurkan karena memiliki rix < 0,30. Pada
skala keadilan distributif, terdapat 10 aitem yang seluruhnya dinyatakan
sahih karena memiliki rix 0,30. Sedangkan pada 12 aitem keadilan
interaksional terdapat 11 aitem sahih, dan 1 aitem harus digugurkan.
Tabel 3
Distribusi Aitem Skala Keadilan Organisasi (Setelah Seleksi Aitem) Jenis Keadilan
Reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya, konsisten, dan memiliki kecermatan (Azwar, 2003). Pada
penelitian ini, reliabilitas skala keadilan organisasi diukur menggunakan
koefisien Alpha dari Cronbach. Pendekatan ini memiliki nilai praktis
karena cukup dikenakan sekali saja pada kelompok subjek (Azwar, 2009).