• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING TARAKAN KALIMANTAN UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL) DI PT. INTRACAWOOD MANUFACTURING TARAKAN KALIMANTAN UTARA"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh PUJI ASTUTI NIM. 100 500 088

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI

SAMARINDA

(2)

Tarakan Kalimantan Utara

Nama : Puji Astuti

NIM : 100 500 088

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Jurusan : Teknologi Pertanian

Mengesahkan,

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Ir. H. Syafi’i. MP NIP. 19680610 199512 1 001

Lulus Ujian Pada Tanggal :

Penguji II,

Eva Nurmarini, S.Hut, MP NIP.19750808 199903 2 002 Penguji I, Ir.H.Joko Prayitno, MP NIP.19960704 199203 1 005 Pembimbing,

Abdul Rasyid Zarta, S.Hut, MP NIP.19750827 199903 1 001

(3)

Laporan Praktek Kerja Lapang ini disusun berdasarkan kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapang di PT. Intracawood Manufacturing sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Ahli Madya pada jenjang Diploma III (D3) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Hambatan dalam penyusunan laporan ini adalah dari segi teknis penulisan yang masih sangat jauh dari kesempurnaan dan penulis menyadari pula keterbatasan akan kemampuan yang dimiliki. Namun berkat bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari berbagai pihak, sehingga laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini, Penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pimpinan karyawan/karyawati PT. Intracawood Manufacturing yang telah memberikan kesempatan untuk penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang.

2. Bapak Abdul Rasyid Zarta, S.Hut, MP. Selaku dosen pembimbing.

3. Bapak Ir. H. Joko Prayitno, MP. dan Ibu Eva Nurmarini, S.Hut, MP. Selaku dosen penguji. 4. Bapak Ir. H. Syafii, MP. Selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan

5. Bapak Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP. Selaku ketua jurusan Teknologi Pertanian. 6. Bapak Ir. Wartomo, MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

7. Orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas semua limpahan kasih sayang, dukungan dan doa tulus yang telah diberikan.

8. Teman-teman mahasiswa/I Politeknik Pertanian Negeri Samarinda khususnya angkatan 2010 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan berbagai saran beserta kritik yang akan sangat membantu dalam menyempurnakan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat memberi manfaat umumnya bagi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan khususnya Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

Kampus Sei. Keledang, Juni 2013

(4)

HALAMAN PENGESAHAN... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan PKL ... 4

C. Hasil yang Diharapkan ... 4

BAB II. TINJAUAN PERUSAHAAN A. Keadaan Umum Perusahaan... 7

B. Manajemen Perusahaan ... 9

C. Lokasi dan Waktu Kegiatan Praktek Kerja Lapang ... 14

BAB III. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG A. Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) ... 16

1. Perencanaan Hutan ... 16

a. Penataan Areal Kerja (PAK)... 16

1) Dasar Teori ... 16

2) Tujuan ... 17

3) Prosedur Kerja ... 17

4) Alat dan Bahan ... 19

5) Pembahasan ... 20

6) Hasil yang Dicapai ... 20

b. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)... 20

1) Dasar Teori ... 20

2) Tujuan ... 21

3) Prosedur Kerja ... 22

4) Alat dan Bahan ... 25

5) Pembahasan ... 25

6) Hasil yang Dicapai ... 26

c. Pembukaan Wilayah Hutan………... 26

1) Dasar Teori ... 26

2) Tujuan ... 27

3) Prosedur Kerja ... 27

4) Alat dan Bahan ... 30

5) Pembahasan ... 30

(5)

4) Alat dan Bahan ... 34

5) Pembahasan ... 34

6) Hasil yang Dicapai ... 34

3. Tata Usaha Kayu (TUK) ... 35

a. Dasar Teori... 35

b. Tujuan ... 35

c. Prosedur Kerja ... 35

d. Alat dan Bahan ... 35

e. Pembahasan ... 36

f. Hasil yang Dicapai ... 38

B. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur... 39

1. Persemaian ………. ... 40

a. Dasar Teori ... 40

b. Tujuan ... 40

c. Prosedur Kerja ... 40

d. Alat dan Bahan ... 44

e. Pembahasan ... 44

f. Hasil yang Dicapai ... 46

2. Penyiapan lahan………... 46

a. Dasar Teori ... 46

b. Tujuan ... 47

c. Prosedur Kerja ... 47

d. Alat dan Bahan ... 48

e. Pembahasan ... 48

f. Hasil yang Dicapai ... 49

3. Penanaman……….. ... 49

a. Dasar Teori ... 49

b. Tujuan ... 49

c. Prosedur Kerja ... 49

d. Alat dan Bahan ... 50

e. Pembahasan ... 50

f. Hasil yang Dicapai ... 51

C. Proses Pembuatan Kayu Lapis (Plywood)………. ... 52

1. Central Log Pond Section………... 52

a. Dasar Teori ... 52

b. Tujuan ... 53

c. Prosedur Kerja ... 53

d. Alat dan Bahan ... 54

e. Pembahasan ... 54

(6)

4) Alat dan Bahan ... 56

5) Pembahasan ... 56

6) Hasil yang Dicapai ... 56

b. Pembersihan log ... 57

1) Dasar Teori... 57

2) Tujuan... 57

3) Perosedur Kerja ... 57

4) Alat dan Bahan ... 58

5) Pembahasan ... 58

6) Hasil yang Dicapai ... 58

c. Peeling Veneer Section... 58

1) Dasar Teori... 58

2) Tujuan... 58

3) Prosedur Kerja ... 59

4) Alat dan Bahan ... 60

5) Pembahasan ... 61

6) Hasil yang Dicapai ... 61

d. Drying Section. ... 61

1) Dasar Teori... 61

2) Tujuan... 62

3) Prosedur Kerja ... 63

4) Alat dan Bahan ... 63

5) Pembahasan ... 63

6) Hasil yang Dicapai ... 63

3. Veneer Preparation... 63

a. Dasar Teori... 63

b. Tujuan ... 65

c. Prosedur Kerja ... 65

d. Alat dan Bahan ... 65

e. Pembahasan ... 66

f. Hasil yang Dicapai ... 66

4. Assembly Section ... 67

a. Dasar Teori... 67

b. Tujuan ... 69

c. Prosedur Kerja ... 71

d. Alat dan Bahan ... 75

e. Pembahasan ... 76

(7)

4) Alat Dan Bahan ... 78

5) Pembahasan ... 78

6) Hasil yang Dicapai ... 79

b. Putty ... 79

1) Dasar Teori ... 79

2) Tujuan ... 79

3) Prosedur Kerja ... 80

4) Alat dan Bahan... 80

5) Pembahasan ... 80

6) Hasil yang dicapai ... 80

c. Sanding ... 80

1) Dasar Teori ... 80

2) Tujuan ... 81

3) Prosedur Kerja ... 81

4) Alat dan BAhan ... 81

5) Pembahasan ... 81

6) Hasil yang dicapai ... 82

6. Inspection selection ... 82

a. Dasar Teori... 82

b. Tujauan... 82

c. Prosedur Kerja ... 83

d. Alat dan Bahan ... 83

e. Pembahasan ... 83

f. Hasil yang dicapai ... 83

7. Packing and Finish Good ware House (FGWH) selection ... 84

a. Dasar teori ... 84

b. Tujuan... 84

c. Prosedur Kerja ... 84

d. Alat dan Bahan ... 85

e. Pembahasan ... 85

f. Hasil yang dicapai ... 86

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(8)
(9)

1. Susunan Manajemen PT. Intracawood Manufacturing ... 9

2. Plywood and Blockboard Processing Flowchrat ... 13

3. Pal Sudut PetakKerja ... 19

4. PembuatanJalur Inventarisasi... 24

5. Pengukuran Topgrafi ... 24

6. Label Penandaan Pohon ... 25

7. Pembuatan Takik Rebah dan Takik Balas ... 33

8. Urutan Pengupasan Log ... 60

Lampiran 9. Pembukaan wilayah Hutan ... 91

10. Penebangan ... 91

11. Pembuatan takik Rebah... 91

12. Pembuatan Takik Balas ... 91

13. Label Penandaan Pohon ... 92

14. Penyaradan Log ... 92

15. Tpn... 92

16. Pengukuran Panjang Log ... 92

17. Pengupasan kulit log ……… 93

18. pemahatan log ………. 93

19. pengangkutan log dari TPn ……… 93

20. TPK antara ……… 93

21. Persemaian dengan cahaya 25% dan 75% ... 94

22. Rintis manual ... 94

23. Pengukuran panjang Log ... 94

24. LubangTanam ... 95 25. Penanaman ... 95 26. Log shinker ……… 95 27. Log floater ……….. 95 28. Alat Hoist ... 96 29. Pengukuran Panjang... 96 30. Pemotongan Log ... 96 31. Log Debarking ... 96 32. Kolam Penampungan... 97

(10)

38. Hot Press ... 98

39. Doble Sizing ... 98

40. Mesin Compusser ... 99

41. Venner Setting ... 99

42. Mesin Glue Mixer ... 99

43. Mesin Glue spreader ... 99

44. Cold Press ... 100

45. Repair ... 100

46. Ore Laps ... 100

47. Mesin Hot Press ... 100

48. Sander ... 101

49. Putty ... 101

50. Inspection ... 101

51. Packing ... 102

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kawasan yang terdiri dari suatu pohon, selain itu juga tumbuhan semak dan hewan lainnya yang satu sama lain terikat dalam

hubungan ketergantungan.

Hutan menurut susunan jenisnya dapat dibedakan atas hutan alam dan hutan buatan. Hutan alam adalah hutan campuran yang terdiri dari pohon-pohon yang berbeda umur sedangkan hutan buatan atau HTI (Hutan Tanaman Industri) adalah hutan yang terdiri dari satu pohon dan berumur sama karena ditanam

pada waktu yang sama.

Dalam sejarah perjalanan penguasaan hutan di Indonesia, terjadi pergeseran dalam pengelolaan hutan. Pada tahun 1968 belum diterapkan peraturan dalam penguasaan hutan, jadi hutan belum dapat dimanfaatkan secara

optimal, sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih memfokuskan menebang kayu bulat secara maksimal untuk diekspor dalam rangka meningkatkan devisa Negara. Akan tetapi, manusia dapat melakukan export kayu secara bebas tanpa adanya izin dari pemerintah. Maka dari itu, pemerintah mengeluarkan peraturan HPH (Hak Penguasaan Hutan) pada tahun 1970 agar hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga muncullah era industri perkayuan pada tahun 1985 s/d 1990 yang memberi kebijakan bahwa para pemegang HPH diwajibkan untuk mendirikan industri pekayuan untuk meningkatkan nilai tambah dalam hal perluasan lapangan kerja. Semenjak adanya industri perkayuan, pemerintah melarang HPH export hanya berupa

(12)

Peralihan era produksi perkayuan (1990 s/d 2000) ke era ekolabel, menuntut adanya tuntunan lingkungan sosial dalam kelestarian hutan dengan

membentuk kekayaan yang bersumberkan pada hutan yang dikelola secara lestari dengan dampak lingkungan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui pemuasan kebutuhan akan produk-produk yang berbasiskan kayu menjadi produk yang membanggakan dan memberi kepuasan kepada pelanggan, maka PT. Intracawood mempunyai komitmen untuk mengelola hutannya secara lestari dengan jaminan produk industrinya berupa sertifikat SFM (Sustainable Forest Management).

Berdasarkan pengelolaan hutan lestari, fungsi hutan dikelompokkan menjadi 3, yaiu;

1. Kelestarian fungsi produksi

Hutan sebagai fungsi produksi merupakan sebagai penghasil kayu dan hasil hutan non kayu (contohnya rotan dan getah).

2. Kelestarian fungsi lingkungan

Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia dalam hal pengaturan

karbondioksida (Co2) di udara, pengatur tata air dan tempat tumbuh (habitat) jenis flora dan fauna. Hutan yang tergolong berfungsi lingkungan seperti suaka marga satwa.

3. Kelestarian fungsi sosial

Hutan dapat dinikmati paronamanya sebagai tempat rekreasi,

pendidikan dan penelitian.

Produk hasil hutan yang bisa diterima di pasaran dunia adalah produk dari hutan yang dikelola secara lestari dengan adanya bukti COC (Cain Of

(13)

Custody) yang merupakan sistem ketelusuran produk yang berasal dari bahan baku bersertifikat Menajemen Hutan Lestari (SFM).

Dalam rangka memelihara dan memanfaatkan hasil hutan alam secara optimal dan lestari, diperlukan adanya penetapan suatu sistem silvikultur pengelolaan hutan alam tersebut sesuai dengan jenis hutan dan tipe vegetasinya. (Anonim, 1999).

Sistem silvikultur yang diterapkan pada hutan alam produksi adalah Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

Sekarang ini sulitnya mendapatkan kayu yang berdiameter besar memaksa industri pengolahan kayu untuk memanfaatkan kayu semaksimal mungkin dengan membuat produk-produk yang dapat menghemat penggunaan

bahan baku kayu, memanfaatkan jenis-jenis kayu yang bernilai rendah serta menambah kekuatan dan meningkatkan mutu kayu.

Industri kayulapis di Indonesia mulai berdiri sejak tahun 1970 yang langsung menjadikan Indonesia sebagai Negara pengekspor kayu lapis

(plywood) terbesar di dunia. Pengembangan industri kayu lapis sendiri ternyata mampu meningkatkan ekspor non migas Indonesia dan banyak menyumbangkan devisa bagi Negara, bahkan industri kayu lapis telah mampu menciptakan perpindahan penduduk seperti transmigrasi di seluruh pelosok tanah air. Dengan kenyataan tersebut, maka sangat diperlukan pemahaman dan penelitian secara

terus-menerus mengenai peningkatan proses mutu produk pada industri kayulapis. Hal ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan setiap tahunnya semakin baik dengan tetap menghemat bahan baku yang ada. Pada akhirnya kita akan mengeksploitasi sumber daya hutan untuk memenuhi berbagai

(14)

kebutuhan manusia tetapi tetap meminimalikan kerusakan pada lingkungan alam.

Dalam rangka memantapkan materi perkuliahan yang didapatkan dibangku kuliah, maka diadakan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama 2 bulan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman. Dengan demikian mahasiswa mendapatkan pengalaman dan pemahaman mengenai industri tertentu terutama dalam bidang kayulapis (plywood).

B. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) yaitu;

1. Untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan hutan sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) dan sistem TPTJ (Tebang Pilih Tanam Jalur).

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management).

3. Untuk memperoleh wawasan serta keterampilan mengenai proses pembuatan kayulapis (plywood).

C. Hasil yang diharapkan

Adapun hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) yaitu;

1. Agar dapat mengetahui kendala-kendala yang ada didalam industri sehingga dari pengalaman PKL dapat menyelesaikan masalah tersebut.

2. Mendapatkan pengalaman serta keterampilan sebagai tenaga siap pakai, sehingga terbentuknya rasa tanggung jawab terhadap sebuah pekerjaan. 3. Melahirkan potensi yang mempunyai pengalaman dan keterampilan.

(15)

4. Mendapatkan pengalaman dan pemahaman mengenai industri kayulapis (plywood).

5. Mampu mengaitkan antara pengetahuan akademik berbasis teori dengan pengetahuan Praktek Kerja Lapang.

(16)

BAB II

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. Tinjauan Umum Perusahaan

PT. Intracawood Manufacturing digali dari niat luhur yang terkandung pada saat pendirian perusahaan, yaitu didirikan atas anjuran pemerintah yang disampaikan oleh Bapak menteri Ekuin Radius Prawiro kepada pendiri CCM

(Central Corporate Management) Group Bapak Murdaya Widyaminarta Poo dengan maksud agar pihak swasta ikut serta berperan dalam usaha pemerataan Pembangunan Nasional di Indonesia bagian timur terutama daerah terpencil seperti kota Tarakan. Sehingga dengan niat ikut berperan dalam usaha pemerataan pembangunan nasional menciptakan dampak positif bagi lingkungan

dan masyarakat setempat dengan menciptakan lapangan kerja sebagai prioritas utama untuk mengurangi mengalirnya tenaga kerja ke Negara tetangga, meningkatkan ketahanan nasional dan meratakan pembangunan sampai daerah-daerah terpencil seperti kota Tarakan serta untuk menambah pemasukan devisa

bagi Negara, maka dari itu didirikanlah perseroan yang idenya direalisasikan pada tahun 1988 dengan nama PT. Intracawood Manufacturing.

PT. Intracawood Manufacturing tergabung dalam Organisasi CCM (Central Corporate Management) yang didirikan pada tahun 1984 sebagai pemegang saham PT. CIPTA CAKRA MURDAYA untuk memberikan dukungan

dan pelayanan manajemen perusahaannya yang tersebar diseluruh nusantara dan manca Negara. Semua aktivitas PT.Intracawood Manufacturing dipusatkan di Jl. Cikini Raya 78 Jakarta Pusat.

(17)

PT. Intracawood Manufacturing merupakan joint venture dari tiga perusahaan, yaitu :

1. PT. Inhutani bergerak di bidang penyediaan areal hutan seluas ±250.000 ha yang terletak di wilayah Tidung pala, Kabupaten Bulungan dikelompok hutan Sesayap untuk sumber bahan baku industri.

2. PT. Altrak 78 bergerak di bidang penyediaan alat-alat berat untuk operasional seperti traktor, wheel, loader, logging truck dan lain-lain.

3. PT. Berca Indonesia bergerak di bidang penyediaan alat-alat kelistrikan dan penyediaan komputer.

Perjanjian kerjasama dalam perseroan PT. Intracawood Manufacturing tercantum dalam :

1. Akte No. 43 tanggal 10 Maret 1988

2. Akte No. 43 tanggal 21 Juli 1988

3. Akte No. 62 tanggal 13 September 1988

Pada perjanjian tersebut masing-masing perusahaan memiliki saham PT. Inhutani I mempunyai kepemilikan saham sebesar 25%, PT Altrak 78 mempunyai

kepemilikan saham sebesar 50% dan PT. Berca Indonesia kepemilikan sahamnya adalah sebesar 25%.

Pada tanggal 21 Januari 1991 kayulapis komersial pertama ditandatangani oleh Presiden Direktur Ibu Siti Hartati Murdaya sebagai prasasti dan pada tanggal 10 April 1991 ekspor perdana yang menghasilkan devisa bagi

negara yang cukup besar.

PT. Intracawood Manufacturing sebagai pabrik kayulapis terakhir di Indonesia menyadari bahwa keberadaannya dicatat pada daftar yang paling bawah sehingga membuat manajemen bersama dengan karyawan-karyawan

(18)

bekerja keras untuk mencapai hasil yang maksimal. Maka dari itu, dalam waktu yang relatif singkat PT. Intracawood Manufacturing bisa memasuki peringkat lima

besar diantara 118 pabrik Indonesia yakni sebagai pabrik penghasil kayulapis tipis dengan ukuran 2,4 mm x 920 cm (3 feet) x 1830 cm (6 feet) dan 2,4 mm x 1220 cm (4 feet) x 2440 cm (8 feet).

Dalam memasarkan produk yang dihasilkan, PT. Intracawood Manufacturing mengekspor keluar negeri yaitu negara Jepang, USA, China, Hongkong, Mesir, Inggris dan negara-negara di kawasan Eropa. Pembagian ekspor rata-rata 95% dan sisanya untuk produk lokal.

Industri PT. Intracawood Manufacturing berpusat di desa Juata Permai yang berjarak ±14 km dari pusat kota Tarakan yang dapat ditempuh dengan kendaraan ±30 menit. Luas areal industri seluruhnya adalah sekitar 74,9 Ha yang

terdiri dari areal-areal berikut:

1. Luas pabrik : 42,80 ha (57,21%) 2. Luas areal perumahan karyawan (mess) : 7,12 ha (9,51%) 3. Luas areal karyawan berkeluarga perumahan : 15,00 ha (20,05%) 4. Luas jalur hijau : 9,90 ha (13,23%)

(19)

B. Manajemen Perusahaan

Susunan Manajemen PT Intracawood Manufacturing

DEWAN KOMISARIS

Presiden Komisaris

Ir. Dadang Sumbada Supardi, MM

Wakil Presiden Komisaris

Tn. Murdaya Widyawimarta

Komisaris

Karuna Murdaya, B.S, M.C.P

Komisaris

Ir. F. X. Budi Santoso

DEWAN DIREKSI

Presiden Direktur Ny. Dra. Siti Hartati Murdaya Wakil Presiden Direktur Kirana Wijaja, S.E Akt

Direktur Ir. Totok Lestiyo

Direktur Ir. Didik Arjo Gunawan, MM

GENERAL MANAJER

General Manajer Ir. Handono Gunawan

DIVISION MANAJER

Manajer Division Ir. Adang Hendra Sumpena

DEPARTEMEN MANAJER

Forest Planning & External Relation Pracoyo Sugiarto Forest Improvement & Production Ir. J a m a

Production Area 1 Sutrisno Haris

Production Area 2 Abd. Kazadi, S.Hut

Forest Planning & Rehabilitation Suryono Administration & Community Development Ir. Armanedi

(20)

Penyerahan HPH (Hak Penguasaan Hutan ) Inhutani 1 kepada PT. Intracawood Manufacturing berdasarkan SK No. 335/Menhut 1/2004 yang

menyatakan bahwa ‘’PT. Inhutani I memberi penguasaan PT. Intracawood Manufacturing sebagai pemegang IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) pada hutan alam untuk mengelola hutan seluas ±250.000 ha yang terletak di kabupaten Bulungan dan kabupaten Malinau serta juga harus mengakui bahwa hasil pengelolaan yang dilakukan oleh PT. Intraca selama masa penunjukan adalah hak dan milik PT. Intraca dalam masa jangka waktu 45 tahun’’.

Dengan adanya pernyataan tersebut, berarti PT. Intraca diberikan wewenang penuh terhadap pengelolaan hutannya sebagaimana layaknya sebuah HPH.

Tujuan utama suatu perusahaan adalah menghasilkan produk atau jasa yang memenuhi kepuasan pelanggan sesuai standar, mampu bersaing harga dan memberikan keuntungan yang baik bagi perusahaan. Semua ini dapat dicapai dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu di dalam perusahaannya.

Salah satunya adalah menerapkan standarisasi ISO (International Organization for Standarisation) yang merupakan badan standarisasi international yang menangani masalah standarisasi barang dan jasa. Tujuan ISO adalah untuk mempromosikan pengembangan standarisasi dari kegiatan-kegiatan yang terkait serta untuk meningkatkan kerjasama di bidang intelektual, ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi.

Meningkatnya persaingan industri semakin menyadarkan perusahaan akan kualitas dan mutu. PT. Intracawood Manufacturing telah mendapatkan ISO 9001:2008 yang merupakan salah satu standar ISO dalam mengatur standar

(21)

kualitas dan mutu sehingga dapat menjadi salah satu persyaratan dalam perdagangan dunia sebagai salah satu wujud jaminan terhadap mutu produk

yang dijual. Mengingat pentingnya ISO 9001 dalam perdagangan internasional, maka standar tersebut telah diterapkan menjadi standar nasional oleh lebih dari 80 negara di dunia, termasuk Indonesia. Adapun tahun 2008 menunjukkan tahun revisi, maka ISO 9001:2008 adalah sistem manajemen mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008. ISO sering mengalami revisi karena seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, terutama semakin luasnya dunia usaha.

Organisasi yang telah menerapkan standar sistem mutu ISO 9001 dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9001 kepada lembaga sertifikasi sistem mutu yang telah diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN).

Penerapan standar ISO 9001 oleh suatu organisasi akan memberikan beberapa keuntungan, diantaranya:

1. Menunjukkan kemampuan organisasi atau perusahaan untuk mencapai mutu tertentu, sehingga memberikan mutu produk atau jasa untuk kepuasan

pelanggan dan menciptakan kepercayaan manajemen terhadap mutu produk atau jasa yang dihasilkan kepada pelanggan mengenai kemampuan perusahaan dan hal ini juga akan meningkatkan moral pada karyawan.

2. Secara resmi telah diterima oleh banyak negara.

3. Membantu pemantauan secara teratur semua kegiatan organisasi, identifikasi

masalah dan melakukan tindakan perbaikan tepat waktu.

4. Organisasi perdagangan internasional lebih senang melakukan kontak bisnis dengan pemasok yang telah mempunyai sertifikasi ISO.

(22)

Dengan semakin ketatnya persaingan di bidang industri kayulapis (plywood), maka hal ini akan sangat berpengaruh pada sistem pengelolaan hutan.

PT. Intracawood Manufacturing dalam memperoleh bahan baku menggunakan sistem silvikultur TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) yang mengambil langsung dari hutan alam produksi.

Produk yang dihasilkan PT. Intracawood Manufacturing dalam bidang plywood yaitu:

1. Plywood 2,4 mm, 2,7 mm, 3,4 mm, 3,7 mm 2. Floor base 11,5 mm x 945 cm x 1840 cm 3. Home base 11,6 mm x 910 cm x 1820 cm

4. LVL (Laminated Vaneer Lumber) 40 mm x 920 cm x 2020 cm

5. Block board 18 mm x 1220 cm x 2440 cm 6. Paper Overlay 2,4 mm x 920 cm x 1830 cm

(23)

Gambar 2. Plywood and Blockboard Processing Flowchart PT. Intracawood Manufacturing Continuous Dryer Roller Dryer Reeling Unreeling

(24)

C. Lokasi dan Waktu Kegiatan PKL

Praktek Kerja Lapang (PKL) melaksanakan kegiatan di lapangan yang

dilakukan secara langsung yang dimulai dari HPH (Hak Penguasaan Hutan) di Bulungan sampai pada produksi pembuatan plywood di PT. Intracawood Manufacturing di kota Tarakan yang dimulai dari tanggal 2 April 2013 - 30 Mei 2013 yang kegiatannya adalah sebagai berikut;

1. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), meliputi : a. Perencanaan Hutan

1) PAK (Penataan Areal Kerja)

2) ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan) 3) PWH (Pembukaan Wilayah Hutan)

b. Produksi (Pemanenan) 1) Penebangan

c. TUK (Tata Usaha Kayu)

2. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur, meliputi : a. Persemaian

b. Penyiapan lahan c. Penanaman d. Pemeliharaan

3. Pembuatan Plywood, meliputi : a. Central log pond

b. Green veneer

c. Drying (pengeringan) d. Veneer Preparation e. Assembly

(25)

f. Finishing g. Inspection

(26)

BAB III

HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG

A. Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)

Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah sistem silvikultur tebangan yang berdasarkan diameter tertentu pada jenis-jenis niagawi dengan tetap memperhatikan keanekaragaman hayati setempat.

Tujuan TPTI adalah meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak seumur melalui tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka

memperoleh pemanenan yang lestari dengan melakukan kegiatan perapihan, pembebasan, pengayaan dan pemeliharaan setelah kegiatan tebang pilih selesai dilaksanakan. Sasaran TPTI adalah hutan alam produksi di areal IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu).

Adapun kegiatan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan, meliputi:

1. Perencanaan hutan

Kegiatan perencanaan hutan, meliputi: a. Penataan Areal Kerja (PAK)

1) Dasar Teori

Penataan areal kerja (PAK) merupakan kegiatan menata areal ke dalam blok dan petak kerja tahunan berdasarkan RKUPHHK (Rencana Kerja Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu).

Tata waktu pelaksanaan kegiatan PAK adalah 4 tahun sebelum dilakukan kegiatan penebangan (Et-4).

(27)

2) Tujuan

Tujuan Penataan Areal Kerja (PAK) untuk mengatur kawasan

hutan sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kegiatan berjalan dengan tertib dan efisien dengan memberikan tanda batas yang nyata di lapangan pada unit pengelolaan hutan.

3) Prosedur Kerja

Tahapan pelaksanaan PAK (Penataan Areal Kerja) terbagi menjadi 2, yaitu :

a) Perencanaan dipeta

(1). Menentukan rencana blok kerja tahunan dan petak kerja yang akan dilaksanakan PAK pada Mili Meter Block (MMB) atau peta

realisasi skala minimal 1:10.000

(2). Penetapan Blok Kerja Tahunan dilakukan dengan menentukan potensi hutan untuk mengetahui rotasi tebang yang ada yang diperkirakan mempunyai produktivitas dengan

mempertimbangkan kondisi alam seperti ragam punggung bukit, lereng dan lembah pada bagian hutan tersebut.

b) Pelaksanaan dilapangan

(1). Mencari titik ikat di lapangan, kemudian menentukan koordinat geografisnya dengan menggunakan GPS.

(2). Membagi areal kerja kedalam blok-blok kerja tahunan dan petak-petak kerja.

(3). Pengukuran areal Unit Pengelolaan Hutan yang bersangkutan serta pembagiannya ke dalam unit-unit produksi.

(28)

(4). Menetapkan titik nol (starting point) yang merupakan awal pembuatan alur batas blok/petak kerja tahunan.

(5). Pembuatan alur batas petak kerja dan blok kerja, baiknya dengan mengikuti bentuk bentangan alam seperti sungai, tetapi jika pada areal tersebut tidak ditemukan batas alam karena kondisi topografi datar maka dapat menggunakan batas buatan.

(6). Mengukur jarak datar (JD) dengan menggunakan clinometer dan jarak lapang dengan menggunakan meteran kemudian menentukan koordinat geografisnya dengan menggunakan GPS (Global Positioning System).

(7). Pembuatan dan penandaan batas dengan pemasangan pal sudut petak kerja tahunan dan pal dibuat dari kayu awet dengan

ukuran 7cm x 7cm x 150cm.

(8). Penulisan pada pal sudut petak kerja tahunan:

(a). Pada sisi pal sudut dituliskan Nomor Petak Kerja Tahunan (sesuai dengan sisi yang menghadap ke petak) dan Tahun

RKT (ditulis pada semua sisi yang menghadap ke petak). (b). Pada bagian atas pal sudut diberi arah yang menunjukan alur

batas petak kerja.

(9). Sesuaikan jumlah blok dan petak kerja dengan siklus tebang yang ada.

(10).Sesuaikan bentuk dan luas blok serta petak kerja dengan kondisi lapangan.

(29)

(11).Gunakan angka romawi untuk menandai setiap blok kerja sesuai rencana tahun penebangan, sedangkan petak kerja diberi angka

secara berurutan dari petak pertama sampai petak terakhir.

4) Alat dan Bahan a) Alat tulis-menulis b) Penggaris c) Peta 1:25.000 d) Kalkulator e) Clinometer f) Kompas g) Meteran h) GPS i) Parang 5) Pembahasan

Tata waktu pelaksanaan kegiatan PAK adalah 4 tahun sebelum

dilakukan kegiatan penebangan (Et-4) yang diterapkan berdasarkan

(30)

petunjuk teknis TPTI dengan melakukan pembagian areal kerja dalam unit petak kerja ±100 ha/petak kerja.

Dalam PAK (Penataan Areal Kerja) dimana alur batas petak kerja tersebut idealnya mengikuti bentuk bentang alam seperti sungai, anak sungai, punggung bukit atau jalan dengan melakukan penandaan yang nyata dan jelas disepanjang alur batas.

6) Hasil yang dicapai

Pengukuran dalam PAK harus menentukan letak titik ikat batas blok kerja tahunan yang sedapat mungkin ditetapkan pada suatu titik yang mudah dicari dan ditentukan di lapangan, berupa bentukan alam ataupun buatan seperti percabangan sungai dan percabangan jalan, agar titik ikat dan titik nol (awal) bisa bertemu karena jika tidak kembali

pada titik awal, maka pada penggambaran di peta akan terjadi kesalahan yang bisa disebabkan karena faktor kesalahan ketika melihat azimuth ataupun clinometer dan bisa keluar dari luas batas yang ditentukan.

b. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) 1) Dasar Teori

Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) merupakan kegiatan pencatatan, pengukuran dan penandaan pohon.

ITSP dilaksanakan pada blok RKT (Rencana Kerja Tahunan) 2 tahun sebelum penebangan (Et–2) (Darmawan, 2011).

2) Tujuan

a) Untuk mengetahui dan mendata potensi suatu areal hutan secara keseluruhan dalam areal blok kerja tahunan yang telah ditetapkan

(31)

untuk menentukan kebijakan pengelolaannya mengenai keadaan penyebaran pohon dalam tegakan yang meliputi jumlah dan jenis

pohon serta volume pohon.

b) Untuk mengetahui jumlah dan jenis pohon yang ditetapkan sebagai pohon induk yang akan dipelihara sebagai sumber benih permudaan alam. Pohon induk merupakan pohon yang berdiameter 40 cm – 49 cm. Ciri-ciri pohon induk yaitu sehat secara keseluruhan yang dipilh secara teliti dan yang ditetapkan sebagai pohon induk. Dalam pengambilan data pohon induk meliputi jumlah, jenis dan diameter pohon.

c) Untuk mengetahui pohon ditebang, merupakan pohon yang berdiameter 40 cm – 50 cm yang ditetapkan sebagai pohon

ditebang.

d) Untuk mengetahui pohon dilindungi yang berdiameter 20 cm up, seperti pohon durian, pohon tengkawang dan pohon manggris. e) Pohon inti adalah jenis pohon yang berdiameter 20 cm untuk rotasi

tebang pada proses penebangan berikutnya hingga mencapai diameter 40 cm up.

f) Untuk mengetahui keberadaan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) seperti dammar dan rotan.

g) Menetapkan target produksi tahunan pada blok kerja tahunan yang

bersangkutan.

h) Menentukan arah trace jalan.

i) Menentukan jumlah dan kapasitas mesin dan tenaga kerja yang harus disediakan.

(32)

3) Prosedur kerja

a) Buat rencana jalur-jalur inventarisasi pada setiap petak kerja yang

ada di dalam blok RKT.

b) Menentukan titik awal dan titik ikat.

c) Pengukuran base line tengah yang akan dilaksanakan kegiatan ITSP. Base line tengah sebagai dasar pengukuran jalur topografi dan inventarisasi pohon dan bertujuan agar pengukuran tidak keluar dari blok kerja.

d) Pengukuran topografi dan pembuatan jalur inventarisasi.

e) Pemasangan tanda sumbu jalur. Penandaan dan penomoran jalur inventarisasi dilakukan dengan memasang label plastik berwarna merah ukuran 7 cm x 7 cm yang memuat informasi tahun RKT,

nomor petak dan nomor jalur serta nama perusahaan.

f) Pemasangan Petak Ukur Permanen (PUP). Penandaan dan penomoran petak ukur (PUP) dengan memasang label plastik berwarna orange ukuran 7 cm x 8 cm, yang memuat informasi nomor

petak, nomor jalur dan nomor petak ukur (PU) serta nama perusahaan.

g) Inventarisasi pohon ditebang, pohon dilindungi dan pohon induk. h) Penandaan pohon yang diinventarisasi dilakukan pada batang

setinggi dada ?130 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan label:

(1). Pohon inti, berdiameter 20 cm – 40 cm menggunakan label kuning yang memuat keterangan dalam hal: nama perusahaan,

(33)

diameter awal. Pohon Inti dipilih dari pohon-pohon jenis komersil yang berbatang dan bertajuk sehat dantersebar

merata pada seluruh bagian tegakan.

(2). Pohon induk berdiameter 40 cm – 49 cm menggunakan label kuning yang memuat keterangan dalam hal: nama perusahaan, tahun RKT, nomor petak, nomor pohon, jenis pohon dan diameter awal. Untuk pohon induk selain diberi label pohon, pada batang pohon dipolet menggunakan cat warna merah melingkar batang pada ketinggian kurang lebih 130 cm dari permukaan tanah. Polet ini disamping sebagai tanda pohon induk juga sebagai tanda tempat pengukuran diameter (dalam observasi lanjutan). Pemilihan dan penetapan pohon induk

adalah pohon-pohon terbesar setempat yang sehat secara keseluruhan dan yang dipilih secara teliti.

(3).Pohon yang dilindungi berdiameter 20 cm up, menggunakan label warna kuning yang memuat keterangan dalam hal: nama

perusahaan, tahun RKT, nomor petak, nomor pohon, jenis pohon dan diameter awal.

(4).Pohon yang akan ditebang berdiameter 40 cm – 50 cm menggunakan label warna merah yang memuat keterangan dalam hal : RKT, nomor petak, nomor pohon, jenis pohon dan

nama perusahaan.

a) Pengukuran diameter pohon dilakukan pada bagian pohon setinggi dada berkisar 130 cm dari permukaan tanah.

(34)

b) Pengukuran tinggi pohon dimulai dari permukaan tanah sampai dengan cabang pertama dari batang pohon.

c) Melakukan pendataan dan penandaan tempat-tempat atau potensi alam tertentu, seperti wilayah lindung lokal yaitu: sumber mata air sungai atau anak sungai dan pantai, suaka alam atau margasatwa, tebing-tebing curam atau tempat-tempat dengan kelerengan diatas 40 %, Potensi hutan selain kayu (rotan, damar, buah, madu dan gaharu), tempat-tempat dilindungi atau keramat (seperti kuburan) dan jalan-jalan umum (jalan raya/jalan provinsi).

d) Pencatatan lokasi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK).

Gambar 4. Pembuatan Jalur Inventarisasi

(35)

Gambar 5. Pengukuran Topografi RKT Th : No. Petak : No. Pohon : Jenis : Diameter : RKT Th : No. Petak : No. Pohon : Jenis : Diameter :

Label merah Label kuning Gambar 6. Label Penandaan Pohon

4) Alat dan Bahan a) Buku ukur b) Label c) Parang d) Kompas e) Clinometer f) GPS 20 m 15 m 5 m

Sta 1

Sta 3

Sta 2

Tongkat Ukur ± 140 cm/setinggi pengukur

Pengukuran Mengikuti Perubahan Bentuk Medan (Tanah)

(36)

g) Kalkulator

h) Alat tulis-menulis

5) Pembahasan

Menyajikan jumlah data dan komposisi pohon yang ada, khususnya untuk pohon inti dan pohon yang dilindungi untuk merencanakan jumlah dan komposisi pohon yang akan ditinggal di lapangan untuk dipelihara sampai tebang berikutnya.

Dalam ITSP dilakukan kegiatan menghitung volume pohon dengan rumus:

V = 0,25 x ? x d2

x t x 0,7

6) Hasil yang Dicapai

Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan makhluk hidup, yang mempengaruhi kelangsungan

perkehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup (manusia, hewan, flora dan fauna), maka sebelum penebangan disetiap RKT (Rencana Kerja Tahunan) perlu diadakannya Kegiatan ITSP (Inventarisasi Sebelum Penebangan) pada jenis pohon yang iizinkan untuk dimanfaatkan kayunya. Hal ini disebabkan karena terdapat berbagai jenis pohon yang

tidak boleh ditebang seperti pohon Manggeris (Koompasia excelsa) karena merupakan sarang lebah madu yang banyak dimanfaatkan oleh

(37)

c. PWH (Pembukaan Wilayah Hutan) 1) Dasar Teori

PWH (Pem bukaan Wilayah Hutan) merupakan kegiatan untuk merencanakan pembuatan jalan angkutan dan prasarana lainnya seperti jembatan, gorong-gorong, penimbunan kayu. PWH dilaksanakan 1 tahun sebelum dilakukan kegiatan penebangan (et-1).

Alternatif PWH terbagi menjadi 2, yaitu: a) Pembuatan Jalan Angkutan atau Umum

Jalan Angkutan adalah jalan yang menghubungkan antara blok tebangan baru dengan jalan yang ada sebelumnya, dimana kayu yang ada di TPn dapat diangkut menggunakan logging truck menuju ke Logpond/Logyard.

b) Pembuatan Jalan Sarad

Jalan sarad adalah jalan hutan yang bermuara pada jalan cabang yang dibuat hanya untuk lalu lintas traktor dalam kegiatan menyarad kayu bulat.

2) Tujuan

Pembukaan Wilayah Hutan bertujuan untuk memudahkan dalam menetapkan posisi jalan angkutan dan prasarana PWH lainnya (seperti gorong-gorong dan jembatan) dengan kondisi alam atau kondisi lokasi jalan yang akan dibangun.

3) Prosedur kerja

a) Pembuatan jalan angkutan atau utama :

(38)

(2). Penetapan trace jalan angkutan dan jalan sarad berdasarkan peta kontur hasil ITSP.

(3). Ploting (pembukaan jalan), bukalah jalur pada trace jalan yang telah direncanakan di lapangan dengan traktor.

(4). Persiapkan badan jalan dengan cara membuka areal sesuai dengan lebar jalur yang telah ditentukan dengan ukuran kendaraan yang melewatinya dan panjang jalan angkutan yang dibuat harus efisien, efektif dan ramah lingkungan.

(5). Penetapan trayek jalan utama harus menghindari sebaran pohon secara keseluruhan (ditebang, dilindungi dan pohon induk), kontur atau topografi sungai dan anak sungai (apabila harus melintasi sungai atau anak sungai harus membuat jembatan

yang ukurannya sesuai dengan kelebaran sungai atau anak sungai tersebut dan lokasi jalan minimal 100 meter dari tepi sungai), kawasan dilindungi dan lokasi yang dianggap kramat

oleh masyarakat dan tempat rawan longsor.

(6).Bentuklah jalan dan ratakan badan jalan dengan cara menyebarkan tanah ke bagian jalan yang tidak rata dan perencanaan jalan angkutan atau utama diupayakan merupakan jarak terpendek dan jangan membuat tikungan tajam.

(7).Tebang pohon kanan kiri jalan pada bagian tertentu saja, agar

mendapat sinar matahari sehingga badan jalan cepat kering (tebang matahari).

(8). Penataan permukaan jalan (Surfacing) dengan memberi lapisan pengerasan pada badan jalan. Umumnya menggunakan pasir,

(39)

kerikil, batuan dan stabilkan badan jalan dengan pemadatan atau pengerasan dengan batu.

(9).Pembuatan trace jalan tidak diperkenankan melalui hutan lindung atau kawasan konservasi kecuali dengan ijin instansi terkait. b) Pembuatan jalan sarad

(1).Cari jalan yang terpendek yang dapat mencapai sebanyak mungkin pohon yang dapat ditebang.

(2). Pembukaan jalan sarad di mulai dari ujung jalan sarad di dalam hutan menuju TPn oleh tim penebang.

(3). Jalan sarad harus menghindari daerah curam, anak sungai, rawa dan daerah yang tidak stabil dan jalan sarad dibuat selurus mungkin dan tikungan dibuat secukupnya sehingga dapat

melindungi kerusakan pohon yang ditinggal.

(4). Panjang jalan sarad disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan hanya direncanakan sesuai dengan keperluan.

(5). Jalan sarad tidak boleh masuk ke areal kawasan lindung

(6). Lebar jalan sarad maksimal 4 – 5 m dan jarak sarad rata-rata 250 – 350 m.

(7). Arah penyaradan lebih diutamakan naik lereng untuk mengurangi terjadinya kerusakan pada tanah.

c) Penandaan trace jalan di lapangan dilakukan dengan ketentuan:

(1). Trace jalan utama : diberi tanda cat warna kuning strip 3 pada pohon pohon di sepanjang trace jalan untuk menunjukan arah masuk ke blok tebangan. Sedangkan strip 2 warna kuning untuk menunjukan arah keluar blok tebangan.

(40)

(2). Trace jalan cabang; diberi tanda cat warna kuning strip 2 pada pohon-pohon di sepanjang trace jalan untuk menunjukan arah

masuk ke blok tebangan. Sedangkan strip 1 warna kuning untuk menunjukan arah keluar blok tebangan.

(3). Trace jalan sarad diberi tanda cat warna biru strip 1 pada pohon-pohon di sepanjang trace jalan sarad untuk arah masuk dan keluar.

4) Alat dan Bahan a) Clinometer b) Meteran c) GPS d) Doser e) Parang f) Label g) Buku ukur h) Alat tulis-menulis i) Cat 5) Pembahasan

Perencanaaan pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan persiapan pelaksanaan perencaan blok hutan yang akan dilakukan penebangan. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) untuk menentukan

alternatif terbaik pembuatan jalan, sehingga setiap masing-masing jalan mempunyai kegunaan yang berbeda.

(41)

6) Hasil yang Dicapai

Dalam PWH mem buat 2 alternatif sarana yaitu:

a) Jalan Angkutan

Jalan angkutan digunakan selamanya (tidak berbatas waktu), jadi ketentuan membuat jalan angkutan yaitu; Lebar jalan minimal harus disesuaikan dengan ukuran kendaraan yang melewatinya dengan ketentuan lebar jalan 7 m – 10 m.

b) Jalan sarad

Jalan Sarad adalah jalan hutan yang dibuat hanya untuk lalu lintas traktor dalam kegiatan menyarad kayu bulat. Jadi, jalan sarad dicari jalan yang terpendek agar tidak banyak menyebabkan kerusakan pada tanah karena jalan sarad hanya digunakan untuk

sementara selama blok kerja penebangan selesai.

Perencanaan panjang jalan sarad disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan ketentuan lebar jalan sarad adalah 4 – 5 meter. Apabila jumlah kayu yang keluar sedikit, sebaiknya tidak

membuat TPn akan tetapi memaksimalkan fungsi jalan dengan meletakkan kayu di sisi kiri dan kanan jalan. Percabangan jalan sarad membentuk sudut 45? - 60? dengan maksimal kemiringan yang disarankan untuk pemotongan tebing adalah 50 %.

Kegiatan pembuatan jalan lebih didasarkan pada potensi pohon dan keadaan topografi dengan mengikuti alur topografi di lapangan. Jadi rencana yang sebelumnya diplotkan dalam peta dapat berubah sesuai dengan kondisi aktual di lapangan.

(42)

2. Produksi (Pemanenan)

Kegiatan produksi (pemanenan) meliputi kegiatan penebangan,

penyaradan, pengukuran dan pengangkutan log dari TPn (Tempat Pengumpulan Kayu sementara ) ke TPK (Tempat Penumpukan Kayu).

a. Penebangan 1) Dasar Teori

Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam tegakan yang berdiameter sama atau lebih besar dari diameter batas yang ditetapkan yaitu 50 cm dimana merupakan pohon jenis nigawai seperti meranti yang digunakan sebagai bahan baku produksi kayulapis (plywood) (Darmawan, 2011).

2) Tujuan

Tujuan diadakannya kegiatan penebangan agar tidak melakukan penebangan pada pohon berdiameter dibawah 40 cm karena masih dalam masa pertumbuhan atau untuk rotasi tebang berikutnya.

3) Prosedur Kerja

a) Gunakan Peta pemanenan untuk mengetahui posisi pohontebangan yang terdekat. Ambil label yang berwarna merah, lakukan

pengecekan terhadap kualitas pohon (apabila gerowong dengan

nilai ekonomis yang rendah maka harus ditinggalkan).

b) Persiapkan tempat kerja dengan memotong segala liana yang

merambat dibatang pohon dan tumbuhan-tumbuhan lainnya yang mengikat pohon serta tumbuhan disekitar pohon serta buat jalur penyelamatan (jalan lari penebang dari rebahan pohon).

(43)

c) Menentukan arah rebah pohon dengan diarahkan pada tajuk pohon yang sudah ditebang sebelumnya atau ketempat yang kosong dan

usahakan menebang ke arah pematang sehingga memudahkan proses penyaradan. Dalam menentukan arah rebah pohon ada beberapa hal yang harus dihindari, yaitu hindari kerusakan pohon inti akibat penebangan, jangan menebang ke kawasan lindung riparian (kiri-kanan sungai) dan jangan menebang ke arah anak sungai, batu, tunggak, selokan untuk menghindari kerusakan pada kayu.

d) Membuat takik rebah dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Usahakan takik rebah serendah mungkin untuk mendapatkan volume kayu yang lebih besar dan meninggalkan limbah

tebangan seminimal mungkin.

(2) Buat potongan datar sedalam 1/4 - 1/3 Ø pohon.

(3) Buat potongan atap/miring dengan sudut 45° terhadap potongan datar.

e) Membuat takik balas dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Buat potongan datar dari belakang takik rebah setinggi ±5 -10 cm dari potongan datar takik rebah.

(2) Tinggalkan engsel setebal 1/10 – 1/6 Ø pohon.

(3) Pada saat membuat takik balas beri peringatan bagi orang yang

(44)

f) Setelah pohon rebah log tersebut dipotong bebas cabang dan

bebas banir.

g) Dilakukan penyaradan pada kayu yang sudah ditebang dengan cara ditarik menggunakan traktor untuk mengeluarkan kayu dari blok tebangan menuju TPn.

h) Ukur kayu untuk mendapatkan volume pohon dan diameter pohon. setelah itu dilakukan pemahatan pada bontos menunjukan informasi pada kayu yg memuat informasi kode bulan, nomor produksi, nomor petak, panjang log, diameter log, jenis kayu dan nomor batang yang akan dimasukkan ke dalam buku ukur.

i) Kayu bulat diangkut dengan menggunakan truck logging menuju TPK.

4) Alat dan Bahan a) Alat tulis-menulis

b) Parang c) Pahat

(45)

d) Palu e) Chainsaw f) Traktor g) Meteran h) Kapur kayu 5) Pembahasan

Mengukur volume kayu dengan rumus: V = 0,25 x ? x d2 x t x 0,7

6) Hasil yang Dicapai

Dalam pembuatan takik balas harus seimbang dengan takik

rebah. Takik rebah dibuat serendah mungkin dari atas banir dan dibuat atap miring dengan sudut 45º dan dibuat takik balas dari belakang takik rebah setinggi ± 5 cm – 10 cm dengan meninggalkan jarak engsel 1/6-1/10 dari diameter. Jika dalam pembuatan takik rebah dan takik balas tidak seimbang, artinya pembuatan takik balas sejajar dengan takik rebah, maka bisa menyebabkan pohon akan rebah pada tempat yang tidak sesuai rencana sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Maka dari itu, dalam penebangan harus teliti dalam penentuan takik rebah dan takik balas.

3. TUK (Tata Usaha Kayu) a. Dasar Teori

Tata usaha kayu (TUK) merupakan sarana administrasi dalam pengawasan, pembinaan dan pengamanan tehadap berbagai kepentingan sehingga sumber daya alam berupa hutan dapat dijaga kelestariannya dan

(46)

untuk menciptakan usaha perkayuan yang tertib, lancar dan bertanggung jawab.

b Tujuan

Tujuan ditetapkannya petunjuk teknis tata usaha kayu adalah agar penyelenggaraan tata usaha kayu dapat berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga log yang akan diproduksi mempunyai kelegalitasan dokumen.

c Prosedur Kerja

1) Setelah pohon ditebang dilakukan pemotongan batang 2) Memasang label LHC (Label Hasil Cruising)

3) Dilakukan pengukuran panjang. Panjang diukur dalam satuan meter dengan kelipatan 10 cm kebawah, contoh:

Tabel 1. Hasil Pengukuran Panjang

Panjang yang dicatat Panjang sebenarnya

4,19 4,10

4.09 4.00

4) Dilakukan pengukuran diameter, dengan ketentuan:

a) Pertama dilakukan pengukuran diameter terkecil pada bontos dengan titik pusat didapat d1

b) Kemudian ditarik tegak lurus pada diameter terpanjang, dengan titik pusat didapat d2

c) Pengukuran pada bontos lainnya serupa dengan cara-cara diatas, akan didapat titik pusat d3 dan d4

(47)

Cara menghitung diameter log :

5) Diberi keterangan pada bontos log sesuai dengan LHC (Laporan Hasil Cruising) dengan cara dipahat, yang meliputi: nomor petak, nomor LHC, diameter log, panjang log dan jenis log.

d. Alat dan Bahan 1) Meteran 2) Pahat 3) Label LHP 4) Log bulat e. Pembahasan

Hasil hutan kayu merupakan aset milik Negara yang harus selalu dijaga keberadaannya, untuk menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan maka diatur suatu tatanan tata usaha kayu dalam bentuk pencatatan,

penerbitan dokumen dan pelaporan yang meliputi kegiatan perencanaan produksi, pemanenan, pengolahan dan peredaran kayu. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis tata usaha kayu adalah untuk memberikan pedoman guna memudahkan pelaksana dilapangan dan memahami penyelenggaraan tata usaha kayu sesuai petunjuk teknis dari dinas

kehutanan.

Agar tidak terjadi penyalahgunaan maka setiap eksploitasi harus membuat Laporan Hasil Penebangan (LHP). Format Laporan Hasil Penebangan dibuat oleh petugas perusahaan. Format LHP diperiksa dan disahkan oleh P2LHP (Petugas Pengesah Laporan Hasil Penebangan)

(48)

yang merupakan pegawai kehutanan sebagai pengawas penguji hasil hutan yang diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan

pengesahan laporan produksi hasil penebangan kayu bulat. LHP dibuat di lokasi TPn dan LHP yang telah disahkan dijadikan dasar perhitungan pembayaran PSDH dan DR (Provisi Sumber Daya Hutan) dan (Dana Reboisasi). Kayu-kayu yang telah dilunasi PSDH-DR nya kemudian diangkut ke TPK Hutan dengan menggunakan dokumen Daftar pengangkutan (DP). Kayu-kayu yang sudah berada di TPK Hutan selanjutnya dibuatkan Daftar kayu Bulat (DKB) sebagai dasar dalam penerbitan SKSKB (Surat Keterangan Sah Kayu Bulat) dengan data-data dalm DKB meliputi; No dan tanggal LHP, No. petak, No. batang, Jenis, Panjang, Diameter dan Volume kayu. DKB dan SKSKB (Surat Keterangan

Sah Kayu Bulat) dibuat oleh petugas perusahaan yang telah mempunyai no.Registrasi dari Dinas Kehutanan Provinsi dan pengangkutan log dari TPK Hutan ke TPK antara/log pond/log yard harus dilampiri dokumen FA-KB (Faktur Angkutan Kayu Bulat) langsiran, kemudian yang dibawa pada

pengangkutan kayu dari log pond ke industri adalah FA-KB lanjutan. f. Hasil yang dicapai

Dengan adanya dokumen-dokumen DP, PSDH-DR, DKB dan FA-KB dapat menjadi bukti bahwasanya kayu yang diperoleh bukan kayu illegal karena setiap logging yang melalui pengangkutan harus

menunjukkan dokumen-dokumen yang telah disahkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi.

(49)

B. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) merupakan sistem silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya penanaman pada areal bekas tebangan secara jalur sesuai dengan aturan yang ditetapkan yaitu 25 meter antar jalur dan 5 meter dalam jalur. Dulunya, TPTI merupakan suatu sistem yang semula diyakini mampu melestarikan pengusahaan hutan, ternyata belum sepenuhnya terwujud dilapangan. Salah satu fenomena utama yang mengemuka sebagai akibat kondisional diatas adalah menurunnya luas hutan alam dari 59,6 juta ha (tahun 1990) menjadi 27,8 juta ha (tahun 2003) dan dengan kondisi tersebut juga

tercermin dari penurunan kualitas kayu bulat dari 28 juta m3 menjadi hanya 11 juta m3. Ditengah beratnya problema diperlukan sebuah terobosan sebagai landasan utama aktivitas kelola hutan dan sistem silvikultur merupakan kunci solusi, artinya diperlukan penyempurnaan sistem silvikultur baru yang diharapkan

mampu mengatasi berbagai problem. Melalui pembelajaran beragam konsep kelola hutan diberbagai kawasan hutan, diperkenalkan sebuah konsepsi sistem silvikultur baru yaitu Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

Tebang Pilih Tanam jalur (TPTJ) sebagai sistem silvikultur baru merupakan sebuah terobosan yang sangat penting untuk meningkatkan

produktivitas hutan alam ditengah kondisi hutan Indonesia yang kian menurun kualitas dan kuantitasnya.

Kelebihan sistem TPTJ dibandingkan TPTI yaitu pada TPTJ kelestarian produksi akan terjamin karena mekanisme kontrol dapat dilakukan dengan

optimal.

Pengelolaan dengan sistem silvikultur TPTJ dilakukan pada areal hutan bekas tebangan yang masih baik. Penerapan sistem SILINT dapat digunakan

(50)

untuk mengatasi kekurangan pasokan bahan baku, yang saat ini menimpa industri pengolahan kayu berdiameter besar di Indonesia (Masyhud, 2006).

Prosedur sistem silvikultur intensif: 1. Persemaian

a. Dasar Teori

Persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyediakan bibit yang berkualiatas dalam jumlah dan tata waktunya serta bibit yang dihasilkan sesuai dengan kondisi persemaian, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil hutan berupa kayu. b. Tujuan

Tujuan diadakannya persemaian adalah untuk memproduksi, memelihara dan menyediakan bibit sehingga dapat meningkatkan

produktivitas maupun kualitas hasil hutan berupa kayu yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh dengan menggunakan bibit yang berkualitas dari jenis-jenis yang dikehendaki.

c. Prosedur Kerja

Dalam persemaian Pengadaan bibit ada 3 cara yaitu: 1) Pengadaan asal biji atau benih

a) Prosedur kerja :

(1). Pengadaan biji atau benih dari pohon induk

(2). Biji yang telah terkumpul segera diangkut dan diseleksi untuk

memilih biji yang baik, kemudian dibersihkan.

(3). Biji yang telah dibersihkan, tidak diperbolehkan disimpan ditempat yang lembab atau sampai basah karena masa dormansi sangat pendek sehingga dapat langsung berkecambah.

(51)

Demikian juga tidak diperbolehkan di jemur atau terkena sinar

matahari langsung, karena apabila kering biji tidak dapat tumbuh

apabila disemai.

(4).Tempat semai yang digunakan adalah dari tanah yang berasal dari tanah lapisan atas berwarna hitam (Top Soil).

(5).Tanah semai yang sudah siap pakai dimasukkan dalam polybag dan kemudian polybag disusun dalam bedeng secara rapi dan teratur.

(6).Benih atau biji yang telah tersedia disemaikan langsung pada kantong polybag, media (tanah) perlu disiram air terlebih dahulu sebelum dilakukan penyemaian.

(7).Pemberian naungan terhadap semai di bedeng sapih

menggunakan naungan dengan paranet/sarlon dengan intensitas cahaya yang sampai ke lantai 25 % atau 50 % di lokasi ini bibit dipelihara selama 3 – 4 bulan.

(8).Selanjutnya bibit dipindahkan ke blok dengan intensitas cahaya

yang masuk 75 % selama 2 bulan.

(9).Kemudian selanjutnya penyiapan bibit untuk di tanam dilapangan dengan di tempatkan di lokasi tanpa sarlon selama 4 - 6 minggu.

(10). Penyiraman benih dilkukan minimal sehari sekali yaitu pada

pagi atau sore hari (terutama pada musim kemarau), penyiraman dilakukan tidak terlalu basah atau tidak terlalu kering. Apabila musim hujan tidak perlu dilakukan penyiraman.

(52)

(11). Pemupukan dilakukan apabila bibit telah berumur diatas 4 bulan, adapun pupuk yang digunakan dapat SP - 36 atau NPK dapat

juga mengunakan kompos.

(12). Setelah dipupuk, polybag yang telah berisi bibit perlu dilakukan penambahan top soil, agar pupuk tidak terbuang saat penyiraman.

(13). Seleksi dilakukan terhadap bibit yang mati dan yang siap untuk ditanam di lapangan.

2) Pengadaan bibit cabutan a) Prosedur Kerja :

(1) Saat pencabutan anakan dilakukan dengan memegang pangkal anakan dan menariknya secara hati-hati sehingga akar dan kulit

batang anakan yang dicabut tidak mengalami kerusakan, lebih baik apabila pada saat pencabutan keadaan tanah masih lembab sehingga akar tidak putus. Akar yang rusak dapat menyebabkan kematian bibit.

(2) Setelah bibit terkumpul, sebelum dibawa ke barak (pondok kerja di hutan) dilakukan pemangkasan akar dan daun.

(3) Bibit dibawa dari sekitar pohon induk ke pondok kerja dengan dibungkus terpal plastik.

(4) Pemotongan pada akar dilakukan pada akar pokok dan akar

serabut. Akar pokok yang terlalu panjang (melebihi polybag) dipotong sedemikian sehingga apabila disapih (mempersiapkan ukuran bibit guna) pada polybag, akar anakan atau bibit akan

(53)

masuk kedalam polybag. Demikian juga akar serabut dilakukan pemotongan seimbang dengan jumlah daun yang disisakan.

(5) Pemangkasan daun dan akar dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya penguapan yang terlalu tinggi. Daun yang dipotong adalah 1/2 dari bagian daun.

(6) Untuk menjaga kondisi fisik anakan alam agar tetap baik, maka sebelum dibawa ke persemaian, terlebih dahulu disiram kemudian ditempatkan di tempat yang teduh dan lembab.

3) Pengadaan bibit asal stek a) Prosedur Kerja :

(1) Pada saat menyetek, dipotong dibawah helaian daun ke-3 dihitung dari pucuk. Setelah dipotong, stek direndam didalam air

agar tidak terjadi dehidrasi pada batang dan daunnya. Umur tanaman induk yang diambil sebagai bahan stek tidak boleh terlalu tua maksimum 5 tahun.

(2) Untuk mengurangi penguapan daun-daun yang ada pada stek,

pucuk daun dipangkas dan untuk helaian daun ke 3 dibuang kemudian pada ruas tempat dimana tumbuh daun dipotong dengan irisan miring 45º.

(3) Selanjutnya stek pucuk ditanam didalam bak stek dengan jarak 5 cm x 5 cm. Selama di dalam bak stek dilakukan penyiraman 2

hari sekali untuk menjaga suhu dan kelembaban, suhu yang optimal untuk berakar 26? – 30? dengan kelembaban diatas 90 %, apabila kondisi suhu dan kelembaban tidak sesuai maka

(54)

d. Alat dan bahan 1) Polybag 2) Ember 3) Sarlon 4) Selang 5) Cangkul 6) Pupuk 7) Bibit 8) Tanah e. Pembahasan

Kegiatan penyiapan lahan dilaksanakn setelah kegiatan produksi telah benar-benar selesai dan sudah ada bukti dari bagian produksi.

Pada persemaian harus diadakannya pemeliharaan bibit yang meliputi :

1). Penyiraman

a). Penyiraman terhadap bibit dilakukan apabila tanah agak kering,

tetapi tidak sampai kondisi tanah terlalu basah.

b) Pelaksanaan penyiraman hanya dilakukan pada pagi atau sore. Pada musim hujan tidak perlu dilakukan penyiraman, karena kondisi telah lembab.

2). Pembersihan Gulma

Tumbuhan pengganggu yang terdapat di dalam bedeng sapih dan sekitarnya harus dibersihkan setiap saat dengan cara mencabutnya.

(55)

3). Pemupukan

a). Pemupukan dilakukan apabila terjadi kekurangan unsur hara

(pertumbuhannya bibit di bedeng terlihat lambat).

b). Pemupukan rutin pada bibit hanya dilakukan sekali selama bibit dipelihara di Persemaian.

c). Penggunaan pupuk harus diperhatikan sebaik-baiknya, dosis pupuk yang dipergunakan per batang bibit 2–2,5 gram.

d). Pemberian pupuk harus diminimalkan adanya pupuk yang terbuang, sehingga pemupukan harus benar-benar efektif.

e). Bungkus pupuk dan peralatan bekas pemupukan harus dibersihkan dan disimpan pada tempat yang aman.

4). Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit di persemaian harus memperhatikan gejala atau serangan yang telah terjadi. Apabila terjadi gejala atau serangan lakukan pengamatan secara intensif untuk menentukan teknik pengendalian yang efektif dan tepat guna. Untuk

membrantas hama dilakukan dengan menyemprot pembrantas hama buatan dari bahan organik. Pemberantasan hama penyakit menggunakan bahan kimia merupakan alternatif terakhir.

Sebelum dilakukan mutasi bibit (pengangkutan untuk kegiatan penanaman) dilakukan seleksi bibit terlebih dahulu, dengan ketentuan :

100% telah terbentuk daun baru dan ranting, Batang tanaman sudah kuat/kokoh dan pertumbuhannya lurus atau tegak, Bebas dari serangan hama dan penyakit, Perakaran baik (dalam arti akar dan tanah dalam polybag sudah kompak, sehingga bila bibit diangkat tanah tidak hancur),

(56)

Tinggi telah mencapai ±75 cm – 100 cm, Lakukan pengurangan daun dan pemotongan akar yang telah menembus ke dalam tanah, bibit

disiram terlebih dahulu, Pindahkan bibit yang telah selesai diseleksi pada lokasi yang dekat dengan jalan angkutan dan Pada pengangkutan jarak jauh menggunakan kendaraan yang di tutup baknya dengan terpal plastik untuk mengurangi penguapan.

f. Hasil yang dicapai

Pemilihan lokasi persemaian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Areal lokasi persemaian harus relatif datar atau dengan kemiringan <5%.

2) Mudah mendapatkan air sepanjang tahun.

3) Letak lokasi berada di sekitar areal penanaman, dipinggir jalan angkutan dan mudah mendapatkan tenaga kerja.

4) Tanah harus subur, tekstur ringan (gembur) dan bebas dari batu atau kerikil.

2. Penyiapan lahan a. Dasar teori

Untuk penyiapan lahan, maka perlu penyiapan jalur tanam yang bersih selebar 3 meter untuk persiapan kegiatan penanaman sehingga dapat memberikan lingkungan yang baik dan sesuai untuk pertumbuhan

tanaman.

Kegiatan Penyiapan Lahan dikerjakan pada petak kerja yang telah selesai dilaksanakan kegiatan penebangan (Et + 0).

(57)

b. Tujuan

Tujuan penyiapan lahan untuk mempersiapkan tempat tumbuh

tanaman sedemikian rupa sehingga dapat memberikan lingkungan yang baik dan sesuai untuk pertumbuhan tanaman.

c. Prosedur kerja

1) Melakukan perbaikan terhadap tanda-tanda batas di lapangan yang rusak atau hilang dengan PAK ulang yang merupakan kegiatan untuk survei pengamatan dan penandaan areal atau lokasi yang akan dikerjakan berupa pengecekan tanda batas (cat, sudut petak) blok atau petak yang akan di laksanakan pengukuran jalur tanam.

2) Rintis manual merupakan kegiatan pembersihan jalur tanam dari semak belukar dan tumbuhan yang berdiameter = 10 cm yang dapat menyaingi

dan menghambat pertumbuhan tanaman dengan menggunakan parang atau chainsaw.

3) Tebang semi mekanis, merupakan penebangan pada jalur tanam dengan chain saw dengan ketentuan diameter >10 cm dan pohon yang

di tebang jenis pengganggu. Dilakukannya penebangan semi mekanis agar cahaya matahari yang masuk bisa sampai ke lantai hutan dan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai pertumbuhan optimalnya.

4) Arah jalur tanam ditetapkan sesuai arah jalan utama dalam satu petak, sehingga memudahkan pengawasan dan transportasi.

5) Pemasangan ajir tanaman atau tanda berupa pancang tongkat setinggi ±1,30 meter yang bagian atasnya diberi polet atau cat warna kuning sebagai tanda lokasi untuk tanaman. Pemasangan ajir dilakukan oleh

(58)

pengompas, agar ajir yang dipasang benar-benar lurus dan pelurusan dengan membidik kebelakang apabila hanya terlihat satu ajir saja maka

pemasangan ajir telah lurus. Ajir tanam dibuat dari bahan kayu awet dengan diameter 3-5 cm, panjang + 1,5 meter dan bagian pangkal dibuat runcing untuk ditancapkan ke tanah. Jarak tanam (jarak ajir) 2,5 meter jarak datar, setiap 10 ajir dilakukan pengecatan dengan cat kuning pada ujung ajir dan diberi label yang bertuliskan No petak, No jalur, No ajir (Darmawan, 2011).

d. Alat dan bahan 1). Kompas 2). Clinometer

3). Meteran 50 meter

4). Parang 5). Chainsaw 6). Cat & Kuas 7). Bensin e. Pembahasan

Lokasi yang akan di lakukan penyiapan lahan harus dipastikan bahwa pada petak tersebut kegiatan penebangan telah selesai dengan bukti laporan dari Bagian Produksi.

Sebelum masuk pada lokasi dilakukan perencanaan dengan

melihat pada petak kerja (blok yang telah dilakukan produksi), Kemudian masuk pada lokasi dengan tujuan untuk melakukan perbaikan pada tanda-tanda batas di lapangan yang rusak atau hilang yang akan dilaksanakan kegiatan penyiapan lahan.

(59)

f. Hasil yang dicapai

Jenis-jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekologis, langka atau

dilindungi dan tumbuhan buah tetap dipertahankan keberadaannya dalam jalur dan pelaksanaan kegiatan penyiapan lahan tidak diperbolehkan dan dilarang melalui lokasi kawasan-kawasan lindung.

3. Penanaman a. Dasar teori

Penanaman merupakan suatu kegiatan untuk menambah jumlah anakan tingkat semai dengan cara menanam tanaman.

Kegiatan penanaman dilaksanakan setelah kegiatan penyiapan lahan selesai dilaksanakan (Et + 0) (Darmawan, 2011).

b. Tujuan

Tujuan penanaman untuk menambah jumlah anakan semai dengan cara penanaman sistem jalur dalam petak bekas tebangan.

c. Prosedur kerja

1). Pembuatan lubang tanam dengan ukuran panjang, lebar dan dalam 40

cm x 40 cm x 30 cm. Lubang tanam dibuat di depan atau di belakang ajir dengan jarak dari ajir maksimal 20 cm dan jarak antara tanaman 2.5 meter. Dengan demikian kerapihan dan kelurusan tanaman dapat dipertahankan.

2). Pengangkutan top soil (tanah hitam diambil dari dipermukaan lantai

hutan yang berasal dari sekitar pohon) menggunakan karung untuk diisikan ke lubang tanam.

(60)

3). Lubang tanam yang sudah terisi top soil dibongkar tanahnya kemudian bibit bersama tanah di keluarkan dari polybag dan di masukkan ke dalam

lubang tanam.

4). Pada saat menanam, polybag yang dipakai sebagai pembungkus akar harus dibuka secara sempurna agar posisi perakarannya tidak terganggu dan sebagai bukti bahwa pada ajir tersebut sudah ditanam, maka polybag dipasang pada ajir dan hanya tanah lapisan atas yang gembur saja yang dimasukkan kembali pada lubang tanam, tanah pengisi lubang tanam tersebut ditekan secara hati-hati dengan tumit kaki sehingga tanah benar-benar padat mengikat akar dengan kuat.

5). Timbunan tanah dipermukaan lubang tanam dilakukan sampai menggunduk agar air tidak menggenangi tumbuhan.

6). Sebelum dilakukan penanaman, sebaiknya bibit dipangkas untuk mengurangi penguapan, karena apabila penguapan tinggi sementara kandungan air tanah kurang maka tanaman dapat mati.

d. Alat dan bahan 1). Cangkul 2). Karung 3). Ajir kayu 4). Tanah 5). Pupuk e. Pembahasan

Arah jalur tanam ditetapkan sesuai arah Timur-Barat untuk mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari yang sampai ke lantai hutan pada jalur tanam dari pagi hingga sore hari serta kemudahan

(61)

pengawasan dan transportasi dan Jenis yang ditanam adalah jenis-jenis tanaman yang berumur sedang dan panjang.

f. Hasil yang dicapai

Penanaman dilakukan secepatnya setelah kegiatan rintis Manual dan Tebang Semi Mekanis selesai dilaksanakan agar menghindari tumbuhnya gulma dan tumbuhan penyaing lainnya.

Penanaman bibit dilapangan dilakukan pada bulan saat intensitas hujan cukup dan merata.

C. Proses Pembuatan kayulapis (Plywood)

Finir adalah lembaran kayu tipis berkisar 0,6 mm-0,24 mm yang diperoleh dari pengupasan kayu jenis-jenis tertentu dengan ketebalan sama dan lebih kecil

dari 6 mm. Ketebalan >6 mm digolongkan ke dalam jenis papan. Penggunaan utama dari finir adalah untuk pembuatan kayu lapis (Daud,M. 2008).

Lapisan (veneer) yang mengkomposisi sebuah plywood harus relative tipis. Apabila lapisan tebal, maka plywood cenderung mudah menyusut karena kekuatan perekatnya kalah kuat dibanding beban kayu veneer. Sehingga, pembuatan plywood yang lebih tebal tidak dilakukan dengan menebalkan lapisan veneer, melainkan menambah jumlah lapisan tersebut.

Kayulapis (Plywood) adalah produk panel hasil hutan kayu yang tersusun atas lembaran-lembaran vinir yang disatukan menggunakan perekat dengan arah serat yang saling tegak lurus antar satu vinir dengan yang lainnya dan jumlah

susunannya selalu ganjil.

Perekat adalah suatu bahan yang mampu menggabungkan beberapa benda yang akan dipadukan.

Gambar

Gambar 1. Susunan Manajemen PT Intracawood Manufacturing
Gambar 2. Plywood and Blockboard Processing Flowchart PT. Intracawood      Manufacturing Continuous Dryer Roller Dryer  Reeling  Unreeling
Gambar 3. Pal Sudut Petak Kerja
Gambar 7. Pembuatan Takik Rebah dan Takik Balas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kalpataru sesuai dengan teori yang ada menurut Sunarko (2009) yaitu pengendalian hama bisa dilakukan pada pagi dan sore hari di lapangan. Pengendalian hama yang dilakukan

Dengan mempersiapkan alat dan bahan dan menentukan hari yang baik dapat serta mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dengan tujuan dapat menyambung samping lebih banyak. b)

Pemotongan sisi merupakan kegiatan pemotongan pada kedua sisi panjang dan sisi lebar suatu plywood yang telah melalui proses pengempaan panas dengan menggunakan mesin double..

Untuk memperoleh benih atau bibit yang mempunyai kualitas baik dalam jumlah yang memadai sesuai dengan keperluan penanaman dan dalam tata waktu yang tepat serta jenis

Dalam proses ini semua bahan baku diaduk sehingga antara bahan baku yang satu dengan bahan baku yang lainya menyatu, Di PT.CITRA BUANA BORNEO proses mixing

Separator 1 (LTDS 1) kemudian masuk ke LTDS 2. 2) Dalam LTDS 1 serat dan cangkang yang halus akan dihisap keluar untuk digunakan sebagai bahan bakar boiler sedangkan inti sawit

Menurut Nasution (1986) pada umumnya gulma yang tumbuh dalam polybag sangat mengganggu pertumbuhan bibit karena gulma mudah melakukan regenerasi sehingga unggul dalam

Pemupukan kelapa sawit dilakukan masing – masing karyawan selama 1 hari kerja (HK) dengan frekuensi 0, 5 ha (71 pokok) per karyawan, dan hasil yang diperoleh oleh mahasiswa adalah