• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi metode KLT-Densitometri pada penetapan kadar ibuprofen dan parasetamol dalam tablet merek Neo Rheumacyl - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi metode KLT-Densitometri pada penetapan kadar ibuprofen dan parasetamol dalam tablet merek Neo Rheumacyl - USD Repository"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMASI METODE KLT-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR IBUPROFEN DAN PARASETAMOL DALAM TABLET MEREK

NEO RHEUMACYL®

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Agnes Susianti NIM: 088114003

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

OPTIMASI METODE KLT-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR IBUPROFEN DAN PARASETAMOL DALAM TABLET MEREK

NEO RHEUMACYL®

Skripsi yang diajukan oleh: Agnes Susianti NIM: 088114003

telah disetujui oleh

Pembimbing

(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“A father is neither

an anchor to hold us

back, nor a sail to

take us there, but a

guiding light whose

love shows us the

way”

to Her, the Name of Father is the Other Name of Love -Fanny Fern

Karya ini kupersembahkan bagi:

Alm. Papaku tercinta,

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari diberlakutentukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 24 Agustus 2011 Penulis

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Agnes Susianti

Nomor Mahasiswa : 088114003

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

OPTIMASI METODE KLT-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR IBUPROFEN DAN PARASETAMOL DALAM TABLET MEREK NEO RHEUMACYL®

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Agustus 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan lindungan-Nya sehingga skripsi berjudul “Optimasi Metode KLT Densitometri pada Penetapan Kadar Ibuprofen Dan Parasetamol Dalam Tablet Merek Neo Rheumacyl® yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat dilakukan seorang diri, lepas dari bantuan, bimbingan, kritikan, dukungan serta saran dari berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku dekan Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi. 2. Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendampingi dan memberikan saran selama pembuatan tugas akhir ini. 3. Ibu dr. Fenty, M. Kes. Sp. PK, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis

selama masa studi di Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Jeffry Julianus, M. Si., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan waktu untuk diskusi serta kritik dan saran selama penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

6. Mas Bimo, Mas Parlan dan Mas Kunto selaku staff laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian di laboratorium.

7. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu dan bimbingan yang diberikan.

8. Nona sebagai sahabat dan rekan kerja sekaligus tempat berkeluh kesah selama penulis menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.

9. Susan sebagai rekan kerja dan sahabat yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi maupun bekerja bersama di laboratorium.

10. Felice, Wiwi, Amel dan Novi sebagai rekan sesama pelaksana optimasi metode yang bersedia selalu berdiskusi dan saling memberikan saran terkait skripsi.

11. Cure, Lele, Sasa, Citra, Tere, Sari, Ayesa, dan Dina serta seluruh teman di bawah bimbingan Ibu Christine Patramurti, M. Si., Apt. yang telah berjuang bersama penulis dalam menjalani penelitian di laboratorium Kimia Analisis Instrumental yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis.

12. Kekasihku, Victor Decky Nortantio yang setia mendukung penulis dalam pembuatan tugas akhir ini, terutama di saat penulis merasa bosan dan kehilangan semangat.

13. Teman-teman FST A 2008 yang memberikan penulis semangat dan kebersamaan selama masa studi di Universitas Sanata Dharma.

(9)

ix

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis mendapatkan semangat dan menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak untuk membangun pengetahuan penulis. Akhir kata, penulis berharap dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama di bidang ilmu Farmasi.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(11)

xi

B. Parasetamol ... 6

C. Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri... 6

1. Kromatografi Lapis Tipis ... 6

3. Variabel pengacau terkendali ... 18

C. Definisi Operasional ... 19

D. Bahan Penelitian ... 19

E. Alat Penelitian ... 20

F. Tata Cara Penelitian ... 20

1. Pembuatan larutan baku ibuprofen ... 20

(12)

xii

3. Pembuatan larutan baku campuran baku ibuprofen dan

parasetamol………... 21

4. Preparasi sampel ... 21

5. Penentuan panjang gelombang pengamatan ibuprofen dan parasetamol ... 21

6. Optimasi metode KLT-Densitometri ... 22

G. Analisis Hasil ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak ... 25

B. Pembuatan Larutan Baku ... 26

C. Penentuan Panjang Gelombang () Pengamatan Ibuprofen dan Parasetamol……….... 27

(13)

xiii

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 51

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tata nama lempeng KLT ... 8 Tabel II. Nilai indeks polaritas pelarut ... 9 Tabel III. Jenis dan komposisi fase gerak ... 22 Tabel IV. Jenis dan komposisi fase gerak dan nilai indeks polaritasnya .... . 25 Tabel V. Hasil pengukuran  pengamatan ibuprofen dan parasetamol ... 29 Tabel VI. Hasil pemisahan ibuprofen dan parasetamol pada berbagai

jenis dan komposisi fase gerak ... 34 Tabel VII. Hasil uji reprodusibilitas jenis dan komposisi fase gerak

optimum menggunakan larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol pada 3 tingkat konsentrasi dengan 3 replikasi …… 41 Tabel VIII. Hasil uji reprodusibilitas jenis dan komposisi fase gerak

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur ibuprofen ... 5

Gambar 2. Struktur parasetamol ... 6

Gambar 3. Struktur silika gel ... 8

Gambar 4. Interaksi hidrogen antara gugus silanol dengan air membentuk lapisan air multilayer……….………...…… 8

Gambar 5. Camag Linomat 5 ... 10

Gambar 6. Pengembangan dalam metode KLT ... 11

Gambar 7. Cara perhitungan Rf... 11

Gambar 8. Keadaan simetris dan pelebaran puncak kromatogram ... 13

Gambar 9. Ilustrasi 3 prinsip utama yang menggambarkan puncak ... 13

Gambar 10. Isoterm sorpsi dan profil puncak yang dihasilkan... 14

Gambar 11. Penentuan asymmetry factor (As)... 15

Gambar 12. Pemisahan dua puncak ... 15

Gambar 13. Instrumentasi densitometer ... 16

Gambar 14. Profil spektra analit ... 28

Gambar 15. Gugus kromofor dan auksokrom analit ... 30

Gambar 16. Gugus polar dan non polar analit ... 31

(16)

xvi

Gambar 18. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak kloroform : etanol dengan perbandingan 7 : 3 ... 35 Gambar 19. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol

menggunakan fase gerak heksan. : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 15 : 5 : 0,7 ... 36 Gambar 20. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol

menggunakan fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 9 : 2,5 : 1 ... 37 Gambar 21. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol

menggunakan fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 4,4 : 5,6 : 0,55 ... 39 Gambar 22. Interaksi analit dengan fase gerak ... 40 Gambar 23. Kromatogram blanko uji reprodusibilitas baku ... 43 Gambar 24. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam

sampel tablet merek Neo Rheumacyl® menggunakan fase gerak teroptimasi ... 44 Gambar 25. Kromatogram blanko pada pemisahan ibuprofen dan

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis baku ibuprofen... 52 Lampiran 2. Sertifikat analisis baku parasetamol ... 53 Lampiran 3. Data penimbangan baku dan sampel serta contoh

perhitungan konsentrasi seri baku ... 54

Lampiran 4. Sistem KLT-Densitometri yang

digunakan……….………... 56

Lampiran 5. Perhitungan polaritas fase gerak ... 58 Lampiran 6. Hasil scanning panjang gelombang maksimum ibuprofen

dan parasetamol untuk penetapan panjang gelombang pengamatan ... 59 Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai As (Asymmetry factor) puncak

ibuprofen dan parasetamol ... 60 Lampiran 8. Contoh perhitungan nilai resolusi pemisahan ibuprofen dan

parasetamol ... 61 Lampiran 9. Kromatogram reprodusibilitas baku ... 62 Lampiran 10. Perhitungan nilai KV dari Rf ibuprofen dan parasetamol

(18)

xviii

INTISARI

Nyeri merupakan kondisi tidak mengenakkan berupa perasaan subyektif yang berhubungan dengan kerusakan jaringan. Masyarakat biasa mengobati sendiri rasa nyeri tersebut menggunakan obat antinyeri, salah satunya tablet Neo Rheumacyl® yang mengandung ibuprofen dan parasetamol. Penggunaan obat antinyeri secara mandiri oleh masyarakat mendorong dilakukannya penelitian untuk penjaminan mutu produk.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimum metode KLT-densitometri bagi analisis ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl®. Metode KLT-densitometri ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dengan beberapa variasi jenis dan komposisi fase gerak, yaitu campuran

kloroform p.a. : etanol p.a. (7 : 3) dan heksan p.a. : etil asetat p.a.: asam asetat glasial p.a. (15 : 5 : 0,7); (9 : 2,5 : 1) dan (4,4 : 5,6 : 0,55) serta  pengamatan 222

nm.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum metode KLT-densitometri untuk analisis ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl® diperoleh dengan menggunakan fase gerak heksan p.a. : etil asetat

p.a.: asam asetat glasial p.a. (4,4 : 5,6 : 0,55). Kondisi ini memenuhi parameter pemisahan yang baik, yaitu bentuk peak simetris (nilai As dalam rentang 0,95-1,10), sempit dan tajam; nilai resolusi pemisahan ≥ 1,5; reprodusibilitas pemisahan terlihat dari KV nilai Rfibuprofen dan parasetamol ≤ 2%.

(19)

xix

ABSTRACT

Pain is an uncomfortable, subjective feeling which is related to tissue damage. People usually treat their pain independently using analgesic drugs, like Neo Rheumacyl® tablet that contains ibuprofen and paracetamol. The use of analgesic independently by the people encourage to do this research to assurance the quality of the product.

Aim of this research is to identify the optimum condition of TLC-densitometry method for ibuprofen and paracetamol analysis. This method using GF254 silica gel as stationary phase, varied mobile phases that are cloroform p.a. :

ethanol p.a. (7:3) and hexan p.a. : ethyl acetate p.a.: glacial acetic acid p.a.

(15:5:0,7); (9:2,5:1) and (4,4:5,6:0,55) with the scanning wavelength at 222 nm. The result indicates that the optimum condition of TLC-densitometry method for ibuprofen and paracetamol contained in Neo Rheumacyl® tablet analysis is acquired by using hexan p.a. : ethyl acetate p.a.: glacial acetic acid p.a.

(4,4 : 5,6 : 0,55) as the mobile phase. This condition fulfilled the parameter of good separation, that are symmetric (As 0,95-1,10), narrow and sharp peak shape; resolution value of the separation ≥ 1,5; reproducibility separation is showed by CV from the Rf value of ibuprofen and paracetamol ≤ 2%.

(20)
(21)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri adalah kondisi yang tidak mengenakkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sedang terjadi maupun berpotensi dapat terjadi, yang berupa perasaan subyektif sebagai tanda ada sesuatu yang salah dalam tubuh seseorang (The Pain Relief Clinic, 2008). Untuk mengatasi rasa nyeri, masyarakat banyak memilih untuk mengobatinya sendiri dengan obat-obatan yang mengandung kombinasi zat aktif antinyeri yang beredar di pasaran.

Obat antinyeri mengkombinasi kandungan zat aktif dengan tujuan meningkatkan efek terapinya. Salah satu kombinasi zat aktif yang terkandung dalam obat nyeri adalah ibuprofen dan parasetamol. Ibuprofen adalah obat antiinflamasi non steroid (NSAID) yang dapat digunakan untuk meredakan sakit gigi, demam, sakit kepala, migrain atau nyeri haid (Healthline Network, 2009). Ibuprofen berupa serbuk hablur putih hingga agak putih berbau khas lemah. zat ini praktis tidak larut air, sangat mudah larut etanol, metanol, aseton, kloroform, tetapi sukar larut etil asetat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

(22)

mendidih dan natrium hidroksida 1N (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Contoh obat pereda nyeri dengan kandungan kombinasi ibuprofen dan parasetamol yang beredar di pasaran adalah tablet merek Neo Rheumacyl® dengan komposisi 200 mg ibuprofen dan 350 mg parasetamol. Penggunaan produk obat ini dalam pengobatan mandiri oleh masyarakat mendorong dilakukannya analisis dalam rangka penjaminan mutunya sehingga dapat dipastikan kebenaran kandungan ibuprofen dan parasetamol di dalamnya. Metode yang dapat digunakan untuk penjaminan mutu produk obat ini adalah KLT densitometri. Metode KLT densitometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif bersamaan serta mengukur senyawa campuran (Martono, 1996) serta merupakan metode yang sederhana dibandingkan dengan metode lain karena dapat memisahkan campuran menjadi komponen-komponennnya sekaligus menganalisis kandungannya dan memiliki efisiensi waktu yang baik karena dapat menganalisis tidak hanya satu sampel dalam waktu bersamaan.

Sistem dari metode yang digunakan dalam analisis ini belum pernah digunakan sebelumnya sehingga perlu optimasi metode karena optimasi metode sangat berpengaruh terhadap parameter-parameter pemisahan dengan metode KLT densitometri. Optimasi dilakukan dengan mengubah-ubah jenis dan komposisi fase gerak. Parameter kondisi optimum dalam metode ini adalah bentuk peak yang simetris (nilai As dalam rentang (0,95-1,10), sempit dan tajam (Snyder, Kirkland dan Glajch, 1997); nilai resolusi ≥ 1,5; KV ≤ 2%; dan nilai Rf

(23)

1. Permasalahan

Bagaimanakah jenis dan komposisi fase gerak yang optimum pada metode KLT-densitometri untuk menetapkan kadar ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl® yang mampu menghasilkan pemisahan yang baik, yaitu pemisahan dengan bentuk peak yang simetris (nilai As dalam rentang 0,95-1,10), sempit dan tajam; nilai resolusi ≥ 1,5; KV ≤ 2%; dan nilai Rf berkisar

0,2-0,8?

2. Keaslian penelitian

Berbagai penelitian mengenai ibuprofen dan parasetamol telah dilakukan, namun penelitian mengenai ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl® menggunakan metode KLT-densitometri ini belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu terkait penelitian yaitu RP-HPLC Method for Simultaneous Estimation of Paracetamol and Ibuprofen in Tablets yang dilakukan oleh Battu dan Reddy (2009) dengan menggunakan fase gerak asetonitril : dapar fosfat (60 : 40) serta Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik yang dilakukan oleh Prabowo (2010).

Penelitian lainnya menggunakan metode spektrofotometri, yaitu

Determination of Ibuprofen and Paracetamol in Binary Mixture Using

Chemometric-Assisted Spectrophotometric Methods oleh Hassan (2008),

Development and Validation of Spectrophotometric Methods for Simultaneous

Estimation of Ibuprofen and Parasetamol in Soft Gelatin Capsule by

(24)

Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Secara

Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda oleh Adrianto (2010).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat memberikan manfaat metodologis berupa informasi mengenai metode penelitian bagi optimasi metode KLT densitometri, jenis dan komposisi fase gerak serta jarak pengembangan yang optimum pada penetapan kadar ibuprofen dan parasetamol dalam suatu tablet.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat menghasilkan manfaat praktis yang berupa informasi bagi masyarakat mengenai penjaminan mutu ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl®.

B. Tujuan Penelitian

(25)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat antiinflamasi non steroid (NSAID) yang dapat digunakan untuk meredakan sakit gigi, sakit kepala, migrain atau nyeri haid (Healthline Network, 2009). Pemeriannya berupa serbuk hablur putih hingga agak putih dengan bau khas lemah. Zat ini praktis tidak larut air, sangat mudah larut etanol, metanol, aseton, kloroform namun sukar larut etil asetat.

HO

CH3

O

CH3

CH3

Gambar 1. Struktur ibuprofen (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995)

Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C13H18O2, dihitung terhadap zat anhidrat (Direktorat Jenderal Pengawasan

(26)

B. Parasetamol

Parasetamol merupakan obat pereda demam dan nyeri yang banyak digunakan dan bernama lain asetaminofen (Apotekerinfo, 2011). Pemerian parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dengan rasa sedikit pahit. Gambar berikut menunjukkan rumus struktur parasetamol.

H

N

O

H3C

OH

Gambar 2. Struktur parasetamol (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995)

Parasetamol sangat mudah larut dalam etanol, larut air mendidih dan natrium hidroksida 1N (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Parasetamol memiliki 𝐸 11%𝑐𝑚 sebesar 850 di dalam metanol (Dibbern et al., 2002) dan memiliki pKa sebesar 9,5 (Edict Consulting Ltd, 2008). Senyawa ini

memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 244 nm dan penetapan kadarnya

dapat dilakukan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

C. Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri

1. Kromatografi Lapis Tipis

(27)

(Cm). Besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut terhadap fase diam dan fase gerak. Semakin besar nilai D, migrasi solut semakin lambat dan semakin kecil nilai D, migrasi solut semakin cepat. Suatu solut terelusi menurut perbandingan distribusinya, perbedaan perbandingan distribusi yang besar membuat campuran solut mudah dan cepat terpisah (Gandjar dan Rohman, 2007).

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode KLT adalah totolan kecil di awal yang dapat terdeteksi dengan sensitif. Metode KLT telah ditunjang instrumentasi modern sehingga menjadi metode pemisahan yang paling fleksibel, cepat serta tak tertandingi sehubungan dengan jumlah sampel yang dapat dianalisis tiap unit waktu (Popl, 1990).

2. Jenis fase diam KLT

Fase diam dalam KLT berupa lapisan seragam dengan tebal 250 µm pada permukaan bidang datar yang didukung suatu lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Diameter partikel fase diam yang digunakan antara 10-30 µm Semakin kecil ukuran rata-rata partikel dan semakin sempit distribusi ukuran partikelnya, efisiensi dan resolusi pemisahan dengan KLT semakin baik.(Gandjar dan Rohman, 2007).

(28)

Gambar 3. Struktur silika gel (Wall, 2005)

Tabel berikut menunjukkan tata nama lempeng KLT.

Tabel I. Tata Nama Lempeng KLT

Simbol/singkatan Arti

“Sil” Produk mengandung silika gel seperti Anasil dari pabrik Analabs G Pengikat (lapisan halus) gipsum (CaSO4.12H2O)

F Ditambahkan bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi mangan

254 Digunakan setelah simbol F, untuk menunjukkan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforesensi yang ditambahkan

(Gandjar dan Rohman, 2007). Permukaan silika gel berupa gugus Si-O-Si dan gugus Si-OH (silanol). Sifat gugus silanol agak asam dan polar sehingga mampu membentuk interaksi hidrogen dengan solut-solut yang agak hingga sangat polar. Semakin polar suatu solut, semakin kuat tahanan solut tersebut ke dalam silika gel Gugus silanol dapat pula berinteraksi hidrogen dengan air dari udara, seperti pada gambar di bawah ini:

(29)

Adanya air dapat mendeaktifkan permukaan silika gel karena sisi aktif silika gel tertutup. Hal ini diatasi dengan pemanasan lempeng pada suhu 105oC (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Jenis fase gerak KLT

Fase gerak dalam KLT ialah medium angkut yang terdiri dari satu atau beberapa bahan pelarut yang bergerak dalam fase diam karena kapilaritas (Stahl, 1985). Fase gerak yang digunakan dalam metode KLT bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapilaritas pada pengembangan secara menaik, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (Gandjar dan Rohman, 2007). Hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut dapat digunakan untuk fase gerak, dengan variasi tingkat kepolaran (Gritter, Bobbit, Scharting, 1991). Polaritas pelarut yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel II. Nilai indeks polaritas pelarut

Pelarut ɛo pada SiOH P’ Berat jenis (g/mL) Titik didih (oC) Pemilihan pelarut atau campuran pelarut yang digunakan untuk dapat memisahkan campuran senyawa dengan baik dapat berdasarkan polaritasnya yang ditunjukkan dengan indeks polaritas (P’).

4. Penotolan sampel

(30)

sampel terlalu banyak, resolusi hasil pemisahannya akan menurun Reprodusibilitas resolusi diperoleh dengan volume penotolan paling sedikit 0,5 µL. Apabila volume penotolan sampel lebih besar dari 2-10 µL, penotolan harus dilakukan bertahap dengan pengeringan sebelum penotolan berikutnya hingga volume yang dimaksud (Gandjar dan Rohman, 2007).

Penotolan sampel dapat dilakukan secara manual mau pun secara otomatis dengan instrumen tertentu (autosampler), salah satunya adalah Camag Linomat 5 (Wall, 2005).

Gambar 5. Camag Linomat 5 (Wall, 2005)

5. Pengembangan

(31)

Gambar 6. Pengembangan dalam metode KLT (Wall, 2005)

6. Penentuan kromatogram

Data yang diperoleh dari KLT untuk mengidentifikasi senyawa berupa nilai Rf yaitu jarak yang ditempuh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal (Clark, 2007). Berikut ini merupakan gambar penentuan nilai Rf dari suatu kromatogram.

Rf = 𝑏𝑎

Gambar 7. Cara perhitungan Rf (Wall, 2005)

Nilai maksimal Rf adalah 1 yang dicapai ketika solut memiliki D dan

(32)

kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 yang terjadi jika solut tertahan di posisi awal permukaan fase diam. Nilai Rf yang baik antara

0,2-0,8 (Gandjar dan Rohman, 2007).

Selama pemisahan dengan kromatografi, solut individual yang dipisahkan membentuk profil kadar yang simetri (profil Gaussian) sesuai arah aliran fase gerak. Profil atau disebut juga pita atau puncak perlahan akan melebar dan sering juga membentuk profil asimetrik karena solut-solut melanjutkan migrasinya ke fase diam. Terjadinya pelebaran puncak memiliki alasan berikut: a. Sorpsi dan desorpsi solut terus-menerus antara fase diam dan fase gerak yang

secara inheren menghasilkan profil konsentrasi Gaussian melebar karena migrasi solut yang berlanjut.

b. Perjalanan solut melalui partikel fase diam sedikit berbeda sehingga profil konsentrasinya melebar dengan simetris. Keadaan ini disebut juga dengan pengaruh lintasan ganda.

c. Spesies solut menyebar ke segala arah dengan difusi saat berada di dalam fase gerak, difusi terjadi searah dan berlawanan dengan aliran fase gerak sehingga menghasilkan pelebaran pita simetris.

(33)

sehingga terjadi pelebaran puncak lebih lanjut. Desorpsi lambat menghasilkan puncak asimetris.

e. Adanya variasi rasio distribusi solut dengan total konsentrasi menghasilkan puncak asimetris (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 8. Keadaan simetris dan pelebaran puncak kromatogram (Gandjar dan Rohman, 2007)

Gambar 9. Ilustrasi 3 prinsip utama yang menggambarkan puncak. (a). Pengaruh lintasan ganda; (b). Pengaruh difusi longitudinal; (c). Pengaruh transfer massa (Gandjar dan

Rohman 2007)

(34)

sorpsi yang linear yang berupa plot kadar solut dalam fase diam (Cs) terhadap kadar solut dalam fase gerak (Cm) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 10. Isoterm sorpsi dan profil puncak yang dihasilkan. (a). Isoterm linear; (b). Puncak tailing; (c). Puncak fronting (Gandjar dan Rohman 2007)

Bentuk tailing maupun fronting tidak diinginkan karena menyebabkan kurang baiknya hasil pemisahan dan data retensi kurang reprodusibel. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya puncak asimetri, di antaranya jumlah sampel yang dianalisis terlalu besar, interaksi yang luat antara solut dengan fase diam sehingga puncak mengekor dan karena adanya kontaminan dalam sampel yang muncul terlebih dahulu (Gandjar dan Rohman, 2007).

Parameter yang digunakan untuk menilai bentuk puncak adalah

(35)

Gambar 11. Penentuan asymmetry factor (As) (Snyder, et al., 1997)

Pemisahan dari peak-peak yang ada dinyatakan dengan nilai resolusi. Resolusi dihitung antara 2 peak berdekatan yang sebanding. Resolusi sebesar 1 merupakan nilai resolusi yang memadai bagi tujuan analisis (Pecsok, Shields, Cairns dan McWilliam, 1976). Nilai Rs yang besarnya lebih dari atau sama dengan 1,5 merupakan nilai Rs yang sangat baik karena pada nilai Rs tersebut pemisahan dua puncak sempurna, disebut baseline resolution (Gandjar dan Rohman, 2007). Pengukuran resolusi 2 puncak berdekatan terlihat dalam gambar di bawah ini:

Gambar 12. Pemisahan dua puncak (Pecsock, et al., 1976)

Resolusi adalah selisih antara t2 (maksimum Rf2) dan t1 (maksimum Rf1)

dibagi dengan rata-rata lebar puncak 0,5 (W1+W2). Rumus nilai resolusi sebagai

berikut.

Rs = 𝑡2−𝑡1

(36)

Optimumnya metode KLT juga dilihat dari nilai reprodusibilitas antar pemisahan solut. Parameter reprodusibilitas adalah koefisien variansi (KV). Nilai KV yang baik adalah kurang dari atau sama dengan 2%, dihitung dengan rumus berikut.

%KV = 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎𝑆𝐷 𝑥100%………. (2)

7. Densitometri

Densitometri adalah metode analisis berdasarkan pada interaksi radiasi

elektromagnetik terhadap bercak analit pada plat KLT. Metode KLT densitometri

menitikberatkan pada analisis KLT secara kuantitatif. Suatu senyawa ditetapkan

kadarnya dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan melalui

KLT. Umumnya, pengukuran kerapatan bercak analit dibandingkan dengan

kerapatan bercak standar yang dielusi bersama-sama. (Sastrohamidjojo, 1985).

Gambar berikut ini merupakan instrumentasi densitometer.

Gambar 13. Instrumentasi densitometer (Wall, 2005)

(37)

D. Landasan Teori

Ibuprofen dan parasetamol adalah obat yang berkhasiat sebagai antinyeri. Salah satu obat yang ada di pasaran dengan kandungan kedua zat tersebut adalah tablet Neo Rheumacyl®. Ibuprofen praktis tidak larut air, sangat mudah larut etanol, metanol, aseton, kloroform namun sukar larut etil asetat serta memiliki

E 11%𝑐𝑚 dalam metanol sebesar 14,5. Parasetamol sangat mudah larut dalam etanol, larut air mendidih dan natrium hidroksida 1N dan memiliki 𝐸 11%𝑐𝑚 dalam metanol sebesar 850.

Analisis ibuprofen dan parasetamol dalam rangka penjaminan mutu obat antinyeri dapat dilakukan dengan metode densitometri. Metode KLT-densitometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif mau pun kuantitatif bersamaan dan dapat menganalisis senyawa campuran. Pemisahan senyawa dengan metode ini dipengaruhi polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan serta jenis dan komposisi fase gerak. Pengaruh hal-hal tersebut terhadap pemisahan senyawa terlihat dari parameter pemisahan senyawa dengan metode KLT-densitometri, yaitu bentuk peak yang simetris (nilai As dalam rentang 0,95-1,10); nilai resolusi ≥ 1,5; nilai Rf berkisar 0,2-0,8; dan %KV ≤ 2%.

E. Hipotesis

(38)

18

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian ini adalah eksperimental karena dilakukan perlakuan terhadap subyek uji.

B. Variabel

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis dan komposisi fase gerak kloroform: etanol danheksan: etil asetat : asam asetat glasial.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah pemisahan peak

ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl®, terlihat dari bentuk

peak, nilai Rf, nilai resolusi dan %KV.

3. Variabel pengacau terkendali

a. Kemurnian bahan baku yang digunakan. Penelitian menggunakan bahan baku pharmaceutical grade yang kemurniannya tinggi.

b. Kemurnian pelarut yang digunakan. Penelitian menggunakan pelarut

pro analysis yang kemurniannya tinggi.

(39)

C. Definisi Operasional

1. Ibuprofen dan parasetamol adalah zat aktif dalam sampel tablet Neo Rheumacyl®, yang merupakan analit dalam penelitian ini.

2. KLT-densitometri adalah metode dengan fase diam silika gel GF254, fase

gerak kloroform : etanol ; heksan: etil asetat : asam asetat glasial dan metode deteksi densitometri yang digunakan pada analisis ibuprofen dan parasetamol dalam tablet merek Neo Rheumacyl®.

3. Optimasi dilakukan dengan mengubah-ubah jenis dan komposisi fase gerak sehingga diperoleh kondisi optimum metode penetapan kadar ibuprofen dan parasetamol.

4. Kondisi optimum metode KLT-densitometri diketahui dari parameter bentuk

peak, nilai Rf, nilai resolusi dan %KV.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku ibuprofen

pharmaceutical gradeCOA no. 3308 dan parasetamol pharmaceutical grade COA

no. 20104145 (PT. Konimex), kloroform p.a. (E. Merck), etanol p.a. (E. Merck), heksan p.a. (E. Merck), etil asetat p.a. (E. Merck), asam asetat glasial p.a. (E. Merck), lempeng silika gel GF254 20 x 20 cm (E. Merck) dan sampel tablet Neo

(40)

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autosampler (CAMAG Linomat 5), densitometer (CAMAG TLC Scanner 3), neraca analitik (Ohaus Carat Series PAJ 1003 max 60/120 g, min 0,001 g, d=0,01/0,1 mg, e=1 mg), mikropipet (Socorex) volume 100-1000 µL dan 1-10 mL, bejana kromatografi dan seperangkat alat gelas.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan larutan baku ibuprofen

a. Pembuatan larutan stok ibuprofen 4000 ppm. Baku ibuprofen ditimbang sebanyak 20,0 mg lebih kurang seksama. Baku tersebut dilarutkan dengan sedikit metanol di dalam labu takar 5 mL lalu ditambahkan metanol hingga tanda sehingga diperoleh larutan stok ibuprofen dengan konsentrasi 4000 ppm

b. Pembuatan seri larutan baku ibuprofen kadar 400; 560 dan 720 ppm. Larutan stok ibuprofen 4000 ppm dipipet sebanyak 0,50; 0,70 dan 0,90 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan tersebut lalu diencerkan dengan metanolhingga tanda.

2. Pembuatan larutan baku parasetamol

(41)

hingga tanda sehingga diperoleh larutan stok parasetamol dengan konsentrasi 7000 ppm.

b. Pembuatan seri larutan baku parasetamol kadar 700, 980 dan 1260 ppm. Larutan stok parasetamol 7000 ppm dipipet sebanyak 0,50; 0,70 dan 0,90 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan tersebut lalu diencerkan dengan metanol hingga tanda.

3. Pembuatan larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol

Masing-masing larutan stok ibuprofen dan parasetamol dipipet sebanyak 0,50; 0,70 dan 0,90 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL dan diencerkan hingga tanda dengan metanol. Pembuatan larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol dilakukan sebanyak 3 kali replikasi.

4. Preparasi sampel

Satu tablet Neo Rheumacyl® ditimbang lalu digerus dengan mortir. Serbuk sampel tersebut ditimbang lebih kurang seksama dengan bobot setara 20 mg ibuprofen dan 35 mg parasetamol. Serbuk tersebut dilarutkan dengan metanol secukupnya dalam labu takar 5 mL lalu saring menggunakan kertas saring. Larutan hasil penyaringan dipipet sebanyak 0,70 mL lalu dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL dan diencerkan hingga tanda dengan metanol. Sampel dibuat sebanyak 3 kali replikasi.

5. Penentuan panjang gelombang pengamatan ibuprofen dan parasetamol

(42)

Hasil penotolan dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi fase gerak kloroform : etanol dengan perbandingan 7 : 3 dengan jarak pengembangan 10 cm. Lempeng hasil pengambangan dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Profil spektra ibuprofen dan parasetamol direkam pada 210 – 255 nm. Profil spektra masing-masing zat dibandingkan dan ditentukan panjang gelombang di mana parasetamol dan ibuprofen secara bersamaan memiliki serapan optimum.

6. Optimasi metode KLT-Densitometri

a. Pembuatan fase gerak. Fase gerak dibuat dalam labu takar 25 mL dengan perbandingan campuran jenis dan komposisi sebagai berikut.

Tabel III. Jenis dan Komposisi Fase Gerak

b. Optimasi fase gerak dalam pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam tablet Neo Rheumacyl®. Larutan baku ibuprofen kadar 560 ppm dan larutan baku parasetamol kadar 980 ppm ditotolkan sebanyak 3 µL pada plat fase diam silika gel GF254 ukuran 12 x 12 cm. Hasil penotolan dikembangkan dalam bejana

kromatografi yang telah dijenuhi fase gerak yang akan dioptimasi dengan jarak pengembangan 10 cm. Lempeng hasil pengembangan dikeluarkan dan dikeringkan. Lempeng hasil pengembangan yang telah dikeringkan lalu

di-Fase

Gerak Kloroform Etanol Heksan

(43)

scanning dengan densitometer pada panjang gelombang pengamatan yang telah ditetapkan pada point 5.

c. Reprodusibilitas fase gerak hasil optimasi. Larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol pada 3 tingkat konsentrasi dan larutan sampel tablet Neo Rheumacyl® masing-masing sebanyak 3 kali replikasi ditotolkan pada plat fase diam silika gel GF254 ukuran 14 x 12 cm. Hasil penotolan dikembangkan

dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan fase gerak hasil optimasi dengan jarak pengembangan 10 cm. Lempeng hasil pengembangan dikeluarkan dan dikeringkan. Lempeng hasil pengembangan yang telah dikeringkan lalu

di-scanning dengan densitometer pada panjang gelombang pengamatan yang telah ditetapkan pada point 5. Hasil pemisahan larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol serta larutan sampel tablet Neo Rheumacyl® yang didapat dari 3 kali replikasi dihitung nilai KV-nya.

G. Analisis Hasil

Hasil pemisahan ibuprofen dan parasetamol dianalisis dengan cara di bawah ini:

(44)

Snyder, et al., 1997. di mana: As = faktor asimetris

B = lebar setelah puncak peak pada ketinggian 10% dari bawah A = lebar sebelum puncak peak pada ketinggian 10% dari bawah 2. Nilai Rf dihitung dengan cara berikut:

Rf = 𝑎𝑏 ……….(3)

di mana: Rf = faktor retardasi

a = jarak rambat bercak yang dihasilkan oleh fase gerak b = jarak pengembangan elusi fase gerak

3. Nilai resolusi dihitung dengan cara berikut: Rs = 𝑡2−𝑡1

4. Nilai % koefisien variansi dari resolusi dihitung dengan cara berikut:

% KV = 𝑆𝐷

𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 × 100%………..(5)

(45)

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak

Pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan metode KLT-densitometri sangat dipengaruhi hasilnya oleh jenis dan komposisi fase gerak yang digunakan. Hal ini membuat jenis dan komposisi fase gerak harus dioptimasi karena metode ini belum pernah digunakan sebelumnya. Selain itu, optimasi jenis dan komposisi fase gerak bertujuan memperoleh pemisahan yang optimal antara ibuprofen dan parasetamol. Tabel IV berikut menunjukkan empat macam jenis dan komposisi fase gerak yang dioptimasi dalam penelitian ini.

Tabel IV. Jenis dan komposisi fase gerak dan nilai indeks polaritasnya

Jenis dan komposisi fase gerak I dipilih berdasarkan penelitian terdahulu terhadap pemisahan parasetamol dan tramadol HCl, yang menggunakan campuran kloroform p.a. : etanol p.a. (7 : 3) (Solomon, Anand, Shukla, Sivakumar dan Venkatnarayanan, 2010). Komposisi II jenis dan komposisi fase gerak diperoleh dari penelitian terdahulu mengenai pemisahan ibuprofen dan impurities-nya yang

Fase

Gerak Kloroform Etanol Heksan

(46)

menggunakan campuran heksan p.a. : etil asetat p.a. : asam asetat glasial p.a. (15 : 5 : 0,7) (Pyka dan Bochenska, 2010).

Jenis dan komposisi fase gerak III dipilih berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pemisahan campuran ibuprofen dan parasetamol dengan metode HPTLC yang menggunakan campuran heksan p.a. : etil asetat p.a. : asam asetat glasial p.a. (9 : 2,5 : 1) sehingga indeks polaritasnya 1,49 (Sethi, 1996). Komposisi IV jenis dan komposisi fase gerak merupakan pengembangan jenis dan komposisi fase gerak komposisi III, di mana perbandingan komponen-komponen senyawa dalam campuran ini menjadi 4,4 : 5,6 : 0,55 sehingga indeks polaritas campuran ini menjadi 2,70. Penggunaan beberapa jenis dan komposisi fase gerak yang berbeda dalam penelitian ini bertujuan mendapatkan indeks polaritas yang sesuai dalam pemisahan ibuprofen dan parasetamol yang menghasilkan pemisahan ibuprofen dan parasetamol terbaik.

B. Pembuatan Larutan Baku

Larutan baku ibuprofen dan parasetamol digunakan dalam optimasi jenis dan komposisi fase gerak ini sebagai pembanding untuk memastikan analit yang terkandung dalam sampel adalah ibuprofen dan parasetamol. Kepastian mengenai analit yang terdapat di dalam sampel benar-benar analit yang dimaksud dapat dilihat dari kesamaan atau kedekatan antara nilai faktor retardasi (Rf) peak yang

(47)

Konsentrasi larutan baku yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak tiga tingkat untuk masing-masing analit, yaitu 400 ppm, 560 ppm dan 720 ppm untuk ibuprofen serta 700 ppm, 980 ppm dan 1260 ppm untuk parasetamol. Pembuatan tiga tingkat konsentrasi masing-masing larutan baku ini untuk mengetahui keterulangan respon masing-masing analit jika konsentrasinya ditingkatkan. Tingkatan konsentrasi larutan baku kedua analit tersebut dibuat dengan perbandingan tertentu berdasarkan perbandingan konsentrasinya di dalam sampel tablet Neo Rheumacyl®, yaitu 4 : 7 untuk ibuprofen : parasetamol.

C. Penentuan Panjang Gelombang () Pengamatan Ibuprofen dan

Parasetamol

Penentuan panjang gelombang () pengamatan ibuprofen dan parasetamol bertujuan mendapatkan  optimum sehingga deteksi analit menghasilkan respon yang optimum. Penentuan  pengamatan ibuprofen dan parasetamol sangat dipengaruhi oleh nilai E 11%𝑐𝑚 yang merupakan nilai serapan suatu zat dalam larutan dengan konsentrasi 1% b/v di dalam kuvet yang tebalnya 1

cm. Hal ini dikarenakan semakin besar nilai E 11%𝑐𝑚 suatu analit, serapan analit

semakin besar sehingga semakin mudah dideteksi.

Nilai E 11%𝑐𝑚 ibuprofen dalam metanol sangat kecil dibandingkan dengan nilai E 11%𝑐𝑚 parasetamol dalam metanol. Ibuprofen memiliki nilai E 11%𝑐𝑚 dalam metanol sebesar 14,5; sedangkan parasetamol memiliki nilai E 1𝑐𝑚1% dalam metanol

(48)

ibuprofen dan parasetamol ini membuat ibuprofen memiliki respon yang lebih

kecil daripada parasetamol.

Panjang gelombang pengamatan ibuprofen dan parasetamol ditentukan dengan merekam pola spektra bersamaan bercak dari 3 tingkat masing-masing larutan baku ibuprofen dan parasetamol yang telah dikembangkan menggunakan fase gerak kloroform : etanol (7 : 3) menggunakan densitometer pada  210-255. Gambar di bawah ini memperlihatkan profil spektra ibuprofen dan parasetamol yang direkam bersamaan.

Gambar 14. Profil spektra tumpang tindih analit. (a). Ibuprofen; (b). Parasetamol

(49)

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada ketiga tingkat konsentrasi masing-masing analit, baik ibuprofen maupun parasetamol memiliki pola spektra dan  maksimum yang sama. Panjang gelombang maksimum ibuprofen dan parasetamol hasil scanning terangkum dalam tabel berikut:

Tabel V. Hasil pengukuran pengamatan ibuprofen dan parasetamol Konsentrasi maksimum yang sama pada ketiga tingkat konsentrasi masing-masing larutan bakunya. Kesamaan pola spektra dan  maksimum pada ketiga tingkat konsentrasi larutan baku masing-masing analit membuktikan bahwa analit yang dimaksud benar-benar ibuprofen dan parasetamol. Hasil scanning  maksimum ibuprofen

memiliki selisih satu nanometer dengan  maksimum teoritisnya, 221 nm; sedangkan parasetamol memiliki selisih tiga nanometer dengan  maksimum teoritisnya, 244 nm.

(50)

Densitometer yang digunakan memiliki sumber cahaya berupa lampu deuterium yang memancarkan cahaya pada panjang gelombang UV (190-400 nm). Sumber cahaya ini digunakan karena ibuprofen dan parasetamol memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat menyerap cahaya di daerah  UV. Gugus kromofor dan auksokrom pada ibuprofen dan parasetamol terlihat pada gambar 15 berikut:

Gambar 15. Gugus kromofor dan auksokrom analit. (a). Parasetamol; (b). Ibuprofen

Keterangan: = kromofor

= auksokrom

D. Optimasi Pemisahan Ibuprofen dan Parasetamol dengan Metode

KLT-Densitometri

Ibuprofen dan parasetamol dalam penelitian ini dipisahkan menggunakan sistem kromatografi. Kromatografi dapat digunakan untuk pemisahan ibuprofen dan parasetamol karena kedua zat ini memiliki gugus polar dan non polar yang membuatnya dapat berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Gambar berikut memperlihatkan gugus polar dan non polar ibuprofen dan parasetamol.

a

(51)

Gambar 16. Gugus polar dan non polar analit. (a). Parasetamol; (b). Ibuprofen Keterangan: = gugus polar; = gugus non polar

Fase diam yang digunakan dalam penelitian ini adalah silika gel. Permukaan silika gel terdiri dari gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH) di mana gugus silanol bersifat polar. Kepolaran gugus silanol membuat solut-solut agak polar hingga sangat polar dapat berinteraksi hidrogen dengan permukaan silika. Gugus silanol juga dapat berinteraksi hidrogen dengan air di udara yang membuat silika gel terdeaktivasi karena gugus silanol tidak dapat berinteraksi dengan solut. Pemanasan fase diam silika gel pada suhu 105oC dalam oven dapat mengaktivasi kembali permukaan silika gel agar gugus tersebut dapat berinteraksi kembali dengan gugus polar analit.

Gambar berikut menunjukkan interaksi antara analit dengan fase diam silika gel dalam penelitian ini.

a

(52)

O

Gambar 17. Interaksi fase diam dengan analit melalui interaksi hidrogen. (a). Parasetamol; (b). Ibuprofen

Gambar 16 di atas menunjukkan bahwa ibuprofen dan parasetamol dapat berinteraksi dengan fase diam melalui interaksi hidrogen. Interaksi yang terjadi antara ibuprofen dan fase diam lebih sedikit dibandingkan dengan interaksi antara parasetamol dengan fase diam karena gugus polar ibuprofen lebih sedikit daripada gugus polar parasetamol sehingga ibuprofen kurang tertahan di fase diam dan lebih terbawa fase gerak yang lebih non polar, karena itu ibuprofen lebih terbawa fase gerak daripada parasetamol sehingga nilai Rf ibuprofen lebih besar.

Jenis dan komposisi fase gerak dioptimasi agar diperoleh fase gerak yang dapat memisahkan ibuprofen dan parasetamol dengan optimum. Penggunaan

a

(53)

beberapa jenis dan komposisi fase gerak bertujuan memperoleh fase gerak yang dapat mengelusi analit secara serentak dengan memperbesar kekuatan interaksi analit dengan fase gerak melalui variasi polaritas sehingga interaksi analit dengan fase diam semakin kecil dan menghasilkan pemisahan optimum. Pemisahan yang optimum dilihat dari beberapa parameter, yaitu bentuk peak yang simetris (nilai

As berada pada rentang 0,95-1,10), sempit dan tajam; nilai Rf berada pada rentang

0,2-0,8; nilai resolusi ≥ 1,5; dan nilai KV ≤ 2%.

(54)

Hasil pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan keempat macam jenis dan komposisi fase gerak terlihat pada tabel berikut:

Tabel VI. Hasil pemisahan ibuprofen dan parasetamol pada berbagai jenis dan komposisi fase gerak

No. Jenis dan komposisi fase

gerak Analit Rf As Rs Keterangan

1. Kloroform : etanol (7 : 3)

Ibuprofen 0,77 1,70 0,86

Bentuk peak tidak simetris, namun sempit dan tajam; nilai Rf

0,2-0,8; nilai Rs ≤ 1,5

Bentuk peak simetris, sempit dan tajam untuk ibuprofen, namun tidak untuk parasetamol, nilai Rf

ibuprofen 0,2-0,8; namun tidak untuk parasetamol, nilai Rs ≥ 1,5 Parasetamol 0,02 0,90

3. Heksan : etil asetat : asam asetat glasial (9 : 2,5 : 1)

Ibuprofen 0,34 1

4,57

Bentuk peak simetris, sempit dan tajam untuk ibuprofen, namun tidak untuk parasetamol, nilai Rf

ibuprofen 0,2-0,8; namun tidak untuk parasetamol, nilai Rs ≥ 1,5 Parasetamol 0,02 0,90

Bentuk peak simetris (nilai As

0,95-1,10), sempit dan tajam, nilai

Rf 0,2-0,8; nilai Rs ≥ 1,5

Parasetamol 0,20 1

Tabel VI di atas menunjukkan bahwa kedua analit terdeteksi di semua jenis dan komposisi fase gerak. Jenis dan komposisi fase gerak I menghasilkan peak ibuprofen dan parasetamol yang tidak simetris dengan nilai Rs yang terlalu kecil. Hasil pemisahan dengan jenis dan komposisi fase gerak II dan III menghasilkan peak yang simetris, sempit dan runcing bagi ibuprofen, namun tidak bagi parasetamol karena parasetamol tidak terelusi oleh fase gerak. Hal ini terlihat dari nilai Rf parasetamol yang sangat rendah. Hasil pemisahan optimum diperoleh

melalui penggunaan jenis dan komposisi fase gerak IV karena nilai Rf, As dan Rs

kedua analit memenuhi syarat pemisahan optimum.

1. Fase gerak kloroform : etanol dengan perbandingan 7 : 3 (komposisi I)

(55)

indeks polaritas 4,4; sedangkan etanol lebih polar dengan indeks polaritas 5,2 sehingga polaritas fase gerak ini paling tinggi dibanding fase gerak lain dalam penelitian ini. Berikut ini merupakan gambar kromatogram hasil elusi larutan baku ibuprofen dan parasetamol.

Gambar 18. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak kloroform : etanol dengan perbandingan 7 : 3. (a). Ibuprofen; (b). Parasetamol

Pemisahan yang terlihat dalam kromatogram di atas menunjukkan pemisahan yang kurang baik karena peak ibuprofen yang terbentuk tidak simetris, sempit dan tajam, sedangkan peak parasetamol sempit dan tajam, namun tidak simetris. Peak ibuprofen dan parasetamol tidak simetris karena analit berinteraksi terlalu kuat pada salah satu fase. Hasil ini menunjukkan bahwa fase gerak ini bukan merupakan fase gerak optimum sehingga perlu dimodifikasi polaritasnya.

a

(56)

2. Fase gerak heksan: etil asetat: asam asetat glasial dengan perbandingan

15 : 5 : 0,7 (komposisi II)

Dalam komposisi ini, heksan p.a. merupakan komponen terbanyak dibanding etil asetat dan asam asetat glasial, sehingga indeks polaritasnya menjadi 1,39. Heksan merupakan komponen terbesar dalam jenis dan komposisi fase gerak ini sehingga indeks polaritas fase gerak ini lebih rendah daripada jenis dan komposisi fase gerak I. Kromatogram setelah scanning hasil pengembangan larutan baku ibuprofen dan parasetamol terlihat pada gambar berikut:

Gambar 19. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak heksan. : etil asetat: asam asetat glasial dengan perbandingan 15 : 5 : 0,7. (a). Ibuprofen;

(b). Parasetamol

Kromatogram di atas menunjukkan bahwa ibuprofen terelusi dengan baik sehingga bentuk peak-nya simetris,sempit dan tajam dengan nilai Rf 0,29; namun

parasetamol masih tertahan di fase diam. Hal ini terlihat dari nilai Rf-nya, yaitu

a

(57)

sebesar 0,02. Hasil elusi menggunakan fase gerak ini belum optimum sehingga jenis dan komposisi fase gerak ini masih bukan jenis dan komposisi fase gerak optimum, karena itu modifikasi polaritas masih diperlukan agar diperoleh hasil pemisahan ibuprofen dan parasetamol yang baik.

3. Fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan

9 : 2,5 : 1 (komposisi II)

Pada komposisi ini, heksan p.a. memiliki indeks polaritas 0,1; etil asetat

p.a. memiliki indeks polaritas 4,4 dan asam asetat glasial memiliki indeks polaritas 6,2. Peningkatan indeks polaritas fase gerak ini menjadi 1,49 bertujuan mengurangi kekuatan interaksi parasetamol dengan fase diam sehingga parasetamol dan ibuprofen terelusi dengan baik. Kromatogram hasil pengembangan dengan fase gerak ini terlihat pada gambar berikut:

Gambar 20. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 9 : 2,5 : 1.

(a). Ibuprofen; (b). Parasetamol

a

(58)

Kromatogram tersebut menunjukkan bahwa ibuprofen dapat terelusi dengan baik karena memiliki nilai Rf 0,34 dan menghasilkan peak yang simetris,

sempit dan tajam; namun fase gerak ini kurang bisa mengelusi parasetamol sehingga parasetamol tertahan di fase diam, seperti pada jenis dan komposisi fase gerak II. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Rf parasetamol, yaitu sebesar 0,02. Hasil

ini menunjukkan bahwa jenis dan komposisi fase gerak ini bukan jenis dan komposisi fase gerak optimum sehingga diperlukan modifikasi polaritas agar diperoleh pemisahan ibuprofen dan parasetamol yang baik.

4. Fase gerak heksan : etil asetat: asam asetat glasial dengan perbandingan

4,4 : 5,6 : 0,55 (komposisi IV)

(59)

Gambar 21. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak heksan : etil asetat: asam asetat glasial dengan perbandingan 4,4 : 5,6 : 0,55. (a). Ibuprofen;

(b). Parasetamol

Pada kromatogram di atas, terlihat bahwa bentuk peak ibuprofen dan parasetamol simetris, sempit dan tajam, dengan Rf 0,73 untuk ibuprofen dan 0,20

untuk parasetamol yang berarti interaksi yang terjadi antara kedua analit dengan fase diam dan fase gerak optimum. Nilai resolusi yang diperoleh dari perhitungan sebesar 5,89; sehingga dipastikan ibuprofen dan parasetamol terpisah dengan baik dan fase gerak 4 disebut jenis dan komposisi fase gerak optimum. Gambar berikut menunjukkan interaksi antara ibuprofen dan parasetamol dengan jenis dan komposisi fase gerak optimum.

(60)

Gambar 22. Interaksi analit dengan fase gerak. (a).Parasetamol; (b). Ibuprofen

a

(61)

Interaksi yang terbentuk antara fase gerak dengan ibuprofen lebih banyak daripada interaksi fase gerak dengan parasetamol. Interaksi fase gerak yang lebih banyak dengan ibuprofen ini merupakan alasan lebih besarnya nilai Rf ibuprofen dibandingkan dengan nilai Rf parasetamol.

Optimalitas jenis dan komposisi fase gerak 4 ini dipastikan melalui pengujian reprodusibilitas. Uji reprodusibilitas menggunakan campuran larutan baku ibuprofen dan parasetamol pada 3 tingkat konsentrasi, yaitu rendah, tengah, tinggi (400 ppm, 560 ppm, 720 ppm untuk ibuprofen dan 700 ppm, 980 ppm, 1260 ppm untuk parasetamol) masing-masing dengan 3 replikasi. Reprodusibilitas pemisahan ibuprofen dan parasetamol diketahui melalui nilai resolusi hasil pemisahan dan KV dari nilai Rf seluruh replikasi, yaitu harus kurang dari atau

sama dengan 2%. Hasil uji reprodusibilitas terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel VII. Hasil uji reprodusibilitas jenis dan komposisi fase gerak optimum menggunakan larutan campuran baku ibuprofen dan parasetamol pada 3 tingkat konsentrasi dengan 3

replikasi

Replikasi Analit Konsentrasi

(62)

Tabel VII menunjukkan bahwa pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 4,4 : 5,6 : 0,55 reprodusibel. Nilai Rf ibuprofen memenuhi persyaratan nilai Rf yang optimum sebesar 0,2-0,8; sedangkan nilai Rf

parasetamol tidak memenuhi. Hal ini tidak bermasalah karena sampel yang digunakan bukan sampel yang kompleks sehingga tidak dikhawatirkan terdapat komponen-komponen lain yang belum terpisahkan pada nilai Rf yang lebih rendah

daripada nilai Rf parasetamol.

Nilai resolusi pemisahan ibuprofen dan parasetamol menggunakan metode ini dipastikan sangat tinggi karena dilihat dari nilai Rf kedua analit yang

benar-benar berbeda, yaitu 0,16 untuk parasetamol dan 0,61 untuk ibuprofen Hal ini membuat persyaratan nilai KV untuk resolusi tidak diperlukan, namun persyaratan nilai KV digunakan untuk menjamin keterulangan nilai Rf peak

masing-masing analit sehingga perbedaan nilai Rf kedua analit tetap dan

pemisahan kedua peak analit lebih pasti. Nilai KV dari Rf memenuhi persyaratan

kurang dari atau sama dengan 2%, yaitu 0,6% untuk ibuprofen dan 2% untuk parasetamol.

Dalam kromatogram hasil uji reprodusibilitas, terlihat bahwa peak yang muncul tidak hanya milik ibuprofen dan parasetamol saja, namun juga peak-peak

(63)

Gambar 23. Kromatogram blanko uji reprodusibilitas baku

Peak-peak kecil yang terdapat dalam kromatogram tidak mempengaruhi perhitungan nilai resolusi antara ibuprofen dan parasetamol karena resolusi dihitung antara 2 peak berdekatan yang sebanding, dalam hal ini ibuprofen dan parasetamol. Resolusi sebesar 1 merupakan nilai resolusi yang memadai bagi tujuan analisis (Pecsok, et al., 1976). Hal ini mendasari perhitungan nilai resolusi antara ibuprofen dan parasetamol serta resolusi antara peak-peak yang tidak sebanding dengan kedua peak analit tersebut. Peak-peak yang kemungkinan berasal dari fase gerak tersebut tidak mengganggu peak analit karena peak analit terpisah dari peak terdekat yang berasal dari fase gerak yang ditunjukkan oleh nilai resolusinya yang lebih besar dari satu.

(64)

Gambar 24. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl® menggunakan fase gerak teroptimasi. (a). Replikasi I; (b). Replikasi

II; (c). Replikasi III

Hasil uji reprodusibilitas sampel tablet merek Neo Rheumacyl® terangkum pada tabel di bawah ini.

Tabel VIII. Hasil uji reprodusibilitas jenis dan komposisi fase gerak optimum menggunakan 3 replikasi sampel tablet merek Neo Rheumacyl® dengan fase gerak teroptimasi

Replikasi Analit As Rf Rs KV dari Rf Keterangan

Tabel VIII menunjukkan bahwa pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl® menggunakan fase gerak heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 4,4 : 5,6 : 0,55 reprodusibel. Nilai Rf ibuprofen sebesar 0,63 berarti memenuhi persyaratan nilai Rf yang

a

b

(65)

optimum, yaitu 0,2-0,8; sedangkan nilai Rf parasetamol tidak memenuhi karena

kurang dari 0,2. Hal ini tidak bermasalah karena sampel yang digunakan bukan sampel yang kompleks sehingga tidak dikhawatirkan terdapat komponen-komponen lain yang belum terpisahkan pada nilai Rf yang lebih rendah daripada

nilai Rf parasetamol. Hal lain yang menjamin bahwa pemisahan ibuprofen dan parasetamol adalah pemisahan yang baik adalah kesamaan profil kromatogram dan parameter-parameter pemisahan pada hasil uji reprodusibilitas menggunakan larutan campuran baku dengan hasil uji reprodusibilitas sampel.

Gambar 24 menunjukkan tidak terdapatnya gangguan dari bahan-bahan tambahan dalam tablet karena peak-peak yang muncul selain peak analit berasal dari fase gerak yang digunakan. Hal ini dipastikan dengan adanya blanko pada gambar 25 berikut:

Gambar 25. Kromatogram blanko pada pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl® menggunakan fase gerak teroptimasi.

Kromatogram blanko di atas menunjukkan kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada pemisahan ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl®. Dalam gambar 24 di atas, peak yang muncul selain peak

ibuprofen dan parasetamol bukan merupakan peak yang sebanding dengan peak

(66)
(67)

47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Jenis dan komposisi fase gerak optimum yang menghasilkan bentuk peak

simetris, sempit, dan tajam dengan nilai resolusi ≥ 1,5 serta nilai KV dari Rf

ibuprofen maupun parasetamol ≤ 2% untuk memisahkan ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl® dengan metode KLT-densitometri adalah heksan : etil asetat : asam asetat glasial dengan perbandingan 4,4 : 5,6 : 0,55.

B. Saran

1. Validasi metode penetapan kadar ibuprofen dan parasetamol dalam sampel tablet merek Neo Rheumacyl® dengan metode KLT-densitometri dalam kondisi optimum perlu dilakukan.

(68)

48

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Y. K., 2010, Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen Secara Spektrofotometri UV dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Apotekerinfo, 2011, Parasetamol, Obat Demam dan Nyeri Andalan, http://www.

apoteker.info/Topik Khusus/parasetamol.htm, diakses tanggal 23 April

2011.

Battu, P. R., Reddy, M. S., 2009, RP-HPLC Method for Simultaneous Estimation of Paracetamol and Ibuprofen in Tablets, Asian J. Research Chem., 2(1), 70-72.

Clark, J., 2007, Kromatografi Lapis Tipis, http://www.chem-is-try.org/materi_

kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_lapis_tipis/, diakses

tanggal 29 April 2011.

Dibbern, H. W., Müller, R. M., and Wirbitzki, E., 2002, UV and IR Spectra of Pharmaceutical Substances and IR Spectra of Pharmaceutical and Cosmetic Excipients, TD-PIRSCH, Aulendorf, pp. 834, 1392.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 449, 649.

DrugLib, 2011, MOTRIN® (Ibuprofen) Suspension 100 mg/5 mL, http://www. druglib. com/ druginfo/motrin/, diakses tanggal 23 April 2011.

Edict Consulting Ltd, 2008, Public Assessment Report Paracetamol 250mg/5mL Oral Suspension, http://www.mhra.gov.uk/home/groups/pl/documents/

websiteresources/con015073.pdf, diakses tanggal 5 Mei 2011.

Gandjar, I. G., and Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 326-340, 353, 356, 359, 361.

Gondalia, R., Mashru, R., and Savaliya, P., 2010, Development and Validation of Spectrophotometric Methods for Simultaneous Estimation of Ibuprofen and Parasetamol in Soft gelatin capsule by Simultaneous Equation Method, International Journal of ChemTech Research, 2 (4), 1881-1885. Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi,

(69)

Hassan, W. S., 2008, Determination of Ibuprofen and Paracetamol in Binary Mixture Using Chemometric-Assisted Spectrophotometric, American Journal of Applied Sciences, 5 (8), 1005-1012.

Healthline Network, 2009, Ibuprofen Oral Tablet, http://www.healthline.com/

goldcontent/ibuprofen/2#, diakses tanggal 23 April 2011.

Martono, S., 1996, Penentuan Kadar Kurkumin Secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri, Buletin ISFI Yogyakarta, 2(4), 11.

Mulja, H.M. and Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga, Surabaya, pp. 26.

Pecsock, R. L., Shields, L. D., Cairns, T., and McWilliam, I. G., 1976, Modern Methods of Chemical Analysis, 2nd ed., John Willey & Sons, Inc., New York, pp. 51.

Popl, M., Fahnrich, J., Tatar, W., 1990, Chromatographic Analysis of Alkaloids, Marcel Dekker Inc., New York, pp. 266.

Prabowo, Y. P., 2010, Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pyka, A., and Bochenska, P., 2010, Comparison of NP-TLC and RP-TLC with Densitometry to Quantitative Analysis of Ibuprofen in Pharmaceutical Preparations, Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies, 33 (6), 825 – 836.

Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, Edisi ke-2, Liberty, Yogyakarta, 28. Sethi, P. D., 1996, High Performance Thin Layer Chromatography Quantitative

Analysis of Pharmaceutical Formulations, CBS Publishers & Distributors, New Delhi, pp. 180.

Sherma, J., and Fried B., 1996, Handbook of Thin Layer Chromatography, 2nd ed., Marcel Dekker Inc., New York, pp. 20.

Snyder, L. R., Kirkland, J. J., and Glach, J. L., 1997, Practical HPLC Method and Development, 2nd ed., John Willey & Sons, Inc., New York, pp. 690.

(70)

Pharmaceutical Dosage Forms, International Journal of ChemTech Research, 2 (2), 1188-1193.

Stahl, E., 1985, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Penerbit ITB, Bandung, pp. 7.

The Pain Relief Clinic, 2008, Nyeri, http://www.painrelief.com.sg/id/category/

pain.htm, diakses tanggal 23 April 2011.

(71)
(72)
(73)
(74)

Lampiran 3. Data Penimbangan Baku dan Sampel serta Contoh Perhitungan

Konsentrasi Seri Baku

Penimbangan Baku Ibuprofen dan Parasetamol

Bobot

Orientasi Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Ibupro-Bobot Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Gram 0,0750 0,0749 0,0749

Contoh perhitungan kadar seri larutan baku ibuprofen: Konsentrasi stok = 0,0201 𝑔

(75)

Contoh perhitungan kadar seri larutan baku parasetamol: Konsentrasi stok = 0,0350 𝑔

5 𝑚𝐿 = 7000 ppm. Konsentrasi seri baku yang dibuat: a. V1.C1 = V2.C2

0,5 mL.7000 ppm = 5 mL. C2

C2 = 700 ppm

b. V1.C1 = V2.C2

0,7 mL.7000 ppm = 5 mL. C2

C2 = 980 ppm

c. V1.C1 = V2.C2

0,9 mL.7000 ppm = 5 mL. C2

(76)
(77)
(78)

Lampiran 5. Perhitungan Polaritas Fase Gerak

Diketahui indeks polaritas: Kloroform = 4,4

Etanol = 5,2

Heksan = 0,1

Etil asetat = 4,4 Asam asetat glasial = 6,2 Jenis dan komposisi fase gerak:

Gambar

Tabel I. Tata nama lempeng KLT ...........................................................
Gambar 18. Kromatogram pemisahan ibuprofen dan parasetamol
Gambar 1. Struktur ibuprofen (Direktorat  Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995)
Gambar 2. Struktur parasetamol (Direktorat  Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

Dilakukan pemisahan dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10) pH 4 pada kecepatan alir 1,5 ml/menit terhadap tiga level konsentrasi dengan parasetamol : ibuprofen sebesar 70 ppm

Contoh perhitungan nilai resolusi sampel fraksi kloroform ekstrak etanolik daun tembakau pada komposisi fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) dengan

Kurkumin yang terdapat dalam OHT cair merk “Kiranti ® ” dapat dipisahkan dari berbagai senyawa lainnya dengan metode KLT-Densitometri dengan menggunakan jenis dan perbandingan

Dengan menggunakan jenis fase diam C18 dan fase gerak HCl 0,002 N dan metanol serta menggunakan jenis fase diam diol dan silika dan fase gerak n- heksana, etil asetat, dan

Analisis campuran Parasetamol, Propifenazon dan Kafein dari sediaan tablet secara simultan dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri.. Pendeteksian

Larutan ditotolkan sebanyak 10 µL, dieluasi dengan fase gerak terpilih, kemudian noda yang diperoleh diamati menggunakan Densitometer (Shirai et al., 1994).. Penentuan

Hasil pemisahan tadalafil dengan matriks permen karet Pada uji Selektivitas menggunakan fase gerakFase Gerak (2) Kloroform : Metanol : asam asetat glasial (70:3:0,2 v/v) ...