• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas VII SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan T1 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas VII SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan T1 Full text"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

Tugas Akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh :

Fitri Pebri Liani

202013058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KEMAMPUAN VISUAL THINKING SISWA KELAS VII SMP DALAM

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

Fitri Pebri Liani, Helti Lygia Mampouw

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

Email: 202013058@student.uksw.edu

Abstrak

Visual thinking merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan untuk menggambarkan dan menceritakan informasi secara jelas dengan mengaitkan ide-ide yang muncul. Kemampuan visual thinking berkaitan dengan kemampuan memahami masalah. Menurut Bolton, langkah-langkah visual thinking terdiri dari looking, seeing, imagining, dan showing & telling. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa kelas VII SMP dalam menyelesaikan soal cerita pecahan ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika. Kemampuan matematika didasarkan pada nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun ajaran 2016/2017. Subjek terdiri dari 3 siswa kelas VII SMP masing-masing 1 subjek pada kemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah. Data berupa jawaban tertulis dan hasil wawancara dari penyelesaian soal cerita pecahan kategori mudah dan sulit. Diperoleh hasil bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi dapat menyelesaikan soal cerita dan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah belum bisa menyelesaikan soal cerita pecahan dan tidak dapat menghitung dengan benar sehingga kedua subjek tersebut belum bisa menyelesaikan langkah showing & telling, namun sudah bisa melewati langkah looking, seeing, dan imagining. Diharapkan penelitian ini menjadi salah satu acuan untuk memahami kemampuan visual thinking sehingga dapat meningkatkan kemampuan visual thinking siswa.

Kata Kunci: Visual Thinking, Soal Cerita Pecahan

PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terpenting untuk dipelajari karena banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena sifatnya yang memberi kebenaran berdasarkan alasan logis dan sistematis. Materi matematika yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah merupakan kelanjutan dari materi yang dipelajari pada saat tingkat sekolah dasar. Contohnya pada materi pecahan yang sudah diperkenalkan kepada siswa sejak kelas 1 SD yang akan dipelajari lebih dalam lagi di kelas VII SMP.

Kelancaran dari materi sebelumnya akan mempermudah siswa dalam memahami materi pecahan seperti operasi hitung bilangan dan pengukuran. Contohnya merubah pecahan menjadi desimal, maka siswa harus mampu membagi dan mengalikan dengan lancar. Berdasarkan Kurikulum 2013, mata pelajaran matematika materi pecahan pada tingkat sekolah dasar memuat kompetensi inti yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.

Secara umum, bilangan pecahan dapat dinyatakan dalam bentuk “ ”, dengan a dan b adalah bilangan bulat, b≠0, dan b bukan faktor dari a, bilangan a disebut pembilang dan b disebut penyebut (Jazuli: 2016). Contohnya: , , , dan lain sebagainya. Banyak kegiatan yang berhubungan dengan

bilangan pecahan pada kehidupan sehari-hari seperti dalam membagi kue menjadi beberapa bagian, diskon yang ditawarkan di toko, pembelian gula, dan lain-lain. Pecahan melalui benda konkrit gambar dan lambangnya dapat dilihat pada gambar 1.

1 bagian bagian bagian bagian

(7)

Permasalahan pecahan dalam matematika dapat disajikan dalam bentuk soal cerita. Bentuk soal tersebut mempunyai penyelesaian yang bertahap. Siswa terlebih dahulu memahami soal cerita, kemudian menarik kesimpulan obyek yang harus diselesaikan dan memisalkan dengan simbol-simbol. Setelah itu baru diselesaikan sampai tujuan dari permasalahan tersebut diselesaikan. Seringkali siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal cerita pecahan.

Menurut Piaget (Solso, dkk, 2007:369), siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasi konkrit (umur 7–11 tahun) dengan karakteristik kemampuan konservasi, kemampuan mengklasifikasikan dan menghubungkan pemahaman tentang angka, berpikir konkret, perkembangan pikiran tentang reversibilitas. Ketika mempelajari pecahan pada kelas VII, siswa sudah bergerak melampaui penalaran tentang pengalaman konkret, dan berpikir dengan cara yang lebih abstrak, idealis, dan logis karena sudah masuk pada tahap operasional-formal (11 tahun keatas) dengan karakteristik pikiran bersifat umum dan menyeluruh, berpikir proporsional, kemampuan membuat hipotesis, perkembangan idealisme yang kuat. Tingkat kesulitan soal materi pecahan yang dihadapi siswa pun akan berbeda sehingga memungkinkan banyaknya kesalahan yang dilakukan oleh siswa.

Vale (Wiryanto, 2014) menemukan bahwa siswa akan lebih banyak berpeluang untuk melakukan kesalahan pada operasi pecahan jika pembelajaran materi pecahan hanya menitikberatkan pada menghafal rumus dan prosedur operasi tanpa ada perhatian yang cukup pada makna pecahan. Selain itu, kekomplekan karakteristik dan konsep pecahan membutuhkan tahapan pemahaman yang membuatnya tidak bisa dipahami dalam waktu yang relative singkat. Siswa dapat meminimalkan kesalahan dalam mengerjakan soal pecahan dengan menggunakan kemampuan visual.

Kemampuan visual memang penting dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan perlu dilatihkan kepada siswa. Modelminds (2012) menyebutkan 10 alasan visual thinking itu penting dalam memecahkan masalah yang kompleks yaitu: (1) Visual thinking membantu memahami masalah yang kompleks menjadi lebih mudah; (2) Hasil visualisasi masalah yang komplek, menjadi mudah dalam berkomunikasi dan bagi orang lain untuk menyelesaikannya; (3) Visual thinking membantu orang berkomunikasi lintas budaya dan bahasa; (4) Visual thinking membuat komunikasi dari sisi emosional menjadi lebih baik; (5) Visualisasi membantu memfasilitasi pemecahan non-linear; (6) Visualisasi dari masalah memungkinkan orang untuk berpikir bersama dengan setiap ide orang lain dengan menciptakan bahasa bersama; (7) Pemetaan visual dari sebuah masalah dapat membantu untuk melihat kesenjangan dari solusi dapat ditemukan; (8) Visualisasi membantu orang untuk mengingat, membuat ide konkrit dan menciptakan hasil yang lebih akurat pada akhirnya; (9) Visual thinking dapat memberikan gambaran sangat penting belajar dari kesalahan; (10) Visualisasi berfungsi sebagai motivasi yang besar mencapai tujuan.

Siswa yang sudah terampil menggunakan visual thinking, maka akan dapat merasakan manfaatnya. Arcavi (2003:217) menegaskan bahwa visual thinking merupakan kemampuan, proses dan produk dari penciptaan, interpretasi, penggunaan dan refleksi atas gambar, image, diagram dalam pikiran yang direpresentasikan pada kertas atau dengan alat teknologi, dengan tujuan menggambarkan dan menceritakan informasi, memikirkan dan mengembangkan ide-ide yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar atau tidak ketika ditanya alamat suatu tempat akan lebih mudah menyampaikan informasi tentang alamat tersebut dengan menuangkannya dalam bentuk peta (gambar). Itu termasuk salah satu berpikir visual (visual thinking).

(8)

a b

Gambar 2. Kesalahan siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada gambar (a) siswa A, (b) siswa B

Gambar 2, Siswa A tidak menjelaskan apa yang dijawab hanya berupa representasi gambar tanpa penjelasan banyak potongan pada seloyang kue bika Ambon. Kesalahan siswa B, muncul angka tanpa makna atau penjelasan dan proses tidak ada tanda “=” serta penempatan tanda “=” yang salah. Dari hasil jawaban tertulis kedua siswa tersebut dapat dilihat kemampuan visualisasi dalam memahami dan menggambarkan apa yang ada dipikiran siswa. Tampak bahwa dalam menvisualisasikan soal cerita masih dirasa sulit dan dapat memunculkan miskonsepsi yang mengakibatkan siswa mengalami kesalahan dalam menyelesaikan jawaban akhirnya.

Melihat hal ini, maka penulis menjadikan salah satu dasar kemampuan visual thinking sebagai hal yang perlu diketahui sehubungan dengan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, sehingga peneliti bermaksud mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada materi pokok pecahan berdasarkan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan visual thinking siswa kelas VII-C SMP Negeri 2 Kaliwungu dalam menyelesaikan soal cerita pecahan berdasarkan kemampuan matematika. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dalam bentuk tulisan-tulisan, gambar-gambar, rangkaian kata-kata, dokumen, dan bahasa tubuh. Data tersebut dikumpulkan oleh peneliti sebagai instrumen utama. Subjek terdiri dari 3 siswa yang dipilih berdasarkan nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 dengan rentang nilainya yaitu 85-93 kategori berkemampuan matematika tinggi, 70-75 kategori berkemampuan matematika sedang, dan 40-60 kategori berkemampuan matematika rendah. Rentang nilai tersebut disusun dengan batas atas nilai tertinggi siswa yaitu 93 dan batas bawah nilai terendah siswa yaitu 40. Ditinjau dari kurikulum 2006 siswa kelas VII SMP telah mempelajari materi tentang pecahan. Adapun subjek dengan kategori yang akan diteliti dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pemilihan Subjek Berdasarkan Hasil UAS

Inisial Subjek Nilai UAS Kategori Kemampuan Matematika

T 93 Tinggi

S 70 Sedang

R 40 Rendah

(9)

Tabel 2. Indikator Soal*

Langkah-langkah Definisi Indikator

Looking

Mengidentifikasikan masalah dengan aktivitas melihat dan membaca serta mengumpulkan informasi dalam suatu permasalahan

Mencari tahu informasi yang ada pada soal.

Seeing

Mengerti dan memahami keterkaitan antara yang diketahui dan yang ditanyakan dengan aktivitas menyeleksi dan mengelompokkan serta merencanakan pemecahan masalah dalam suatu permasalahan

Memahami apa yang diminta pada soal.

Imagining

Menentukan pola dengan aktivitas menggambarkan masalah serta menuliskan solusi pemecahan masalah dalam suatu permasalahan

Menjelaskan apa yang diperoleh dari permasalahan tersebut dan mempresentasikan hasilnya.

Menyelesaikan perhitungan soal cerita pecahan.

*) Diadaptasi dari langkah-langkah visual thinking menurut Bolton (Ariawan 2016)

HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

1. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Tinggi (T)

Subjek diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah

Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah diawali dengan menuliskan yang diketahui yaitu ibu membeli 10 donat dibagikan kepada 4 anak. Langkah pekerjaannya yaitu . Jadi, kesimpulannya setiap anak memperoleh bagian.

Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal “Ibu membeli 10 donat dibagikan kepada 4 anak”. Konsistensi ditunjukkan oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah menyatakan bahwa “Ibu membeli 10 donat dibagikan kepada empat anaknya”. Hasil jawaban tertulis dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham informasi yang terdapat pada soal dan T telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh setiap anak”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

(10)

P : Ini kan ibu membeli 10 donat. Sebelum kamu mengerjakan, apakah kamu membayangkan donatnya itu?

T : Membayangkan.

P : Bentuk donatnya tuh seperti apa to? Kalau boleh dicorat coret disini ya. (sambil memberikan selembar kertas).

T : (menggambarkan 10 donat yang berbentuk lingkaran) P : Terus?

T : Dibagi keempat anaknya. Setiap anak mendapat dua-dua. Dibagi empat kan dapatnya 2. Nah masih 2 dan dibagi lagi 4 mendapat setengah. (sambil menunjuk-nunjuk gambar).

P : Mbaginya gimana?

T : (menunjukkan cara membagi dua donat dengan membuat garis dipertengahan lingkaran yang dimisalkan donat sehingga menjadi bagian yang sama).

P : Jadi ini, segini itu buat 1 anak? (sambil menunjuk bagian donat yang telah dibagi menjadi dua bagian yang sama).

T : Ya, 1 anak.

Gambar 4. Hasil representasi dari 10 donat dan wawancara dengan T

Gambar 4, terlihat bahwa T merepresentasikan 10 donat dengan 10 lingkaran yang kemudian membagi 2 donat menjadi 4 bagian yang sama dengan menarik garis pada bagian tengah lingkaran. Sebelum mengerjakan soal, Ia membayangkan bentuk dari donat. Dari cara-caranya menjelaskan dan menggambarkan, Ia paham betul bagaimana cara untuk merepresentasikan melalui gambar. Tampak bahwa Ia menjelaskan dengan cepat dan tepat. Ia menjelaskan bahwa 10 donat diberikan setiap anak dua-dua kemudian ditambah sisanya setengah-setengah. Jadi, setiap anak mendapatkan bagian

donat. Hasil representasi T menunjukkan bahwa T memiliki kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.

Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan mempresentasikan hasil jawaban. T dapat menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan soal yaitu dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu. Cara menyelesaikannya pun sudah tepat, sehingga mendapatkan jawaban yang tepat. Berikut adalah cuplikan wawancaranya.

P : Ini caranya sudah bener? Gimana ini caranya? (sambil menunjuk pekerjaannya).

T : .

P : Ini dapat dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

T : 10 dibagi 4 kan 2 masih sisa diperkecil lagi .

Hasil jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T konsisten menjelaskan cara pengerjaannya yaitu 10 dibagi 4 sama dengan 2 masih sisa . Kemudian Ia memperkecil bentuknya menjadi .

Kesimpulannya setiap anak mendapatkan bagian donat. Jadi, T telah memiliki kemampuan

showing & telling dengan baik.

(11)

Gambar 5. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit

Jawaban tertulis T pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit diawali dengan menuliskan apa yang diketahui yaitu Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan rasa Almond. Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan rasa Midi Merah. Selanjutnya, Ia

menyelesaikan dengan langkah . Jadi Budi dan Ani menghabiskan

bagian cokelat.

Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada pada soal. Hasil jawaban tertulis T menunjukkan yang diketahui pada soal. Konsistensi ditunjukkan oleh T dari jawaban wawancara dimana T telah menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2 batang cokelat rasa Midi Merah dan Almond.Budi menghabiskan rasa Almond, Ani menghabiskan

rasa Midi Merah”. Hasil jawaban tertulis dan lisan ini menunjukkan bahwa T telah benar-benar paham informasi yang terdapat pada soal dan T telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban T pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa T telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan T telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada soal. T diminta untuk merepresentasikan 2 cokelat batangan, rasa Almond dan rasa Midi Merah. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawacaranya.

P : Coba disketsakan 2 cokelat batangan itu seperti apa. (sambil memberikan selembar kertas)

T : (menggambarkan 2 cokelat batangan dengan bentuk persegi panjang yang satu diberi tulisan Almond dan yang satunya Midi Merah)

P : Berarti sempet membayangkan itu ya? T : Iya.

Gambar 6. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan T

(12)

P : Terus cara mengerjakannya gimana?

T : (sambil mengerjakan kembali dikertas yang telah diberikan). Kan Budi menghabiskan dan

Ani menghabiskan Midi Merah dan itu ditambahkan sama dengan disamakan penyebutnya

menjadi per enam. Sama dengan = 1 diperkecil 1 .

P : Sama ya dengan yang ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek sebelumnya) T : Iya.

P : Jadi kesimpulannya?

T : Mereka menghabiskan bagian cokelat.

P : Iya.

Konsisten pada jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa T mampu menjelaskan secara rinci bagaimana proses pekerjaannya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Ia juga mampu menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menuliskan model matematikanya terlebih dahulu yang kemudian dikerjakan dengan menyamakan penyebutnya. Jadi, T memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.

2. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Sedang (S)

S diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jawaban tertulisnya pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah

Gambar 7. menunjukkan bahwa jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah yaitu langsung menuliskan angka pecahannya . Ia tidak

menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu melainkan langsung menuliskan model matematikanya.

Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada pada soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Ada 3 anak, Lala, Nila, dan Dodi, mereka membeli 5 buah tahu bulat”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi yang terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian yang diperoleh setiap anak?”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada soal. S diminta untuk membuat coretan pada langkah ini. Menurutnya, 5 tahu bulat dapat digambarkan dengan 5 lingkaran. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.

P : Terus ini membaginya gimana? Berarti? Satu orang dapetnya?

S : Satu-satu. (sambil menunjuk 3 buah gambar tahu bulat)

P : Terus masih? S : 2 dibagi 3.

P : Untuk berapa orang?

S : 3 (sambil menarik garis pada gambar sebanyak 3 bagian).

Gambar 8. Hasil representasi dari 5 tahu bulat dan wawancara dengan S

(13)

penggaris. Konsistensi ditunjukkan S pada saat wawancara, Ia membuat coret-coret dengan menggambarkan 5 tahu bulat. Kemudian Ia membagi tahu bulat agar sama dengan cara membagi satu-satu tahu bulat kepada 3 anak. 2 tahu yang tersisa dibaginya menjadi 6 bagian yang sama yaitu satu-satu tahu bulat dibagi 3 bagian. Jadi, S mampu merepresentasikan soal tersebut sehingga memiliki kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.

Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan mempresentasikan hasil jawaban. S diminta menjelaskan bagaimana langkah pekerjaannya. Ia membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir sehingga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.

P : Terus ini pekerjaanmu gimana? S : 5 dibagi 3.

P : Dapetnya?

S : .

P : Caranya gimana to ini? Coba jelaskan. Ditulis disini (sambil memberikan selembar kertas pada subjek).

S : (menghitung). 5 dibagi 3. P : Dapetnya?

S : 2.

P : Coba dicoret-coret dulu.

S : (menghitung) P : 5 dibagi 3?

S : .

P : Duanya dapet dari mana?

S : Turahan dari 5 bagi 3.

P : Setiap anak mendapat? S : .

Jawaban lisan S pada saat wawancara menunjukkan bahwa S menuliskan 5 dibagi 3 ke dalam model matematikanya menjadi . Sebelumnya jawaban pada tes tertulis adalah , namun setelah

diwawancarai Ia menjawab . Ia selalu menjawab 5 dibagi 3 itu mendapat 2. Jawabannya berbeda

karena salah menghitung. Ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjawab dengan benar karena belum lancar dalam menghitung dan juga lupa cara menyelesaikan soal pecahan. Jadi, S belum memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.

S juga diberikan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Jawaban tertulis S dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit

(14)

mengucapkan kata gram menjadi garam. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “ dikurangi . itu gram permen untuk adiknya, dan sebelum diberikan pada adiknya

dimakan gram terlebih dahulu”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S paham informasi yang terdapat pada soal dan S telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban S pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang diberikan kepada adik”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa S telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan S telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada soal. S diminta untuk merepresentasikan permen seperti apa. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.

P : Menurutmu permen ini gimana to bentuknya? S : (menggambarkan pada kertas yang telah diberikan).

Gambar 10. Hasil representasi dari permen dan wawancara dengan S

Menurut S, bentuk permen yang dimaksud dalam soal adalah seperti pada gambar 10. Berdasarkan hasil wawancara, Ia dapat membayangkan permen dan merepresentasikannya. Jadi, Ia mampu menggambarkan permen dan dapat merepresentasikan sesuai dengan kemampuan imagining yang ia miliki.

Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan mempresentasikan hasil jawaban. S menjelaskan cara pekerjaannya yaitu . Ia belum bisa

mengerjakan soal bentuk pecahan dengan angka yang sulit. Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.

P : Jadinya gimana pekerjaannya? S : 4 kali 4, 16. Ditambah 7. P : Ditambah berapa? S : Ditambah 1. 17… P : 17 per?

S : 4.

P : Terus ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

S : Dikurang. Ini dikurang hasilnya 64. (sambil menunjuk pekerjaannya) P : Dapet 64 dari mana?

S : (diam sejenak).

P : Disini aja coret-coretannya. (sambil memberikan kertas pada subjek). S : (sambil corat coret). 17 dikurang 7, 7. Ehh, 17 dikurangi 7………..

P : Ini kan . 64 ini dapet dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek). Kok ini bisa 16?

S : (diam sejenak).

P : Ini coret-coretannya ini gimana caranya? (sambil menunjuk pekerjaan subjek). S : Salah. Ini salah. (sambil menunjuk pekerjaannya).

P : Ohh. Terus? Ini kan jadi 16? Terus ininya kamu dapet 64 dari mana? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

S : Ini bagi ini kali ini. (sambil menunjuk pekerjaannya).

P : Terus ini?

S : 16 bagi 8, 2. Dikali 7, 14. P : Hasilnya jadi?

S : (sambil menghitung) .

P : Ohh gitu. Hasil pekerjaanmu ini dengan ini kenapa berbeda? (sambil menunjuk pekerjaannya). S : Salah hitung.

(15)

lamban dalam menghitung, dan masih salah-salah sehingga mendapatkan hasil yang salah juga. Dalam mengerjakan soal bentuk pecahan pun Ia lupa caranya, ketika diminta untuk mengingat tetap masih bingung. Konsistensi jawaban tertulis dan lisan yang menghasilkan jawaban yang salah menunjukkan bahwa S belum memiliki kemampuan showing & telling dengan baik.

3. Kemampuan Visual Thinking Subjek Berkemampuan Matematika Rendah (R)

R diberikan 2 soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah dan yang sulit. Jawaban tertulisnya dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilang yang sulit

Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit adalah . Ia tidak menuliskan apa yang diketahui terlebih dahulu, namun langsung menuliskan

bentuk pecahannya. Cara mengerjakan soal bentuk pecahannya yaitu dengan menjumlahkan langsung bagian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut sehingga mendapatkan hasil .

Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Budi dan Ani mempunyai 2 cokelat rasa Midi Merah dan Almot. Budi menghabiskan bagian cokelat, Ani menghabiskan bagian cokelat”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R paham informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa bagian dari keseluruhan cokelat yang telah mereka habiskan”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada soal. R merepresentasikan 2 cokelat batangan dengan bentuk 2 persegi panjang. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.

P : Cokelat batang tuh seperti apa to?

R : (menggambarkan 2 cokelat batangan dengan bentuk persegi panjang yang satu diberi tulisan Almond dan yang satunya Midi Merah).

Gambar 12. Hasil representasi dari 2 cokelat batangan dan wawancara dengan R

(16)

P : Terus gimana caranya? Tolong jelaskan caramu ini.

R : yang dihabiskan Ani yang Midi Merah (sambil menunjukkan gambarnya) ditambah cokelat yang dimakan Budi rasa Almot.

P : Terus kenapa ini dijumlahkan? (sambil menunjuk pekerjaan subjek)

R : Dijumlahin keseluruhan yang dimakan. P : Ohh karena itu. Terus itu caranya gimana? R :

P : Ini yang atas dijumlahkan, yang bawah dijumlahkan. Kalau pecahan itu langsung dijumlahkan gitu? Itu penyebutnya yang mana to?

R : (diam sejenak)

Hasil dari jawaban tertulis dan lisan menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan showing & telling dengan baik. R masih bingung dengan jawabannya. Ia lupa cara mengerjakan soal pecahan sehingga langsung menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Jadi, Ia mendapatkan hasil yang belum benar.

Pada soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit, langkah pekerjaan R tidak jauh berbeda caranya. Jawaban tertulisnya dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit

Gambar 13. Jawaban tertulis R dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang sulit menunjukkan cara mengerjakannya yaitu . Jadi, permen yang Kitty berikan pada

adiknya adalah sebanyak gram. Ia menggunakan cara yang sama ketika mengerjakan soal cerita

pecahan dengan angka yang sulit sebelumnya yaitu langsung mengurangkan bagian pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.

Looking. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk mencari tahu informasi yang ada pada soal. Sebelumnya, R diminta untuk membaca soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Kitty membeli gram permen untuk adiknya. Tetapi Kitty sebelumnya diberikan kepada adiknya, Kitty telah memakan gram”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R paham informasi yang terdapat pada soal dan R telah memiliki kemampuan looking dengan baik.

Seeing. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk memahami apa yang diminta pada soal. Hasil dari jawaban R pada saat wawancara menyatakan bahwa “Berapa sisa permen yang ia berikan pada adiknya”. Hasil lisan ini menunjukkan bahwa R telah paham apa yang diminta atau ditanyakan pada soal dan R telah memiliki kemampuan seeing dengan baik.

Imagining. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menggambarkan masalah pada soal. R merepresentasikan permen dengan bentuk oval. Berikut ini adalah representasi dan cuplikan wawancaranya.

P : Terus permennya seperti apa? R : (menggambar permen). P : Ini berapa jumlahnya? R : .

(17)

Hasil representasi dan lisan R pada saat wawancara menunjukkan bahwa R dapat menggambarkan permen sesuai dengan bayangannya. Ia memberikan keterangan gram pada gambar tersebut. Jadi,

R memiliki kemampuan imagining dengan baik dan kreatif.

Showing & Telling. Langkah ini memerlukan perilaku subjek untuk menjelaskan dan mempresentasikan hasil jawaban. R menjelaskan bagaimana cara mengerjakan soal dan mendapatkan hasil yaitu dengan cara langsung mengurangkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Berikut ini adalah cuplikan wawancaranya.

P : Terus caramu ini gimana ini? (sambil menunjuk pekerjaan subjek).

R : Kan diambil . 7 diambil 1 gak bisa diambil sini satunya. (sambil menunjuk pekerjaannya).

P : Ohh gitu? Jadinya gimana?

R : (sambil mengerjakan kembali pada kertas yang telah diberikan). P : Gimana?

P : Gitu? Hmm. Dulu pelajaran pecahan caranya begitu diajarinnya? R : (menganggukkan kepala).

Konsistensi dari jawaban tertulis dan lisan R menunjukkan bahwa R belum memiliki kemampuan showing telling dengan baik. R mengerjakan bentuk pecahan secara langsung dan meminjam angka didepannya karena tidak bisa dikurangkan. Pemikirannya ketika mengerjakan soal tersebut yaitu

sehingga mendapatkan hasil yang belum benar.

PEMBAHASAN

Hasil subjek dalam penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan indikator visual thinking. Adapun hasil analisis subjek dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada setiap indikatornya adalah sebagai berikut.

Looking. Menurut Bolton (Ariawan, 2016), looking yaitu siswa mengidentifikasikan masalah dengan aktivitas melihat dan membaca serta mengumpulkan informasi dalam suatu permasalahan. Hasil dari penelitian ini, subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dapat menyebutkan informasi apa saja yang terdapat pada soal cerita pecahan yang diberikan. Jadi, ketiga subjek tersebut sudah memenuhi indikator looking.

Seeing. Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah mampu memahami soal cerita pecahan. Pertanyaan yang terdapat pada soal cerita pecahan tersebut dapat disebutkan oleh ketiga subjek. Hal tersebut sejalan dengan pengertian seeing menurut Bolton (Ariawan 2016), yaitu siswa mengerti dan memahami keterkaitan antara yang diketahui dan yang ditanyakan dengan aktivitas menyeleksi dan mengelompokkan serta merencanakan pemecahan masalah dalam suatu permasalahan.

Imagining. Cara merepresentasikan soal cerita pecahan oleh subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah berbeda-beda. Ketiga subjek tersebut merepresentasikan sesuai dengan pemikirannya masing-masing. Namun pada intinya mereka sudah mampu merepresentasikan soal cerita pecahan. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan tingkat kreativitasnya. Siswa dengan kemampuan tinggi cenderung memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dari pada siswa yang berkemampuan rendah. Sedangkan tingkat peningkatannya tidak menunjukkan hubungan yang linier bahwa siswa yang berkemampuan tinggi akan mengalami peningkatan kreativitas yang lebih banyak dibandingkan siswa yang berkemampuan rendah. (Akhmad Jufriadi, dkk: 2014).

(18)

tersebut sejalan dengan hasil penelitian Surya (2010) yang menemukan kesalahan dalam jawaban tertulis siswa dalam mengerjakan soal cerita dengan cara merepresentasikan pada gambar.

PENUTUP

Temuan penelitian ini, didapatkan bahwa subjek dengan kemampuan matematika tinggi dapat menyelesaikan langkah-langkah visual thinking dengan baik. Ia dapat menyebutkan informasi (looking) dan memahami pertanyaan yang dimaksud pada soal cerita pecahan (seeing), dapat menggambarkan setiap objek dalam soal dan merepresentasikan caranya (imagining), dan dapat menyelesaikan soal cerita pecahan sesuai aturan yang digunakan pada operasi bentuk pecahan (showing & telling). Selanjutnya untuk subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah sudah bisa mencari informasi yang berada pada soal cerita pecahan (looking), dapat memahami pertanyaan yang dimaksud pada soal cerita pecahan (seeing), dan dapat menggambarkan atau merepresentasikan soal cerita pecahan (imagining). Pada langkah penyelesaian soal cerita pecahan (showing & telling), kedua subjek tersebut belum bisa mengerjakan dengan lancar ketika menggunakan bilangan yang sulit sehingga terdapat kesalahan pada jawaban akhir.

Subjek dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah ketika membaca soal masih terbilang lamban, banyak kata-kata yang hilang. Subjek dengan kemampuan matematika sedang dan rendah masih kesulitan dan belum lancar dalam hal menambah, mengurang, membagi, dan mengalikan angka. Kedua subjek tersebut juga belum lancar dalam menyelesaikan soal pecahan. Saran bagi peneliti lain, penelitian ini menarik untuk diteliti karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam merepresentasikan dan menjawab soal cerita matematika. Pilihlah materi yang lain agar visual thinking dapat terlihat lagi secara mendalam. Bagi siswa, kemampuan visual thinking perlu diasah lagi sehingga dapat mempermudah dalam menyelesaikan matematika yang kompleks. Selanjutnya bagi guru, perhatikan konsep yang diberikan kepada siswa apakah sudah tersampaikan dengan baik dan benar karena banyak siswa yang belum mengerti materi pecahan namun sudah dianggap bisa dan lanjut pada materi selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Solso, dkk. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hlm: 83.

Arbayani, Syari. dkk. 2014. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Visualisasi Siswa di SMA Negeri 1 Pulau Laut Timur. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema

“Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP Universitas Negeri

Malang.

Archavi A. 2003. The Role of Visual Representations in the learning of mathematics Educational Studies in Mathematics.

Ariawan, Rezi. 2016. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking Disertai Aktivitas Quick On The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Suska Journal of Mathematics Education Vol. 2, No. 1, Hlm 20 – 30.

Djaelani, Aunu Rofiq. 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif Vol. 20, No 1. Jufriadi, Akhmad dan Hena Dian Ayu. (2014). Meningkatkan Kreativitas dan Pemahaman Pecahan

Melalui Penerapan Strategi Open Ended Problem Bersetting Kooperatif. Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang, Vol. 2, No 1, Hlm 574.

Novrini, P. Siagian, dan E. Surya. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Visual Thinking dalam Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal Paradikma, Vol. 8, No 3, Hlm 84-97.

Presmeg, N. 1986. Visualization and Mathematical Giftedness Educational Studies in Mathematics, Vol. 17 (3), 297-311.

Scristia. 2013. Visual Thinking Matematis dalam Discovery Learning. Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Vol. 1, Hlm 75-84.

(19)

_. 2013. Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia.

_.Visual thinking dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika, op.cit

Wiryanto. 2014. Representasi Siswa Sekolah Dasar dalam Pemahaman Konsep Pecahan (Jurnal Pendidikan Teknik Elektro) Vol. 03 Hlm 593 – 603.

Gambar

Gambar 1. Contoh pecahan dalam bentuk gambar
Tabel 1. Pemilihan Subjek Berdasarkan Hasil UAS Nilai UAS 93
Gambar 3. Jawaban tertulis T dalam mengerjakan soal cerita pecahan menggunakan bilangan yang mudah
Gambar 4. Hasil representasi dari 10 donat dan wawancara dengan T
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap capaian hasil belajar ditinjau dari motif berprestasi

Abstrak: Penelitian ini menguji Pengaruh Budaya Etika terhadap Kesesuaian Individu dengan Organisasi dan dampaknya pada Niat untuk Bertahan (Studi pada PT. Garuda

(5) Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam

Setelah diketahui tentang definisi belajar dan faktor-faktor mempengaruhinya, selanjutnya mengenai pengertian mengajar. Pengertian mengajar bermacam ragam tergantung

a. Subyek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas VIII MTs Ma’arif Karangan Trenggalek. Siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII

Ekonomi membahas individu dan masyarakat dalam membuat pilihan, dengan atau tanpa menggunakan uang , dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan

Dengan memanfaatkan berbagai media sosial tersebut, di samping dapat meningkatkan kemampuan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi juga dapat meningkatkan