• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN PADA MASA ORDE BARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN PADA MASA ORDE BARU"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN PADA MASA ORDE BARU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh :

DENI HARTANTO 167050006

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Isu mengenai pembangunan pertanian masih menjadi topik yang hangat untuk terus dikaji. khususnya pembangunan pertanian padi di Kabupaten Simalungun, pembangunan pertanian merupakan suatu program dari pemerintah Orde Baru yang dikemas melalui Repelita. Program tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi padi agar menuju pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Serta berdampak baik pada kesejahteraan hidup petani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai program pembangunan pertanian yang dilakukan oleh Orde Baru serta pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan pembangunan pertanian di Simalungun. Tesis ini menggunakan pendekatan teori Politik Pembangunan dengan metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa; Pertama, terdapat politik pembangunan pertanian padi pada masa Orde Baru yang mengedepankan ciri pembaruan dengan cara mekanisasi pertanian, baik itu dalam pengembangan irigasi, benih unggul, pupuk kimia, pestisida dan lembaga pendukung pertanian.

Kedua, lembaga pertanian di Simalungun yang dikelola oleh pemerintah yang tercantum sesuai Repelita tumbuh dan berkembang dengan pesat ke seluruh pelosok wilayah Simalungun. Ketiga, rencana pembangunan pertanian di Simalungun berkembang dengan pesat namun tidak berhasil menaikkan taraf kehidupan petani di Simalungun . Keempat, pada akhir pembangunan pertanian di Simalungun banyak terjadi konversi lahan pertanian dari padi ketanaman non pertanian. Selain faktor masyarakatnya, faktor pemerintah pusat juga mencoba mengembangkan pola Perkebunan Inti Rakyat di daerah penghasil padi ladang.

Kata kunci: Pembangunan Pertanian, Padi, Repelita, Simalungun

(5)

ABSTRACT

The issue of agricultural development is still a hot topic to continue to be studied.

Particularly for the development of rice farming in Simalungun, agricultural development was a Orde Baru government program which was packaged through Repelita. This program is expected to be able to increase rice production towards advanced, efficient and resilient agriculture. And have a good impact on the welfare of farmers.

The aims of research this study was to determine the various agricultural development programs carried out by the Orde Baru and their effects on the success rate of agricultural development in Simalungun. This thesis uses a theoretical approach to political development with historical research methods including heuristics, verification, interpretation and historiography.

The research of this study explain that; First, the existence of a rice agricultural development policy during the Orde Baru which prioritized the nature of renewal through agricultural mechanization, both in the development of irrigation, superior seeds, chemical fertilizers, pesticides, and agricultural supporting institutions.

Second, Repelita growt and developed rapidly throughout the Simalungun. Third, the agricultural development plan in Simalungun which is growing rapidly but has not succeeded in increasing the standard of living of farmers in Simalungun.

Fourth, at the end of agricultural development in Simalungun, there was a lot of conversion of agricultural land from non-agricultural plants planted with rice.

Apart from community factors, the central government factor is also trying to develop a nucleus plantation pattern in upland rice producing areas.

Keywords: Agricultural Development, Rice, Repelita, Simalungun

(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Jika hari ini kamu gagal Maka

Jalankan saja alternatif kedua dan seterusnya, (Hidup itu memilih satu pilihan diantara banyak pilihan)

Di persembahkan untuk

Mamak, Bapak dan Istri Tersayang

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, untuk segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas anugrah dan ridho-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Suatu penghargaan dan penghormatan terbesar yang pertama tentu untuk diri saya sendiri yang telah mampu menyikapi dan mempersiapkan seluruh tenaga, materi, pikiran serta pendirian yang kuat dalam menyelesaikan tesis ini.

Banyak tantangan dalam penulisan tesis ini, mulai dari pencarian arsip-arsip untuk sumber primer hingga pencarian buku-buku pendukung sebagai data skunder. kesulitan terjadi sebagai dampak akibat adanya penyebaran pandemi virus Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia termasuk Sumatera Utara.

Mengakibatkan banyaknya instansi dan lembaga yang menutup akses layanan publik. Meskipun demikian, penulis tetap memaksimalkan pencarian arsip, buku- buku, melakukan melakukan wawancara, Pengambilan foto dan lain-lain sesuai arahan dan mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak yang mendukung dalam penyelesaian selama proses penulisan tesis ini. Terutama kepada orang tua saya Bapak Sakri Ahmad dan Ibunda Tatik serta Bapak Sareng dan Ibunda Saniem yang selalu memberi bait-bait doa, semangat dan dukungan berupa materi dan moril yang tiada putusnya kepada penulis. Begitu pula ucapan terimakasih dengan penuh kasih sayang kepada Istri tercinta Eka Lestari, S.Pd.

yang selalu sabar mendengarkan segala bentuk emosi dengan segala keluh kesah dan yang selalu mengingatkan agar segera menyelesaikan masa studi ini.

Persembahan terkhusus untuk Ananda Dimas Pebrianto, Agus Wardana, serta Adinda Dita Rurin Arianti, Siti Rohima, Putri, Nadia, Nurul, Dila dan adek Fifi

(9)

(Alfian) yang senantiasa menjadi penyemangat penulis untuk tampil menjadi seorang inspirator terbaik bagi mereka. Begitu pula terimakasih kepada seluruh keluarga besar kakek Musijo dan Mak Mommy yang telah memberi nasehat bagi penulis, terutama mamak Yunda/Wahyu yang banyak membantu saat menempuh pendidikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Budi Agustono, MS.

Selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya. Selanjutnya ucapan terimakasih tak terhingga kepada Bapak Dr. Suprayitno, M.Hum, Bapak Drs. Nuhung, M.A, Ph.D, Bapak Warjio, Ph.D. atas bimbingannya selama perkuliahan dan dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran dari para pembimbing merupakan suatu pelengkap kesmpurnaan dalam menguraikan berbagai hasil temuan kedalam bentuk kalimat dan paragraph. Tanpa bimbingan dan arahan yang diberikan sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini tepat waktunya.

Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada seluruh dosen-dosen dan staf Tata Usaha yang ada di Program Studi S-2 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, USU yang tidak bisa disebut satu persatu, penulis mengucapkan banyak terimah kasih atas ilmu dan bimbingannya. Banyak hal yang didapatkan ketika belajar dan tatap muka semasa kuliah dari hal pengetahuan secara intelektual maupun pengetahuan dalam tulis menulis. Para dosen yang membiasakan penulis untuk berfikir kritis dalam mengamati suatu peristiwa serta tidak bosan untuk selalu memberi motivasi terbaik yang tentunya sangat berguna bagi kehidupan penulis.

Begitu juga dengan teman-teman seperjuangan Pascasarjana Angkatan 2016 yaitu rekan terbaik pada garis final (Bayu Wicaksono dan Zulham Siregar) yang rela membantu disaat situasi apapun hingga bertahan sampai penulis

(10)

menyelesaikan perkuliahan ini. kemudian Salam hormat Ust. Idrus dan para PNS (M. Zakir, Murni W, dan Halimah,) semoga kami akan segera menyusul dan layak menjadi abdi negara selanjutnya. Semoga apa yang kita lakukan mendapat ridho dari sang Maha Kuasa dan kita semua sukses di masa depan.

Penulis juga mengucapkan kepada teman-teman diskusi di Historical Sumatera Utara, Komunitas WeRead dan Salak 58 (untuk para abangda terbaik:

Ahmad Fakhri Hutauruk, Imam Mahdi Pane, Abdul Muis, Adam Zaki, Jumino, DT, MY Situmorang, Ahmad Muhajir, Ipoel, Syahru, Mas Dam dan adinda Taslim, Andre Siregar dan lain sebagainya) yang telah memberikan dukungan, ilmu, wawasan, buku-buku langka, pengalaman dan masukan dalam kehidupan terutama dalam penulisan tesis ini.

Akhir kata, penulis telah untuk menyelesaikan penelitian tesis ini dengan semaksimal mungkin, tentu banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis berharap mendapatkan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan peneltian ini menjadi lebih baik dan layak terbit dan menjadi bahan bacaan yang diterima diseluruh lapisan masyarakat. Penulis hanya berserah diri atas segala dosa dan kesalahan yang penulis perbuat dan memohon kepada ampun kepada Allah SWT sehingga dapat menjadi orang yang berhasil dan bertaqwa.. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan pembacanya. Amin yarabbal alamin.

Wassalam

Medan, Januari 2021 Penulis

Deni Hartanto NIM.167050006

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 14

1.2.1. Lingkup Spasial ... 14

1.2.2. Lingkup Temporal ... 14

1.2.3. Lingkup Keilmuan ... 15

1.3. Tujuan Penelitian ... 16

2.1. Manfaat Penelitian ... 16

2.2. Teori dan Kerangka Konseptual ... 17

2.3. Tinjauan Pustaka ... 29

2.4. Metode Penelitian ... 32

2.5. Sistematika Penulisan ... 35

BAB II ... 36

KEADAAN UMUM KABUPATEN SIMALUNGUN ... 36

2.1. Geo Historis Kabupaten Simalungun ... 36

2.1.1 Letak Geografis ... 36

2.1.2 Bentuk Pemerintahan ... 37

2.2. Sistem Sosial-Ekonomi ... 46

2.2.1. Pola awal Sosial-Ekonomi di Simalungun ... 47

2.2.2. Pola lanjutan Sosial-Ekonomi di Simalungun ... 50

2.3. Terbentuknya Ekologi Budaya dan Ekosistem Pertanian ... 54

2.3.1. Perladangan (Parjumaan) ... 58

2.3.2. Persawahan (Sabah)... 61

BAB III ... 65

(12)

STRATEGI POLITIK PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN

SIMALUNGUN MASA ORDE BARU ... 65

3.1. Kebijakan Politik Pembangunan Pertanian pada Masa Orde Baru ... 65

3.2. Pelaksanaan Bimbingan Massa (Bimas) dan Intensifikasi Massa (Inmas) 73 3.3. Pengenalan Bibit Baru ... 77

3.4. Lembaga/Organisasi Pendukung pembangunan Pertanian ... 81

3.4.1. Penyuluh Pertanian ... 81

3.4.2. Penyalur Kredit Tani (KUT, BRI dan KUD) ... 83

3.5. Mekanisasi dan Modrenisasi Pertanian ... 88

3.5.1. Alat-Alat Pertanian ... 88

3.5.2. Pupuk ... 90

3.5.3. Pestisida ... 95

3.5.4. Irigasi dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ... 97

3.6. Produk dan Produktivitas Pertanian di Simalungun ... 99

BAB IV ... 105

KEGAGALAN TERHADAP DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN ... 105

4.1. Sistem Pertanian Modern yang Mengikat ... 106

4.1.1.Sistem Mekanisasi dan Ketergantungan Bahan Kimia pada pertanian 108 4.1.2. Rasio Jumlah penduduk dan Kebutuhan Beras ... 118

4.2. Berkembangnya Perkebunan Rakyat dan Upaya Mengkonversi Lahan Pertanian ... 121

4.2.1. Faktor Eksternal dan Internal ... 124

4.2.2. Faktor Regulasi dan Peraturan Pemerintah ... 126

BAB V ... 135

PENUTUP ... 135

5.1. Kesimpulan ... 135

5.2. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Daerah Kabupaten Simalungun Menurut Kecamatan Tahun 1998 ... 36

Tabel 2. Kerajaan atau Landschap Beserta Distrik di Simalungun Masa Kolonial ... 44

Tabel 3. Sasaran: Tanam Dan target Produksi Tanaman Padi Pada Program Unit Desa Di Simalungun Tahun 1983/1984 ... 76

Tabel 4. Realisasi Proyek Opsdema di daerah Tk. II Kabupaten Simalungun ... 76

Tabel 5. Jumlah anggota Koperasi Di daerah TK. II Kab. Simalungun ... 87

Tabel 6. Perkembangan Teknologi Pertanian di Simalungun pada Masa Orde Baru ... 89

Tabel 7. Daftar Perincian kredit anrjer-anrjer rencana Bimas Masa Tanam 1970/1971 .. 92

Tabel 8. Daftar Importir – Distributor Sarana Produksi Masa Tanam 1970/71... 93

Tabel 9. Penggunaan Pupuk untuk Luas Tanaman 52.337 Hektar di Simalungun Tahun 1981... 95

Tabel 10. Realisasi Proyek Irigasi di Daerah TK. II Simalungun ... 97

Tabel 11. Produksi Beras berdasarkan Luas Lahan di Simalungun ... 100

Tabel 12. Perkembangan Rata-Rata Harga Beras di Simalungun ... 102

Tabel 14. Perbandingan Jumlah Penduduk Simalungun tahun 1980 dan 1998 Berdasarkan Kecamatan di Simalungun ... 119

Tabel 15. Luas dan Produksi Perkebunan Rakyat (Kelapa Sawit) di Simalungun ... 123

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Onder Afdeling Simalungun ... 41

Gambar 2. Losung Sebagai Penumbuk Padi Tradisional dari Simalungun ... 50

Gambar 3. Perkampungan Imigran Toba dan Jawa ke Simalungun ... 52

Gambar 4. Grafik Persentase Kemiringan Lereng Kab. Simalungun ... 57

Gambar 5. Jaringan Irigasi dan Areal Persawahan ... 64

Gambar 6. Rumah Penyuluh Pertanian yang Tersebar di Berbagai Kecamatan di Simalungun ... 82

Gambar 7. Koperasi yang Tersebar di Setiap Desa di Kabupaten di Simalungun ... 86

Gambar 8. Beberapa Peta Jalur Rencana Irigasi di Simalungun massa Orde Baru .... 98

Gambar 9. Surat Kabar TROUW tentang Hama Tikus ... 102

Gambar 10. Skema Siklus Distribusi Beras dari Petani hingga ke Konsumen ... 116

Gambar 11. Grafik Produksi Beras di Simalungun Pada Masa Orde Baru ... 120

Gambar 12. Kantor PIR Lokal di Wilayah Kecamatan Bandar yang dikelola oleh PTPN IV ... 130

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pasca 75 tahun Indonesia merdeka, isu mengenai pembangunan pertanian1 masih menjadi topik yang hangat dan tidak ada habisnya untuk dikaji. Dasar pikiran ini merupakan hasil dari karakter alam Indonesia yang merupakan negara agraris. Dengan kata lain, Indonesia masih merupakan negara yang memegang peranan penuh pada sektor pertanian untuk mendukung perekonomian nasional.

Hal itu dapat dilihat dengan masih banyaknya penduduk atau tenaga kerja di Indonesia yang menggantungkan hidup dan bekerja pada sektor pertanian.2

Pembangunan pertanian pada hakikatnya lebih mengedepankan peranan penting dalam perekonomian, kemudian diarahkan menuju pertanian yang maju, efisien dan tangguh. makna maju, efisien dan tangguh dapat diartikan sebagai upaya mengedepankan konsep mikro dan makro dalam lingkup sektor pertanian sendiri ataupun yang berkaitan dengan sektor-sektor diluar pertanian, seperti pada bidang industri, bidang transportasi, bidang perdagangan dan bidang

1 Isu Pembangunan Pertanian yang mulai digalakkan sejak era kepemimpinan presiden Soeharto, mulai karena terjadinya krisis pada masa pemerintahan sebelumnya, dan ini merupakan masalah fundamen dan masalah keadaan khusus. Fundamental yang berkaitan dengan pengangguran dan kemsikinan sementara keadaan khusus (shock) merupakan akibat bencana alam atau karena proses yang kurang memuaskan baik dari segi pengetahuan atau mekanisasi yang berlangsung dari waktu-waktu. Maka pembangunan pertanian diharapkan mampu memperbaiki dan menaikkan hasil-hasil yang akan di capai. disisi lain para budayawan dan ilmu sosial membenturkan pembangunan pertanian melalui modernisasi, dianggap kurangnya upaya pembebasan petani yang tergambar sebagai peningkatan kesejahteraan manusia pada umumnya.

Sering kali pembangunan pertanian hanya berdasarkan peningkatan produksi pertanian. Padahal peningkatan produksi pertanian merupakan bagian di dalamnya. Seringkali pembangunan pertanian menempatkan manusia ditempatkan kepada posisi yang mengarah kepada penciptaan robot-robot semacam economic animals. Permasalahan sosial dalam pembangunan pertanian menjadi pembahasan yang umum dan selalu menarik untuk dikaji. Lihat Gunawan Sumodiningrat, Menuju Swasembada Pangan, Revolusi Hijau II: Introduksi Manajemen dalam Pertanian,(Jakarta:

RBI & SHS,2001). Hlm 21-22 dan Lihat Greg. Soetomo, “Kekalahan Manusia Petani: Dimensi Manusia dalam Pembangunan Pertanian. (Yogyakarta: Penerbit Kansius, Anggota IKAPI,1991), hlm. 3-9.

2Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta,LP3ES: 1989. Hlm. 12

(16)

keuangan/perkreditan. Maka dapat dikatakan bahwa pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan mutu dan hasil produksi, berupaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak dan nelayan, dan mampu memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha dalam menunjang pembangunan industri dan meningkatkan ekspor.3

Secara birokrasi, kajian pertanian digolongkan secara umum, hal ini disebabkan karena di Indonesia pertanian tidak hanya terdiri atas satu sektor saja, melainkan terdapat beberapa sub-sektor lainya seperti: sub-sektor pertanian, sub- sektor pangan, sub-sektor peternakan, sub-sektor perkebunan dan sub sektor perikanan.4 Pada pembahasan ini, hanya sub sektor pertanian pangan dan sub sektor pertanian yang akan dikaji secara mendalam kemudian memasukkan unsur sub-sektor perkebunan sebagai unsur kausalitas dalam perubahan pertanian di Indonesia. Sub-sektor perkebunan yang merupakan sektor pertanian secara tradisional, akan dikaji sebagai pendukung terkait usaha konversi pertanian pangan ke jenis sub sektor perkebunan.

Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pertanian yang sudah menjadi urat nadi dalam mendukung perekonomian di Indonesia harus melaksanakan program pembangunan pertanian yang meliputi konsep-konsep perekonomian mikro dan makro, baik yang berkaitan dengan sektor pertanian maupun di luar pertanian, misalnya industri, transportasi, perdagangan, keuangan/perkreditan dan penanganan masalah.

Seiring dengan hasil pertanian dan mutu produksi yang persentasenya diharapkan terus meningkat, tujuan yang terpenting sektor ini juga harus mampu

3Ibid. hlm. 284.

4L. Soetrisno, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis.

(Yogyakarta: Kanisius, 2002). Hlm. 12

(17)

meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para petani. Jika segala bidang sudah terpenuhi maka dampak baik yang diberikan dari pembangunan pertanian Indonesia adalah terpenuhinya kewajiban negara dalam menjamin ketahan pangan dan kemandirian pangan dalam negeri.5

Oleh sebab itu, bidang pertanian terutama dalam bidang pangan memang sangat penting bagi kehidupan dan kesehatan manusia, terlebih dalam pelaksanaanya, pangan juga mempunyai nilai politik, sejarah, dan ikut mewarnai masalah-masalah internasional.6

Pemerintah Indonesia secara kontinu telah melakukan berbagai pembangunan sektor pertanian untuk kemudian diimplementasikan menjadi beberapa program andalan. Secara historis dari awal kemerdekaan sampai menjelang refomasi terdapat dua periode proses pembangunan bidang pertanian.

Periode ini terbagi berdasarkan kebijakan pemimpin negara yang memegang mandat tertinggi dalam pemerintahan.

Periode pertama (1945-1967) terdapat program Rencana Kasimo, Rencana Wicaksono atau yang sebut juga Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI), Padi Sentra dan Demontrasi Massal (Demas). Pada tahun 1958, program Padi Sentra memiliki program yang dianggap kurang berhasil, hal tersebut disebabkan karena lemahnya infrastruktur dan kondisi politik. akibatnya penyuluhan pertanian secara praktis tidak berjalan dan kemudian seluruh pelayanan dilaksanakan

5 ketahanan pangan dalam UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan merupakan penyempurnaan dan “pengkayaan cakupan” dari definisi dalam UU No.7 Tahun 1996 dengan memasukkan norma

“perorangan”, “sesuai keyakinan agama”, serta “budaya” bangsa. Sedangkan kemandirian pangan menurut UU No.18 Tahun 2012 merupakan kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksiPangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

6Kementerian Pertanian. Satu dasawarsa kelembagaan ketahanan pangan di Indonesia, Badan Ketahanan Pangan: 2010. Hlm. 2

(18)

sepenuhnya oleh aparatur Padi Sentra, baik dari pemberian kredit, persiapan peserta hingga pelayanan sarana produksi dan penarikan kredit. Akhirnya pemerintah mmengalami kerugian, dikarenakan kredit yang tidak kembali sepenuhnya. Selanjutnya program padi sentra diganti dengan program Demontrasi Masal yang mengambil pilot project di Kerawang, Jawa Barat. Proyek ini dimotori oleh mahasiswa Fakultas Pertanian IPB dengan bantuan kredit berupa pupuk, bibit unggul dan Cost of Living, serta mendapatkan penyuluhan mengenai penerapan Panca Usaha Tani yaitu meliputi penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengairan yang memadai, pemberantasan hama serta penyakit dan bercocok tanam yang baik.7

Periode kedua (1967-1998) mencakup beberapa program seperti Bimas (Bimbingan Massal). Langkah awal Bimas tentu tidak lepas dari Program Demas yang berlangsung pada musim penghujan antara masa tanam 1963/1964 dan 1964/1965 dianggap telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Sehingga program yang telah dikenal sebagai Program Demonstrasi Massal (Demas) dan kemudian menyesuaikan menjadi BDN (Bimas Nasional yang Disempurnakan) dan akhirnya lebih dikenal dengan Bimas (Bimbingan Massal). Selanjutnya, berbagai program intensifikasi silih berganti memperbaiki intensifikasi yang telah berjalan dengan berbagai nama kebijakan yang lain baik itu Intensifikasi Massal (INMAS), Intensifikasi Umum (INMUM) dan Intensifikasi Khusus (INSUS).8

7 Mubyarto, politik pertanian dan pembangunan pedesaan, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1983).hlm.128

8 Ahmad, Suryana. Menelisik Ketahanan Pangan, kebijakan pangan dan Swasembada Beras.

dalam pusat analisi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. (Bogor: Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(1).2008) hlm. 3. lihat juga Haryono dkk. (penyunting) Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian.(IAARD Press.2014) hlm. 411-413

(19)

Pada era pemerintahan Orde Baru, program pembangunan ditujukan terkait ketertinggalan ekonomi khususnya aspek pertanian pangan. Dalam sub- sektor pertanian pangan, pemerintah Orde Baru melaksanakan crash program pembangunan pertanian yang sering disebut dengan revolusi hijau.9 Meskipun demikian, program ini berjalan di dalam bagian program nasional yang saat itu dikemas melalui program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).10

Repelita dirancang sebagai tonggak program kerja nasional yang disusun sejak 1969 berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLI tahun 1968 yang dibentuk bersama Kabinet Pembangunan dengan tugas pokok melaksanakan Panca Krida.11 Kemudian pemerintah menyusun suatu rencana pembangunan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun I atau Repelita I dan dalam praktiknya, presiden Soeharto menggunakan biaya dari APBN sebagai sumber pembiayaan nasional.

Seiring dengan Repelita I (1969/70-1973/74) yang terus berjalan, pembangunan ini lebih menekankan pembangunan pada sektor pertanian dengan sebutan revolusi hijau, program ini sebenarnya sudah dikenalkan sejak tahun 1960-an, yaitu sejak terjadinya suatu perubahan serentak dalam budidaya tanaman pangan di dunia. Negara di Amerika Latin seperti Brazil, Meksiko kemudian beberapa negara di Asia seperti India dan Thailand mulai menerapkan teknologi baru dibidang pertanian padi. Progam ini dapat dilihat melalui perubahan secara

9Gunawan Sumodiningrat dan Moedrajat Koentjoro, Strategi Pembangunan Pertanian dan Industri, Prima No 2, LP3ES, Jakarta, 1990

10Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) di tetapkan oleh presiden Soeharto di Jakarta pada tanggal 30 desember 1968. Lihat kepres no. 319 tahun 1968 tentang Rencana pembangunan lima tahun, dan lihat No. XLI/MPRS/1968 Tahun 1968 tentang Tugas pokok kabinet pembangunan.

11Panca Krida : adalah program kerja dari kabinet Pembangunan I. Panca Krida dilaksanakan pada Repelita pertama (1969-1974) yang memberikan prioritas utama pada pembangunan sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.

(20)

bertahap dari cara bertani tradisional ke pertanian modern.12 Suatu momentum yang pada akhirnya menginspirasi pertanian di Indonesia untuk mengubah teknik pertanian yang selama ini telah berlangsung sejak lama. Melalui alasan tersebut, Progam Repelita memberakukan investasi secara berkala dengan membuat irigasi, mengembangkan penelitian dan penyuluhan, melakukan penerapan kebijakan harga produksi dan produk pertanian dan memberikan bantuan kredit.13

Kegigihan dalam Repelita I dan II dalam sektor pertanian, akhirnya menghantar Indonesia mencapai masa keemasan pada bidang pangan. Momen ini ditandai dengan Presiden Soeharto mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada tahun 1984 atas keberhasilan menjalankan program-program intensifikasi (peningkatan lahan pertanian) dan berhasil swasembada beras.

Kesempatan ini tentu bukan suatu capaian yang mudah, jerih payah dalam menggenjot sektor pertanian dilakukan serentak dan terkordinir dari hulu ke hilir, pada akhirnya telah memberikan sumbangsih pendapatan yang besar dalam periode 1968-1984, produksi beras meningkat dengan laju rata-rata 5% setiap tahunnya dan padi sawah di Indonesia merupakan padi dengan produktifitas tertinggi di Asia Tenggara dan Asia Selatan diikuti dengan hasil pertanian lainnya.14

Pemberian penghargaan pada tahun 1984 di atas, bagi Indonesia merupakan suatu hasil usaha yang sangat membanggakan dan bisa dikatakan setimpal dengan jerih upaya yang dilakukan. jika dibandingkan dengan keadaan

12 Soedijono MP Tjondronegoro, Revolusi Hijau dan Perubahan Soial di Jawa. (dalam Prisma, No.2 tahun XIX,1990).hlm. 5

13 Irawan dalam M Jafar Hafsah & Tahlim Sudaryanto, Ekonnomi Padi dan Beras Indonesia,(Jakata: Badan Litbang Pertanian, 2004) Hlm 23

14 Gunawan Sumodiningrat, Menuju Swasembada Pangan, Revolusi Hijau II: Introduksi Manajemen dalam Pertanian,(Jakarta: RBI & SHS,2001). Hlm 54,

(21)

dunia dalam kurun waktu 1970-an, FAO pernah mengumumkan bahwasannya keadaan dunia seperti sedang di ujung tanduk. Menurut FAO terdapat 426 juta orang sedang mengahadapi kelaparan yang hebat dan 30% penduduk negara- negara berkembang seperti Indonesia sedang mengalami kelaparan yang hebat.

FAO menyatakan kepada pemimpin negara-negara berkembang bahwa pertanian dunia seharusnya menghasilkan padi-padian lebih dari 230 juta Ton dan lebih banyak dari tahun 1970. Hal tersebut harus ditempuh melalui program pedesaan yang efektif untuk menambah hasil produksi dan kekuatan politik.15

Berdasarkan ketetapan Presiden, maka provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah luar Jawa yang juga terlibat dalam mensukseskan revolusi hijau dibawah program Repelita. Pengaruh Repelita di Sumatera Utara dapat dilihat dari rencana pembangunan dan perbaikan sektor pertanian. diantaranya dalam Repelita I tahun 1969-1974. Seperti daerah provinsi Sumatera Utara telah merancang berbagai rencana sesuai dengan intruksi pemeritah pusat. Maka langkah yang dilakukan dengan cara menargetkan kenaikan rencana produksi naik sebesar 25% serta menargetkan terjadi swasembada pada tahun 1971, sehingga jika tahun 1968 mampu menghasilkan 1,2 juta Ton GK16 maka hendak ditargetkan menjadi 1,5 juta Ton Gk pada tahun 1971 sehingga pada akhir Repelita 1974 dapat ditingkatkan menjadi 1,9 Ton GK. Keseriusan rencana ini juga melibatkan lembaga pembantu, seperti pusat riset pertanian dengan memanfaatkan lembaga RISPA dan perguruan tiggi yang ada di Sumatera Utara. sedangkan sektor irigasi memiliki rencana kerja mulai dari perbaikan menyeluruh dari proyek-proyek pengairan yang ada serta melakukan pembukaan proyek-proyek baru di daerah

15Waspada, kamis 4 Sepetember 1975. Hlm. V

16Ton GK adalah satuan untuk Ton Gabah Kering.

(22)

yang sesuai dengan iklim dan menyesuaikan dengan jumlah penduduk yang mampu mengolah areal-areal tersebut.17

Khusus pembangunan pertanian di Simalungun, pemerintah Sumatera Utara selalu memasukkan berbagai proyek-preyek yang berkenaan dengan pembangunan pertanian. Salah satunya adalah proyek irigasi sebagai usaha ekstensfikasi mendukung penuh proses intensifikasi pertanian padi di Simalungun. Faktor penting dari irigasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air terutama lahan persawahan, hal ini juga didukung dengan dengan keberadaan sungai Bahbolon.

Pada sekala nasional misalnya, presiden Soeharto di tahun 1986/87 melakukan rencana kegiatan perbaikan dan peningkatan kemampuan irigasi sekitar 36.517 Ha. termasuk di dalamnya kab. Simalungun yang bersanding dengan irigasi di Serayu, Semarang Barat, Warujayeng dan lain lain. Prioritas pembanguan terletak irigasi sedang dan kecil, hal ini dilakukan karena dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat dimanfaatkan dalam jangka 1 sampai 3 tahun. Kemudian selanjutnya membangun irigasi berskala besar yang secara teknik memerlukan penanganan khusus seperti di sungai Bahbolon yang bersanding dengan sungai daerah Situng, Pasaman, Padawaras, Kedu Selatan, Wonogiri, Bali dan lain-lain.18

Pada hakikatnya program pembangunan serta usaha intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian tentu tidak pernah berdiri sendiri, lembaga-lembaga serta

17Rencana Gubernur Sumatera Utara (Marah Halim) dengan keputusan DPRGR Provinsi Sumatera Utara berdasarkan surat Nomor 3/K/1969 tanggal 26 Maret 1969 tentang Rantjangan Repelita Daerah Provinsi Sumater Utara. lihat juga Anonim, Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1969/1970-193/1974, (Daerah Propinsi Sumatera Utara:1969) hlm.13-14

18 Departemen Penerangan Republik Indonesia, proyek-proyek Pembangunan Nasional. Hlm.

54

(23)

badan seperti Bulog yang memiliki peran sebagai pemegang tata niaga beras yang bertugas membeli beras agar harga panen raya tidak jatuh. Begitu pula tahun 1972 yang berlajut dengan pembentukan BUUD (Badan Usaha Unit Desa) dan Koperasi Unit Desa (KUD).19

Perhatian pemerintah pusat terhadap kabupaten Simalungun dalam bidang pertanian pangan bukanlah suatu upaya mengintroduksi pertanian, tetapi lebih kepada melanjutkan melalui sistem intensifikasi atau ektensifikasi beberapa peninggalan pertanian yang telah ada pada masa sebelumnya.

Berawal dari adanya jenis pertanian padi sawah sejak masa kolonial Belanda, Simalungun berhasil mengolah alam dengan sedemikian rupa untuk ditanamai jenis pertanian sawah. Sebelumnya, sampai akhir abad ke-19, secara keseluruhan pola pertanian orang batak Simalungun dikenal dengan cara bercocok tanam dengan pola berladang (marjuma). Tanaman pangan ini biasanya berupa padi sebagai makanan pokok atau bisa juga jagung dan umbi-umbian, Karakteristik ini muncul pada saat wilayah Simalungun belum sepadat sekarang ini.20

Pola pertanian berladang (Marjuma) yang dimaksud biasanya menggunakan sistem berpindah-pindah atau mencari lahan baru jika sudah mulai tidak subur. Pada bidang pertanian masa lalu juga memerlukan tenaga manusia yang banyak, untuk itu diperlukan sistem kerja gotong royong terutama pada waktu menanam hingga memanen. Akan tetapi, dalam hal menanam ubi, jagung, cabai, sirih dan tembakau tidak memerlukan sistem gotong. Selain bercocok

19 Gunawan Sumodiningrat, Menuju Swasembada Pangan, Revolusi Hijau II: Introduksi Manajemen dalam Pertanian,(Jakarta: RBI & SHS,2001). Hlm 21-22

20Bagi kawasan Asia Tenggara, Taraf kepadatan penduduk suatu daerah yang memungkinkan bercocok tanam di ladang yaitu sekitar 50 individu tiap kilometer persegi. Lihat Koencaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. (Jakarta: Jambatan,1981). Hlm. 46

(24)

tanam di ladang, diantara penduduk Batak Simalungun ada juga yang sebagian kecil mengolah persawahan secara tradisional.21

Masyarakat tradisional Simalungun lebih mengedepankan pola pertanian subsistensi (memenuhi kebutuhan untuk satu keluarga) atau hanya untuk lingkup pemerintahan kecil. Namun terjadi perubahan ketika memasuki masa pemerintahan kolonial Belanda, perubahan besar-besaran di Simalungun berkaitan dengan perubahan pola pertanian yang awalnya perladangan (slash and burn agriculture) menuju pertanian persawahan (wet-rice culture).

Perubahan pertanian dari perladangan menjadi persawahan tentu membawa perubahan besar pada kultur sosial budaya di Simalungun. Orang Simalungun tidak terbiasa dengan persawahan. Sehingga pada masa ini terjadi migrasi dari orang-orang Tapanuli (Batak Toba) yang dipelopori oleh pemerintah kolonial. Sudah barang tentu perubahan-perubahan yang terjadi memberikan beberapa masalah sosial antara imigran dari Tapanuli dan Orang Simalungun. Hal tersebut diperkeruh dengan masuknya orang-orang Jawa, Cina, Eropa dan bangsa lainya seiring dengan pembukaan perkebunan oleh pemerintah kolonial.22

Jika diteliti lebih dalam, orang Simalungun seakan menjadi terpinggirkan dengan sistem pembaharuan pertanian yang berlangsung di kabupaten Simalungun, baik pada saat kolonialisme maupun pada masa Orde Baru. Pada isu lain, terjadi pula perbedaan antara Simalungun Atas dan Simalungun bawah saat mengkaji berbagai aspek yang berkaitan dengan masyarakat dan wilayah.

Sebenarnya dasar pemikiran isu tersebut selalu identik dengan wilayah geografis dan penuh dengan syarat sosial. Isu tersebut menganggap bahwa wilayah orang

21Hisarma Saragih,. Zending di tanah batak:: Studi tentang konversi di kalangan masyarakat Simalungun 1903-1942.(Yogyakarta:Penerbit Ombak.2019). hlm. 40-41

22Hisarma Saragih, Op.cit hlm 40-60

(25)

Simalungun atas merupakan wilayah orang Simalungun asli dengan mengadopsi pertanian ladang atau Holtikultura, sedangkan Simalungun Bawah merupakan pola pemukiman yang mayoritas dihuni oleh orang-orang pendatang yang identik dengan pertanian sawah atau perkebunan.

Melalui pandangan di atas, penulis menafsirkan bahwa program pembangunan yang terjadi di Indonesia khususnya di Simalungun antara masa kolonialisme dan Orde Baru memiliki kedekatan yang hampir sama, terutama dalam konsep pembangunan yang berkaitan dengan pendidikan, perpindahan penduduk dan masalah pertanian.23 Konsep tersebut merupakan sebuah pola yang tak jauh berbeda dengan masa politik etis. Sebagaimana persebaran Batak Toba dari Tapanuli, atau buruh perkebunan dari Jawa, akhirnya berhasil menguasai areal persawahan dan perkebunan di Simalungun Bawah.

Sub-sektor perkebunan juga mengisi sejarah perjalanan pertanian di Simalungun. Setelah pemerintah kolonial hengkang dan meninggalkan sejumlah aset perkebunannya, pola perkebunan seluruhnya diambil alih oleh negara melalui cara nasionalisasi. Namun gaya baru perkebunan akhirnya muncul pada masa Orde Baru kurun waktu 1980-an. Pemerintah melalui menteri pertanian melakukan penanaman sawit di areal pertanian masyarakat melalui teknis permodalan, penanaman, perawatan dan hasil panen yang dikelola langsung oleh perusahaan perkebunan. Ada yang berbentuk Inti (perkebunan) kemudian ada yang berbentuk plasma (masyarakat). Pihak perusahaan berkewajiban untuk

23 Memakai istilah B.R.O.G. Anderson bahwa orde baru dengan kolonialisme memiliki pedekatan tentang sebuah negara baru namun dengan suatu perasaan kebangsaan dalam masyarakat luas (kepentingan partisipatoris), kemudian kembali ke dalam suatu lembaga negara lama. Edukasi, Emigrasi dan Irigasi merupakan konsep yang dipakai oleh Kolonial Belanda dan kemudian dikembangkan kembali oleh orde baru melalui program Repelita. lihat B.R.O.G.

Anderson. Old State New Society: Indonesia’s New Order in Comparative Historical Perspective,”

(terjemahan) dalam Journal of Asian Studies, Vol. XLIII, no. 3, Mei 1983, hal. 477-496.

(26)

membeli semua hasil panen petani plasma dan membina petani. Sedangkan peran KUD memberikan berbagai layanan sarana dan prasarana produksi, pelayanan kebutuhan hidup bagi petani. Selanjtnya, program perkebunan di lahan pertanian rakyat ini disebut dengan Perkebunan Inti Rakyat (PIR-Bun).24

Masyarakat petani di Simalungun bawah yang kebanyakan sebagai plasma PIR-Bun kebanyakan terdiri dari petani-petani musiman. Sebagian diantara mereka menggarap lahan pertaniannya di ladang dengan menyewa tanah dari seorang pemilik lahan, terkadang menjadi petani persawahan saat musim hujan.

Hewan-hewan yang digunakan untuk membajak juga dimanfaatkan oleh para petani musiman ini. Disamping mereka menjadi buruh kebun PIR-Bun diplasmanya sendiri.25

Menurut hemat penulis, terdapat beberapa masalah sosial dan politik yang mewarnai pertanian di Simalungun. Di antaranya, Sosial budaya yang mulai tergerus dengan program pembangunan pertanian kian berasa dan perlahan terjadi pengahapusan sistem gotong royong atau yang dikenal dengan Marharoaan Bolon oleh masyarakat Simalungun asli. Dari segi politik, melalui dampak pembangunan pertanian di Simalungun sebagian petani akhirnya juga mulai beralih pada suatu sistem pertanian gaya baru dan mengedepankan modernisasi dan sebagain di akhir masa Orde Baru terdapat uapaya meninggalkan pertanian. Eksistensi pertanian mengalami dinamika kelas pertanian yang kian terasa baik pada masa pratanam

24Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) merupakan suatu perusahaan yang terdiri atas perkebunan milik perusahaan yang berperan sebagai kebun inti dan membangun perkebunan milik petani sebagai kebun plasma. PIR tsendiri erdiri dari PIR Berbantuan dan PIR Swadana. PIR Berbantuan adalah PIR yang berasal dari luar negeri dan sebagian dana dalam negeri. Sedangkan PIR Swadana merupakan PIR yang dananya bersumber dari dalam negeri. lihat Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:310/Kpts/Org/4/1981 tentang Pembentukan PIR Swadana.

25Wawancara dengan ibu Supina,Kamis, 6 Agustus 2020 di Bandar Masilam.

(27)

hingga pasca tanam. Seihingga memperlihatkan munculnya pelaku-pelaku dagang yang mengikuti arus pembangunan pertanian di Simalungun

Pemerintahan Orde Baru lewat program Repelita sejatinya telah menempatkan pembangunan sektor pertanian sebagai upaya mewujudkan swasembada pangan. Namun di sisi lain, upaya tersebut memperlihatkan pembangunan pertanian seperti “terpinggirkan” oleh pembangunan sektor-sektor lainnya.26 Rasa puas yang mungkin sedikit berlebihan pasca ditetapkan sebagai negara yang berhasil swasembada oleh FAO tidak diiringi dengan keseriuan yang berkelanjutan.

Meskipun demikian, atas kondisi inilah muncul sigma dari banyak pihak untuk memikirkan kembali pola pembangunan pertanian yang tidak hanya menguntungkan satu oknum dalam pertanian, kemudian diharapkan mampu membangun hubungan yang saling bersinergi antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pembangunan pertanian. Berangkat dari hal tersebut, tulisan singkat ini diarahkan untuk menjembatani penulisan sejarah “Pembangunan Pertanian di Simalungun pada masa Orde Baru”.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, diajukan pokok-pokok pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi politik pembangunan pertanian masa Orde Baru di kabupaten Simalungun pada tahun 1968 s.d 1998

2. Mengapa pembangunan pertanian di Simalungun dianggap gagal?

26Mahmuddin , Paradigma Pembangunan Pertanian: Pertanian Berkelanjutan Berbasis Petani Dalam Perspektif Sosiologis, Jurnal Sosiologi Universitas Syiah Kuala, Vol. 3, No.3, Juni 2013.

(28)

1.2. Fokus Penelitian 1.2.1. Lingkup Spasial

Ruang lingkup spasial pada tulisan ini mencakup wilayah kabupaten Simalungun dalam unit pemerintahan Masa Orde Baru, alasan dipilihnya lingkup spasial ini yaitu: Pertama, posisi kabupaten Simalungun berada pada dua lokasi yang berbeda, yaitu sebagian wilayahnya berada di dataran tinggi (Simalungun Atas) dan sebagian lagi berada dataran rendah (Simalungun Bawah) serta memiliki pola yang berbeda setiap daerahnya. Kedua, letak kabupaten Simalungun yang terletak diantara dua daerah (dataran tinggi dan dataran rendah) memiliki kehidupan sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda-beda dalam menjalankan pertanian. Ketiga, wilayah Kabupaten Simalungun sebagai wilayah penghasil padi nomor dua di Sumatera Utara pada masa Orde Baru dan telah berlangsung sejak turun temunur nenek moyang orang Simalungun. Keempat, tipologi alam sangat cocok untuk lahan pertanian. Kemudian bentuk bentang alam yang dialiri sungai-sungai sehingga sangat dominan dalam menerapkan rencana pembangunan pertanian masa Orde Baru.

1.2.2. Lingkup Temporal

Ruang lingkup temporal mencakup periode 1968 sampai 1998. Tahun 1968 adalah masa awal dan peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru yang menandakan dimulainya masa Orde Baru. Presiden Soeharto dilantik sebagai presiden pada tanggal 27 Maret 1968 berdasarkan Tap MPRS No. XVIV/MPRS/1968.

Meskipun pada tahun 1966 Soeharto telah mendapat mandat dari MPR melalui Supersemar pasca pembacaan nawaksara presiden Soekrano, namun penulis beranggapan bahwa perhitungan tahun awal yang sesuai dengan konstitusi negara

(29)

adalah pada tahun 1968. Sedangkan pada tahun 1998 bukan hanya sebagai masa berakhirnya pemerintahan Orde Baru secara institusi. namun juga berterkaitan dengan berakhirnya masa pembangunan pertanian di Simalungun. Hal ini dapat dilihat dengan mulai meredupnya pembangunan-pembangunan dalam bidang pertanian sejak 1990-an. Kemudian penurunan hasil-hasil pertanian yang terjadi setelah tahun 1990-an menandakan adanya gejolak dalam pertanian yang bertolak belakang dengan program pembangunan, salah satunya dengan banyaknya irigasi dan konversi lahan pertanian pangan ke lahan pertanian tanaman keras. Dengan bergantinya kepemimpinan Soeharto pada tahun 1998, maka program pendukung Repelita secara otomatis juga berhenti yang ditandai dengan digantinya kabinet Pembangunan sebagai pelaksana program kerja.

1.2.3. Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu sejarah dengan pokok kajian sejarah ekonomi dan sosial dengan konsentrasi sejarah pertanian padi di kabupaten Simalungun pada masa Orde Baru. Eksistensi Orde Baru dianggap menghasilkan sebuah dinamika pertanian padi yang baru serta membawa perubahan besar dalam sub-sektor pertanian pangan. Meskipun dasar inti ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Namun dalam konteksnya ilmu pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu atau juga merupakan bagian tentang sebuah proses sejarah. Selain itu, adanya Usaha tani (farming) merupakan bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam suatu budidaya tertentu. Berdasarkan pemikiran tersebut maka pertanian padi yang akan coba dikaji secara mendalam oleh penulis. Hal demikian dilakukan guna mengetahui sebuah proses kegiatan pada masyarakat Simalungun

(30)

dalam menjalani kehidupan sebagi petani padi. Serta berbagai perubahan yang terjadi dalamnya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk menguraikan dan menganalisis strategi politik pembangunan pertanian masa Orde Baru di kabupaten Simalungun pada tahun 1968 s.d 1998.

2. Untuk mengetahui penyebab kegagalan pembangunan pertanian di Simalungun.

2.1. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam bidang Ilmu Sejarah untuk menambah referensi dan khasanah kajian tentang sejarah pertanian dan ekonomi di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara;

2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan baru tentang program-program atau kebijakan di bidang pertanian yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya masa pemerintahan Orde Baru;

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, refleksi dan masukan terhadap pemerintah dalam merefleksikan pembangunan pertanian;

4. Merupakan studi awal yang diharapkan dapat menggugah minat sejarawan maupun penulis lainnya untuk melakukan penelitian tentang sejarah pertanian di Kabupaten Simalungun.

(31)

2.2. Teori dan Kerangka Konseptual

Dalam melakukan suatu penelitian, langkah yang harus dimulai adalah dengan munculnya permasalahan penting, menarik dan perlu adanya pemecahan masalah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya data yang akurat untuk menemukan jalan keluar sehingga peneltitan lebih akurat, efektif dan efisien. Untuk menjembatani antara masalah dalam suatu penelitian dengan data yang akan diperoleh, maka untuk melihat fakta yang sebenarnya perlu dilakukan pendekatan suatu kajian teori. Oleh karena itu teori mempunyai kedudukan penting dalam penelitian, yaitu sebagai landasan berfikir. Sedangkan untuk menjelaskan makna suatu kata dalam teori-teori yang dipakai perlu adanya kerangka konsep yang lengkap agar dapat menjelaskan hubungan diantara variabel-variabel yang diteliti.27

Pada kajian ini, penulis coba menggunakan pendekatan teori politik pembangunan yang dikemukakan oleh Warjio28. Politik pembangunan diperlukan untuk menjelaskan bagaimana cara (politik) atau strategi/aliran tertentu yang digunakan dalam konteks pembangunan demi mencapai sasarannya. Pada dasarnya pembangunan merupakan suatu hasil dari proses politik yang dilakukan berbagai aktor-aktor di dalamnya, sebagai contoh pada tubuh pemerintahan terdapat berbagai perangkat-perangkat lain seperti lembaga, partai politik atau juga kelompok masyarakat. Berbagai aktor dalam politik pembangunan bukan saja berasal dari dalam negara itu sendiri, melainkan juga berasal dari luar negara.

27 Tjetjep Samsuri. Kajian Teori, Kerangka Konsep dan Hipotesis dalam penelitian. Makalah disampaikan pada Semiloka Penyusunan Program PLSP Pamong Belajar dan Staf Administrasi Balai Pengembangan Kelompok Belajar Sumater Barat, Tgl. 26 Mei-23 Juni 2003. Hlm. 1

28 Warjio. Politik Pembangunan: Paradoks, Teori, Aktor, dan Ideologi. Jakarta: Kencana, 2016.

Hlm. 140

(32)

Artinya terdapat kepentingan internasional yang ternyata memainkan peranan penting dalam politik pembangunan.

Sesuai dengan pembahasan di atas, maka dalam mengurai pembangunan politik terdapat beberapa variabel yang sangat menentukan, yaitu tentang bagaimana cara politik pembangunan dijalankan atau dilakukan. Kemudian keberadaan variabel politik pembangunan juga ini saling mempengaruhi, Warjio menyimpulkan bahwa dalam politik pembangunan terdapat variabel pendukung, diantaranya:

1. Adanya aktor aktor dalam pembangunan;

2. Adanya kekuasaan;

3. Adanya sistem;

4. Adanya ideologi;

5. Intervensi negara.29

Sebelum menjelaskan lebih dalam mengenai teori politik pembangunan, maka akan diurai terlebih dahulu berbagai konsep yang bersinggungan dengan pembangunan pertanian dan korelasinya dengan kebijakan politik. Konsep ini digunakan sebagai upaya mempermudah dalam memaknai pembangunan pertanian di Simalungun pada masa Orde Baru.

2.2.1. Pembangunan Pertanian

Ditinjau dari segi bahasa konsep pembangunan merupakan hasil terjemahan dari bahasa Inggris “development”. Kata pembangunan sendiri menurut Arief Budiman merupakan sebuah usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Begitu pula dengan Mansour Faqih menjelaskan

29 Ibid. hlm. 140-141.

(33)

bahwa pembangunan banyak dipahami sebagai kata benda netral yang yang digunakan untuk menjelaskan suatu proses dan suatu usaha untuk meningkatkan aspek ekonomi, politik, budaya, insfrastruktur masyarakat dan sebagainya.

Dengan kata lain pembangunan selalu sejajar dengan perubahan sosial.30

Sedangkan konsep pertanian secara umum mengartikan pertanian sebagai suatu kegiatan manusia dengan cara membuka lahan dan kemudian menanami dengan berbagai jenis tanaman, termasuk tanaman musiman maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non-pangan, kemudian proses ini digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan. Tujuan dan makna yang sederhana ini dasarnya tidak memiliki tujuan dan alasan yang jelas terutama dalam membuka lahan yang dilakukan oleh manusia diatas.

Guna memperjelas asumsi diatas, maka konsep pertanian berdasarkan sumber kehidupan dan lapangan kerja dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) Dalam kehidupan sehari-hari atau arti sempit mempunyai makna sebagai kegiatan bercocok tanam. (2) Dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut segala proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang berasal dari tumbuhan ataupun hewan yang disertai dengan usaha memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan pertimbangan aspek ekonomi.31

peran manusia sebagai petani mememiliki peran penting sebagai subjek yang menentukan kelanjutan objeknya. Besar, kecil dan bagusnya hasil produksi yang akan dicapai tentu kembali lagi kepada tujuan petani dalam menentukan arah kebijakan dalam pertaniannya. Jika suatu pertanian diharapkan memliki jangkauan dalam arti luas tentu petani harus mempersiapkan segala konsekuensi yang

30 Ibid. hlm. 91.

31 Ken Suratiyah, Ilmu Usaha Tani, (Depok: Penebar Swadaya,2006). hal 8

(34)

dibutuhkan. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak diletakkan sebagai dasar tujuan sempit maka petani tidak perlu mempersiapkan segala sesuatu yang besar pula.

Berdasarkan penarikan konsep diatas maka dapat dikatakan bahwa pembangunan pertanian adalah suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan oleh berbagai aktor, baik para petani, masyarakat, pemerintah dan negara guna menaikkan taraf kesejahteraan petani dan mengkatkan hasil produksi pertanian.

2.2.2. Pertanian, Petani dan Usaha Tani

Memahami tentang pertanian tentu akan mengurai aktor utama di dalamnya yaitu petani. Sehingga untuk konsep dan pemaknaan petani akan menjabarkan seluas mungkin tentang pertanian itu sendiri. Berdasarkan ciri dan hakikatnya petani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu antara farmer dan peasant. Petani dalam pengertian Farmer adalah petani yang secara memadai memiliki penguasaan terhadap faktor produksi, baik dalam memiliki tanah pertanian yang relatif luas, mampu mengakumulasi surplus dalam bidang pertanian. memiliki modal usaha yang besar dan memiliki jaringan sosial yang kuat. Farmer juga digolongan sebagai kelompok petani lapisan kelas atas dan mengadopsi kelas dominan dalam struktur negara, sehingga kebudayaan farmer ini disebut juga dengan Great Tradition.32

Kemudian petani dalam pengertian peasant dapat diartikan sebagai petani yang menguasai sedikit sumber daya alam. Golongan ini sering disebut petani gurem, termasuk buruh tani yang tidak memiliki tanah dan kebanyakan menggantungkan hidup pada kerja bagi hasil. Peasant memiliki pandangan dan

32 Redfield dan Singer dalam Oetami Dewi, Resistensi Petani: Suatu Tinjauan. (Sosio Informa: Vol. 12, No. 02, tahun 2007). Hal 1

(35)

gaya hidup yang berbeda dengan farmer. Faktor ini disebabkan bahwa peasant hanya mampu mengembangkan budaya kecil dalam bertani.33

Menurut Teodor Shanin34 terdapat empat perbedaan tradisi dalam mengurai konseptual tentang keberadaan kaum tani (peasantry), yaitu meliputi;

1. Seluruh jenis struktur sosial yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial pada jaman ini yaitu teori kelas Marxist,

2. Tipologi ilmu ekonomi khusus, 3. Tradisi etnografi budaya,

4. Tradisi Durkheimian yang dikembangkan oleh Kroeber dan sejawatnya dalam teori perubahan sosialnya ke sosiologi fungsional.

Berdasarkan kajian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa petani hakikatnya dapat dilihat dari segi struktur ekonomi. Pondasi ekonomi yang kuat menentukan kelas petani yang berbeda. Proses ini yang akan coba dianalisis bagi perubahan pertanian yang terjadi di Simalungun. Tentang bagaimana klasifikasi bentuk petani (Peasant atau Farmer) yang ada di Simalungun. Pandangan yang dihasilkan dari konsep diatas membuat pengertian bahwa sekalipun petani telah menggunakan alat-alat yang modern namun dalam sekala permodalan kecil dan hanya untuk kepentingan hidup sendiri (subsisten) maka sebenarnya hanya termasuk dalam klasifikasi Peasant.

Untuk mendalami asumsi yang ada tentang klasifikasi bentuk pertanian dan petani yang ada di Simalungun, maka perlu juga memahami tentang bentuk usaha pertanian yang dijalankan. Usaha tani selalu berkaitan dengan kajian disiplin ilmu

33Ibid.

34 Teodor Shanin, 1971, Peasant and Peasant Societies. (Middlesex: Penguin Books.1971). Hal 13-14

(36)

yang mempelajari tentang pertanian secara mendalam, kajian ini disebut dengan ilmu usaha tani.

Menurut Vink, ilmu usaha tani merupakan ilmu yang mempelajari tentang norma-norma yang digunakan untuk mengatur usaha tani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, Daniel juga mengartikan ilmu usaha tani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoprasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan cabang usaha tani. Sedangkan menurut Prawirokusumo memaknai ilmu usaha tani sebagai suatu ilmu terapan yang mempelajari tentang bagaimana membuat dan menggunakan sumber daya secara efesien dalam suatu usaha pertanian, peternakan atau perikanan.35

Melihat ciri usaha tani di Indonesia, maka usaha tani masih dikategorikan sebagai usaha tani kecil.36 Faktor ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

1. Berusaha tani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat;

2. Memiliki sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah;

3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten;

4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya.37

35 Ken Suratiyah, Op.Cit. hal 8-9

36 Petani kecil didefenisikan sebagai petani yang pendapatannya rendah (240 Kg Beras Perkapita Pertahun), dapat dikatakan pula sebagai petani yang memiliki lahan sempit (≤ 0,25-0,5 Ha untuk sawah), termasuk juga petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan terbatas serta petani yang pengetahuannya terbatas dan kurang dinamis. lihat Soekartawi (1986) dalam Agustina Shinta, Ilmu Usaha Tani.(Malang:Universitas Brawijaya Press,2011), hal 2

37Ibid

(37)

Pola pertanian di atas menggambarkan bahwa wilayah Indonesia memiliki berbagai permasalahan mendalam terutama dalam aspek pendukung pertanian serta segala sesuatu yang berkenaan dengan tumbuh dan kembangnya usaha tani di Indonesia, Sehingga terlihat perbedaan yang mencolok antara karakter petani di Indonesia dengan negara-negara lain.

Tolak ukur untuk dalam pertumbuhan dan perkembangan usaha tani di Indonesia dapat di pandang dari berbagai aspek, diantaranya: Pertama, berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan atas dasar pengelolaan yang memiliki tujuan dan prinsip sosial ekonomi biasanya. kedua, tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan (secara sederhana dan membajak), sedangkan ketiga, pertumbuhan usaha tani berdasarkan kekuasaan bada-badan masyarakat atas pengelolaan usaha tani. Keempat tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani berdasarkan kedudukan sosial ekonomis petani sebagai pengusaha38

Aspek pertama dan kedua merupakan aspek umum dalam mengkategorikan usaha tani yang dasarnya mengikuti pola zaman. Sedangkan aspek ketiga dan keempat merupakan aspek yang penting dan rumit terutama bagi usaha tani di Indonesia. Pada aspek ini terjadi penguasaan akan usaha tani terjadi dimasyarakat, baik penguasaan secara kecil maupun besar penggolongan ini dapat dibagi sebagai berikut:

a. Suku sebagai pengusaha atau yang berkuasa dalam mengelolah usaha tani;

b. Suku sudah banyak kehilangan kekuasaan dan perseorangan mulai tampak dan memegang peranan usaha taninya;

38Ibid, hal 3-4

(38)

c. Desa, marga atau nagari sebagai pengusaha usaha tani;

d. Famili sebagai pengelola pengusaha masih memiliki pengaruh dalam pengelolaan usaha tani;

e. Perseorangan sebagai pengusaha tani;

f. Persekutuan adat sebagai pengusaha atau sebagai pembinan usaha tani.39 Berdasarkan kesimpulan diatas sesungguhnya usaha tani akan terbentuk berdasarkan peran struktural petani dalam usaha tani serta kedudukan sosial ekonomi petani dalam masyarakat. Pertanian Indonesia lebih condong ke arah tradisional, perlahan ada upaya modrenisasi dalam bidang pertanian yang erat akan pertanian yang berbasis atau usaha tani yang bersifat pembaharuan.

Pertanian di Indonesia diharapkan mampu bertanformasi dari awalnya bentuk petani peasant berubah menjadi Farmer. Perubahan tersebut tertuang dalam pembangunan pertanian secara nasional yang erat kaitannya pula dengan agribisnis. Sekema berikut menggambarkan pola keterkaitan usaha tani dengan agribisnis atau pertanian dalam sekala besar.

Dari berbagai konsep yang telah diuraikan diatas, baik terkait pembangunan pertanian maupun pengertian petani hingga usaha tani secara keseluruhan aspeknya memiliki tujuan yang satu yaitu untuk menaikkan taraf perekonomian. Pertanian juga merupakan salah satu upaya untuk menjabarkan kebijakan politik pembangunan di tingkat daerah, permainan politik ini akan berdampak langsung pada daerah-daerah yang diterapkan. Sehingga diperlukan

39Ibid.

(39)

suatu kawasan andalan (berpotensi) yang memiliki orientasi untuk mengembangkan potensi daerah40.

Pembangunan pertanian dengan kemampuan sederhana selalu memliki syarat pokok dan syarat pelancar. Tujuannya tentu sebagai usaha berjalannya politik pembangunan pertanian yang akan dicapai. untuk menjadi suatu pertanian yang sederhana, maka hal yang dibutuhkan menurut Mosher yaitu,

1. Ketersediaan pasar hasil;

2. Perubahan teknologi;

3. Faktor produksi;

4. Sistem insentif;

5. Transportasi.41

Selanjutnya Mosher menambahkan syarat pelancar pembangunan pertanian yaitu,

1. Faktor pendidikan;

2. Kredit produksi;

3. Kelembagaan petani;

4. Rehabilitasi lahan;

5. Perencanaan pembangunan.42

Beberapa negara berkembang seperti Indonesia, jika dianalisis juga mengikuti langkah kebijakan yang disarankan oleh Mosher. Ini merupakan suatu praktik langsung dari politik pembangunan yang berlaku di Indonesia. 16 tahun pertama masa administrasi Presiden Soeharto, basis utama sektor pertanian

40Mudrajat Kuncoro, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan, Akademi Peremajaan Perusahaan, (YKPN, Yogyakarta 2002). hlm. 28.

41A.T. Mosher. Getting agriculture moving. Essentials for development and modernization.

New York, Published for the Agricultural Development Council by Praeger. 1966. Hlm. 5

42 Ibid, hlm. 100-111.

(40)

melalui strategi pembangunan dan berperan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Banyak investasi besar-besaran dalam berbagai sarana pendukung diantaranya, sektor infrastruktur, sarana dan prasarana dasar seperti jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi dan lain-lain.

Menurut pelbagai literatur mengenai pembangunan pertanian, dikatakan bahwa pembangunan pertanian mengandung tiga aspek didalamnya diantaranya aspek mikro, makro dan aspek global. Pertama, aspek mikro dalam pembangunan pertanian diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat tani yang diperoleh dari kegiatan usaha tani. Kedua, aspek makro, diharapkan mampu menyediakan pangan bagi masyarakat dan memenuhi input bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Ketiga, aspek global dalam pembangunan pertanian diharapkan dapat menghasilkan devisa negara dengan menjaga kestabilan pangan dan kebutuhan produk pertanian lain di dalam negeri tanpa harus mengurangi kesejahteraan riil masyarakat tani.43

Pendekatan terbaru dalam pembangunan seharusnya berdasarkan pada kenyataan bahawa petani telah mengalami proses dinamisasi dan modernisasi, sehingga petani telah berfikir rasional, sudah mengenal teknologi pertanian bernilai tinggi. Berdasarkan pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pertanian adalah aktivitas memanfaatkan sumber daya alam baik hayati maupun hewani yang bisa menghasilkan sesuatu dan dapat di pergunakan untuk memenuhi semua kebutuhan kehidupan manusia. Sedangkan pembangunan pertanian adalah suatu usaha untuk memaksimalkan hasil pertanian dengan segala aspek pendukung lainnya.

43Vernon W. Ruttan, dan Yujiro Hayami, dalam Gunawan Sumodiningrat, opc.cit hlm 32-33

(41)

Namun yang terpenting bagi penulis, konsepsi pembangunan yang bijak adalah pembangunan yang memihak kepada rakyat. Belakangan, banyak tanggapan yang muncul tentang konsep pembangunan yang berbasis rakyat, terutama bagi pembangunan pertanian. Pandangan yang muncul selalu memperlihatkan pembangunan yang terjadi dinegera berkembang cenderung memberikan rekomendasi pembangunan yang berorientasi pada prakasa, permasalahan dan kebutuhan masyarakat sendiri. Berbeda dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah bahwa kebanyakan pembangun yang selalu berorientasi kapada mementingkan peningkatan produksi.44

Perbedaan diantara keduanya menyimpulkan bahwa pembangunan yang memihak rakyat selalu dengan teguh mengupayakan agar sistem produksi tunduk pada kebutuhan rakyat, sedangkan pembangunan yang mementingkan hasil produksi terus menerus menundukkan kebutuhan rakyat dibawah kebutuhan produksi.

Pembangunan daerah yang selalu berkaitan erat dengan pembangunan masyarakat setidaknya mengarah kepada prinsip community based development45 yaitu suatu prinsip yang mengadopsi pembangunan masyarakat haruslah mengarah pada proses perubahan yang disengaja dan terarah, bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, memiliki keutamaan pendayaaan potensi dan sumber daya setempat (faktor fisik atau alam, manusia dan sosial), kemudian mengutamakan kreativitas dan inisiatif dan selalu mengedepankan partisipasi masyarakat.

44David Corten dalam Nani Soedarsono, Pembangunan Berbasis Rakyat (Kommunity Based Development). (Jakarta: Melati Bhakti Pertiwi, 2000), hlm 29.

45 Nani Soedarsono, Op.Cit, hal. 31-32

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan pemerintah Orde Baru di dalam negeri pada awal peme- rintahan didasarkan pada usaha perbaikan ekonomi yang dilakukan dengan pembangunan nasional.. Tindakan pemerintah Orde

Maya Triana : Prospek Pembangunan Nasional Pasca Pemerintahan Orde Baru (Suatu Tinjauan), 2000... Maya Triana : Prospek Pembangunan Nasional Pasca Pemerintahan Orde Baru

menyebabkan jat uhnya

Kebijakan Asimilasi Etnis Tionghoa Pada Masa Orde Baru Tahun 1966-1998 ; Silsilatil Faidho, 060210302114; 2011:114 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah; Jurusan Pendidikan

negeri yang mengganggu perek)n)mian menyebabkan re>im Orde Baru runtuh( menyebabkan re>im Orde Baru runtuh(.. Kebi-akan Pembangunan Orde Baru. Kebi-akan Pembangunan Orde

Skripsi ini berjudul “Muhammadiyah Masa Orde Baru: Sikap Politik Muhammadiyah terhadap Kebijakan Pemerintah Orde Baru tahun 1968-1989” permasalahan yang akan

Pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Indonesia. Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar

Relevansi Pembredelan Pers pada masa Pemerintahan Orde Baru bagi Pembelajaran Mata Kuliah Sejarah Indonesia Mutakhir Pembredelan yang terjadi pada masa pemerintahan Orde