• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Politik Pembangunan Pertanian pada Masa Orde Baru

berkaitan dengan berbagai program pembangunan di Kabupaten Simalungun pada masa Orde Baru. Pokok pemikiran yang paling mendasar adalah politik pembangunan dengan dasar motif kekuasaan. Dalam konteks ini motif kekuasaan dalam politik pembangunan sebagai dorongan actor-aktor pembangunan untuk mengendalikan orang atau kelompok lainnya dalam program atau rancangan pembangunan untuk mengendalikan. Presiden Soeharto yang dikenal dengan bapak pembangunan dinyatakan berhasil menerapkan politik pembangunan di Indonesia. Dan membangun fondasi pembangunan yang dikenal dengan

“akselerasi pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan konsep dasar Trilogi Pembangunan, Yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan.97

Pemikiran yang sepenuhnya menjadi keinginan untuk membangun negeri merupakan suatu cita-cita bangsa pasca kemerdekaan hingga terbentuknya pemerintahan saat ini, Perjalanan sejarah bangsa Indonesia pasca kemerdekaan merupakan suatu prestasi perjuangan yang sangat membanggakan. Namun rakyat juga tidak mungkin terus terlena dengan menikmati uforia warisan para leluhurnya dimasa silam.

97 Warjio, Op.Cit.hlm. 144-145

Upaya dan keinginan akhirnya lahir dengan cita-cita pembangunan nasional, sehingga masa Orde Baru pemerintah selalu berupaya menetapkan kebijakan pembangunan nasional. Terkhusus kepada pemerintah Orde Baru, presiden Soeharto dianggap telah berhasil melakukan stabilisasi dalam negeri baik dalam bidang politik, keamanan, sosial budaya serta melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.98

dengan adanya kekuasaan tentu menjadi syarat penting dalam pembangunan. Kekuasaan adalah apa yang dimiliki oleh actor pembangunan untuk merealisasikan tujuan dari pembangunan itu baik dalam bentuk hard power maupun soft power.99 Realisasinya yaitu diperkuatnya rencana program pembangunan yang terkordinir dari pusat hingga ke daerah, secara nasional, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XLI/MPRS/1968 dibentuklah Kabinet Pembangunan dengan tugas pokok melaksanakan Panca Krida. Untuk melaksanakan krida ke-2 dari Panca Krida Kabinet Pembangunan, terutama dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun, maka pemerintah mulai menyusun suatu rencana pembangunan yang tertuang dalam Keputusan Presiden No. 319 tahun 1968 dan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I).100

Sebagai realisasi dari Rencana tersebut, maka disusun Rencana Pembangunan Lima Tahun melalui BAPPENAS yang kemudian dituangkan

98 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Sejarah Tentang Pengaruh Pelita di Daerah Terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan Daerah Sumatra Utara. (Jakarta: 1983), hlm. 1

99 Warjio, Op.cit. halm 141

100 Dalam ketetapan MPRS tugas kabinet pembangunan adalah: 1. Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya pelaksanaan pembangunan Lima Tahun dan pemilihan umum. 2. Menyusun dan melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Pertama. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Ibid dan lihat juga Keputusan Presiden No. 319 tahun 1968

dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor: 319 tahun 1968. Isi pokok dari Keputusan Presiden itu adalah:

Pasal 1.Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969-1973 sebagaimana termuat dalam buku I, II dan III Lampiran Keputusan Presiden merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dalam melaksanakan Pembangunan Lima Tahun.

Pasal 2. Kebijaksanaan pelaksanaan Repelita akan dituangkan dalam Rencana Tahunan yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijaksanaan lainnya.

Pasal 3. Penuangan dalam rencana Tahunan sebagai mana terdapat dalam keputusan Presiden ini dilaksanakan dengan memperhatikan kemungkinan perubahan dan perkembangan keadaan memerlukan penyesuaian terhadap Repelita.

Berdasarkan keputusan tersebut, maka pelaksanaan Repelita I dimulai pada 1 April 1969 bertepatan dengan dimulainya tahun anggaran baru 1969/70, dan akan berkahir pada 31 Maret 1974. Dengan demikian Repelita I secara nasional meliputi tahun anggaran 1969/70 sampai dengan tahun anggaran 1973/74.

Pembangunan terus berlanjut, misalnya, pada tahun anggaran 1983/1984 disediakan bantuan sebesar Rp.253.000.000.000,- bantuan tersebut terdiri atas:

penunjangan jalan dan jembatan serta penggantian jembatan; perbaikan dan peningkatan irigasi; eksploitasi dan pemeliharaan berbagai pengairan. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan yang diarahkan kepada bantuan untuk masing-masing daerah tingkat I sedikit-dikitnya berjumlah Rp.9.000.000.000.101 dana inilah yang nantinya akan di bagikan juga ke beberapa daerah tingkat II (Kabupaten).

Jika digeneralisasikan secara nasional, maka ringkasan program-program Repelita di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut,102

101Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 tahun 1983 Tentang Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I Tahun 1983/1984. Bab II pasal 4.

102 Departemen Pertanian, Profil Pembangunan Pertanian Menjelang 100 Tahun, Departemen Pertanian (1905-2005) 2002, Hlm. 13-16

1) Pelita I (1969/1970-1973/1974)

Pada Pelita I, titik berat pembangunan diletakkan pada sektor pertanian didukung oleh sektor industri, oleh karena itu pembangunan sektor pertanian mendapat dukungan penuh dari sektor industri dengan mendirikan pabrik pupuk di bantu oleh sektor pekerjaan umum dalam hal membangun pengairan. Mengenai koordinasi pembangunan pertanian, khususnya pertanian beras dibentuk Badan Pengendali Bimas yang diketuai langsung oleh menteri pertanian serta dibantu sekretaris B.P. Bimas yang sejajar dengan Ditjen Lingkup Deptan.

Pelaksanaan Repelita I setiap tahunnya tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga pelaksanaannya dari tahun ke tahun harus terlebih dahulu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam bentuk Undang-undang barulah kemudian berbagai proyek yang direncakan bias dijalankan.

Ketika Orde Baru berdiri, sebenarnya perekonomian Indonesia berada dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Orde Baru memiliki tugas utama pada waktu itu untuk menghentikan kemerosotan ekonomi serta membina landasan yang tepat demi pembangunan lebih lanjut.

2) Pelita II (1974/75-1978/79)

Berdasarkan Keppres No. 44 dan 45 tahun 1974, terdapat pembaharuan di tubuh departemen pertanian, yaitu dibentuknya badan baru yang dikenal dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian seta Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Badan ini bertujuan untuk menekan gejala levelling off pada produksi padi. Sehingga atas dasar tersebut pada tahun 1976 mulai diterapkan pola lnsus (lntensifikasi Khusus) sebagai tindak lanjut program Pelita

II. Untuk sub-sektor perkebunan, pada tahun 1974/75 dimulai pembangunan perkebunan dengan dana yang berasal dari pemerintah yang disalurkan melalui APBN dan bantuan luar negeri. Maka berdirilah cikal. bakal Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di Sumatera, Sumatera Barat, Jawa Barat dan di Lampung (Proyek Pengembangan Cengkeh).

3) Pelita III (1979/80-1983/84)

Pada periode Pelita III, bidang pertanian lebih menekankan pada perluasan kelembagaan dan organisasi pengendali pertanian. Sehingga muncul kelembagaan Koperasi Unit Desa (KUD). Perbaikan sistem dan pelaksanaan nantinya sangat berpengaruh pada segala bentuk aktifitas pertanian. Disisi lain, KUD juga mengembangkan program lanjutan dengan memasukkan berbagai program kredit yang berjalan dengan lembaga penyalur kredit tani lainnya.

4) Pelita IV (1984/85-1988/89)

Setelah pengembangan Pola Insus memberikan dampak positif, maka pada MT 1987 diperluas menjadi Pola Supra Insus. Keberhasilan Supra Insus terletak pada kerjasama antar Kelompok Tani dalam penyelenggaraan intensifikasi dalam Unit Hamparan Supra Insus (UHSI). Berdasarkan penerapan sistem Bimas, Pola supra insus ditekankan melalui kerja keras para petani, penggunaan teknologi berdasarkan hasil penelitian, penyuluhan yang berkesinambungan dan kebijakan harga dasar beras.

Pada fase ini terlihat suatu torehan prestasi yang sedikit membanggakan.

Hal tersebut terjadi karena pada tahun 1984 Indonesia telah mencapai sukses besar berupa tercapainya swasembada beras. Swasembada beras ini diakui oleh FAO tanggal 14 Nopember 1985 di Roma. Secara langsung presiden Soeharto diundang

oleh Dirjen FAO untuk menyampaikan pidatonya di depan Sidang ke-40 FAO.

Pada kesempatan tersebut, petani Indonesia turut menyampaikan sumbangan pangan kepada penduduk Afrika yang menderita kelaparan. Sumbangan tersebut terdiri dari 100.150 Ton Gabah Kering Giling senilai Rp.15,6 milyar.

5) Pelita V (1989/90-1993/94)

Peristiwa yang perlu dicatat pada tahun 1992 ini adalah dilahirkan Undang-undang Nomor 12 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pada tahan 1994 untuk memberikan tekanan pada penelitian spesifik lokasi, maka Balai Informasi Pertanian ditingkatkan fungsinya dan dirubah menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Loka Pengkajian Teknoogi Pertanian (LPTP) dan Instalasi Pengkajian dan Penelitian Teknologi Pertanian (IPPTP). Institusi ini mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian komoditas, pengujian dan perakitan teknologi tepat guna.

6) Pelita VI (1994/95-1998/99)

Pada periode ke VI telah dilakukan perubahan melalui pendekatan program sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian mengalami restrukturisasi program. Program tersebut terdiri dari (1) Program pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu (PRT). yaitu program yang bertujuan membantu para petani untuk mengembangkan usaha pertanian dengan pendekatan usaha tani terpadu yang pilihan komoditasnya disesuaikan dengan keadaan sumberdaya pertanian yang tersedia. (2) Program Pembangunan Usaha Pertanian (PUP), merupakan program yang diarahkan untuk menambah pertumbuhan dan pembinaan sistem agribisnis dengan mengupayakan berbagai pelayanan terhadap

penumbuhan berbagai komponen sehingga dapat ditumbuhkan sistem agribisnis yang utuh. (3) Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) yaitu suatu program yang dirancang untuk menumbuhkan dan mendorong terjadinya diversifikasi bahan makanan masyarakat dan perbaikan gizi masyarakat. (4) Program Pengembangan Sumberdaya, Sarana dan Prasarana (PSSP), program ini ditujukan untuk penyediaan sarana dan prasarana serta sumberdaya pertanian lainnya sehingga masyarakat mampu mengembangkan usaha pertanian guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Seiring dengan perencanaan sekala nasional yang tertuang dalam Repelita, maka yang harus diperhatikan pemerintah saat itu adalah menyelarasakan program nasional dengan kebijakan di daerah. Sehinga dikeluarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) tentang pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)103. Dengan dibentuknya badan ini maka di harapakan pemerintah daerah baik tingkat I maupun Tingkat 2 dapat merancang berbagai perencanaan yang ada di daerahnya masing-masing.

Bagi Sumatera Utara, setatus dan kedudukan wilayahnya sebagai berada di pemerintah daerah Tingkah I, dibentuklah Badan Perencanaan Pembangunan Pemerintah Daerah (BAPPEDA), pembentukan BAPPEDA Tingkat I Sumatera Utara dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara (PERDASU) No.2 Tahun 1981 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Derah Tingkat I Sumatera Utara dan disahkan Menteri Dalam Negeri dengan No. 061.134.2281

103 Keputusan Presiden (KEPPRES), No. 15 Tahun 1974

tanggal 20 April 1981. Peraturan daerah ini kemudian menjadi pedoman bagi melaksanakan program pemerintah pusat.

Kekuatan dalam bidang hukum diperkuat dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1975 tentang pokok pemerintahan di daerah, undang-undang ini telah menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam mengambil sikap dan keputusan dalam melakukan berbagai kegiatan didaerahnya masing-masing. Sehingga program pembangunan daerah dapat membantu dan menjadi penopang program-program pembangunan nasional.

Pada saat awal-awal Orde Baru berdiri, pemerintah Orde Baru juga membentuk kelembagaan lain demi membantu hasil-hasil produksi pertanian yang telah disusun sebelumnya serta mendukung pencapaian ketahanan pangan.

Kelembagaan ini dikenal dengan sebutan Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dibentuk tahun 1967. Bulog mendapat tugas utama untuk menstabilisasi penyediaan dan harga beras.

Jika simpulkan berdasarkan program peningkatan produksi padi di Simalungun berdasarkan program pemerintah daerah tingkat I Sumatera Utara maka program tersebut meliputi: Intensifikasi pertanaman padi, ekstensifikasi pertanaman padi, intensifikasi penggunaan tanah, perangsang produksi dan penyuluhan (Rice Estate) dan penelitian.104 Namun, terkhusus Simalungun kebanyakan usaha yang dilakukan pemerintah adalah intensifikasi. Untuk ekstensifikasi hingga penelitian ini dilakukan belum ditemukan program tersebut seperti yang dilakukan di wilayah Tapanuli Selatan, hal tersebut dimungkinkan karena beberapa areal persawahan dan irigasi penunjang pertanian sudah ada sejak

104Anonim, Sumatera Utara Membangun.(Medan: Pemerintah Daerah Sumatera Utara,1976), hlm.206

masa sebelumnya. Sehingga pemerintah Orde Baru hanya fokus kepada rehabilitasi pertanian di Simalungun.

3.2. Pelaksanaan Bimbingan Massa (Bimas) dan Intensifikasi Massa