• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan. Oleh: Ahmad Alfian Zein Muttaqin NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan. Oleh: Ahmad Alfian Zein Muttaqin NIM."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT STRES PADA LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA KELURAHAN JATIMULYO KECAMATAN LOWOKWARU

KOTA MALANG

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

Ahmad Alfian Zein Muttaqin NIM. 135070207131003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

HALAMAN PENGESAHAN

(2)

ii DAFTAR ISI

Halaman Judul ...

Halaman Persetujuan ...

Kata Pengantar ...

Daftar Isi ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia ... 8

2.1.1 Definisi Lansia ... 8

2.1.2 Teori Proses Penuaan ... 8

2.1.3 Tugas Perkembangan Lansia ... 10

2.2. Stress ... 10

2.2.1 Definisi Stress ... 10

2.2.2 Efek stress psikologis dan fisiologis ... 11

2.2.3 Klasifikasi Stres ... 13

2.2.4 Pengukuran Stres pada Lansia ... 13

(3)

iii

2.2.5 Sumber-Sumber Stres ... 14

2.2.6 Patofisiologi stress menyebabkan hipertensi ... 14

2.2.7 Gejala Stres pada Lansia ... 15

2.2.8 Cara Mengatasi Stres ... 17

2.3 Hipertensi ... 17

2.3.1 Definisi hipertensi ... 17

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebab ... 18

2.3.3 Gejala Klinis Hipertensi ... 21

2.3.4 Faktor Resiko Hipertensi pada Lansia ... 21

2.3.5 Cara Mengatasi Hipertensi pada Lansia ... 23

2.4 Konsep Dukungan Keluarga ... 24

2.4.1 Pengertian Dukungan Keluarga ... 24

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga ... 25

2.4.3 Komponen Dukungan Keluarga ... 27

2.4.4 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan ... 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 29

3.2 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 32

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

4.2.1 Populasi Penelitian ... 32

4.2.2 Sampel Penelitian ... 32

4.2.3 Sampling ... 33

4.2.4 Kriteria Inklusi ... 33

4.2.5 Kriteria Eksklusi ... 33

(4)

iv

4.3 Variabel Penelitian ... 34

4.4 Variabel Independent (bebas) ... 34

4.5 Variabel Dependent (Tergantung) ... 34

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.7 Bahan dan Alat Penelitian ... 34

4.7.1 Instrumen Penelitian ... 34

4.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

4.8 Definisi Operasional ... 37

4.9 Prosedur Penelitian ... 41

4.10 Metode Pengumpulan Data ... 42

4.10.1 Pre Analisis & Analisa Data ... 44

4.11 Etika Penelitian ... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 Hasil Penelitian ... 49

5.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian ... 49

5.2 Analisis Data Univariat ... 50

5.2.1 Karakteristik Responden ... 50

5.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

5.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 51

5.2.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51

5.2.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52

5.2.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 52

5.3 Analisis Data Dukungan Keluarga ... 53

5.3.1 Analisis Data Dukungan Keluarga ... 53

5.4 Analisis Dukungan Keluarga Berdasarkan Empat Aspek Dukungan ... 53

5.5 Analisis Data Tingkat Stres ... 56

(5)

v

5.6 Analisis Bivariat ... 57 5.6.1 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stres ... 57

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Dukungan Keluarga pada Lansia Penderita Hipertensi di Posyandu

Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 59 6.2 Stres pada Lansia Dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan

Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 63 6.3 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stres di Posyandu

Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 66 6.4 Implikasi Penelitian dalam Profesi Keperawatan ... 68 6.5 Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan ... 70 7.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Tabel Klasifikasi Hipertensi ... 20

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 30

Tabel 2. Definisi Operasional ... 39

Gambar 4.1 Prosedur Penelitian ... 42

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Dukungan Keluarga ... 54

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Dukungan Informasi Keluarga pada Lansia Stres dengan Hipertensi di posyandu lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 55

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Dukungan Penghargaan Keluarga pada Lansia Stres dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 55

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Dukungan Instrumental Keluarga pada Lansia Stress dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 56

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aspek Dukungan Emosional Keluarga pada Lansia Stress dengan Hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 56

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Stres pada lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 57

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Data Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stress pada Lansia Diposyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 58

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pernyataan Keaslian Tulisan ... 79

Lampiran 2. Surat Keterangan Kelaikan Etik ... 80

Lampiran 3. Penjelasan untuk Mengikuti Penelitian ... 81

Lampiran 4. Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent) ... 83

Lampiran 5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 84

Lampiran 6. Kuisioner Dukungan Keluarga ... 85

Lampiran 7. Kuisioner Tingkat Stress ... 88

Lampiran 8. Tabel Penilaian Dukungan Keluarga pada Pasien Stress di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 90

Lampiran 9. Tabel Penilaian Tingkat Stress Pada Pasien Hipertensi di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ... 93

Lampiran 10. Uji Statistik Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stress . 95 Lampiran 11. Uji Statistik Hubungan Empat Dimensi Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stres ... 96

Lampiran 12. Lembar Konsultasi Tugas Akhir ... 98

Lampiran 13. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 100

Lampiran 14. Time Table ... 101

Lampiran 15. Curiculum Vitae ... 102

(8)
(9)

Lowokwaru Kota Malang, Tugas Akhir, Program Studi ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Pembimbing: (1) Ns. Mukhamad Fathoni, S.

kep, MNS. (2) Ns. Rihdoyanti Hidayah, M.Kep

Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat. Dukungan keluarga merupakan hal yang penting dalam mencegah efek negatif dari stress. Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi.

Penelitian menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada lansia yang mengalami hipertensi di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Sampel dalam penelitian ini adalah 45 orang. Variable independen (bebas) dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga dan Variable dependen (tergantung) dalam penelitian ini adalah tingkat stress. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan Spearman Rank untuk mengetahui hubungan antara variable independen dan dependen, yaitu dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi di posyadu lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Berdasarkan analisa Spearman, didapatkan hasil nilai koefisien korelasi (r) -6,84 dengan taraf signifikansi (p=0.000).

hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat stres. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menggunakan metode pengambilan data dengan lansia yang bersama keluarganya dan menggunakan lebih dari 1 tempat penelitian.

Kata Kunci : Hipertensi, Dukungan Keluarga, Tingkat Stres

(10)

Final Assignment, Nursing Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University.

Supervisors: (1) Ns. Mukhamad Fathoni, S. kep, MNS. (2) Ns. Rihdoyanti Hidayah, M.Kep

Hypertension is a condition of increased systolic blood pressure greater than 140 mmHg and / or diastolic greater than 90 mmHg in two measurements with an interval of five minutes in a resting state. Family support refers to the attitudes, actions, and acceptance that members of a family show to each other. Family support is important in resisting the negative effects of stress.

The purpose of this study is to determine the relationship between family support and stress levels in elderly subjects who experience hypertension. Researchers conducted a cross-sectional design study on hypertensive elderly subjects in Jatimulyo Village, Lowokwaru District, Malang.

Using a sample of 45 people, the researchers collected data by asking subjects to complete a questionnaire. Data analysis was performed using Spearman’s rank correlation coefficient to determine the relationship between the independent variable (level of family support) and the dependent variable (level of stress). Based on the Spearman analysis, the researchers calculated a correlation coefficient of (r) -6,84 with significance level of (p = 0.000). These results suggest that there is a very significant relationship between family support and stress levels. It is hoped that future researchers will build on these findings by using data collection methods with elderly who live with their families and by conducting research in more than one location.

Keywords: Hypertension, Family Support, Stress Level

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut Usia adalah proses hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri untuk mempertahankan struktur dan fungsi normalnya (Nugrono dalam Hidayati, 2009). Seseorang dikatakan lanjut usia adalah yang berumur 60 tahun atau lebih. Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia.

Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mancapai 36 juta jiwa (Depkes, 2015). Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data menunjukan pada tahun 2011 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya (Depkes, 2015).

Lansia akan mengalami perubahan fisik maupun psikis. Perubahan- perubahan tersebut diantaranya kulit mulai mengendur, timbul keriput, mulai beruban, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan kurang lincah masalah tersebut akan berpotensi pada masalah kesehatan (Juniarti, 2008). Lansia juga mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan kesehariannya seperti mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan

(12)

hidup, kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan, dan kesepian. Perubahan-perubahan tersebut dapat memicu terjadinya masalah psikologis pada lansia. Masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah stress (Rifai&Zees, 2015).

Stress adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut (Wirawan, 2012). Saat seseorang mengalami stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivasi sistem saraf simpatis, hormon adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi. Lansia yang mengalami stress berdampak pada system pembulu darah, mengakibatkan penyempitan pembulu darah dan mengakibatkan ganguan aliran darah. Yang berat dapat mengakibatkan stroke dengan resiko kelumpuhan dan bahkan kematian (Andria, 2013).

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah di atas normal, dengan nilai sistolik > 140 mmHg dan diastolik >

90 mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai silent killer (pembunuh gelap), karena merupakan penyakit yang mematikan, kadang tanpa disertai gejala- gejalanya terlebih dahulu (Lewa et al, 2012). Prevalesi hipertesi di dunia hampir mencapai 1 miliar atau sekitar seperempat dari seluruh populasi orang dewasa (Rini,Swastika2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum

(13)

terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi (Depkes, 2012).

Penanganan untuk menanggulangi masalah hipertensi adalah dengan pencegahan terjadinya hipertensi bagi masyarakat secara umum dan pencegahan kekambuhan pada penderita hipertensi pada khususnya.

Pencegahan hipertensi perlu dilakukan oleh semua penderita hipertensi agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang lebih parah. Tetapi sayangnya tidak semua penderita hipertensi dapat melakukan pencegahan terhadap penyakitnya (Utomo, 2013). Pengobatan hipertensi terdiri dan terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis efeknya hanya pada penurunan tekanan darah sedangkan terapi nonfarmakologis bertujuan menurunkan tekanan danah dan mengendalikan faktor resiko dan penyakit lainnya. Menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol, latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lernak (Yogiantoro dalam Kurniasari, 2012).

Faktor penentu keberhasilan lansia dalam merawat diri yaitu faktor eksternal dari dukungan sosial. Karena lansia membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekat untuk membantu merawat tekanan darah.

Klien yang memiliki penyakit kronis merasa membutuhkan dukungan dari keluarga. Keluarga merupakan sumber utama dalam perawatan dan peningkatan keyakinan pada lansia, secara karakteristik lansia yang tinggal di wilayah puskesmas kendalsari ini mayoritas tinggal bersama keluarga (pasangan, anak

(14)

dan saudara) dalam satu rumah sehingga kemungkinan pemberian dukungan keluarga pada lansia cukup besar.

Keluarga bertanggung jawab dalam pemberian perawatan pada lansia.

Upaya peningkatan kemampuan lansia merawat diri dapat diterapkan oleh perawat komunitas dengan melibatkan peran serta dari keluarga dalam pemberian informasi terkait perawatan diri hipertensi, keluarga dapat menjalankan perannya untuk memberikan motivasi pada lansia dalam mengatasi masalah kesehatan akibat faktor-faktor ketidaktahuan, ketidakmauan dan ketidakmampuan sehingga lansia memiliki keyakinan untuk dapat merubah perilaku dan gaya hidupnya sehari-hari. Penelitian terkait dukungan keluarga yang dilakukan (Jaiyungyen, et al 2012), menyatakan bahwa anggota keluarga merupakan sumber terbesar bagi lansia hipertensi agar lansia dapat menjaga perilakunya secara mandiri (Kaakinen, et al dalam Permatasari, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 7 pasien hipertensi yang berkunjung ke Puskesmas Kendalsari dan Posyandu Lansia didapatkan rata-rata lama menderita hipertensi kurang lebih 2 tahun. Sebanyak 2 orang mengatakan mereka sulit tidur pada malam hari, sebanyak 3 orang mengatakan bahwa sering mengalami pusing. Data di atas ada 5 orang yang mengalami gejala stress sedang, dengan indikasi bahwa meraka mengalami stress karena gejala seperti pusing dan tidak bisa tidur pada malam hari berlangsung lama sekitar 2 minggu. Sebanyak 2 dari 7 orang pada saat bicara memiliki nada suara tinggi itu mengindikasikan mereka lagi mengalami stress. Sebanyak 4 orang mengatakan memeriksakan tekanan darah karena mulai merasakan gejala pusing, nyeri pada tengkuk. Hasil rekapan yang didapat saat wawancara yang mengidap hipertensi stadium I sebanyak 2 orang dikarenakan tekanan darah

(15)

Sistolik >140 dan Diastolik 90 mmHg dengan keluhan pusing dan riwayat hipertensi selama 6 tahun dengan riwayat DM, yang mengidap hipertensi stadium II sebanyak 4 orang karena tekanan darah Sistolik >160 dan Diastolik 100 dengan keluhan pusing, tidak bisa tidur, pikiran, dan 1 orang masuk dalam kategori Pre Hipertensi karena tekanan darah Sistolik 130 dan Diastolik 70 dengan tidak ada keluahan dan sering rutin kontrol. Peneliti berniat untuk meneliti hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan jatimulyo Kecamatan Lowokwaru kota malang.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stees pada lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu lansia di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari penelitian yakni :

1.3.1 Tujuan umum :

Tujuan rencana penelitian ini adalah mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Lansia di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang

(16)

1.3.2 Tujuan khusus :

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga dengan tingkat stres pada lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru

b. Mengidentifikasi tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Lansia Kecamatan Lowokwaru

c. Mengidentifikasi hubungan tingkat stres dengan lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru

1.4. Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang keperawatan gerontik dan dapat di jadikan pedoman tentang pentingnya manajemen stress dengan lansia yang mengalami hipertensi khususnya di setting rumah tangga.

2. Mahasiswa Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan ilmu bagi profesi keperawatan terkait dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi khususnya di setting rumah tangga.

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan terhadap keluarga dengan lansia dalam upaya meminimalkan faktor -faktor yang dapat mengakibatkan lansia mengalami stress khususnya di setting rumah tangga

(17)

1.4.2 Manfaat praktis

1. Pelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai dasar dalam memberikan pelayanan keperawatan, khususnya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien lansia dengan penyakit hipertensi dalam menghadapi stress yang lebih optimal dan lebih berkualitas

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman tentang pentingnya managemen hipertensi terhadap lansia yang mengalami stres.

(18)

8 2.1.1. Definisi

Lanjut Usia adalah proses hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri untuk mempertahankan struktur dan fungsi normalnya (Nugrono dalam Hidayati, 2009). Seseorang dikatakan lanjut usia adalah yang berumur 60 tahun atau lebih. Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mancapai 36 juta jiwa (Depkes, 2015). Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data menunjukan pada tahun 2011 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya (Depkes,2015)

2.1.2. Teori-Teori Proses Penuaan

Menurut Maryam, et al (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.

a) Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

(19)

b) Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

c) Immunology slow theory. Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

d) Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel- sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapatmempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

e) Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

f) Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel (Maryam, et al 2008).

(20)

2.1.3. Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi.

Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

2.2 Stress 2.2.1 Definisi

Stress adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut (Wirawan, 2012). Saat seseorang mengalami stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivasi sistem saraf simpatis, hormon adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi Lansia

(21)

yang mengalami stress berdampak pada system pembulu darah, mengakibatkan penyempitan pembulu darah dan mengakibatkan ganguan aliran darah. Stress berat dapat mengakibatkan stroke dengan resiko kelumpuhan dan bahkan kematian (Andria, 2013).

2.2.2 Efek Stres terhadap Psikologis dan Fisiologis

The American Institute of Stress (2012), efek stres dapat mempengaruhi psikologis dan fisiologis tubuh seseorang.

a) Pengaruh pada psikologis diantaranya meningkatnya kecemasan, kekhawatiran, rasa bersalah, gugup, meningkatnya kemarahan, frustasi, permusuhan, depresi, suasana hati sering berubah, meningkat atau menurunnya rasa lapar , insomnia, mimpi buruk, mimpi yang mengganggu, sulit berkonsentrasi, pikiran yang bercampur aduk, kesulitan mengolah informasi baru, pelupa, disorganisasi, kebingungan, kesulitan mengambil keputusan dan sering menangis atau pikiran bunuh diri

b) Pengaruh pada fisiologis tubuh diantaranya:

1. Sistem saraf Ketika stres,

Fisik dan psikologis akan mengubah sumber energi ke posisi persiapan menghadapi ancaman, dikenal dengan respon “fight or flight”

(melawan atau lari). Saraf simpatis akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini akan menyebabkan jantung berdetak lebih kencang, meningkatkan tekanan darah, mengubah proses pencernaan dan kadar glukosa dalam darah.

(22)

2. Sistem muskuloskeletal

Keadaan stres, tonus otot meningkat. Kontraksi otot dapat memicu sakit kepala, migrain, dan berbagai kondisi muskuloskeletal lainnya.

3. Sistem pernafasan Stres

Menyebabkan bernafas lebih berat dan lebih cepat atau hiperventilasi. Hal ini dapat memicu serangan panik lebih cepat pada beberapa orang.

4. Sistem kardiovaskular

Stres akut menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi lebih kuat dari otot jantung. Pembuluh darah yang menuju otot besar dan jantung dilatasi untuk meningkatkan suplai darah. Episode berulang dari stres akut dapat menyebabkan inflamasi pada arteri koroner sehingga menjadi serangan jantung.

5. Sistem endokrin

Kelenjar adrenal menghasilkan kortisol dan epinefrin yang sering disebut “hormon stres”. Ketika kortisol dan epinefrin dilepaskan, hepar menghasilkan lebih banyak glukosa untuk energi pada respon stres (The American Institute of Stress, 2012)

(23)

2.2.3 Klasifikasi Stres

Menurut potter dan perry 2009 (dalam Wulandari, 2012) membagi tingkat stress menjadi 3 yaitu:

a. Stress ringan

Apabila stressor yng dihadapi setiap orang teratur, misalnya terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas. Situasi seperti ini biasahnya berlangsung beberapa menit atau jam dan belum berpengaruh keada fisik dan mental hanya saja mulai sedikit tegang dan was-was

b. Stress sedang

Apabila berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepekatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan dan mengharapkan pekerjaan baru. Pada tingkat medium ini individu mulai kesulitan tidur menyendiri dan tegang.

c. Stress berat

Apabila situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit fisik yang lama. Pada keadaan stress berat ini individu sudah muai ada gangguan fisik dan mental (potter & Perry 2009 dalam Wulandari, 2012).

2.2.4 Pengukuran stres pada lansia

Tingkat stress adalah hasil penilaian terhadap berita ringannya stress yang dialami seseorang. Tingkat stress diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh lovibond (1995). DASS adalah seperangkat skala

(24)

subjektif yang dibentuk untuk mengkur status emosional negativ dan depresi, kecemasan dan juga stress. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi juga untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status emosional yang secara signifikan digambarkan sebagai stress. Tingkat stress pada instrument ini berupa ringan, sedang dan berat. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut memiliki makna ringan (<55), sedang (55-57), berat (76-100).

2.2.5 Sumber- Sumber Stres

Menurut Wirawan (2012), terdapat tiga sumber stres yaitu:

1. Lingkungan merupakan salah satu sumber stress pada individu. Sebagai contoh pada seorang Lansia. Lansia dihadapkan pada beban dan tuntutan dari lingkungan.

2. Tubuh juga berespon terhadap perubahan yang terjadi, kecemasan dan beban pikiran muncul. Tubuh akan melakukan serangkaian proses homeostasis dalam mempertahankan keseimbangan. Ketika stress terjadi, seseorang akan terfokus pada permasalahan yang dihadapi.

3. Pikiran dapat menimbulkan stres. Berbagai problematika yang kompleks jika dipikirkan secara mendalam dapat menyebabkan seseorang kehilangan gairah untuk melakukan suatu kegiatan.

(25)

2.2.6 Patofisiologi stress menyebabkan hipertensi

Saat seseorang mengalami stres, hormon adrenalin akan dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) sehingga mengakibatkan tahapan perifel total naik dan peningkatan denyut jantung menyebabkan hipertensi. Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita hipertensi antara lain otak mengakibatkan resistensi pembulu darah ke otak naik, menyebabkan pembulu darah keotak pecah, pasokan darah berhenti menyebabkan kerusakan atau kematian jaringan otak menyebabkan gejala stroke hemoragik. Pada system organ jantung tekanan sistemik darah meningkat menyebabkan arteri Koroner jantung tersumbat meyebabkan pasokan darah ke jantung menurun mengakibatkan komplikasi gagal jantung coroner. Dari tekanan sistemik darah meningkat, resistensi terhadap demosntrasi darah ventrikel meningkat menyebabkan beban kerja jantung meingkat terjadi after load jantung, dari after load jantung kebutuhan oksigen menjadi meningkat sehingga saraf jantung meregang melebihi normal terjadi kontraktilitas dan volume sekuncup menurun menyebabkan komplikasi gagal jantung (Andria 2013 dalam Islami 2015).

2.2.7 Gejala stress pada lansia

Berikut merupakan beberapa tanda dan gejala stress pada lansia pada lansia, diantaranya:

1. Insomnia

Stress memegang peranan penting dalam insomnia, stress dapat menyebabkan beberapa otot mengalamai ketegangan sehingga

(26)

mengaktifkan system saraf simpatis dan dapat menyebabkan seseorang tidak dapat menjadi santai sehingga tidak dapat memunculkan rasa ngantuk 2. Sakit kepala karena tegang

Ketegangan otot merupakan gejala stress nomer satu. Gejala yang paling umum yaitu sakit kepala karena tegang, terjadi konraksi otot pada dahi, mata dan rahang. Kebayakan orang tidak menyadari peningkatan ketegangan otot sampai nyeri sampai depan kepala (Yulianti, 2008)

3. Peningkatan tekanan darah

Saat stress akan terjadi pelepasan hormon adrenalin dan kortisol yang dapat menyebabkan penyempitan pembulu darah dan dapat meningkatkan denyut jantung. Sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan dan dapat menetap (Marliani, 2007)

4. Penurunan daya tahan tubuh

Hormon-hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu menyiapkan diri mengatasi stressor atau ancaman. Tubuh akan terus memompa darah keluar hormon yang dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh termasuk menekan kemampuan dari sistem kekebalan tubuh yang melindungi kita dari berbagai infeksi dan penyakit

5. Keletihan

Saat keadaan stress tubuh kita akan mengaktifkan respon melawan atau menghindar, baik untuk tetap aktif maupun diam saja. Akibatnya kita akan mengalami keletihan jika tidak melakukan aktifitas.

(27)

2.2.8 Cara Mengatasi Stres

Beberapa cara untuk mengurangi stress antara lain melalui pola makan yang sehat dan bergisi, memelihara kebugaran jasmani, latihan pernapasan, latihan relaksasi, melakukan aktivitas yang menggembirakan, berlibur, menjalin hubungan yang harmonis, menghindari kebiasaan yang jelek, merencanakan kegiatan harian secara rutin, meluangkan waktu untuk diri sendiri (keluarga), menghindari diri dalam kesendirian (Sukadiyanto, 2010).

2.3 Hipertensi 2.3.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang abnormal atau tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Adib, 2009).

Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar .dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat / tenang. Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.

Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung

(28)

yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular) (WHO, 2011)

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebab

Menurut (Martati, et al 2014) Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas), pola makan faktor keturunan, faktor usia, faktor stres, kegemukan atau obesitas, pola makan tidak sehat.Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

Hipertensi primer kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vascular sehingga tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat, resistensi vascular perifer bertambah, atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah kecenderungan ke arah sana di mulai. Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya sedikit meningkat dan resistensi perifer

(29)

normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat.

b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)

Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Sekitar 5% prevalensi hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini.

1) Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan ginjal.

2) Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal.

3) Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air

(30)

c. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII (Joint National Committee)

2.3.3 Gejala Klinis hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak.

Hipertensi yang berujung pada komplikasi menunjukkan gejala kerusakan organ. Adapun yang menjadi gejala kerusakan organ yaitu:

a. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, penglihatan terganggu, serangan iskemik sesaat, gangguan panca indera atau gerak.

b. Jantung: berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek, pergelangan kaki bengkak.

c. Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuria.

(31)

d. Arteri perifer: tangan kaki dingin, pincang berkala (claudication intermittens).

2.3.4 Faktor Risiko Hipertensi Pada Lansia 1. Genetik

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi hipertensinya, dan lebih besar tingkat morbiditasnya maupun mortilitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik (Gray. et al 2005)

2. Usia

Kebanyakan orang berusia di atas 60 tahun sering mengalami hipertensi, bagi mereka yang mengalami hipertensi, risiko stroke dan penyakit kardiovaskular yang lain akan meningkat bila tidak ditangani secara benar (Gray. et al 2005).

3. Jenis kelamin

Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-monopause dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon (Gray. et al 2005).

4. Pola hidup

(32)

Tingkah laku seseorang mempunyai peranan yang penting terhadap timbulnya hipertensi. Mereka yang kelebihan berat badan di atas 30% , mengkonsumsi banyak garam dapur, dan tidak melakukan latihan mudah terkena hipertensi (Gray. et al 2005).

5. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 dalam wijaya, 2009 ).

2.3.5 Penatalaksanaan Medis Hipertensi pada Lansia

Melalui Eight Joint National Committee (JNC 8, 2014) ini terkait dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Apabila ternyata pasien

(33)

sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup ,terapi tidak perlu diubah.

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Menurut (JNC 8, 2014) Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Pada pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan atherosklerosis 2. Olahraga dan aktivitas fisik

3. Perubahan pola makan a. Mengurangi asupan garam b. Diet rendah lemak jenuh

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan susu rendah lemak 4. Menghilangkan stres.

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi adalah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya

(34)

kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain. Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih (Handler J, et al 2014)

2.4 Konsep Dukungan Keluarga

2.4.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Francis dan Satiadarma dalam Kartika (2010) dukungan keluarga merupakan bantuan sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga.

Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Dukungan keluarga dipengaruhi oleh 2 faktor diantaranya faktor internal dan eksternal (Susanti & Sulistyani, 2013)

1. Faktor internal a. Usia

(35)

Setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki respon terhadap perubahan kesehatan dan berbeda-beda. Sehingga dukungan yang akan diberikan sangat ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan.

b. Tingkat Pengetahuan

Faktor intelektual atau pengetahuan mempengaruhi keyakinan seseorang terhadap bentuk dukungan. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk dalam memahami faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk mempertahankan dan memelihara kesehatan.

c. Emosi

Faktor emosional berkaitan dengan keadaan psokologis seseorang.

Seseorang yang mengalami respon terhadap berbagai tanda sakit.

Seorang individu yang sakit harus mampu melakukan koping emosional yang baik agar mereka mampu menerima penyakitnya dan menjalani pengobatan.

d. Spiritual

Faktor spiritual berhubungan dengan nilai kepercayaan dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Dari aspek spiritual dapat terlihat bagaimana seseorang menjalani kehidupannya.

2. Faktor Eksternal a. Struktur Keluarga

(36)

Berkaitan dengan cara keluarga dalam memberikan dukungan. Hal ini biasanya mempengaruhi pasien dalam memelihara dan mempertahankan kesehatannya.

b. Sosial dan psikososial

Faktor sosial dan psikososial dapat mempengaruhi cara seseorang mendevinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial meliputi perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap keyakinan akan kesehatan dan cara pelaksanaannya.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya meliputi ras, suku adat, persepsi atau cara pandang terhadap sesuatu. Sehingga dapat mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pemeliharaan kesehatan pribadi. (Susanti & Sulistyani, 2013)

2.4.3 Komponen Dukungan Keluarga

Adapun komponen dukungan keluarga menurut Dimatteo (dalam Farhani, 2016) adalah sebagai berikut:

(37)

a. Dukungan Emosional: melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian terhadap seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik, memperoleh kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai pada saat stress. Dimensi ini memperlihatkan adanya dukungan dari keluarga yang lain terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi.

b. Dukungan Penghargaan: Melalui ekspresi berupa sambutan yang positif orang-orang disekitarnya, dorongan atau pernyataan setuju terhadap atau perasaan individu. Dapat dikatakan bahwa adanya dukungan penilaian yang diberkan keluarga terhadap penderita hipertensi berupa penghargaan. Dapat meningkatkan status psikososial, semangat motivasi karena dianggap masih berguna dan berarti untuk keluarga.

c. Dukungan Instrumental: dukungan bersifat nyata, dimana dukungan ini berupa bantuaan langsung. Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan penuh dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana maupun menyediakan waktu untuk melayani dan mendengarkan keluarga yang sakit dalam menyampaikan perasaannya.

d. Dukungan Informasi: Dukungan ini berupa pemberian saran percakapan atau umpan balik tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu. Pasien stress sangat membutuhkan dukungan dari orang lain dalam arti keluarga berupa dukungan informasi. Dukungan informasi yang dibutuhkan pasien hipertensi dapat berupa pemberian informasi terkait dengan kondisi yang dialami dan bagaimana cara membuat tensinya stabil. (Dimatteo dalam Fahrani 2016)

(38)

2.4.4 Tugas keluarga di bidang kesehatan

Adapun 5 Tugas Keluarga di bidang kesehatan menurut Dimatteo (dalam Farhani, 2016) adalah sebagai berikut:

1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga 2. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan. (Dimatteo dalam Fahrani 2016)

(39)

29 3.1. Kerangka konsep

Keterangan :

Tidak diteliti

Diteliti

Lansia berumur >60 tahun

Hipertensi

Dukungan keluarga

1. Dukungan emosional 2. Dukungan

penghargaan

3. Dukungan instrumental 4. Dukungan informasi Perubahan gaya hidup

Beban tuntutan pada perubahan yang terjadi

terjadiperubahan

stress

Perubahan tingkat stress

Penatalaksanaan hipertensi

1. Terapi non farmakologis 2. Terapi

Farmakologis

(40)

Lansia adalah proses hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri untuk mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Seseorang dikatakan lanjut usia adalah yang berumur 60 tahun atau lebih. Lansia akan mengalami perubahan fisik maupun psikis. Perubahan- perubahan tersebut diantaranya kulit mulai mengendur, timbul keriput, mulai beruban, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan kurang lincah masalah tersebut akan berpotensi pada masalah kesehatan salah satunya hipertensi.

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang abnormal atau tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung. Penatalaksanaan yang biasahnya di lakukan pada orang yang terkena hipertensi yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.

Dari kejain hipertensi yang di derita oleh lansia ada beberapa perubahan gaya hidup. Diantaranya penyesuain factor yang menyebabkan hipertensi sampai pola yang membuat tensinya menjadi normal.

Hasil dari perubahan gaya hidup seorang penderita hipertensi mengakibatkan orang tersebut mempunyai beban tuntutan pada perubahan yang terjadi.

Diantaranya dapat menekankan factor pencetus stress. Pada klien yang hipertensi yang mengalami stress, dukungan keluarga berpengaruh terhadap tingkat stress klien. Macam-macam dukungan keluarga yang dapat di berikan berupa emosional, penghargaan, instrumental, informasi.

(41)

3.2 Hipotesis Penelitian

H1: terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi.

(42)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif corelative dengan pendekatan “Cross Sectional” yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen yaitu dukungan keluarga dan variabel dependen yaitu stress pada lansia, pada satu saat penelitian. Desain penelitian ini digunakan untuk mencari hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di Posyandu Lansia di Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan Peneliti menggunkan posyandu Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru, Besar sampel dalam penelitian dihitung sebagai berikut:

n = 𝑁

1 + 𝑁 (𝑑)2

n = 51

1 + 51 (0,05)2

n = 51

1+0,1275

n = 60

1,1275

n = 45

(43)

N = jumlah populasi

d = tingkat signifikansi (=0,05) (Nursalam, 2003).

4.2.3 Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling, yaitu sampel dipilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang diketahui sebelumnya.

Peneliti akan datang menemui pasien yang dianggap dapat mewakili karakteristik populasi dan melakukan wawancara terstruktur kepada responden. Cara pengambilan purposive sampling adalah sampel akan ditentukan sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi agar dapat mewakili populasi yang ada.

4.2.4 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Lansia berusia >60 tahun

2. Lansia yang sedang mengalami hipertensi 3. Lansia yang memiliki keluarga dalam satu rumah

4. Lansia yang kooperatif atau dapat berkomukasi dengan baik 5. Lansia yang bersedia menjadi subjek penelitian

4.2.5 Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Lansia yang memiliki kemampuan verbal dan pendengaran kurang baik.

2. Lansia yang memiliki hambatan mobilitas fisik.

(44)

3. Lansia yang tidak bersedia menjadi subjek.

4.3 Variabel Penelitian

Jenis variable dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

4.4 Variabel Independent (Bebas)

Dalam penelitian ini variabel indpenden (bebas) yang digunakan adalah dukungan keluarga

4.5 Variabel Dependent (Tergantung)

Dalam penelitian ini variabel dependent (tergantung) yang digunakan adalah stress pada lansia

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di Kelurahan Jatimulyo kecamatan Lowokwaru Kota Malang dan Waktu yang dilakukan peneliti untuk melakukan pengumpulan data adalah 1 bulan pada bulan September

4.7 Bahan dan Alat Penelitian 4.7.1 Instrument Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur hubungan tingkat stress dengan hipertensi pada lansia menggunakan DASS (Depression Anxiety Stress Scale) adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stress.

DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress.

Item pertanyaan untuk mengukur stres terdiri dari 14 pertanyaan dengan 4 poin jawaban. Pertanyaan yang dituliskan mengukur apa yang dirasakan

(45)

selama seminggu kebelakang. Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi dalam lima jenjang untuk menghindari kesalahan interpretasi yaitu normal, ringan, sedang, berat, dan sangat berat (Psychology Foundation of Australia, 2013). Alat ukur ini terdiri dari 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai sesuai dengan intensitas kejadian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan yng menyangkup stress ada 14 item. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-14 (normal); 15-18 (ringan); 19-25 (sedang); 26-33 (berat); >34 (Sangat berat). Selain alat ukur DASS ada juga alat ukuran yang lain yaitu kuesioner yang merupakan set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis penelitian (Nazir dalam Rahmawati, 2009:43).

Intrumen atau alat ukur dalam penelitian ini berupa kuesioner mengenai dukungan keluarga yang terdiri dari dua bagian. Data pertama berisi data demografi/identitas: Nama, usia, jenis kelamin, bagian kedua berisis pertayaan yang berkaitan dengan dukungan keluarga, terdiri dari 24 pertayaan Closed ended dichotomy question yaitu pertayaan tertutup dengan alternative jawaban “ya” atau “tidak”. Intrumen dukungan keluarga telah di gunakan sebelumnya oleh peneliti Nuraenah, yang diadopsi dari Stuart & Lararia (2005) dengan alih bahasa oleh Achir Yani S.

Hamid,D.N.Sc. pertayaan dijawab oleh lansia, masing-masing pertayaan mempunyai skor 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidk.

(46)

Dikategorikan dalam baik jika nilai skoring responden 17-24, cukup jika nilai skoring 9-16, dan kurang jika nlai skoring responden 1-8.

4.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Hasil Uji Validitas

Hasil uji validitas DASS 42 yang dilakukan oleh Abdullah dan Amrullah (2014) dengan 20 responden menunjukkan nilai r hasil dari 42 pertanyaan berada di atas nilai r tabel (r=0,444), sehingga dapat disimpulkan keempat puluh dua pertanyaan tersebut sudah valid. Hasil uji validitas WHOQOL- BREF yang dilakukan Sekarwiri (2008) menunjukkan bahwa semua pertanyaan valid (r= 0,445-0,889) (Azizah & Hertanti, 2016). Hasil uji validitas pada kuesioner penelitian ini didapatkan data r table yaitu 0,632 dengan rentang nilai r hitung pada kuesioner variable dukungan keluarga yaitu antara 0,635-0,82.

b. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas DASS 42 yang dilakukan oleh Abdullah dan Amrullah (2014) dengan 20 responden menunjukkan cronbach alpha (0,976) berada di atas nilai konstanta (0,6), sehingga dapat disimpulkan DASS 42 merupakan alat yang reliable. Hasil uji reliabilitas WHOQOL- BREF yang dilakukan Sekarwiri (2008). menunjukkan cronbach alpha sebesar 0,902 (>0,6) sehingga dapat disimpulkan bahwa WHOQOL-BREF merupakan alat yang reliable. (Azizah & Hertanti, 2016). Teknik pengujian adalah dengan menggunakan koefisien alpha cronbah sebesar 5%.

Setelah dilakukan pengujian kuesioner didapatkan nilai reabilitas (alpha cronbach) untuk kuesioner dukungan keluarga yaitu sebesar 0,962. Suatu

(47)

instrument dikatakan reliabilitas apabila memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,72 atau lebih.

4.8 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. (Nursalam, 2003). Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan penelitian untuk melakukan observasi dan pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena yang kemudian dapat diukur lagi oleh orang lain. Definisi operasional memberikan deskripsi lengkap mengenai metode dengan konsep yang akan diteliti.

(48)

Tabel 2.Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur

Variabel independent :dukungan keluarga

Seluruh bantuan dari anggota keluarga yang dapat diterima oleh lansia baik itu berupa fisik maupun psikis dan yang tinggal dalam satu rumah.

a. Dukungan Informasional:

pemberian nasehat, ide, penyebar informasi b. Dukungan

Penilaian:penilaian positif, penilaian negative,

penghargaan, pembimbing c. Dukungan Instrumental:

bantuan nyata, bantuan ekonomi

d. Dukungan emosional:

simpati, empati

Kuesioner Ordinal 1. Baik skor 17-

24

2. Cukup skor 9-16

3. Kurang skor 0-8

Variabel dependent:

stress pada lansia

kondisi psikis atau emosional yang ditimbulkan oleh perubahan hormone yang terjadi pada lansia laki-laki usia di atas 60 tahun

a.Gejala psikologis diantaranya :

1. Meningkatkan kecemasan 2. Rasa bersalah 3. Menigkatnya

kemarahan

4. Sulit berkonsentrasi

Kuesioner dengan adaptasi DASS 42 (Depression Anxiety Stess Scale 42)

Ordinal 0 – 14 : Normal 15 – 18: Ringan 19 – 25: Sedang 26 – 33: Berat

>34 : Sangat Berat

(49)

5. Kesulitan dalam mengola infomasi baru

6. Kesulitan dalam mengambil

keputusan

7. Sering menangis atau berpikiran ingin bunuh diri

b. Gejala fisiologis diantaranya :

1. Pada keadaan stress tonus otot akan meningkat sehingga dapat menyebabkan sakit kepala, migraine

2. Dalam system pernafasan akan mengalami nada lebih cepat atau hiperventilasi

sehingga memicu serangan panic lebih cepat

3. Stress dapat menyebabkan

(50)

peningkatan denyut jantung sehingga menyebabkan

inflamasi pada arteri coroner menjadi serangan jantung

(51)
(52)

4.9 Prosedur Penelitian

Gambar. 4.1 Prosedur Penelitian Populasi Target

Keluarga dan lansia di RW 01 Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang

Sampel

Lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi

Penelitian memberi informed consent dan dilakukan penandatanganan surat persetujuan untuk bersedia menjadi

responden

Pembacaan Lembar kusioner Dukungan Keluarga dengan metode wawancara

Setelah peneliti memperoleh data dari keluarga responden, peneliti menjelaskan kuisioner DASS untuk memperoleh data dari lansia dengan metode wawancara

Analisa data menggunakan uji Spearman

Kesimpulan Hasil Penelitian Kriteria Inklusi

Kriteria ekslusi Purposive

sampling

(53)

4.10 Metode Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data 1. Membuat proposal penelitian

2. Melakukan studi pendahuluan untuk menentukan lokasi yang sesuai dengan kriteria penelitian

3. Pengujian proposal

4. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Malang

5. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Dinas Kesehatan Kota Malang

6. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Kecamatan Lowokwaru Kota Malang

7. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Puskesmas Kendalsari 8. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Kelurahan Jatimulyo 9. Mengajukan ethical clearance kepada Komisi Etik

10. Setelah proposal lulus pengujian dan etik, peneliti mulai melakukan penelitian

11. Mengajukan permohonan ijin kepada Puskesmas Kendalsari 12. Mengajukan permohonan ijin kepada Kelurahan Jatimulyo

13. Setelah diijinkan, peneliti melakukan screening untuk melihat subyek yang memenuhi kriteria inklusi dengan bantuan posyandu lansia di RW 01 Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru kota Malang

14. Setelah melakukan screening, peneliti memilih subyek yang telah memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan teknik random sampling

(54)

15. Peneliti melakukan koordinasi dengan ketua RW 01 dan ketua RT setempat untuk menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta meminta data berupa alamat rumah responden.

16. Peneliti mengambil data secara door to door ke rumah responden

17. Setelah itu peneliti memberi penjelasan kepada responden yaitu lansia dengan rentan usia >60 tahun tentang prosedur penelitian.

18. Peneliti meminta persetujuan untuk menjadi responden melalui lembar informed consent.

19. Jika responden menyetujui dengan dibuktikan tanda tangan atau cap jari pada lembar informed consent, peneliti akan memulai penelitian. Jika responden tidak menyetujui maka peneliti harus menghormati hak responden

20. Setelah responden bersedia, peneliti meminta ijin untuk mengambil dokumentasi selama penelitian berlangsung. Selanjutnya, peneliti melakukan pengukuran dukungan keluarga kepada keluarga responden dengan menggunakan kuisioner dukungan keluarga dengan metode wawancara.

21. Setelah peneliti memperoleh data dari keluarga responden, peneliti menjelaskan kuisioner DASS untuk memperoleh data dari lansia dengan metode wawancara.

22. Mengolah data yang didapat, kemudian menganalisis data

23. Dari hasil analisis data tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan.

(55)

4.10.1 Pra Analisis & Analisa Data a. Pra Analisis

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Pengkoreksian data dilakukan setelah data dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul tidak logis dan meragukan. Tujuan dari pengkoreksian adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang ada pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi. Pada hal ini peneliti memastikan kuesioner yang diberikan pada lansia telah terisi tiap pertanyaan sehingga tidak ada kuesioner yang perlu dibuang karena tidak lengkap dalam menjawab dan kuesioner yang telah dibagikan kembali semua.

2. Pemberian Kode (Coding)

Pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas dasar kode dan artinya dalam satu buku (code book). Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan data di komputer.

3. Penilaian (scoring)

Scoring adalah pemberian skor terhadap jawaban responden untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan

4. Memasukkan Data

Dengan memasukkan data ke dalam program pengolahan data untuk kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan program statistik dalam komputer yaitu Software SPSS for Windows.

(56)

Setelah melakukan pengkodean, peneliti memasukkan data ke dalam program pengolahan data statistik.

5. Tabulating

Yaitu membuat tabel-tabel data agar mudah dijumlahkan, disusun untuk disajikan dan di analisa.

b. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat pola distribusi frekuensi pada variable dependen dan independen. Analisis univariat dilakukan dengan melihat frekuensi kejadian dalam bentuk persentase ataupun proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variable yang diteliti

 Variabel dukungan keluarga

Setelah data dikumpulkan peneliti mengola hasil jawaban yang diperoleh. Jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Diklarifikasikan dalam penilaian. Baik = skor 17-24, cukup = skor 9- 16 dan kurang = 0-8

 Variabel tingkat stress

Setelah data dikumpulkan peneliti mengola hasil jawaban yang diperoleh. Diklarifikasikan dalam penilaian 0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = lumayan sering, 3 = sering sekali. Dengan nilai skoring 0 – 14 : Normal, 15– 18 : Ringan, 19 – 25 : Sedang, 26 – 33

: Berat, >34 : Sangat Berat.

(57)

2. Analisis Bivariat

Penelitaian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat stress pada lansia yang mengalami hipertensi. Uji statistic yang digunakan yaitu uji kemanaan dengan menggunakan uji statistic “Spearman Rank” dengan bantuan SPSS versi 17.00 for windows.

Uji statistiK“ Spearman Rank” dipilih dengan pertimbanagn bahwa kedua variable penelitian tingkat pengukurannya adalah ordinal. Jika hasil pengujian didapatkan nilai 𝑥2 hitung lebih besar dari 𝑥2 tabel dan signifikasi kurang dari a = 0,05, maka hubungan yang terbentuk signifikasi.

Sebaliknya jika 𝑥2 hitung lebih kecil dari 𝑥2 tabe dan signifikasi lebih dari a

= 0,05 , maka hubungan yang terbentuk tidak signifikan.

4.11 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Kepala Puskesmas Kendalsari Kota Malang untuk mendapatkan persetujuan.

Kemudian dilakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi:

1. Respect for Persons

Prinsip Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Persons) merupakan suatu penghormatan terhadap kebebasan bertindak,

dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukan sendiri. Sebelumnya peneliti menjelaskan manfaat, tujuan pengambilan data, prosedur pengambilan data, dan hak hak responden secara lisan maupun tulisan dari penelitian hubungan kondisi lingkungan dengan risiko jatuh ini. Bagi yang bersedia menjadi responden penelitian

Gambar

Tabel 2.Definisi Operasional
Sebaliknya jika
Gambar 5.1 Diagram Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di  Posyandu Lanisa Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru
Gambar 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Posyandu  Lansia Kelurahan Jatimulyo Kecamatan Lowokwaru  Kota Malang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PERAN RELIGIUSITAS DALAM MENDUKUNG COPING STRES IBU RUMAH TANGGA MENGHADAPI KESULITAN EKONOMI DI MASA

Penelitian yang pernah dilakukan tidak membedakan jenis serat apa yang lebih berpengaruh pada kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 sehingga hal tersebut menjadi dasar

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa didapatkan perbedaan yang bermakna antara tingkat depresi pada lansia yang tinggal bersama keluarga di Dusun

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, mendeskripsikan prinsip kesantunan

Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengangkat fakta permasalahan dengan judul, “hubungan tingkat pendidikan dan status pekerjaan orang tua dengan keintiman keluarga

Untuk memperoleh model terbaik maka dilakukan seleksi model pada model penuh dan model tereduksi dengan menggunakan kriteria AIC pada persamaan (22). Model penuh adalah

Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada lingkungan keluarga terhadap tingkat kejadian ISPA usi 25- 60 tahun di Puskesmas Purwoharjo Banyuwangi.Tugas akhir,

5. Keluarga besar UPT.Perpustakaan Universitas Diponegoro Semarang terimakasih untuk dukungan dan bimbingannya.. “PENERAPAN SOFTWARE MANAJEMEN PERPUSTAKAAN “SEMLIB” DALAM