BAB I
PENDAHULUAN
Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah :
Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah – masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan dirumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah : Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut adanya penyimpangan dari standar yang ditentukan.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dilaksanakan rumah sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono berorientasi pada Visi, Misi, Tujuan serta nilai – nilai dan Moto rumah sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono yang merupakan bagian dari Renstra rumah sakit, hal ini tertuang dalam program kegiatan PMKP.
LATAR BELAKANG
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, termasuk pelayanan di rumah sakit. Pendekatan mutu yang ada saat ini berorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien. Salah satu faktor kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan mengembangkan mutu pelayanan klinis sebagai inti pelayanan (Wijono, 2000).
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RS TK II 04.05.01 dr. Soejono yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS TK.II 04.05.01 dr. Soedjono dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
4. Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Landasan Peraturan
Landasan peraturan Peningkatan mutu dan keselamatan rumah sakit di rumah sakit TK, II 04.05.01 dr. Soedjono adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
2. PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien 3. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu tahun 1994
4. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007 5. Panduan Nasional Keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008
BAB II
GAMBARAN UMUM
a. RS TK. II 04.05.01 dr. Soedjono merupakan Rumah Sakit Umum pemerintah dijajaran Kodam IV/Diponegoro.
b. RS Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono memberikan pelayanan rawat inap dilengkapi dengan kamar bedah, serta pelayanan rawat jalan berikut penunjang diagnostik , dan layanan penunjang lainnya.
c. Pelayanan Unggulan RS adalah Pelayanan jantung, dan Medical Chek up
d. Untuk pelayanan jantung RS menyediakan pelayanan terapi dan tindakan penunjang yang meliputi Treadmill,dan Echocardiografi.
e. Dari sisi finansial seluruh kegiatan RS dibedakan menjadi ”profit centre ” dan ”cost centre”.
Profit centre dibagi menjadi 5 Unit Bisnis yaitu : 1. Unit Bisnis Laboratory
2. Unit Bisnis Radiology 3. Unit Bisnis Clinical Services 4. Unit Bisnis Nursing.
5. Unit Bisnis Pharmacy
Sedangkan Cost centre terdiri dari :
1. Departemen Pendukung : laundry, sanitasi, gizi, pemeliharaan , kebersihan, teknik medis, teknik non medis, transportasi, staf medik.
2. Departemen Administrasi & Umum : keuangan, pembelian, marketing, humas, administrasi umum dan sekretariat, staf manajemen, staf rekam medik, akuntansi dan personalia.
SEJARAH RS. TK. II 04.05.01 dr. SOEDJONO
RS TK. II 04.05.01 dr. Soedjono tidak dapat dipisahkan dari derap sejarah perjuangan bangsa Indonesia baik pada masa perjuangan kemerdekaan yang ditandai dengan perjungan fisik melawan penjajah, maupun perjuangan dalam mengisi kemerdekaan yang ditandai dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan kesehatan melalui kemajuan ilmu dan tekhnologi.
RS TK. II 04.05.01 dr. Soedjono didirikan tahun 1917 oleh pemerintah Belanda sebagai rumah sakit militer yang dipimpin oleh seorang dokter Belanda. Selain merawat penderita Belanda, rumah sakit ini juga melayani masyarakat umum dengan membawa pengantar dari aparat desa. Pada tahun 1942,yaitu masa penjajahan Jepang, rumah sakit ini berada dalam kekuasaan Jepang dan hanya khusus merawat tentara Jepang,
Pada tahun 1945, setelah Jepang menyerah, rumah sakit berubah menjadi RS. PMI dan sejak 1 Januari 1947 RS PMI berubah menjadi RSU Wates Magelang. Pada tanggal 1Maret 1948 RSU Wates diserahterimakan dari pemerintah kepada DKT Divisi III dan diganti namanya menjadi RS Tentara III yang dipimpin oleh Kolonel dr. Soetomo yang kemudian pada tanggal 1 November 1974, nama RS diganti menjadi RS dr. Soedjono. Nama ini diambil untuk mengabadikan nama Letkol dr. Soedjono, seorang dokter brigade Kuda Putih yang gugur ditembak oleh Belanda di desa Pogalan, kecamatan Pakis kabupaten Magelang. merupakan rumah sakit swasta non profit yang didirikan pada tanggal 25 Nopember 1951. Sejalan dengan perkembangan jaman dan tehnologi, RS TK. II 04.05.01 dr. Soedjono sudah dilengkapi fasilitas dan SDM yang mendukung, hingga saat ini RS TK.II 04.05.01 dr. Soedjono tetap konsisten menjalankan misi yang diemban untuk memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dengan mengutamakan mutu. Berbagai peningkatan telah dilakukan RS TK. II 04.05.01 dr. Soedjono tidak lepas dari Visi, Misi dan Motto yang dijadikan landasan gerak dan langkah kerja dalam memberikan pelayanan yang komprehensif.
Pelayanan yang disediakan : 1. Pelayanan Rawat Inap :
− Ruang Nusa Indah (VIP-VVIP) − Ruang Dahlia (Kelas Utama) − Ruang Melati (Kelas I dan Taruna)
− Ruang Edelweis (pasca bedah)(Kelas VIP,Kelas I dan II) − Ruang Bougenvile(Kelas II)
− Ruang Cempaka(Kelas II)
− Ruang Anggrek(kebidanan)(Kelas I dan II) − Ruang Flamboyan(anak) (kelas II)
− Ruang Seruni (Kelas III)
− Ruang ICU,ICCU,NICU, PICU 2. Pelayanan Rawat Jalan, yang terdiri dari :
− Unit Gawat Darurat 24 jam − Poliklinik Paru − Poliklinik Syaraf − Poliklinik Jantung − Poliklinik Jiwa/Psikologi − Poliklinik THT − Poliklinik Gigi − Poliklinik Kebidanan − Poliklinik Penyakit Dalam − Poliklinik Mata
− Poliklinik Umum
− Poliklinik Kulit dan Kelamin − Poliklinik Anak
− Poliklinik Bedah
− Poliklinik Bedah Syaraf − Poliklinik Bedah Ortopedi − Fisioterapi
− Akupuntur 3. Kamar Bedah
4. Pelayanan Penunjang dengan berbagai peralatan penunjang yang lengkap dan canggih. a. Laboratorium : • Hematologi • Kimia klinik b. Radiologi : • CTSCAN • USG • Spirometri • Elektrocardiografi • Treadmill 5. Medical Check Up 6. Hemodialisa (Renal Unit)
7. Instalasi Farmasi yang buka selama 24 jam 8. Penunjang lain, seperti : Ambulance, Ruang Duka
BAB III
VISI, MISI, FALSAFAH, DAN TUJUAN RS
VISI : Menjadi Rumah Sakit kebanggaan Setiap Prajurit MISI :
1. Melaksanakan fungsi rujukan rumah sakit di jajaran Kodam IV/ Diponegoro 2. Meningkatkan mutu pelayanan spesialis sesuai standar Rumah Sakit TK. II 3. Memiliki sumber daya manusia,sarana dan prasarana yang cukup memadai
secara kualitas maupun kuantitas
FALSAFAH : Menjunjung Tinggi Nilai – Nilai Kemanusiaan dalam Pelayanan VALUE DISCIPLINES : Operation Excellence dan Customer Intimacy
FILOSOFI dan BUDAYA KERJA :
1. Memberikan pelayanan terbaik bagi customer
2. Mengutamakan kerjasama, mencapai tujuan bersama 3. Berlaku jujur dan peduli, tulus dan rendah hati 4. Disiplin, bekerja giat dan bermoral tinggi
5. Belajar dari kesalahan untuk meningkatkan kinerja secara berkesinambungan
SERVICE VALUES
1. Profesionalism : Memberikan pelayanan sesuai standard sehingga menghasilkan layanan yang berkualitas, aman, akurat, tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. Intimacy : Wujud perhatian pada pelanggan secara ikhlas, tulus dan berkesan. 3. Communicative : Proses interaksi dua arah secara efisien, efektif dan informative
TUJUAN RS. TK. II 04.05.01 dr. SOEDJONO 1. Tujuan Umum :
a. Terwujudnya penyelenggaraan pelayanaan kesehatan pasien yang utuh dalam arti peduli terhadap pasien dan lingkungannya dan menyeluruh dalam arti preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif dengan mutu yang tinggi, terukur dan memuaskan pengguna.
b. Ikut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kota Magelang, Jawa Tengah maupun masyrakat yang berada di Indonesia.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengembangkan RS. TK. II 04.05.01 dr. Soedjono sebagai rumah sakit yang mempunyai keunikan pelayanan dalam arti pembeda yang bermakna dan dapat melayani Pangsa pasar yang ditetapkan.
b. Mengembangkan RS. TK. II 04.05.01 dr. Soedjono sebagai rumah sakit unggulan didalam bidang – bidang medik tersier tertentu yang belum / tidak dimiliki rumah Sakit lain dan menjadi alamat rujukan bagi yang memerlukan
KEBIJAKAN MUTU
”Kami senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu pelayanan berkesinambungan dengan memperhatikan: pelaksanaan prosedur yang benar, peningkatan kompetensi SDM, penerapan teknologi yang memadai dan Patient Safety”
BAB IV
BAB V
BAB VI
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
VISI
“Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi budaya kegiatan unit “ MISI
1. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien disusun dan dilaksanakan di setiap unit kerja rumah sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono
2. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan
3. Terselenggaranya partisipasi dan dukungan dari pimpinan rumah sakit
4. Tersosialisasinya program peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada staf
TUJUAN
Tujuan Umum :
Agar buku pedoman yang merupakan konsep dasar dan prinsip upaya peningkatan mutu ini dapat digunakan oleh pimpinan dan pelaksana Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono sebagai acuan dalam melaksanakan Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono Tujuan Khusus :
1. Tercapainya satu pengertian tentang Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Adanya acuan dalam pelaksaan program Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Tercapainya budaya mutu dan keselamatan pasien diseluruh unit kerja rumah sakit TK. II 04.05.01 dr. Soedjono
4. Adanya dukungan dari pimpinan rumah sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono Sasaran Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
1. Mutu asuhan medis
2. Mutu asuhan Keperawatan 3. Meningkatkan Kepuasan pasien
BAB VII
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAHO) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAHO tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah
Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi. Revisi terhadap Standar Akreditasi JCI terbaru dilakukan pada bulan Januari 2011 yang merupakan edisi keempat.
Atas keberhasilan JCAHO dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAHO. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAHO tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAHO membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono sebagai rumah sakit pemerintan di jajaran Kodam IV/Diponegoro,diharapkan memiliki standar yang tinggi untuk mencapai visinya “Menjadi Rumah Sakit Kebanggan Setiap Prajurit“, maka perlu mulai melaksanakan upaya untuk terus menerus memantau dan meningkatkan mutu pelayanan klinik (clinical care). Adanya tuntutan dari masyarakat terhadap pelayanan bermutu yang dapat diberikan Rumah Sakit juga merupakan salah satu alasan perlunya meningkatkan mutu pelayanan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
BAB VIII
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU
RUMAH SAKIT Tk. II 04.05.01 dr. SOEDJONO
Pengertian Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a) Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b) Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan(commitment)yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar.
d) Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
Definisi Mutu Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono secara wajar, efisien, efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit dan masyarakat konsumen.
Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah : a. Konsumen
b. Pembayar atau perusahaan atau asuransi
c. Manajemen Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono d. Karyawan Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono e. Masyarakat
f. Pemerintah g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional.
Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah : a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien d. Kepuasan pasien e. Aspek sosial budaya
Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome
Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem. Aspek tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome.
a. Struktur :
Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan dan sumber daya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya struktur dapat diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen struktur itu.
b. Proses :
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien, efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
c. Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.
Rumah Sakit Tk. II 04.05 01 dr. Soedjono adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang komplek, padat karya dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di Rumah sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono mampu melaksanakan fungsi yang demikian komplek, maka Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu medis di Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono sudah diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat struktur dan proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr. Soedjono harus melakukan berbagai standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Tk II 04.05.01 dr. Soedjono yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (Outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono tidak dapat mengetahui apakah struktur dan proses yang baik telah menghasilkan outcome yang baik pula. Pelaksanaan indikator mutu Rumah Sakit Tk. II 04.05.01 dr. Soedjono disusun dengan mengacu pada Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Rumah Sakit yang telah diterbitkan oleh World Health Organization dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1998.
BAB IX
UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RS Tk. II 04.05.01 dr. SOEDJONO
1. KESELAMATAN PASIEN
• Definisi Keselamatan pasien / Patient Safety adalah : Pasien bebas dari Harm / cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi ( penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis / cacad, kematian dll ) terkait dengan pelayanan kesehatan.
• Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) adalah : setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm / cidera yang tidak seharusnya terjadi.
• Insiden keselamatan pasien meliputi : a. Kejadian Sentinel
b. Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) c. Kejadian Nyaris Cedera ( KNC ) d. Kejadian Tidak Cedera ( KTC ) e. Kondisi Potensial Cedera ( KPC )
Definisi kejadian sentinel adalah : Kejadian yang menyebabkan kematian atau kerugian atau kecacatan permanen yang bukan karena proses penyakit yang tidak diantisipasi yang seharusnya dapat dicegah.
Kejadian sentinel meliputi keadaan sebagai berikut :
a. Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
b. Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
c. Kesalahan lokasi, salah prosedur, salah pasien dalam tindakan pembedahan
d. Kejadian penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang bukan orang tuanya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah : Kejadian yang menyebabkan cedera atau komplikasi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan perawatan lebih lama, kecacatan atau kematian yang bukan oleh proses penyakit
Kejadian tidak diharapkan antara lain : a. Reaksi tranfusi di rumah sakit
b. Kesalahan obat yang signifikan dan efek obat yang tidak diharapkan
c. Kesalahan medis ( medical error ) yang menyebabkan kecacatan dan perpanjangan hari rawat
d. Ketidak cocokkan yang besar (major) antara diagnosis pre operasi dan pasca operasi e. Kejadian tidak diharapkan pada pemberian sedasi moderat dan anestesi
f. Kejadian lain misalnya wabah penyakit infeksi
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah : Kejadian yang berpotensi menyebabkan kerugian atau bahaya, akan tetapi karena faktor keberuntungan hal tersebut tidak terjadi
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) meliputi keadaan sebagai berikut :
a. Kejadian yang berpotensi menyebabkan cidera yang berkaitan dengan pelayanan kepada pasien tetapi dapat dihindari / dicegah dan perlu dilaporkan kepada tim keselamatan pasien RS.
a. Kejadian yang berpotensi menyebabkan kerugian / bahaya yang tidak berkaitan langsung dengan pelayanan kepada pasien tetapi dapat dihindari / dicegah dan tidak perlu dilaporkan kepada tim keselamatan pasien RS tetapi dapat diselesaikan oleh unit terkait antara lain :
• Kejadian yang berkaitan dengan administrasi keuangan • Kejadian kehilangan barang milik pasien / keluarga pasien • Kejadian komplain pasien / keluarga pasien
Kejadian Tidak Cedera adalah : insiden yang sudah terpapar kepada pasien tapi tidak menimbulkan cedera.
Kondisi Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden.
Daftar Kondisi Potensial Cidera (KPC) RS Tk. II 04.05.01 dr, Soedjono : a. Bangunan
2. Tembok retak 3. Plafon retak 4. Plafon berlubang 5. Plafon bocor 6. Ubin pecah/berlubang 7. Lantai berlumut 8. Kaca retak 9. Jendela rusak 10. Pintu rusak 11. Pipa air bocor 12. Keran air bocor
13. Talang air bocor / meluap
14. Saluran pembuangan air tersumbat 15. Lantai basah/licin
16. Tanda peringatan tidak terpasang saat lantai basah
b. Alat Non Medis
1. Roda bed / kursi rusak 2. Bed pasien berkarat/ keropos 3. Pembatas bed pasien rusak
4. Pengunci tiang infus longgar / tajam 5. Tiang infus rusak
6. Tempat duduk rusak
7. Pengatur naik turun bed rusak / tidak berfungsi 8. Kabel listrik berserakan/ tidak rapi
9. AC bocor / tidak berfungsi
10. Kursi operator bedah beroda (IKO) 11. Kunci roda bed tidak berfungsi
c. Alat Medis
• Umum
1. Masa kalibrasi alat terlewati 2. Tensi air raksa bocor
3. Syring pump tidak berfungsi optimal
4. Defibriltor dalam kondisi rusak / tidak siap pakai 5. Alat monitor yang rusak / tidak siap pakai 6. Alat ECG rusak / tidak siap pakai
7. Ventilator dalam kondisi tidak siap pakai 8. Alat spirometri tidak berfungsi dengan benar 9. Alat treadmill tidak berfungsi dengan benar 10. Alat suction tidak berfungsi dengan baik 11. Pisau / gunting medis tidak tajam
12. Senter mati/tidak ada
• Laboratorium
1. Alat analisa tidak berfungsi / rusak 2. Jarak antar bed terlalu dekat
• Kamar Operasi
1. Kauter tidak berfungsi dengan baik 2. Warmer tidak berfungsi dengan baik
• Kamar Bersalin
1. Alat NST tidak berfungsi dengan benar 2. Incubator tidak siap pakai/rusak
1. Alat HD tidak berfungsi
2. Cairan bikarbonat masa kadaluarsa < 3 bulan
• Radiologi
1. Alat tidak berfungsi dengan baik 2. Tampilan gambar tidak jelas
d. Obat
1. obat High alert tidak tertandai dengan benar 2. penyimpanan obat high alert yang tidak benar 3. penyimpanan obat tidak sesuai aturan prosedur
4. tidak tersedia / tidak lengkap – nya obat emergency setelah di gunakan 5. penyimpanan obat pasien tidak dilakukan dengan benar
Kesalahan Medis (Medical errors) adalah : Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah : Suatu sistem untuk mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional rutin rumah sakit atau asuhan pasien.
Gambar Alur Pelaporan Insiden RS Tk. II 04.05.01 dr, Soedjono
bersifat rahasia dan tidak boleh digandakan / dikopi untuk alasan apapun. Kepala bagian memilah insiden yang dikirim ke Tim KPRS menjadi insiden klinis dan non klinis, untuk insiden klinis menentukan risk grading matrix, kemudian menyerahkan laporan insiden kepada Tim KPRS dengan persyaratan : untuk laporan insiden kategori low dilaporkan paling lambat 7 x 24 jam, sedangkan untuk insiden kategori sentinel, high dan moderate selambatnya 1 x 24 jam. Untuk kategori low, maka unit yang bertindak sebagai penyebab insiden akan menganalisa dan hasilnya dilaporkan kepada tim KPRS. Bila hasil grading Moderate, High, dan Sentinel maka tim KPRS akan menerbitkan FTKP untuk analisa masalah melalui RCA dilakukan oleh tim RCA sesuai insiden yang terjadi.
Hasil RCA dilaporkan kepada unit terkait dan tim KPRS, dan dilakukan monitoring keefektifan dari tindak lanjut yang sudah dilakukan. Bila tindak lanjut sudah efektif dan berkaitan dengan prosedur makan dilanjutkan dengan pembuatan prosedur baru, bila belum efektif maka dilakukan analisa ulang terhadap insiden yang terjadi.
Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis) adalah : Suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
Manajemen Risiko (Risk Management) adalah : Dalam hubungannya dengan operasional rumah sakit, istilah manajemen risiko dikaitkan kepada aktivitas perlindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis.
RISK GRADING MATRIX
PROBABILITAS /FREKUENSI / LIKELIHOOD
Level Frekuensi Kejadian actual
1 Jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun
2 Tidak biasa Dapat terjadi dalam 2 – 5 tahun
3 Kadang-kadang Dapat terjadi tiap 1 – 2 tahun
4 Kemungkinan Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
5 Sering Terjadi dalam minggu / bulan
DAMPAK KLINIS / CONSEQUENCES / SEVERITY
Level DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI
1 Insignificant Tidak ada cedera
2 Minor • Cedera ringan
• Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
3 Moderate Cedera sedang
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis atau intelektual secara reversibel dan tidak berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya
• Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Major • Cedera luas / berat
• Kehilangan fungsi utama permanent (motorik, sensorik, psikologis, intelektual) / irreversibel, tidak berhubungan
dengan penyakit yang mendasarinya
5 Cathastropic • Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya
RISK GRADING MATRIX
Frekuensi/ Likelihood Insignificant 1 Minor 2 Moderate 3 Major 4 Catastropic 5 Sangat Sering Terjadi
(Tiap mgg /bln) 5
Moderate Moderate High Extreme Extreme
Sering terjadi (Bebrp x /thn)
4
Moderate Moderate High Extreme Extreme
Mungkin terjadi (1-2 thn/x)
3
Low Moderate High Extreme Extreme
Jarang terjadi (2-5 thn/x)
2
Low Low Moderate High Extreme
Sangat jarang sekali (>5 thn/x)
1
Low Low Moderate High Extreme
TINDAKAN
Can be manage by procedure
Clinical Manager / Lead Clinician should assess the consequences againts cost of
treating the risk
Detailed review & urgent treatment should be undertaken by senior
management
Immediate review & action required at Board level. Director
must be informed
Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam table matriks grading risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
a. Skor Risiko
Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko : 1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
3. Tetapkan warna bands-nya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak.
Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada asesmen risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya sama, maka untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands risiko.
Skala prioritas bands risiko adalah Bands biru : Rendah / Low Bands hijau : Sedang / Moderate Bands kuning : Tinggi / High
Bands merah : Sangat tinggi / Extreme
b. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu: biru, hijau, kuning, dan merah .
ANALISIS AKAR MASALAH ( ROOT CAUSE ANALYSIS / RCA ) A. Pengertian
akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apa yang telah terjadi? 2. Apa yang seharusnya terjadi?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian yang sama terulang?
RCA wajib dilakukan pada :
• Semua kematian yang tidak diharapkan
• Semua insiden yang diduga mengakibatkan cidera permanent, kehilangan fungsi atau kehilangan bagian tubuh.
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate cause/proximate cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi) yang terjadi sesaat sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu insiden terjadi, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden.
Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak faktor (kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.
Cara untuk mengidentifikasi akar masalah adalah :
1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung
2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang mendasari terjadinya penyebab langsung.
3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors.
4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti pada penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya.
5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar masalah.
Cara membedakan root cause dan contributing cause :
Tidak : root cause Ya : contributing
2. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang sama jika “cause” dikoreksi atau dieliminasi?
Tidak : root cause Ya : contributing
3. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat menyebabkan insiden yang serupa? Tidak : root cause Ya : contributing
Apabila ketiga jawabab adalah “tidak”, maka cause tersebut adalah “root cause”
Apabila salah satu jawaban adalah “ya”, maka cause tersebut adalah “contributing cause”.
B. Langkah Root Cause Analisis (RCA)
Adapun langkah-langkah Root Cause Analisis (RCA), sebagai berikut: a. Identifikasi insiden yang akan dianalisis
b. Tentukan tim investigator c. Kumpulkan data
• Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi, hal-hal yang berhubungan dengan insiden.
• Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data, observasi dan inspeksi
• Interview : untuk mengetahui kejadian secara langsung guna pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi.
d. Petakan kronologi kejadian
Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan. Ada berbagai macam cara kronologi kejadian, sebagai berikut :
a. Kronologi cerita / narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi.
Kronologi cerita digunakan jika:
1. Kejadian sederhana dan tidak kompleks, di mana masalah, praktek dan faktor kontribusinya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu kejadian yang lebih kompleks
3. Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebagai ringkasan di mana hal tersebut mudah dibaca.
Nilai positif : format ini baik untuk presentasi informasi Nilai negatif :
a. sulit untuk menemukan titik cerita dengan cepat
b. sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila melibatkan banyak pihak
b. Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis. Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam proses di mana masalah terjadi.
c. Tabular timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar: tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 (tiga) data lain yaitu: informasi tambahan, praktek yang baik (Good Practice), dan masalah / CMP (Care Management Problem).
Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna pada kejadian yang berlangsung lama.
d. Time person grids
Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan pergerakan orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dan lain-lain) sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Time person grid digunakan ketika :
• Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan investigator ingin memastikan keberadaan mereka dalam insiden.
• Berguna pada keadaan jangka pendek
• Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat dipakai untuk mengetahui kerangka waktu spesifik yang lebih detil.
a. buatlah tabel yang terdiri dari beberapa baris dan kolom
b. dari tabel tersebut, kolom sebelah kiri berisi daftar staf yang terlibat c. kolom berikutnya berisi perjalanan waktu (jam, menit) pada baris atasnya d. kemudian pada baris di bawah waktu berisi keterangan tempat atau kegiatan
staf yang terlibat Nilai positif :
• dapat digunakan pada waktu yang pendek
• dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya celah informasi • pemetaan dapat dalam bentuk garis waktu yang efektif
Nilai negatif :
• hanya dapat digunakan dalam waktu yang pendek • orang tidak dapat mengingat waktu di mana ia berada • terfokus pada individu
C. Identifikasi masalah (Care Management Problem / CMP)
Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri dari beberapa CMP.
1. Prinsip Dasar CMP :
pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang ditetapkan
2. Penyimpangan memberikan dampak langsung atau tidak langsung pada adverse event.
D. Analisis Informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause. 1. 5 Why (why-why chart)
Secara konstan bertanya “mengapa?”, melalui lapisan penyebab sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang teridentifikasi.
2. Analisis perubahan / change analysis
Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja sesuai rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika:
• Suatu sistem / tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian terjadi kegagalan / terdapat sesuatu yang menyebabkan perubahan situasi.
• Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian tindakan atau kerusakan alat.
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya / teori dengan prakteknya. Langkah-langkahnya :
1. pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukan (kolom 1) 2. petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1 (kolom 2)
3. bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai masalah? Catat pada kolom yang telah disediakan (kolom 3)
4. catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan dalam rekomendasi.
3. Analisis hambatan / barrier analysis
Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
1. penghalang mana yang seharusnya berfungsi untuk mencegah terjadinya insiden 2. mengapa penghalang gagal?
3. penghalang apa yang dapat digunakan insiden terulang kembali? Ada empat tipe penghalang, yaitu :
1. penghalang fisik 2. penghalang natural
3. penghalang tindakan manusia 4. penghalang adminstrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada tiga atau lebih penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori “Swiss Cheese”
4. Fish bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat memberikan dampak pada timbulnya insiden.
Gambar . Teori Analisis hambatan / barrier analysis
Tabel . Faktor Kontributor Investigasi Insiden Klinis
FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN DAN SUBKOMPONEN DALAM INVESTIGASI INSIDEN KLINIS
1. FAKTOR KONTRIBUTOR EKSTERNAL DILUAR RUMAH SAKIT Komponen
a. Regulator dan Ekonomi
b. Peraturan dan Kebijakan Depkes c. Peraturan Nasional
d. Hubungan dengan Organisasi lain
2. FAKTOR KONTRIBUTOR ORGANISASI DAN MANAJEMEN
Komponen Subkomponen
Organisasi dan Manajemen a. Struktur Organisasi b. Pengawasan
c. Jenjang Pengambilan Keputusan
Kebijakan, Standar dan Tujuan
a. Tujuan dan Misi
b. Penyusunan Fungsi Manajemen c. Kontrak Service
d. Sumber Keuangan e. Pelayanan Informasi f. Kebijakan diklat
g. Prosedur dan Kebijakan h. Fasilitas dan Perlengkapan i. Manajemen Risiko
j. Manajemen K3 k. Quality Improvement
Administrasi Sistem Administrasi
Budaya Keselamatan a. Attitude Kerja
b. Dukungan manajemen oleh seluruh staf
SDM
a. Ketersediaan
b. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan Staf yang Berbeda
c. Beban Kerja yang optimal
3. FAKTOR LINGKUNGAN KERJA
Komponen Subkomponen
Desain dan Bangunan a. Manajemen Pemeliharaan
b. Penilaian Ergonomik c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasan Lingkungan Fisik c. Perpindahan Pasien antar Ruangan
Perlengkapan a. Malfungsi Alat
b. Ketidaktersediaan
c. Manajemen Pemeliharaan d. Fungsionalitas
e. Desain, Penggunaan & Maintenace Peralatan 4. FAKTOR KONTRIBUTOR : TIM
Komponen Subkomponen
Supervisi dan Konsultasi a. Adanya kemauan staf junior berkomunikasi b. Cepat Tanggap
Konsistensi a. Kesamaan tugas antar profesi
b. Kesamaan tugas antar staf yang setingkat Kepemimpinan dan Tanggung Jawab a. Kepemimpinan Efektif
b. Uraian Tugas Jelas
Respon terhadap Insiden Dukungan peer group setelah insiden
5. FAKTOR KONTRIBUTOR : STAF
Komponen Subkomponen
Kompetensi a. Verifikasi Kualifikasi
b. Verifikasi Pengetahuan dan Keterampilan Stressor Fisik dan Mental a. Motivasi
b. Stresor Mental: Efek Beban Kerja Beban Mental c. Stresor Fisik: Efek Beban Kerja = Gangguan
Fisik 6. FAKTOR KONTRIBUTOR : TUGAS
Ketersediaan SOP a. Prosedur Peninjauan dan Revisi SOP b. Ketersediaan SOP
c. Kualitas Informasi d. Prosedur Investigasi Ketersediaan dan akurasi hasil test a. Test Tidak Dilakukan
b. Ketidaksesuaian antara interpretasi hasil test Faktor Penunjang dalam validasi alat
medis
a. Ketersediaan, penggunaan, dan reliabilitas b. Kalibrasi
Desain Tugas Penyelesaian tugas tepat waktu dan sesuai SOP
7. FAKTOR KONTRIBUTOR : PASIEN
Komponen Subkomponen
Kondisi Penyakit yang kompleks, berat, multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. Kondisi Sosial d. Keluarga
Pengobatan
Mengetahui risiko yang berubungan dengan pengobatan
Riwayat a. Riwayat Medis
b. Riwayat Kepribadian c. Riwayat Emosi Hubungan Staf dan Pasien Hubungan yang baik
8. FAKTOR KONTRIBUTOR KOMUNIKASI
Komponen Subkomponen
Komunikasi Verbal a. Komunikasi antar staf junior dan senior b. Komunikasi antar Profesi
c. Komunikasi antar Staf dan Pasien b. Komunikasi antar Unit Departemen
Komunikasi Tertulis Ketidaklengkapan Informasi
E. Rekomendasi Dan Rencana Kerja Untuk Improvement
INSIDEN : __________________________________________________ Tim : Ketua : Anggota : 1. ________ 4. ________ 2. ________ 5. ________ 3. ________ 6. ________
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili? YA TIDAK Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan YA TIDAK Yang berbeda sudah terwakili dalan tim tersebut?
Siapa yang menjadi notulen ? _______
Tanggal dimulai _______________Tanggal dilengkapi ______________
LANGKAH 3 : KUMPULKAN DATA DAN INFORMASI -Observasi langsung : __________________ -Dokumentasi: 1. ______________________ 2. ______________________ 3. ______________________ 4. ______________________ 5. ______________________ - Interview (dokter atau staf yang terlibat)
1. _______________________________________ 2. _______________________________________ 3. _______________________________________ 4. _______________________________________ 5. _______________________________________
LANGKAH 4 : PETAKAN KRONOLOGI KEJADIAN FORM TABULAR TIMELINE
Waktu / Kejadian Kejadian Informasi tambahan Good Practice Masalah Pelayanan
FORM TIME PERSON GRID waktu staf yang terlibat LANGKAH 5: IDENTIFIKASI CMP FORM MASALAH / CMP
MASALAH INSTRUMEN / TOOLS
1 2 3
LANGKAH 6: ANALISIS INFORMASI
FORM TEKNIK (5) MENGAPA MASALAH
Mengapa Mengapa Mengapa
FORM ANALISIS PERUBAHAN Prosedur yang normal
(SOP)
Prosedur yang dilakukan saat insiden
Apakah terdapat bukti
perubahan dalam
proses?
FORM ANALISIS PENGHALANG Apa penghalang pada
masalah ini?
Apakah penghalang dilakukan?
Mengapa penghalang gagal? Apa dampaknya?
FISH BONE / ANALISIS TULANG IKAN
(diagram fish bone lihat atas)
LANGKAH 7: FORM REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAKAN Failure Mode Effects & Analysis
Faktor kontributor Tind akan Tingkat rekomendasi (individu, tim, direktorat, RS) Penang gung jawab
Waktu Sumber daya yang dibutuhkan Bukti penyelesai an paraf
( FMEA/ Analisa Modus Kegagalan dan Dampaknya )
• Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi . Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien
• Proses pro aktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi • Mengantisipasi kesalahan akan meminimalkan dampak buruk Langkah– langkah FMEA
• Tentukan Topik proses FMEA. • Bentuk Tim
• Gambarkan Alur Proses • Analisa Hazard Score
• Tatalaksana dan Pengukuran Outcome
• Standarisasi / redesign proses / design control
• Analisa dan melakukan uji coba pada proses yang baru • Implementasi dan monitor proses yang baru
Langkah 1 & 2
- Pilih Proses yang berisiko tinggi terhadap Keselamatan Pasien dan bentuk Tim - Tim menyesuaikan Proses yang dipilih
- Pilih Proses yang akan dianalisa
- Tentukan salah satu Proses / Sub Proses bila proses nya kompleks Langkah 3A
Gambarkan alur Proses
Jelaskan tahapan – tahapan proses kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit. Tahapan Proses isikan dalam kotak 1 , 2, 3, 4, 5, 6, dst
Pada Tahapan Proses dijelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku dan jika proses terlalu kompleks, dapat memilih satu proses atau sub proses untuk ditindak lanjuti
Kemudian masing – masing proses uraikan subprosesnya pada Tahapan Sub Proses pada baris A, B, C, D, E. dst
1 2 3 4 5 6
Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub
Proses proses proses proses proses proses
A._______ A._______ A.________ A.________ A.________ A._________ B._______ B._______ B.________ B.________ B.________ B._________ C._______ C._______ C.________ C.________ C.________ C._________ D._______ D._______ D.________ D.________ D.________ D._________ E._______ E._______ E.________ E.________ E.________ E._________
Langkah 3B
Gambarkan Alur Sub Proses
Jelaskan Sub Proses kegiatan yang dipilih untuk ditindak lanjuti, isikan pada kotak A,B,C,D,E. Masing – masing Sub Proses sampai Sub Proses terakhir dicari modus kegagalannya, isikan pada baris 1, 2, 3, 4, 5
A B C D E
Modus Modus Modus Modus Modus
1. ________ 1. ________ 1. ________ 1.________ 1.________ 2. ________ 2. ________ 2. ________ 2. ________ 2. ________ 3. ________ 3. ________ 3. ________ 3. ________ 3. ________ 4. ________ 4. ________ 4. ________ 4. ________ 4. ________
Langkah 4
Analisa Hazard Score
Isikan masing – masing modus kegagalan dan effek analisisnya pada lembar kerja 1. Modus Kegagalan
Apa yang anda amati ketika kesalahan terjadi, masing – masing beri nilai pada nomor selanjutnya
2. Akibat / Severity ( S)
Bagaimana dampak kesalahan pada pelanggan, beri nilai seberapa parah dampaknya terhadap pelanggan
Nilai 1 = bila kesalahan tidak menimbulkan dampak / cidera pada pelayanan kesehatan ( perhatikan pada lembar Analisa Hazard Minor )
Nilai 5 = bila kegagalan dapat mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tetapi menimbulkan kerugian minor ( perhatikan pada lembar Analisa Hazard Moderat )
Nilai 7 = bila kegagalan menyebabkan kerugian yang lebih besar terhadap pasien ( perhatikan pada lembar Analisa Hazart Mayor )
Nilai 10 = bila kegagalan menimbulkan kematian atau kecacatan ( perhatikan pada lembar Analisa Hazart Katastropik )
3. Potensial Penyebab / Occurrence ( O )
Yang paling memungkinkan penyebab terjadinya kesalahan – garis ini harus selalu terisi dan seberapa sering penyebab atau kesalahan model ini terjadi ?
Nilai 1 = Hampir tidak pernah terjadi ( > 5 tahun )
Nilai 5 = Jarang ( dapat terjadi dalam >2 tahun sampai 5 tahun )
Nilai 7 = Kadang – kadang ( dapat terjadi beberapa kali dalam 1 sampai 2 tahun )
Nilai 10 = Hampir sering muncul dalam waktu yang relatif singkat (beberapa kali dalam 1 tahun)
Seberapa besar kemungkinan yang kita dapat untuk mendeteksi kesalahan atau penyebabnya? Nilai 1 = mudah dideteksi
Nilai 5 = agak susah dideteksi Nilai 7 = susah dideteksi Nilai 10 = tidak dapat dideteksi 5. RPN
Hasil perkalian S X O X D
6. Peringkat : untuk prioritas penyebab yang akan ditindak lanjuti pada langkah 5 berdasarkan nilai tertinggi pada RPN ( Risk Priority Number )
PROCESS & SUBPROCESSES FAILURE MODE PROXIMATE CAUSES
EFFECTS S O D RPN RANK ACTION
PLAN
Langkah 5
Tata Laksana dan Pengukuran Outcome Lembar Kerja
Modus Kegagalan
Potensi Penyebab
RPN Peringkat Tindak lanjut KPI PIC Dukungan Manajemen
Langkah 6
• Mengeliminasi risiko bila memungkinkan
• Minimalkan risiko apabila tidak dapat dieliminasi Langkah 7
Analisa dan melakukan uji coba pada proses yang baru
1. Bila proses yang baru sudah selesai dibuat, perlu dilakukan proses FMEA yang baru untuk menguji apakah proses tersebut masih berpotensi menimbulkan kegagalan
2. Untuk Failure mode dengan high RPN, jangan lupa mencari banyak jalan untuk mengeliminasi / meminimalkan risiko
Langkah 8
Implementasi dan monitor proses yang baru. Ulangi beberapa waktu, sesudah beberapa failure mode di-eliminasi
2. CLINICAL PATHWAY
Clinical Pathway (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical pathway diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang terdiagnosis : Acute Ischemik Stroke, maupun pasien dengan tindakan: Sectio Caesarea, Tonsilectomi ( termasuk Adenotonsilectomi ), Coronary Angiography ( PAC ), Temporary Pace Maker ( TPM ), Permanent Pace Maker ( PPM ), Percutaneus Coronary Intervention ( PCI ).
3. Penetapan Area Prioritas
Pengelompokan Indikator Mutu Rumah Sakit Telogorejo berdasarkan prioritas area yang akan dilakukan evaluasi adalah sebagai berikut:
No Prioritas Area Evaluasi SKP Keterangan
1 Sasaran Keselamatan Pasien
2. Angka insiden karena salah komunikasi
SKP.2 Proses
3. Angka ketepatan pengambilan obat high alert
SKP.3 Proses
4. Ketepatan Pelaksanaan operasi tanpa adanya kesalahan pasien, tindakan dan lokasi operasi
SKP.4 Output pelayanan
5a. Angka pasien dengan infeksi jarum infus
SKP.5 Output pelayanan
5b. Angka pasien dengan ILO SKP.5 Output pelayanan
5c. Angka pasien dengan decubitus SKP.5 Output pelayanan 5d. Angka kepatuhan cuci tangan bagi
karyawan
SKP.5 Proses
6. Angka pasien jatuh SKP.6 Output pelayanan
2 Indikator Area klinis
1. Angka kelengkapan pengkajian keperawatan
Asesmen Pasien Prosedur
2. Angka ketepatan waktu penyelesaian pemeriksaan Troponin I pada kasus jantung
Laboratorium Prosedur
3. Hasil interpretasi CT Scan Brain ≤ 3 jam setelah selesai pemeriksaan
Radiologi Prosedur
4. Ketepatan Pelaksanaan operasi tanpa adanya kesalahan pasien, tindakan dan lokasi operasi
Prosedur bedah Prosedur
5a. Prophylactic antibiotik pada operasi Hip Athroplasty
Penggunaan antibiotik dan obat lain
Prosedur
5b .
Pemberian Aspirin pada pasien AMI
Penggunaan antibiotik dan obat lain
Prosedur
7. Terpenuhinya asesmen pasien pra anestesi oleh dokter anestesi
Penggunaan anestesi
Prosedur
8. Tidak ada kejadian salah penyerahan darah transfusi
Penggunaan darah dan produk darah
Prosedur
9. Angka kelengkapan pengkodingan RJ Ketersediaan isi dan penggunaan RM
Proses
10 a. Angka pasien dengan infeksi jarum infus
PPI Out come
10 b. Angka pasien dengan ILO PPI Out come
10 c. Angka pasien dengan decubitus PPI Out come 11. TDD, tidak ada kegiatan riset
3 Indikator Area Manajemen
1. Pending purchase order barang rutin dalam 1 minggu
Pengadaan rutin Proses
2. Pengujian sistem alat kebakaran Pelaporan yang diwajibkan
Proses
3. Angka ketepatan pelaporan KNC, KTD, sentinel
Man risiko Out come
4. Pelaksanaan preventive maintenance alat medis
Penggunaan sumber daya
Proses
5a.Tingkat kepuasan pasien RI & keluarga terhadap pelayanan rumah sakit
Harapan dan
kepuasan pasien / keluarga
Out come
5b.Tingkat kepuasan pasien RJ & keluarga terhadap pelayanan rumah sakit
Harapan dan
kepuasan pasien / keluarga
Out come
6. Laporan hasil survey kepuasan karyawan terhadap fasilitas makan
Harapan dan
kepuasan staf
Proses
7. Angka ketepatan indexing RJ Demografi dan diagnosa klinis
Proses
8. Pembuatan rincian biaya dan kuitansi di bagian Radiologi 99% benar
Manajemen keuangan
9. Pemantauan baku mutu air bersih Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf
Proses
4 Indikator Library of Measure
1.Prophylactic antibiotik pada operasi Hip Athroplasty
Indikator Area Klinis 5
Prosedur operasi
2. Pengurangan risiko jatuh Indikator SKP 6 Out come 3. Angka pasien decubitus Indikator SKP5 Out come 4. Pemberian Aspirin pada pasien AMI Indikator Area
Klinis 5
Prosedur
5.Pelaksanaan edukasi SNH kepada pasien / keluarga
PPK Proses
Strategi Pencapaian Mutu RS Telogorejo
Untuk meningkatkan mutu Rumah Sakit Telogorejo maka disusunlah strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan Rumah Sakit Telogorejo sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit Telogorejo, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Telogorejo, termasuk didalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Telogorejo dengan pendekatan P-D-S-A cycle.
Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian yang sangat penting dari seluruh proses siklus, karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan. b. Merasa tidak puas dengan penyimpangan tersebut
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
BAB X
RUMAH SAKIT Tk. II 04.05.01 dr. SOEDJONO
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit TK. II 04.05.01 dr. Soedjono
• Indikator
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
• Kriteria
Adalah spesifikasi dari indikator • Standar :
- Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
- Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. - Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai outcome daripada struktur dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar rumah sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor e. Didasarkan pada data yang ada
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu yang tidak baik. 4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan : a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara c. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan
BAB XI
Indikator adalah : suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan dan merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
Indikator Rumah Sakit tk. II 04.05.01 dr. Soedjono meliputi : A. INDIKATOR AREA KLINIS
a. Asesmen pasien
Angka kelengkapan pengkajian keperawatan pasien rawat inap
Judul Angka kelengkapan pengkajian keperawatan pasien rawat inap Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya pelayanan keperawatan yang aman bagi pasien
Definisi operasional Angka kelengkapan dokumentasi pengkajian keperawatan pasien rawat inap dalam 24 jam sejak pasien masuk rawat inap
Frekuensi
pengumpulan data
Setiap bulan
Periode analisa Setiap bulan
Numerator Jumlah kelengkapan pengkajian keperawatan dalam 24 jam Denominator Jumlah pasien baru rawat inap
Sumber data Dokumentasi asuhan keperawatan
Standar Min 80%
Penanggung jawab pengumpul data
Supervisor CCN
b. pelayanan laboratorium
Tidak adanya kejadian salah penyerahan darah tranfusi
Judul Tidak adanya kejadian salah penyerahan darah tranfusi Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah insiden KNC, KTD, Sentinel karena tranfusi darah
Definisi operasional Tidak adanya kejadian salah penyerahan darah tranfusi sesuai permintaan kepada unit yang meminta
Frekuensi
pengumpulan data
1 bulan
Denominator
Sumber data Insiden report
Standar 0 kasus
Penanggung jawab pengumpul data
OIC Laboratorium
Hasil laborat dari PU / UGD ( Blood Cell Counter K. Klinik, Urine rutin, Widal, DHF ) tidak melebihi 2,5 jam
Judul Hasil laborat dari PU / UGD ( Blood Cell Counter K. Klinik, Urine rutin, Widal, DHF ) tidak melebihi 2,5 jam
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah insiden KNC, KTD, Sentinel karena tranfusi darah
Definisi operasional Hasil laborat dari PU / UGD ( Blood Cell Counter K. Klinik, Urine rutin, Widal, DHF ) tidak melebihi 2,5 jam setelah spesimen diterima
Frekuensi
pengumpulan data
1 bulan
Periode analisa 1 bulan
Numerator Jumlah Hasil laborat dari PU / UGD ( Blood Cell Counter K. Klinik, Urine rutin, Widal, DHF ) yang tidak melebihi 2,5 jam
Denominator Jumlah pemeriksaan dari PU / UGD
Sumber data Arsip hasil lab, pemantauan indikator laboratorium
Standar Min 90%
Penanggung jawab pengumpul data
OIC Laboratorium
Turn around time hasil pemeriksaan FBC 2,5 jam
Judul Turn around time hasil pemeriksaan FBC 2,5 jam Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mencegah insiden KNC, KTD, Sentinel karena tranfusi darah
Definisi operasional Turn around time hasil pemeriksaan FBC 2,5 jam dihitung dari saat spesimen diterima di laboratorium