BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama
di negara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya masalah tersebut terlihat
dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Adisasmito, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2010 menunjukkan presentase
yang cukup tinggi, dalam sehari ada sekitar 460 balita meninggal karena
terjangkit diare, dan diare pun merenggut nyawa hampir 31,4% bayi usia 29
hari sampai 11 bulan. Angka kejadian diare disebagian wilayah Indonesia
hingga saat ini masih sangat tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara
dengan tingkat kejadian diare yang cukup tinggi. Hasil survei kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), diare menempati urutan kedua pada balita dan ketiga
pada bayi, serta nomor lima untuk semua umur, sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada
balita 75 per 100 ribu balita (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010).
Meningkatnya angka kejadian diare dan efek samping obat antidiare
yang ada saat ini, mendorong para peneliti untuk terus berusaha dalam
menemukan obat sebagai antidiare baru, terutama yang berasal dari tanaman
(Anas, dkk., 2000). Ada 88 jenis tumbuhan obat yang dinyatakan berkhasiat
sebagai obat diare. Tetapi sampai sekarang pengetahuan maupun pemakaian
sedangkan informasi ilmiah belum banyak diperoleh salah satu diantaranya
adalah sarang semut (Pudjarwoto, 1992).
Sarang semut yang telah dikenal oleh masyarakat luas adalah sarang
semut berupa lubang - lubang di tanah, bangunan, atau daun - daun di pohon
yang dibuat sendiri oleh koloni semut tertentu, bisa semut merah, rangkang,
semut hitam atau semut putih. Namun yang dimaksud disini adalah bukan
sarang semut seperti itu, melainkan tumbuhan epifit yang menempel di pohon
besar yang batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga - rongga
yang disediakan sebagai sarang semut jenis tertentu. Tumbuhan ini memang
seperti itu, sejak dari biji berkecambah batang bagian bawahnya secara
progresif menggelembung dengan sendirinya. Dalam waktu beberapa bulan,
batang bagian bawahnya terbentuk rongga - rongga yang cukup kompleks
mirip sarang semut. Rongga - rongga itu pada akhirnya akan menarik perhatian
semut - semut jenis tertentu untuk datang dan akhirnya membentuk koloni
didalamnya (Subroto, dkk., 2008).
Hasil uji penapisan kimia yang dilakukan terungkap bahwa tumbuhan
sarang semut mengandung senyawa - senyawa kimia dari golongan flavonoid,
tanin, polifenol, tokoferol, dan mineral - mineral lainnya seperti: kalsium, besi,
fosfor, natrium, kalium, seng (Subroto, dkk., 2008). Beberapa penelitian yang
telah dilakukan terhadap umbi tumbuhan sarang semut antara lain: efek
potensi antimikroba ekstrak etanol umbi sarang semut terhadap Candida
albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus (Efendi, dkk., 2013),
dan uji efek ekstrak etanol sarang semut terhadap perubahan bobot badan
mencit (Khairuddin, dkk., 2012). Terkait potensinya dalam mengatasi keluhan
penyakit diare, telah dibuktikan adanya efek antidiare ekstrak air umbi sarang
semut jenis Myrmecodia pendens (Defrin, dkk., 2010) dan uji efek antidiare
infus sarang semut dari jenis Hydnophytum sp (Soares, 2010). Tumbuhan
sarang semut merupakan tumbuhan yang termasuk dalam suku Rubiaceae dan
terdiri dari 5 kelompok genus. Namun, hanya genus Myrmecodia dan
Hydnophytum yang paling dekat berasosiasi dengan semut (Florentinus, 2013).
Tumbuhan sarang semut yang banyak dimanfaatkan sebagai bagian dari
pengobatan adalah Myrmecodia tuberosa, Myrmecodia pendens dan
Hydnophytum formicarum (Rubiaceae) (Soeksmanto, dkk., 2010).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian
terhadap umbi sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack.) sebagai antidiare.
Penelitian meliputi karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia dan
ekstrak serta uji efek antidiare ekstrak etanol umbi sarang semut (Myrmecodia
tuberosa Jack.) terhadap tikus putih jantan dengan menggunakan metode
intestinal transit/metode lintasan usus halus, sebagai penginduksi diare
diberikan oleum ricini, sebagai marker diberikan norit, dan sebagai
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian
adalah:
a. data karakteristik simplisia umbi sarang semut belum ada.
b. apa kandungan golongan senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol
umbi sarang semut?
c. apakah ekstrak etanol umbi sarang semut memiliki efek antidiare yang
diinduksi dengan oleum ricini?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah:
a. memperoleh karakteristik simplisia umbi sarang semut sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan karakteristik simplisia.
b. simplisia dan ekstrak etanol umbi sarang semut mengandung senyawa
flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid.
c. ekstrak etanol umbi sarang semut memiliki efek antidiare.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik simplisia umbi sarang semut.
antidiare pada tikus putih jantan yang diinduksi oleum ricini.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. dapat menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai
antidiare.
b. dapat mengembangkan umbi sarang semut menjadi suatu sediaan herbal
1.6 Kerangka Konsep Penelitian 2. Penetapan kadar
air
3. Penetapan kadar sari larut dalam air 4. Penetapan kadar
sari larut dalam etanol
5. Penetapan kadar abu total