Page 30 of 203 Berbeda dengan Pupuhu, pergantian Ais Pangampih dipilih dan diangkat oleh masyarakat di masing-masing blok. Kesamaan di antara Pupuhu dan Ais Pan- gampih adalah tidak ada pakem soal masa jabatan elit-elit adat. Pergantian Ais Pangampih dilakukan jika memang masyarakat merasa perlu dan sudah saatnya Ais Pangampih memilih penerusnya. Sistem pemilihan Ais Pangampih dilakukan dengan cara musyawarah dalam forum pertemuan warga. Masing-masing anggota masyarakat boleh mengusulkan nama yang dinilai pantas menggantikan Ais Pan- gampih. Nama yang diusulkan kemudian ditimbang kemudian disetujui oleh Pupuhu.
Page 31 of 203 Selain itu juga struktur dan juga pemimpin dari komunitas ADS ini juga mendapat- kan penghormatan dari masyarakat luar komunias atau warga sekitar Paseban dan umumnya oleh masyarakat luas karena beliau dinilai mampu untuk memimpin dengan baik kelompok adat yang banyak mendapatkan sorotan dan terus menjaga adat istiadat warisan leluhur mereka. Dan diharapkan dengan adanya pemimpin yang demokratis dan juga mampu mengayomi anggota dan masyarakat luar komunitas adat. Harapan tentang pemimpin yang baik serta mampu mengayomi bukan hanya harapan komunitas adat saja namun juga oleh masyarakat luas In- donesia. Tentunya dengan adanya pemimpin yang bermoral, berintelektual, plural, demokratis, anti diskriminasi dan loyal kepada rakyat maka ia akan sanggup melakukan tindakan nyata yang berpihak pada semua warga bangsa tanpa terkecuali menjadi harapan masyarakat luas.
Relasi dengan pemerintah
Komunitas ADS dalam hubungannya dengan pemerintah setempat terjalin dengan baik khususnya dalam hal administrasi ataupun urusan kependudukan selalu men- jalin komunikasi dan koordinasi antara pihak paseban yang dalam hal ini adalah pengurus atau wadah dari keberadaan komunitas ini dengan pihak pemerintah setempat. Selain itu juga pihak paseban dan pemerintah setempat berkerja sama dalam melaksanakan acara seren taun yang rutin dilaksakan setiap tahunnya ka- rena acara ini bukan hanya milik komunitas ADS atau paseban saja namun milik masyarakat Kuningan khususnya kecamatan Cigugur yang memiliki banyak bu- daya dan beraneka agama juga keyakinan.
Cigugur merupakan sebuah kelurahan yang terletak di kaki Gunung Ciremai dan berjarak 30 km ke arah selatan kota Cirebon. Kelurahan Cigugur termasuk pada wilayah administratif Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kuningan dengan luas wilayah 300 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: ber- batasan dengan Kelurahan Cipari. Sebelah Timur: berbatasan dengan Kelurahan Kuningan. Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kelurahan Sukamulya. Sebelah Barat: berbatasan dengan Desa Cisantana. Kelurahan Cigugur terletak kurang lebih 3,5 km ke arah Barat dari pusat kota. Kuningan dengan letak geografis keting- gian 660 m dari permukaan laut. Bentuk permukaan tanahnya berupa perbukitan dengan keadaan tanah yang subur karena merupakan hasil pelapukan yang be- rasal dari gunung Ciremai. Di daerah Cigugur, terdapat tiga sumber mata air ini dipergunakan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengairi ar- eal pesawahan. Disamping itu, banyak penduduk yang mempergunakan air terse- but untuk memelihara ikan tawar dengan membuat kolam. Kelebihan air yang dihasilkan dari ketiga mata air itu untuk mensuplai kebutuhan air sebagian masyarakat kelurahan Kuningan dan Cirebon. 39
Berbicara tentang hubungan pemerintah, peran pemerintah daerah kabupaten Kuningan terhadap komunitas ADS. Rupanya, kesalahan anggapan hanya ada 5 agama yang diakui boleh jadi didasarkan pada struktur Departemen Agama yang hanya terdiri atas Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Jen- deral Bimbingan Masyarakat Katolik, dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyara- kat Hindu/ Budha. Hal ini telah menimbulkan masalah yang cukup penting.
39 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf dalam (Suganda, 2003 dalam http : // www.urang sunda.Or.Id) pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 19:37 WIB.
Page 32 of 203 Mengenai pelarangan agama kita bisa mengambil ilustrasi kalau pembubaran atau pelarangan suatu partai politik saja dapat memerihkan, terlepas dari benar atau salahnya partai tersebut, apalagi pelarangan agama yang berkenaan dengan keyakinan terhadap sesuatu yang bersifat ultimate dalam kehidupan seseorang yang menyangkut keselamatan hidupnya, tidak hanya sekarang melainkan juga nanti setelah mati. Kalau orang bertepo seliro dengan mencoba meletakan diri ditempat mereka yang kehilangan kebebasannya dalam menganut keyakinannya, mungkin orang tidak akan begitu mudah mencabut kebebasan orang lain dalam berkeyakinan yang jelas-jelas dijamin oleh konstitusi negara kita.
Di sini kita perlu menegaskan bahwa tidak mengakui keberadaan suatu agama sama saja dengan tidak menghargai hak asasi manusia. Adanya suatu agama tidak perlu mendapat pengakuan dari suatu negara, karena bisa jadi suatu agama ada sebelum negara itu ada. Keberadaan suatu agama juga tidak memerlukan pengakuan Departemen Agama yang suatu saat bisa saja dihapus sesuai kebu- tuhan (Madjid, Nurcholish; 2001: 113-115). Seiring dengan itu, pelarangan ter- hadap berbagai aliran atau faham keagamaan dalam kenyataannya tidak akan efektif. Sebab hal ini menyangkut keyakinan pribadi seseorang dan keyakinan tidak mungkin ditaklukan dengan kekuasaan (negara).
Dengan demikian, fungsi legitimasi agama berupa pembenaran dan pengukuhan dari pemerintah juga penting guna menyukseskan program-program pem- bangunan yang diselenggarakan. Sehubungan dengan hal itu peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam penglegitimasian tersebut. Berkaitan dengan masalah tersebut, Pemerintah Daerah Kuningan juga mempunyai turunan dalam pengawasan terhadap Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang ada di kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Dalam rangka kelancaran roda Pemerintah Daerah Kuningan, khususnya yang menaungi atau membawahi masalah keagamaan yang berkaitan dengan Ke- percayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan, maka sesuai dengan pelimpahan kewenangannya Pemerintah Daerah Kuningan melimpahkan masalah ini. Adapun instansi terkait tersebut diantaranya adalah Departemen Agama Kabupaten Kuningan, Dinas Pariwisata dan Ke- budayaan Kabupaten Kuningan dan Bakor Pakem. Pelimpahan ini dilaksanakan sebagai upaya pembinaan dan memfasilitasi aparatur pemerintahan dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan pusat ataupun peraturan daerah. Berdasarkan penelitian terungkap bahwa peran Pemerintah Daerah terhadap Penganut Ke- percayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan yang diwakili oleh instansi-instansi terkait sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Daerah Kuningan adalah sebagai berikut:
Pertama, Dinas Pariwisata dan Budaya. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pari- wisata dan Budaya berkaitan dengan masalah Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi hanya sebatas melindungi Benda Cagar Budaya. Hal ini tercantum dalam UU RI No.5 tahun 1992 tentang Benda-benda Cagar Budaya dan Peraturan Dearah (Perda) Kabupaten Kuningan Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengelolaan Museum, Kepurbakalaan dan Nilai Tradisional.
Page 33 of 203 Perhatian pada bidang budaya diwujudkan dengan pemeliharaan dan penugasan gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Gedung ini dimanfaatkan baik untuk men- capai tujuan-tujuan pendidikan maupun kebudayaan, yaitu: Sebagai tempat penyelenggaraan Upacara Seren Taun yang digelar tiap tahun. Sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah seperti; macam-macam senjata, yaitu keris, tombak, dan sebagainya. Lalu koleksi alat-alat kesenian daerah dari masa lampau dan perkembangannya. Selain itu sebagai perpustakaan, disana terdapat buku-buku sejarah, buku-buku keagamaan atau kepercayaan dari setiap agama dan kepercayaan penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa. Tempat tersebut juga sebagai pusat perkembangan seni budaya, contohnya untuk atihan karawitan dan seni tari daerah.
Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan khususnya peran Dinas Pari- wisata dan Budaya yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 7 Tahun 2006 yang berkaitan dengan Penganut Kepercayaan dan Pengha- yatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa lebih tepat dalam pengelolaan Nilai Tradi- sional, yaitu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting yang berguna dalam hidup dan kehidupan manusia yang tercermin dalam ide dan sikap dalam perilaku serta selalu berpegang teguh kepada adat istiadat. Sementara itu, peran Dinas Pariwisata dan Budaya yang tercantum dalam UU RI no.5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Cagar budaya yang dimaksud adalah “Paseban Tri Panca Tunggal”, yaitu tempat berkumpul khususnya para Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemaparan yang disampaikan diatas diambil dari hasil penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, hasil wa- wancaranya dengan Suryono, pada tanggal 22 Juni 2009. Dengan demikian, pada dasarnya peran Pemerintah Daerah Kuningan di sini adalah melakukan pengel- olaan, pemeliharaan, melindungi, mengamankan dan melestarikan peninggalan budaya serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap peninggalan bu- daya daerah. 40
Kedua, Departemen Agama. Indonesia sering disebut sebagai nation state yang unik karena memiliki departemen yang khusus menangani masalah kehidupan be- ragama. Pembentukan Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) pada tanggal 3 Januari 1946 atau lima bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Kepu- tusan yang mengakomodasi aspirasi para pemimpin Islam tersebut semakin mem- pertegas bahwa agama merupakan elemen yang penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara. Departemen Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan isi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Pasal tersebut berbunyi, ayat (1) Negara berdasar atas ke- Tuhanan yang Maha Esa, ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut kaidah bahasa Indonesia dan berdasarkan penjelasan Bung Hatta bahwa kata-kata “itu” di belakang kata kepercayaan dalam pasal tersebut menunjukkan makna kesatuan di antara agama dengan kepercayaan. Jadi, yang dimaksud ada- lah kepercayaan di dalam agama, bukan kepercayaan di luar agama. Dengan demikian tugas Departemen Agama adalah membina umat beragama sesuai yang
40 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf (dengan penemuan UPI dari hasil wawancara dengan Suryono pada tanggal 22 Juni 2009), hlm.153. diakses pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:24 WIB.
Page 34 of 203 digariskan UUD 1945. Prinsip fundamental dalam UUD 1945 mengamanatkan supaya ajaran dan nilai-nilai agama selalu berperan dan memberi arah bagi ke- hidupan berbangsa dan bernegara. Berkenaan dengan itu, dalam Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijakan mengenai Aliran-aliran Ke- percayaan yang ditandatangani Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, an- tara lain ditegaskan bahwa Departemen Agama yang tugas pokoknya adalah melaksanakan sebagian tugas pemerintahan umum dalam pembangunan di bi- dang agama tidak akan mengurusi persoalan-persoalan aliran kepercayaan yang bukan merupakan agama tersebut.41
Pemerintah daerah melalui Departemen Agama Kuningan berfungsi dan berperan sebagai instansi yang memberikan pengawasan, pembinaan dan bimbingan agar tidak terjadi penyempalan-penyempalan agama, penyimpangan-penyimpangan serta tidak membuat agama baru seperti yang diharapkan Departemen Agama sendiri. Selain itu, Departemen Agama Kuningan juga berperan dalam mem- berikan penjelasan tentang perkawinan Penganut Kepercayaan dan Pengaha- yatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik itu mengenai perkawinan campuran maupun statusnya terdaftar atau tidak di kantor Catatn Sipil. Selain Departemen Agama, ada Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat). Di Indonesia, lembaga yang berhak dan memiliki kewenangan khu- sus untuk menangani masalah aliran sesat ini adalah Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Tim Pakem ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung No.KEP-108/JA/5/1984. Sementara, dasar hukum terkait dengan penindakan terhadap aliran-aliran sesat didasarkan pada UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Untuk diketahui, Kejaksaan Agung mengenal dua delik dalam bidang agama yaitu delik penyelewengan agama dan delik anti agama. Penetapan itu didasarkan pada Surat Kejaksaan Agung RI No. B-1177/D.1/101982 tanggal 30 Oktober 1982 tentang Tindak Pidana Agama dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia. Pemerintah dae- rah melalui Kejaksaan Negeri dan Bakor Pakem Kuningan berperan sebagai lem- baga yang memberikan penanganan dan pengawasan terhadap perkembangan Penghayat Kepercayaan di Cigugur Kuningan serta aliran-aliran kepercayaan lainnya yang ada di Kabupaten Kuningan. 42
Hubungan dengan Masyarakat Luar ADS
Komunitas ADS membangun hubungan kekeluargaan dengan mayarakat yang bukan pengahayat atau penganut kepercayaan. Hubungan kekeluargaan tersebut terjalin karena ikatan batin dan juga atas dasar sejarah leluhur keluarga mereka masing-masing yang memiliki kesamaan satu dengan yang lainnya. Keharmoni- san ini dapat terlihat ketika acara seren taun akan diadakan, acara ini berpusat di Paseban Tri Panca Tunggal namun warga sekitar Paseban berbondong-bondong mengirimkan makanan dan membantu mmepersiapkan kelengkapan acara seren taun ini. Selain itu, mereka juga berpartisipasi dalam pembuatan gunungan yang
41 Diakses dari http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:42 WIB
42 http://a-research.upi.edu.pdf, op.cit hlm.156
Page 35 of 203 berisi makanan, buah-buahan, dan hasil bumi yang nantinya akan dibawa untuk acara Upacara Seren Taun.
Berbicara tentang hubungan dengan masyarakat luar ADS, sudah pasti berkaitan dengan interaksi. Proses interaksi yang terjadi antar sesama warga masyarakat di Kelurahan Cigugur didasarkan atas hubungan kekeluargaan, pekerjaan, dan gotong royong. Pada umumnya interaksi yang sering terjadi adalah dengan orang- orang yang satu pekerjaan meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.
Hal ini terjadi pada waktu mereka untuk berinteraksi lebih banyak bila dibanding- kan dengan orang yang berbeda pekerjaannya. Interaksi diantara warga masyara- kat di Kelurahan Cigugur juga terlihat dalam gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti pada kegiatan bakti sosial, jumat bersih dan membuat sarana peribadatan sering dilaksanakan oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur. Ketika diadakan kegiatan gotong royong biasanya antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya saling berjumpa. Pada waktu itu mereka saling menyapa dan saling bersenda gurau yang menandakan akrabnya hubungan mereka walaupun berbeda latar belakang dan agamanya.
Selain itu, gotong royong, dalam upacara perkawinan dan kematian juga merupa- kan saat-saat biasanya anggota masyarakat saling berkumpul dan saling ber- interaksi. Dalam kehidupan masyarakat tokoh-tokoh agama dan kepala kelurahan dianggap sebagai seorang pemimpin kharismatik yang harus dipatuhi dan dijadi- kan panutan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kepala Kelurahan dan tokoh-tokoh agama tidak hanya sebagai tokoh panutan, tetapi juga dianggap sebagai tokoh yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam masyarakat.
Dalam hasil penelitian UPI, dijelaskan bahwasanya dalam arsip kelurahan Cigugur tahun 2008, kehidupan beragama, masyarakat Kelurahan Cigugur terlihat harmo- nis. Hal ini terjadi karena antara masyarakat Cigugur dan Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa memegang teguh rasa toleransi diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik. Pelaksanaan ritual keagamaan cukup kental, bahkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh masyarakat biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Sarana-sarana peribadatan pun cukup lengkap, terlihat dengan banyaknya tempat peribadatan, seperti masjid yang berjumlah enam, langgar sembilan, dan gereja ada dua buah.
Bagi masyarakat komunitas Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang juga tersebar di wilayah Cigugur, tetapi juga di wila- yah Jawa Barat lainnya, hidup berdampingan dan bertetangga dengan pemeluk agama yang berbeda. Bahkan tidak jarang dalam suatu keluarga terdapat be- berapa keyakinan yang dianut tanpa saling menganggu satu dengan yang lainnya.
Contoh konkretnya adalah Ibu Anda selaku istri dari sekertaris kelurahan yaitu bapak Anda, dan rumah yang kelompok diami selama melakukan penelitian se- derhana.
Keluarga bapak gee daa ada yang Islam, Katolik, Penghayat, macam- macam teh, tapi da ah rame weeh kalo lebaran teh ibu yang Katolik suka
Page 36 of 203 ikut ke kaka Ibu yang Islam, kaka Ibu yang Islam ge suka pada dating kalo natal, ah ya rame weh43
Mereka bisa dan terbiasa menerima anggota keluarganya yang berasal dari pemeluk agama yang berbeda. Karena prinsip hidup tersebut, kami sebagai peneliti melihat bahwa kerukunan dalam masyarakat yang beragam dalam agama sangatlah rukun. Sama halnya seperti kerukunan dijunjung tinggi oleh komunitas ADS yaitu “meskipun tidak sepengakuan tetapi mengutamakan pengertian”. Hal ini dilakukan dalam upaya ikut serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, sep- erti melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan, bekerja bersama-sama tanpa me- mandang suku, ras, agama, maupun golongan, baik itu yang datangnya dari pihak pemerintah maupun atas inisiatif dari warga masyarakat itu sendiri. Kegiatan ter- sebut wujud dari kesadaran akan kerukunan hidup Umat berKetuhanan Yang Maha Esa. Sejalan dengan hal di atas, komunitas ADS sangat menilai tinggi war- isan budaya nenek moyangnya, seperti yang telah dituliskan dalam manuskrip oleh Pangeran Madrais. Adat istiadat warisan para leluhurnya tetap dipelihara da- lam kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat istiadat tersebut berhubungan erat dengan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan ini terlihat di dalam upacara adatnya, seperti yang dapat kita saksikan dalam upacara Seren Taun. Dalam upacara Seren Taun semua warga di Cigugur turut berpartisipasi didalamnya tanpa memandang latar belakang agama, ras, suku dan golongan.
Dalam upacara Seren Taun, kita mau ikut juga boleh siapa saja, banyak juga yang berpartisipasi kaya bikin nasi liwet gitu teh. Banyak yang nyumbang kaya buah-buahan terus ikut bantuin bikin apa gitu buat upacara seren taun.44
Kelompok kami nampak santai saat membicarakan terkait Seren Taun dirumah bapak Anda dan juga berbagai hal lainnya yang menyanggkut dengan komunitas ADS dan juga hubungannya dengan masyarakat luar ADS.
Gambar 2. 7 Wawancara dengan Bapak Anda (Sekretaris Lurah Cigugur)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
43 Hasil wawancara dengan istri Sekretaris Lurah yaitu Ibu Anda, dirumah Ibu Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB.
44 Hasil wawancara dengan sekertaris lurah yaitu bapak Anda, dirumah bapak Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB.
Page 37 of 203 Dalam hal ini, Seren Taun bukan hanya komunitas ADS saja yang mengikuti. Hal ini karena hakikat keberadaan Upacara adat Seren Taun merupakan tuntunan bagi siapapun, suku bangsa, dan agama apapun yang mau bersama-sama bersyukur kepada hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadaan ini perlu diungkapkan ka- rena memang pada kenyataannya Upacara Seren Taun meskipun merupakan tradisi upacara ritual masyarakat Sunda (di Cigugur), tetapi dalam pra dan pelaksanaannya melibatkan berbagai elemen masyarakat Cigugur khususnya dan daerah lainnya tanpa membedakan keyakinan agama, suku, golongan dan se- bagainya. Di satu sisi tentunya dalam mendukung pengembangan pariwisata dae- rah dan nasional, maka adanya upacara Seren Taun di Cigugur ini sekaligus juga merupakan Kalender Even nasional untuk kunjungan wisata budaya dan wisata alam. Komunitas sangat menjunjung kerukunan dalam kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat patuh dan taat terhadap program-program yang diusung oleh pemerintah, di mana peran pupuhu atau ketua penghayat memiliki peranan yang besar untuk menggerakan para penganutnya dalam menjalankan program pemerintah.45 Penutup
Komunitas ADS di Cigugur merupakan komunitas yang menganut aliran ke- percayaan. Seperti pada umumnya, tentunya sebuah komunitas memiliki pem- impin yang mengatur suatu kelompok dan mengontrol kehidupan kelompok terse- but agar menjalani nilai dan norma dalam masyarakat dengan baik.