Page 69 of 203 di Paseban. Ada kegiatan di Paseban setiap pagi/sore yaitu kurasan bentuk kegiatannya seperti berdoa bersama. Pada kegiatan tersebut tidak hanya Kang Setia yang mengikuti, tetapi juga adik Kang Setia yang sama-sama diberi sarang oleh orang tuanya untuk mengikuti kegiatan di Paseban. Kang setia juga menjelaskan mengenai Seren Taun, yang menurut Kang Setia itu merupakan acara wajib yang harus diikuti. Karena menurut Kang Setia mengikuti acara Seren Taun sebagai bentuk mempertahankan kebudayaan khususnya di Sunda.
Menurut Kang Setia, ajaran ADS itu tidak fokus untuk menyebarkan ke- percayaannya kepada banyak orang, tetapi bagaimana mereka mempertahankan kepercayaan ADS tersebut ditengah-tengah masyarakat. Orang-orang yang mengikuti ajaran ADS ini juga menurut Kang Setia kebanyakan bukan karna paksaan tetapi dari hati nurani mereka sendiri untuk mempercayai ADS. Serta juga bisa dari keturunan keluarga mereka yang mempercayai ajaran ADS ini. Tetapi Kang Setia menjelaskan biasanya jika anak-anak keturunan yang menganut ADS itu ingin menikah, mereka akan dibebaskan memilih kepercayaan yang sesuai dengan hatinya, dengan catatan mereka akan menjalankan agamanya dengan sepenuh hati. Jika mereka hanya menjalankan setengah hati itu malah yang dilarang oleh orang tuanya.
Menurut Kang Setia juga dari seseorang yang ADS itu pindah ke agama yang lain biasanya agama khatolik atau agama Islam. Khususnya khatolik itu biasanya ka- rena terpaksa, dikarenakan dalam bidang ekonomi dan pendidikan itu sendiri lebih diperhatikan oleh pihak agama khatoliknya. Biasanya juga karena faktor untuk urusan dengan Pemerintahan, yang diwajibkan untuk seseorang memiliki agama.
Karena ajaran ADS itu sendiri belum di akui oleh negara sebagai agama.
Seseorang ADS yang pindah ke agama lain juga menurut Kang Setia akan tetap mempercayai ajaran ADS, dan agama lain sebagai formalitas suatu urusan pribadi. Menurut Kang Setia juga Akte Kelahiran di masyarakat ADS dahulu atas nama Ibu, tetapi sekarang ada perubahan kedua orang tua ditulis namanya dalam akte tetapi ada keterangan bahwa pernikahan kedua orang tuanya belum diakui oleh negara. Karena memang ajaran ADS itu belum diakui sebagai agama oleh negara.
Bapak Subrata dari kecil sudah memberikan pelajaran kepada anak-anaknya bahwa ajaran ADS ini bukan sebagai seremonial tetapi sebagai kenyataan dan menjelaskan apa arti dari kekristenan itu apa dari arti sunda wiwitan dan apa arti falsafah-falsafah kekristenan. Contohnya seperti untuk melakukan apa-apa berdoa kepada yang maha kuasa. Bapak menelaskan kepada anak-anak bapak bahwa semua itu adalah anak dari yang maha kuasa. Meskipun orang tua kita yang menjadi cikal bakal pertemuan sebagai suami istri karena tuhan yang menghendaki ketika kita memiliki keturunan. Semua yang menciptakan adalah yang maha kuasa, anak adalah titipan dari yang maha kuasa. Semua putra tuhan dari maha kuasa yang secara kodratnya tidak boleh lepas dari cara ciri manusia.
Saya menjelaskan cara ciri manusia dan cara ciri bangsa kepada anak saya.
Kalau dikeluarga bapak tidak dipaksakan urusan keyakinan sejak dewasa adalah hak pribadi, anak bapak ada yang beragama katolik, ada juga yang ADS dua orang, yang satu kristen. Yang istrinya kang ira itu ADS, yang laki-laki sunda wiwitan. Anak yang pertama meyakini agama Kristen tetapi
Page 70 of 203 dia tidak melupakan suatu hukum-hukum adatnya. Secara spiritual dia me- mang Kristen, tetapi dia tidak melupakan kodratnya sebagai masyarakat sunda wiwitan dia masih menerapkan hukum-hukum adat ADS.75
Mayoritas para penghayat ADS, dalam keluarganya menganut agama yang ber- beda-beda hal ini ditemukan dalam keluarga Pak Subrata, Pak Jauhari, Kang Didi, dan lainnya. Kebanyakan dari para orang tua lebih memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk menganut agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Pada dasarnya baginya, agama apapun akan mengajarkan kebaikan dan juga rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti anak dari Pak Subrata, anaknya yang memeluk salah satu agama yaitu nasrani ini sebagai formalitas semata dan dilatar belakangi oleh alasan agar proses pernikahan dengan calon suaminya di- permudah dan diakui oleh negara. Baginya, apa yang sudah diajarkan olehnya sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak Pak Subrata. Anak per- tamanya bernama Nina Suhartini (Perempuan) beragama Katolik, Anak kedua na- manya (Nana Suryana) seorang Sunda Wiwitan, Anak ketiga (Ella Sulasmi) yang merupakan istri Kang Ira Indrawardana seorang Penghayat Sunda Wiwitan, Istri Pak Subrata namanya ibu Awat juga penghayat Sunda wiwitan.
Apa yang bapak terapkan sudah tercermin dari kehidupan sehari-hari anak-anak bapak. Hal ini juga balik lagi kepada siapa yang tau kepada diri pribadinya juga akan tau kepada tuhan penciptanya. Pikukuh tilu ini juga bapak terapkan dan ajarkan kepada anak bapak.76
Proses sosialisasi antar generasi pada masyarakat penghayat kepercayaan yang sama bisa dilihat dalam internalisasi agama serta adat dalam keluaga Kang Ira Indrawardana, seorang Dosen Antropologi di Universitas Padjajaran, Bandung.
Kang Ira beserta istrinya Ella Sulasmi yang juga merupakan anak dari Pak Subrata dan juga seorang penghayat. Kedua anak Kang Ira juga penghayat ADS seperti orang tuanya. Proses internalisasi nilai agama dan adat dalam keluarga Kang Ira kepada anaknya didahului dengan cara bagaimana ketika seorang anak ini me- rasa senang terlebih dahulu pada ajaran-ajaran ADS dan memaknai setiap aja- rannya serta percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai yang ada dalam setiap aspek kehidupan yang diajarkan oleh Kang Ira dengan menanamkan nilai- nilai agama dan nilai-nilai kebaikan, terlebih kepada nilai etika hidup kepada anak- nya.
Saya menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebaikan, menanamkan nilai etika hidup kepada anak saya. Kalau dulu anak kita diajarkan agama, ritual-ritual, tidak begitu kita mengajarkan etika pada anak-anak. Kita bukan memaksa kepada anak harus berdoa, harus apal ayatnya, tapi kepada bagaimana mengajarkan anak-anak bagimana menjadi manusia yang baik.77
Pada dasarnya, Kang Ira tidak selalu memaksa kepada anaknya harus berdoa, harus menghafal ayatnya. Tidak diajarkan dengan memaksa kepada anaknya tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik. Walaupun dalam kenyataannya
75 Wawancara dengan Pak Subrata tanggal 5 November 2016, pukul 10.27
76 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27
77 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19
Page 71 of 203 mereka merasa bahwa mereka berbeda dengan anak yang lainnya karena anak- nya adalah seorang ADS. Hal ini karena Kang Ira yang berdomisili di Bandung dan mayoritas masyarakat memeluk agama lain. Untuk itu juga Kang Ira menanamkan nilai-nilai dalam ajaran ADS dengan disesuaikan pada lingkungan sosialnya pula.
Dalam hal ini, Kang Ira harus memberitahu kepada anaknya bahwa orang sunda pun mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya dan menjadi da- sar pedomannya. Pada dasarnya, Kang Ira juga lebih mengajarkan pengetahuan tentang Paseban dan tradisi-tradisi lingkungan disana. Jika ada acara Seren Taun pun ia mengajak anak-anaknya untuk turut serta. Dengan begitu pula, rasa cinta pada budaya sendiri dan kepercayaan tradisi ADS ini akan tumbuh dan diri anak- nya.
Secara tidak langsung, ketika anak sadar bahwa anak merasa beda dengan anak yang lain bahwa ia sunda wiwitan. Memberitahu kepada mereka bahwa orang sunda yang mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya, islam pun juga sunda, yang menjadi dasar pedoman etikanya agama islamnya. Kalau kita menanamkan orang sunda yang baik dengan kodratnya sebagai sunda dengan nilai-nilai tentang etika hidup, ketuhanan, hubungan dengan alam. Dengan syarat tidak ada penekanan bahwa harus berbahasa dan busana sunda tetapi menanamkan cinta kepada budaya sunda. Karena kami orang sunda wiwitan yang sudah ting- gal di daerah urban perkotan tidak didesa maka kita menanamkan ajaran ADS juga disesuaikan dengan lingkungan sosial. Kita juga menanamkan pengetahuan tentang paseban tau tentang tradisi-tradisi dilingkungan sini, kalau ada Seren Taun saya ajak kesini. Karena tujuan kita menanamkan kesenangan-kecintaan terlebih dahulu kepada mereka tentang Sunda Wiwitan bukan ketakdiran.78
Proses Pelembagaan Interaksi dan Perilaku Masyarakat Secara Kultural Setiap masyakarat di suatu daerah, memiliki nilai kebudayaannya masing-masing.
Definisi dari kebudayaan sendiri menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sis- tem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.79 Melalui proses sosialisasi ga- gasan yang ingin ditanamkan kepada suatu perkumpulan masyarakat, kemudian terjadinya internalisasi dari gagasan tersebut, sehingga kebudayaan tercipta dan melebur pada masing-masing individu di masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut.
Menurut penelitian yang kami lakukan, proses kebudayaan yang terus berjalan sejak zaman dahulu hingga saat ini, masih terlihat dalam kebudayaan masyarakat di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Beberapa masyarakat Cigugur masih dapat ditemui yang melabelkan dirinya sebagai penghayat.80 Kelompok masyarakat yang melabelkan dirinya sebagai penghayat sebagian besar dari golongan dewasa menengah (30-50 tahun) dan dewasa akhir (50 tahun ke atas). Sedangkan, untuk golongan dewasa awal bahkan remaja dan anak-anak, jarang ditemukan sebagai penghayat.
78 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19
79 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 2013, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta), hlm. 144.
80 Istilah asli informan (invivo) sebagai petunjuk identitas penganut Sunda Wiwitan.
Page 72 of 203 Kelompok yang bukan penghayat, biasanya memiliki agama yang sudah dianggap sah oleh negara Indonesia, seperti Katolik dan Islam. Perbedaan keyakinan ini karena adalah pengaruh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang melakukan penyebaran agama pada zaman Indonesia masih di kelilingi kerajaan, seperti Is- lam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Bundha.81 Kelompok penghayat ini umumnya dikenal sebagai masyarakat ADS. Nama aliran yang dihayatinya adalah Sunda Wiwitan. Proses pelembagaan interaksi dan perilaku dalam masyarakat ADS secara kultural sebenarnya untuk melihat bagaimana proses sakralisasi yang dil- akukan hingga menuntut masyarakat ADS untuk melakukan hal yang telah di- sakralkan dan kemudian menjadi suatu kebiasaan mereka dalam berinteraksi dan berperilaku. Patokan yang dipakai dalam proses pelembagaan ini menurut nara- sumber kami, Pangeran Rama Anom, adalah Pikukuh Pilu. Menurutnya:
Pikukuh itu ketentutan hukum yang berasal dari Tuhan yang Maha Pen- cipta. Di dalam Pikukuh Tilu ada bilangan dua, menyatakan bahwa di da- lam kehidupan itu adalah berpasang-pasangan. Ini sudah menjadi Maha Kuasa Sang Maha Pencipta. Untuk bilangan tiga, keseimbangan naluri, rasa, dan berpikir (id, ego, superego). Kalau di Sunda Wiwitan, bilangan tiga, yaitu: 1. Rama: keberadaan sebutan untuk Sang Maha Pencipta; 2.
Resi: Manusia; dan 3. Perbu: Sifat Kemanusiaan.82
Pikukuh Tilu ini sebagai sebutan untuk kitab suci bagi penganut aliran ke- percayaan Sunda Wiwitan. Patokan berinteraksi dan berperilaku mereka diatur oleh Pikukuh Tilu. Seperti halnya Muslim, memiliki pedoman Al-Qur’an agar jalan hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Mereka menganggap Tuhan Sang Pen- cipta memberikan simbol bilangan dua sebagai wujud manusia untuk hidup ber- pasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Kemudian mereka mewujudkannya dengan melakukan pernikahan.