Page 72 of 203 Kelompok yang bukan penghayat, biasanya memiliki agama yang sudah dianggap sah oleh negara Indonesia, seperti Katolik dan Islam. Perbedaan keyakinan ini karena adalah pengaruh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang melakukan penyebaran agama pada zaman Indonesia masih di kelilingi kerajaan, seperti Is- lam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Bundha.81 Kelompok penghayat ini umumnya dikenal sebagai masyarakat ADS. Nama aliran yang dihayatinya adalah Sunda Wiwitan. Proses pelembagaan interaksi dan perilaku dalam masyarakat ADS secara kultural sebenarnya untuk melihat bagaimana proses sakralisasi yang dil- akukan hingga menuntut masyarakat ADS untuk melakukan hal yang telah di- sakralkan dan kemudian menjadi suatu kebiasaan mereka dalam berinteraksi dan berperilaku. Patokan yang dipakai dalam proses pelembagaan ini menurut nara- sumber kami, Pangeran Rama Anom, adalah Pikukuh Pilu. Menurutnya:
Pikukuh itu ketentutan hukum yang berasal dari Tuhan yang Maha Pen- cipta. Di dalam Pikukuh Tilu ada bilangan dua, menyatakan bahwa di da- lam kehidupan itu adalah berpasang-pasangan. Ini sudah menjadi Maha Kuasa Sang Maha Pencipta. Untuk bilangan tiga, keseimbangan naluri, rasa, dan berpikir (id, ego, superego). Kalau di Sunda Wiwitan, bilangan tiga, yaitu: 1. Rama: keberadaan sebutan untuk Sang Maha Pencipta; 2.
Resi: Manusia; dan 3. Perbu: Sifat Kemanusiaan.82
Pikukuh Tilu ini sebagai sebutan untuk kitab suci bagi penganut aliran ke- percayaan Sunda Wiwitan. Patokan berinteraksi dan berperilaku mereka diatur oleh Pikukuh Tilu. Seperti halnya Muslim, memiliki pedoman Al-Qur’an agar jalan hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Mereka menganggap Tuhan Sang Pen- cipta memberikan simbol bilangan dua sebagai wujud manusia untuk hidup ber- pasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Kemudian mereka mewujudkannya dengan melakukan pernikahan.
Page 73 of 203 Kemudian manusia menjalankan kehidupan mereka berdasarkan sifat-sifat ke- manusiaan, bukan sifat-sifat hewani, di mana masih ada proses rasionalitas di da- lamnya untuk memilih yang sesuai dan bermanfaat untuk dirinya dan tidak meru- gikan alam sekitarnya.
Hal di atas sesuai dengan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory/RCT) yang dikembangkan oleh James S. Coleman. Ada dua unsur dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya.83 Sumber daya di sini merupakan suatu upaya yang dapat dikontrol oleh sang aktor. Aktor berperan untuk memilih mana yang memiliki nilai keuntungan yang besar dan rasional untuk dirinya pada kemudian hari. Aktor akan melakukan penyaringan terhadap pilihan-pilihan yang ditujukan kepadanya.
Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur yang menganut ADS, bilangan tiga yang terdapat dalam Pikukuh Tilu digunakan oleh masing-masing indvidu yang menganggap dirinya penghayat. Mereka meyakini Tuhan memberikan alam ber- serta isinya seperti makhluk hidup biotik dan abiotik untuk diatur dan dirawat sedemikian rupa oleh manusia. Manusia (Resi) di sini sebagai aktor utama dalam sistem kehidupan. Mereka dapat mengupayakan kehidupannya dengan me- manfaatkan hewan dan tumbuhan disekitarnya. Mereka juga berperilaku sesuai sifat-sifat kemanusiaan, bukan hewani. Sifat hewani di sini maksudnya hanya menuruti hawa nafsu saja, tidak berpikir panjang, dan tidak memiliki nilai etika dan estetika dalam berperilaku.
Aktor menyaring hal-hal yang buruk seperti yang melekat pada ciri hewan dan mengambil sifat-sifat kemanusiaannya untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, seperti toleransi, beretika saat makan, berinteraksi, dan memiliki estetika. Pilihan yang diambil ini sebagai upaya untuk mendapat nilai positif dari Tuhan Sang Pen- cipta (Rama). Jika mereka tidak menyaring sifat-sifat hewani, maka ia tidak dapat mengontrol secara penuh kehidupannya, sehingga ia tidak dapat dikatakan ra- sional karena tidak melihat apa yang didapatkannya kemudian hari (benefit).
Proses pelembagaan ini juga dapat dilihat dari nilai-nilai kultural yang dianut oleh penghayat ADS. Nilai-nilai kultural yang selalu dijaga dan dilestarikan dari satu generasi ke generasi lainnya menurut Pangeran Rama Anom seperti yang kami kutip di bawah ini.
Nilai kemanusian. Nilai yang tidak lapuk oleh waktu. Selama manusia masih dikehendaki untuk menghuni planet bumi ini. Tanpa membeda-beda kan golongan. Ini nilai-nilai kearifan lokal Sunda Wiwitan. Ini mengapa nilai- nilai agama lain dapat diterima dengan baik oleh Sunda Wiwitan. Jiwa ne- nek moyang Indonesia adalah jiwa mulia, tidak membeda-bedakan dan semua sama. Tumbuh subur semuanya di bumi Nusantara. Kalau di negara luar kan itu terjadi peperangan dulu agamanya, kalo di Nusantara kan nggak.84
Penganut ADS sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Nilai kemanusiaan yang diturunkan oleh nenek moyang Nusantara. Contohnya seperti penerimaan ke- budayaan baru dalam hal agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Budha. Ter-
83 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh), 2015 (Jakarta: Prenadamedia Group), hlm. 369.
84 Wawancara dengan Pangeran Rama Anom, pada Sabtu, 5 November 2016, pukul 11:03-11:35 WIB.
Page 74 of 203 bukanya dalam menerima hal-hal baru tersebut, membuat Indonesia saat ini men- jadi negara plural atau majemuk dengan variasi kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Hal ini juga didukung oleh kebiasaan masyarakat ADS yang memberi kebebasan bagi keturunannya untuk menganut keyakinan yang menurutnya benar dan sesuai kata hatinya. Sehingga tidak sedikit tiap unit keluarga beragam agama di dalamnya. Hal ini sesuai dengan data dari informan yang kami dapatkan saat hari pertama penelitian.
Di keluarga saya ada banyak agama, orang tua saya masyarakat adat (Sunda Wiwitan), tapi anak-anaknya ada yang katolik sama muslim.85 Selain Pikukuh Tilu, ada kegiatan khas budaya Sunda yang pada kemudian hari terjadi proses internalisasi dengan nilai-nilai yang ada di Sunda Wiwitan. Se- hingga, kebudayaan tersebut terlihat condong seperti milik dari Sunda Wiwitan, padahal sebenarnya kebudayaan tersebut adalah milik bumi Sunda. Mengapa demikian? Karena kelompok yang masih mau mengurus atau melestarikan dengan inisiatif adalah kelompok Sunda Wiwitan berada di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
Gambar 4. 4 Perayaan Seren Taun
Sumber: Sumber: www.google.com (2016)
Nama dari kebudayaan yang dijelaskan di atas adalah Seren Taun. Seren Taun adalah acara tahunan yang dilaksanakan 22 Raya Agung. Pengurus inti yang men- gadakan kegiatan Seren Taun adalah penganut Sunda Wiwitan. Proses pelem- bagaan kultural melalui Seren Taun ini dimaknai sebagai pesta adat yang pebuh dengan nilai-nilai yang juga selaras dengan ajaran Sunda Wiwitan. Sehingga, ketika mendengar nama Seren Taun maka yang teringat adalah Sunda Wiwitan.
Hasil interaksi antara warga yang memangg sangat harmonis antar multi etnis dan multi agama ini juga tercermin pada prosesi Seren Taun dimana dalam upacara adat ini semua pemuka agama dari Islam, Kristen, sampai Sunda Wiwitan hadir dan memberikan doa.
Dalam acara Seren Taun ini pun juga semua golongan yang berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda hadir menjadi satu kesatuan dalam
85 Wawancara dengan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada Jumat, 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.
Page 75 of 203 rangkaian acara. Mereka bersatu menyaksikan upacara tahunan ini dengan penuh hikmat. Selain itu juga, proses pelembagaan kultural yang terjadi pada Seren Taun yaitu pelestarian budaya-budaya Sunda Wiwitan karena dalam rangkaian acara ini ada penampilan kesenian dari pada pengisi acara, selain itu hasil interaksi antar manusia dengan alam yang telah memberikan banyak anugerah dengan tum- buhnya padi dengan subur dan bahan makanan lainnya. Serta wujud dari rasa syukur atas limpahan rezeki yang diperoleh. Hal ini sebagai menunjukan nilai kearifan lokal dari Sunda Wiwitan yaitu nilai kemanusiaan yang penuh dengan tol- eransi. Prosesi dari acara Seren Taun diutarakan oleh informan kami, yaitu seperti berikut.
Pertama pembuangan hama atau pesta dadung dilaksanakan di Taman Mayasih. Ini sebagai pembukaan Seren Taun. Terus setiap jalan ada obor.
Dari Cigugur bawah sampai Cigugur atas ada obor. Terus yang utama itu tumbuk padi. Ini disebut sebagai hari puncaknya. Pokoknya banyak acara hiburan, dan yang terakhir itu tumbuk padi. Sekitar 7 hari totalnya, dari pagi sampe malam. Sampai numbuk padi itu banyaknya harus 22 kwintal tidak boleh kurang ataupun lebih. Lalu setelah itu, hasil padi yang telah ditumbuk dibagikan rata kepada seluruh warga Cigugur.86
Gambar 4. 5 Proses Berlangsungnya Pesta Dadung
Sumber: www.google.com
Gambar di atas merupakan dokumentasi dari acara Pesta Dadung. Pesta dadung merupakan pesta pembuangan hama padi. Pesta dadung juga salah satu rangkaian acara yang dilakukan pada Seren Taun. Acara Pesta dadung diseleng- garakan di Area Pesta Dadung yang berada di Taman Hutan Kota Mayasih. Pem- buangan hama padi pada Pesta Dadung ini bermakna agar setiap hasil panen seperti padi yang dianggap sakral oleh masyarakat penghayat bebas dari hama padi yang bisa merusak tumbuhnya padi. Maka dari itu, sebagai simbolnya, hama-
86 Wawancara dengan Ibu Eva dan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada tanggal 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.
Page 76 of 203 hama tersebut akan dibuang di area pesta dadung yang bertempat seperti jurang dalam.
Gambar 4. 6 Area Pesta Dadung
Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)
Kemudian pelembagaan kultural lainnya juga terdapat dalam cara penghayat ADS berpakaian. Untuk laki-laki menggunakan ikat kepala batik dan baju hitam. Paka- ian masyarakat ADS itu berwarna hitam (tanah) memiliki makna sebagai sumber kehidupan itu berasal dari dalam tanah. Sedangkan Ikat kepala (satu ikatan) mem- iliki makna walaupun di dalamnya berbeda keyakinan tetapi harus satu dalam ikatan. Hal ini tercermin dari masyarakat di Cigugur, Kuningan yang memiliki be- ragam agama dan hubungan atar sesamanya berjalan harmonis karena perilaku keseharian mereka yang menjunjung tinggi nilai toleransi antar sesamanya. Se- dangkan untuk perempuan menggunakan pakaian baju berwarna putih dan rok berbahan kain. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4. 7 Pakaian Penghayat ADS untuk Laki-laki
Sumber: www.google.com
Page 77 of 203 Jadi, proses pelembagaan interaksi dan perilaku masyarakat ADS secara kultural diadaptasi melalui pedoman Pikukuh Tilu yang setara dengan kitab suci, kegiatan Seren Taun, dan pakaian yang menjadi ciri khas dari Sunda Wiwitan. Di dalam Pikukuh Tilu terdapat bilangan dua dan bilangan tiga. Bilangan dua artinya hidup ini ditakdirkan untuk berpasang-pasangan, sedangkan bilangan tiga artinya di da- lam kehidupan ini terdapat tiga unsur yang yang terbentuk secara vertikal, yaitu Rama, Resi, dan Perbu. Selanjutnya, nilai kultural yang diwarisi turun-temurun adalah nilai kemanusiaan, terutama nilai toleransi. Hal ini menyebabkan di dalam masyarakat Cigugur terdapat pluralisme agama, bahkan dalam satu unit keluarga dapat terdiri dari banyak agama.
Penutup
Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini pun juga akan melahirkan berbagai adat istiadat yang beragam dan membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Kebudayaan tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia sikap kepercayaan terhadap tuhan. Di Indonesia sendiri banyak ter- dapat berbagai macam kepercayaan salah satunya kepercayaan ADS yang komunitas pengikutnya berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sunda wiwitan merupakan sebuah kepercayaan yang berasal dari tanah pasundan yang tidak ter- lepas dari peran Pangeran Madrais sebagai pendiri dari cikal bakal lahirnya ke- percayaan sunda wiwitan.
Kepercayaan ADS tidak serta merta berjalan mulus tanpa halangan, segala macam halangan dan rintangan dihadapi oleh para pemimpin komunitas ADS dan pengikutnya karena kepercayaan ini dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran- ajaran agama lain pada umumnya. Kepercayaan ini sempat mengalami tekanan dari kelompok dan pihak lain pada masa orde lama, hal ini yang membuat Pan- geran Tedjabuana, pemimpin ADS pada masa itu untuk memerintahkan para pengikutnya untuk keluar dari ADS dan memeluk agama lain yaitu agama Katolik.
ADS mulai bangkit dan diterima kembali pada masa kepemimpinan Pangeran Djatikusumah, anak laki-laki pangeran Tedjabuana dengan membuat Paguyuban Adat Cara Kruhun Urang (PACKU) pada tahun 1981. Hingga saat ini, kepemimpi- nan ADS dipegang oleh anak laki-laki dari Pangeran Djatikusumah yaitu Pangeran Gumirat Barna Alam dan hidup rukun antar warganya sangat terjaga.
Dalam masyarakat penghayat kepercayaan ADS, tuhan dimaknai sebagai Gusti Sikang Sawiji-wiji atau Yang Maha Esa. Pemaknaan tuhan dalam kepercayaan ini, tercermin dalam ajaran-ajaran pokoknya seperti Pikukuh Tilu, tat acara berdoa, dan olah tapa. Nilai-nilai agama yang ada dalam ajaran pokok Sunda Wiwitan ini dijadikan oleh para penghayat kepercayaan untuk dijadikan sebagai pedoman da- lam bertingkah laku dan menjaga eksistensinya hingga saat ini dalam masyarakat global. Wlaupun keberadaannya masih juga mengalami berbagai diskriminasi dari negara dan juga pihak-pihak lainnya. Tetapi, hal ini tak juga menghalangi mereka untuk terus menjaga dan melestarikan adat dan budaya Sunda Wiwitan.
Keberadaan Sunda Wiwitan yang masih terjaga sampai saat ini tidak lepas dari proses internalisasi agama dan adat antargenerasi yang terjadi pada keluarga penghayat. Sosialisasi agama dan ajaran-ajaran ADS berlangsung dalam keluarga penghayat. Para orang tua berperan untuk mengajarkan nilai-nilai agama pada anak-anaknya. Nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan, serta toleransi tercermin dalam ajaran-ajaran agama yang dilakukannya pada anaknya. Sesudah beranjak
Page 78 of 203 dewasa, mayoritas para orang tua membebaskan kepada nak-anaknya untuk me- meluk agama lain yang menjadi pilihannya. Kebanyakan dari anak-anaknya me- meluk agama lain hanya sebagai formalitas untuk diakui dalam pernikahan mau- pun lainnya. Mereka para orang tua percaya bahwa pada dasarnya agama apapun mengajarkan kebaikan, maka dari itu agama apapun yang dianutnya itu adalah kebaikan untuk dirinya. Yang terpenting dalam keluarga adalah toleransi yang ter- jalin antar sesamanya.
Adat dan budaya yang paling khas dari Sunda Wiwitan tersebut ada pada per- ayaan upacara adat Seren Taun. Dimana dalam hal ini, terjadi proses pelem- bagaan kultural dari perilaku dan interaksinya tercermin dari nilai-nilai toleransi da- lam kehidupan sehari-harinya yang bisa ditemukan dalam perayaan adat Seren Taun juga. Dalam hal berpakaian juga para masyarakat adat Sunda Wiwitan mempunyai ciri khasnya tersendiri yaitu pakaian hitam dan ikat kepala batik. Pe- lestarian budaya serta adat Sunda Wiwitan perlu untuk dilestarikan oleh generasi- generasi selanjutnya. Hal ini dilakukan agar, nilai-nilai adat yang berasal dari ne- nek moyang dan diturunkan secara turun temurun bisa terus ada sampai kapan pun sebagai kelarifan lokal di Indonesia.
Page 79 of 203 Daftar Pustaka
Buku :
Artawijaya. 2010. Gerakan Theosofi di Indonesia. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar Budi Susanto. 2007. Sisi Senyap Politik Bising Yogyakarta : Kanisius
Koentjaraningrat. 2013. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Malesevic, Sinisa. 2004. The Sociology of Ethnicity. London : Sage Production Pram. 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta: Penebar Swadaya Group
Ritzer, George. 2015. Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh). Jakarta: Prena- damedia Group
Sumber Referensi Lainnya:
Ira Indrawardana. 2014. Makalah Antropologi : Eksistensi Penghayat Ke- percayaan dalam Menjaga Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pan- casila
Ira Indrawardana. Makalah Kuliah Umum : Berketuhanan dalam Perspektif Ke- percayaan Sunda Wiwitan
Tendi. 2016. Skripsi : Sejarah Agama Djawa Sunda di Cigugur Kuningan 1939- 1964, diakses online pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bit- stream/123456789/30301/3/TENDI-FAH.pdf
Page 80 of 203 Bab 5
Filosofi Ekonomi Masyarakat ADS, Cigugur, Kuningan
Clara Dwi Yanti, Fitria Septiani, Ilham Ramadhan, Siti Qoriah, Qays Arrazi Iskan- dar
Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan kom- posisi suku bangsa yang pluralis di dunia. Bangsa yang tersebar di sekitar 13.000 pulau besar dan kecil ini terdiri dari ratusan etnis, agama, budaya, dan adat isti- adat, serta berbicara dalam ratusan bahasa daerah yang khas. Hal itu membuat orientasi kultur kedaerahan selta pandangan hidupnya pun beragam.87Semua aspek sosio-kultural yang beragam itu membuat Indonesia menjadi bangsa dengan tingkat keragaman yang tinggi.
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sebuah kehidupan dari kelompok mahkluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. Kemudian masyarakat tertentu itu akan menciptakan kebudayaan tertentu pula serta memiliki banyak unsur yang beranekaragam. Namun demikian seluruh unsur yang banyak tersebut dapat dikategorikan ke dalam 7 unsur yang disebut cultural universals88 di mana salah satu unsurnya adalah religi. Masyarakat daerah sekitar Cigugur ka- bupaten Kuningan Jawa Barat mengenal suatu komunitas religi percampuran Jawa-Sunda yang diberi nama Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS). Komunitas religi ini telah dihayatii masyarakat sekitar, jauh sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Adapun Agama Djawa Sunda (untuk kemudian dapat diinisialkan dengan: ADS) ini sebenarnya merupakan komunitas orang-orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya.
Kepercayaan Agama Djawa Sunda (ADS) ini sudah ada sebelum agama- agama asing seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, Kong Hu Cu masuk ke tanah Jawa.
ADS merupakan sebuah Cagar Budaya, bukan aliran agama tetapi lebih cender- ung bisa diidentifikasikan sebagai penghayat religi-budaya setempat. Semboyan mereka: "Semua umat Tuhan, sepengertian tapi bukan sepengakuan", artinya sekalipun tidak sepengakuan tetapi bisa sepengertian.
87Koentjaraningrat.1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi. Dalam Ayatrohaedi (ed.).Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). (Jakalta: Pustaka Jaya,). hlm. 80.
88 Asmito. 1992. Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Semarang: IKIP Semarang Press). Hlm. 43
Page 81 of 203